You are on page 1of 160

POLA PEMBELAJARAN TAMAN PENITIPAN ANAK

DI TAMAN BALITA KLUB MERBY


(Studi Kasus Taman Balita Klub Merby Jl. Pandanaran II/ 2D Semarang)

Skripsi
Diajukan dalam Rangka Menyelesaikan Studi Strata I
untuk Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan

Disusun oleh:
Nama : Nuri Handayani
NIM : 1201401018
Jurusan : Pendidikan Luar Sekolah

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN


UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2005
PERSETUJUAN PEMBIMBING

Skripsi ini telah disetujui oleh pembimbing untuk diajukan ke sidang panitia ujian

skripsi pada:

Hari : Rabu

Tanggal : 19 Oktober 2005

Pembimbing I Pembimbing II

Drs. Khomsun Nurhalim, M. Pd Drs. Sawa Suryana


NIP. 130870431 NIP. 131413203

Mengetahui,
Ketua Jurusan Pendidikan Luar Sekolah

Drs. Achmad Rifa’i RC, M. Pd


NIP. 131413232

ii
PENGESAHAN KELULUSAN

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan sidang panitia ujian skripsi Fakultas

Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Semarang pada:

Hari : Jumat

Tanggal : 28 Oktober 2005

Panitia Ujian

Ketua Sekretaris

Drs. H. Siswanto, M.M Dra. Liliek Desmawati, M. Pd


NIP. 130515769 NIP. 131413202

Pembimbing I Anggota Penguji

Drs. Khomsun Nurhalim, M. Pd Drs. Zoedindarto. Bdh


NIP. 130870431 NIP. 130345749

Pembimbing II

Drs. Sawa Suryana Drs. Khomsun Nurhalim, M. Pd


NIP. 131413203 NIP. 130870431

Drs. Sawa Suryana


NIP. 131413203

iii
PERNYATAAN

Saya menyatakan bahwa yang tertulis di dalam skripsi atau tugas akhir ini benar-
benar hasil karya sendiri dengan sumbangan pemikiran dari Drs. Khomsun
Nurhalim, M. Pd Dosen Pembimbing I dan Drs. Sawa Suryana Dosen
Pembimbing II, bukan jiplakan dari karya tulis orang lain, baik sebagian atau
seluruhnya. Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat dalam skripsi ini
dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah.

Semarang, Nopember 2005

Nuri Handayani
NIM. 1201401018

iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN

Motto:
 Janganlah pernah meminta apapun jika tiada pernah memberi.
 Jangan pernah menyesal pemberianmu tiada pernah kembali kecuali kamu
tiada pernah mengikhlaskan.
 Lakukan apa yang dapat kau lakukan karena nafas berhenti itu berarti mati.

Persembahan:
Dengan mengucap rasa syukur Alhamdulillah
kepada Allah SWT, skripsi ini penulis
persembahkan kepada :
 Ibunda dan Ayahanda tercinta yang telah
memberikan doa, cinta, kasih sayang, dan
segalanya;
 Drs. Khomsun Nurhalim, M. Pd dan Drs. Sawa
Suryana;
 Kakakku tersayang (Muhammad Mirzah);
 Calon suamiku tercinta (Mas Anto);
 Teman-teman Hidayah Cost dan Venus Cost;
 Teman-teman seperjuanganku “Angakatan 2001”
Jurusan Pendidikan Luar Sekolah.
 Taman Balita Klub Merby;
 Almamater UNNES.

v
ABSTRAK

Nuri Handayani, 2005. Pola Pembelajaran Taman Penitipan Anak di Taman


Balita Klub Merby (Studi Kasus Taman Balita Klub Merby Jl. Pandanaran II/ 2D
Semarang). Skripsi Jurusan Pendidikan Luar Sekolah Fakultas Ilmu Pendidikan
Universitas Negeri Semarang.
Permasalahan yang dirumuskan dalam penelitian ini adalah: 1) Pola
pembelajaran taman penitipan anak di Taman Balita Klub Merby yang meliputi
aspek-aspek: tujuan, bahan pembelajaran, kegiatan belajar mengajar, metode, alat/
media belajar, sumber belajar, dan evaluasi. 2) Faktor pendukung dan faktor
penghambat dari pola pembelajaran taman penitipan anak di Taman Balita Klub
Merby.
Adapun tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui pola pembelajaran
taman penitipan anak di Taman Balita Klub Merby yang meliputi aspek-aspek:
tujuan, bahan pembelajaran, kegiatan belajar mengajar, metode, alat/ media
belajar, sumber belajar, dan evaluasi. Selain itu ingin mengetahui faktor
pendukung dan faktor penghambat dari pola pembelajaran taman penitipan anak
di Taman Balita Klub Merby.
Penelitian ini dilakukan di Taman Balita Klub Merby dengan mengambil
informan sebanyak 7 (tujuh) orang yang terdiri dari Koordinator Pelaksana,
Pendidik, Pengasuh, dan Orang tua anak balita. Tahap-tahap penelitian yang
dilakukan antara lain: penelitian pra lapangan, pekerjaan lapangan, dan tahap
analisis data. Metode pengumpulan data yang digunakan yaitu metode observasi,
wawancara, dan dokumentasi. Keabsahan data dilakukan dengan teknik
triangulasi.
Sesuai dengan hasil observasi, wawancara, dan dokumentasi yang telah
dilakukan peneliti, yaitu dengan dilakukan pemeriksaan keabsahan data yang
menggunakan teknik triangulasi akhirnya peneliti memperoleh gambaran bahwa
pola pembelajaran taman penitipan anak di Taman Balita Klub Merby memiliki
aspek-aspek tujuan, bahan pembelajaran, kegiatan belajar mengajar, metode, alat/
media belajar, sumber belajar, dan evaluasi. Suatu pola pembelajaran tidak dapat
dipaksakan kepada anak balita karena mereka memiliki karakteristik yang berbeda
antara satu dengan yang lainnya. Rasa keingintahuan anak balita cukup besar
sehingga para pendidik dan orang tua harus memberikan bimbingan kepada
mereka. Penulis menyarankan kepada pihak-pihak yang terkait dalam Taman
Balita Klub Merby seperti koordinator pelaksana, pendidik, pengasuh, dan orang
tua anak balita untuk selalu menjalin kerja sama. Selain itu pihak-pihak yang
terkait sebaiknya selalu mempertahankan faktor-faktor pendukung yang ada
dengan cara meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Berkaitan dengan
faktor penghambat, penulis menyarankan untuk diminimalkan yaitu dengan cara
meningkatkan sarana dan prasarana seperti pengadaan APE dan alat peraga serta
meningkatkan fasilitas-fasilitas yang ada di Taman Balita Klub Merby.

vi
KATA PENGANTAR

Puji syukur Alhamdulillah atas rahmat dan hidayah yang dilimpahkan

oleh-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang

berjudul “Pola Pembelajaran Taman Penitipan Anak di Taman Balita Klub Merby

(Studi Kasus Taman Balita Klub Merby Jl. Pandanaran II/ 2D semarang)”.

Menyadari keterbatasan pengetahuan yang penulis miliki, maka dalam

penyusunan skripsi ini penulis mendapat bantuan dan bimbingan dari berbagai

pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih

yang sebesar-besarnya kepada:

1. Drs. H. Siswanto, M. M, Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri

Semarang yang telah memberikan ijin untuk mengadakan penelitian.

2. Drs. Achmad Rifa’i RC, M. Pd, Ketua Jurusan Pendidikan Luar Sekolah

Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Semarang yang telah

memberikan ijin untuk mengadakan penelitian.

3. Drs. Khomsun Nurhalim, M. Pd, dosen pembimbing I yang telah memberikan

bimbingan, pengarahan, dan saran dalam penyusunan skripsi ini.

4. Drs. Sawa Suryana, dosen pembimbing II yang telah memberikan bimbingan,

pengarahan, dan saran dalam penyusunan skripsi ini.

5. Taman Balita Klub Merby yang telah memberikan ijin penelitian dan

informasi yang berguna bagi penulis.

6. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Pendidikan Luar Sekolah yang telah

memberikan pengalaman dan ilmunya kepada penulis.

vii
7. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini hingga

selesai yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Kepada beliau-beliau tersebut di atas, penulis menyampaikan terima kasih

yang sedalam-dalamnya semoga segala kebaikan beliau mendapat imbalan yang

setimpal dari Allah SWT. Amiin …

Dengan penyusunan skripsi ini penulis berharap semoga skripsi ini dapat

berguna dan bermanfaat bagi para pembaca.

Semarang, Nopember 2005

Penulis

viii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ......................................................................................... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ............................................. ii

HALAMAN PENGESAHAN KELULUSAN ................................................. iii

HALAMAN PERNYATAAN........................................................................... iv

MOTTO DAN PERSEMBAHAN.................................................................... v

ABSTRAK ......................................................................................................... vi

KATA PENGANTAR....................................................................................... viii

DAFTAR ISI...................................................................................................... ix

DAFTAR TABEL ............................................................................................. xii

DAFTAR GAMBAR......................................................................................... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... xiv

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah .............................................................. 1

B. Rumusan Masalah ....................................................................... 4

C. Tujuan Penelitian......................................................................... 4

D. Manfaat Penelitian....................................................................... 5

E. Definisi Operasional.................................................................... 5

BAB II KAJIAN PUSTAKA

A. Pola Pembelajaran

1. Teori Belajar ........................................................................... 8

2. Pengertian Pembelajaran ........................................................ 21

ix
3. Tipe Belajar ............................................................................ 23

4. Komponen Pembelajaran........................................................ 27

B. Taman Penitipan Anak (TPA) atau Day Care

1. Pengertian TPA....................................................................... 40

2. Jenis Pelayanan TPA .............................................................. 41

3. Strategi Pembelajaran TPA..................................................... 51

4. Model Pendidikan dan Pengasuhan ........................................ 54

5. Sistem Pengelolaan TPA ........................................................ 59

C. Anak Usia Dini

1. Pengertian Anak Usia Dini ..................................................... 62

2. Karakteristik Perkembangan Anak Usia Dini......................... 62

3. Tugas Perkembangan Anak Usia Dini.................................... 64

BAB III METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Penelitian.................................................................. 67

B. Rancangan Penelitian .................................................................. 67

C. Setting Penelitian ........................................................................ 69

D. Subyek Penelitan ......................................................................... 70

E. Fokus Penelitian .......................................................................... 70

F. Metode Pengumpulan Data ......................................................... 71

G. Keabsahan Data ........................................................................... 83

H. Analisis Data ............................................................................... 86

x
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1. Sejarah Singkat Berdirinya Klub Merby ................................ 90

2. Latar Belakang Berdirinya Taman Balita Klub Merby .......... 94

3. Gambaran Umum Taman Balita Klub Merby ........................ 95

4. Struktur Organisasi Taman Balita Klub Merby...................... 100

5. Ketenagaan Taman Balita Klub Merby .................................. 101

6. Identitas Informan................................................................... 101

7. Hasil Wawancara dengan Informan........................................ 102

B. Pembahasan

1. Tujuan ..................................................................................... 127

2. Bahan Pembelajaran ............................................................... 129

3. Kegiatan Belajar Mengajar ..................................................... 129

4. Metode .................................................................................... 131

5. Alat/ Media Belajar................................................................. 132

6. Sumber Belajar ....................................................................... 133

7. Evaluasi................................................................................... 133

8. Standar Pelayanan Minimal PAUD pada TPA di Taman Balita

Klub Merby............................................................................. 135

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan.................................................................................. 143

B. Saran ............................................................................................ 146

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 148

LAMPIRAN....................................................................................................... 150

xi
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Kebutuhan Pokok Anak............................................................... 45

Tabel 2.1a Pemberian Makanan pada Bayi ................................................... 45

Tabel 2.2 Pelayanan Perawatan Kesehatan Anak........................................ 47

Tabel 2.2a Jadwal Imunisasi pada Anak ....................................................... 48

Tabel 2.3 Pendidikan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) ................ 49

Tabel 2.4 Pendidikan Anak Usia Dini ......................................................... 50

Tabel 2.5 Layanan Bimbingan Sosial.......................................................... 51

Tabel 2.6 Model Pendidikan dan Pengasuhan Taman Penitipan Anak....... 58

Tabel 4.1 Klasifikasi Kegiatan Klub Merby................................................ 94

Tabel 4.2 Ketenagaan Taman Balita Klub Merby....................................... 101

Tabel 4.3 Identitas Informan ....................................................................... 101

xii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1 Macam-macam Teknik Observasi............................................... 72

Gambar 3.2 Tahap Observasi menurut Spradley............................................. 74

Gambar 3.3 Proses Metode Pengumpulan Data menurut Spradley ................ 81

Gambar 3.4 Analisis Data Kualitatif menurut Spradley.................................. 87

Gambar 4.1 Struktur Organisasi Taman Balita Klub Merby........................... 100

xiii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Permohonan Ijin Penelitian ......................................................... 150

Lampiran 2 Surat Keterangan Penelitian ........................................................ 151

Lampiran 3 Kisi-kisi Instrumen Penelitian ..................................................... 152

Lampiran 4 Pedoman Wawancara .................................................................. 154

Lampiran 5 Catatan Lapangan ........................................................................ 161

Lampiran 6 Pedoman Observasi Deskriptif .................................................... 187

Lampiran 7 Pedoman Observasi Terfokus...................................................... 188

Lampiran 8 Lembar Observasi Deskriptif ...................................................... 189

Lampiran 9 Lembar Observasi Terfokus ........................................................ 202

Lampiran 10 Denah Lokasi Taman Balita Klub Merby ................................... 212

Lampiran 11 Denah Ruang Taman Balita Klub Merby.................................... 213

Lampiran 12 Hasil Dokumentasi ...................................................................... 214

xiv
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem

Pendidikan Nasional, Bab I Pasal 1 menjelaskan Pendidikan Anak Usia Dini

(PAUD) adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak

lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian

rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan

jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan

lebih lanjut. Program PAUD memiliki beberapa bentuk organisasi, salah

satunya adalah Taman Penitipan Anak (TPA) atau Day Care.

Karena kesibukan orang tua, anak-anak sering kali harus ditinggal

bersama pembantu di rumah. Ada pula yang menitipkan di tempat pengasuhan

anak. Tidak bermaksud merendahkan peran para pembantu, sebagian orang

tua lebih memilih anak-anaknya diasuh di tempat pengasuhan. Selain

pekerjaan kantor tidak terganggu, keselamatan dan keamanan anak-anak akan

lebih terjamin. Di kota Semarang a da beberapa TPA, salah satunya yaitu

Taman Balita Klub Merby yang beralamat di Jl. Pandanaran II/ 2 D,

Semarang.

Aktivis perempuan Semarang, Agnes Widanti, (Suara Merdeka, Edisi

Kamis 13 Maret 2003), berpandangan:

“menitipkan anak ke tempat pengasuhan saat orang tua sibuk


merupakan sarana pendidikan yang baik. Dia yakin, orang-orang yang

1
xv
bekerja di tempat pengasuhan anak sudah memiliki keterampilan,
pendidikan dan pemahaman khusus. Dia berpendapat, penitipan anak
masih lebih baik dibandingkan dengan pendidikan di rumah yang
belum tentu ajaran pendidikan dan pengawasannya. Dengan catatan,
lokasi penitipan tidak terlalu jauh dari lokasi orang tua bekerja”.

Palayanan yang diberikan oleh TPA berupa peningkatan gizi, asuhan,

perawatan dan pendidikan. Pelayanan-pelayanan tersebut diberikan untuk

membantu mengatasi kesulitan orang tua yang bekerja dalam membimbing

putra-putrinya yang masih balita. Kecenderungan orang tua untuk

memasukkan anak dalam program TPA tampaknya sudah mengalami

perubahan karena anak balita yang mengikuti program bukanlah disebabkan

karena ibunya harus bekerja sepanjang hari. Sekarang ini, memasukkan anak

balita dalam program TPA lebih banyak dipengaruhi oleh alasan trend atau

mode sehingga seringkali lupa untuk melihat pada kebutuhan sebenarnya dari

sang anak.

Tujuan orang tua yang sibuk bekerja menitipkan anaknya adalah agar

anaknya diasuh dan dididik. Melalui TPA, anak melakukan proses

pembelajaran dengan pengalaman hidupnya. Proses pembelajaran anak akan

berjalan efektif apabila anak dalam kondisi senang dan bahagia. Bermain

merupakan kegiatan yang menyenangkan bagi mereka. Anak dalam

perkembangannya yang normal tidak akan lepas dari kegiatan tersebut.

Melalui kegiatan bermain, anak dapat belajar apa saja, behkan tanpa ia sadari.

Berbagai aspek kecerdasan (intelegensi) anak juga dapat dikembangkan

melalui kegiatan bermain yang edukatif. Ini berarti kegiatan tersebut

memberikan pengaruh yang sangat besar bagi kecerdasan majemuk mereka.

xvi
Taman Balita Klub Merby merupakan taman penitipan anak yang

tidak hanya memberikan pelayanan pengasuhan anak di bawah lima tahun

(balita) saja tetapi anak balita juga mendapatkan pelayanan pendidikan. Hal

tersebut merupakan salah satu kelebihan dari Taman Balita Klub Merby.

Kelebihan-kelebihan yang lain adalah:

1. Memberikan pelayanan pendidikan dan pengasuhan bagi balita untuk

menjadi balita yang mandiri melalui program bermain yang edukatif;

2. Para balita di bawah pengawasan dokter dan psikolog;

3. Disediakan Mother’s Room bagi para orang tua yang ingin berkonsultasi

kepada pendidik, pengasuh, dokter, dan psikolog mengenai perkembangan

balita mereka;

4. Arena bermain yang luas, bersih, nyaman, dan tenang;

5. Taman Balita Klub Merby terletak di pusat kota yaitu Jl. Pandanaran II/

2D Semarang.

Menanggapi kondisi yang demikian maka peneliti membuat judul

untuk diteliti yaitu: “Pola Pembelajaran Taman Penitipan Anak di Taman

Balita Klub Merby (Studi Kasus Taman Balita Klub Merby Jl. Pandanaran II/

2D Semarang)”.

xvii
B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang sebagaimana dikemukakan di atas, maka

dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimanakah pola pembelajaran taman penitipan anak di Taman Balita

Klub Merby yang meliputi aspek-aspek: tujuan, bahan pembelajaran,

kegiatan belajar mengajar, metode, alat/ media belajar, sumber belajar,

dan evaluasi?

2. Apakah yang menjadi faktor pendukung dan faktor penghambat dari pola

pembelajaran taman penitipan anak di Taman Balita Klub Merby?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian yang akan dilakukan di Taman Balita Klub Merby ini

bertujuan sebagai berikut:

1. Untuk mendeskripsikan pola pembelajaran taman penitipan anak di Taman

Balita Klub Merby yang meliputi aspek-aspek: tujuan, bahan

pembelajaran, kegiatan belajar mengajar, metode, alat/ media belajar,

sumber belajar, dan evaluasi.

2. Ingin mendeskripsikan faktor pendukung dan faktor penghambat dari pola

pembelajaran taman penitipan anak di Taman Balita Klub Merby.

xviii
D. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian yang akan dilakukan di Taman Balita Klub Merby

ini antara lain:

1. Segi Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan keilmuan di

bidang Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) khususnya pada bidang

penitipan anak.

2. Segi Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan acuan untuk pengambilan

kebijakan bagi pemerintah dan swasta sebagai penyelenggara, para orang

tua, dan pengasuh TPA dalam melaksanakan pembelajaran di TPA.

E. Definisi Operasional

1. Pola

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1990:692), pola adalah sistem;

cara kerja; bentuk (struktur) yang tetap.

2. Pembelajaran

Menurut Max Darsono dkk (2000:24-25), pengertian pembelajaran

sebagai berikut:

Secara Umum

Pembelajaran berasal dari kata belajar. Sesuai dengan pengertian belajar

secara umum, yaitu bahwa belajar merupakan suatu kegiatan yang

mengakibatkan terjadi perubahan tingkah laku. Maka pengertian

xix
pembelajaran adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh guru sedemikian

rupa, sehingga tingkah laku siswa berubah ke arah yang lebih baik.

Secara Khusus

Menurut Teori Behavioristik, pembelajaran adalah usaha guru membentuk

tingkah laku yang diinginkan dengan menyediakan lingkungan (stimulus).

Agar terjadi hubungan stimulus dan respon (tingkah laku yang diinginkan)

perlu latihan, dan setiap latihan yang berhasil harus diberi hadiah dan atau

reinforcement (penguatan).

Menurut Teori Kognitif, pembelajaran adalah cara guru memberikan

kesempatan kepada siswa untuk berpikir agar dapat mengenal dan

memahami apa yang sedang dipelajari.

Menurut Teori Gestalt, pembelajaran adalah usaha guru untuk

memberikan materi pembelajaran sedemikian rupa, sehingga siswa lebih

mudah mengorganisirnya (mengaturnya) menjadi suatu pola gestalt (pola

bermakna).

Menurut Teori Humanistik, pembelajaran adalah memberikan kebebasan

kepada siswa untuk memilih bahan pelajaran dan cara mempelajarinya

sesuai dengan minat dan kemampuannya.

3. Taman Penitipan Anak (TPA) atau Day Care

Dari hasil rapat koordinasi “Usaha Kesejahteraan Anak” Departemen

Sosial Republik Indonesia, dikemukakan pengertian Taman Penitipan

Anak (TPA) dalam Soemiarti Patmonodewo (2003:77), sebagai berikut:

“Lembaga sosial yang memberikan pelayanan kepada anak-anak


balita yang dikhawatirkan akan mengalami hambatan dalam

xx
pertumbuhannya, karena ditinggalkan orang tua atau ibunya
bekerja. Pelayanan ini diberikan dalam bentuk peningkatan gizi,
pengembangan intelektual, emosional dan sosial”.

TPA adalah lembaga kesejahteraan sosial yang memberikan pelayanan

pengganti berupa asuhan, perawatan, dan pendidikan bagi anak balita

selama anak balita tersebut ditinggal bekerja oleh orang tuanya (Hibana S.

Rahman, 2002:59).

4. Taman Balita Klub Merby

Taman Balita Klub Merby merupakan taman penitipan anak yang tidak

hanya memberikan pelayanan pengasuhan anak di bawah lima tahun

(balita) saja tetapi anak balita juga mendapatkan pelayanan pendidikan.

Pelayanan-pelayanan tersebut diberikan untuk membantu mengatasi

kesulitan orang tua yang bekerja dalam membimbing putra-putrinya yang

masih balita. Taman Balita Klub Merby beralamat di Jl. Pandanaran II/ 2D

Semarang. Telepon: (024) 8317067.

xxi
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A. Pola Pembelajaran

1. Teori Belajar

a. Behavioral Learning Theory (Teori Perilaku)

Teori perilaku memandang bahwa belajar adalah perubahan

perilaku yang dapat diamati dan dapat diukur (dalam Slamet Suyanto,

2003:88). Teori ini menjelaskan perubahan secara internal yang terjadi

di dalam diri anak, seperti bagaimana otak bekerja. Teori ini dapat

digunakan untuk memprediksi dan mengontrol perubahan perilaku

anak.

1) Classical Learning Theory

Slamet Suyanto dalam bukunya “Konsep Dasar

Pendidikan Usia Dini” (2003:89), menuliskan:

“Teori ini memandang bahwa belajar adalah perubahan perilaku.


Menurut teori ini belajar pada prinsipnya mengikuti suatu
hukum yang sama untuk semua manusia. Pencetus teori ini
adalah Ivan P. Pavlov (1849-1936), seorang kebangsaan Rusia
yang meneliti proses belajar dengan melakukan percobaan
melalui anjing. Percobaannya yaitu anjing mampu
menghubungkan bunyi bel dengan daging, ketika mendengar
bunyi bel anjing membayangkan datangnya daging sehingga air
liurnya keluar. Proses dimana anjing bisa menghubungkan
antara bunyi bel dengan daging dengan respon air liur seperti itu
disebut belajar.”

Dalam percobaannya, Pavlov memberi daging secara

periodik kepada anjing didahului dengan membunyikan bel. Setiap

8
xxii
kali daging akan diberikan, bel dibunyikan dan anjing mengeluarkan

air liur. Bahkan ketika bel dibunyikan tanpa daging, anjing juga

mengeluarkan air liur. Jadi anjing dikatakan telah belajar

(mengetahui) bahwa bel merupakan tanda akan datangnya daging.

Banyak orang yang keliru memandang bahwa teori tersebut tidak

banyak berguna karena hanya dapat dipakai untuk anjing. Pandangan

seperti itu tidak benar.

Menurut Slamet Suyanto (2003:90-91), aplikasi dari teori

Classical Conditioning dalam pembelajaran yaitu berkaitan dengan

perilaku, penanaman disiplin, dan sikap. Dalam menanamkan aturan,

disiplin, moral hendaknya dipasangkan dengan suatu ganjaran dan

hukuman. Setiap kali memperkenalkan aturan, hendaknya

diperkenalkan pula hadiah dan sangsinya. Guru sebaiknya

memasangkan stimulus dan respon secara konsisten, misalnya setiap

kali ada anak yang menjawab pertanyaan, guru memberi pujian, atau

sebaliknya setiap kali ada anak yang nakal, maka guru memberi

teguran atau hukuman.

Konsistensi merupakan bagian yang amat penting dalam

menanamkan perilaku. Jika guru tidak konsisten maka anak menjadi

bingung dan hubungan antara stimulus-respon yang diinginkan tidak

terwujud.

xxiii
2) Operant Conditioning Theory

Slamet Suyanto dalam bukunya “Konsep Dasar

Pendidikan Usia Dini” (2003:91-92), menuliskan:

“Edward L. Thorndike (1874-1949) merupakan salah satu


pencetus teori belajar ini. Ia mengadakan percobaan belajarnya
dengan seekor kucing yang ditaruh di dalam kotak pasel. Kucing
mencari jalan keluar dari kotak dengan cara mencoba-coba.
Hasil penelitiannya melahirkan Law of Effect atau hukum akibat,
yaitu apabila suatu respon dari suatu stimulus diikuti dengan
kepuasan, maka respon tersebut cenderung diulang. Sebaliknya
jika suatu respon diikuti oleh hal yang tidak menyenangkan,
maka respon tersebut tidak dilakukan lagi.”

Menurut Thorndike binatang dan manusia tidak selalu

memecahkan masalah dengan cara memikirkan caranya secara

algoritmik, tetapi banyak yang memecahkan masalah dengan cara

mencoba-coba (trial and error). Hukum akibat menekankan bahwa

konsekuensi memegang peranan penting akan muncul-tidaknya

suatu respon. Konsekuensi dapat berupa hadiah (reinforcement) atau

hukuman (punishment).

Hasil kerja Thorndike dilanjutkan oleh Clark L. Hull

(1884-1952) dan Burrhus Frederic Skinner (1904-1990). Menurut

Hull dalam Slamet Suyanto (2003:92), teori S-R (stimulus-respon)

ditentukan oleh kondisi individu, sehingga menjadi S-O-R, dimana S

(stimulus), O (kondisi internal organisme), dan R (respon).

Menurut Hull, pada intinya individu melakukan proses

berpikir terlebih dahulu untuk menentukan respon dari suatu

stimulus.

xxiv
Sejalan dengan Hull, B. F. Skinner, menerjemahkan

konsekuensi yang dimaksud pada teori Thorndike ialah hadiah dan

hukuman. Jika suatu perilaku mendapat hadiah maka perilaku itu

cenderung diulang atau meningkat. Jika perilaku itu mendapat

hukuman, maka perilaku tersebut cenderung ditinggalkan atau

menurun (dalam Slamet Suyanto, 2003:92).

Menurut B. F. Skinner, konsekuensi memegang peranan

penting terhadap munculnya suatu perilaku. Pada teori ini

meskipun konsekuensi penting, namun organisme memegang

peranan yang lebih penting terhadap munculnya suatu perilaku.

Perilaku bukan semata-mata ditentukan oleh konsekuensinya,

tetapi bagaimana individu memandang konsekuensi tersebut.

Dalam teori Operant Conditioning, perilaku bukan

semata ditentukan oleh stimulus tetapi tergantung bagaimana

individu tersebut memandang bentuk hadiah atau hukuman

tersebut.

Implikasi teori ini ialah bahwa guru harus hati-hati

dalam menentukan jenis hadiah dan hukuman. Guru harus

mengetahui benar hobi atau kesenangan siswanya. Hukuman harus

benar-benar sesuatu yang tidak disukai anak, dan sebaliknya hadiah

merupakan hal yang sangat disukai anak. Jangan sampai anak yang

diberi hadiah menganggapnya sebagai hukuman atau sebaliknya,

xxv
apa yang menurut guru adalah hukuman bagi siswa dianggap

sebagai hadiah.

b. Cognitive Learning Theory (Teori Kognitif)

Teori kognitif menggunakan perubahan perilaku anak untuk

menerangkan perubahan yang terjadi di dalam diri anak. Teori ini lebih

banyak membahas bagaimana otak memperoleh, mengolah, dan

menggunakan informasi untuk berpikir.

