Professional Documents
Culture Documents
ABSTRAK
Ruang Hijau sebagai sebuah konsep pembangunan wilayah selain memberikan pengaruh
pada kualitas lingkungan, juga berpengaruh pada tata guna lahan dan bentuk (citra) kota. Kajian
dimensi ruang hijau dan citra kawasan dilakukan dalam upaya perlindungan dan upaya
mempertahankan karakter visual yang membentuk identitas kota. Dengan mengambil kasus
pengembangan kawasan perkotaan Waingapu dan Larantuka, dilakukan identifikasi elemen citra
kawasan sebagai dasar penetapan arah perkembangan kawasan perkotaan, sementara konsep ruang
hijau digunakan untuk memenuhi ketentuan kebutuhan ruang terbuka dan memperkuat citra kawasan
sesuai tujuan, dimensi, sifat, serta karakteristiknya.
Metode pengolahan data yang digunakan dalam kajian ini adalah rasionalistik dan
development dengan paradigma kualitatif, metode identifikasi karakteristik fisik ruang hijau dan
karakter visual kawasan menggunakan rasionalistik kualitatif, sedangkan analisis perlindungan dan
perkembangan fisik kawasan perkotaan dilakukan melalui metoda development kualitatif, dengan
merumuskan sejumlah rencana perlindungan dan pengembangannya. Hasil kedua analisis
memberikan gambaran bahwa pendekatan pola ruang hijau dan citra visual kawasan, dapat dipakai
sebagai dasar untuk mengantisipasi kerusakan karakter visual kawasan dalam proses perkembangan
kota.
PENDAHULUAN
Sebagai ibukota kabupaten, kota Waingapu dan Larantuka mengalami pertumbuhan dan
perkembangan yang cukup pesat, secara geografis lokasi keduanya sebagai kota pantai di
wilayah propinsi Nusa Tenggara Timur memiliki kesamaan sejarah perkembangan perkotaan
yang diawali dengan fungsi pelabuhan sebagai sarana akses keluar masuk kawasan, dan
pada tahap berikutnya berkembang sesuai kondisi topogafi.
Perkembangan kawasan perkotaan terjadi sebagai konsekuensi meningkatnya jumlah
penduduk serta kebutuhan akan sarana prasarana penunjangnya, hal ini memerlukan
kepastian peruntukan lahan yang diatur melalui perencanaan, pemanfaatan ruang dan
pengendalian pemanfaatannya. Dalam hal ini permasalahan yang sering terjadi adalah
menurunnya kualitas fisik dan visual kawasan, sebagai akibat dari:
• Konflik kebutuhan lahan, antara untuk kepentingan investasi atau konservasi;
• Perubahan fungsi lahan dari terbuka menjadi terbangun.
Alih fungsi peruntukan ruang hijau ke fungsi lain banyak ditemui di kota-kota besar di
Indonesia, salah satunya karena belum adanya kemauan politik dan kebijakan pemerintah,
serta belum optimalnya partisipasi masyarakat yang mendukung keberadaan ruang terbuka
kota. Sehingga, ruang terbuka kota hanya diartikulasikan sebagai pelengkap dan pengisi
ruang sisa kota, bukan sebagai elemen pembentuk kota. Pudarnya citra kawasan sebagai ciri
sesuai karakter kawasan terjadi dibeberapa kota yang kurang memperhatikan nilai nilai
kesejarahan, social budaya dan kondisi fisik alamnya dalam proses pengembangan dan
pelaksanaan pembangunan kawasan. Maksud kajian ini adalah untuk memberikan gambaran
contoh kasus melalui pendekatan pola ruang hijau dan citra visual kawasan, dapat dipakai
sebagai dasar untuk mengantisipasi kerusakan karakter visual kawasan dalam proses
perkembangan kota.
