You are on page 1of 31

Makalah (Karya Ilmiah):

Pendekatan Konstruktivisme dalam Praktek Komunikasi


Pendidikan dan Pembelajaran

Oleh:
H. Pawit M. Yusup

Jurusan/Program Studi Ilmu Informasi Dan Perpustakaan


Fakultas Ilmu Komunikasi
Universitas Padjadjaran
2010
DAFTAR ISI (STRUKTUR TULISAN)

I. PENGANTAR
II. PERMASALAHAN SEPUTAR PRAKSIS KOMUNIKASI PENDIDIKAN DAN
PEMBELAJARAN DI DALAM KELAS
III. BERAGAM PENDEKATAN DALAM PELAKSANAAN KOMUNIKASI PEMBELAJARAN
KELAS
1) Konsep umum pendidikan
2) Landasan filosofi Komunikasi Pendidikan dan Pembelajaran
3) Pendekatan teori disiplin mental
4) Pendekatan teori belajar aktualisasi diri dan apersepsi
5) Pendekatan teori belajar behavioristik
6) Pendekatan teori belajar sosial dari Bandura
7) Pendekatan teori belajar kognitif
8) Pendekatan teori pengembangan sosial dari Vygotsky
9) Pendekatan teori belajar struktural dari J. Sacndura
IV. PENDEKATAN KONSTRUKTIFISME DALAM PELAKSANAAN KOMUNIKASI
PEMBELAJARAN KELAS
V. MODEL-MODEL PENDEKATAN KONSTRUKTIFIS DALAM PELAKSANAAN
KOMUNIKASI PEMBELAJARAN KELAS
1) Model pendekatan action research
2) Model pengembangan sosial dari L. Vygotsky
3) Model pengembangan struktural dari J. Scandura
4) Model pendekatan falsifikasi dari Popper
5) Model pendekatan berfikir struktur penjelasan dari Carl Gustav Hempel
6) Model perubahan paradigma ilmu dari Thomas S. Kuhn
7) Model experiential learning tools
8) Model pendekatan web-based science lessons
9) Model multimedia pembelajaran
VI. KESIMPULAN
VII. DAFTAR PUSTAKA

1
Pendekatan Konstruktivisme dalam Praktek Komunikasi
Pendidikan dan Pembelajaran

Oleh:
1
H. Pawit M. Yusup

I. Pengantar
Secara jelas kita bisa melihat bahwa banyak sekali realita permasalahan
komunikasi pendidikan yang tampak di sekitar kita, baik realita yang bersifat
praktek keseharian, formal, nonformal, ataupun informal. Fakta seperti ini bisa
dilihat di berbagai pemberitaan mengenai permasalahan komunikasi pendidikan di
media massa, di kegiatan-kegiatan seminar, dan di kegiatan praktisi komunikasi
pendidikan dan pembelajaran pada umumnya.
Selain itu, realita dan permasalahan pendidikan pun bisa dilihat dari aspek
sumber-sumber pelaku pendidikan sendiri, misalnya dari para pendidiknya, dari
para pembelajarnya (siswa dan mahasiswa), dari orang tua siswa, ataupun dari
masyarakat yang peduli terhadap pelaksanaan pendidikan. Pada bagian pengantar
ini, penulis sajikan realita dan fakta seputar permasalahan pendidikan dan
komunikasi pendidikan di Indonesia yang diambil dari beragam pemberitaan media
cetak dan elektronik.

Fakta seputar sistem pendidikan


Berdasarkan hasil survei Political and Economic Risk Consultancy (PERC) yang
berpusat di Hongkong pada tahun 2001, disebutkan bahwa sistem pendidikan di
Indonesia terburuk di kawasan Asia, yaitu dari 12 negara yang disurvei, Korea
Selatan dinilai memiliki sistem pendidikan terbaik, disusul Singapura, Jepang dan
Taiwan, India, Cina, serta Malaysia. Indonesia menduduki urutan ke-12, setingkat di
bawah Vietnam (www.kompas.com), diakses tanggal 10 Juli 2009.
Laporan United Nations Development Program (UNDP) tahun 2004 dan 2005,
menyatakan bahwa Indeks pembangunan manusia di Indonesia ternyata tetap
buruk. Tahun 2004 Indonesia menempati urutan ke-111 dari 175 negara. Tahun
2005 IPM Indonesia berada pada urutan ke 110 dari 177 negara. Posisi tersebut
tidak jauh berbeda dari tahun sebelumnya. Berdasarkan IPM 2004, Indonesia
menempati posisi di bawah negara-negara miskin seperti Kirgistan (110), Equatorial
Guinea (109) dan Algeria (108). Bahkan jika dibandingkan dengan IPM negara-
negara di ASEAN seperti Singapura (25), Brunei Darussalam (33) Malaysia ( 58),
Thailand (76), sedangkan Filipina (83). Indonesia hanya satu tingkat di atas Vietnam
(112) dan lebih baik dari Kamboja (130), Myanmar (132) dan Laos (135) (www.suara
pembaruan.com/ 16 juli 2004 dan Pan Mohamad Faiz. 2006).