1) Teori Proses Informasi (Information Processing Theory)

Robert Gagne merupakan salah satu tokoh pencetus teori

ini. Teori ini memandang bahwa belajar adalah proses memperoleh

informasi, mengolah informasi, menyimpan informasi, serta

mengingat kembali informasi yang dikontrol oleh otak. Selain itu

juga dibahas bagaimana anak menggunakan informasi untuk

memecahkan masalahdan membuat keputusan (dalam Slamet

Suyanto, 2003:96).

Ada beberapa istilah penting untuk memahami Teori

Proses Informasi yaitu input, pola ingatan, short-term memory atau

working memory (memori jangka pendek), long-term memory

(memori jangka panjang), persepsi, organisasi informasi, menyimpan

dan mengingat informasi, dan merespon.

Input ialah informasi atau rangsang dari lingkungan yang

diterima anak melalui organ sensoris (indera). Pada umumnya tidak

semua rangsang pada saat yang sama dapat diterima oleh indera,

xxvi
kecuali rangsangan tersebut merupakan satu kesatuan. Indera

mengubah rangsang yang diterimanya menjadi arus listrik (impuls),

yang selanjutnya dialirkan ke otak melalui syaraf sensoris. Otak akan

menerima input dan secara otomatis akan mencari informasi yang

sebelumnya sudah ada di oatak untuk mengolahnya dalam Short-

Term Memory (STM) atau memori jangka pendek, sehingga

membentuk suatu persepsi. STM disebut juga working memory,

karena merupakan memori yang sedang diproses.

STM atau working memory bekerja mulai dari otak

memperoleh informasi sampai otak menentukan selesai mengolah

informasi itu. Semakin kompleks suatu input untuk dipikirkan,

semakin banyak STM yang dibutuhkan. Kapasitas STM setiap orang

berbeda-beda. Bagi orang yang kapasitas STM-nya besar, ia akan

dapat memikirkan banyak hal atau persoalan yang lebih kompleks

dengan mempertimbangkan banyak hal pada saat yang sama.

Implikasi STM dalam pembelajaran ialah guru harus

mengembangkan kapasitas memori anak. Caranya antara lain ialah

dengan menambah kompleksitas dan tingkat kesukaran tugas sedikit

di atas kemampuan anak.

Persepsi adalah hasil tanggapan otak terhadap stimulus

dengan menggunakan seluruh memori yang dimilikinya yang terkait

dengan stimulus tersebut.

xxvii
Implikasi teori persepsi bagi pembelajaran antara lain guru

harus senantiasa mengontrol apakah siswa memiliki persepsi yang

sama dengan apa yang dikatakan guru. Anak memiliki LTM yang

terbatas dan berbeda dengan memori gurunya, sehingga sering salah

persepsi. Apa yang menurut guru sudah jelas, belum tentu jelas bagi

anak.

Informasi yang telah diproses otak dan dianggap penting

akan disimpan sebagai Long-Term Memory (LTM), sedangkan

informasi yang tidak penting akan dibuang atau diabaikan. Jadi LTM

adalah memori yang dapat disimpan dan dapat bertahan dalam waktu

yang lama. LTM bisa juga terlupakan jika tidak pernah digunakan.

Lupa adalah peristiwa dimana memori yang disimpan dalam LTM

sulit atau tidak bisa dipanggil ke STM untuk digunakan. LTM

diyakini disimpan di otak pada bagian korteks.

Mengingat adalah proses memanggil kembali informasi

yang telah tersimpan sebagai LTM ke dalam STM. Mengingat

bukanlah hal yang sederhana. Kemampuan mengingat ditentukan

oleh beberapa faktor, seperti organisasi memori, otomatisasi, dan

STM. Memori yang diorganisasi dengan baik akan mudah diingat.

Informasi yang disimpan dengan tidak teratur dan tidak

tertata aakan sulit untuk diingat. Oleh karena itu untuk memudahkan

proses mengingat, maka memori harus ditata dengan baik. Penataan

memori ini dapat dilakukan melalui berbagai metode, antara lain

xxviii
dengan menunjukkan bahwa sesuatu yang menarik atau menyita

perhatian anak.

2) Teori Perkembangan Kognitif

a) Teori Piaget

Jean Piaget dalam Slamet Suyanto (2003:107),

mengidentifikasi empat tahapan perkembangan kognitif pada

individu, yaitu (1) sensori-motorik, (2) pra-operasional, (3)

operasional konkret, dan (4) operasi formal atau proporsional.

Keempat tahapan tersebut menggambarkan perkembangan

kognitif anak yang secara umum mengikuti pola dari perilaku

yang bersifat refleks (tidak berpikir), sampai mampu berpikir

secara abstrak dengan menggunakan logika tingkat tinggi.

Implikasi teori Piaget bagi pembelajaran adalah guru

harus mampu mendesain kegiatan pembelajaran sesuai dengan

tingkat perkembangan anak. Bagi anak fase sensori-motorik,

belajar melalui interaksi organ sensoris dan motoris dengan

lingkungan sangat penting. Ia belum dapat berpikir sebagaimana

orang dewasa. Begitu pula anak fase pra-operasional, jangan

dipaksa untuk menarik kesimpulan dari dua variabel yang tidak

dapat diamati langsung. Memberikan pengalaman jauh lebih

berharga daripada mencekoki anak dengan konsep yang harus

dihafalkan. Anak fase konkret belajar paling baik dari benda-

benda atau objek secara langsung.

xxix
b) Teori Neo-Piagetian

Robi Case (1978 dan 1985) dalam Slamet Suyanto

(2003:111), mengembangkan teori perkembangan kognitif yang

sedikit berbeda dengan Piaget tetapi secara prinsip teori tersebut

didasarkan atas teori Piaget, sehingga disebut teori Neo-Piagetian.

Menurut Case, belajar adalah meningkatnya

kemampuan anak untuk memecahkan persoalan (problem

solving). Ada dua cara pemecahan masalah yaitu secara Heuristik

dan Algoritmik. Cara Heuristik didasarkan atas mencoba-coba

(trial-error), mungkin gagal atau mungkin pula berhasil. Cara

Algoritmik didasarkan atas pemikiran yang mendasar, misalnya

didasarkan pengalaman atau pengetahuan yang telah dimiliki

sebelumnya.

Strategi pemecahan masalah meliputi tiga tahapan

umum, yaitu (1) mengidentifikasi masalah, (2) menentukan tujuan

pemecahan masalah, dan (3) menyusun prosedur pemecahan

masalah (schema).

Implikasinya adalah anak sebagai pemecah masalah

(problem solver) yang senantiasa berusaha memecahkan persolan.

Ia berusaha mengembangkan cara yang lebih baik dan efisien

untuk memecahkan masalah. Melalui pemecahan masalah maka

anak mengembangkan pengetahuan.

xxx
3) Teori Jerome Bruner

Slamet Suyanto dalam bukunya “Konsep Dasar

Pendidikan Usia Dini” (2003:116), menuliskan:

“Bruner (1966) dalam bukunya Toward Theory of Instruction


menyatakan bahwa anak belajar dari konkret ke abstrak melalui tiga
tahapan yaitu enactive, iconic, dan symbolic. Pada tahap enactive,
anak berinteraksi dengan objek berupa benda-benda, orang, dan
kejadian. Itulah sebabnya anak usia 2-3 tahun akan banyak bertanya
“Apa itu?”. Proses selanjutnya adalah proses symbolic, dimana anak
mengembangkan konsep. Ketika anak berusia 4-5 tahun pertanyaan
“Apa itu?” akan berubah menjadi “Kenapa?” atau “Mengapa?”. Pada
tahap ini anak mulai mampu menghubungkan keterkaitan antara
berbagai benda, orang, atau objek dalam suatu urutan kejadian”.

Ketika mengajak anak berpergian, sepanjang jalan

mungkin ia akan banyak bertanya “Apa itu?”. Pertanyaan “Apa itu?”

sangat penting untuk mengenal nama dari benda-benda, sehingga

anak menghubungkan antara benda dengan simbol yaitu nama

bendanya. Dengan proses yang sama anak belajar tentang berbagai

benda (konsep). Kelak, semakin dewasa ia akan mampu

mengembangkan arti atau makna dari suatu kejadian.

4) Teori Belajar Bermakna

Teori belajar dari David Ausubel dikenal dengan belajar

bermakna (Meaningfull Learning). Inti dari belajar bermakna ialah

bahwa apa yang dipelajari anak memiliki fungsi bagi kehidupannya.

Menurut Ausubel, seseorang belajar dengan mengasosiasikan

fenomena baru ke dalam skema yang telah ia punyai. Dalam proses

itu seseorang dapat mengembangkan skema yang ada atau

mengubahnya (dalam Slamet Suyanto, 2003:117-118).

xxxi
Menurut teori ini, dalam proses belajar siswa

mengkonstruksi apa yang ia pelajari sendiri. Seorang anak

mengasosiasikan pengalaman, fenomena, dan fakta-fakta baru ke

dalam sistem pengertian yang telah ia punyai. Seorang anak juga

mengasimilasi pengalaman baru ke dalam struktur pengetahuan yang

sudah dipunyai siswa. Jadi dalam proses belajar tersebut, siswa harus

aktif.

Ada tiga ciri dari belajar bermakna. Pertama, ada

keterkaitan antara pengetahuan yang dimiliki siswa dengan

pengetahuan baru yang dipelajari. Kedua, siswa memiliki kebebasan

memilih apa yang dipelajari. Ketiga, kegiatan pembelajaran

memungkinkan siswa mengkonstruksi pemahaman sendiri (dalam

Slamet Suyanto, 2003:118-119).

Jadi ciri belajar bermakna yaitu a) guru harus mampu

menghubungkan apa yang dipelajari siswa dengan pengetahuan yang

telah dimiliki siswa, b) siswa memiliki bakat, minat, dan cita-cita

yang berbeda-beda sehingga apa yang mereka minati untuk mereka

pelajari akan menggunakan cara belajar yang berbeda-beda, dan c)

otak anak bukan seperti wadah yang kosong dimana guru dapat

menuangkan apa saja kedalamnya, tetapi otak anak ibarat lilin yang

harus dinyalakan agar mampu menerangi dirinya.

xxxii
c. Social Learning Theory

1) Lev Vygotsky (1896-1934)

Lev Vygotsky adalah seorang psikolog berkebangsaan

Rusia yang teorinya disebut juga Social-Cognitive Learning Theory.

Menurutnya interaksi sosial memegang peranan terpenting dalam

perkembangan kognitif anak. Anak belajar melalui dua tahapan,

pertama melalui interaksi dengan orang lain, baik keluarga, teman

sebaya, maupun gurunya; kedua dilanjutkan secara individual yaitu

dengan cara mengintegrasikan apa yang ia pelajari dari orang lain ke

dalam struktur mentalnya (dalam Slamet Suyanto, 2003:119).

Teori belajar Vygotsky memiliki empat prinsip umum: a)

anak mengkonstruksi pengetahuan, b) belajar terjadi dalam konteks

sosial, c) belajar mempengaruhi perkembangan mental, dan d)

bahasa memegang peranan penting dalam perkembangan mental

anak (dalam Slamet Suyanto, 2003:121-122).

Konteks sosial mempengaruhi bagaimana seseorang

berpikir, bersikap, dan berperilaku. Konteks sosial meliputi seluruh

lingkungan dimana anak tinggal secara langsung maupun tidak

langsung dipengaruhi oleh kultur masyarakatnya. Ada tiga tingkatan

konteks berdasarkan ruang lingkupnya yaitu: a) tingkat interaktif,

yaitu orang atau teman yang sedang berinteraksi dengan anak. Anak

merespon orang lain (melalui proses berpikir) secara berbeda karena

perbedaan karakter orang tersebut. b) tingkat struktural, yang

xxxiii
meliputi struktur sosial seperti keluarga dan sekolah. c) tingkat

kultural atau sosial, yaitu keseluruhan komponen masyarakat, seperti

bahasa, sistem numerik, dan teknologi yang digunakan dalam

masyarakat tersebut.

2) Albert Bandura

Teori dari Albert Bandura dikenal dengan Social Learning

Theory (teori belajar sosial). Fokus dari teori ini adalah bagaimana

anak-anak belajar perilaku sosial, seperti bekerjasama, sharing, atau

bahkan perilaku negatif seperti berkelahi, bertengkar, dan menyerang

(dalam Slamet Suyanto, 2003:124).

Menurut teori ini, perilaku, orang, dan lingkungan saling

terkait. Jadi perilaku, cara berpikir dan motivasi, serta kondisi

seseorang dan lingkungannya membentuk satu kesatuan.

Bandura mengidentifikasi adanya belajar dengan

memodelkan perilaku orang lain yang dikenal dengan teori Learning

by Modelling. Ia mengamati banyak anak belajar dengan cara

memodelkan perilaku yang dilakukan orang lain, baik orang tuanya,

aktor film di TV, atau perilaku profesi (dalam Slamet Suyanto,

2003:126).

Informasi dari lingkungan tentang suatu perilaku atau

kegiatan ditransfer oleh anak menjadi bentuk-bentuk simbolik

dengan memodelkannya. Jadi memodelkan suatu karakter

xxxiv
merupakan bukti bahwa anak telah belajar tentang karakter tersebut

dan dicoba ditampilkannya dengan menjadi karakter yang sama.

Ada empat tahapan belajar dengan memodelkan peran.

Pertama, proses atensi adalah proses menaruh perhatian yang besar

dan teliti terhadap suatu kejadian atau peran dari lingkungannya

yang akan dimodelkan. Kedua, proses retensi dimana anak mulai

mentransfer peran yang akan dimodelkan dalam struktur

pengetahuannya menjadi schema tentang peran tersebut. Ketiga,

proses produksi dimana anak mengkonversi kode simbolik dalam

memorinya tentang peran yang akan dimodelkan ke dalam kegiatan

nyata. Keempat, proses motivasi ialah pengaruh faktor-faktor di luar

anak yang memungkinkan anak menampilkan model tersebut.

Implikasi teori ini dalam pembelajaran adalah bagaimana

kita menciptakan model yang baik bagi anak. Guru dan orang tua

harus dapat menjadi model yang baik bagi anak. Anak akan sangat

senang untuk memodelkan apa yang dilakukan orang tua dan

gurunya. Pembelajaran yang menarik atensi anak akan cenderung

dimodelkan dan diingat terus.

2. Pengertian Pembelajaran

Menurut Max Darsono dkk (2000:24-25), pembelajaran berasal


dari kata belajar. Sesuai dengan pengertian belajar secara umum, yaitu
bahwa belajar merupakan suatu kegiatan yang mengakibatkan terjadi
perubahan tingkah laku. Maka pengertian pembelajaran adalah suatu
kegiatan yang dilakukan oleh guru sedemikian rupa, sehingga tingkah laku
siswa berubah ke arah yang lebih baik.

xxxv
Menurut Teori Behavioristik, pembelajaran adalah usaha guru
membentuk tingkah laku yang diinginkan dengan menyediakan
lingkungan (stimulus). Agar terjadi hubungan stimulus dan respon
(tingkah laku yang diinginkan) perlu latihan, dan setiap latihan yang
berhasil harus diberi hadiah dan atau reinforcement (penguatan).
Menurut Teori Kognitif, pembelajaran adalah cara guru
memberikan kesempatan kepada siswa untuk berpikir agar dapat mengenal
dan memahami apa yang sedang dipelajari.
Menurut Teori Gestalt, pembelajaran adalah usaha guru untuk
memberikan materi pembelajaran sedemikian rupa, sehingga siswa lebih
mudah mengorganisirnya (mengaturnya) menjadi suatu pola gestalt (pola
bermakna).
Menurut Teori Humanistik, pembelajaran adalah memberikan
kebebasan kepada siswa untuk memilih bahan pelajaran dan cara
mempelajarinya sesuai dengan minat dan kemampuannya.
Jadi pembelajaran adalah usaha pendidik membentuk tingkah
laku yang diinginkan dengan memberikan kesempatan kepada peserta
didik untuk berpikir agar peserta didik lebih mudah mengorganisasikan
(mengaturnya) sesuai dengan minat dan kemampuannya.

3. Tipe Belajar

Gagne berpendapat bahwa belajar dapat dilihat dari segi proses


dan dapat pula dilihat dari segi hasil. Dari segi proses, Gagne (1970) dalam
Sudjana (2000:117-118), mengklasifikasikan kegiatan belajar menjadi
delapan tipe yaitu:
a. Kegiatan belajar mengenal tanda-tanda (Signal Learning). Tipe

kegiatan belajar ini didasarkan atas situasi bersyarat yang dikemukakan

Ivan Pavlov. Kegiatan belajar dilakukan dengan merespons tanda-tanda

atau simbol yang dimanipulasi dalam situasi pembelajaran. Respons

xxxvi
yang dilakukan peserta didik bisa rasional, reflektif, dan/ atau

emosional.

b. Kegiatan belajar melalui stimulus dan respons (Stimulus Response

Learning). Tipe kegiatan belajar ini berhubungan dengan perilaku

peserta didik yang secara sadar melakukan respons yang tepat terhadap

stimulus yang dimanipulasi dalam situasi pembelajaran.

c. Kegiatan belajar melalui rangkaian (Chaining Learning). Kegiatan

belajar dalam tipe ini dilakukan peserta didik dengan menyusun

hubungan antara dua stimulus atau lebih dengan berbagai respons yang

berkaitan dengan stimulus tersebut.

d. Kegiatan belajar melalui asosiasi lisan (Verbal Association). Tipe

kegiatan belajar ini berkaitan dengan upaya peserta didik dalam

menghubungkan respons (jawaban) lisan. Kegiatan menghubungkan ini

dapat diterapkan pula dalam merangkaikan kegiatan anggota badan,

walaupun dalam merangkaikan gerakan-gerakan tadi penggunaan

bahasa tetap dilakukan untuk menunjukkan hubungan antara stimulus

dan respons tersebut.

e. Kegiatan belajar dengan perbedaan berganda (Multiple

Discrimination Learning). Tipe belajar ini berhubungan dengan

kegiatan peserta didik dalam membuat berbagai perbedaan respons

yang digunakan terhadap stimulus yang beragam, namun berbagai

respons dan stimulus itu saling berhubungan antara satu dengan yang

lainnya.

xxxvii
f. Kegiatan belajar konsep (Concept Learning). Tipe kegiatan belajar

ini berkaitan dengan berbagai respons dalam waktu yang bersamaan

terhadap sejumlah stimulus yang berupa konsep-konsep yang berbeda

antara satu dengan yang lainnya.

g. Kegiatan belajar prinsip-prinsip (Principle Learning). Tipe kegiatan

belajar ini digunakan peserta didik untuk menghubungkan beberapa

prinsip yang digunakan dalam merespons stimulus.

h. Kegiatan belajar pemecahan masalah (Problem-solving Learning).

Tipe kegiatan belajar ini berkaitan dengan kegiatan peserta didik dalam

menghadapi dan memecahkan masalah sehingga pada akhirnya peserta

didik memiliki kecakapan dan keterampilan baru dalam pemecahan

masalah.

Belajar yang berkenaan dengan hasil, Gagne dalam Nana Sudjana

(2000:47-49) mengemukakan ada lima tipe yaitu:

a. Belajar kemahiran intelektual (Cognitif). Dalam tipe ini termasuk

belajar deskriminasi, belajar konsep, dan belajar kaidah. Belajar

deskriminasi, yakni kesanggupan membedakan beberapa objek

berdasarkan ciri-ciri tertentu. Kemampuan membedakan objek

dipengaruhi oleh kematangan, pertumbuhan, dan pendidikannya.

Belajar konsep, yakni kesanggupan menempatkan objek yang

mempunyai ciri yang sama menjadi satu kelompok (klasifikasi)

tertentu. Konsep diperoleh melalui interaksi dengan lingkungan dan

banyak terjadi dalam realitas kehidupan. Belajar kaidah, pada

xxxviii
hakikatnya menghasilkan beberapa konsep. Belajar kaidah melalui

simbol bahasa baik lisan maupun tulisan.

b. Belajar informasi verbal. Pada umumnya belajar berlangsung melalui

informasi verbal, seperti membaca, bercerita, kesanggupan menyatakan

pendapat dalam bahasa lisan/ tulisan, berkomunikasi, dan kesanggupan

memberi arti dari setiap kata/ kalimat.

c. Belajar mengatur kegiatan intelektual. Penekanannya pada

kesanggupan memecahkan masalah melalui konsep dan kaidah yang

telah dimilikinya. Dengan kata lain, tipe belajar ini menekankan pada

aplikasi kognitif dalam pemecahan persoalan. Ada dua aspek penting

dalam tipe belajar ini, yaitu prinsip pemecahan masalah dan langkah

berpikir dalam pemecahan masalah (problem solving). Pemecahan

masalah memerlukan kemahiran intelektual seperti belajar

deskriminasi, belajar konsep, dan belajar kaidah sehingga akan

membentuk satu kemampuan intelektual yang lebih tinggi, yaitu

langkah-langkah berpikir dalam pemecahan masalah. Dengan kata lain,

kemampuan memecahkan masalah merupakan aspek kognitif tingkat

tinggi.

d. Belajar sikap. Sikap merupakan kesiapan dan kesediaan seseorang

untuk menerima atau menolak suatu objek berdasarkan penilaian

terhadap objek itu, apakah berarti atau tidak bagi dirinya. Hasil belajar

sikap nampak dalam bentuk kemauan, minat, perhatian, dan perubahan

xxxix
perasaan. Sikap dapat dipelajari dan dapat diubah melalui proses

belajar.

e. Belajar keterampilan motorik. Belajar tipe ini banyak berhubungan

dengan kesanggupan menggunakan gerakan anggota badan, sehingga

memiliki rangkaian urutan gerakan yang teratur, luwes, tepat, cepat, dan

lancar. Belajar motorik memerlukan kemahiran intelektual dan sikap,

sebab dalam belajar motorik bukan semata-mata hanya gerakan anggota

badan, tetapi juga memerlukan pemahaman dan penguasaan akan

prosedur gerakan yang harus dilakukan serta konsep mengenai cara

melakukan gerakan. Aspek utama belajar motorik adalah tercapainya

otomatisme melakukan gerakan. Gerakan yang sudah otomatis

merupakan puncak belajar motorik.

Kesimpulan dari pendapat Gagne tersebut di atas adalah belajar dapat

dilihat dari segi proses dan dapat pula dilihat dari segi hasil. Dari segi

proses, ada delapan tipe yaitu kegiatan belajar mengenal tanda-tanda,

kegiatan belajar melalui stimulus dan respon, kegiatan belajar melalui

rangkaian, kegiatan belajar melalui asosiasi lisan, kegiatan belajar dengan

perbedaan berganda, kegiatan belajar konsep, kegiatan belajar prinsip-

prinsip, dan kegiatan belajar pemecahan masalah. Ada pula lima tipe

belajar yang berkenaan dengan hasil, yaitu belajar kemahiran intelektual,

belajar informasi verbal, belajar mengatur kegiatan intelektual, belajar

sikap, dan belajar keterampilan motorik.

4. Komponen Pembelajaran

xl
Menurut Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain (2002:48), sebagai

suatu sistem tentu saja kegiatan belajar mengajar mengandung sejumlah

komponen yang meliputi tujuan, bahan pembelajaran, kegiatan belajar

mengajar, metode, alat/ media belajar, sumber belajar, dan evaluasi.

Demikian pula dengan TPA yang merupakan suatu lembaga nonformal

yang memberikan pelayanan pengasuhan dan pendidikan. Di dalam TPA,

juga terdapat kegiatan belajar mengajar yang disesuaikan dengan acuan

pendidikan anak usia dini. Komponen-komponen pembelajaran antara

lain:

a. Tujuan

Menurut Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain (2002:48),

tujuan adalah suatu cita-cita yang ingin dicapai dari pelaksanaan suatu

kegiatan. Tujuan dalam pendidikan dan pengajaran adalah sesuatu yang

bernilai normatif.

Menurut Nana Sudjana (2000:57-58), ada empat tingkatan

tujuan pendidikan yaitu:

1) Tujuan Umum Pendidikan

Yaitu pembentukan manusia Pancasila.

2) Tujuan Institusional (Tujuan Lembaga Pendidikan)

Tujuan institusional adalah tujuan yang diharapkan dicapai oleh

lembaga atau jenis tingkatan sekolah sebagai tujuan antara untuk

sampai pada tujuan umum. Tujuan antara (tujuan intermidier) adalah

tujuan yang berfungsi sebagai perantara untuk mencapai tujuan

xli
umum. Masing-masing lembaga mempunyai tujuan institusional

yang dijabarkan dari dan menuju ke tujuan umum pendidikan.

3) Tujuan Kurikuler (Tujuan Bidang Studi/ Mata Pelajaran)

Tujuan kurikuler adalah penjabaran tujuan institusional yang berisi

program-program pendidikan dalam kurikulum lembaga pendidikan.

4) Tujuan Instruksional (Tujuan PBM)

Tujuan instruksional merupakan tujuan yang terbawah dari jenis

tujuan-tujuan di atas. Tujuan ini menyangkut tujuan yang hendak

kita capai dalam kegiatan pendidikan kita sehari-hari.

b. Bahan Pembelajaran

Menurut Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain (2002:50),

bahan pembelajaran adalah substansi yang akan disampaikan dalam

proses belajar mengajar.

Menurut Hibana S. Rahman (2002:77-79), ada beberapa

kriteria untuk menentukan bahan dan perlengkapan belajar anak usia

dini, antara lain:

1) Relevan dengan kondisi anak

Artinya bahan dan perlengkapan yang disediakan sesuai dengan

karakteristik dan kebutuhan anak.

2) Berwarna dan atraktif

Bahan yang berwarna, apalagi dengan warna yang mencolok akan

mengundang anak untuk memegang dan menggerakkannya.

3) Sederhana dan kongkrit

xlii
Bahan dan perlengkapan belajar anak bukanlah yang rumit dan sulit,

melainkan sederhana, jelas, dan kongkrit di mata anak.

4) Eksploratif dan mengundang rasa ingin tahu

Bahan dan perlengkapan yang tersedia dapat dieksplorasi oleh anak,

karena sifat dasar anak adalah ingin tahu dan selalu ingin mencoba.

5) Berkait dengan aktivitas keseharian anak

Anak tumbuh dan berkembang bersama lingkungan yang ada. Segala

yang dia lihat, dia dengar dan dia rasakan, ingin ditiru dan diulang.

Oleh karena itu bahan dan perlengkapan belajar anak diupayakan

untuk sesuai dan berkait dengan aktivitas keseharian anak.

6) Aman dan tidak membahayakan

Bahan dan perlengkapan belajar anak harus aman dari segi bahan,

bentuk, dan pewarna yang digunakan. Dengan demikian tidak

membahayakan bagi anak untuk bereksplorasi dengan alat tersebut.

7) Bermanfaat dan mengandung nilai pendidikan

Bahan dan perlengkapan belajar dipilih yang dapat memberikan

manfaat bagi pengembangan kemampuan anak dan juga

mengandung nilai pendidikan yang positif.

c. Kegiatan Belajar Mengajar

xliii
Menurut Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain (2002:51),

kegiatan belajar mengajar adalah inti kegiatan dalam pendidikan.

Segala sesuatu yang telah diprogramkan akan dilaksanakan dalam

proses belajar mengajar.

Pembelajaran dalam TPA disusun sedemikian rupa sehingga

menyenangkan, gembira, dan demokratis sehingga menarik anak untuk

terlibat dalam setiap kegiatan pembelajaran. Bermain merupakan salah

satu kegiatan pembelajaran yang menyenangkan bagi anak.

Menurut Bergen (1988), bermain dalam tatanan sekolah

dapat digambarkan sebagai suatu rentang rangkaian kesatuan yang

berujung pada bermain bebas, bermain dengan bimbingan dan berakhir

pada bermain dengan diarahkan (dalam Soemiarti Patmonodewo,

2003:102-103).

Pada TPA, bermain bebas dapat didefinisikan sebagai suatu

kegiatan bermain di mana anak mendapat kesempatan melakukan

berbagai pilihan alat dan mereka dapat memilih bagaimana

menggunakan alat-alat tersebut.

Kegiatan bermain dengan bimbingan, pengasuh TPA

memilih alat permainan dan diharapkan anak-anak dapat memilih guna

menemukan suatu konsep (pengertian tertentu). Apabila tujuannya

melakukan klasifikasi benda dalam ukuran tertentu (besar/ kecil), maka

xliv
pengasuh TPA akan menyediakan sejumlah mainan yang dapat

diklasifikasikan dalam kelompok yang berukuran besar atau yang kecil.

Dalam bermain yang diarahkan, pengasuh TPA mengajarkan

bagaimana cara menyelesaikan suatu tugas yang khusus. Menyanyikan

suatu lagu, bersama bermain jari dan bermain dalam lingkaran adalah

contoh dari bermain yang diarahkan.

d. Metode

Menurut Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain (2002:53),

metode adalah suatu cara yang dipergunakan untuk mencapai tujuan

yang ditetapkan.

Menurut Slamet Suyanto (2003:162), metode pembelajaran

untuk anak usia dini hendaknya menantang, menyenangkan, melibatkan

unsur bermain, bergerak, bernyanyi, dan belajar.

