Professional Documents
Culture Documents
1
M.Nur Azmi, S.Th.I, M.Pd
berkembang di masyarakat, sehingga kehadirannya mempunyai akar yang kuat pada
budaya yang dianut masyarakat.
Pembahasan tentang pendidikan luar sekolah dalam makalah ini meliputi konsep
dan ruang lingkup pendidikan luar sekolah, serta asal-usul pendidikan luar sekolah.
BAB II
PEMBAHASAN
2
M.Nur Azmi, S.Th.I, M.Pd
Pendidikan luar sekolah mempunyai perbedaan dengan pendidikan sekolah.
Unesco (1972) menjelaskan bahwa pendidikan luar sekolah mempunyai derajat keketatan
dan keseragaman yang lebih rendah dibanding dengan tingkat keketatan dan keseragaman
pendidikan sekolah. Pendidikan luar sekolah memiliki bentuk dan isi program yang
bervariasi, seangkan pendidikan sekolah, pada umumnya, memiliki bentuk dan isi
program yang seragam untuk setiap satuan, jenis, dan jenjang pendidikan. Perbedaan
inipun tampak pada teknik-teknik yang digunakan dalam merencanakan, dan
mengevaluasi proses dan hasil program pendidikan. Tujuan program pendidikan luar
sekolah tidak seragam, sedangkan tujuan pendidikan sekolah seragam untuk setiap satuan
dan jenjang pendidikan. Peserta didik (warga belajar) dalam program pendidikan luar
sekolah tidak memiliki persyaratan ketat sebagaimana persyaratan yang berlaku bagi
siswa pendidikan sekolah. Tanggung jawab pengelolaan dan pembiayaan pendidikan luar
sekolah dipikul oleh pihak yang berbeda-beda, baik pemerintah, lembaga
kemasyarakatan, maupun perorangan yang berminat untuk menyelenggarakan program
pendidikan. Dilain pihak tanggung jawab pengelolaan program pendidikan sekoloh pada
umumnya berada pada pihak pemerintah dan lembaga yang khusus menyelenggarakan
pendidikan persekolahan. Dengan demikian, perbedaan antara kedua jalur pendidikan itu
terdapat dalam berbagai segi baik sistemnya maupun penyelenggaraannya.
3
M.Nur Azmi, S.Th.I, M.Pd
Pendidikan informal adalah proses yang berlangsung sepanjang usia sehingga
sehingga setiap orang memperoleh nilai, sikap, keterampilan, dan pengetahuan
yang bersumber dari pengalaman hidup sehari-hari, pengaruh lingkungan
termasuk di dalamnya adalah pengaruh kehidupan keluarga, hubungan dengan
tetangga, lingkungan pekerjaan dan permainan, pasar, perpustakaan, dan media
massa.
Pendidikan nonformal ialah setiap kegiatan teroganisasi dan sistematis, di luar
sistem persekolahan yang , dilakukan secara mandiri atau merupakan bagian
penting dari kegiatan yang lebih luas, yang sengaja dilakukan untuk melayani
peserta didik tertentu di dalam mancapai tujuan belajarnya.
4
M.Nur Azmi, S.Th.I, M.Pd
memahami sesuatu yang sebelumnya tidak mereka pahami Pengalaman itu terjadi karena
adanya interaksi antara seseorang atau kelompok dengan lingkungannya. Interaksi itu
menimbulkan proses perubahan (belajar) pada manusia dan selanjutnya proses perubahan
itu menghasilkan perkembangan (development) bagi kehidupan seseorang atau kelompok
dalam lingkungannya.
Proses belajar itu akan menghasilkan perubahan dalam ranah kognitif (penalaran,
penafsiran, pemahaman, dan penerapan informasi), peningkatan kompetensi
(keterampilan intelektual dan sosial), serta pemilihan dan penerimaan secara sadar
terhadap nilai, sikap, penghargaan dan perasaan, serta kemauan untuk berbuat atau
merespon sesuatu rangsangan. Proses perubahan (belajar) dapat terjadi dengan disengaja
atau tidak disengaja.