1
Lektor Kepala pada Jurusan/Program Studi Ilmu Informasi dan Perpustakaan Fakultas Ilmu
Komunikasi Universitas Padjadjaran
2
Fakta seputar praktek komunikasi pendidikan dasar, menengah, dan tinggi
Badan Narkotika Nasional (BNN) menyebutkan jumlah pengguna narkoba di
lingkungan pelajar SD, SMP, dan SMA pada tahun 2006 mencapai 15.662 anak.
Rinciannya, untuk tingkat SD sebanyak 1.793 anak, SMP sebanyak 3.543 anak, dan
SMA sebanyak 10.326 anak. Dari data tersebut, yang paling mencengangkan adalah
peningkatan jumlah pelajar SD pengguna narkoba. Pada tahun 2003, jumlahnya
baru mencapai 949 anak, namun tiga tahun kemudian atau tahun 2006, jumlah itu
meningkat tajam menjadi 1.793 anak (www.pikiran- rakyat.com), diakses tanggal 10
Juli 2007.
Data yang cukup menghebohkan adalah kasus di kabupaten Takengon, Aceh.
Sekitar 70 persen pengguna narkoba di Indonesia adalah anak sekolah, demikian
disampaikan Bupati Aceh Tengah Ir. H. Nasaruddin, MM dihadapan 120 pendidik
pada acara workshop penanggulangan bahaya narkoba bagi guru SMP/ MTsN,
SMU/MA dalam kabupaten Aceh Tengah, Kamis (10/12) yang berlangsung di
Gedung Pendari Takengon. Menurut bupati Nasaruddin, dari 70 persen tersebut,
22.000 kasus pengguna narkoba dengan status anak SMA, 6000 kasus anak SMP,
dan 3000 kasus anak SD. Sangat memprihatinkan jika kondisi ini benar-benar
terjadi, maka generasi masa depan yang bagaimana yang terjadi. (Sumber:
www.bataviase.co.id (11 Dec 2009, diakses tanggal 31 Maret 2010). Selain itu.
Berdasarkan data Badan Narkotika Nasional (BNN), kasus pemakaian narkoba oleh
pelaku dengan tingkat pendidikan SD hingga tahun 2007 berjumlah 12.305.  Data ini
begitu mengkhawatirkan karena seiring dengan meningkatnya kasus narkoba (lihat
data narkoba BNN 2007) khususnya di kalangan usia muda dan anak-anak,
penyebaran HIV/AIDS  semakin meningkat dan mengancam. Dan dari keseluruhan
kasus HIV/AIDS, hampir 50% penularannya dikarenakan penggunaan jarum suntik
(narkoba) (Ditjen PPM&PL Depkes, 2007).  Penyebaran narkoba menjadi makin
mudah karena anak SD juga sudah mulai mencoba-coba mengisap rokok. Tidak
jarang para pengedar narkoba menyusup zat-zat adiktif (zat yang menimbulkan efek
kecanduan) ke dalam lintingan tembakaunya (Joyce Djaelani Gordon-aktifis anti
drugs & HIV/AIDS, 2007). (Sumber: Raihana Alkaff pada www.kesrepro.info hari
Rabu tanggal , 4 Sepember 2008; diakses 31 maret 2010).
Di sisi lain, kalangan pelajar juga rentan tertular penyebaran penyakit
HIV/AIDS. Misalnya di kota Madiun-Jatim, dari data terakhir yang dilansir Yayasan
Bambu Nusantara Cabang Madiun, organisasi yang konsen masalah HIV/AIDS,
menyebutkan kasus Infeksi Seksual Menular (IMS) yang beresiko tertular HIV/AIDS
menurut kategori pendidikan sampai akhir Oktober 2007 didominasi pelajar
SMA/SMK sebanyak 51 %, pelajar SMP sebesar 26%, mahasiswa sebesar 12% dan
SD/MI sebesar 11% (news.okezone. com). Dalam hal tawuran, di kota-kota besar
seperti Jakarta, Surabaya, dan Medan, tingkat tawuran antar pelajar sudah
mencapai ambang yang cukup memprihatinkan. Data di Jakarta misalnya (Bimmas
Polri Metro Jaya), tahun 1992 tercatat 157 kasus perkelahian pelajar. Tahun 1994
meningkat menjadi 183 kasus dengan menewaskan 10 pelajar, tahun 1995 terdapat
194 kasus dengan korban meninggal 13 pelajar dan 2 anggota masyarakat lain.
3
Tahun 1998 ada 230 kasus yang menewaskan 15 pelajar serta 2 anggota Polri, dan
tahun berikutnya korban meningkat dengan 37 korban tewas. Terlihat dari tahun ke
tahun jumlah perkelahian dan korban cenderung meningkat. Bahkan sering
tercatat, dalam satu hari di Jakarta terdapat sampai tiga kasus perkelahian di tiga
tempat sekaligus (www.smu-net. com).
Data BAPPENAS (1996) yang dikumpulkan sejak tahun 1990 menunjukan
angka pengangguran terbuka yang dihadapi oleh lulusan SMU sebesar 25,47%,
Diploma/S0 sebesar 27,5% dan PT sebesar 36,6%, sedangkan pada periode yang
sama pertumbuhan kesempatan kerja cukup tinggi untuk masing-masing tingkat
pendidikan yaitu 13,4%, 14,21%, dan 15,07%. Menurut data Balitbang Depdiknas
1999, setiap tahunnya sekitar 3 juta anak putus sekolah dan tidak memiliki
keterampilan hidup sehingga menimbulkan masalah ketenagakerjaan tersendiri.
Adanya ketidakserasian antara hasil pendidikan dan kebutuhan dunia kerja ini
disebabkan kurikulum yang materinya kurang fungsional terhadap keterampilan
yang dibutuhkan ketika peserta didik memasuki dunia kerja. Pada tahun 2009
diperkirakan ada 116,5 juta orang yang akan mencari kerja (www.kompas.com).
Saat ini di berbagai kota sudah mulai dikembangkan yang namanya e-
learning yaitu sistem pendidikan yang menggunakan media internet dan elektronik
untuk mendukung sistem pembelajaran tersebut. Sudah banyak juga universitas
ternama di indonesia yang mengembangkan e-learning, bahkan para ahli di dunia
luar negeri memprediksi pada tahun 2020 seluruh dunia akan menggunakan
elearning sebagai sistem kurikulum pendidikannya. (www.wordpress.com. Diakses
13 Juli 2009).