1
SEMINAR NASIONAL FTSP-ITN MALANG, 15 JULI 2010
Teknologi Ramah Lingkungan Dalam Pembangunan Berkelanjutan
DASAR TEORI
A. Citra sebuah kota sesungguhnya tidak sekedar terbentuk dari monumen-monumen
pencakar langit yang arogan di tengah kota, tetapi juga tercipta oleh suatu nuansa gerak,
antara kegiatan manusianya dengan massa pembentuk kota itu sendiri. Citra suatu
kawasan perkotaan adalah gambaran mental dari sebuah kota sesuai dengan
pandangan/persepsi masyarakatnya. Gambaran tersebut dipengaruhi oleh 3 (tiga)
komponen utama, yaitu:
(1) Potensi kawasan perkotaan yang ’dibacakan’ sehingga menjadi identitas, dimana
orang dapat memahami gambaran kawasan perkotaan dimaksud.
(2) Potensi kawasan perkotaan yang ’disusun’ sehingga menjadi suatu struktur
kawasan, dimana orang dapat melihat pola perkotaan dimaksud.
(3) Potensi kawasan perkotaan yang ’dibayangkan’ sehingga menjadi makna,
dimana orang dapat memahami ruang perkotaan dimaksud.
Citra suatu kota dapat diujudkan dalam 5 (lima) elemen, yaitu: Path (jalur), Edge
(tepian), District (kawasan), Node (simpul), dan Landmark (tetenger), Dalam
perwujudannya, kelima elemen citra kota tersebut memiliki banyak formulasi dan
kombinasi karena sangat sulit dilihat secara terpisah. Kelima elemen akan berfungsi dan
memiliki arti secara bersamaan dalam jaringan (interaksi) yang besar pada skala kota.
B. Perwujudan wajah 3 dimensi kawasan perkotaan sebagai ‘bahan dasar’ elemen citra kota,
dapat dipahami melalui kajian perancangan kota, Roger Trancik mengemukakan tiga
pendekatan teori berikut sebagai landasan penelitian perancangan perkotaan, yaitu:
Teori Figure Ground
Teori ini dapat dipahami melalui pola per-kotaan dengan melihat hubungan antara bentuk
yang dibangun (building mass) dan ruang terbuka (open space).
Teori Linkage
Teori ini dapat dipahami dari segi dinamika rupa perkotaan yang dianggap sebagai
generator kota itu. Analisis linkage adalah alat yang baik untuk memperhatikan dan
menegaskan hubungan-hubungan dan gerakan-gerakan sebuah tata ruang perkotaan.
Teori Place
Teori ini dipahami dari segi seberapa besar kepentingan ‘tempat-tempat’ perkotaan yang
terbuka terhadap sejarah, terhadap budaya, dan pemanfaatannya oleh masyarakat.
C. Pada dasarnya image terhadap suatu kawasan kota, dapat berkembang dari waktu
kewaktu seiring dengan pertumbuhan kawasan itu sendiri. Pertumbuhan kota ini berbeda
satu sama lain, namun secara umum akan membentuk pola-pola pertumbuhan tertentu
seperti linier, konsentris atau hexagonal. Menurut Perroux (1995), pertumbuhan tidak
terjadi serentak pada setiap saat, tetapi dimulai pada beberapa titik atau kutub tertentu,
dengan tingkat intensitas yang berbeda dan selanjutnya menyebar ke berbagai arah.
Beberapa teori-teori perumbuhan kota tersebut antara lain: Konsentrik; Sektoral;
Multiple Nuclei; dan Teori Pusat Christaller
D. Ketentuan Ruang Terbuka Hijau (RTH)
Ruang terbuka dalam berbagai bentuknya, menjadi bagian tidak terpisahkan dari
pembentukan citra kawasan melalui perpaduan elemen fisik ‘masa dan ruang’.
Berdasarkan Permendagri No.1 Tahun 2007, Ruang terbuka adalah ruang-ruang dalam
kota atau wilayah yang lebih luas baik dalam bentuk area/ kawasan maupun dalam
bentuk area memanjang jalur di mana dalam penggunaannya lebih bersifat terbuka yang
pada dasarnya tanpa bangunan. Sedangkan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan
(RTHKP) adalah bagian dari ruang terbuka suatu kawasan yang diisi oleh tumbuhan dan
tanaman guna mendukung manfaat ekologi, sosial, budaya, ekonomi dan estetika.