Menurut Hibana S. Rahman (2002:76), secara teknis ada

beberapa metode yang tepat untuk diterapkan pada anak usia dini,

antara lain:

1) Bermain

Bermain adalah suatu kegiatan yang dilakukan dengan

atau tanpa mempergunakan alat yang menghasilkan pengertian atau

memberikan informasi, memberikan kesenangan maupun

mengembangkan imajinasi pada anak (Anggani Sudono, 2000:1).

Pengertian lainnya, bermain adalah tahap awal dari proses

panjang belajar pada anak-anak yang dialami oleh semua manusia

xlv
(Kak Seto, 2004:54). Melalui bermain yang menyenangkan anak

menyelidiki dan memperoleh pengalaman yang kaya baik dengan

dirinya sendiri, lingkungan maupun orang lain disekitarnya. Dalam

hal ini anak dapat mengorganisasikan berbagai pengalaman dan

kemampuan kognitifnya untuk menyusun kembali ide-idenya.

2) Bercerita

Menurut Hibana S. Rahman (2002:89-90), cerita adalah

penggambaran tentang sesuatu secara verbal. Bercerita merupakan

suatu stimulan yang dapat membangkitkan anak terlibat secara

mental. Melalui bercerita, anak diajak berkomunikasi, berfantasi,

berkhayal, dan mengembangkan kognisinya.

Penerapan kegiatan bercerita dapat dilakukan dengan

berbagai bentuk, seperti: 1) Bercerita tanpa alat peraga, hanya

mengandalkan kemampuan verbal orang yang memberikan cerita; 2)

Bercerita dengan menggunakan alat peraga, seperti boneka, gambar-

gambar, dan benda lain; 3) Bercerita dengan cara membaca buku

cerita (story reading); 4) Bercerita dengan menggunakan bahasa

isyarat atau gerakan; 5) Bercerita melalui alat pandang dengar (audio

visual aids), yaitu dapat berupa kaset, televisi, video, dan

sebagainya.

3) Bernyanyi

Melalui nyayian dan musik, kemampuan apresiasi anak

akan berkembang dan melalui nyanyian anak dapat mengekspresikan

xlvi
segala pikiran dan isi hatinya. Menyayi merupakan bagian dari

ungkapan emosi.

Menurut Hibana S. Rahman (2002:93), bernyanyi dapat

dilakukan dengan berbagai bentuk seperti: 1) Bernyanyi pasif,

artinya anak hanya mendengarkan suara nyanyian atau musik dan

menikmatinya tanpa terlibat secara langsung kegiatan bernyanyi; 2)

bernyanyi aktif, artinya anak melakukan secara langsung kegiatan

bernyanyi, baik dilakukan sendiri, mengikuti atau bersama-sama.

4) Bercakap (dialog dan tanya jawab)

Menurut Kak Seto (2004:66), mengkondisikan agar anak

dapat sering dan rajin bertanya sangat penting dilakukan karena

bertanya disebabkan rasa ingin tahu dan ini merupakan bagian dari

pikiran yang terus menyelidiki. Hal ini harus dengan perasaan

gembira, misalnya dengan terlebih dahulu mengajak anak untuk

bernyanyi dengan memperagakan gerakan-gerakan tubuh.

Pertanyaan-pertanyaan diajukan untuk memancing dialog yang

berasal dari kegiatan si anak sehari-hari, seperti mandi, gosok gigi,

makan pagi, dan lain-lain.

5) Bermain peran (sosio-drama)

Bermain drama, merupakan bentuk bermain aktif dimana

anak melalui suatu perilaku dan bahasa yang jelas berhubungan

dengan benda-benda atau situasi seolah-olah hal tersebut memiliki

atribut yang lain daripada sebenarnya. Misalnya seorang anak yang

xlvii
bermain dengan benda-benda mainannya seolah-olah merupakan

orang-orang atau hewan yang sesungguhnya. Mereka bereaksi

terhadap benda-benda tersebut dengan cara yang ditiru dari

pengamatan terhadap lingkungan sekelilingnya.

e. Alat/ Media Belajar

Menurut Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain (2002:54),

alat adalah segala sesuatu yang dapat digunakan dalam rangka

mencapai tujuan pengajaran.

Menurut Slamet Suyanto (2003:161), media belajar anak usia

dini pada umumnya adalah alat permainan. Perlu adanya perbedaan

yang jelas antara alat peraga dan alat permainan. Alat peraga berfungsi

untuk menerangkan atau memperagakan suatu mata pelajaran dalam

proses “belajar-mengajar”. Sedangkan pada alat permainan, anak aktif

mengadakan eksplorasi walaupun tidak menutup kemungkinan mereka

akan meggunakannya untuk bermain.

Alat permainan dari lingkungan

Alat-alat permainan yang diperlukan dalam proses

pengembangan diri dapat dipilih sesuai dengan kebutuhan

individual, kelompok kecil maupun kelompok besar. Dilihat dari

tempat asal pengadaan alat permainan, pengasuh TPA dapat

mengambilnya dari lingkungan alam sekitar anak, baik

lingkungannya di pedesaan maupun di perkotaan.

xlviii
Di pedesaan, lingkungan alam penuh dengan alat

permainan seperti biji-bijian, batu-batuan, bermacam-macam daun,

bahan mainan yang terbuat dari tanah liat, dan sebagainya.

Di perkotaan, banyak tempat penjualan bahan bangunan,

toko-toko kelontong, pasar maupun tempat makan dan minum,

supermarket, toko besi, pasar induk, grosir, dan lain-lain. Alat

permainan dari tempat-tempat tersebut terdiri atas benda-benda yang

sebenarnya dan bukan tiruan atau miniaturnya sehingga anak akan

sangat menyukainya karena merasa seperti dalam kehidupan yang

sebenarnya. Misalnya dari toko besi didapatkan: karet gelang,

cantolan-cantolan, penggaris, kertas ampelas, dan lain-lain. Dari toko

makanan dan kue dikumpulkan: gelas-gelas plastik bekas, cup es

krim dan sendoknya, piring kertas, biskuit huruf, dan lain-lain.

Selain barang-barang dari tempat-tempat tersebut di atas, ada bahan-

bahan yang dapat diperoleh dari lingkungan alam seperti: air, pasir,

tanah, hasil pepohonan, tanaman, hasil yang dikumpulkan dari

tempat-tempat seperti pantai, daerah pegunungan, dan sebagainya

(Mayke S. Tedjasaputra, 2003:75-77).

Alat Permainan Edukatif (APE)

Selain hal tersebut di atas, ada juga alat permainan

edukatif, yaitu alat permainan yang dirancang secara khusus untuk

kepentingan pendidikan dan mempunyai beberapa ciri yaitu:

xlix
a) Dapat digunakan dalam berbagai cara, maksudnya dapat

dimainkan dengan bermacam-macam tujuan, manfaat, dan

menjadi bermacam-macam bentuk.

b) Ditujukan terutama untuk anak-anak usia prasekolah dan

berfungsi mengembangkan berbagai aspek perkembangan

kecerdasan serta motorik anak.

c) Segi keamanan sangat diperhatikan baik dari bentuk maupun

penggunaan cat.

d) Membuat anak terlibat secara aktif.

e) Sifatnya konstruktif.

(dalam Mayke S. Tedjasaputra, 2003:81).

f. Sumber Belajar

Menurut Udin Saripuddin Winataputra dan Rustana

Ardiwinata (1991:165) dalam Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain

(2002:55), sumber-sumber bahan dan belajar adalah segala sesuatu

yang dapat dipergunakan sebagai tempat di mana bahan pengajaran

terdapat atau asal untuk belajar seseorang.

Menurut Slamet Suyanto (2003:160), sumber belajar

merupakan tempat di mana anak dapat memperoleh informasi, sikap,

dan keterampilan yang ia pelajari.

Menurut Anggani Sudono (2000:11-14), ada beberapa

macam sumber belajar antara lain:

Tempat sumber belajar alamiah

l
Sumber belajar yang dapat berupa tempat yang sebenarnya di mana

anak mendapatkan informasi langsung, seperti kantor pos, kantor

polisi, pemadam kebakaran, sawah, peternakan, hutan, perkapalan,

atau lapangan udara. Tempat-tempat tersebut mampu memberikan

informasi secara langsung dan alamiah.

Perpustakaan

Perpustakaan memiliki fungsi sebagai “jantung sekolah”, karena

didalamnya berisi berbagai informasi yang dapat membantu setiap

orang yang menggunakannya untuk mengembangkan diri. Berbagai

ensiklopedi, buku-buku dengan beragam tema dapat dikumpulkan

dan ditata rapi di ruang perpustakaan.

Nara sumber

Para tokoh dan ahli diberbagai bidang merupakan salah satu sumber

belajar yang dapat diandalkan karena biasanya mereka memberikan

informasi berdasarkan penelitian dan pengalaman mereka. Dengan

demikian diharapkan para siswa dapat melatih kemahiran mereka

dalam berbahasa melalui wawancara dan berkomunikasi dengan para

nara sumber.

Media cetak

Termasuk didalamnya bahan cetak, buku, majalah, atau tabloid.

Gambar-gambar yang ekspresif dapat memberi kesempatan anak

menggunakan nalar dan mengungkapkan pikirannya dengan

menggunakan kosa kata yang semakin hari semakin berkembang.

li
Perkembangan media elektronik khususnya televisi akan menambah

pengetahuan anak terutama dari segi visualisasi.

Alat peraga

Alat peraga berfungsi untuk menerangkan atau memperagakan suatu

mata pelajaran dalam proses “belajar-mengajar”.

g. Evaluasi

Menurut Wayan Nurkancana dan P. P. N Sumartana (1983:1)

dalam Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain (2002:58), evaluasi

pendidikan dapat diartikan sebagai suatu tindakan atau suatu proses

untuk menentukan nilai segala sesuatu yang ada hubungannya dengan

dunia pendidikan.

Menurut Slamet Suyanto (2003:224), penilaian pada anak

usia dini hendaknya lebih didasarkan atas kemajuan belajar atau

pengembangan individual. Karena itu bentuk penilaian di mana anak

dibandingkan dengan anak yang lain menjadi kurang bermakna.

Pendidik harus mau menganggap bahwa semua anak, apapun

kondisinya, adalah siswanya yang harus dikembangkan secara optimal

sesuai dengan kapasitas masing-masing.

Keterangan-keterangan mengenai masing-masing siswa akan

dicatat secara periodik dan teratur serta sistematis. Keterangan tersebut

meliputi kemampuan anak, pertumbuhan dan perkembangan anak, hasil

pekerjaan anak, keterangan yang berupa hasil observasi, penilaian diri

dari masing-masing anak, checklist, dan sebagainya.

lii
Menurut Soemiarti Patmonodewo (2003:151), memberikan

laporan tentang anak kepada orang tuanya adalah bagian dari tugas

pendidik. Bentuk pemberian laporan kepada orang tua, antara lain

dengan cara melakukan konferensi, dengan memberikan rapor,

pembicaraan melalui telepon atau pembicaraan yang santai.

Menurut Pedoman Penyelenggaraan Pendidikan pada Taman

Penitipan Anak (2001:15), penilaian pendidikan di TPA dilaksanakan

setiap empat bulan sekali (caturwulan) dan prosesnya didasarkan pada

pencapaian perkembangan anak. Penilaian berupa “laporan

perkembangan anak” dalam bentuk uraian tentang perkembangan anak

yang telah dicapai pada setiap pertemuan yang dilaporkan kepada orang

tua dalam waktu tertentu. Dasar penilaian mengacu pada hasil karya

dan kegiatan anak selama proses pendidikan secara kontinu.

Taman Penitipan Anak (TPA) atau Day Care

1. Pengertian TPA

Dari hasil rapat koordinasi “Usaha Kesejahteraan Anak”


Departemen Sosial Republik Indonesia, dikemukakan pengertian Taman
Penitipan Anak (TPA) dalam Soemiarti Patmonodewo (2003:77), sebagai
berikut:
“Lembaga sosial yang memberikan pelayanan kepada anak-anak
balita yang dikhawatirkan akan mengalami hambatan dalam
pertumbuhannya, karena ditinggalkan orang tua atau ibunya
bekerja. Pelayanan ini diberikan dalam bentuk peningkatan gizi,
pengembangan intelektual, emosional dan sosial”.

liii
TPA adalah lembaga kesejahteraan sosial yang memberikan
pelayanan pengganti berupa asuhan, perawatan, dan pendidikan bagi anak
balita selama anak balita tersebut ditinggal bekerja oleh orang tuanya
(Hibana S. Rahman, 2002:59).
Menurut Perserikatan Bangsa-Bangsa (1990), day care adalah
sarana pengasuhan anak dalam kelompok, biasanya dilakukan pada saat
jam kerja. Day care merupakan upaya yang terorganisasi untuk mengasuh
anak di luar rumah mereka selama beberapa jam dalam satu hari bilamana
asuhan orang tua kurang dapat dilaksanakan secara lengkap. Dalam hal ini,
day care hanya sebagai pelengkap terhadap asuhan orang tua dan bukan
sebagai pengganti asuhan orang tua (dalam Soemiarti Patmonodewo,
2003:77).
Jadi TPA adalah salah satu bentuk organisasi program PAUD
yang memberikan pelayanan kepada anak balita dalam bentuk peningkatan
gizi, pengembangan intelektual, emosional, dan sosial yang dilakukan
selama beberapa jam dalam satu hari bilamana asuhan orang tua kurang
dapat dilaksanakan secara lengkap.
2. Jenis Pelayanan TPA

Dari pengertian TPA di atas, jelas bahwa secara umum


pelayanan TPA adalah memberikan pengasuhan kepada anak balita. Selain
itu anak balita juga mendapatkan pelayanan pendidikan.
Jenis pelayanan yang harus diberikan baik pelayanan langsung
maupun tidak langsung berlandaskan pada Undang-undang No. 4 Tahun
1979 tentang Kesejahteraan Anak, pada pasal 1 ayat 1b dan pasal 2 ayat 2
(dalam Catur Sri Sapanta, 2003:27). Adapun isi dari kedua pasal tersebut
adalah bahwa anak berhak atas kesejahteraan, perawatan, asuhan, dan
bimbingan untuk mengembangkan kemampuan serta kehidupan sosialnya
sesuai dengan kepribadian bangsa agar menjadi warga negara yang baik.
Berdasarkan hal tersebut di atas, jenis pelayanan di TPA
meliputi: perawatan, asuhan, bimbingan, dan kebutuhan pokok anak
seperti: makanan, tempat tinggal, serta pakaian.

liv
a. Perawatan

Pelayanan yang diberikan kepada anak usia dini dalam bentuk

perawatan fisik, perbaikan hubungan social, disiplin anak, dan sarana

serta prasarana untuk kepentingan anak.

b. Asuhan

Asuhan diberikan dalam bentuk pemberian makan, pakaian, dan

penciptaan kelompok.

c. Bimbingan

Bimbingan dimaksudkan untuk mengembangkan kecerdasan

(intelegensi) dan kepribadian anak melalui permainan.

d. Makanan (Food)

Pelayanan yang diberikan kepada anak usia dini dalam bentuk

pemberian makanan secukupnya sesuai dengan martabat dan standart

pemenuhan gizi seimbang.

e. Tempat Tinggal (Shelter)

Pelayanan yang diberikan kepada anak usia dini dalam bentuk

penyediaan lingkungan tempat tinggal sesuai dengan standart kesehatan

rumah (layak huni).

f. Pakaian (Clothing)

Pelayanan yang diberikan kepada anak usia dini dalam bentuk

pemberian pakaian yang dapat digunakan sesuai dengan kebutuhan.

lv
g. Kesehatan (Health)

Pelayanan yang diberikan kepada anak usia dini dalam bentuk

penyediaan fasilitas kesehatan, akses terhadap pelayanan kesehatan, dan

kemampuan berobat.

h. Pendidikan (Education)

Pelayanan yang diberikan kepada anak usia dini dalam bentuk

pendidikan anak dalam keluarga, sosialisasi, dan disiplin keluarga.

Menurut Pedoman Penyelenggaraan Pendidikan pada Taman


Penitipan Anak (2001:4), standar pelayanan minimal harus
mempergunakan Kurikulum Program Pendidikan pada Taman Penitipan
Anak yang diterbitkan oleh Departemen Pendidikan Nasional, memiliki
tempat pendidikan, memiliki sarana pendidikan minimal sesuai dengan
daftar Sarana Pendidikan Minimal Taman Penitipan Anak, memiliki
tenaga kependidikan (guru/ pendidik) dan tenaga pengasuh/ perawat
dengan kualifikasi sebagai berikut:
a. Persyaratan Guru/ Pendidik

Berpendidikan SPG/ SPGTK.

Berpendidikan minimal tamat Sekolah Menengah Umum (SMU) atau

sederajat, dan memiliki keterampilan khusus tentang PAUD.

Sehat jasmani dan rohani.

b. Persyaratan Pengasuh/ Perawat

1) Berpendidikan minimal tamat Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama

(SLTP) atau sederajat.

lvi
2) Sehat jasmani dan rohani.

3) Berpendidikan atau memiliki keterampilan di bidang perawatan dan

pengasuhan anak (Pramubalita).

4) Bertempat tinggal di sekitar Taman Penitipan Anak.

Standar pelayanan minimal Pendidikan Anak Usia Dini pada


Taman Penitipan Anak, sebagai berikut:
a. Kebutuhan Pokok Anak

Kebutuhan pokok anak yaitu makanan pokok, gizi, dan


istirahat. Standar pelayanan untuk makanan pokok anak antara lain:
1) Pemberian makanan/ minuman membutuhkan sarana seperti: Piring,

sendok, gelas, dacin, KMS, dan register.

2) Pemberian Paket Pertolongan Gizi membutuhkan sarana seperti:

Vitamin A, Sirup Fe, dan Kapsul Yodium.

3) PMT Penyuluhan membutuhkan sarana yaitu Buku Pedoman

Pembuatan Makanan Lokal.

4) PMT Pemulihan membutuhkan sarana seperti: Home Economi Sets,

Paket PMT, dan Blended Food.

Standar pelayanan untuk gizi antara lain:


1) Penyuluhan Gizi membutuhkan sarana yaitu Modul Simulasi

Posyandu.

2) ASI Eksklusif membutuhkan sarana yaitu Buku Pedoman Kader

Posyandu.

3) Penyuluhan Gizi Seimbang membutuhkan sarana seperti: Poster,

leaflet, dan lembar balik.

lvii
Standar pelayanan untuk istirahat adalah tidur yang
membutuhkan sarana yaitu perlengkapan tidur.

Penjelasan di atas dapat dilihat seperti tabel berikut ini:

No. Komponen Standar Pelayanan Sarana


1. Makanan a. Pemberian makanan/ Piring, sendok,
Pokok minuman; gelas, dacin, KMS,
register.
b. Pemberian Paket Vitamin A, Sirup Fe,
Pertolongan Gizi; Kapsul Yodium.
c. PMT Penyuluhan; dan Buku Pedoman
Pembuatan Makanan
Lokal.
d. PMT Pemulihan. Home Economi Sets,
Paket PMT, Blended
Food.
2. Gizi a. Penyuluhan Gizi; Modul Simulasi
Posyandu.
b. ASI Eksklusif; dan Buku Pedoman
Kader Posyandu.
c. Penyuluhan Gizi Seimbang. Poster, leaflet,
lembar balik.
3. Istirahat Tidur. Perlengkapan tidur.
Tabel 2.1: Kebutuhan Pokok Anak (dalam Pedoman Penyelenggaraan
Pendidikan pada Taman Penitipan Anak, 2001:17)

Pemberian Makanan pada Bayi


Pelayanan pemberian makanan pada bayi harus disesuaikan
dengan usia bayi tersebut. Jenis makanan untuk anak berusia 1-4 bulan
adalah ASI. Jenis makanan untuk anak berusia 5 bulan adalah ASI dan
buah. Jenis makanan untuk anak berusia 6 bulan adalah ASI, buah,
bubur dan TIM. Jenis makanan untuk anak berusia 7-12 bulan adalah
ASI, buah, dan TIM.
Penjelasan di atas dapat dilihat seperti tabel berikut ini:
Umur/ 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Bulan
Jenis A A A A ASI ASI ASI ASI ASI ASI ASI ASI
Makan S S S S Buah Buah Buah Buah Buah Buah Buah Buah
an Bubur Tim Tim Tim Tim Tim Tim
I I I I Tim
Tabel 2.1a: Pemberian Makanan pada Bayi (dalam Pedoman Penyelenggaraan
Pendidikan pada Taman Penitipan Anak, 2001:22)

lviii
b. Pelayanan Perawatan Kesehatan Anak

Pelayanan perawatan kesehatan anak dapat dilakukan dengan

cara sebagai berikut:

1) Promotif: Cara merawat bayi di rumah

Standar pelayanannya antara lain: menjaga bayi tetap hangat,

memberikan ASI dini dan Eksklusif, mencegah infeksi, mengenali

tanda bahaya pada bayi, memelihara kebersihan diri, dan memelihara

kebersihan lingkungan anak. Sarana yang dibutuhkan adalah Buku

KIA (Kesejahteraan Ibu dan Anak), Modul TN BBLR (Pegangan

bagi Tenaga Kesehatan), Buku pegangan Kader Kesehatan, dan

Materi penyuluhan tentang pencegahan dan penenganan hipotermi

bayi, ASI Eksklusif, cara pemberian makanan pada bayi.

2) Promotif: Deteksi dini pertumbuhan dan perkembangan anak

Standar pelayanannya antara lain: mengenali secara dini

penyimpangan perkembangan serta mengenali cara stimulasi dan

intervensi. Sarana yang dibutuhkan adalah Buku Pedoman

Pemantauan Perkembangan Anak di tingkat keluarga, Lembar balik

poster, dan leaflet Tahapan Perkembangan Anak.

3) Penanggulangan Kecelakaan

Standar pelayanannya antara lain: Pencegahan serta penanggulangan

kecelakaan dan cidera. Sarana yang dibutuhkan adalah Buku

Pedoman Penanggulangan Kecelakaan dan Cidera pada Usia Balita

di rumah tangga.

lix
4) Preventif

Standar pelayanannya antara lain: Imunisasi lengkap pada bayi dan

anak, imunisasi TT pada ibu hamil, pemberian obat cacing,

pemeriksaan gigi dan mulut, pemeriksaan tubuh, dan Pemberian

vitamin A, B Komplek.

5) Kuratif

Standar pelayanannya antara lain: Pertolongan Pertama pada

Kecelakaan (P3K) dan Pertolongan Pertama pada Penyakit (P3P).

.Sarana yang dibutuhkan adalah obat-obat P3K, kotak obat,

tensoplast, gunting, obat merah, kapas, providon iqdine, dan verban.

Obat-obatan P3P seperti: obat turun panas, obat batuk putih, oralit,

gentian violet, salep hitam (Iontiol), Salep 2-4/ salep 88, dan Tetes

mata.

Penjelasan di atas dapat dilihat seperti tabel berikut ini:

No. Komponen Standar Pelayanan Sarana


1. Promotif: Cara a. Menjaga bayi tetap Buku KIA (Kesejahteraan
merawat bayi hangat; Ibu dan Anak); Modul TN
di rumah b. Memberikan ASI dini BBLR (Pegangan bagi
dan Eksklusif; Tenaga Kesehatan); Buku
c. Mencegah infeksi; pegangan Kader Kesehatan;
d. Mengenali tanda bahaya dan Materi penyuluhan
pada bayi; tentang pencegahan dan
e. Memelihara kebersihan penenganan hipotermi bayi,
diri; ASI Eksklusif, cara
f. Memelihara kebersihan pemberian makanan pada
lingkungan anak. bayi.
2. Promotif: a. Mengenali secara dini Buku Pedoman Pemantauan
Deteksi dini penyimpangan Perkembangan Anak di
pertumbuhan perkembangan; tingkat keluarga; dan
dan b. Mengenali cara stimulasi Lembar balik poster dan
perkembangan dan intervensi. leaflet Tahapan
anak Perkembangan Anak.

3. Penanggulang Pencegahan serta Buku Pedoman


an Kecelakaan penanggulangan Penanggulangan Kecelakaan

lx
kecelakaan dan cidera. dan Cidera pada Usia Balita
di rumah tangga.
4. Preventif a. Imunisasi lengkap pada Jadwal: Lihat tabel 2.2a.
bayi dan anak;
b. Imunisasi TT pada ibu
hamil;
c. Pemberian obat cacing; Obat cacing 6 bulan sekali
dengan petunjuk dokter.
d. Pemeriksaan gigi dan 3 s.d 6 bulan sekali.
mulut;
e. Pemeriksaan tubuh; 1 minggu s.d 1 bulan sekali.
f. Pemberian vitamin A, B 1 minggu sekali secara
Komplek, C bergantian.
5. Kuratif a. Pertolongan Pertama Obat-obat P3K, Kotak Obat,
pada Kecelakaan Tensoplast, Gunting, Obat
meliputi: luka lecet dan merah, Kapas, Providon
luka bakar; Iqdine, Verban.
b. Pertolongan Pertama Obat-obatan P3P seperti:
pada Penyakit (P3P), Obat turun panas, Obat
meliputi: panas/ demam, batuk putih, Oralit, Gentian
batuk pilek, diare, Violet, Salep hitam (Iontiol),
sariawan, infeksi kulit Salep 2-4/ salep 88, Tetes
(koreng, bisul, kadas, mata
kudis), dan mata merah.
Tabel 2.2: Pelayanan Perawatan Kesehatan Anak (dalam Pedoman
Penyelenggaraan Pendidikan pada Taman Penitipan Anak,
2001:18-19)

Jadwal Imunisasi pada Anak

Jenis imunisasi anak usia 0 bulan adalah hepatitis B. Jenis

imunisasi anak usia 2 bulan adalah BCG. Jenis imunisasi anak usia 3

bulan adalah DPT I dan Polio. Jenis imunisasi anak usia 4 bulan adalah

DPT II dan Polio. Jenis imunisasi anak usia 5 bulan adalah DPT III dan

Polio. Jenis imunisasi anak usia 9 bulan adalah Campak. Jenis

imunisasi anak usia 12 bulan adalah DPT IV dan Polio. Jenis imunisasi

anak usia 15 bulan adalah MMR (Muasles, Mumps, Rubella). Jenis

imunisasi anak usia 5 tahun adalah DPT V dan Polio. Jenis imunisasi

anak usia lebih dari 5 tahun adalah HiB dan Varicella (Cacar).

Penjelasan di atas dapat dilihat seperti tabel berikut ini:


Usia Jenis Imunisasi
0 bulan Hepatitis B

lxi
2 bulan BCG
3 bulan DPT I + Polio
4 bulan DPT II + Polio
5 bulan DPT III + Polio
9 bulan Campak/ meases
12 bulan DPT IV + Polio
15 bulan MMR (Muasles, Mumps, Rubella)
5 tahun DPT V + Polio
- HiB
- Varicella (Cacar)
Tabel 2.2a: Jadwal Imunisasi pada Anak (dalam Pedoman
Penyelenggaraan Pendidikan pada Taman Penitipan
Anak, 2001:23)

c. Pendidikan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat

Pelayanan Pendidikan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat

(PHBS) membutuhkan sarana Buku Pedoman/ Modul tentang PHBS.

Penjelasan di atas dapat dilihat seperti tabel berikut ini:

Standar Pelayanan Sarana


Pendidikan Perilaku Hidup Bersih dan Buku Pedoman/ Modul tentang PHBS
Sehat (PHBS)
Tabel 2.3: Pendidikan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) (dalam
Pedoman Penyelenggaraan Pendidikan pada Taman
Penitipan Anak, 2001:20)

d. Pendidikan Anak Usia Dini

Standar pelayanan Pendidikan Anak Usia Dini antara lain:

1) Pembentukan perilaku: moral, agama, displin, perasaan/ emosi, dan

kemampuan bermasyarakat.

2) Pengembangan kemampuan dasar: berbahasa, daya pikir, daya cipta,

keterampilan, dan jasmani.

Sarana yang dibutuhkan dalam pelayanan ini adalah buku

cerita, alat musik, radio, tape, TV, boneka, alat masakan, alat olah raga,

sikat gigi, alat pertukangan, gelas minum, balok bangunan, puzzle, alat

geometri, binatang mainan, kubus, kendaraan mainan, plastisin, alat-alat

lxii
menggambar, batu-batuan, alat meronce, gambar seri, biji-bijian, alat

untuk menganyam.

Penjelasan di atas dapat dilihat seperti tabel berikut ini:

Komponen Standar Pelayanan Sarana


Pendidikan Anak a. Pembentukan Perilaku: Buku cerita, alat musik,
Usia Dini Moral, agama, displin, radio, tape, TV, boneka,
perasaan/ emosi, dan alat masakan, alat olah
kemampuan bermasyarakat. raga, sikat gigi, alat
b. Pengembangan Kemampuan pertukangan, gelas minum,
Dasar: Berbahasa, daya pikir, balok bangunan, puzzle,
daya cipta, keterampilan, dan alat geometri, binatang
jasmani. mainan, kubus, kendaraan
mainan, plastisin, alat-alat
menggambar, batu-batuan,
alat meronce, gambar seri,
biji-bijian, alat untuk
menganyam.
Tabel 2.4: Pendidikan Anak Usia Dini (dalam Pedoman
Penyelenggaraan Pendidikan pada Taman Penitipan
Anak, 2001:20)

e. Layanan Bimbingan Sosial

Pelayanan bimbingan sosial diberikan kepada orang tua.

