You are on page 1of 8

SEMINAR NASIONAL FTSP-ITN MALANG, 15 JULI 2010

Teknologi Ramah Lingkungan Dalam Pembangunan Berkelanjutan

DIMENSI RUANG HIJAU DAN CITRA KAWASAN


PADA PENGEMBANGAN KAWASAN PERKOTAAN
Daim Triwahyono
daimtri@gmail.com
Program Studi Arsitektur FTSP-ITN Malang

ABSTRAK

Ruang Hijau sebagai sebuah konsep pembangunan wilayah selain memberikan pengaruh
pada kualitas lingkungan, juga berpengaruh pada tata guna lahan dan bentuk (citra) kota. Kajian
dimensi ruang hijau dan citra kawasan dilakukan dalam upaya perlindungan dan upaya
mempertahankan karakter visual yang membentuk identitas kota. Dengan mengambil kasus
pengembangan kawasan perkotaan Waingapu dan Larantuka, dilakukan identifikasi elemen citra
kawasan sebagai dasar penetapan arah perkembangan kawasan perkotaan, sementara konsep ruang
hijau digunakan untuk memenuhi ketentuan kebutuhan ruang terbuka dan memperkuat citra kawasan
sesuai tujuan, dimensi, sifat, serta karakteristiknya.
Metode pengolahan data yang digunakan dalam kajian ini adalah rasionalistik dan
development dengan paradigma kualitatif, metode identifikasi karakteristik fisik ruang hijau dan
karakter visual kawasan menggunakan rasionalistik kualitatif, sedangkan analisis perlindungan dan
perkembangan fisik kawasan perkotaan dilakukan melalui metoda development kualitatif, dengan
merumuskan sejumlah rencana perlindungan dan pengembangannya. Hasil kedua analisis
memberikan gambaran bahwa pendekatan pola ruang hijau dan citra visual kawasan, dapat dipakai
sebagai dasar untuk mengantisipasi kerusakan karakter visual kawasan dalam proses perkembangan
kota.

Keywords; RUANG HIJAU; CITRA KAWASAN; dan PERKEMBANGAN KOTA

PENDAHULUAN
Sebagai ibukota kabupaten, kota Waingapu dan Larantuka mengalami pertumbuhan dan
perkembangan yang cukup pesat, secara geografis lokasi keduanya sebagai kota pantai di
wilayah propinsi Nusa Tenggara Timur memiliki kesamaan sejarah perkembangan perkotaan
yang diawali dengan fungsi pelabuhan sebagai sarana akses keluar masuk kawasan, dan
pada tahap berikutnya berkembang sesuai kondisi topogafi.
Perkembangan kawasan perkotaan terjadi sebagai konsekuensi meningkatnya jumlah
penduduk serta kebutuhan akan sarana prasarana penunjangnya, hal ini memerlukan
kepastian peruntukan lahan yang diatur melalui perencanaan, pemanfaatan ruang dan
pengendalian pemanfaatannya. Dalam hal ini permasalahan yang sering terjadi adalah
menurunnya kualitas fisik dan visual kawasan, sebagai akibat dari:
• Konflik kebutuhan lahan, antara untuk kepentingan investasi atau konservasi;
• Perubahan fungsi lahan dari terbuka menjadi terbangun.
Alih fungsi peruntukan ruang hijau ke fungsi lain banyak ditemui di kota-kota besar di
Indonesia, salah satunya karena belum adanya kemauan politik dan kebijakan pemerintah,
serta belum optimalnya partisipasi masyarakat yang mendukung keberadaan ruang terbuka
kota. Sehingga, ruang terbuka kota hanya diartikulasikan sebagai pelengkap dan pengisi
ruang sisa kota, bukan sebagai elemen pembentuk kota. Pudarnya citra kawasan sebagai ciri
sesuai karakter kawasan terjadi dibeberapa kota yang kurang memperhatikan nilai nilai
kesejarahan, social budaya dan kondisi fisik alamnya dalam proses pengembangan dan
pelaksanaan pembangunan kawasan. Maksud kajian ini adalah untuk memberikan gambaran
contoh kasus melalui pendekatan pola ruang hijau dan citra visual kawasan, dapat dipakai
sebagai dasar untuk mengantisipasi kerusakan karakter visual kawasan dalam proses
perkembangan kota.