Fakta seputar praktek komunikasi pendidikan dan pembelajaran dalam kelas


Ada kasus, satu guru layani enam kelas. Ini terjadi pada kondisi pendidikan di
wilayah terjauh Kabupaten Pangkep, Kecamatan Kepulauan Liukang Tangaya masih
memiriskan di saat usia Pangkep kini memasuki 50 tahun. Jangankan fasilitas
sekolah, jumlah tenaga pengajar saja tidak sebanding dengan jumlah siswa yang
ada. Berita Lokal / www.fajar.co.id / (diakses tanggal 14 Juli 2009).

Kasus amoral
Cukup banyak pemberitaan di media massa cetak maupun elektronik tentang
kelakuan guru yang amoral, antara lain yang terjadi di Medan yang diberitakan
ANTARA 21 November 2009, yakni seorang guru Sekolah Dasar (SD) Desa Sipan,
Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumut, Erwin Ronaldo Panjaitan (27) yang dituduh
melakukan amoral terhadap beberapa murid wanita. Hal kriminal seperti ini juga
terjadi di Mojokerto. Guru cabul lagi ngajar ditangkap. Ini terjadi di MOJOKERTO.
Petugas Polres Mojokerto menangkap seorang guru MTS Mambaul Arrosyidi,
berinisial YM (28), warga Prambon, Kabupaten Sidoarjo. YM diduga mencabuli
murid perempuan asal Mojokerto. Tersangka ditangkap ketika sedang mengajar
belum lama ini. Penangkapan guru Bahasa Inggris itu bermula dari laporan orangtua
Bg (bukan nama sebenarnya) ke Polres Mojokerto. Menurut ayah Bg, YM pernah
4
membawa lari anaknya dan diajak menginap di sebuah penginapan di Pacet,
Agustus 2008. “Tersangka ditangkap di sekolahnya dan tidak melawan,” kata AKP
Kusworo Wibowo SH SIk, Kasat Reskrim Polres Mojokerto, didampingi Kanit
Perlindungan Perempuan dan Anak Aiptu Sri Wahyuni SH.
Menurut Kusworo Wibowo, YM—yang sudah memiliki satu anak—pada
Agustus membujuk korban yang baru berusia 14 tahun dengan iming-iming bakal
dinikahi. “Mungkin karena janji pelaku tak terbukti, akhirnya korban ngomong ke
orangtuanya,” kata Kusworo. (dos). (Sumber: Kompas.com. diakses tanggal 31
Maret 2010).