2
SEMINAR NASIONAL FTSP-ITN MALANG, 15 JULI 2010
Teknologi Ramah Lingkungan Dalam Pembangunan Berkelanjutan
METODOLOGI
Studi ini dilakukan melalui pendekatan rasionalistik development. Pendekatan ini digunakan
untuk mengkaji elemen fisik yang membentuk karakter visual kawasan kota, berdasarkan
sejumlah teori dan dengan hasil akhir berupa perlindungan dan perkembangan elemen fisik
kawasan kota untuk mempertahankan karakter visual yang membentuk identitas kota.
Variabel dan sub variabel studi yang digunakan ditentukan berdasarkan kebutuhan
pembahasan yaitu aspek geografis, topografis, sosial dan budaya termasuk didalamnya
kondisi sarana dan prasarana yang ada,
Elemen citra kawasan sesuai teori Kevin Lynch digunakan sebagai dasar penetapan arah
perkembangan dan pola tata ruang kota, sementara konsep ruang hijau disamping untuk
memenuhi ketentuan kebutuhan ruang terbuka digunakan pula untuk memperkuat citra
kawasan sesuai tujuan, dimensi, sifat, serta karakteristiknya.
Proses pengumpulan data dilakukan melalui metode pengumpulan data primer dan
sekunder. Pengumpulan data primer dengan mendatangi langsung sumber informasi yaitu
dengan teknik observasi lapangan, dan wawancara. Sementara pengumpulan data sekunder
dengan menggali informasi melalui sumber-sumber kepustakaan. Metode pengolahan data
yang digunakan adalah rasionalistik dan development dengan paradigma kualitatif.
Identifikasi karakteristik fisik RTH dan karakter Visual kawasan dilakukan dengan metoda
rasionalistik kualitatif, yaitu dengan mengidentifikasi kondisi eksisting kawasan studi dan
mengkaji kondisi tersebut berdasarkan pada teori dan tinjauan kepustakaan yang digunakan.
Sedangkan Analisis perlindungan dan perkembangan fisik kawasan kota dilakukan melalui
metoda development kualitatif, yaitu dengan merumuskan sejumlah rencana perlindungan
dan pengembangannya berdasarkan hasil analisis karakter visual kawasan studi.
Secara umum, tahapan pelaksanaan studi dapat digambarkan sebagai berikut:
1. Pengamatan awal (identifikasi) kondisi eksisting dan kecenderungan (trend)
perkembangan kawasan kota
2. Pengumpulan data dan pemetaan elemen citra kawasan melalui survey visual
3. Analisis elemen citra dominan dan fungsi RTH sebagai pendukungnya
4. Arahan perkembangan dan zonasi berdasarkan penetapan elemen citra kawasan
3
SEMINAR NASIONAL FTSP-ITN MALANG, 15 JULI 2010
Teknologi Ramah Lingkungan Dalam Pembangunan Berkelanjutan
(2) Keberadaan 3 (tiga) buah pelabuhan, yaitu pelabuhan lama (pelabuhan ikan), pelabuhan
baru (pelabuhan penumpang-barang), serta pelabuhan ferry (pelabuhan
penyeberangan) mampu menunjukkan potensi wilayah perkotaan Kota Waingapu
sebagai kota yang siap berkembang secara lebih baik lagi. Hal tersebut didukung pula
dengan keberadaan Bandar Udara (moda transportasi udara) dan Terminal (moda
transportasi darat).
(3) Keberadaan ruang terbuka kota (taman kota, lapangan olahraga, pacuan kuda) sebagai
sentra aktivitas yang memperkuat image.
(4) Keberadaan Kampung Raja di Prailiu sebagai kampung adat yang memiliki potensi besar
untuk dikembangkan menjadi area wisata budaya Waingapu.
(5) Keberadaan sungai besar yang membelah kawasan perkotaan
(6) Keberadaan jalur jalan utama dari Sumba tengah ke Sumba Timur; serta rencana ring-
road yang berada di bagian selatan kota
(7) Keberadaan pusat-pusat kegiatan, seperti; pusat pertokoan; pusat perkantoran.