Pandangan lain tentang pendidikan dikemukakan oleh Axiin (1974), yang
membuat penggolongan program-program kegiatan yang termasuk ke dalam pendidikan
formal, nonformal, dan informal dengan menggunakan kriteria adanya atau tidak adanya
kesengajaan dari kedua pihak yang berkomunikasi, yaitu pihak pendidik (sumber belajar
atau fasilitator) dan pihak peserta didik (siswa atau warga belajar). Pandangan pendidikan
yang dikemukakan oleh Axinn ini tertuang dalam bentuk tabel:
PENDIDIK
BERSENGAJA TIDAK BERSENGAJA
PESERTA
DIDIK
Kegiatan belajar
Pendidikan sekolah atau
BERSENGAJA diarahkan diri sendiri
Pendidikan luar sekolah
(self-directed learning)
Belajar secara kebetulan
TIDAK BERSENGAJA Pendidikan informal
(incidental learning)
Melalui tabel di atas dapat kita ketahui bahwa dengan adanya kesengajaan dari
kedua pihak dalam proses pembelajaran merupakan ciri utama pendidikan sekolah dan
pendidikan luar sekolah. Pendidikan luar sekolah dan pendidikan sekolah mempunyai ciri
umum yang sama, yaitu adanya kegiatan yang disengaja dan terorganisasi. Dan keduanya
merupakan subsistem dari pendidikan nasional.
5
M.Nur Azmi, S.Th.I, M.Pd
Dengan membandingkan karakteristik pendidikan sekolah terhadap karakteristik
pendidikan luar sekolah (Ryan, 1972:11), sebagai ilustrasi, di satu pihak, pendidikan
sekolah memiliki program berurutan untuk setiap jenis dan jenjang pendidikan dan dapat
diterapkn secara seragam di semua tempat yang memiliki kondisi sama. Di pihak lain,
pendidikan luar sekolah mempunyai program yang tidak selalu ketat dalam
penyelenggaraan programnya. Program pendidikan sekolah memiliki tingkat
keseragaman yang ketat, sedangkan program pendidikan luar sekolah lebih bervariasi dan
lebih luwes.
B. WAKTU
6
M.Nur Azmi, S.Th.I, M.Pd
1. Relatif lama 1. Relatif singkat
Jarang selesai dalam waktu kurang Jarang lebih dari satu tahun, pada
dari setahun; sering melampaui batas umumnya kurang dari setahun. Lama
waktu yang ditetapkan. Kadang- penyelenggaraan program tergantung
kadang diselesaikan lebih dari pada kebutahan belajar peserta didik.
sepuluh tahun. Satu jenjang menjadi Persyaratan untuk mengikuti program
syarat untuk mengikuti jenjang yang pendidikan ialah kebutuhan, minat,
lebih tinggi. dan kesmpatan.
2. Berorientasi ke masa depan 2. Menenkankan masa sekarang
Menyiapkan untuk masa depan Memusatkan layanan untuk
kehidupan peserta didik. memenuhi kebutuhan peserta didik
dalam meningkatkan kemampuan
sosial ekonominya.
C. ISI PROGRAM
7
M.Nur Azmi, S.Th.I, M.Pd
D. PROSES PEMBELAJARAN
E. PENGENDALIAN
8
M.Nur Azmi, S.Th.I, M.Pd
Pengawasan dan keberjasilan Koordinasi dilakukan lembaga-
program dikendalikan oleh pihak dari lembaga terkait. Otonomi pada
tingkat yang lebih tinggi dan tingkat program dan daerah dengan
diterapkan secara seragam. menekankan inisiatif dan partisipasi
masyarakat.