Pelayanan ini akan membantu orang tua dalam memantau pertumbuhan

dan perkembangan anak usia dini. Standar pelayanan yang diberikan

dapat berupa penyuluhan tentang:

1) Pertumbuhan dan perkembangan anak umum (3 bulan - 6 tahun).

2) Peranan orang tua dalam membina pertumbuhan dan perkembangan

anak.

3) Media interaksi (bermain, bercerita, menyanyi, menari).

4) Cara merangsang pertumbuhan dan perkembangan anak.

5) Pemantauan pertumbuhan dan perkembangan anak.

6) Rujukan kelainan pertumbuhan dan perkembangan anak.

lxiii
Sarana yang dibutuhkan dalam pelayanan ini adalah model

penyuluhan, buku pedoman, buku cara penggunaan APE, kartu tumbuh

kembang anak, booklet, leaflet, poster, dan APE.

Penjelasan di atas dapat dilihat seperti tabel berikut ini:

Komponen Standar Pelayanan Sarana


Pelayanan Penyuluhan: Model penyuluhan,
bimbingan sosial a. Pertumbuhan dan perkembangan buku pedoman, buku
membantu anak umum (3 bulan - 6 tahun); cara penggunaan APE,
pertumbuhan dan b. Peranan orang tua dalam kartu tumbuh kembang
perkembangan membina pertumbuhan dan anak, booklet, leaflet,
perkembangan anak; poster, dan APE.
c. Media interaksi (bermain,
bercerita, menyanyi, menari);
d. Cara merangsang pertumbuhan
dan perkembangan anak;
e. Pemantauan pertumbuhan dan
perkembangan anak;
f. Rujukan kelainan pertumbuhan
dan perkembangan anak.
Tabel 2.5: Layanan Bimbingan Sosial (dalam Pedoman
Penyelenggaraan Pendidikan pada Taman Penitipan
Anak, 2001:21)

3. Strategi Pembelajaran TPA

a. Pengertian Strategi Pembelajaran

Menurut Ensiklopedi Pendidikan, strategi adalah suatu seni

yaitu seni membewa pasukan ke dalam medan tempur dalam posisi

yang paling menguntungkan (dalam W. Gulo, 2002:2).

Dalam perkembangan selanjutnya strategi tidak lagi hanya

seni, tetapi sudah merupakan ilmu pengetahuan yang dapat dipelajari.

Dengan demikian istilah strategi yang diterapkan dalam dunia

pendidikan, khususnya dalam kegiatan belajar-mengajar adalah suatu

seni dan ilmu untuk membawakan pengajaran di kelas sedemikian

rupa sehingga tujuan yang telah ditetapkan dapat dicapai secara efektif

dan efisien.

lxiv
T. Raka Joni mengartikan strategi belajar adalah pola dan

urutan umum perbuatan guru-murid dalam mewujudkan kegiatan

belajar-mengajar (dalam W. Gulo, 2002:2).

Menurut J. R. David, strategi belajar-mengajar meliputi

rencana, metode, dan perangkat kegiatan yang direncanakan untuk

mencapai tujuan pengajaran tertentu (dalam W. Gulo, 2002:3).

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa:

1) Strategi belajar-mengajar adalah rencana dan cara-cara

membawakan pengajaran agar segala prinsip dasar dapat terlaksana

dan segala tujuan dapat dicapai secara efektif.

2) Cara-cara membawakan pengajaran itu merupakan pola dan urutan

umum perbuatan guru-murid dalam perwujudan kegiatan belajar-

mengajar.

3) Pola dan urutan umum perbuatan guru dan murid itu merupakan

suatu kerangka umum kegiatan belajar-mengajar yang tersusun

dalam suatu rangkaian bertahap menuju tujuan yang telah

ditetapkan.

Kadang-kadang strategi belajar-mengajar sering dikacaukan

dengan metode pengajaran. Strategi dapat diartikan sebagai rencana

kegiatan untuk mencapai sesuatu, sedangkan metode ialah cara untuk

mencapai sesuatu. Metode pengajaran termasuk dalam perencanaan

kegiatan atau strategi.

lxv
b. Strategi Pembelajaran TPA

Strategi dapat diartikan sebagai rencana kegiatan untuk

mencapai sesuatu. Strategi pembelajaran pada TPA dapat diartikan

sebagai pola dan urutan umum perbuatan pendidik dan anak balita

dalam mewujudkan kegiatan belajar-mengajar. Strategi pembelajaran

pada TPA dilakukan melalui tahapan-tahapan kegiatan.

Dalam Buletin PADU Vol. 2 No. 2 (Agustus 2003:34),

dituliskan:

“Tahapan-tahapan kegiatan dalam mengelola proses pembelajaran


adalah:
1. Pembukaan, berupa kegiatan pengantar atau pemanasan proses
pembelajaran yang berhubungan dengan tema, dengan kegiatan
antara lain memusatkan perhatian anak melalui salam, berdoa
dan/ atau bernyayi, serta bercakap-cakap dengan anak tentang
tema yang akan diberikan pada hari itu.
2. Kegiatan Inti, berupa kegiatan bermain yang dipilih sesuai
dengan kemampuan yang hendak dicapai melalui: a) Kegiatan
yang mengacu pada tema; b) Kegiatan bermain yang memberi
kesempatan kepada anak untuk bereksplorasi dan
bereksperimen; c) Kegiatan yang meningkatkan konsep atau
pengertian dan konsentrasi; d) Kegiatan yang dapat dipilih anak
untuk memunculkan inisiatif, krativitas, dan kemandirian anak;
e) Kegiatan yang dapat mengembangkan kebiasaan bekerja yang
baik; dan f) Kegiatan yang dapat digunakan untuk membantu
anak yang masih membutuhkan pertolongan dalam mencapai
kemampuan yang hendak dicapai. Termasuk dalam kegiatan ini
adalah kegiatan bermain bebas, dimana anak dibebaskan untuk
bermain, di dalam maupun di luar ruangan dengan tetap dalam
pengawasan guru/ pamong belajar.
3. Istirahat/ makan, yang biasanya berkaitan dengan kegiatan
makan bersama dengan melatihkan kebiasaan makan yang benar
dan/ atau dimanfaatkan untuk kegiatan bermain bebas dalam
pengawasan guru/ tutor.
4. Penutup, yang diisi dengan kegiatan yang bersifat menenangkan
anak disamping menyimpulkan kegiatan hari itu. Kegiatan yang
dapat dilakukan pada tahapan ini antara lain membacakan cerita,
apresiasi seni, dan ditutup dengan kegiatan menyanyi, berdoa,
dan salam.”

lxvi
4. Model Pendidikan dan Pengasuhan TPA

a. Model Pendidikan TPA

1) Program Pendidikan

Program pendidikan yang dipergunakan adalah Kurikulum

Program Pendidikan pada Taman Penitipan Anak yang diterbitkan

oleh Departemen Pendidikan Nasional. Selain itu lembaga Taman

Penitipan Anak dapat melaksanakan program pendidikan yang

dibuat sendiri oleh lembaga sesuai dengan kebutuhan setempat.

Baik program pendidikan yang diterbitkan oleh Departemen

Pendidikan Nasional maupun yang dibuat sendiri oleh lembaga

harus dituangkan dalam sebuah rencana tahunan yang

mengintergasikan keduanya.

2) Prinsip-prinsip Pendidikan

Program pendidikan dibangun berdasarkan prinsip-prinsip

pendidikan anak secara tepat, bertahap, berulang, dan terpadu.

Bertahap adalah mengikuti tahapan perkembangan usia anak

(developmentally apropriate practice) usia 3 bulan s.d 3 tahun dan

untuk 3 tahun s.d 4 tahun. Berulang artinya latihan/ stimulasi

diberikan secara berulang-ulang (anak memerlukan pengulangan

dalam belajar). Terpadu adalah mengintegrasikan seluruh aspek

pengembangan anak (pembentukan perilaku melalui pembiasaan

dan pengembangan kemampuan dasar).

lxvii
Program pendidikan disesuaikan dengan usia, minat,

kemampuan, bakat, dan tingkat perkembangan yang berbeda-beda

pada setiap anak secara individual.

Program pendidikan menekankan proses interaksi dengan

orang dewasa, teman sebaya, dan benda-benda sekitarnya.

Program pendidikan dikembangkan untuk memberikan

kesempatan anak untuk berpartisipasi aktif melalui kegiatan

permainan (menyentuh, mengenal, dan mencoba benda-benda).

Program pendidikan memberikan pengalaman nyata bagi

anak sehingga anak termotivasi dan memperoleh pengalaman

belajar bermakna.

3) Proses Pendidikan

Proses pendidikan dalam satu hari minimal 2 (dua) jam @ 45 menit

atau disesuaikan dengan kebutuhan, situasi, dan kondisi anak.

Proses pendidikan dalam satu minggu minimal 3 (tiga) kali

pertemuan atau dapat dikembangkan sesuai dengan kebutuhan,

situasi, dan kondisi anak.

4) Pengelolaan Proses Pendidikan

Kegiatan yang dilakukan dalam mengelola proses bermain sambil

belajar adalah perumusan tujuan program pendidikan,

mengarahkan proses pendidikan, penggunaan metode yang tepat,

dan perumusan pencapaian kompetensi.

lxviii
5) Metode Pendidikan

Metode pokoknya adalah bermain yang merupakan

metode Pendidikan Anak Usia Dini. Pemilihan metode bermain

dimaksudkan untuk menarik minat anak menuju ke arah belajar.

Selain itu ada metode pelengkap antara lain: metode

latihan, bercerita atau mendongeng, nyanyian, piknik/ wisata,

penugasan, dan bermain peran.

6) Penyiapan Sarana Pendidikan

Sarana pendidikan disiapkan sesuai dengan tema. Sarana yang

digunakan dapat memanfaatkan bahan yang tersedia di sekitarnya.

7) Penilaian Pendidikan

Penilaian pendidikan dilaksanakan setiap empat bulan sekali

(caturwulan) dan prosesnya didasarkan pada pencapaian

perkembangan anak. Penilaian berupa “laporan perkembangan

anak” dalam bentuk uraian tentang perkembangan anak yang telah

dicapai pada setiap pertemuan yang dilaporkan kepada orang tua

dalam waktu tertentu. Dasar penilaian mengacu pada hasil karya

dan kegiatan anak selama proses pendidikan secara kontinu.

b. Model Pengasuhan TPA

Model pengasuhan TPA ada dua yaitu pelayanan langsung

dan tidak langsung. Model pelayanan langsung menurut Pedoman

Kesejahteraan Sosial Anak Usia Dini (1998:12) adalah pelayanan

yang diberikan langsung kepada anak usia dini atau keluarga untuk

lxix
memenuhi kebutuhan dasar anak dan terwujudnya hak-hak asasi anak

(dalam Catur Sri Sapanta, 2003:25). Model pelayanan langsung ini

dapat diselenggarakan sebagai:

1) Pelayanan Pengganti Keluarga (Subtitute)

Pelayanan pengganti keluarga diberikan kepada anak usia dini yang

dikarenakan orang tua atau keluarganya tidak lagi mampu

memberikan pelayanan dan memenuhi kebutuhan anaknya, baik

secara sementara ataupun peranan selamanya.

2) Pelayanan Tambahan (Suplement)

Pelayanan tambahan diberikan kepada anak usia dini sebagai

pelayanan tambahan atas pelayanan yang telah diberikan orang tua

atau keluarganya. Pelayanan tambahan diberikan kepada anak

dalam upaya menunjang perkembangan anak.

3) Pelayanan Penguat Fungsi Keluarga (Supertive)

Pelayanan ini diberikan kepada orang tua atau keluarga melalui

lembaga bantuan informasi, ekonomi, maupun bantuan sosial.

Sebagai upaya untuk meningkatkan kemampuan orang tua atau

keluarga dalam memberikan pelayanan kepada anak usia dini.

Pelayanan ini dilakukan dalam program-program pelayanan seperti

Bina Keluarga Balita (BKB) dan konsultasi keluarga.

4) Pelayanan Perlindungan (Protective)

Pelayanan perlindungan diberikan kepada anak usia dini yang

dirawat oleh keluarganya sendiri atau keluarga pengganti dan

lxx
pengasuh agar anak terjamin, terlindungi dari tindakan serta situasi

yang memberikan kebahagiaan anak.

Sedangkan model pelayanan tidak langsung adalah segala

upaya yang diarahkan kepada penciptaan dan perbaikan sistem

pelayanan anak usia dini.

Dari pengertian tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa

pelayanan langsung itu dapat dirasakan oleh anak dan pelayanan

langsung tersebut sebagai pelayanan pengganti keluarga, tambahan,

memperkuat fungsi keluarga, dan perlindungan. Sedangkan pelayanan

tidak langsung yaitu hal-hal yang mendukung pelayanan langsung

seperti analisis kebijakan, penataan administrasi, penataan

manajemen, dan sistem informasi pelayanan.

c. Matrik Model Pendidikan dan Pengasuhan TPA

Penjelasan di atas dapat dilihat seperti tabel berikut ini:

Model Pendidikan TPA Model Pengasuhan


Anak
1. Program Pendidikan 1. Model Pelayanan
a. Sesuai dengan Kurikulum Program Pendidikan Langsung
pada TPA yang diterbitkan oleh Departemen Pelayanan
Pendidikan Nasional. pengganti keluarga,
b. Lembaga TPA dapat melaksanakan program tambahan, penguat
pendidikan yang dibuat sendiri sesuai dengan fungsi keluarga,
kebutuhan setempat. dan perlindungan.
c. Harus dituangkan dalam sebuah rencana tahunan 2. Model Pelayanan
yang mengintergasikan keduanya. tidak Langsung
2. Prinsip-prinsip Pendidikan Segala upaya yang
a. Dibangun berdasarkan prinsip-prinsip pendidikan diarahkan kepada
anak secara tepat, bertahap, berulang, dan penciptaandan
terpadu. perbaikan sistem
b. Disesuaikan dengan usia, minat, kemampuan, pelayanan bagi
bakat, dan tingkat perkembangan anak. anak usia dini.
c. Penekanannya pada proses interaksi dengan
orang dewasa, teman sebaya, dan benda-benda
sekitarnya.
d. Dikembangkan untuk memberikan kesempatan
anak untuk berpartisipasi aktif melalui kegiatan

lxxi
permainan (menyentuh, mengenal, dan mencoba
benda-benda).
e. Memberikan pengalaman nyata bagi anak.
3. Proses Pendidikan
a. Minimal 2 jam @ 45 menit per hari.
b. Minimal 3 kali pertemuan per minggu.
c. Disesuaikan dengan kebutuhan, situasi, dan
kondisi anak.
4. Pengelolaan Proses Pendidikan
a. Merumuskan tujuan program pendidikan.
b. Mengarahkan proses pendidikan.
c. Menggunakan metode yang tepat.
d. Merumuskan pencapaian kompetensi.
5. Metode Pendidikan
a. Metode Pokok: Bermain
b. Metode Pelengkap: metode latihan, bercerita atau
mendongeng, nyanyian, piknik/ wisata,
penugasan, dan bermain peran.
6. Penyiapan Sarana Pendidikan
a. Disesuaikan dengan tema.
b. Dapat memanfaatkan bahan yang tersedia di
sekitarnya.
7. Penilaian Pendidiakan
a. Setiap empat bulan sekali (caturwulan).
b. Berdasarkan pada pencapaian perkembangan
anak.
c. Laporan perkembangan anak dalam bentuk
uraian tentang perkembangan anak yang telah
dicapai pada setiap pertemuan yang dilaporkan
kepada orang tua dalam waktu tertentu.
d. Mengacu pada hasil karya dan kegiatan anak
selama proses pendidikan secara kontinu.

Tabel 2.6: Model Pendidikan dan Pengasuhan pada Taman Penitipan


Anak

5. Sistem Pengelolaan TPA

Pengelolaan lembaga TPA pada prinsipnya terdapat dua


pengertian yang berbeda yaitu:
a. Sistem tertutup merupakan bagian yang tidak dipengaruhi dan tidak

berinteraksi dengan lingkungan mereka; dan

b. Sistem terbuka yaitu dimana lembaga mengakui adanya interaksi

diantara bagian-bagian dalam sistem tersebut dengan lingkungan

mereka.

lxxii
Relevansi pengelolaan dalam penyelenggaraan lembaga TPA
ialah mengikuti sistem terbuka, dengan sistem ini diharapkan adanya
kejelasan antara input, transformasi dan output yang menjadi target dari
lembaga, sehingga sangat memungkinkan lembaga dapat berkembang dan
diterima masyarakat disamping memudahkan dalam memberikan
pembinaan.
Analisis penyelenggaraan TPA sebagai sistem organisasi
terbuka dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Masukan yang diperlukan:

1) Bahan berkenaan dengan alat dan perlengkapan yang diperlukan

dalam penyelenggaraan TPA antara lain: alat tulis kantor,

perlengkapan, dan peralatan pendidikan.

2) Sumber daya manusia berkenaan dengan upaya sebagai

penyelengara administrasi dan ketatausahaan, pendidikan,

perawatan, dan pengasuhan.

3) Modal berkenaan dengan biaya-biaya yang diperlukan; honorarium,

alat tulis kantor, perlengkapan, dan bahan-bahan lain yang

diperlukan untuk penyelengaraan TPA.

4) Teknologi berkenaan teknik-teknik yang diperiukan untuk

pembelajaran pada TPA seperti teknik dan metode pembelajaran

Montesori, teknik dan metode Hanaika, teknik dan metode Al-Falah

yang memadukan teknik dan metode belajar dan bernafaskan Islam,

teknik dan metode High Scope.

5) Informasi berkenaan dengan penyelenggaraan antara

lain: ijin penyelenggaraan TPA, koordinasi pembinaan

lxxiii
kelembagaan, dan penyelenggaraan pendidikan secara holistik

antara kesehatan, gizi serta pendidikan, bagaimana lembaga tersebut

dikenal oleh masyarakat luas, bagaimana menyelenggarakan TPA

yang relevan dengan sasaran dan kebutuhan lingkungan setempat.

b. Trasformasi sebagai bentuk mengaktualisasikan kegiatan-kegiatan

penyelenggaraan TPA melalui:

1) Kegiatan keorganisasian berkaitan dengan sistem administrasi dan

ketatausahaan maupun penyelenggaraan program pembelajaran

yang dapat mengoptimalkan potensi peserta didik.

2) Kegiatan manajemen berkaitan dengan perencanaan

penyelenggaraan TPA, menyusun organisasi yang sesuai dengan

kebutuhan lembaga, menentukan figur kepemimpinan serta

melakukan pengawasan terhadap sumber daya lembaga

penyelenggaraan proses belajar, hasil yang dicapai, penentuan

sumber pembiayaan dan pengeluaran pembiayaan lembaga.

3) Teknologi dan metode dalam penyelenggaraan TPA berkenaan

dengan teknik dan metode pembelajaran yang akan diterapkan,

sarana dan alat pendidikan yang digunakan.

c. Keluaran berkaitan dengan produk yang dihasilkan oleh lembaga TPA

baik dalam bentuk catatan hasil belajar maupun karya dari proses

pembelajaran tersebut, hasil yang bersifat manusiawi sebagaimana

diaplikasikan dalam bentuk perilaku dan interaksi dengan

lingkungannya.

lxxiv
(online: www.plsp.go.id)

Anak Usia Dini

1. Pengertian Anak Usia Dini

Anak adalah seorang individu yang unik dan akan berkembang


sesuai dengan kemampuannya sendiri (Elizabeth G. Hainstock, 2002:4).
Anak Usia Dini (0-8 tahun) adalah individu yang sedang
mengalami proses pertumbuhan dan perkembangan yang sangat pesat.
Bahkan dikatakan sebagai lompatan perkembangan. Usia dini dapat
dikatakan sebagai usia emas (golden age) yaitu usia yang sangat berharga
dibanding usia-usia selanjutnya (Hibana S. Rahman, 2002:32).
Usia prasekolah dimaksudkan sebagai usia dimana anak belum
memasuki suatu lembaga pendidikan formal seperti Sekolah Dasar (SD).
Biasanya mereka tetap tinggal di rumah atau mengikuti kegiatan dalam
berbagai bentuk lembaga pendidikan prasekolah seperti Kelompok
Bermain, Taman Kanak-kanak atau Taman Pengasuhan Anak (Kak Seto,
2004:31).
2. Karakteristik Perkembangan Anak Usia Dini

Menurut Hibana S. Rahman (2002:32-36), secara rinci


karakteristik perkembangan anak usia dini sebagai berikut:
a. Usia 0-1 tahun, beberapa karakteristik anak usia bayi dapat dijelaskan

antara lain: 1) Mempelajari keterampilan motorik mulai dari berguling,

merangkak, duduk, berdiri, dan berjalan; 2) Mempelajari keterampilan

menggunakan panca indera; 3) Mempelajari komunikasi sosial.

b. Usia 2-3 tahun, beberapa karakteristik khusus yang dilalui anak usia ini

antara lain: 1) Anak sangat aktif mengeksplorasi benda-benda yang ada

lxxv
disekitarnya; 2) Anak mulai mengembangkan kemampuan berbahasa;

3) Anak mulai belajar mengembangkan emosi.

c. Usia 4-6 tahun, memiliki karakteristik antara lain: 1) Berkaitan dengan

perkembangan fisik, anak sangat aktif melakukan berbagai kegiatan; 2)

Perkembangan bahasa semakin baik; 3) Perkembangan kognitif (daya

pikir) sangat pesat, ditunjukkan dengan rasa ingin tahu anak yang luar

biasa terhadap lingkungan sekitar; 4) Bentuk permainan anak masih

bersifat individu, bukan permainan sosial.

d. Usia 7-8 tahun, karakteristik anak usia ini antara lain: 1)

Perkembangan kognitif anak masih berada pada masa yang cepat; 2)

Perkembangan sosial, anak mulai melepaskan diri dari otoritas orang

tuanya; 3) Anak mulai menyukai permainan sosial yang melibatkan

banyak orang dengan saling berinteraksi; 4) Perkembangan emosi

sudah mulai terbentuk dan tampak sebagai bagian dari kepribadian

anak.

3. Tugas Perkembangan Anak Usia Dini

Tugas perkembangan adalah kegiatan atau tugas-tugas yang


dapat dilakukan oleh anak. Bayi memiliki tugas perkembangan yang lebih
sederhana daripada orang dewasa. Tugas perkembangan tersebut semakin
berkembang sejalan dengan bertambahnya usia.
Menurut Slamet Suyanto (2003:81-85), tugas-tugas
perkembangan anak sebagai berikut:
a. Usia 0-6 bulan

lxxvi
Menunjukkan gerak refleks survival.

Mengenali pengasuhnya.

Menunjukkan komunikasi wajah, tersenyum, tertawa, bersuara.

Tangan mencoba meraih benda di depannya.

Memegang mainan dan menggoyangkannya.

Memegang benda dengan dua tangan dan memasukannya ke mulut.

b. Usia 7 bulan - 1 tahun

1) Mampu memegang dan meggerakkan objek.

2) Koordinasi mata dan tangan sudah baik.

3) Mampu membedakan orang tuanya/ keluarga dekat dengan orang

asing.

4) Mampu duduk di lantai dengan baik.

5) Mulai merangkak untuk mengambil objek.

6) Mulai menunjukkan kemampuan mencari objek yang

disembunyikan.

7) Mengambil dan melempar objek dan menyukai suara objek ketika

jatuh.

8) Menunjuk dan meminta sesuatu dengan bahasa tangan dan bunyi.

9) Mulai bisa berjalan dengan dibantu.

10) Mulai berdiri dan berjalan sendiri.

c. Usia 1-2 tahun

1) Mulai lancer berjalan dan tidak mau berhenti berjalan.

2) Belajar mengenal benda-benda secara intensif.

lxxvii
3) Mulai mengembangkan memori jangka pendek dan jangka panjang.

4) Memegang pensil dengan semua jari dan mulai mencorat-coret.

5) Mulai tertarik dengan gambar pada buku.

6) Membalik-balik halaman buku (banyak halaman dalam sekali

membalik).

7) Mengambil dan melempar benda-benda seperti bola.

8) Mulai menunjukkan kemampuan komunikasi.

9) Mulai mengenal nama panggilannya.

10) Bisa menunjukkan “papa” dan “mama”nya.

11) Mulai berinteraksi dengan anak lain yang lebih dewasa.

12) Bisa menarik dan membawa mainannya.

13) Dapat menaiki trap dan menunjukkan keseimbangan badan.

14) Menyukai benda-benda yang berbunyi.

15) Mulai senang berlari dan menendang bola.

d. Usia 2-5 tahun

1) Mulai menirukan apa yang dilakukan orang dewasa.

2) Motorik halus mulai berkembang pesat.

3) Mulai belajar memakai benda-benda seperti topi, sepatu besar, atau

kaca mata menirukan orang dewasa.

4) Mulai bermain peran sendiri, misalnya meniru telepon.

5) Mulai belajar makan dan minum sendiri.

6) Menata benda-benda ditumpuk ke atas.

lxxviii
7) Mulai belajar melempar bola.

8) Mulai bicara satu kata.

9) Menunjukkan koordinasi bilateral yang baik.

10) Menunjukkan koordinasi yang baik antar organ.

11) Menunjukkan kemampuan bermain peran, seperti memandikan

boneka sebagai memandikan adik.

12) Bermain paralel.

13) Menunjukkan perkembangan bahasa yang cepat.

14) Menggambar pada kanvas.

15) Berkomunikasi dengan anak lain sebagai wujud perkembangan

sosial.

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Penelitian

Agar peneliti dapat mendeskripsikan secara jelas dan rinci serta

mendapatkan data yang mendalam dari fokus penelitian, maka penelitian ini

menggunakan pendekatan kualitatif. Menurut Nawawi dan Martina (dalam

Sutrisno, 2004:70) menyebutkan bahwa penelitian kualitatif dilakukan

lxxix
dengan menghimpun data dalam keadaan sewajarnya, mempergunakan cara

kerja yang sistematis, terarah, dan dapat dipertanggungjawabkan sehingga

tidak kehilangan sifat ilmiahnya.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif karena bersifat

deskriptif dan data yang dikumpulkan berupa kata-kata, gambar, bukan

angka-angka.

B. Rancangan Penelitian

Untuk mengetahui secara rinci tentang “Pola Pembelajaran Taman

Penitipan Anak di Taman Balita Klub Merby”, maka penelitian ini dirancang

dengan menggunakan rancangan studi kasus. Kasus dalam penelitian ini

dilaksanakan di Taman Balita Klub Merby dengan alamat Jl. Pandanaran II/

2D Semarang.

Studi kasus adalah salah satu metode penelitian ilmu-ilmu sosial.

Untuk menunjukkan ciri yang sesungguhnya dari strategi studi kasus,

terutama ciri-ciri yang dapat membedakannya dari strategi yang lain, maka

Yin (1984a, 1981b) dalam Robert K. Yin (2003:18) memberikan definisi


67
yang lebih teknis, yaitu:

“Studi kasus adalah suatu inkuiri empiris yang menyelidiki fenomena


di dalam konteks kehidupan nyata bilamana batas-batas antara
fenomena dan konteks tak tampak dengan tegas dan dimana multi
sumber bukti dimanfaatkan”.

Menurut Agus Salim (2001:93), studi kasus adalah suatu pendekatan

untuk mempelajari, menerangkan, atau menginterpretasikan suatu kasus

(case) dalam konteksnya secara natural tanpa adanya intervensi dari pihak

luar. Inti studi kasus yaitu kecenderungan utama diantara semua ragam studi

lxxx
kasus adalah bahwa studi kasus ini berusaha untuk menyoroti suatu keputusan

atau seperangkat keputusan.

Menurut Moch. Nazir (1988), dilihat dari tujuannya, penelitian studi

kasus adalah untuk memberikan gambaran secara mendetail tentang latar

belakang, sifat-sifat serta karakter yang khas dari kasus, ataupun status dari

individu yang kemudian dari sifat-sifat khas tersebut akan dijadikan hal yang

bersifat umum (dalam Sutrisno, 2004:71).

Beranjak dari fokus penelitian ini, maka “Pola Pembelajaran Taman

Penitipan Anak di Taman Balita Klub Merby” adalah sistem atau cara kerja

dari suatu peristiwa atau kegiatan yang dilakukan oleh pendidik dan pengasuh

Taman Balita Klub Merby sebagai TPA dalam kaitannya memberikan

pendidikan dan pengasuhan.

C. Setting Penelitian

Di Semarang ada beberapa TPA, antara lain: TPA Melati (milik

UNDIP) di lingkungan kampus UNDIP Pleburan, TPA Mardi Waluyo di Jl.

Pandanaran, dan Taman Balita Klub Merby di Jl. Pandanaran II/ 2D.