1
SEMINAR NASIONAL FTSP-ITN MALANG, 15 JULI 2010
Teknologi Ramah Lingkungan Dalam Pembangunan Berkelanjutan

DASAR TEORI
A. Citra sebuah kota sesungguhnya tidak sekedar terbentuk dari monumen-monumen
pencakar langit yang arogan di tengah kota, tetapi juga tercipta oleh suatu nuansa gerak,
antara kegiatan manusianya dengan massa pembentuk kota itu sendiri. Citra suatu
kawasan perkotaan adalah gambaran mental dari sebuah kota sesuai dengan
pandangan/persepsi masyarakatnya. Gambaran tersebut dipengaruhi oleh 3 (tiga)
komponen utama, yaitu:
(1) Potensi kawasan perkotaan yang ’dibacakan’ sehingga menjadi identitas, dimana
orang dapat memahami gambaran kawasan perkotaan dimaksud.
(2) Potensi kawasan perkotaan yang ’disusun’ sehingga menjadi suatu struktur
kawasan, dimana orang dapat melihat pola perkotaan dimaksud.
(3) Potensi kawasan perkotaan yang ’dibayangkan’ sehingga menjadi makna,
dimana orang dapat memahami ruang perkotaan dimaksud.
Citra suatu kota dapat diujudkan dalam 5 (lima) elemen, yaitu: Path (jalur), Edge
(tepian), District (kawasan), Node (simpul), dan Landmark (tetenger), Dalam
perwujudannya, kelima elemen citra kota tersebut memiliki banyak formulasi dan
kombinasi karena sangat sulit dilihat secara terpisah. Kelima elemen akan berfungsi dan
memiliki arti secara bersamaan dalam jaringan (interaksi) yang besar pada skala kota.
B. Perwujudan wajah 3 dimensi kawasan perkotaan sebagai ‘bahan dasar’ elemen citra kota,
dapat dipahami melalui kajian perancangan kota, Roger Trancik mengemukakan tiga
pendekatan teori berikut sebagai landasan penelitian perancangan perkotaan, yaitu:
Teori Figure Ground
Teori ini dapat dipahami melalui pola per-kotaan dengan melihat hubungan antara bentuk
yang dibangun (building mass) dan ruang terbuka (open space).
Teori Linkage
Teori ini dapat dipahami dari segi dinamika rupa perkotaan yang dianggap sebagai
generator kota itu. Analisis linkage adalah alat yang baik untuk memperhatikan dan
menegaskan hubungan-hubungan dan gerakan-gerakan sebuah tata ruang perkotaan.
Teori Place
Teori ini dipahami dari segi seberapa besar kepentingan ‘tempat-tempat’ perkotaan yang
terbuka terhadap sejarah, terhadap budaya, dan pemanfaatannya oleh masyarakat.
C. Pada dasarnya image terhadap suatu kawasan kota, dapat berkembang dari waktu
kewaktu seiring dengan pertumbuhan kawasan itu sendiri. Pertumbuhan kota ini berbeda
satu sama lain, namun secara umum akan membentuk pola-pola pertumbuhan tertentu
seperti linier, konsentris atau hexagonal. Menurut Perroux (1995), pertumbuhan tidak
terjadi serentak pada setiap saat, tetapi dimulai pada beberapa titik atau kutub tertentu,
dengan tingkat intensitas yang berbeda dan selanjutnya menyebar ke berbagai arah.
Beberapa teori-teori perumbuhan kota tersebut antara lain: Konsentrik; Sektoral;
Multiple Nuclei; dan Teori Pusat Christaller
D. Ketentuan Ruang Terbuka Hijau (RTH)
Ruang terbuka dalam berbagai bentuknya, menjadi bagian tidak terpisahkan dari
pembentukan citra kawasan melalui perpaduan elemen fisik ‘masa dan ruang’.
Berdasarkan Permendagri No.1 Tahun 2007, Ruang terbuka adalah ruang-ruang dalam
kota atau wilayah yang lebih luas baik dalam bentuk area/ kawasan maupun dalam
bentuk area memanjang jalur di mana dalam penggunaannya lebih bersifat terbuka yang
pada dasarnya tanpa bangunan. Sedangkan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan
(RTHKP) adalah bagian dari ruang terbuka suatu kawasan yang diisi oleh tumbuhan dan
tanaman guna mendukung manfaat ekologi, sosial, budaya, ekonomi dan estetika.