9
M.Nur Azmi, S.Th.I, M.Pd
dan fungsional. Fisik meliputi jenis kelamin, usia, tinggi dan berat badan dan lain
sebagainya, psikis seperti kognitif, pengalaman, sikap, minat, keterampilan, dan
kebutuhan belajar, serta fungsional misalnya pekerjaan dan status sosial ekonomi.
Sedangkan karakteristik eksternal berkaitan dengan lingkungan kehidupan peserta didik
seperti keadaan keluarga dalam segi ekonomi, pendidikan, status sosial, teman bergaul
dan bekerja, biaya dan sarana belajar.
Proses menyangkut interaksi edukasi antara sarana (pendidik) dengan peserta
didik (warga belajar). Proses ini terdiri atas kegiatan pembelajaran, bimbingan
penyuluhan atau pelatihan, serta evaluasi. Kegiatan pembelajaran lebih mengutamakan
peranan pendidik untuk membantu peserta didik agar mereka aktif melakukan kegiatan
belajar, dan bukan menekankan peranan guru untuk mengajar. Kegiatan belajar dilakukan
dengan memanfaatkan berbagai sumber, termasuk perpustakaan, pengalaman dan
lingkungan sekitar tempat pembelajaran. Proses belajar dilakukan secara mandiri dan
berkelompok.
Keluaran (output) merupakan tujuan antara pendidikan luar sekolah. Keluaran
mencakup kuantitas lulusan yang disertai kualitas perubahan tingkah laku yang didapat
melalui kegiatan pembelajaran. Perubahan tingkah laku ini mencakup ranah kognitif,
afektif dan psikomotor yang sesuai dengan kebutuhan belajar yang mereka perlukan.
Kinsey (1977) mengemukakan bahwa perubahan tingkah laku ini mencakup pengetahuan
(knowledge), sikap (attitude), keterampilan (skills), dan aspirasi (aspiration).
Dalam pendidikan luar sekolah, perubahan ranah psikomotor atau keterampilan
lebih diutamakan disamping perubahan ranah kognitif dan afektif. Colletta dan Radcliffe
(1980) membedakan lingkungan belajar, kebutuhan belajar, dan orientasi perubahan
tingkah laku yang terdapat dalam ketiga lingkungan pendidikan yaitu pendidikan di
lingkungan sekolah, keluarga, masyarakat dan/atau lembaga. Pendidikan di lingkungan
sekolah lebih mengutakan tujuannya untuk memenuhi kebutuhan belajar dalam ranah
kognitif sehingga pengetahuan menjadi ciri utama perubahan tingkah laku peserta didik
dan lulusan. Pendidikan dalam lingkungan keluarga, lebih mengutamakan kebutuhan
ranah afektif, sehingga sikap dan nilai-nilai menjadi ciri utama perolehan belajarnya
melalui interaksi di dalam dan antar keluarga. Sedangkan pendidikan di lingkungan
10
M.Nur Azmi, S.Th.I, M.Pd
masyarakat dan lembaga lebih mengutamakan kebutuhan ranah psikomotor sehingga
perubahan kemampuan keterampilan menjadi lebih meningkat/baik.
Pengaruh (outcome atau impact) merupakan tujuan akhir program pendidikan luar
sekolah. Pengaruh ini meliputi; (a) perubahan taraf hidup lulusan yang ditandai dengan
perolehan pekerjaan, atau berwirausaha, perolehan atau peningkatan pendapatan, dan
kesehatan; (b) membelajarkan orang lain terhadap hasil belajar yang telah dimiliki dan
dirasakan manfaatnya oleh lulusan; dan (c) peningkatan partisipasi dalam kegiatan sosial
dan pembangunan masyarakat, baik parstisipasi pikiran, tenaga, dan dana. Dengan
demikian pendidikan luar sekolah memiliki komponen, proses, dan tujuan pendidikan
yang saling berhubungan secara fungsional, meliputi komponen (masukan sarana,
masukan mentah, masukan lingkungan), proses, dan tujuan (keluaran dan pengaruh).