Elemen fisik kawasan tersebut diatas secara dominan akan mempengaruhi arah
perkembangan kota dan dapat digunakan untuk mempertegas keberadaan ruang perkotaan
sedsuai ciri/ karakter yang diinginkan.
jalur sirkulasi dan
aksesibilitas dari arah
barat-selatan ditandai
dengan adanya
gerbang kota yang
menjadi main gate
bagi pergerakan dari
wilayah Kabupaten
Sumba Tengah
menuju ke arah pusat
kota. dari pusat kota
ini kemudian secara
GAMBAR 2 prinsip jalur sirkulasi
ELEMEN FISIK STRATEGIS
KOTA WAINGAPU
dipecah menjadi 4
bagian, yaitu: (a) ke
arah Timur melewati
kawasan budaya Kampung Raja dan berakhir di gerbang Bandara; (b) ke arah Selatan
melewati kawasan peribadatan, hamparan lahan pertanian subur, dan berakhir di kawasan
Bendungan Kambaniru; (c) ke arah
Utara menuju pelabuhan lama yang
merupakan pelabuhan ikan; (d) ke arah
Utara-Barat melewati kawasan industri/
pergudangan menuju Pelabuhan Baru,
menyisir pinggir pantai dengan
hamparan hijau tanaman bakau kearah
Pelabuhan Penyeberangan.
Pusat kota waingapu berada pada
area sepanjang jalan dari pelabuhan
lama menuju pemukiman tradisional
kampong raja. Area ini terbagi dalam 4
fungsi utama, perkantoran; pertokoan;
perumahan; dan pemukiman tradisional.
Kawasan ini dapat dijadikan sebagai
ikon kota, yang diujudkan melalui
penataan karakteristik elemen fisik
4
SEMINAR NASIONAL FTSP-ITN MALANG, 15 JULI 2010
Teknologi Ramah Lingkungan Dalam Pembangunan Berkelanjutan
Atambua
KUPANG
KABUPATEN L
PERKANTO
GUNUNG
ILE
PUS PAS
DP PERTOK
WISATA
AIR RUAN
PELABU G
TERMI PELABUH
RENCA AN
NA REI
NHA
5
SEMINAR NASIONAL FTSP-ITN MALANG, 15 JULI 2010
Teknologi Ramah Lingkungan Dalam Pembangunan Berkelanjutan
Keberadaan elemen fisik visual tersebut dipertegas dengan penempatan ruang hijau sesuai
fungsi dan karakternya. Penataan elemen citra tersebut menjadi bagian dalam proses
pengembangan kota, khususnya sebagai pembentuk citra kawasan sekaligus berperan
sebagai orientasi kawasan.
6
SEMINAR NASIONAL FTSP-ITN MALANG, 15 JULI 2010
Teknologi Ramah Lingkungan Dalam Pembangunan Berkelanjutan
7
SEMINAR NASIONAL FTSP-ITN MALANG, 15 JULI 2010
Teknologi Ramah Lingkungan Dalam Pembangunan Berkelanjutan
Hasil dari kajian tersebut memberikan gambaran bahwa pendekatan pola tata ruang hijau
dan citra visual kawasan dalam mempertahankan dan mengembangkan kawasan kota, dapat
dipakai sebagai dasar dalam mengantisipasi kerusakan karakter visual kawasan dan
perkembangan kota sesuai karakteristik wilayahnya.
DAFTAR PUSTAKA
BAPPEDA Kabupaten Flores Timur (2008); Laporan Rencana RDTR Kota Larantuka
BAPPEDA Kabupaten Sumba Timur (2009); Laporan Rencana RDTR Kota Waingapu
Cliff, Moughtin, (1996); Urban Design, Green Dimensions, Architectural Press, London
Landry, Charles (2006); The Art of City Making, Earthscan,USA
Lynch, Kevin (1960); The Image of The City, MIT Press
Lynch, Kevin (1981); A Theory of Good City Form, MIT Press
Riddell, Robert (2004); Sustainable Urban Planning, Tipping the balance; Blackwell Publ. Ltd.
Sullivan, Cary, editor (2003); Time-Saver Standards for Urban Design, The McGraw-Hill
Companies, Inc.
Trancik, Roger (1986); Finding Lost Space; Theories Of Urban Design, V. N. Reinhold Comp.