2
SEMINAR NASIONAL FTSP-ITN MALANG, 15 JULI 2010
Teknologi Ramah Lingkungan Dalam Pembangunan Berkelanjutan

METODOLOGI
Studi ini dilakukan melalui pendekatan rasionalistik development. Pendekatan ini digunakan
untuk mengkaji elemen fisik yang membentuk karakter visual kawasan kota, berdasarkan
sejumlah teori dan dengan hasil akhir berupa perlindungan dan perkembangan elemen fisik
kawasan kota untuk mempertahankan karakter visual yang membentuk identitas kota.
Variabel dan sub variabel studi yang digunakan ditentukan berdasarkan kebutuhan
pembahasan yaitu aspek geografis, topografis, sosial dan budaya termasuk didalamnya
kondisi sarana dan prasarana yang ada,
Elemen citra kawasan sesuai teori Kevin Lynch digunakan sebagai dasar penetapan arah
perkembangan dan pola tata ruang kota, sementara konsep ruang hijau disamping untuk
memenuhi ketentuan kebutuhan ruang terbuka digunakan pula untuk memperkuat citra
kawasan sesuai tujuan, dimensi, sifat, serta karakteristiknya.
Proses pengumpulan data dilakukan melalui metode pengumpulan data primer dan
sekunder. Pengumpulan data primer dengan mendatangi langsung sumber informasi yaitu
dengan teknik observasi lapangan, dan wawancara. Sementara pengumpulan data sekunder
dengan menggali informasi melalui sumber-sumber kepustakaan. Metode pengolahan data
yang digunakan adalah rasionalistik dan development dengan paradigma kualitatif.
Identifikasi karakteristik fisik RTH dan karakter Visual kawasan dilakukan dengan metoda
rasionalistik kualitatif, yaitu dengan mengidentifikasi kondisi eksisting kawasan studi dan
mengkaji kondisi tersebut berdasarkan pada teori dan tinjauan kepustakaan yang digunakan.
Sedangkan Analisis perlindungan dan perkembangan fisik kawasan kota dilakukan melalui
metoda development kualitatif, yaitu dengan merumuskan sejumlah rencana perlindungan
dan pengembangannya berdasarkan hasil analisis karakter visual kawasan studi.
Secara umum, tahapan pelaksanaan studi dapat digambarkan sebagai berikut:
1. Pengamatan awal (identifikasi) kondisi eksisting dan kecenderungan (trend)
perkembangan kawasan kota
2. Pengumpulan data dan pemetaan elemen citra kawasan melalui survey visual
3. Analisis elemen citra dominan dan fungsi RTH sebagai pendukungnya
4. Arahan perkembangan dan zonasi berdasarkan penetapan elemen citra kawasan

PEMBAHASAN OBYEK KAJIAN


1. KAJIAN PERKEMBANGAN KOTA WAINGAPU
Secara Geografis Kota Waingapu termasuk
dalam Wilayah Kabupaten Sumba Timur. Pada
Tahun 2009 luas wilayah Perkotaan Kota
Waingapu 7.216 Ha. secara fisik wilayah kota
merupakan kawasan perbukitan, dimana secara
administratif terbagi menjadi 12 Kelurahan
dengan jumlah penduduk 60.000 Jiwa.