Guru amoral
Sidang pencabulan tiga siswi sekolah untuk anak berkebutuhan khusus, SMP
Budi Waluyo, Jakarta Selatan oleh oknum gurunya, Eddie Murjono digelar dengan
agenda pemeriksaan tiga saksi korban Iv (13), Vn (13) dan Ln (16). Sidang yang
digelar di Ruang Kresna PN Jakarta Selatan, Rabu mulai pukul 15.00 WIB itu
diselenggarakan secara tertutup dipimpin oleh Majelis Hakim Ahmad Sobary, JPU
Danang Lestari sementara terdakwa Eddie didampingi kuasa hukumnya. Saksi
korban yang pertama didengar keterangannya adalah Iv yang didampingi petugas
dari Pusat Pemberdayaan Terpadu Perlindungan Perempuan dan Anak atau P2TP2A
Pemda DKI Jakarta. Setelah diperiksa selama sekitar 30 menit, giliran Vn disusul Ln
masih didampingi petugas yang sama. Sebagaimana diberitakan sebelumnya, Eddie
Murjono menjadi pesakitan dalam kasus pelecehan seksual terhadap anak-anak
didiknya. Tim Jaksa Penuntut Umum yang diketuai Danang Lestari menjerat Eddie
dengan pasal dakwaan dari KUHPidana dan Undang-Undang Perlindungan Anak atas
serangkaian perbuatan yang dilakukannya pada September 2006 lalu. Atas
perbuatannya, Iv dan Vn yang masih duduk kelas I itu berhenti dari kegiatan belajar
di SMP Budi Waluyo sementara Ln yang tertua di antara ketiganya meneruskan
studi di kelas III sekolah tersebut. (Sumber: Kapanlagi.com – 31 Maret 2010).
Beberapa contoh realita dan fakta terkait dengan kasus-kasus permasalahan
praksis pendidikan, termasuk komunikasi pendidikan dan pembelejaran
sebagaimana disebutkan di atas, hanyalah sebagian kecil saja yang terungkap ke
permukaan. Namun demikian, fakta seperti itu sangatlah pantas untuk dijadikan
indikasi bahwa permasalahan dalam dunia pendidikan dan pembelajaran, sangat
tercoreng karenanya.

II. Permasalahan Seputar Praktek Komunikasi Pendidikan dan Pembelajaran


Permasalahan komunikasi pendidikan dan pembelajaran yang ada di Indonesia
seperti tampak dalam fakta-fakta pendidikan dan pembelajaran yang sebagian
sudah disebutkan di atas, terutama pada pelaksanaannya di dalam kelas, penulis
kelompokkan ke dalam kategori sebagai berikut:

5
o Masalah personal: Tidak merata dalam banyak hal. Tidak semua manusia
Indonesia memiliki kesempatan, hak, fasilitas, kemampuan akses, dan
penanganan yang sama dalam menerima pendidikan dan pembelajaran.
Sebabnya bisa banyak dan beragam. Teori perbedaan individu, teori digital
divide, dan teori information literacy, bisa digunakan untuk menunjukkan hal itu.
o Masalah situasional: Manusia Indonesia pun berbeda kemampuan belajarnya
jika dilihat dari aspek geografis, situasi, dan kondisi faktualnya. Manusia di bagian
timur Indonedia tidak sama dalam ragam penerimaan pembelajarannya dengan
manusia Indonesia di bagian barat dan lainnya. Kondisi dan situasi sekolah di
mana pun berada bisa berbeda satu dengan lainnya. Sekolah di desa-desa
berbeda dalam hampir segala hal dengan sekolah di kota-kota.
o Masalah dan kesenjangan literasi: Kemampuan literasi manusia Indonesia juga
tidak sama, dari yang betul-betul buta huruf latin hingga buta literasi informasi
pengetahuan. Ada yang tahu banyak mengenai segala hal, misalnya politik,
hukum, dan sosial lainnya, ada juga yang samasekali tidak mengetahuinya. Ini
terkait dengan ketidaksamaan akses informasi.
o Masalah dan kesenjangan kognisi: Kesenjangan kognisi sifatnya menyeluruh di
wilayah Indonesia, termasuk di komunitas tertentu. Ini sifatnya kontekstual.
o Masalah dan kesenjangan afeksi: Ilmu bukan hanya pengembangan kognisi
seperti yang sekarang dianggap dominan. Masalah sikap, rasa, citra, dan
apresiasi dalam pendidikan kita sering diabaikan. Pendidikan Agama sering
terkesan cognitive implementation.
o Masalah dan kesenjangan konasi: Ini terkait dengan keterampikan dan
kemampuan motorik siswa yang sering tidak sebanding dengan tuntutan zaman.
Lulusan sekolah tidak siap pakai atau siap kerja.
o Masalah dan kesenjangan informasi: Terpaan informasi demikian pesat dan tak
terbendung, mengakibatkan tidak bisa diserap oleh semua orang secara
proporsional. Banyak informasi yang selayaknya diserap oleh siswa, tidak sampai
akibat kalah bersaing dengan terpaan informasi dari beragam media hiburan.
Informasi pendidikan menjadi tidak diminati siswa. Banyak orang serba tahu,
akan tetapi di sisi lain banyak juga yang tidak tahu.
o Masalah dan kesenjangan sosial ekonomi: Masalah ini yang amat kita rasakan
dewasa ini. Orang yang kaya amat dimungkinkan mengembangkan potensi
belajarnya akibat memiliki beragam fasilitas pendidikan, sementara mereka yang
kurang beruntung secara ekonomi menjadi amat tertinggal dalam belajar.
o Masalah dan kesenjangan teknologis: Di tingkat komunitas mana pun, akan
selaku terjadi kesenjangan teknologis. Ini diakibatkan oleh perkembangan
teknologi yang amat pesat sehingga tidak mungkin bisa diikuti oleh siapapun.
o Masalah dan kesenjangan pola pemikiran: Pola-pola pemikiran yang dipengaruhi
oleh lingkungan personal dan sosial masyarakat, termasuk lingkungan
pendidikan, ekonomi, dan kepercayaan, akan mengakibatkan pola pemikirannya
berbeda satu sama lain, terutama jika dihadapkan kepada permasalahan
kehidupan dan pendidikan. Orang dengan latar belakang berbeda di dalam kelas,
6
misalnya, akan menerima secara berbeda pula informasi pendidikan dari
gurunya.
o Masalah dan kesenjangan komunikasi: Masalah komunikasi sering diabaikan
dalam pelaksanaan pendidikan, termasuk komunikasi pendidikan dan
pembelajaran di dalam kelas. Materi pembelajaran di dalam kelas sering tidak
ditangkap secara utuh oleh sebagian siswanya akibat adanya kesenjangan
komunikasi dalam pembelajaran.
o Masalah dan kesenjangan penggunaan logika: Ini berkaitan dengan penggunaan
metode pembelajaran yang keliru. Disebut juga dengan kegagalan memilih
metode pembelajaran dan komunikasi pembelajaran. Membelajarkan anak SD
tidak sama dengan membelajarkan anak SMP dan SMU, juga mahasiswa.