11
M.Nur Azmi, S.Th.I, M.Pd
2. Pengaruh Tradisi di Masyarakat
Dalam masyarakat terdapat tradisi dan adat istiadat yang mendorong penduduk
untuk belajar, berusaha, dan bekerjasama atas dasar nilai-nilai budaya dan moral yang
dianut oleh masyarakat itu. Seperti pesan orang tua kepada anak-cucunya: “Tuntutlah
ilmu, carilah harta, jauhilah perilaku yang tidak baik”. Tutur kata yang lain diantaranya:
“Berpikirlah sejak kecil, belajar sejak kanak-kanak, untuk bekal di masa dewasa, teruslah
berikhtiar dengan sabar dan tawakal, berhematlah, aturlah rejeki sehingga tatkala sedikit
dapat mencukupi dan tatkala tidak banyak tapi bersisa.” Pesan lain adalah “Hidup harus
banyak teman, untuk saling menolong dan saling menitipkan diri; budi dan akal diperoleh
dari sesama insan”
Pesan yang terkandung didalam tutur kata tersebut mendorong penduduk untuk
melakukan kegiatan belajar, berusaha, dan bekerjasama di dalam masyarakat. Pesan itu
pun memberi makna bahwa kegiatan tersebut merupakan bagian kehidupan manusia yang
harus dilakukan oleh setiap warga masyarakat.
3. Pengaruh Agama
12
M.Nur Azmi, S.Th.I, M.Pd
dunia ini, mengkaji alam dan lingkungan kehidupan sebagai ciptaan-Nya, dan
menggunakan petunjuk Tuhan itu dalam berinteraksi dengan lingkungan kehidupannya.
Berdasarkan makna ini maka kemampuan membaca adalah prasyarat yang sangat penting
dalam kegiatan belajar untuk memperoleh ilmu pengetahuan, sikap, dan keterampilan.
Dengan demikian, kegiatan belajar memiliki motivasi ibadah yaitu untuk melakukan
kewajiban yang telah ditentukan oleh Tuhan.
Kewajiban umat untuk belajar ini dipertegas oleh Rasulullah SAW dalam
hadistnya: “Menuntut ilmu adalah wajib bagi setiap Muslim pria dan wanita”.
“Tuntutlah ilmu sejak dalam buaian sampai masuk ke liang kubur”. Secara singkat dapat
dipahami bahwa belajar adalah kewajiban yang harus dilakukan oleh setiap umat Islam
selama hidupnya.
Menurut agama, belajar adalah kunci utama untuk mencapai kemajuan dan
kebahagiaan. Belajar, dalam pengertian ini adalah proses pencarian dan penguasaan ilmu
untuk diterapkan dalam kehidupan.
Motivasi agama bagi manusia, untuk mengembangkan kemampuan berpikir
dalam mengolah potensi alamini telah ditegaskan oleh Allah SWT: “Dan Dia (Allah)
menundukkan untukmu segala sesuatu yang ada di langit dan di bumi semuanya,
(sebagai suatu rahmat) dari pada-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-
benar terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi orang-orang yang berpikir” (Q.S. Al-
Jatsiyah, 14). Dan berbagai perumpamaan itu Kami buat untuk manusia supaya mereka
berpikir” (Q.S. Al-Hasyr, 21)
Dalam mengembangkan kemampuan manusia di masa dating agama memberi
motivasi untuk mengantarkan mereka guna memasuki ruang dan waktu yang berbeda
dengan yang dialami saat ini. Untuk mengantarkan ke dalam kehidupan masa depan itu,
peranan pendidikan ialah untuk membelajarkan manusia terhadap kemungkinan-
kemungkinan yang akan dihadapinya di masa yang akan datang. Rasulullah SAW telah
memberi petunjuk: “Belajarkanlah anak-anakmu karena mereka adalah makhluk,
ciptaan Tuhan, yang akan memasuki jaman yang berbeda dengan keadaan jamanmu
sekarang”. Petunjuk ini menegaskan bahwa fungsi pendidikan adalah untuk membantu
manusia dalam mengembangkan kemampuan fungsional yang diperlukan dalam
kehidupan masa depan.