Penelitian ini dilakukan pada taman penitipan anak yang bernama

Taman Balita Klub Merby dengan alamat Jl. Pandanaran II/ 2D Semarang

karena ada beberapa alasan dan kriteria yang perlu diperhatikan. Alasannya

Taman Balita Klub Merby merupakan taman penitipan anak yang tidak hanya

memberikan pelayanan pengasuhan anak di bawah lima tahun (balita) saja

tetapi anak balita juga mendapatkan pelayanan pendidikan. Hal tersebut

lxxxi
merupakan salah satu kelebihan dari Taman Balita Klub Merby. Kelebihan-

kelebihan yang lain:

1. Memberikan pelayanan pendidikan dan pengasuhan bagi balita untuk

menjadi balita yang mandiri melalui program bermain yang edukatif;

2. Para balita di bawah pengawasan dokter dan psikolog;

3. Disediakan Mother’s Room bagi para orang tua yang ingin berkonsultasi

kepada pendidik, pengasuh, dokter, dan psikolog mengenai perkembangan

balita mereka;

4. Arena bermain yang luas, bersih, nyaman, dan tenang;

5. Taman Balita Klub Merby terletak di pusat kota yaitu Jl. Pandanaran II/

2D Semarang.

Kriteria-kriterianya, antara lain: berorientasi pada kebutuhan anak,

belajar melalui bermain, kreatif dan inovatif, lingkungan yang kondusif,

menggunakan pembelajaran terpadu, mengembangkan keterampilan hidup,

menggunakan berbagai media dan sumber belajar, pembelajaran yang

berorientasi pada prinsip-prinsip perkembangan anak, dan stimulasi terpadu.

D. Subyek Penelitian

Subyek dalam penelitian ini adalah:

1. Koordinator Pelaksana Taman Balita Klub Merby, yang berjumlah satu

orang.

2. Pendidik Taman Balita Klub Merby, yang berjumlah dua orang.

3. Pengasuh Taman Balita Klub Merby, yang berjumlah dua orang.

lxxxii
4. Orang Tua Anak Balita, peneliti mengambil sampel dua orang tua anak

balita.

E. Fokus Penelitian

Menurut Lexy S. Moleong (2002:62-63), masalah dalam penelitian

kualitatif dinamakan fokus. Perumusan fokus atau masalah dalam penelitian

kualitatif bersifat tentatif, artinya penyempurnaan rumusan fokus atau masalah

itu masih tetap dilakukan sewaktu peneliti sudah berada di latar penelitian.

Dengan kata lain fokus dalam penelitian kualitatif masih bersifat sementara,

tentatif dan akan berkembang atau berganti setelah peneliti berada di

lapangan.

Dalam penelitian ini, fokus penelitian berisi pokok kajian yang

menjadi pusat perhatian, adalah:

1. Pola pembelajaran taman penitipan anak di Taman Balita Klub Merby

yang meliputi aspek-aspek: tujuan, bahan pembelajaran, kegiatan belajar

mengajar, metode, alat/ media belajar, sumber belajar, dan evaluasi.

2. Faktor pendukung dan faktor penghambat dari pola pembelajaran taman

penitipan anak di Taman Balita Klub Merby.

F. Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan beberapa

metode, antara lain:

1. Metode Observasi atau Pengamatan

lxxxiii
Di dalam pengertian psikologik, observasi atau yang disebut pula

pengamatan, meliputi kegiatan pemuatan perhatian terhadap sesuatu objek

dengan menggunakan seluruh alat indera (Suharsimi Arikunto, 1998:146).

Sanapiah Faisal (1990) dalam Sugiyono (2005:64),

mengklasifikasikan observasi menjadi observasi berpartisipasi

(participant observation), observasi yang secara terang-terangan dan

tersamar (overt obsevation and covert observation), dan observasi yang

tak berstruktur (unstructured observation).

Selanjutnya Spradley dalam Susan Stainback (1988) membagi

observasi berpartisipasi menjadi empat yaitu: pasive participation,

moderate participation, active participation, and complete participation

(dalam Sugiyono, 2005:64). Untuk memudahkan pemahaman tentang

bermacam-macam observasi, maka dapat digambarkan seperti gambar

berikut:

Observasi Observasi yang pasif


partisipati
Observasi yang moderat
Macam-
Observasi terus
macam
Observasi yang pasif
Observa
terang &
Observasi yang lengkap
Observasi
tak
Gambar 3.1: Macam-macam teknik observasi (dalam Sugiyono,
2005:65).

Dalam penelitian ini, peneliti akan menggunakan observasi

partisipatif, dimana peneliti terlibat dalam kegiatan sehari-hari Taman

lxxxiv
Balita Klub Merby. Selain melakukan pengamatan, peneliti ikut

melakukan apa yang dikerjakan pendidik dan pengasuh serta ikut

merasakan suka dukanya. Dalam observasi ini, peneliti mengamati apa

yang dikerjakan orang, mendengarkan apa yang mereka ucapkan, dan

berpartisipasi dalam aktivitas mereka.

Observasi partisipan dimaksudkan untuk memperoleh data yang

lengkap dan rinci melalui pengamatan yang seksama dengan melibatkan

diri dan berpartisipasi dalam fokus yang sedang diteliti. Dengan observasi

partisipan ini, maka data yang diperoleh akan lebih lengkap, tajam, dan

sampai mengetahui pada tingkat makna dari setiap perilaku yang nampak.

Menurut Robert K. Yin (2003:113-114), observasi partisipan

adalah suatu bentuk observasi khusus dimana peneliti tidak hanya menjadi

pengamat pasif, melainkan juga mengambil berbagai peran dalam situasi

tertentu dan berpartisipasi dalam peristiwa-peristiwa yang akan diteliti.

Menurut Spradley dalam Sugiyono (2005:68-69), obyek penelitian

dalam penelitian kualitatif yang diobservasi dinamakan situasi sosial, yang

terdiri atas tiga komponen yaitu place (tempat), actor (pelaku), dan

activities (aktivitas). Tiga elemen tersebut dapat diperluas sehingga apa

yang dapat kita amati adalah:

a. Space: ruang dalam aspek fisiknya.

b. Actor: semua orang yang terlibat dalam situasi sosial.

c. Activity: seperangkat kegiatan yang dilakukan orang.

d. Object: benda-benda yang terdapat di tempat itu.

lxxxv
e. Act: perbuatan atau tindakan-tindakan tertentu.

f. Event: rangkaian aktivitas yang dikerjakan orang-orang.

g. Time: urutan kegiatan.

h. Goal: tujuan yang ingin dicapai orang-orang.

i. Feeling: emosi yang dirasakan dan diekspresikan oleh orang-orang.

Dalam penelitian ini, obyek penelitian yang akan diobservasi

sebagai berikut:

a. Space: Lingkungan fisik Taman Balita Klub Merby.

b. Actor: Koordinator Pelaksana, Pendidik, Pengasuh, dan Orang tua Anak

Balita.

c. Activity: Pelaksanaan KBM, penggunaan metode, dan sistem evaluasi.

d. Object: Pengadaan bahan belajar, alat/ media belajar, dan sumber

belajar.

e. Act: Pelaksanaan strategi pembelajaran, model pendidikan dan

pengasuhan TPA.

f. Event: Aktivitas para orang tua anak balita.

g. Time: Urutan kegiatan TPA/ jadwal TPA.

h. Goal: Visi dan misi TBKM, tujuan dan alasan orang tua menitipkan

anak balitanya di Taman Balita Klub Merby.

i. Feeling: Kondisi perasaan Koordinator Pelaksana, Pendidik, Pengasuh,

Orang tua anak balita serta anak balita.

Menurut Spradley dalam Sugiyono (2005:69), tahapan observasi

ada tiga yaitu: a. Observasi Deskriptif, b. Observasi Terfokus, dan c.

lxxxvi

1 2 3
Observasi Terseleksi. Tahapan observasi dapat digambarkan sebagai

berikut:

Tahap Deskripsi Tahap Reduksi Tahap Seleksi


Memasuki situasi Menentukan Fokus: Mengurai Fokus:
Memilih diantara yang telah Menjadi komponen yang
dideskripsikan lebih rinci
sosial: ada tempat,

aktor, aktivitas.

Gambar 3.2: Tahap Observasi menurut Spradley (1980) dalam Sugiyono


(2005:70)

Dalam penelitian ini, peneliti melakukan observasi pertisipan

dengan tahapan sebagai berikut:

a. Observasi Deskriptif

Observasi deskriptif dilakukan peneliti pada saat memasuki situasi

sosial tertentu sebagai obyek penelitian. Pada tahap ini peneliti belum

membawa masalah yang akan diteliti, maka peneliti melakukan

penjelajahan umum dan menyeluruh, melakukan deskripsi terhadap

semua yang dilihat, didengar, dan dirasakan. Semua data direkam, oleh

karena itu hasil dari observasi ini disimpulkan dalam keadaan yang

belum tertata dan peneliti menghasilkan kesimpulan pertama. Bila

lxxxvii
dilihat dari segi analisis maka peneliti melakukan analisis domain,

sehingga mampu mendeskripsikan terhadap semua yang ditemui.

b. Observasi Terfokus

Pada tahap ini peneliti melakukan suatu observasi yang telah

dipersempit untuk difokuskan pada aspek tertentu yaitu aspek-aspek:

tujuan, bahan pembelajaran, kegiatan belajar mengajar, metode, alat/

media belajar, sumber belajar, dan evaluasi. Observasi ini dinamakan

observasi terfokus karena pada tahap ini peneliti melakukan analisis

taksonomi sehingga dapat menemukan fokus, yaitu pola pembelajaran

TPA di Taman Balita Klub Merby serta faktor pendukung dan

penghambat dari pola pembelajaran tersebut.

c. Observasi Terseleksi

Pada tahap observasi ini, peneliti telah menguraikan fokus yang

ditemukan sehingga datanya lebih rinci. Dengan melakukan analisis

komponensial terhadap fokus, maka tahap ini penelititelah menemukan

karakteristik, kontras-kontras/ perbedaan dan kesamaan antar kategori

dengan kategori lain. Pada tahap ini peneliti menemukan pemahaman

yang mendalam.

2. Metode Wawancara

Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu.

Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer)

lxxxviii
yang mengajukan pertanyaan dan yang diwawancarai (interviewee) yang

memberikan jawaban atas pertanyaan itu (Lexy J. Moleong, 2002:135).

Dalam penelitian ini, peneliti sebagai pewawancara (interviewer) akan

melakukan wawancara secara langsung dengan pihak yang diwawancarai

(interviewee) yaitu koordinator pelaksana, pendidik, pengasuh, dan orang

tua anak balita.

Adapun jenis wawancara yang akan digunakan oleh peneliti

adalah pembagian wawancara yang dikemukakan oleh Guba dan Lincoln

(1981:160-170) dalam Dr. Lexy J. Moleong, M. A (2002:137-138) yaitu:

a. Wawancara Terbuka

Dalam wawancara terbuka para subjek tahu bahwa mereka sedang

diwawancarai dan mengetahui pula apa maksud wawancara itu. Dalam

wawancara terbuka ini, para subjek penelitian mengetahui bahwa

dirinya sedang diwawancarai, karena sebelum wawancara berlangsung

peneliti meminta ijin kepada Pimpinan Taman Balita Klub Merby

untuk mengadakan wawancara.

b. Wawancara Tersruktur

Wawancara terstruktur adalah wawancara yang pewawancaranya

menetapkan sendiri masalah dan pertanyaan-pertanyaan yang akan

diajukan. Semua subjek mempunyai kesempatan yang sama untuk

menjawab pertanyaan yang diajukan. Sebelum mengadakan

wawancara dengan subjek penelitian, peneliti telah membuat dan

menetapkan masalah dan pertanyaan-pertanyaan yang akan diajukan.

lxxxix
Pelaksanaan metode wawancara ini dilakukan selama penelitian

berlangsung yaitu pada bulan Oktober 2005. Setiap hari Senin sampai

Jumat peneliti datang ke Taman Balita Klub Merby untuk melakukan

penelitian dengan menggunakan metode wawancara terbuka dan

terstruktur.

Metode wawancara ini dilakukan untuk memperoleh data

mengenai aspek-aspek yang akan diteliti yaitu: tujuan, bahan

pembelajaran, kegiatan belajar mengajar, metode, alat/ media belajar,

sumber belajar, dan evaluasi. Selain itu peneliti menggunakan metode

wawancara untuk memperoleh data tentang faktor pendukung dan faktor

penghambat dalam pola pembelajaran TPA.

Adapun pihak-pihak yang akan diwawancarai, yaitu:

a. Koordinator Pelaksana Taman Balita Klub Merby

1) Identitas koordinator pelaksana meliputi: nama, tempat/ tanggal

lahir, umur, pendidikan terakhir, dan alamat.

2) Pendapat koordinator pelaksana tentang visi, misi, jumlah personil

yang meliputi pendidik dan pengasuh, jumlah anak balita, biaya

pendidikan, jenis-jenis program yang ada, jadwal TPA, kurikulum,

aspek evaluasi, dan gaji pegawai.

xc
3) Pendapat koordinator pelaksana tentang tujuan, bahan

pembelajaran, kegiatan belajar mengajar, metode, alat/ media

belajar, sumber belajar, dan evaluasi.

4) Pendapat koordinator pelaksana tentang faktor pendukung dan

penghambat pembelajaran TPA.

b. Pendidik Taman Balita Klub Merby

1) Identitas pendidik meliputi: nama, tempat/ tanggal lahir, umur,

pendidikan terakhir, dan alamat.

2) Pendapat pendidik tentang jumlah pendidik, jumlah anak balita,

jumlah honor, penerapan kurikulum, hasil pembelajaran, kendala

yang dihadapi dalam proses pembelajaran, dan cara mengatasi

kendala tersebut.

3) Pendapat pendidik tentang tujuan, bahan pembelajaran, kegiatan

belajar mengajar, metode, alat/ media belajar, sumber belajar, dan

evaluasi.

4) Pendapat pendidik tentang faktor pendukung dan penghambat

pembelajaran TPA.

c. Pengasuh Taman Balita Klub Merby

1) Identitas pengasuh meliputi: nama, tempat/ tanggal lahir, umur,

pendidikan terakhir, dan alamat.

2) Pendapat pengasuh tentang jumlah pengasuh, jumlah anak balita,

jumlah honor, sistem pengasuhan, kendala yang dihadapi dalam

proses pengasuhan, dan cara mengatasi kendala tersebut.

xci
3) Pendapat pengasuh tentang faktor pendukung dan penghambat

pembelajaran TPA.

d. Orang Tua Anak Balita

1) Identitas orang tua anak balita meliputi: nama, tempat/ tanggal

lahir, umur, pendidikan terakhir, pekerjaan, dan alamat.

2) Pendapat orang tua anak balita alasan orang tua menitipkan

anaknya di TPA, tujuan orang tua menitipkan anaknya di TPA, dan

sistem pembayaran di TPA.

3) Pendapat orang tua anak balita tentang faktor pendukung dan

penghambat pembelajaran TPA.

3. Metode Dokumentasi

Metode dokumentasi adalah metode yang mencari data mengenai

hal-hal yang berupa catatan, buku, surat kabar, majalah, gambar/ foto, dan

sebagainya yang berhubungan dengan fokus penelitian. Metode ini

dimaksudkan untuk melengkapi data dari observasi dan wawancara.

Metode dokumentasi sebagai suatu metode pengumpulan data

yang dilakukan dengan cara mengadakan pencatatan atau pengutipan data

dari dokumen yang ada di setting penelitian.

Menurut Guba dan Lincoln (1981:232-235) dalam Lexy J.

Moleong (2002:161), ada beberapa alasan dari penggunaan dokumentasi,

antara lain: a) dokumen dan record merupakan dokumen yang stabil, kaya,

dan mendorong; b) berguna sebagai bukti untuk suatu kejadian; c)

xcii
memiliki sifat yang alamiah; d) murah dan mudah diperoleh; dan e) tidak

sukar untuk ditemukan.

Metode dokumentasi ini digunakan untuk memperoleh data

tertulis yang meliputi: sejarah Taman Balita Klub Merby, letak geografis,

data pendidik, data pengasuh, data anak balita di Taman Balita Klub

Merby, organisasi dan tata kerja, tujuan, bahan pembelajaran, kegiatan

belajar mengajar, metode, alat/ media yang digunakan, surat izin

penelitian di Taman Balita Klub Merby, dan foto pelaksanaan kegiatan

pembelajaran di Taman Balita Klub Merby

Data-data tersebut dapat diperoleh dari hasil observasi dan

wawancara. Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini dikelompokan

menjadi dua, yaitu data utama dan data pendukung. Data utama diperoleh

dari para informan, yaitu orang-orang yang terlibat secara langsung dalam

TPA seperti koordinator pelaksana, pendidik, pengasuh, dan orang tua

anak balita. Sedangkan data pendukung bersumber dari dokumen-

dokumen seperti arsip administrasi, catatan, rekaman, gambar/ foto

kegiatan, hasil-hasil observasi, hasil-hasil wawancara, dan bahan-bahan

referensi lain yang dapat mendukung dalam penelitian ini.

Dalam penelitian kualitatif ini, pengumpulan data dilakukan dengan

menggunakan metode observasi partisipan (participant observation),

wawancara mendalam (in dept interview) secara terbuka dan terstruktur, dan

dokumentasi.

xciii
Observasi dan wawancara dipedomani dan dikembangkan

sebagaimana yang diajukan oleh Spradley dalam Sanapiah Faisal (1990:91-

108) yang diawali dengan observasi terfokus dan wawancara struktural serta

diakhiri dengan observasi selektif dan wawancara kontras (dalam Wiwik Puji

Rahayu, 2004:62). Skema proses kegiatan observasi dan wawancara tersebut

di atas dapat digambarkan sebagai berikut:

DESKRIPTIF

TERFOKUS

SELEKTIF

KONTRAS

STRUKTURAL

DESKRIPTIF

Gambar 3.3: Proses Metode Pengumpulan Data menurut Spradley

Penjelasan skema di atas sebagai berikut:

Pengamatan deskriptif dilakukan untuk melihat secara umum tentang

kondisi Taman Balita Klub Merby. Setelah itu dilakukan pengamatan yang

terfokus pada obyek yang akan diteliti mengenai pola pembelajaran TPA di

Taman Balita Klub Merby serta faktor pendukung dan penghambat dari

pembelajaran tersebut. Proses selanjutnya dilakukan pengamatan secara

xciv
selektif untuk melihat bagaimana perumusan tujuan, penggunaan bahan

pembelajaran, kegiatan belajar mengajar, penggunaan metode, penggunaan

alat/ media belajar, pengadaan sumber belajar, dan pelaksanaan evaluasi.

Bersamaan dengan proses pengamatan tersebut juga dilakukan

wawancara deskriptif kepada Koordinator Pelaksana Taman Balita Klub

Merby untuk memperoleh gambaran secara umum tentang sejarah singkat,

ketenagaan, wilayah kerja, struktur organisasi dan program Taman Balita

Klub Merby. Selanjutnya dilakukan wawancara terstruktur secara mendalam

kepada Kooedinator Pelaksana, Pendidik, Pengasuh, dan Orang tua Anak

Balita untuk mengungkap fokus dari penelitian ini yaitu pola pembelajaran

TPA di Taman Balita Klub Merby yang meliputi aspek-aspek: tujuan, bahan

pembelajaran, kegiatan belajar mengajar, metode, alat/ media belajar, sumber

belajar, dan evaluasi. Serta faktor pendukung dan faktor penghambat dari

pembelajaran tersebut.

Untuk mendukung atau melengkapi dari berbagai data yang diperoleh,

kemudian peneliti menggunakan metode dokumentasi. Melulai metode

dokumentasi ini dapat diperoleh berbagai kejadian-kejadian penting yang

dapat memperjelas dari setiap kegiatan. Kegiatan ini terus berulang kali

hingga semua data-data yang dibutuhkan dalam penelitian ini dapat terpenuhi.

G. Keabsahan Data

Untuk menetapkan keabsahan (trutworthiness) data diperlukan teknik

pemeriksaan. Pelaksanaan teknik pemeriksaan didasarkan atas sejumlah

xcv
kriteria tertentu. Menurut Lexy J. Moleong (2002:173), ada empat kriteria

yang digunakan yaitu derajat kepercayaan (credibility), keteralihan

(transferability), ketergantungan (dependability), dan kepastian

(confirmability).

Kriteria keabsahan data diterapkan dalam rangka membuktikan temuan

hasil penelitian dengan kenyataan yang ada di lapangan. Adapun teknik-teknik

pemeriksaan yang digunakan untuk membuktikan derajat kepercayaan

meliputi: 1) Perpanjangan Keikutsertaan; 2) Ketekunan Pengamatan; 3)

Triangulasi; 4) Pengecekan Sejawat; 5) Kecukupan Referensial; 6) Kajian

Kasus Negatif; 7) Pengecekan Anggota. Untuk membuktikan keabsahan data

penelitian ini menggunakan teknik triangulasi.

Menurut Lexy J. Moleong (2002:178), triangulasi adalah teknik

pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar

data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data

itu. Denzim (1978) membedakan empat macam triangulasi sebagai teknik

pemeriksaan yang memanfaatkan penggunaan sumber, metode, penyidik, dan

teori.

Triangulasi dengan sumber berarti membandingkan dan mengecek

balik derajat kepergayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan

alat yang berbeda dalam metode kualitatif (Patton, 1987:331). Hal itu dapat

digapai dengan jalan: 1) membandingkan data hasil pengamatan dengan data

hasil wawancara; 2) membandingkan apa yang dikatakan orang di depan

umum dengan apa yang dikatakannya secara pribadi; 3) membandingkan apa

xcvi
yang dikatakan orang-orang tentang situasi penelitian dengan apa yang

dikatakannya sepanjang waktu; 4) membandingkan keadaan dan perspektif

seseorang dengan berbagai pendapat dan pandangan orang seperti rakyat

biasa, orang yang berpendidikan menengah atau tinggi, orang berada, orang

pemerintahan; 5) membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen

yang berkaitan (dalam Lexy J. Moleong, 2002:178).

Pada triangulasi metode, menurut Patton (1987:329), terdapat dua

strategi, yaitu: 1) pengecekan derajat kepercayaan penemuan hasil penelitian

beberapa teknik pengumpulan data; dan 2) pengecekan derajat kepercayaan

beberapa sumber data dengan metode yang sama (dalam Lexy J. Moleong,

2002:178).

Teknik triangulasi jenis ketiga (penyidik) ialah dengan jalan

memanfaatkan peneliti atau pengamat lainnya untuk keperluan pengecekan

kembali derajat kepercayaan data. Pemanfaatan pengamat lainnya membantu

mengurangi kemencengan dalam pengumpulan data. Pada dasarnya

penggunaan suatu tim penelitian dapat direalisasikan dilihat dari segi teknik

ini. Cara lain ialah membandingkan hasil pekerjaan seorang analisis dengan

analisis lainnya (dalam Lexy J. Moleong, 2002:178).

Triangulasi dengan teori, menurut Lincoln dan Guba (1981:307),

berdasarkan anggapan bahwa fakta tertentu tidak dapat diperiksa derajat

kepercayaannya dengan satu atau lebih teori (dalam Lexy J. Moleong,

2002:178).

xcvii
Teknik triangulasi dalam penelitian ini adalah triangulasi sebagai

teknik pemeriksaan yang memanfaatkan penggunaan sumber, dengan

pertimbangan bahwa untuk memperoleh informasi dari para informan perlu

diadakan cros cek antara satu informan dengan informan lain sehingga akan

diperoleh informasi yang benar-benar valid. Informasi yang diperoleh

diusahakan dari nara sumber yang betul-betul mengetahui akan permasalahan

dalam penelitian ini. Informasi yang diberikan oleh salah satu informan dalam

menjawab pertanyaan peneliti, peneliti mengecek ulang dengan jalan

menanyakan ulang pertanyaan yang disampaikan oleh informan pertama ke

informan kedua. Apabila kedua jawaban yang diberikan itu sama, maka

jawaban itu dianggap sah. Apabila kedua jawaban saling berlawanan atau

berbeda, maka langkah alternatif sebagai solusi yang tepat adalah dengan

mencari jawaban atas pertanyaan itu kepada informan ketiga yang berfungsi

sebagai pembanding antara keduanya. Hal ini dilakukan untuk membahas

setiap fokus penelitian yang ada sehingga keabsahan data tetap terjaga dan

dapat dipertanggungjawabkan.

H. Analisis Data

Dalam hal analisis data kualitatif, Bogdan menyatakan bahwa analisis

data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang

diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan bahan-bahan lain,

sehingga dapat mudah dipahami, dan temuannya dapat diinformasikan kepada

orang lain (dalam Sugiyono, 2005:88). Analisis data dilakukan dengan

mengorganisasikan data, menjabarkannya ke dalam unit-unit, melakukan

xcviii
sintesa, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang penting dan yang akan

dipelajari, dan membuat kesimpulan yang dapat diceritakan kepada orang lain.

Spradley (1980) dalam Sugiyono (2005:89) menyatakan bahwa

analisis dalam penelitian apapun, adalah cara berpikir. Hal itu berkaitan

dengan pengujian secara sistematis terhadap sesuatu untuk menentukan

bagian, hubungan antar bagian, dan hubungannya dengan keseluruhan.

Analisis adalah untuk mencari pola.

Berdasarkan hal tersebut di atas dapat dikemukakan bahwa analisis

data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang

diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan dokumentasi dengan

cara mengorganisasikan data ke dalam kategori, menjabarkan ke dalam unit-

unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang

penting dan yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga mudah

dipahami oleh peneliti maupun orang lain.

Menurut Spradley (1980) dalam Sugiyono (2005:101), terdapat

tahapan analisis data yang dilakukan dalam penelitian kualitatif yaitu analisis

domain, taksonomi, komponensial, dan tema kultural. Tahapan analisis data

dapat digambarkan sebagai berikut:

Analisis Domain (Domain Analysis)


Memperoleh gambaran yang umum dan menyeluruh

dari obyek penelitian/ situasi sosial. Ditemukan

berbagai domain/ kategori. Peneliti menetapkan

Analisis Taksonomi (Taxonomic Analysis)


Domain yang dipilih tersebut selanjutnya dijabarkan menjadi
xcix
lebih rinci, untuk mengetahui struktur internalnya. Dilakukan
dengan observasi terfokus.
Analisis
data
kualitatif
Analisis Komponensial (Componential Analysis)
Mencari ciri spesifik pada setiap struktur internal dengan cara
mengkontraskan antar elemen. Dilakukan melalui observasi dan
wawancara terseleksi dengan pertanyaan yang mengkontraskan
(contras question).

Analisis Tema Kultural (Discovering Cultural Theme)


Mencari hubungan diantara domain, bagaimana

hubungan dengan keseluruhan, dan selanjutnya

Gambar 3.4: Analisis Data Kualitatif menurut Spradley (1980) dalam


Sugiyono (2005:102)

Dalam penelitian ini, tahapan analisis data dengan mengacu pada

pendapat Spradley (1980) sebagai berikut:

1. Analisis Domain

Setelah peneliti memasuki obyek penelitian yang berupa situasi

sosial yang terdiri atas place, actor, dan activity (PAA), selanjutnya

melaksanakan observasi partisipan, mencatat hasil observasi dan

wawancara, melakukan observasi deskriptif, maka langkah selanjutnya

adalah melakukan analisis domain.

Analisis ini dilakukan untuk memperoleh gambaran yang umum

dan menyeluruh tentang situasi sosial yang diteliti atau obyek penelitian.

Hasilnya berupa gambaran umum tentang obyek yang diteliti yang

sebelumnya belum diketahui. Dalam analisis ini informasi yang diperoleh

c
belum mendalam, masih di permukaan, namun sudah menemukan

domain-domain atau kategori dari situasi sosial yang diteliti.

2. Analisis Taksonomi

Setelah peneliti melakukan analisis domain, sehingga ditemukan

domain-domain atau kategori dari situasi sosial tertentu, maka selanjutnya

domain yang dipilih oleh peneliti selanjutnya ditetapkan sebagai fokus

penelitian, perlu diperdalam lagi melalui pengumpulan data di lapangan.

Pengumpulan data dilakukan secara terus menerus melalui pengamatan,

wawancara mendalam, dan dokumentasi sehingga data yang terkumpul

menjadi banyak. Oleh karena itu pada tahap ini diperlukan analisis lagi

yang disebut dengan analisis taksonomi.

Analisis taksonomi adalah analisis terhadap keseluruhan data yang

terkumpul berdasarkan domain yang telah ditetapkan. Dalam analisis ini,

yang diurai adalah domain yang telah ditetapkan menjadi fokus. Melalui

analisis ini, setiap domain dicari elemen yang serupa atau serumpun. Ini

diperoleh melalui observasi dan wawancara serta dokumentasi yang

terfokus.

3. Analisis Komponensial

Pada analisis komponensial, yang dicari untuk diorganisasikan

dalam domain bukanlah keserupaan dalam domain, tetapi yang memiliki

perbedaan atau yang kontras.

Data ini dicari melalui observasi, wawancara, dan dokumentasi

yang terseleksi. Dengan teknik pengumpulan data yang bersifat triangulasi

ci
tersebut, sejumlah dimensi yang spesifik dan berbeda pada setiap elemen

akan dapat ditemukan.