PENELUSURAN Elemen Fisik Strategis


GAMBAR 1 Dalam Proses Pengembangan Kota
LOKASI KOTA WAINGAPU
Waingapu
Berdasarkan potensi elemen fisik kawasan yang
dimiliki dan dapat dimanfaatkan sebagai
penanda kawasan dalam kaitannya dengan
proses perkembangan kota Waingapu, meliputi
beberapa elemen sebagai berikut:
(1) Keberadaan jalan utama di pusat kota, yang saat ini masih menjadi satu-satunya
orientasi kegiatan masyarakat kota Waingapu.

3
SEMINAR NASIONAL FTSP-ITN MALANG, 15 JULI 2010
Teknologi Ramah Lingkungan Dalam Pembangunan Berkelanjutan

(2) Keberadaan 3 (tiga) buah pelabuhan, yaitu pelabuhan lama (pelabuhan ikan), pelabuhan
baru (pelabuhan penumpang-barang), serta pelabuhan ferry (pelabuhan
penyeberangan) mampu menunjukkan potensi wilayah perkotaan Kota Waingapu
sebagai kota yang siap berkembang secara lebih baik lagi. Hal tersebut didukung pula
dengan keberadaan Bandar Udara (moda transportasi udara) dan Terminal (moda
transportasi darat).
(3) Keberadaan ruang terbuka kota (taman kota, lapangan olahraga, pacuan kuda) sebagai
sentra aktivitas yang memperkuat image.
(4) Keberadaan Kampung Raja di Prailiu sebagai kampung adat yang memiliki potensi besar
untuk dikembangkan menjadi area wisata budaya Waingapu.
(5) Keberadaan sungai besar yang membelah kawasan perkotaan
(6) Keberadaan jalur jalan utama dari Sumba tengah ke Sumba Timur; serta rencana ring-
road yang berada di bagian selatan kota
(7) Keberadaan pusat-pusat kegiatan, seperti; pusat pertokoan; pusat perkantoran.
Elemen fisik kawasan tersebut diatas secara dominan akan mempengaruhi arah
perkembangan kota dan dapat digunakan untuk mempertegas keberadaan ruang perkotaan
sedsuai ciri/ karakter yang diinginkan.
jalur sirkulasi dan
aksesibilitas dari arah
barat-selatan ditandai
dengan adanya
gerbang kota yang
menjadi main gate
bagi pergerakan dari
wilayah Kabupaten
Sumba Tengah
menuju ke arah pusat
kota. dari pusat kota
ini kemudian secara
GAMBAR 2 prinsip jalur sirkulasi
ELEMEN FISIK STRATEGIS
KOTA WAINGAPU
dipecah menjadi 4
bagian, yaitu: (a) ke
arah Timur melewati
kawasan budaya Kampung Raja dan berakhir di gerbang Bandara; (b) ke arah Selatan
melewati kawasan peribadatan, hamparan lahan pertanian subur, dan berakhir di kawasan
Bendungan Kambaniru; (c) ke arah
Utara menuju pelabuhan lama yang
merupakan pelabuhan ikan; (d) ke arah
Utara-Barat melewati kawasan industri/
pergudangan menuju Pelabuhan Baru,
menyisir pinggir pantai dengan
hamparan hijau tanaman bakau kearah
Pelabuhan Penyeberangan.
Pusat kota waingapu berada pada
area sepanjang jalan dari pelabuhan
lama menuju pemukiman tradisional
kampong raja. Area ini terbagi dalam 4
fungsi utama, perkantoran; pertokoan;
perumahan; dan pemukiman tradisional.
Kawasan ini dapat dijadikan sebagai
ikon kota, yang diujudkan melalui
penataan karakteristik elemen fisik

4
SEMINAR NASIONAL FTSP-ITN MALANG, 15 JULI 2010
Teknologi Ramah Lingkungan Dalam Pembangunan Berkelanjutan

sesuai fungsi kegiatan didalamnya.