III. Beragam Pendekatan dalam Pelaksanaan Komunikasi Pendidikan dan


Pembelajaran

Konsep umum pendidikan


Jauh sebelum zaman informasi dan teknologi informasi seperti sekarang ini,
yakni pada era tahun 1960-an, Mortensen dan Schmuller (1964) mengemukakan
bahwa konsep pendidikan terdiri atas tiga domain atau bidang yakni bidang
pengelolaan pendidikan atau administrasi dan manjemen, bidang bimbingan dan
bantuan kepada siswa, dan bidang instruksional atau bidang inti pendidikan. Dalam
prakteknya, bidang instruksional ini menjadi bidang yang sangat dominan dalam
pelaksanaan pendidikan. Artinya sebagian besar praktek komunikasi pendidikan dan
pembelajaran bisa berjalan dengan mendudukkan fungsi-fungsi instruksiolnal, yang
pelaksanaannya sebagian besar dilakukan di dalam kelas. Tulisan ini pun secara
khusus mendudukkan bidang instruksio0nal atau pembelajaran ini sebagai wilayah
inti pendidikan, sehingga sebagian besar permasalahan komunikasi pendidikan pun
banyak dijumpai pada pelaksanaan pendidikan di dalam kelas.
Gamber berikut menjelaskan proses pendidikan dimaksud.

7
Landasan filosofi Komunikasi Pendidikan dan Pembelajaran
Berbicara tentang psikologi termasuk psikologi belajar sebagaimana orang telah
mengenalnya, sebenarnya bersandar pada konsepsi tertentu sifat dasar manusia. Ia
banyak menjelaskan tentang hakekat manusia dalam hidup dan kehidupannya. Oleh
karena itu psikologi banyak kaitannya dengan filsafat tentang manusia.
Tentang keberadaan manusia dipandang dari segi fisik, dari segi mental, atau dari
segi keduanya sekaligus. Atau mungkin juga dari segi-segi yang lain, seperti misalnya
manusia adalah hewan dengan ciri-ciri tertentu, manusia adalah makhluk yang unik,
dll. Pokoknya banyak teori tentang manusia yang hingga kini masih terus
berlangsung.
Mulai dari pandangan-pandangan yang bersifat introspektif filsafati yang banyak
dikembangkan di masa lalu sebelum pengetahuan yang bersifat ilmiah-empiris lahir,
hingga berkembang menjadi beragam teori yang bersifat empiris. Baik pandangan
tersebut mengarah kepada situasional centered atau situasional oriented seperti
tergambar dalam banyak penganut teori behavioristik, maupun pada yang bersifat
person oriented.
Semua itu digali dan kemudian dikembangkan oleh para ahli bidang-bidang
psikologi pada umumnya. Beberapa ahli yang mengembangkan teori ini seperti Kurt
Lewin, E.C. Tolman, John Dewey, dan beberapa orang lainnya, banyak digunakan
konsep-konsepnya sebagai bahan penjelasan. (Bigge, 1982).
Manusia menurut visi beberapa teori belajar berbeda satu sama lain, bahkan ada
yang tampak saling bertentangan antara yang satu dengan yang lainnya. Mereka ada

8
yang tampak saling menjatuhkan, meskipun apabila disadari secara bijak, tidak ada
satu teori pun yang benar-benar ingin atau bertujuan merobohkan teori lainnya.
Hakekat adanya teori sebenarnya saling melengkapi satu sama lain. Hal ini demikian
karena tidak ada satu buah teori yang bisa berlaku umum di semua situasi dan
kondisi dan semua bidang masalah. Yang ada hanyalah bahwa teori yang satu lebih
cocok dan sesuai untuk diterapkan dalam bidang permasalahan tertentu, sedangkan
teori lainnya kurang cocok, misalnya.
Salah satu teori belajar yang belakangan muncul adalah yang berbasis pada
psikologi kognitif, yang merupakan rival atau setidaknya tidak sama pandangan-
pandangannya dengan konsep psikologi behavioristik, konsep introspektif, atau teori
nonempiris lainnya. (Lihat, Bigge, 1984; dan Littlejohn, 1988: 68-94).