13
M.Nur Azmi, S.Th.I, M.Pd
Berdasarkan beberaba Hadits tersebut pendidikan hendaknya dilandasi oleh
kaidah-kaidah agama sehingga terjadi motivasi belajar yang bertujuan untuk memperoleh
pahala dari Tuhan Yang maha Pemurah dan Maha Penyayang dengan cara menunaikan
kewajiban menuntut ilmu dan untuk meningkatkan taraf hidup dan kehidupan di dunia
dan mencapai kebahagiaan dalam kehidupan abadi di akhirat.
14
M.Nur Azmi, S.Th.I, M.Pd
BAB III
KESIMPULAN
15
M.Nur Azmi, S.Th.I, M.Pd
menguasai ilmu, barangsiapa ingin mendapatkan kebahagiaan keduanya maka ia harus
menguasai ilmu”.
Dari asal-usulnya dapat disimak bahwa pendidikan luar sekolah telah mampu
mendorong kreatifitas masyarakat, sebagai contoh, banyak karya besar yang dibangun
oleh bangsa Mesir kuno sampai penemuan-penemuan di tempat lain yang telah dilahirkan
pada waktu sebelum pendidikan sekolah lahir di tengah-tengah kehidupan masyarakat.
Pendidikan luar sekolah dipandang sebagai suatu alternatif yang perlu
dikembangkan untuk memecahkan masalah-masalah pendidikan yang ditimbulkan oleh
pendidikan sekolah atau yang tidak dapat diatasi oleh pendidikan sekolah.
16
M.Nur Azmi, S.Th.I, M.Pd
DAFTAR PUSTAKA
Axinn, George (1976). Nonformal Education and Rural Development. East Lansing:
Michigan State University.
Babbie, Earl R. (1980). Sociology: An Introduction. Belmont Ca: Wadsworth Publishing
Co.
Callaway, A. (1973). Frontiers of Out of School Education. In Breembeck and Thompson
Coombs, Phillip H., and Ahmed, Manzoor (1978). Attacking Rural Poverty: How
Nonformal Education Can Help. Baltimore: The John Hopkin Press.
Djudju Sudjana, (1988). Segi-segi Sistemik Pengembangan Pendidikan Nonformal
Menjelang Abad Ke-21. IKIP Bandung: Panitia Konvensi Pendidikan Nasional
Indonesia ke-1.
Kaplan, Abraham (1964). The Conduct of Inquiry. San Francisco Chandler. Kellog
Fellow (1981), in ASPBAE Courier, 1981.
Kemp, Jerrold E. (1985). The Instructional Design Process. New York: Harper and Row
Publihser.
Kinsey, David. (1978). Evaluation of Nonformal Education. Amherst: CIEUMass.
Kleis, R. (1974). Case Studies in Nonformal Education. East Lansing: Michigan State
University.
Paulston, Ronald G. (1972). Nonformal Education: An Annotated Bibliography. New
York: Praeger.
Ryan, J (ed) (1972). Planning Out-of School Education for Development. Report of
Seminar, Unesco: International Institute for Educational Planning.
Sudjana,D.H. Prof. S.Pd., M.Ed., Ph.D. (2001). Pendidikan Luar Sekolah. Falah
Production.
Sulaiman, Yusuf. Konsep Dasar Pendidikan Luar Sekolah.
Sihombing, U. Pendidikan Luar Sekolah: Masalah, Tantangan, Peluang.
UNESCO (1972). Learning to Be: The world of education today and tomorrow, Unesco
and Harrap.
17
M.Nur Azmi, S.Th.I, M.Pd
Zainuddin Arief (1987). Supervisi, Evaluasi, Monitoring dan Pelaporan PLS. Jakarta:
Karunika, UT.
18
M.Nur Azmi, S.Th.I, M.Pd