Untuk mendukung dan memperkuat keberadaan elemen fisik tersebut, penempatan ruang
hijau direncanakan menjadi satu kesatuan didalamnya. Secara eksisting keberadaan ruang
terbuka hijau (RTH) ini dapat berupa jaur hijau, taman kota, taman lingkungan perumahan
dan permukiman, taman lingkungan perkantoran dan bangunan komersil, hutan kota,
pemakaman umum, lapangan olah raga, lapangan upacara, parkir terbuka, jalur hijau,
sempadan pantai, dan lahan pertanian.

2. KAJIAN PENGEMBANGAN KOTA LARANTUKA


Kota Larantuka sebagai Ibu Kota
L A U T F L O R E S

Kabupaten Flores Timur berada dibagian KABUPATEN


Larantuka Lewoleba
KABUPATEN
Kalabahi

timur Pulau Flores, dengan luas wilayah +


Labuan Bajo SIKKA ALOR
PROP. NTB KABUPATEN KABUPATEN
MANGGARAI Maumere FLORES TIMUR KABUPATEN
Ruteng LEMBATA
KABUPATEN KABUPATEN
KABUPATEN NGADA SELAT OMBAI

99,82 Km2, terletak di kaki Gunung Ile


MANGGARAI BARAT ENDE
Bajawa Ende
Negara
Timor Les

Atambua

Mandiri terdiri dari 14 Kelurahan dan 8


SELAT SUMBA
Negara
Timor Leste
KABUPATEN
TT U

Desa. Kota Larantuka; Memiliki kondisi


Kefamenanu
KABUPATEN
TEN
SUMBA BARAT PA
BU U
L A U T S A W U KA BEL
Waingapu
Waikabubak
KABUPATEN

topografi dengan kemiringan diatas 15 %,


KABUPATEN
SUMBA TIMUR
KABUPATEN
KUPANG
Soe
TTS

KUPANG

sedangkan pada bagian tengah Kota M


O
R

GAMBAR 4 Larantuka kondisi topografinya relatif Baa A


U
T
T

KABUPATEN L

LOKASI KOTA LARANTUKA ROTE NDAO

agak datar dengan kemiringan berkisar


5% - 15% dan semakin berkurang karena berada di tepi pantai.

Konsep Pengembangan CITRA Kota Larantuka


A. Sejalan dengan konsep pengembangan Kota Larantuka, yaitu: “Terwujudnya Kota
Larantuka sebagai GERBANG PERDAGANGAN, INDUSTRI, DAN PARIWISATA Menuju
Kehidupan Kota Larantuka yang RELIGIUS, INDAH, NYAMAN DAN SEHAT” maka konsep
pengembangan identitas kota Larantuka adalah menghadirkan kawasan kota yang
mencakup prasarana dan sarana kota dalam tatanan dan perwujudan fisik Kota dengan
Citra Kota yang Religius, Indah, Nyaman dan Sehat.
B. Dengan pola perkembangan kota yang linier, maka masing-masing Bagian Wilayah Kota
memiliki bentuk, kekuatan dan karakteristik yang berbeda, sehingga untuk mewujudkan
tatanan kota dengan Citra yang utuh harus menggunakan konsep hirarkhi dan sequence
dalam perencanaan unsur-unsur pembentuk identitas kota.
C. Untuk mencapai rancangan Citra Kota yang Religius, Indah, Nyaman dan Sehat,
dibutuhkan identifikasi dan pemahaman terhadap unsur-unsur pembentuk identitas
kota yang ada secara menyeluruh.