4. Analisis Tema Budaya

Analisis tema sebenarnya merupakan upaya mencari “benang

merah” yang mengintegrasikan lintas domain yang ada.

cii
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Hasil Penelitian

Hasil penelitian ini pada dasarnya merupakan data yang diperoleh melalui
metode observasi, wawancara, dan dokumentasi. Pada bagian ini akan
dipaparkan tentang sejarah singkat berdirinya Klub Merby, latar belakang
berdirinya Taman Balita Klub Merby, gambaran umum Taman Balita
Klub Merby, struktur organisasi Taman Balita Klub Merby, ketenagaan,
identitas informan, dan hasil wawancara dengan informan.
1. Sejarah Singkat Berdirinya Klub Merby

Perjalanan dari tahun 1989 bukanlah waktu yang singkat. Di usia

yang menginjak 15 tahun ini, Klub Merby kini telah tumbuh menjadi

“remaja” yang dewasa.

Awal Kelahiran: Pelatihan Perdana (1989). Gagasan pertama

mulai dibukanya Klub Merby (yang pada awal kelahiran dikenal dengan

nama Pusat Pelatihan Merbabu) adalah dari pemikiran bagaimana dibentuk

wadah penampungan bagi anak-anak yang dunianya penuh dengan daya

imajinasi yang perlu diekspresikan melalui media coret-mencoret. Bakat

“coret-coret” ini tentu harus disalurkan secara tepat dan terarah sehingga

coretan menjadi bentuk lukisan yang tentu saja memiliki nilai seni

dibaliknya. Tantangan awal perintisan penyelenggaraan pelatihan ini

adalah mencari pelatih. Tidak mudah bagi perintis untuk dapat mencari

pelatih, karena dalam masa itu sama sekali belum ada “trend” untuk

mengadakan pelatihan lukis pemula bagi anak-anak. Walaupun semula

ciii
juga ragu, akhirnya ditemukan seorang seniman Noehoni Harsono yang

bersedia menjadi pelatih pertama. Dengan murid 5 (lima) anak kecil yang

rata-rata duduk di bangku Taman Kanak-kanak. Pelatihan perdana

dijalankan bertempat di lantai II Toko Buku dan Alat Tulis Merbabu

Semarang.

Perkembangan Awal. Diselenggarakan dengan sasaran belajar

dan jadwal yang teratur, pelatihan ini mampu menjanjikan sesuatu yang

berbeda dari yang sudah ada. Kerinduan anak-anak untuk selalu berlatih

dan berlatih, membawa pula anak-anak lain untuk bergabung. Kelas

berdurasi 1,5 jam sudah dipadati peserta sebanyak 15 anak sesuai kapasitas

maksimal. Kedatangan peserta baru yang semakin “antri” menyebabkan

kelas dikembangkan menjadi tiga shift mulai dari pukul 15.00 WIB sampai

dengan pukul 19.30 WIB.

Kampus I dan Pengesahan Pemerintah (1992). Setelah dirasakan

suasana toko kurang sesuai dengan usaha pengembangan kreativitas anak

untuk berseni, dibangunlah gedung baru tersendiri yang khusus untuk

pelatihan. Berlokasi di bagian belakang toko yang sama, bangunan baru

terdiri dari 6 ruangan dengan fasilitas yang memadai serta dilengkapi

dengan AC dan sound system. Ruang-ruang diberi nama dengan bunga

agar anak-anak mudah mengingat dan mendekatkan anak-anak pada alam.

Ruang Melati, Seruni, Mawar, Cempaka, Anggrek, dan Sakura menjadi

saksi bisu anak-anak menghasilkan karya seni yang polos dan lucu.

Masalah pengesahan muncul bukan karena prosedurnya, melainkan belum

civ
adanya bentuk pelatihan semacam ini. Pelatihan semacam ini adalah yang

pertama di Semarang, bahkan mungkin di Indonesia. Permasalahan dapat

dijernihkan dengan menyodorkan kurikulum yang teratur yang memang

telah dipersiapkan dengan baik. Akhirnya keluarlah surat ijin

penyelenggaraan dengan no. 493/103/H/92 tertanggal 14 Desember 1992.

Sekaligus dapat menyelenggarakan evaluasi semester di bawah

pengawasan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (waktu itu) guna

mengukur kemampuan dan perkembangan siswa. Bagi siswa juga yang

berhak memperoleh Sertifikat dan Laporan Hasil Evaluasi.

Perkembangan Mutakhir: Penambahan Kampus dan Bidang

Kepelatihan. September 2002, diresmikan Kampus II yang bertempat di

Jl. Pandanaran II/ 2D Semarang. Kampus baru ini terutama digunakan

sebagai tempat Child Day Care yang merupakan sarana untuk membantu

mengasuh anak-anak bagi para orang tua yang bekerja. Dalam hal ini,

Klub Merby menyediakan saran taman penitipan anak: Taman Bermain

Balita (6 bulan-3 tahun) dan Daily Homework Supervision (DHS)

pendampingan belajar anak sepulang sekolah selama orang tua masih

bekerja. Guna memenuhi permintaan masyarakat Yogyakarta dan

sekitarnya, Klub Merby membuka Kampus III yang bertempat di Jl. Ring

Road Utara 199, Yogyakarta (7 Juli 2003).

Selain merentangkan sayapnya ke bidang Child Day Care, Klub

Merby juga membuka berbagai macam pelatihan baik itu bidangt seni

maupun ilmu umum. Tahun 2002, dibuka pelatihan musik: Biola dan

cv
Gitar. Setelah itu muncul juga pelatihan Clay, English, Mandarin, Acting,

dan masih banyak pelatihan lainnya. Tidak hanya jumlah bidang

kepelatihan saja yang bertambah, tetapi juga peserta pelatihan juga

berkembang segmennya. Selain membuka pelatihan bagi kalangan dewasa

atau umum yang mempunyai hobi di bidang tertentu, dibuka pula pelatihan

untuk para lansia yang berminat di bidang lukis, vocal, dan clay.

Kampus Utama: Merby Centre (2004). Saat ini, diusianya yang

menginjak 15 tahun, Klub Merby telah merentangkan sayapnya sampai ke

semua jenis kesenian. Dengan dipandu oleh lebih dari 35 pelatih yang

bergelar S1/ S2, berkompeten dibidangnya, professional, dan

berpengalaman, Klub Merby beranggotakan tidak kurang dari 1250 siswa

dan telah menghasilkan lebih dari 6000 alumni dengan segudang prestasi

yang mengagumkan. Dengan menyelenggarakan lebih dari 70 jenis

kegiatan kelas yang tergabung dalam 11 subrumpun, 7 rumpun, dan 3

divisi, Klub Merby memindahkan sebagian besar kegiatannya ke kampus

baru yang lebih dikenal dengan nama Merby Centre. Bermodalkan

semboyan New Campus-New Spirit-New Management, Klub Merby

dengan lantang mengucapkan “Welcome to Merby Centre”.

Klasifikasi kegiatan Klub Merby, seperti tabel di bawah ini:

DIVISI RUMPUN
1. Divisi Pelatihan 1. Rumpun Seni Lukis, meliputi Pra Pemula (PG),
Pemula (TK), Dasar A (SD 1-2), Dasar B (SD 3-5),
Lanjutan (SLTP/SLTA), Pra Uni, Hobby, Intensif,
Lansia, dan Perhatian Khusus.

cvi
2. Rumpun Seni Umum, meliputi Vokal, Musik, Biola,
Gitar, Drum, Keyboard, Piano, Recorder, Tari,
Acting, dan Clay.
3. Rumpun Ilmu Umum, meliputi Aksara, Sempoa,
KEC, Tuition, Mandarin, Sports dan Art, serta
Psikologi.
2. Divisi Child Day Care 1. Taman Bermain Balita, meliputi Tiny Class (1-2
tahun), Little Class (2-3 tahun), Happy Class (3-4
tahun), dan Smart Class (Persiapan TK).
2. Daily Homework Supervision (DHS), meliputi 1-2
Class, 3-4 Class, dan 5-6 Class.
3. Divisi College 1 Design, meliputi Interior dan Art.
(segera dibuka) 2 Language (Inggris dan Mandarin), meliputi Tourism,
Business, dan Secretary.
Tabel 4.1: Klasifikasi Kegiatan Klub Merby (Buku Semarak Klub Merby,
2004:18-19)

2. Latar Belakang Berdirinya Taman Balita Klub Merby

Awal mula berdirinya Taman Balita Klub Merby yaitu pimpinan

Klub Merby yang bernama drg. Grace W. Susanto, M. M pernah

mempunyai pengalaman yang nyata dalam kehidupannya. Beliau memiliki

teman yang bekerja sebagai dokter. Teman beliau memiliki seorang anak

balita. Karena kesibukan orang tua, anak balita diasuh oleh seorang

pembantu. Suatu ketika pembantu tersebut sedang lalai (kurang

memperhatikan dan tidak teliti) terhadap anak asuhnya. Sehingga anak

balita tersedak ketika sedang makan. Pembantu pada saat itu tidak tahu apa

yang harus dilakukannya. Kemudian anak balita tersebut dipukul-pukul

pada bagian belakang pundaknya. Akhirnya anak balita itu meninggal

dunia. Hal tersebut yang membuat Ibu Grace tergugah hatinya. Beliau

menemukan ide yaitu bagaimana jika anak balita yang ditinggalkan orang

tua bekerja dititipkan pada taman penitipan anak yang dirancang agar anak

balita merasa seperti di rumah tetapi tetap mendapatkan pendidikan.

Akhirnya didirikanlah Taman Balita Klub Merby.

cvii
Taman Balita Klub Merby termasuk dalam Divisi Child Day Care.

Bangunan seluas 469 m 2 ini diresmikan pada tanggal 12 september 2002.

Walaupun terletak di jantung kota Semarang, lokasi Kampus II berada di

daerah “nyelampit” sehingga menimbulkan suasana tentram dan asri.

Guna menunjang fungsinya sebagai taman balita, kampus ini

dilengkapi pula dengan fasilitas Mother’s Room. Selain itu, terdapat

beberapa kamar yang dilengkapi dengan tempat tidur mini untuk anak-

anak. Di bagian tengah, bangunan ini memiliki kebun dengan hamparan

hijau yang luas sebagai sarana playground.

3. Gambaran Umum Taman Balita Klub Merby

Taman Balita Klub Merby merupakan jenis taman penitipan anak

dengan model penyelenggaraan TPA Umum di perumahan. Luas

bangunan Taman Balita Klub Merby adalah 469 m 2 yang berlokasi di

Kelurahan Mugasari Kecamatan Semarang Selatan, dengan alamat Jl.

Pandanaran II/ 2D Semarang. Maskot Klub Merby adalah Katak (Frog)

yang merupakan Happy Animal. DAsar pemilihan katak sebagai mascot

adalah:

a. Dekat dengan air sebagai sumber kehidupan;

b. Mencintai lingkungan;

c. Mudah menyesuaikan diri dengan alam (air dan darat);

d. Senantiasa gembira, bernyanyi, dan menari.

Visi Taman Balita Klub Merby adalah ikut mencerdaskan

kehidupan bangsa. Misi Taman Balita Klub Merby adalah memberikan

cviii
pendidikan dan pengasuhan bagi balita untuk menjadi balita yang mandiri

melalui program bermain yang edukatif.

Motto Taman Balita Klub Merby adalah 8 C yang artinya sebagai

berikut:

a. Cerdas

Sempurna perkembangan akal budinya, dan sempurna pertumbuhan

tubuhnya (sehat).

b. Ceria

Gembira, berseri-seri, wajah cerah, bersih, dan murni.

c. Cerdik

Cepat mengerti situasi, pandai mencari pemecahan, dan panjang akal.

d. Cekatan

Cepat dan mahir, melakukan sesuatu, tangkas, dan selalu siap

menghadapi masalah.

e. Cermat

Penuh minat, seksama, teliti, hemat, dan berhati-hati.

f. Cendekia

Tajam pikiran, cepat mengerti situasi, pandai mencari jalan keluar, dan

terpelajar.

g. Cantas

Terampil dan tanggung jawab.

h. Cerah

Segar dan penuh harapan.

cix
Jumlah anak balita yang dititipkan di Taman Balita Klub Merby

berjumlah 30 anak balita, yaitu:

a. Little Class (2-3 tahun): 14 anak balita

Dari 14 anak balita tersebut, ada 5 anak balita yang dititipkan sampai

sore (full day). Sedangkan 9 anak balita lainnya hanya mengikuti

kegiatan pembelajarannya saja dan tidak dititipkan sampai sore (half

day).

b. Happy Class (3-4 tahun): 16 anak balita

Dari 16 anak balita tersebut, ada 5 anak balita yang dititipkan sampai

sore. Sedangkan 11 anak balita lainnya hanya mengikuti kegiatan

pembelajarannya saja dan tidak dititipkan sampai sore (half day).

Taman Balita Klub Merby memiliki beberapa tata tertib yang harus

dipatuhi oleh orang tua dan anak balita, antara lain:

a. Tata Tertib untuk Anak Balita

1) Anak balita yang dititipkan harus sudah dapat berjalan. Jika belum

dapat berjalan maka ada biaya pengasuhan tambahan.

2) Anak balita datang dalam keadaan telah mandi pagi dan sarapan

pagi. Jika belum, anak balita harus dating sebelum pukul 08.00 WIB.

3) Untuk makan siang anak balita, membawa makanan sendiri.

4) Anak balita memakai seragam pada hari:

a) Senin dan Kamis: Atasan putih, bawahan kotak-kotak

b) Selasa dan Jumat: Kaos Merby

c) Rabu: Bebas

cx
b. Tata Tertib untuk Orang Tua Anak Balita

1) Penjemputan anak balita paling lambat pukul 17.15 WIB karena jam

kerja pendidik dan pengasuh sampai dengan 17.00 WIB.

2) Orang tua memenuhi persyaratan Taman Balita Klub Merby antara

lain: menulis identitas diri anak, foto copy akte kelahiran anak, foto

copy kartu keluarga, dan foto copy KTP kedua orang tua.

3) Orang tua membayar biaya-biaya penitipan anak dengan perincian

sebagai berikut:

a) Biaya administrasi per bulan : Rp. 300.000

b) Biaya SPP per bulan : Rp. 200.000

(untuk 5 kali pertemuan dalam satu minggu)

Rp. 150.000

(untuk 3 kali pertemuan dalam satu minggu)

c) Biaya pendaftaran : Rp. 100.000

d) Biaya pangkal (uang gedung): Rp. 500.000

e) Biaya perlengkapan : Rp. 135.000

(mendapatkan seragam, kaos Merby, tas, media belajar: drawing

board, buku, crayon, gunting, lem, dan lain-lain).

Taman Balita Klub Merby memberikan fasilitas-fasilitas kepada

anak balita yang dititipkan dan orang tua anak balita tersebut, antara lain:

a. Gedung Sekolah

1) Lobby : 1 ruang

2) Ruang Administrasi : 1 ruang

cxi
3) Ruang Kelas : 2 ruang

(Ruang Matahari dan Teratai)

4) Ruang Tidur : 5 ruang

(Ruang Soka, Vanda, Bakung, Kana, Kantil)

5) Ruang Makan (Ruang Kemuning) : 1 ruang

6) Ruang Perpustakaan (Ruang Aster) : 1 ruang

7) Ruang Kesehatan (Ruang Tulip) : 1 ruang

8) Ruang Kamar mandi/ Toilet : 4 ruang

9) Ruang Gudang : 1 ruang

10) Ruang Dapur : 1 ruang

b. Mainan

1) Mainan Dalam

Anyaman busa, pola tani berdiri, alat musik berdiri, pola keluarga

berdiri, papan pasak, rumah ibadah, binatang peraga, boneka salju,

boneka tangan, tea set meidi ks, tea set meidi ts, peraga buah-buahan,

boneka PON XVI, my big play, magic fun, Xmas, Xmas box.

2) Mainan Education

Alat peraga bangun geometri, alat peraga bangun geometri bongkar

pasang, alat peraga kapal geometri bongkar pasang, puzzle angka,

puzzle alat transportasi, peraga mobil bongkar pasang, alat peraga

(putar), alat peraga balok lingkar, alat peraga masak-memasak, alat

peraga pohon, kubus huruf, kubus angka.

cxii
3) Mainan Luar

Ayunan pasangan (see saw), ayunan single (swing single), mangkuk

putar (merry go round), tooter, playground small, papan titian,

permainan sepak bola (foot ball), kolam berpasir, golf.

c. Perpustakaan

Buku cerita legenda, buku pengetahuan, buku cerita agama, buku cerita

perilaku, buku cerita bahasa Inggris.

d. Fasilitas Umum

Terletak di pusat kota, ruangan ber-AC, bersih, nyaman, dan tenang,

arena bermain yang luas, pelatih profesional, di bawah pengawasan

Dokter dan Psikolog, bersertifikat, rekreasi bersama.

4. Struktur Organisasi Taman Balita Klub Merby

Adapun struktur organisasi Taman Balita Klub Merby yaitu seperti

gambar di bawah ini:

Koordinator
Taman Balita Klub Merby

Koordinator Pelaksana
Taman Balita Klub Merby

Pendidik

Pengasuh
Gambar 4.1: Struktur Organisasi Taman Balita Klub Merby

5. Ketenagaan Taman Balita Klub Merby

cxiii
Berikut ini adalah ketenagaan dalam Taman Balita Klub Merby,

yaitu:

NO. NAMA JABATAN MASUK


KERJA
1. Dra. Frasnsiska Dyah Winarni Koordinator Taman Balita 2002
Klub Merby
2. Sri Rahayu Koordinator Pelaksana 2004
Taman Balita Klub Merby
3. Eridani Sukmawati, A. Md Pendidik 2003
4. Yulianti Astriningrum, S. Pd Pendidik 2004
5. Santy Sulistyowati Pengasuh 2002
6. Is Rahayu Pengasuh 2005
Tabel 4.2: Ketenagaan Taman Balita Klub Merby

6. Identitas Informan

Identitas informan yang terdiri dari Koordinator Pelaksana,

Pendidik, Pengasuh, dan Orang tua anak balita, sebagai berikut:

NO. NAMA PEKERJAAN PEND. ALAMAT

TERAKHIR

1. Sri Rahayu Koordinator SMU Semarang


Pelaksana Taman
Balita Klub Merby
2. Eridani Sukmawati, Pendidik D3 Semarang
A. Md
3. Yulianti Pendidik S1 Semarang
Astriningrum, S. Pd
4. Santy Sulistyowati Pengasuh SMU Semarang
5. Is Rahayu Pengasuh SMU Semarang
6. MB. Indah Novianti Swasta Akademi Semarang
(Orang tua anak
balita)
7. Lili Umiati (Orang Swasta SMEA Semarang
tua anak balita)
Tabel 4.3: Identitas Informan

7. Hasil Wawancara dengan Informan

cxiv
Hasil penelitian mengenai “Pola Pembelajaran Taman Penitipan

Anak di Taman Balita Klub Merby (Studi Kasus Taman Balita Klub

Merby Jl. Pandanaran II/ 2D Semarang)” dapat dipahami melalui

wawancara dari 7 orang informan yang dapat dijelaskan sebagai berikut:

Informan 1

Beliau adalah salah seorang pendidik di Taman Balita Klub Merby yaitu

pendidik Happy Class (3-4 tahun). Namanya adalah Eridani Sukmawati,

A. Md. Anak-anak balitanya biasa memanggilnya Miss Dani. Alamat Miss

Dani adalah Tanggul Mas Tengah VI/ 88 Semarang.

a. Tujuan

Menurut pendapat Miss Dani mengenai tujuan institusional

(tujuan lembaga pendidikan) dalam hal ini tujuan Taman Balita Klub

Merby yaitu membantu para ibu dalam:

1) Membiasakan sopan santun dan budi pekerti;

2) Memantau tumbuh kembang dan kesehatan balita;

3) Memotivasi anak belajar bicara;

4) Memantau dan mengoptimalkan kecerdasan anak;

5) Memahami potensi anak;

6) Menemani belajar sambil bermain;

7) Membimbing balita agar mandiri.

Tujuan institusional ini dirumuskan oleh semua pihak yang terkait di

Taman Balita Klub Merby.

cxv
Menurut pendapatnya mengenai tujuan kurikuler (tujuan bidang

studi/ mata pelajaran) adalah:

1) Anak mampu melakukan ibadah, mengenal dan percaya akan ciptaan

Tuhan dan mencintai sesama.

2) Anak mampu mengelola keterampilan tubuh termasuk gerakan-

gerakan yang mengontrol gerakan tubuh, gerakan halus, dan gerakan

kasar, serta menerima rangsangan sensorik (pancaindera).

3) Anak mampu menggunakan bahasa untuk pemahaman bahasa pasif

dan dapat berkomunikasi secara efektif yang bermanfaat untuk

berfikir dan belajar.

4) Anak mampu berpikir logis, kritis, memberi alasan, memecahkan

masalah dan menemukan hubungan sebab akibat.

5) Anak mampu mengenal lingkungan alam, lingkungan social, peranan

masyarakat, dan menghargai keragaman sosial dan budaya. Serta

mampu mengembangkan konsep diri, sikap positif terhadap belajar,

kontrol diri, dan rasa memiliki.

6) Anak memiliki kepekaan terhadap irama, nada, birama, berbagai

bunyi, bertepuk tangan, serta menghargai hasil karya yang kretif.

Tujuan kurikuler ini dirumuskan oleh para pendidik di Taman Balita

Klub Merby.

Menurut pendapatnya mengenai tujuan instruksional (tujuan

proses belajar mengajar) adalah disesuaikan dengan tema. Misalnya

tema sekolah, tujuan instruksionalnya adalah anak balita dapat

cxvi
mengenal/ menyebutkan manfaat lingkungan sekolah dan alat-alat

sekolah. Tujuan instruksional ini dirumuskan oleh para pendidik di

Taman Balita Klub Merby.

b. Bahan Pembelajaran

Menurut pendapat Miss Dani mengenai bahan pembelajaran

yang digunakan yaitu dalam menentukan bahan pembelajaran

hendaknya memenuhi kriteria: aman, menarik, sesuai dengan tema, dan

dapat dikuasai oleh anak.

Menurut pendapatnya mengenai cara menentukan bahan

pembelajaran di Taman Balita Klub Merby yaitu disesuaikan dengan

Menu Pembelajaran dari Pendidikan Anak Usia Dini dan disesuaikan

pula dengan tingkat kemampuan anak.

c. Kegiatan Belajar Mengajar

Menurut Miss Dani mengenai kegiatan belajar mengajar yaitu

kegiatan belajar mengajar dimulai pukul 09.00-11.00 WIB selama 5

hari dalam satu minggu.

Menurut pendapatnya mengenai dasar penentuan waktu

pelaksanaannya adalah menyesuaikan dengan kondisi anak balita yang

orang tuanya bekerja. Selain itu juga menyesuaikan kebiasaan anak

Waktu pelaksanaan kegiatan belajar mengajar ditentukan oleh semua

pihak yang terkait di Taman Balita Klub Merby.

Menurut pendapatnya mengenai proses belajar mengajar di

Taman Balita Klub Merby yaitu menggunakan bahasa Indonesia dan

cxvii
bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar. Sesuai dengan jadwal Taman

Balita Klub Merby, Senin adalah Day of Knowledge, Selasa adalah Day

of Skill, Rabu adalah Day of Health, Kamis adalah Day of Arts, dan

Jumat adalah Day of Sports.

d. Metode

Menurut Miss Dani mengenai metode pembelajaran yang

digunakan di Happy Class adalah metode bermain, bercerita, bernyanyi,

berdialog/ bercakap, dan bermain peran. Metode bermain dapat

dilakukan di dalam ruangan dan di luar ruangan.

Metode bercerita digunakan sebagai metode pembelajaran

karena mendengarkan cerita atau dongeng merupakan kegiatan yang

cukup mengasyikan bagi anak-anak.

Metode bernyanyi digunakan sebagai metode pembelajaran

karena dengan menyenyi akan membawa anak pada suasana emosional,

baik sedih atau gembira.

Metode berdialog/ bercakap digunakan untuk melatih anak-anak

berkomunikasi juga melihat berapa besar respon anak tentang tema

pembelajaran pada hari itu.

Metode bermain peran akan memberikan kesempatan seluas-

luasnya kepada anak untuk bermain peran dalam kehidupan sehari-hari

maupun dalam dongeng/ cerita guna mengembangkan imajinasinya.

cxviii
e. Alat/ Media Belajar

Menurut Miss Dani mengenai alat/ media belajar yang

digunakan di Happy Class adalah jenis alat permainan dari lingkungan

(seperti air, pasir) dan jenis APE (seperti puzzle, balok, kubus, gelang

susun, papan pasak, dan lain-lain).

f. Sumber Belajar

Menurut Miss Dani mengenai sumber belajar yang digunakan di

Taman Balita Klub Merby adalah sumber belajar alamiah,

perpustakaan, media cetak dan elekrtonik, alat peraga, dan nara sumber

(bila ada).

g. Evaluasi

Menurut Miss Dani mengenai evaluasi pembelajaran adalah

evaluasi ini dilakukan secara harian dan setiap akhir bulan. Secara

harian dilakukan dengan cara pendidik menyampaikan perkembangan

anak hari itu kepada orang tua anak balita. Selain itu pendidik juga

memberitahu kepada orang tua anak balita tentang kegiatan-kegiatan

yang dilakukan pada hari itu.

Sedangkan evaluasi yang dilakukan setiap akhir bulan dilakukan

dengan cara pendidik memberikan buku evaluasi kepada orang tua anak

balita. Hal-hal yang dievaluasi meliputi pengetahuan, keterampilan, dan

perilaku anak balita. Selain itu pendidik menuliskan pesan di dalam

buku tersebut untuk orang tua anak balita. Kemudian orang tua anak

balita memberikan respon yaitu menuliskan catatan-catatan untuk pihak

cxix
Taman Balita Klub Merby sehingga terjadi komunikasi antara pihak

Taman Balita Klub Merby dengan orang tua anak balita. Tujuan

evaluasi ini adalah sebagai sarana untuk mendukung proses

perkembangan anak.

Informan 2

Beliau adalah salah seorang pendidik di Taman Balita Klub Merby yaitu

pendidik Little Class (2-3 tahun). Namanya adalah Yulianti Astriningrum,

S. Pd. Anak-anak balitanya biasa memanggilnya Miss Astri. Alamat Miss

Astri adalah Jl. Mugas Barat VII/ 20 Semarang.

a. Tujuan

Menurut pendapat Miss Astri mengenai tujuan institusional

(tujuan lembaga pendidikan) dalam hal ini tujuan Taman Balita Klub

Merby yaitu membantu para ibu dalam:

1) Membiasakan sopan santun dan budi pekerti;

2) Memantau tumbuh kembang dan kesehatan balita;

3) Memotivasi anak belajar bicara;

4) Memantau dan mengoptimalkan kecerdasan anak;

5) Memahami potensi anak;

6) Menemani belajar sambil bermain;

7) Membimbing balita agar mandiri.

Tujuan institusional ini dirumuskan oleh pimpinan Taman Balita Klub

Merby yaitu drg. Grace W. Susanto, M. M.

cxx
Menurut pendapatnya mengenai tujuan kurikuler (tujuan bidang

studi/ mata pelajaran adalah:

1) Anak mampu melakukan ibadah, mengenal dan percaya akan ciptaan

Tuhan dan mencintai sesama.

2) Anak mampu mengelola keterampilan tubuh termasuk gerakan-

gerakan yang mengontrol gerakan tubuh, gerakan halus, dan gerakan

kasar, serta menerima rangsangan sensorik (pancaindera).

3) Anak mampu menggunakan bahasa untuk pemahaman bahasa pasif

dan dapat berkomunikasi secara efektif yang bermanfaat untuk

berfikir dan belajar.

4) Anak mampu berpikir logis, kritis, memberi alasan, memecahkan

masalah dan menemukan hubungan sebab akibat.

5) Anak mampu mengenal lingkungan alam, lingkungan social, peranan

masyarakat, dan menghargai keragaman sosial dan budaya. Serta

mampu mengembangkan konsep diri, sikap positif terhadap belajar,

kontrol diri, dan rasa memiliki.

6) Anak memiliki kepekaan terhadap irama, nada, birama, berbagai

bunyi, bertepuk tangan, serta menghargai hasil karya yang kretif.

Tujuan kurikuler ini dirumuskan oleh para pendidik dan koordinator

pelaksana Taman Balita Klub Merby.

Menurut pendapatnya mengenai tujuan instruksional (tujuan

proses belajar mengajar) adalah disesuaikan dengan tema. Misalnya

tema sekolah, tujuan instruksionalnya adalah anak balita dapat

cxxi
mengenal/ menyebutkan manfaat lingkungan sekolah dan alat-alat

sekolah. Tujuan instruksional ini dirumuskan oleh para pendidik dan

Koordinator Pelaksana Taman Balita Klub Merby.

b. Bahan Pembelajaran

Menurut pendapat Miss Astri mengenai bahan pembelajaran

yang digunakan yaitu dalam menentukan bahan pembelajaran

sebaiknya memenuhi kriteria: sesuai dengan tema, warna menarik, dan

aman.

Menurut pendapatnya mengenai cara menentukan bahan

pembelajaran di Taman Balita Klub Merby yaitu disesuaikan dengan

tema dan kemampuan anak.

c. Kegiatan Belajar Mengajar

Menurut Miss Astri mengenai kegiatan belajar mengajar yaitu

setiap hari Senin-Kamis pukul 09.00-11.00 WIB. Sedangkan Jumat

pukul 08.00-10.00 WIB.