Landasan filosofi:
Sebelum sampai kepada masalah pokoknya, orang perlu paham lebih dahulu akan
konsep dasarnya, bahwa manusia secara psikologis bisa dianggap sebagai makhluk
yang berciri sebagai berikut:
 Manusia mempunyai instink dan kebutuhan. Pandangan ini mendasari banyak
teori tentang konsep manusia itu sendiri sebagai makhluk yang berinteraksi
dengan lingkungannya. Karena dasarnya instink dan kebutuhan, maka segala
hal yang bergerak atau digerakkan oleh kedua dasar itulah yang akan menjadi
kenyataannya. Orang melakukan sesuatu itu atas dasar instink, atau atas dasar
kebutuhan untuk memenuhinya. Jelasnya hal ini merupakan pandangan
aktualisasi diri. Juga pandangan-pandangan humanisme psikedelik dan
apersepsi yang dikembangkan oleh Herbart dan para pengikutnya. Pandangan-
pandangan ini mengarah kepada perbuatan-perbuatan manusia yang bisa
diterka melalui teori introspeksi. Dengan merenung dan mengamati pola kerja
dan pola pikir yang ada pada diri sendiri, kemudian direfleksikan untuk
kejelasan-kejelasan sebuah gagasan, termasuk untuk menjelaskan tentang
manusia lainnya dalam perilaku kehidupannya.
 Pandangan kedua adalah bahwa manusia dianggap sebagai organisme yang
pasif-reaktif terhadap lingkungannya. Segala perilaku kehidupannya banyak
dipengaruhi oleh lingkungan tempat tinggalnya. Orang berbuat itu sebenarnya
ia sedang mereaksi suatu stimulus yang datang dari luar. Jadi perubahan
perilaku yang terjadi pada manusia sebenarnya merupakan adanya hubungan
yang lancar antara stimulus dan respons (S-R bond). Konsep ini diawali oleh
Pavlov; dan teorinya dikenal dengan behaviorisme Pavlovian, yang tampak
dalam cabang dan pengembangannya seperti koneksionisme, pembiasaan
klasik, dan pembiasaan berinstrumen. Untuk ini pandangan filsafatnya adalah
realisme saintifik atau empirikisme logis.
 Pandangan yang ketiga adalah bahwa manusia itu mempunyai kemauan,
berinteraksi dengan lingkungannya secara aktif. Ia tidak dianggap sebagai
makhluk yang secara utuh dipengaruhi oleh lingkungannya, akan tetapi justru
ia berusaha untuk membentuk lingkungannya sesuai dengan kemauannya dan
9
seleranya. Ia berusaha untuk memahami lingkungannya, dan oleh karena itu ia
berpikir (homo sapiens). Pandangan ini dikenal dengan kognitif; dan teorinya
disebut dengan psikologi kognitif. Pandangan filsafatnya adalah pragmatisme
atau relativisme ruang kognitif. Pandangan yang ketiga ini yang kelak
berkembang menjadi teori belajar konstruktivisme yang dikembangkan oleh
psikologi kognitif, psikologi gestalt, dengan para pelopornya antara lain adalah
EC Tollman, Piaget, Koffka, dan ML Bigge. (Bigge, 1982).

Sebenarnya baik empirikisme logis maupun relativisme positif, keduanya bersifat


empirikistis, karena mereka berpusat pada pengetahuan yang diperoleh dari atau
melalui pengalaman. Namun untuk relativisme positif adalah berkenaan dengan
empirikisme psikologis. Pengalaman manusia tumbuh dan berkembang keluar
mengikuti kemauan-kemauannya. Disebut juga dengan empirikisme ruang kognitif
karena ia berpandangan pragmatis yang diterapkan oleh psikologi bidang kognitif.
Konsep terakhir ini yang kemudian berkembang menjadi teori belajar berkarakter
konstruktivisme.
Di sini tidak akan diuraikan semua jenis pendekatan pembelajaran yang ada,
karena di samping jumlahnya sangat banyak, namun tidak perlu. Penyebutan
beragam pendekatan dimaksud hanyalah untuk menunjukkan bahwa guru atau
fasilitator pembelajaran bisa memilih jenis pendekatan yang mana yang sesuai
dengan kondisi dan situasi kelas. Dalam makalah ini yang diutamakan adalah
pendekatan pembelajaran yang berkarakter konstruktivistik, seperti yang akan
diuraikan pada bagian selanjutnya (bagian IV).