PENELUSURAN Elemen Fisik Strategis Dalam Proses Pengembangan Kota


Larantuka
RENCANA BANDARA
GEWAYANT
PATH / JALUR
GAMBAR 5
ELEMEN FISIK STRATEGIS PERKANTO
KOTA LARANTUKA TERMIN

PERKANTO
GUNUNG
ILE
PUS PAS

DP PERTOK
WISATA
AIR RUAN
PELABU G
TERMI PELABUH
RENCA AN
NA REI
NHA

5
SEMINAR NASIONAL FTSP-ITN MALANG, 15 JULI 2010
Teknologi Ramah Lingkungan Dalam Pembangunan Berkelanjutan

Penetapan Citra Kawasan dalam Rencana Pengembangan Kota Larantuka


• Penetapan batas kota bagian barat dengan menghadirkan Gerbang Kota
• Penataan kembali kawasan Wisata Air Panas di Desa Bantala.
• Pengembangan kawasan Pelabuhan Penyeberangan Waibalun sebagai elemen Node
di kawasan barat Kota Larantuka.
• Pengembangan kawasan Pelabuhan Laut Larantuka sebagai landmark di kawasan
pusat Kota Larantuka.
• Meningkatkan peran bangunan dan masyarakat adat Desa Mokantarak dan
Waibalun untuk terciptanya ‘distrik’ dengan kwalitas visual lingkungan,
• Mengolah kembali kawasan monumen Reinha Rosari di Kelurahan Larantuka.
• Meningkatkan peran bangunan-bangunan peninggalan portugis di kota Larantuka
dalam struktur dan pola tata ruang kota Larantuka.
• Meningkatkan peran bangunan-bangunan religius baik yang berupa gedung atau
artefak lain sebagai icon kota Larantuka, sesuai dengan potensinya
• Memberikan ruang-ruang terbuka disekitar bangunan-bangunan religius dan
bangunan bersejarah di kota Larantuka.
• Meningkatkan dan mengembangkan potensi kawasan Taman Doa Santa Delarosa
menjadi elemen Node Kota, dengan mengolah elemen dan unsure lansekap.
• Menetapkan Jalur Prosesi Ritual Jalan Salib sebagai elemen Pathway Kota
Larantuka dengan kwalitas ruang religious, sepanjang jalan yang dilalui prosesi
keagamaan tersebut.
• Menetapkan kawasan Gereja Kathedral sebagai kawasan konservasi di kota
Larantuka dan menjadikan sebagai Landmark Kota.
• Menentukan batas utara yang berbatasan dengan kawasan lindung (Gunung
Ilemandiri), serta batas selatan kawasan pesisir pantai dan mengembangkan
sebagai elemen Edge dengan penataan lansekap sesuai dengan fungsinya.
• Mengolah persimpangan jalan di Kel Postoh persimpangan Jl. Niaga dan Jl. Joacim
DL De Rosari dengan meletakkan Sclupture sebagai focal-point.
• Mengolah persimpangan jalan di Kel Weri pada persimpangan Jl. Diponegoro
dengan jalan Jalur Bawah dengan meletakkan Sclupture sebagai focal-point.
• Mengolah kwalitas jalan disepanjang Jl. Diponegoro mulai dari persimpangan
Postoh sampai Pasar Ekasapta sebagai eleman Pathway dengan kwalitas visual
kawasan perdagangan.
• Mengolah kwalitas jalan sepanjang Jl. Diponegoro mulai Kel. Pukentobi Wangibao
sampai persimpangan Kel. Weri sebagai eleman Pathway dengan kwalitas visual
kawasan perkantoran.
• Mengolah kwalitas jalan disepanjang tepi pantai di kawasan Kel. Tiwatobi sebagai
elemen Edge dengan kwalitas visual wisata pantai.

Keberadaan elemen fisik visual tersebut dipertegas dengan penempatan ruang hijau sesuai
fungsi dan karakternya. Penataan elemen citra tersebut menjadi bagian dalam proses
pengembangan kota, khususnya sebagai pembentuk citra kawasan sekaligus berperan
sebagai orientasi kawasan.