Menurut pendapatnya mengenai dasar penentuan waktu

pelaksanaannya adalah 5 kali pertemuan dalam satu minggu. Tujuannya

agar dapat mengamati perkembangan anak. Waktu pelaksanaan

kegiatan belajar mengajar ditentukan oleh semua pihak yang terkait di

Taman Balita Klub Merby seperti koordinator pelaksana, pendidik, dan

orang tua anak balita.

cxxii
d. Metode

Menurut Miss Astri mengenai metode pembelajaran yang

digunakan di Little Class adalah metode bermain, bercerita, bernyanyi,

dan berdialog/ bercakap. Metode bermain dapat dilakukan di dalam

ruangan dan di luar ruangan. Jenis bermainnya ada bermain bebas,

dengan bimbingan, dan dengan pengarahan.

Metode bercerita digunakan sebagai metode pembelajaran

karena dapat mempengaruhi jalan pikiran dan daya imajinasi anak.

Untuk melengkapi metode ini maka digunakan alat peraga berupa

boneka-boneka, gambar-gambar, atau alat peraga lain yang masih ada

hubungannya dengan bahan yang sedang diceritakan. Pada akhir cerita,

pendidik memberi pertanyaan kepada anak, atau sebaliknya menjawab

pertanyaan/ komentar anak.

Metode bernyanyi digunakan sebagai metode pembelajaran

karena cocok untuk tujuan mengembangkan penghayatan anak terhadap

suatu peristiwa.

Metode berdialog/ bercakap dapat dilakukan bersamaan dengan

metode bermain, bercerita, dan bernyanyi. Metode ini bermanfaat untuk

menambah kosakata yang dimiliki anak agar dapat berkomunikasi

dengan baik.

e. Alat/ Media Belajar

Menurut Miss Astri mengenai alat/ media belajar yang

digunakan di Little Class adalah jenis alat permainan dari lingkungan

cxxiii
alam, lingkungan sekitar, alat permainan modern, dan jenis APE

(seperti puzzle, balok, kubus, bola, dan lain-lain).

f. Sumber Belajar

Menurut Miss Astri mengenai sumber belajar yang digunakan di

Taman Balita Klub Merby adalah buku, audio visual, perpustakaan, dan

alat peraga yang disesuaikan dengan tema.

g. Evaluasi

Menurut Miss Astri mengenai evaluasi pembelajaran adalah

evaluasi ini dilakukan dengan melibatkan koordinator pelaksana,

pendidik, pengasuh dan orang tua anak balita. Tujuan evaluasi ini

adalah memantau perkembangan anak balita.

Dari hasil evaluasi ini dapat dilihat kemampuan anak balita

sebelum dan sesudah mengikuti pembelajaran yaitu terdapat perubahan

terutama pada perilaku, sosialisasi, dan kemandirian (ke arah yang lebih

baik). Dilihat dari pertumbuhan anak balita yaitu motorik kasar dan

motorik halus anak balita menjadi lebih baik. Dilihat dari

perkembangan anak balita yaitu anak balita menjadi lebih percaya diri,

lebih mandiri, dan perbendaharaan kata semakin bertambah. Dilihat dari

hasil pekerjaan anak balita terhadap tugas-tugas yang diberikan yaitu

hasil tidak diutamakan, yang diutamakan adalah proses

pembelajarannya.

cxxiv
Informan 3

Beliau adalah seorang koordinator pelaksana di Taman Balita Klub Merby.

Namanya adalah Sri Rahayu. Anak-anak balitanya biasa memanggilnya

Ibu Yayuk. Alamat Ibu Yayuk adalah Jl. Syuhada Raya, Semarang.

a. Sistem Pengasuhan di Taman Balita Klub Merby

Menurut Ibu Yayuk mengenai sistem pengasuhan yaitu sistem

pengasuhan di Taman Balita Klub Merby ada dua jenis yaitu secara full

day dan half day. Untuk yang full day, anak balita yang dititipkan selain

mendapatkan pelayanan pembelajaran juga mendapatkan pelayanan

asuhan. Anak balita dengan sistem pengasuhan ini biasanya mereka

dijemput oleh orang tuanya pada sore hari yaitu pukul 17.00 WIB.

Sedangkan untuk yang half day, anak balita yang dititipkan hanya

mendapatkan pelayanan pembelajaran saja. Anak balita dengan sistem

pengasuhan ini biasanya mereka dijemput oleh orang tuanya pada siang

hari setelah pembelajaran selesai yaitu pukul 11.00 WIB.

Menurut pendapatnya, pelayanan yang diberikan oleh Taman

Balita Klub Merby tidak hanya untuk anak balita tetapi juga untuk

orang tua anak balita. Pelayanan yang diberikan kepada anak balita

antara lain pendidikan (tentang budi pekerti, sopan santun, kemandirian,

dan lain-lain), perawatan, asuhan, pemeriksaan kesehatan tubuh dan

gigi, serta penggunaan fasilitas-fasilitas yang ada di Taman Balita Klub

Merby.

cxxv
Sedangkan pelayanan yang diberikan kepada orang tua anak

balita yaitu konsultasi kepada dokter dan psikolog yang ada di Taman

Balita Klub Merby. Orang tua anak balita dapat berkonsultasi tentang

pertumbuhan dan perkembangan anak balita. Selain itu orang tua anak

balita dapat bertukar pikiran kepada koordinator pelaksana, pendidik,

dan pengasuh jika anak balita mereka sedang mengalami permasalahan.

Kemudian pihak Taman Balita Klub Merby akan membantu

memberikan solusi kepada orang tua anak balita.

Menurut pendapatnya, pengasuhan yang telah diterapkan di

Taman Balita Klub Merby (seperti kedisiplinan, sopan santun,

kemandirian, dan lain-lain) sebaiknya diterapkan pula di rumah. Hal

tersebut dilakukan dengan tujuan agar ada kesinambungan antara

pendidikan dan pengasuhan di Taman Balita Klub Merby dengan di

rumah.

Menurut pendapatnya, daya tampung di Taman Balita Klub

Merby untuk sistem pengasuhan secara full day ada 16 anak balita. Saat

ini anak balita yang mendapatkan system pengasuhan secara full day

ada 10 anak balita.

Menurut pendapatnya, para orang tua anak balita berasal dari

kota Semarang. Meraka ada yang bekerja sebagai dokter, pegawai bank,

wiraswasta, pegawai negeri, dan pegawai swasta pada perusahaan-

perusahaan besar di Semarang. Para orang tua anak balita belum

seluruhnya mentaati tata tertib Taman Balita Klub Merby. Biasanya

cxxvi
yang sering terjadi adalah tentang penjemputan anak balita lewat dari

yang telah ditantukan. Sebagian besar dari mereka pulang dari kantor

pukul 17.00 WIB, sedangkan perjalanan dari kantor ke Taman Balita

Klub Merby antara 15-30 menit. Sehingga para pengasuh memberikan

toleransi waktu sampai pukul 17.15 WIB. Tidak jarang para pengasuh

menunggu jemputan anak balita dating sampai pukul 17.30 WIB.

b. Sistem Evaluasi

Menurut pendapatnya mengenai evaluasi pengasuhan yaitu

evaluasi dilakukan setiap hari. koordinator pelaksana dan pengasuh

menyampaikan informasi kepada orang tua anak balita tentang

perkembangan anak balita dan kegiatan-kegiatan yang dilakukan anak

balita pada hari itu. Jika orang tua anak balita tidak aktif menanyakan

terlebih dahulu, maka koordinator pelaksana dan pengasuh tetap

menyampaikan informasi tersebut.

Informan 4

Beliau adalah seorang pengasuh di Taman Balita Klub Merby. Namanya

adalah Santy Sulisyowati. Anak-anak balitanya biasa memanggilnya Ibu

Wati. Alamat Ibu Wati adalah Bongsari Rt 04/ I, Semarang.

a. Sistem Pengasuhan di Taman Balita Klub Merby

Menurut pendapat Ibu Wati mengenai sistem pengasuhan yaitu asuhan

dan perawatan dilakukan setelah proses pembelajaran selesai. Adapun

kegiatan-kegiatan anak balita setelah proses pembelajaran, antara lain:

cxxvii
1) Makan siang pada pukul 11.30-13.00 WIB

Pengasuh memberikan makanan dan minuman kepada anak balita.

Mereka diajarkan oleh pengasuh untuk makan sendiri. Tetapi bagi

anak balita yang belum dapat makan sendiri maka akan disuapi oleh

pengasuh. Makan siang dilakukan di ruang makan yaitu Ruang

Kemuning. Anak balita diajarkan pula untuk makan sambil duduk.

Sebagian besar anak balita senang jika makan sambil bermain-main

di halaman belakang karena di sana terdapat beberapa alat permainan

seperti jungkat-jungkit, ayunan, mangkuk putar, perosotan, dan lain-

lain.

2) Mandi siang pada pukul 13.00-13.30 WIB

Setelah makan siang selesai, pengasuh memandikan anak balita

secara bergantian. Karena setelah makan siang kondisi anak balita

(terutama pakaiannya) kotor. Jadi anak balita perlu dimandikan

sehingga mereka tidur dalam keadaan bersih.

3) Istirahat (tidur siang) pada pukul 13.30-15.30 WIB

Setelah anak balita balita mandi, mereka ganti pakaian kemudian

tidur siang. Para pengasuh pun ikut menemani sampai anak balita

tidur. Setelah anak balita tertidur, pengasuh bangun untuk

melakukan pekerjaan lainnya.

4) Mandi sore pada pukul 15.30-16.30 WIB

cxxviii
Setelah anak balita tidur, mereka bangun kemudian minum susu.

Ada beberapa anak balita yang minum susu dengan menggunakan

botol dan ada pula yang disuapi oleh pengasuh. Setelah itu anak

balita dimandikan oleh pengasuh secara bergantian.

5) Penjemputan balita pada pukul 16.30-17.00 WIB

Anak balita yang sudah bersih dan rapi, menunggu orang tuanya

menjemput. Mereka menunggu orang tuanya sambil bermain di

halaman belakang. Batas penjemputan adalah pukul 17.00 WIB.

Tetapi pengasuh memberikan toleransi waktu sampai pukul 17.15

WIB.

b. Jenis Pengasuhan

Menurut pendapatnya mengenai jenis pengasuhan yang diberikan oleh

pengasuh kepada anak balita adalah selain diberikan pendidikan untuk

bekal mereka masuk Taman Kanak-kanak (TK), pengasuh juga

memberikan bimbingan, asuhan dan menanamkan rasa kasih sayang,

kebersamaan, kesetiakawanan, kepedulian terhadap lingkungan dan

sesama. Ada pula pelayanan pemeriksaan kesehatan seperti

pemeriksaan kuku, gigi, dan telinga setiap seminggu sekali. Sedangkan

penimbangan berat badan, konsultasi kesehatan umum dan gigi antara

orang tua anak balita dan dokter dilaksanakan setiap bulan sekali.

c. Kendala-kendala

Menurut pendapatnya mengenai kendala-kendala yang dihadapi dalam

proses pengasuhan adalah kadang-kadang anak balita muncul rasa

cxxix
egois, sensitif, manja, kurang percaya diri, dan sifat-sifat kekanak-

kanakan lainnya yang membuat pengasuh harus memberikan perhatian

lebih kepada anak balita tersebut tetapi tidak membuat iri hati kepada

anak balita lainnya.

Informan 5

Beliau adalah seorang pengasuh di Taman Balita Klub Merby. Namanya

adalah Is Rahayu. Anak-anak balitanya biasa memanggilnya Ibu Is.

Alamat Ibu Is adalah Jl. Mataram 653 Semarang atau di Merby Centre.

a. Sistem Pengasuhan di Taman Balita Klub Merby

Menurut pendapat Ibu Is mengenai sistem pengasuhan yaitu sistem

pengsuhan di Taman Balita Klub Merby ada dua macam yaitu:

1) Sistem Pengasuhan Half Day

Anak balita hanya mengikuti proses pembelajaran. Biasanya mereka

dijemput orang tuanya setelah proses pembelajaran selesai (siang

hari).

2) Sistem Pengasuhan Full Day

Anak balita selain mengikuti proses pembelajaran, mereka juga

mendapatkan asuhan dan perawatan setelah proses pembelajaran

selesai. Biasanya mereka dijemput orang tuanya pada sore hari.

b. Jenis Pengasuhan

Menurut pendapatnya mengenai jenis pengasuhan yang diberikan oleh

pengasuh kepada anak balita adalah pengasuh mengajarkan anak balita

cxxx
untuk mandiri, bergaul dengan teman agar memiliki rasa kasih sayang

terhadap sesama. Anak balita mendapatkan pelayanan tersebut selama

mereka masih dititipkan di Taman Balita Klub Merby.

Menurut pendapatnya mengenai kegiatan-kegiatan anak balita

selama dalam proses pengasuhan setelah proses pembelajaran selesai,

antara lain:

1) Makan siang pada pukul 11.30-13.00 WIB

Pengasuh memberikan makanan dan minuman kepada anak balita.

Mereka diajarkan oleh pengasuh untuk makan sendiri. Tetapi bagi

anak balita yang belum dapat makan sendiri maka akan disuapi oleh

pengasuh. Makan siang dilakukan di ruang makan yaitu Ruang

Kemuning. Anak balita diajarkan pula untuk makan sambil duduk.

Sebagian besar anak balita senang jika makan sambil bermain-main

di halaman belakang karena di sana terdapat beberapa alat permainan

seperti jungkat-jungkit, ayunan, mangkuk putar, perosotan, dan lain-

lain.

2) Mandi siang pada pukul 13.00-13.30 WIB

Setelah makan siang selesai, pengasuh memandikan anak balita

secara bergantian. Karena setelah makan siang kondisi anak balita

(terutama pakaiannya) kotor. Jadi anak balita perlu dimandikan

sehingga mereka tidur dalam keadaan bersih.

3) Istirahat (tidur siang) pada pukul 13.30-15.30 WIB

cxxxi
Setelah anak balita balita mandi, mereka ganti pakaian kemudian

tidur siang. Para pengasuh pun ikut menemani sampai anak balita

tidur. Setelah anak balita tertidur, pengasuh bangun untuk

melakukan pekerjaan lainnya.

4) Mandi sore pada pukul 15.30-16.30 WIB

Setelah anak balita tidur, mereka bangun kemudian minum susu.

Ada beberapa anak balita yang minum susu dengan menggunakan

botol dan ada pula yang disuapi oleh pengasuh. Setelah itu anak

balita dimandikan oleh pengasuh secara bergantian.

5) Penjemputan balita pada pukul 16.30-17.00 WIB

Anak balita yang sudah bersih dan rapi, menunggu orang tuanya

menjemput. Mereka menunggu orang tuanya sambil bermain di

halaman belakang. Batas penjemputan adalah pukul 17.00 WIB.

Tetapi pengasuh memberikan toleransi waktu sampai pukul 17.15

WIB.

c. Kendala-kendala

Menurut pendapatnya mengenai kendala-kendala yang dihadapi

dalam proses pengasuhan adalah bila anak balita sedang sakit maka

mereka harus mendapatkan perawatan, asuhan, dan perhatian yang

lebih. Selain itu bila anak balita buang air besar/ buang air kecil ketika

sedang tidur, maka kotoran mereka akan meninggalkan noda pada kain

sprei (bed cover). Karena kain sprei berwarna putih maka harus

langsung dicuci apabila terkena kotoran anak balita.

cxxxii
Informan 6

Beliau adalah orang tua dari Viera (3 tahun). Namanya adalah MB. Indah

Novianti. Ibu Indah bekerja sebagai pegawai swasta di salah satu

perusahaan besar di Semarang. Alamat Ibu Indah adalah Jl. Sambiroto

Baru No. 54 Kedungmundu Semarang.

a. Alasan Orang Tua Menitipkan Anak Balitanya di Taman Balita

Klub Merby

Menurut pendapatnya mengenai alasan Ibu Indah menitipkan

Viera di Taman Balita Klub Merby adalah karena beliau bekerja dari

pagi sampai sore. Beliau juga tidak tega bila meninggalkan Viera

dengan pembantu saja di rumah selama beliau bekerja. Selain itu lokasi

Taman Balita Klub Merby dekat dengan kantor beliau. Adapun tujuan

beliau menitipkan Viera di Taman Balita Klub Merby yaitu agar Viera

mendapatkan pendidikan sebagai persiapan masuk TK. Beliau

merasakan manfaat selama Viera dititipkan di Taman Balita Klub

Merby yaitu Viera dapat lebih mandiri dibandingkan teman-teman

lainnya (di rumah). Viera sekarang juga lebih kreatif.

b. Persyaratan Menitipkan Anak Balita di Taman Balita Klub Merby

Menurut pendapatnya mengenai persyaratan yang harus

dipenuhi untuk menitipkan Viera di Taman Balita Klub Merby yaitu:

cxxxiii
1) Orang tua memenuhi persyaratan Taman Balita Klub Merby antara

lain: menulis identitas diri anak, foto copy akte kelahiran anak, foto

copy kartu keluarga, dan foto copy KTP kedua orang tua.

2) Orang tua membayar biaya-biaya penitipan anak dengan perincian

sebagai berikut:

a) Biaya administrasi per bulan : Rp. 300.000

b) Biaya SPP per bulan : Rp. 200.000

(untuk 5 kali pertemuan dalam satu minggu)

Rp. 150.000

(untuk 3 kali pertemuan dalam satu minggu)

Pembayaran SPP dilakukan setiap bulan antara tanggal 1-10.

c) Biaya pendaftaran : Rp. 100.000

d) Biaya pangkal (uang gedung): Rp. 500.000

e) Biaya perlengkapan : Rp. 135.000

(mendapatkan seragam, kaos Merby, tas, media belajar: drawing

board, buku, crayon, gunting, lem, dan lain-lain).

Viera dititipkan di Taman Balita Klub Merby sejak usianya 2

tahun. Sebelum dititipkan di Taman Balita Klub Merby, Viera sudah

pernah dititipkan di tempat penitipan anak lain pada usia 3 bulan. Jadi

Viera sudah terbiasa dengan suasana penitipan anak. Tetapi Viera perlu

beradaptasi lagi ketika Viera dipindahkan ke Taman Balita Klub Merby.

Kondisi Viera setelah dititipkan di Taman Balita Klub Merby menjadi

lebih mandiri, kreatif, mudah bersosialisasi dan beradaptasi dengan

cxxxiv
lingkungan. Dengan demikian perkembangan Viera saat ini menjadi

lebih baik karena Taman Balita Klub Merby dilengkapi dengan sarana

dan prasarana yang memadai.

Jika Viera sedang mengalami permasalahan maka pihak Taman

Balita Klub Merby ikut membantu mencari solusi untuk permasalahan

yang dialami tersebut. Misalnya waktu awal Viera dititipkan di Taman

Balita Klub Merby, dia cenderung egois dan sulit bergaul dengan

teman-temannya. Tetapi saat ini dia sudah enjoy di Taman Balita Klub

Merby karena pihak Taman Balita Klub Merby melakukan pendekatan-

pendekatan kepada Viera.

c. Pelayanan-pelayanan yang Diberikan oleh Taman Balita Klub

Merby

Menurut pendapatnya mengenai pelayanan-pelayanan yang

diberikan oleh Taman Balita Klub Merby yaitu Viera mendapatkan

pelayanan pendidikan, perawatan, asuhan, pemeriksaan kesehatan, dan

lain-lain. Selain itu beliau juga mendapatkan kesempatan untuk

berkonsultasi kepada dokter dan psikolog tentang pertumbuhan dan

perkembangan Viera.

Menurut pendapatnya mengenai hasil evaluasi yaitu hal-hal

yang dievaluasi meliputi keterampilan, kemandirian, dan sosialisasi.

Hal-hal tersebut dilaporkan kepada beliau oleh pihak Taman Balita

Klub Merby setiap hari dan setiap bulan dengan cara langsung dan

menggunakan media perantara yaitu buku evaluasi bulanan anak balita.

cxxxv
d. Keberadaan Taman Balita Klub Merby

Menurut pendapatnya mengenai keberadaan Taman Balita Klub

Merby yaitu sangat bermanfaat sekali terutama untuk beliau yang

bekerja di luar rumah. Beliau menyarankan kepada Taman Balita Klub

Merby untuk lebih meningkatkan pelayanan yang diberikan baik kepada

anak balita maupun orang tuanya agar para orang tua anak balita lebih

yakin untuk menitipkan anaknya selama orang tua bekerja.

Informan 7

Beliau adalah orang tua dari Adnan Harimurti K (3 tahun) atau Ade.

Namanya adalah Lili Umiati. Ibu Lili bekerja sebagai pegawai swasta di

salah satu perusahaan besar di Semarang. Alamat Ibu Lili adalah Beringin

Putih D2/ 14 Ngalian, Semarang.

a. Alasan Orang Tua Menitipkan Anak Balitanya di Taman Balita

Klub Merby

Menurut pendapatnya mengenai alasan Ibu Lili menitipkan Ade

di Taman Balita Klub Merby adalah karena beliau bekerja dari pagi

sampai sore. Beliau juga tidak tega bila meninggalkan Ade dengan

pembantu saja di rumah selama beliau bekerja. Selain itu lokasi Taman

Balita Klub Merby dekat dengan kantor beliau. Adapun tujuan beliau

menitipkan Ade di Taman Balita Klub Merby yaitu agar Ade lebih

mandiri dan dapat bersosialisasi dengan baik. Beliau merasakan

manfaat selama Ade dititipkan di Taman Balita Klub Merby yaitu Ade

cxxxvi
mengalami banyak perubahan seperti cara berbicaranya dan

bersosialisasinya menjadi lebih baik.

b. Persyaratan Menitipkan Anak Balita di Taman Balita Klub Merby

Menurut pendapatnya mengenai persyaratan yang harus

dipenuhi untuk menitipkan Ade di Taman Balita Klub Merby yaitu:

1) Orang tua memenuhi persyaratan Taman Balita Klub Merby antara

lain: menulis identitas diri anak, foto copy akte kelahiran anak, foto

copy kartu keluarga, dan foto copy KTP kedua orang tua.

2) Orang tua membayar biaya-biaya penitipan anak dengan perincian

sebagai berikut:

a) Biaya administrasi per bulan : Rp. 300.000

b) Biaya SPP per bulan : Rp. 200.000

(untuk 5 kali pertemuan dalam satu minggu)

Rp. 150.000

(untuk 3 kali pertemuan dalam satu minggu)

Pembayaran SPP dilakukan setiap bulan antara tanggal 1-10.

c) Biaya pendaftaran : Rp. 100.000

d) Biaya pangkal (uang gedung): Rp. 500.000

e) Biaya perlengkapan : Rp. 135.000

(mendapatkan seragam, kaos Merby, tas, media belajar: drawing

board, buku, crayon, gunting, lem, dan lain-lain).

Ade dititipkan di Taman Balita Klub Merby sejak usianya 17

bulan. Sebelum dititipkan di Taman Balita Klub Merby, Ade belum

cxxxvii
dapat berjalan dengan baik dan sudah dapat berbicara tetapi belum

lancer. Saat ini Ade mengalami banyak perubahan seperti dapat berjalan

dengan baik, lebih pintar berbicara, dan lebih sopan kepada orang lain.

Dengan demikian perkembangan Ade saat ini menjadi lebih baik karena

Taman Balita Klub Merby dilengkapi dengan sarana dan prasarana

yang memadai.

Jika Ade sedang mengalami permasalahan, misalnya rewel di

rumah maka pihak Taman Balita Klub Merby ikut membantu mencari

solusi terhadap permasalahan Ade tersebut melalui sharing dengan

pendidik dan pengasuh.

c. Pelayanan-pelayanan yang Diberikan oleh Taman Balita Klub

Merby

Menurut pendapatnya mengenai pelayanan-pelayanan yang

diberikan oleh Taman Balita Klub Merby yaitu Ade mendapatkan

pelayanan pendidikan, perawatan, asuhan, pemeriksaan kesehatan, dan

lain-lain. Selain itu beliau juga mendapatkan kesempatan untuk

berkonsultasi kepada dokter dan psikolog tentang pertumbuhan dan

perkembangan Ade.

Menurut pendapatnya mengenai hasil evaluasi yaitu hal-hal

yang dievaluasi meliputi keterampilan, kemandirian, dan sosialisasi.

Hal-hal tersebut dilaporkan kepada beliau oleh pihak Taman Balita

Klub Merby setiap hari dan setiap bulan dengan cara langsung dan

menggunakan media perantara yaitu buku evaluasi bulanan anak balita.

cxxxviii
d. Keberadaan Taman Balita Klub Merby

Menurut pendapatnya mengenai keberadaan Taman Balita Klub

Merby yaitu sangat bermanfaat sekali terutama untuk beliau yang

bekerja di luar rumah. Beliau menyarankan kepada Taman Balita Klub

Merby untuk lebih meningkatkan sarana dan prasarana termasuk

fasilitas-fasilitas yang ada.

Pembahasan

Pada bagian ini akan dibahas hasil penelitian seperti telah dipaparkan
dimuka yang meliputi: pola pembelajaran taman penitipan anak di Taman
Balita Klub Merby yang meliputi aspek-aspek: tujuan, bahan
pembelajaran, kegiatan belajar mengajar, metode, alat/ media belajar,
sumber belajar, dan evaluasi, serta faktor pendukung dan faktor
penghambat dari pola pembelajaran taman penitipan anak di Taman Balita
Klub Merby.

1. Tujuan

Tujuan institusional dalam hal ini tujuan Taman Balita Klub Merby
adalah membantu para ibu dalam:
a. Membiasakan sopan santun dan budi pekerti;

b. Memantau tumbuh kembang dan kesehatan balita;

c. Memotivasi anak belajar bicara;

d. Memantau dan mengoptimalkan kecerdasan anak;

e. Memahami potensi anak;

cxxxix
f. Menemani belajar sambil bermain;

g. Membimbing balita agar mandiri.

Menurut Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain (2002:48), tujuan adalah

suatu cita-cita yang ingin dicapai dari pelaksanaan suatu kegiatan. Tujuan

institusional adalah tujuan yang diharapkan dicapai oleh lembaga atau

jenis tingkatan sekolah. Tujuan institusional ini dirumuskan oleh semua

pihak yang terkait di Taman Balita Klub Merby.

Tujuan kurikuler adalah penjabaran tujuan ininstitusional yang


berisi program-program pendidikan. Program Little Class dan Happy Class
di Taman Balita Klub Merby memiliki tujuan kurikuler, antara lain:
a. Anak mampu melakukan ibadah, mengenal dan percaya akan ciptaan

Tuhan dan mencintai sesama.

b. Anak mampu mengelola keterampilan tubuh termasuk gerakan-gerakan

yang mengontrol gerakan tubuh, gerakan halus, dan gerakan kasar, serta

menerima rangsangan sensorik (pancaindera).

c. Anak mampu menggunakan bahasa untuk pemahaman bahasa pasif dan

dapat berkomunikasi secara efektif yang bermanfaat untuk berfikir dan

belajar.

d. Anak mampu berpikir logis, kritis, memberi alasan, memecahkan

masalah dan menemukan hubungan sebab akibat.

e. Anak mampu mengenal lingkungan alam, lingkungan social, peranan

masyarakat, dan menghargai keragaman sosial dan budaya. Serta

mampu mengembangkan konsep diri, sikap positif terhadap belajar,

kontrol diri, dan rasa memiliki.

cxl
f. Anak memiliki kepekaan terhadap irama, nada, birama, berbagai bunyi,

bertepuk tangan, serta menghargai hasil karya yang kretif.

Tujuan kurikuler ini dirumuskan oleh para pendidik di Taman Balita Klub

Merby.

Tujuan instruksional menyangkut tujuan yang hendak kita capai


dalam kegiatan pendidikan kita sehari-hari. Tujuan instruksional (tujuan
proses belajar mengajar) pada Little Class dan Happy Class adalah
disesuaikan dengan tema. Misalnya tema sekolah, tujuan instruksionalnya
adalah anak balita dapat mengenal/ menyebutkan manfaat lingkungan
sekolah dan alat-alat sekolah. Tujuan instruksional ini dirumuskan oleh
para pendidik di Taman Balita Klub Merby.
2. Bahan Pembelajaran

Taman Balita Klub Merby memiliki bahan pembelajaran yang


ingin disampaikan dalam proses belajar mengajar. Taman Balita Klub
Merby memiliki beberapa kriteria dalam menentukan bahan pembelajaran
yaitu: relevan dengan kondisi anak, berwarna dan atraktif, sederhana dan
konkrit, eksploratif dan mengandung rasa ingin tahu, berkaitan dengan
aktivitas keseharian anak, aman dan tidak membahayakan, serta
bermanfaat dan mengandung nilai pendidikan.
Menurut Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain (2002:50), bahan
pembelajaran adalah substansi yang akan disampaikan dalam proses
belajar mengajar. Menurut Hibana S. Rahman (2002:77), dalam
menentukan bahan pembelajaran untuk anak balita ada beberapa kriteria
yang harus dipenuhi.
3. Kegiatan Belajar Mengajar

Kegiatan belajar mengajar di Taman Balita Klub Merby adalah inti


kegiatan dalam pendidikan. Segala sesuatu yang diprogramkan akan
dilaksanakan dalam proses belajar mengajar.

cxli
Menurut Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain (2002:51),
kegiatan belajar mengajar adalah inti kegiatan dalam pendidikan. Segala
sesuatu yang telah diprogramkan akan dilaksanakan dalam proses belajar
mengajar.
Kegiatan belajar mengajar Taman Balita Klub Merby dilakukan
sesuai dengan jadwal yaitu:
07.30-08.30 WIB: Balita datang
Para orang tua mengantarkan anak balitanya ke Taman Balita Klub Merby.
Balita datang dalam keadaan sudah mandi dan makan pagi.
09.00-10.30 WIB: Pelatihan balita mandiri
Pelaksanaan pembelajaran dibagi menjadi tiga kelas yaitu:
a. Tiny Class, untuk anak balita berusia 1-2 tahun.

b. Little Class, untuk anak balita berusia 2-3 tahun.

c. Happy Class, untuk anak balita berusia 3-4 tahun.