Pendekatan teori disiplin mental


Gagasan utama disiplin mental adalah pada otak atau pikiran (mind), yang
diangankan sebagai benda nonfisik, terbaring tidak aktif (dorman) hingga ia dilatih.
Kecakapan pikiran atau otak seperti ingatan, kemauan, akal budi (reason), dan
ketekunan (perseverence), merupakan "otot-ototnya" pikiran atau otak tadi. Seperti
halnya otot-otot fisiologis yang bisa kuat jika dilatih secara bertahap dan terus
menerus serta dengan porsi yang memadai, maka otot-otot pikiran atau otak pun
demikian halnya. Ia dapat kuat dalam arti lebih meningkat kemampuannya jika dilatih
secara bertahap dan memadai.
Dengan melihat konsep seperti itu maka belajar adalah masalah pemerkuatan
(strengthening), atau pendisiplinan kecakapan berpikir (otak), yang pada akhirnya
menghasilkan perilaku kecerdasan.
Menurut disiplin mental, orang dianggap sebagai paduan dari dua jenis zat
dasar, atau dua jenis realita, yaitu pikiran rasional dan organisme biologis. Dengan
begitu maka konsep animal rasional digunakan untuk mengenali manusia (human
being); sedangkan yang didisiplinkan atau dilatih melalui pendidikan adalah pikiran
atau otak (main substance). (Bigge, 1982).

Pendekatan teori belajar aktualisasi diri dan apersepsi


10
Pandangan akan belajar dengan cara pengungkapan atau aktualisasi diri ini
secara logis berasal dari suatu teori bahwa pada dasarnya manusia itu baik, dan pada
saat yang sama (berperilaku) aktif dalam hubungannya dengan lingkungannya. Semua
orang dianggap bebas, otonom, dan aktif dalam menggapai dunianya. Setiap tindakan
dari mereka akan selalu baik, kecuali kalau ada pengaruh jelek dari luar.
Secara subjektif setiap murid itu bebas, dan ia mempunyai kebebasan untuk
memilih dan bertanggung jawab atas dunianya. Ia sendiri yang bertindak sebagai
arsitek dan pembangun kehidupannya. Pandangan tentang teori ini asalnya datang
dari Jean J. Rousseau (1746-1827), serta ahli filsafat dan pendidik dari Jerman,
Friedrich Froebel (1782-1852) (dalam Bigge, 1982).

Konsep apersepsi
Apersepsi (apperception) adalah belajar yang berpusat pada ide (idea-centered
learning). Suatu ide dipahamkan (apperceived) jika muncul dalam kesadaran serta
dicerna atau dipadukan dengan ide-ide sadar lainnya. Dengan demikian, apersepsi
adalah suatu proses penghubungan ide-ide baru dengan ide-ide lama.
Konsep apersepsi berbeda dengan konsep disiplin mental dan pengungkapan
alami. Ia merupakan asosiasianisme mental secara dinamis yang didasarkan pada
premis (dasar pikiran atau alasan) fundamental bahwa tidak ada ide-ide bawaan
(innate); segala sesuatu yang yang diketahui oleh manusia itu datang dari luar dirinya.
Ini berarti bahwa pikiran (mind) seluruhnya kira-kira berisi gabungan kesan-kesan
dasar yang diikat bersama oleh asosiasi, dan dibentuk ketika bidang studi atau
pelajaran disajikan dari dan dengan atau tanpa asosiasi tertentu, atau penghubungan
dengan isi pikiran terdahulu (sebelumnya).

Pendekatan teori belajar behavioristik


Teori ini memandang manusia sebagai produk lingkungan. Artinya, segala
perilaku manusia sangat dipengaruhi oleh kejadian-kejadian di dalam lingkungan
sekitarnya. Di mana lingkungan tempat manusia tinggal, di sanalah seluruh
kepribadiannya akan terbentuk. Lingkungan yang baik akan membentuk manusia
menjadi baik. Juga sebaliknya, lingkungan yang jelek akan menghasilkan manusia-
manusia yang bermental jelek sesuai dengan kondisi lingkungan tadi.

Pendekatan teori belajar sosial dari Bandura


Albert Bandura, dengan teorinya yang terkenal yakni teori belajar sosial. Kata
Bandura (dalam Bigge, 1982), teori belajar sosial lebih menekankan pada
pentingnya pengamatan dan pemodelan perilaku, sikap, dan reaksi emosional
seseorang dengan orang lain dalam lingkungannya. Teori ini juga menjelaskan
perilaku manusia yang secara terus-menerus berinteraksi dengan dengan
lingkungannya, dengan cara mengamati lingkungannya, menirukan model yang
sesuai dengan karakter dirinya, meniru idolanya, memilih lingkugan yang sejalan
dengannya, dan mencari informasi baru yang mendukung pilihan kehidupannya.

11
Pendekatan teori belajar kognitif
Dalam psikologi kognitif, manusia tidak lagi dipandang sebagai makhluk yang
bereaksi secara pasif pada lingkungannya sebagaimana anggapan aliran
behaviorisme, tetapi ia dianggap sebagai makhluk yang berusaha memahami
lingkungannya, makhluk yang selalu berpikir (homo sapiens). Istilah kognitif itu
sendiri (inggris cognitive) berasal dari kata latin cognoscere yang artinya
mengetahui (to know) (Bigge, 1984:171). Teori belajar kognitif ini banyak
mempermasalahkan bagaimana orang memperoleh suatu pemahaman akan dirinya
serta lingkungannya itu.
Psikologi kognitif merupakan rival atau setidaknya tidak sebagai yang tidak
sama pandangan-pandangannya dengan konsep psikologi behavioristik, konsep
introspektif, atau teori nonempiris lainnya. (Lihat, Bigge, 1984; dan Littlejohn, 1988:
68-94).