6
SEMINAR NASIONAL FTSP-ITN MALANG, 15 JULI 2010
Teknologi Ramah Lingkungan Dalam Pembangunan Berkelanjutan

KESIMPULAN HASIL KAJIAN


Tabel 1
Resume Hasil Kajian
OBYEK KAJIAN KETERA
NO MATERI BAHASAN
WAINGAPU LARANTUKA NGAN
Kota Pantai; Di Dominasi Kota Pantai Dan Di Lereng Kota kecil
1 KARAKTER LOKASI Perbukitan; Luas wilayah Gunung; Luas wilayah 9900 dng
7200 Ha; jumlah penduduk Ha; jumlah penduduk Kepadatan
60.000 70.000 jiwa rendah
• Ibukota Kab. Sumba • Ibukota Kab. Flores Timur -
Timur • Pusat Kota Didominasi
2 POLA RUANG • Pusat Kota Didominasi fungsi Pelabuhan;
fungsi Perdagangan; Perdagangan Dan
Wisata; Perkantoran;

RADIAL dengan pusat di LINIER memanjang Pelabuhan


pelabuhan lama; jalan mengikuti garis pantai; tiga dan
lingkar penghubung timur- jalur jalan utama yang bandara
barat sebagai pembatas sejajar, dibagian atas merupakan
kota (lereng gunung) tengah akses
Sub pusat kegiatan dan bawah (tepi pantai); utama dari
menyebar ditandai dengan Sub pusat kegiatan luar kota/
STRUKTUR RUANG fungsi dominan, menyebar linier sejajar pulau
3
DAN POLA JALAN Perkantoran; Bandara; dan garis pantai.
Permukiman Tradisional

Sisi utara batas alam Sisi utara dan selatan batas -


TANDA FISIK BATAS (laut); sisi selatan dibatasi alam (gunung dan laut);
4 jalan lingkar; sisi timur sisi timur barat gerbang
WILAYAH
barat dibatasi gerbang kota
kota
NODES; LANDMARK; NODES; LANDMARK; Diambil dari
ELEMEN CITRA EDGES; DISTRICK; EDGES; PATHWAYS 5 elemen
5
DOMINAN citra Kevin
Lynch
• Pembatas kawasan • Pembatas kawasan Pemanfaata
• Memberi kesan lunak • Memberi kesan lunak n tanaman
FUGSI DAN PERAN pada ruang terbuka pada ruang terbuka lokal
6
ELEMEN HIJAU kawasan kawasan
• Mempertegas Identitas • Mempertegas Identitas
ruang ruang
• RENCANA Perkembangan (fisik) kota diawali dengan penetapan
ARAHAN elemen citra kawasan; dengan elemen hijau untuk mempertegas
7 PERKEMBANGAN keberadaan elemen citra tersebut.
(fisik) Kawasan Kota • Penetapan elemen citra sesuai skala layanannya; skala kota; kawasan;
dan lingkungan

7
SEMINAR NASIONAL FTSP-ITN MALANG, 15 JULI 2010
Teknologi Ramah Lingkungan Dalam Pembangunan Berkelanjutan

Hasil dari kajian tersebut memberikan gambaran bahwa pendekatan pola tata ruang hijau
dan citra visual kawasan dalam mempertahankan dan mengembangkan kawasan kota, dapat
dipakai sebagai dasar dalam mengantisipasi kerusakan karakter visual kawasan dan
perkembangan kota sesuai karakteristik wilayahnya.

DAFTAR PUSTAKA
BAPPEDA Kabupaten Flores Timur (2008); Laporan Rencana RDTR Kota Larantuka
BAPPEDA Kabupaten Sumba Timur (2009); Laporan Rencana RDTR Kota Waingapu
Cliff, Moughtin, (1996); Urban Design, Green Dimensions, Architectural Press, London
Landry, Charles (2006); The Art of City Making, Earthscan,USA
Lynch, Kevin (1960); The Image of The City, MIT Press
Lynch, Kevin (1981); A Theory of Good City Form, MIT Press
Riddell, Robert (2004); Sustainable Urban Planning, Tipping the balance; Blackwell Publ. Ltd.
Sullivan, Cary, editor (2003); Time-Saver Standards for Urban Design, The McGraw-Hill
Companies, Inc.
Trancik, Roger (1986); Finding Lost Space; Theories Of Urban Design, V. N. Reinhold Comp.

You might also like