Proses pembelajaran tersebut menggunakan bahasa pengantar yaitu bahasa


Indonesia dan bahasa Inggris.
09.00-11.00 WIB: Pelatihan balita mandiri
Pelaksanaan pembelajaran hanya ada satu kelas yaitu Smart Class untuk
anak balita berusia 4-5 tahun sebagai persiapan anak balita memasuki TK.
Kegiatan belajar mengajar dilakukan secara bermain edukatif
dengan tema yang berbeda-beda setiap harinya.
a. Senin: Day of Knowledge

Kegiatan belajar mengajar dilakukan dengan bermain edukatif yang


menekankan tentang pengetahuan.
b. Selasa: Day of Skill

Kegiatan belajar mengajar dilakukan dengan bermain edukatif yang


menekankan tentang keterampilan.
c. Rabu: Day of Health

cxlii
Kegiatan belajar mengajar dilakukan dengan bermain edukatif yang
menekankan tentang kesehatan.

d. Kamis: Day of Arts

Kegiatan belajar mengajar dilakukan dengan bermain edukatif yang


menekankan tentang seni.
e. Jumat: Day of Sports

Kegiatan belajar mengajar dilakukan dengan bermain edukatif yang


menekankan tentang olah raga.
4. Metode

Metode pembelajaran di Taman Balita Klub Merby bersifat


menantang, menyenangkan, melibatkan unsur bermain, bergerak,
bernyanyi, dan belajar.
Hal tersebut sesuai dengan pendapat Slamet Suyanto (2003:162)
yaitu metode pembelajaran untuk anak usia dini hendaknya menantang,
menyenangkan, melibatkan unsur bermain, bergerak, bernyanyi, dan
belajar.
Metode pembelajaran yang digunakan di Taman Balita Klub Merby
antara lain: bermain, bercerita, bernyanyi, bercakap/ berdialog, dan
bermain peran. Kegiatan bermain dilakukan di dalam dan di luar ruangan
dengan bimbingan dan arahan, tetapi ada pula bermain bebas.
Metode bercerita dilakukan dengan berbagai bentuk seperti
bercerita tanpa alat peraga, dengan menggunakan alat peraga, dan dengan
menggunakan buku cerita (story reading).
Metode bernyanyi dilakukan dengan bernyanyi aktif yaitu anak
balita melakukan secara langsung kegiatan bernyanyi, baik dilakukan
sendiri, mengikuti atau bersama-sama dengan menggerak-gerakan tubuh
mereka atau bertepuk tangan.

cxliii
Metode bercakap/ berdialog dilakukan bersamaan dengan metode
bermain, bercerita, dan bernyanyi. Metode ini bermanfaat untuk
menambah kosakata yang dimiliki anak balita agar dapat berkomunikasi
dengan baik.
Metode bermain peran akan memberikan kesempatan seluas-
luasnya kepada anak balita untuk bermain peran dalam kehidupan sehari-
hari maupun dalam dongeng/ cerita guna mengembangkan imajinasinya.
5. Alat/ Media Belajar

Alat permainan yang digunakan di Taman Balita Klub Merby yaitu


alat permainan dari lingkungan dan Alat Permainan Edukatif (APE). Alat
permainan dari lingkungan misalnya dari lingkungan alam (air, pasir),
lingkungan sekitar, alat permainan modern. Sedangkan APE misalnya
puzzle, balok, kubus, gelang susun, papan pasak, bola, dan lain-lain.
Menurut Slamet Suyanto (2003:161), media belajar anak usia dini
pada umumnya adalah alat permainan. Anak akan aktif mengadakan
eksplorasi dengan menggunakan alat permainan, walaupun tidak menutup
kemungkinan mereka akan meggunakannya untuk bermain. Alat
permainan ada dua jenis yaitu dari lingkungan dan Alat Permainan
Edukatif (APE).

6. Sumber Belajar

Sumber belajar yang digunakan di Taman Balita Klub Merby yaitu


sumber belajar alamiah, perpustakaan, media cetak dan elektronik, alat
peraga, dan nara sumber (bila ada).
Menurut Udin Saripuddin Winataputra dan Rustana Ardiwinata
(1991:165) dalam Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain (2002:55),
sumber-sumber bahan dan belajar adalah segala sesuatu yang dapat
dipergunakan sebagai tempat di mana bahan pengajaran terdapat atau asal
untuk belajar seseorang.

cxliv
7. Evaluasi

Evaluasi pembelajaran yang dilakukan di Taman Balita Klub

Merby melibatkan koordinator pelaksana, pendidik, pengasuh dan orang

tua anak balita. Tujuan evaluasi ini adalah untuk memantau perkembangan

anak balita.

Menurut Slamet Suyanto (2003:224), penilaian pada anak usia dini

hendaknya lebih didasarkan atas kemajuan belajar atau pengembangan

individual. Karena itu bentuk penilaian di mana anak dibandingkan dengan

anak yang lain menjadi kurang bermakna. Pendidik harus mau

menganggap bahwa semua anak, apapun kondisinya, adalah siswanya

yang harus dikembangkan secara optimal sesuai dengan kapasitas masing-

masing.

Evaluasi pembelajaran ini dilakukan secara harian dan setiap akhir

bulan. Secara harian dilakukan dengan cara pendidik menyampaikan

perkembangan anak hari itu kepada orang tua anak balita. Selain itu

pendidik juga memberitahu kepada orang tua anak balita tentang kegiatan-

kegiatan yang dilakukan pada hari itu.

Sedangkan evaluasi yang dilakukan setiap akhir bulan dilakukan


dengan cara pendidik memberikan buku evaluasi kepada orang tua anak
balita. Hal-hal yang dievaluasi meliputi pengetahuan, keterampilan, dan
perilaku anak balita. Selain itu pendidik menuliskan pesan di dalam buku
tersebut untuk orang tua anak balita. Kemudian orang tua anak balita
memberikan respon yaitu menuliskan catatan-catatan untuk pihak Taman
Balita Klub Merby sehingga terjadi komunikasi antara pihak Taman Balita
Klub Merby dengan orang tua anak balita.

cxlv
Dari hasil evaluasi ini dapat dilihat kemampuan anak balita

sebelum dan sesudah mengikuti pembelajaran yaitu terdapat perubahan

terutama pada perilaku, sosialisasi, dan kemandirian (ke arah yang lebih

baik). Dilihat dari pertumbuhan anak balita yaitu motorik kasar dan

motorik halus anak balita menjadi lebih baik. Dilihat dari perkembangan

anak balita yaitu anak balita menjadi lebih percaya diri, lebih mandiri, dan

perbendaharaan kata semakin bertambah. Dilihat dari hasil pekerjaan anak

balita terhadap tugas-tugas yang diberikan yaitu hasil tidak diutamakan,

yang diutamakan adalah proses pembelajarannya.

8. Standar Pelayanan Minimal Pendidikan Anak Usia Dini pada Taman

Penitipan Anak di Taman Balita Klub Merby

a. Kebutuhan Pokok Anak

Pelayanan untuk makanan pokok anak di Taman Balita Klub


Merby yaitu pemberian makanan/ minuman yang membutuhkan sarana
seperti: piring, sendok, gelas, dacin, KMS, dan register. Untuk
sementara, orang tua menyiapkan makanan/ minuman anak balita
sendiri. Setiap hari Jumat Taman Balita Klub Merby memberikan
makanan/ minuman tambahan kepada anak balita.
Selain itu ada pula pelayanan untuk istirahat yaitu tidur yang
membutuhkan sarana perlengkapan tidur.

cxlvi
Menurut Pedoman Penyelenggaraan Pendidikan pada Taman

Penitipan Anak (2001:17), standar pelayanan kebutuhan pokok anak

sebagai berikut:

No. Komponen Standar Pelayanan Sarana


1. Makanan e. Pemberian makanan/ Piring, sendok,
Pokok minuman; gelas, dacin, KMS,
register.
f. Pemberian Paket Vitamin A, Sirup Fe,
Pertolongan Gizi; Kapsul Yodium.
g. PMT Penyuluhan; dan Buku Pedoman
Pembuatan Makanan
Lokal.
h. PMT Pemulihan. Home Economi Sets,
Paket PMT, Blended
Food.
2. Gizi d. Penyuluhan Gizi; Modul Simulasi
Posyandu.
e. ASI Eksklusif; dan Buku Pedoman
Kader Posyandu.
f. Penyuluhan Gizi Seimbang. Poster, leaflet,
lembar balik.
3. Istirahat Tidur. Perlengkapan tidur.

b. Pelayanan Perawatan Kesehatan Anak

Pelayanan perawatan kesehatan anak Taman Balita Klub

Merby dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:

6) Promotif: Cara merawat bayi di rumah

Standar pelayanannya antara lain: menjaga anak balita tetap hangat,

mencegah infeksi, mengenali tanda bahaya pada anak balita,

memelihara kebersihan diri, dan memelihara kebersihan lingkungan

anak balita.

7) Promotif: Deteksi dini pertumbuhan dan perkembangan anak

Standar pelayanannya antara lain: mengenali secara dini

penyimpangan perkembangan serta mengenali cara stimulasi dan

intervensi.

cxlvii
8) Penanggulangan Kecelakaan

Standar pelayanannya antara lain: pencegahan serta penanggulangan

kecelakaan dan cidera.

9) Preventif

Standar pelayanannya antara lain: imunisasi pada anak, pemeriksaan

gigi dan mulut, dan pemeriksaan tubuh.

10) Kuratif

Standar pelayanannya antara lain: Pertolongan Pertama pada

Kecelakaan (P3K) dan Pertolongan Pertama pada Penyakit (P3P).

Menurut Pedoman Penyelenggaraan Pendidikan pada Taman

Penitipan Anak (2001:18-19), standar pelayanan perawatan kesehatan

anak sebagai berikut:

No. Komponen Standar Pelayanan Sarana


1. Promotif: Cara g. Menjaga bayi tetap Buku KIA (Kesejahteraan
merawat bayi hangat; Ibu dan Anak); Modul TN
di rumah h. Memberikan ASI dini BBLR (Pegangan bagi
dan Eksklusif; Tenaga Kesehatan); Buku
i. Mencegah infeksi; pegangan Kader Kesehatan;
j. Mengenali tanda bahaya dan Materi penyuluhan
pada bayi; tentang pencegahan dan
k. Memelihara kebersihan penenganan hipotermi bayi,
diri; ASI Eksklusif, cara
l. Memelihara kebersihan pemberian makanan pada
lingkungan anak. bayi.
2. Promotif: c. Mengenali secara dini Buku Pedoman Pemantauan
Deteksi dini penyimpangan Perkembangan Anak di
pertumbuhan perkembangan; tingkat keluarga; dan
dan d. Mengenali cara stimulasi Lembar balik poster dan
perkembangan dan intervensi. leaflet Tahapan
anak Perkembangan Anak.

3. Penanggulang Pencegahan serta Buku Pedoman


an Kecelakaan penanggulangan Penanggulangan Kecelakaan

cxlviii
kecelakaan dan cidera. dan Cidera pada Usia Balita
di rumah tangga.
4. Preventif g. Imunisasi lengkap pada Jadwal: Lihat tabel 2.2a.
bayi dan anak;
h. Imunisasi TT pada ibu
hamil;
i. Pemberian obat cacing; Obat cacing 6 bulan sekali
dengan petunjuk dokter.
j. Pemeriksaan gigi dan 3 s.d 6 bulan sekali.
mulut;
k. Pemeriksaan tubuh; 1 minggu s.d 1 bulan sekali.
l. Pemberian vitamin A, B 1 minggu sekali secara
Komplek, C bergantian.
5. Kuratif c. Pertolongan Pertama Obat-obat P3K, Kotak Obat,
pada Kecelakaan Tensoplast, Gunting, Obat
meliputi: luka lecet dan merah, Kapas, Providon
luka bakar; Iqdine, Verban.
d. Pertolongan Pertama Obat-obatan P3P seperti:
pada Penyakit (P3P), Obat turun panas, Obat
meliputi: panas/ demam, batuk putih, Oralit, Gentian
batuk pilek, diare, Violet, Salep hitam (Iontiol),
sariawan, infeksi kulit Salep 2-4/ salep 88, Tetes
(koreng, bisul, kadas, mata
kudis), dan mata merah.

c. Pendidikan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat

Taman Balita Klub Merby memberikan pelayanan

Pendidikan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) kepada orang tua

anak balita.

Menurut Pedoman Penyelenggaraan Pendidikan pada Taman

Penitipan Anak (2001:20), standar pelayanan Pendidikan Perilaku

Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) yaitu:

Standar Pelayanan Sarana


Pendidikan Perilaku Hidup Bersih dan Buku Pedoman/ Modul tentang PHBS
Sehat (PHBS)

d. Pendidikan Anak Usia Dini

Pelayanan pendidikan anak usia dini di Taman Balita Klub

Merby antara lain:

cxlix
3) Pembentukan perilaku: moral, agama, displin, perasaan/ emosi, dan

kemampuan bermasyarakat.

4) Pengembangan kemampuan dasar: berbahasa, daya pikir, daya cipta,

keterampilan, dan jasmani.

Menurut Pedoman Penyelenggaraan Pendidikan pada Taman

Penitipan Anak (2001:20), standar pelayanan pendidikan anak usia dini

sebagai berikut:

Komponen Standar Pelayanan Sarana


Pendidikan Anak c. Pembentukan Perilaku: Buku cerita, alat musik,
Usia Dini Moral, agama, displin, radio, tape, TV, boneka,
perasaan/ emosi, dan alat masakan, alat olah
kemampuan bermasyarakat. raga, sikat gigi, alat
d. Pengembangan Kemampuan pertukangan, gelas minum,
Dasar: Berbahasa, daya pikir, balok bangunan, puzzle,
daya cipta, keterampilan, dan alat geometri, binatang
jasmani. mainan, kubus, kendaraan
mainan, plastisin, alat-alat
menggambar, batu-batuan,
alat meronce, gambar seri,
biji-bijian, alat untuk
menganyam.

e. Layanan Bimbingan Sosial

Pelayanan bimbingan sosial di Taman Balita Klub Merby

diberikan kepada orang tua. Pelayanan ini akan membantu orang tua

cl
dalam memantau pertumbuhan dan perkembangan anak usia dini.

Pelayanan yang diberikan dapat berupa penyuluhan tentang:

7) Pertumbuhan dan perkembangan anak umum (3 bulan - 6 tahun).

8) Peranan orang tua dalam membina pertumbuhan dan perkembangan

anak.

9) Media interaksi (bermain, bercerita, menyanyi, menari).

10) Cara merangsang pertumbuhan dan perkembangan anak.

11) Pemantauan pertumbuhan dan perkembangan anak.

12) Rujukan kelainan pertumbuhan dan perkembangan anak.

Menurut Pedoman Penyelenggaraan Pendidikan pada Taman

Penitipan Anak (2001:21), standar layanan bimbingan sosial sebagai

berikut:

Komponen Standar Pelayanan Sarana


Pelayanan Penyuluhan: Model penyuluhan,
bimbingan sosial g. Pertumbuhan dan perkembangan buku pedoman, buku
membantu anak umum (3 bulan - 6 tahun); cara penggunaan APE,
pertumbuhan dan h. Peranan orang tua dalam kartu tumbuh kembang
perkembangan membina pertumbuhan dan anak, booklet, leaflet,
perkembangan anak; poster, dan APE.
i. Media interaksi (bermain,
bercerita, menyanyi, menari);
j. Cara merangsang pertumbuhan
dan perkembangan anak;
k. Pemantauan pertumbuhan dan
perkembangan anak;
l. Rujukan kelainan pertumbuhan
dan perkembangan anak.

Berdasarkan pembahasan tentang tujuan, bahan pembelajaran,


kegiatan belajar mengajar, metode, alat/ media belajar, sumber belajar, dan
evaluasi di atas maka pola pembelajaran taman penitipan anak di Taman

cli
Balita Klub Merby sudah sesuai dengan pembelajaran anak usia dini.
Alasannya adalah Taman Balita Klub Merby memiliki komponen
pembelajaran yang meliputi aspek-aspek: tujuan, bahan pembelajaran,
kegiatan belajar mengajar, metode, alat/ media belajar, sumber belajar, dan
evaluasi yang telah disesuaikan dengan pedoman penyelenggaraan
pendidikan pada taman penitipan anak. Berdasarkan data empirik di lapangan
maka terdapat beberapa faktor pendukung, antara lain:
1. Dilihat dari tujuan, tujuan pembelajaran dirancang sesuai dengan tema dan

kondisi anak balita.

2. Dilihat dari bahan pembelajaran, bahan pembelajaran ditentukan dengan

beberapa kriteria yaitu relevan dengan kondisi anak, berwarna dan atraktif,

sederhana dan konkrit, eksploratif dan mengandung rasa ingin tahu,

berkaitan dengan aktivitas keseharian anak, aman dan tidak

membahayakan, serta bermanfaat dan mengandung nilai pendidikan.

3. Dilihat dari kegiatan belajar mengajar, waktu pelaksanaan kegiatan belajar

mengajar dilakukan dengan dua sistem yaitu 3 kali pertemuan dalam satu

minggu dan 5 kali pertemuan dalam satu minggu. Satu kali pertemuan

adalah 120 menit setiap harinya.

4. Dilihat dari metode, metode pembelajaran digunakan secara bergantian

yaitu metode bermain, bercerita, bernyanyi, bercakap/ berdialog, dan

bermain peran. Tujuannya yaitu agar anak tidak cepat bosan.

5. Dilihat dari alat/ media belajar, alat permainan yang digunakan ada dua

jenis yaitu dari lingkungan dan APE.

6. Dilihat dari sumber belajar, sumber belajar yang digunakan adalah sumber

belajar alamiah, perpustakaan, media cetak dan elektronik, dan alat peraga.

clii
7. Dilihat dari evaluasi, evaluasi dilakukan secara harian dan bulanan.

Selain itu komponen pembelajaran di Taman Balita Klub Merby juga


memiliki kekurangan-kekurangan yang akan menjadi faktor penghambat.
Berdasarkan data empirik di lapangan maka terdapat beberapa faktor
penghambat, antara lain:
1. Dilihat dari tujuan, tujuan pembelajaran tidak seluruhnya tercapai sesuai

dengan perencanaan.

2. Dilihat dari bahan pembelajaran, bahan pembelajaran kurang memadai.

3. Dilihat dari kegiatan belajar mengajar, dalam kegiatan belajar mengajar

terkadang anak balita tidak mandiri, malu-malu, serta tidak dapat

mengendalikan emosi secara wajar. Jumlah anak balita terlalu banyak dan

sebagian besar belum dapat berkomunikasi dengan baik sehingga kegiatan

belajar menagajar kurang lancar.

4. Dilihat dari metode, anak balita cepat bosan terhadap pembelajaran

sehingga metode pembelajaran harus bervariasi.

5. Dilihat dari alat/ media belajar, jumlah APE tidak sebanding dengan

jumlah anak balita.

6. Dilihat dari sumber belajar, sumber belajar seperti alat peraga kurang

lengkap.

7. Dilihat dari evaluasi, ada beberapa orang tua yang tidak kooperatif bila

anak balitanya jarang masuk sehingga menghambat proses evaluasi.

cliii
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan analisis data seperti terurai di atas, maka peneliti


menyimpulkan hal-hal sebagai berikut:
1. Suatu pola pembelajaran tidak dapat dipaksakan kepada anak balita karena

mereka memiliki karakteristik yang berbeda antara satu dengan yang

lainnya. Rasa keingintahuan anak balita cukup besar sehingga para

pendidik dan orang tua harus memberikan bimbingan kepada mereka. Pola

pembelajaran taman penitipan anak yang meliputi aspek-aspek tujuan,

bahan pembelajaran, kegiatan belajar mengajar, metode, alat/ media

belajar, sumber belajar, dan evaluasi yang diterapkan di Taman Balita

Klub Merby adalah:

a. Tujuan

Tujuan pembelajaran ditentukan oleh Pimpinan dan Pendidik. Dalam


hal ini tujuan harus disesuaikan dengan pendidikan anak usia dini dan
kondisi anak balita termasuk tugas-tugas perkembangan anak balita.
b. Bahan Pembelajaran

Dalam menentukan bahan pembelajaran harus disesuaikan dengan


Menu Pembelajaran dari Pendidikan Anak Usia Dini dan disesuaikan
pula dengan tingkat kemampuan anak.

143

c. Kegiatan Belajar Mengajar

cliv
Kegiatan belajar mengajar dilaksanakan sesuai jadwal yang telah dibuat
dengan persetujuan Pimpinan.
d. Metode

Metode yang digunakan adalah metode bermain, bercerita, bernyanyi,


berdialog/ bercakap, dan bermain peran.
e. Alat/ Media Belajar

Alat/ media belajar yang digunakan adalah alat permainan dari


lingkungan dan APE.
f. Sumber Belajar

Sumber belajar yang digunakan adalah sumber belajar alamiah,


perpustakaan, media cetak dan elektronik, alat peraga, dan nara sumber
(bila ada).
g. Evaluasi

Evaluasi dilakukan secara harian dan bulanan. Pendidik dapat


menyampaikan hasil evaluasi secara langsung dan melalui buku hasil
evaluasi bulanan.
2. Faktor pendukung Taman Balita Klub Merby antara lain:

a. Dilihat dari tujuan, tujuan pembelajaran dirancang sesuai dengan tema

dan kondisi anak balita.

b. Dilihat dari bahan pembelajaran, bahan pembelajaran ditentukan

dengan beberapa kriteria yaitu relevan dengan kondisi anak, berwarna

dan atraktif, sederhana dan konkrit, eksploratif dan mengandung rasa

ingin tahu, berkaitan dengan aktivitas keseharian anak, aman dan tidak

membahayakan, serta bermanfaat dan mengandung nilai pendidikan.

c. Dilihat dari kegiatan belajar mengajar, waktu pelaksanaan kegiatan

belajar mengajar dilakukan dengan dua sistem yaitu 3 kali pertemuan

clv
dalam satu minggu dan 5 kali pertemuan dalam satu minggu. Satu kali

pertemuan adalah 120 menit setiap harinya.

d. Dilihat dari metode, metode pembelajaran digunakan secara bergantian

yaitu metode bermain, bercerita, bernyanyi, bercakap/ berdialog, dan

bermain peran. Tujuannya yaitu agar anak tidak cepat bosan.

e. Dilihat dari alat/ media belajar, alat permainan yang digunakan ada dua

jenis yaitu dari lingkungan dan APE.

f. Dilihat dari sumber belajar, sumber belajar yang digunakan adalah

sumber belajar alamiah, perpustakaan, media cetak dan elektronik, dan

alat peraga.

g. Dilihat dari evaluasi, evaluasi dilakukan secara harian dan bulanan.

3. Faktor penghambat Taman Balita Klub Merby antara lain:

a. Dilihat dari tujuan, tujuan pembelajaran tidak seluruhnya tercapai

sesuai dengan perencanaan.

b. Dilihat dari bahan pembelajaran, bahan pembelajaran kurang memadai.

c. Dilihat dari kegiatan belajar mengajar, dalam kegiatan belajar mengajar

terkadang anak balita tidak mandiri, malu-malu, serta tidak dapat

mengendalikan emosi secara wajar. Jumlah anak balita terlalu banyak

dan sebagian besar belum dapat berkomunikasi dengan baik sehingga

kegiatan belajar menagajar kurang lancar.

d. Dilihat dari metode, anak balita cepat bosan terhadap pembelajaran

sehingga metode pembelajaran harus bervariasi.

clvi
e. Dilihat dari alat/ media belajar, jumlah APE tidak sebanding dengan

jumlah anak balita.

f. Dilihat dari sumber belajar, sumber belajar seperti alat peraga kurang

lengkap.

g. Dilihat dari evaluasi, ada beberapa orang tua yang tidak kooperatif bila

anak balitanya jarang masuk sehingga menghambat proses evaluasi.

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan di atas, maka saran yang diajukan adalah:


1. Berkaitan dengan pola pembelajaran taman penitipan anak di Taman

Balita Klub Merby yang meliputi aspek-aspek tujuan, bahan pembelajaran,

kegiatan belajar mengajar, metode, alat/ media belajar, sumber belajar, dan

evaluasi maka diharapkan semua pihak yang terkait di Taman Balita Klub

Merby untuk selalu menjalin kerjasama dengan pihak luar seperti orang

tua anak balita dan instansi-instansi yang berhubungan dengan pendidikan

anak usia dini. Dengan demikian pelaksanaan pola pembelajaran di Taman

Balita Klub Merby akan berjalan dengan baik.

2. Berkaitan dengan faktor-faktor pendukung yang terdapat di Taman Balita

Klub Merby, alangkah baiknya untuk selalu dipertahankan yaitu dengan

cara meningkatkan kualitas sumber daya manusia di Taman Balita Klub

Merby.

3. Berkaitan dengan faktor-faktor penghambat yang terdapat di Taman Balita

Klub Merby, ada baiknya untuk diminimalkan yaitu dengan cara

meningkatkan sarana dan prasarana seperti pengadaan alat permainan

clvii
terutama APE dan pengadaan alat peraga serta meningkatkan fasilitas-

fasilitas yang ada di Taman Balita Klub Merby.

DAFTAR PUSTAKA

Agus Salim. 2001. Teori dan Paradigma Penelitian Sosial. Yogyakarta: Tiara
Wacana Yogya

Agus Toto W. 2003. Tempat Bermain itu Bernama Penitipan Anak (1). Anak-anak
Malah Rajin Membuat PR, (Online), (http: // www. suaramerdeka.com/
harian/ 0303/ 13/ nas 8. Htm, diakses 20 Maret 2003)

Anggani Sudono. 2000. Sumber Belajar dan Alat Permainan (untuk Pendidikan
Anak Usia Dini). Jakarta: PT. Grasindo

Buletin PADU Vol 2 No. 02 Agustus 2003 halaman 34

clviii
Catur Sri Sapanta. 2003. Pelayanan Sosial Taman Penitipan Anak. Studi Kasus di
Panti Sosial “Kasih Mesra” Demak. Skripsi tidak diterbitkan. Semarang:
FIS UNNES

Departemen Pendididkan Nasional. 2001. Pedoman Penyelenggaraan Pendidikan


pada Taman Penitipan Anak. Jakarta: Departemen Pendididkan Nasional

Djudju Sudjana. 2000. Strategi Pembelajaran. Bandung: Falah Production

Elizabeth G. Hainstock. 2002. Montessori untuk Pra-sekolah. Terjemahan oleh


Hermes. 2002. Jakarta: Delapratasa Publishing

Hibana S. Rahman. 2002. Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini. Yogyakarta:
PGTKI Press

Lexy J. Moleong. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja


Rosdakarya

Max Darsono dkk. 2000. Belajar dan Pembelajaran. Semarang: CV. IKIP
Semarang Press

Mayke S. Tedjasaputra. 2003. Bermain, Mainan, dan Permainan. Jakarta: PT.


Grasindo

Nana Sudjana. 2000. Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT. Sinar
Baru Algensindo

Robert K. Yin. 2003. Studi Kasus Desain dan Metode. Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada

Seto. 2004. Bermain dan Kreativitas. Upaya Mengembangkan Kreativitas Anak


Melalui program Bermain. Jakarta: Papas Sinar Sinanti

Slamet Suyanto. 2003. Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini. Universitas
Negeri Yogyakarta. Tidak diterbitkan

Soemiarti Patmonodewo. 2003. Pendidikan Anak Prasekolah. Jakarta: PT. Rineka


Cipta

Sugiyono. 2005. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta

Suharsimi Arikunto. 1998. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek.


Jakarta: PT. Rineka Cipta

clix
Sutrisno. 2004. Profil Pelaksanaan Pendidikan Anak Usia Dini. (PAUD). Studi
Kasus Kelompok Bermain di BP-PLSP JawaTengah. Skripsi tidak
diterbitkan. Semarang: FIP UNNES

Syaiful Djamarah dan Aswan Zain. 2002. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: PT.
Rineka Cipta

Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 1990. Kamus
Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka

Undang-undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.


2003. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional

W. Gulo. 2002. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: PT. Grasindo

clx

You might also like