Pendekatan teori pengembangan sosial dari Vygotsky


Kerangka teoretis utama dari teori pengembangan sosial Vygotsky adalah
bahwa faktor interaksi sosial memegang peranan yang fundamental dalam
pengembangan kognisi anak. Fungsi-fungsi dari pengembangan budaya anak akan
muncul dua kali, yakni pada level individual dan yang kedua ada pada level sosial.
Semua fungsi tersebut pada akhirnya akan melahirkan hubungan timbal balik di
antara individu.
Aspek kedua dari teori ini adalah adanya ide tentang pengembangan kognisi
yang dibatasi oleh ruang dan waktu yang disebutnya dengan zone of proximal
development (zona mendekati perkembangan), yang lebih lanjut akan diteruskan
menjadi perkembangan sepenuhnya pada tataran interaksi sosial seutuhnya.

Teori ini mencoba menjelaskan kesadaran sebagai akhir dari produk sosialisasi
seseorang (anak). Contohnya ketika seseorang akan melakukan komunikasi dengan
teman-teman sekelasnya ketika sedang belajar bahasa, pertama ia akan
melakukannya secara internal (dalam hati) sebelum memverbalkannya atau
mengkomunikasikannya secara langsung ke teman-teman kelompoknya.
Teori ini memang masih termasuk ke dalam rumpun teori belajar sosial dari
Bandura, terutama pada praktek belajar situasional, namun teori ini lebih
memfokuskan diri pada pengembangan kognitif, yang mirip dengan paham Piaget
dalam pemahaman teori belajarnya.

Pendekatan teori belajar struktural dari J. Scandura


Teori ini menggambarkan bahwa apa yang dipelajari oleh seseorang
merupakan aturan yang terdiri atas suatu domain, rentang, dan prosedur. Analisis
struktural juga merupakan suatu metode dalam mengidentifikasi aturan yang
dipelajari di dalam kelompok atau kelas sesuai dengan topik yang diusungnya, ke
dalam komponen-komponen yang lebih kecil, terus dipecah lagi ke dalam

12
komponen yang lebih kecil lagi sampai akhirnya sampai kepada aspek yang paling
kecil. Kira-kira berkembangnya secara deduktif dalam matematika.
Beberapa teori belajar yang lain yang sebenarnya masih relevan tidak akan
dikemukakan di sini, karena makalah ini dikhususkan pada pendekatan teori belajar
konstruktivisme. Beberapa teori belajar dimaksud antara lain adalah: Pendekatan
teori-teori belajar dalam kelompok, Pendekatan aplikasi komunikasi interpersonal,
Pendekatan teori belajar dengan media dan multimedia, Pendekatan teori belajar
dengan media baru: e-learning, dan Pendekatan teori belajar dalam konteks
Computer Mediated Communication (CMC). (Brown, Christine D. 2001).

IV. Pendekatan Konstruktivisme dalam Pelaksanaan Komunikasi Pembelajaran


Di dunia pendidikan, pandangan konstruktivisme didasari oleh penelitian
Piaget, Vygotsky, psikolgi Gestalt, Bartlett, dan Brunner, seperti juga filsafat
pendidikan John Dewey yang mengemukakan beberapa akar intelektual.
Dalam pandangan konstruktivisme, memang tidak ada teori pembelajaran
tunggal. Sebagian besar teori dalam ilmu pengetahuan kognitif meliputi beberapa
macam konstruktivisme, karena teori-teori ini menyimpulkan bahwa individu-
individu membangun struktur kognitif mereka sendiri, persis seperti ketika mereka
mengintepretasikan pengalaman-pengalamannya pada situasi tertentu (Palincsar,
1998). (Sumber: Henry Susanto, 2007: www.wordpress.com, diakses 7 Juli 2009).
Ada banyak pendekatan konstruktivisme dalam ilmu, pendidikan, psikologi,
antropologi, komputerisasi, informasi, dan lainnya. Untuk menggambarkan
kedudukan dan sifat konstruktivisme hubungannya dengan paradigma positivistik
dan pasca positivistik, tabel berikut bisa menjelaskannya. Paradigma ini bersifat
aksiomatis (diadopsi dari Pickard, A. and Dixon, P. 2004; kolom Kritis adalah
tambahan penulis):

Positivisme Pasca Positivisme Construktivisme Kritis

Ontologi Realis, realita Critical realist. Relativist. Historical; a


tunggal Social reality is Multiple ‘reality’ that is
(Realist, “real” but only realities apprehendabl
singular knowable in a constructed by e. Realita yang
reality) probabilistic individual. bisa dipahami
sense. Pragmatis Multiple/Holisti
c

13
Epistemol Objectivist.Dua Modified Subjectivist. Modified
ogy list (knower objectivist Interactive. transactional
can be (objectivity Researcher and or subjectivist
independent approximated by subject are epistemology 
of the known). external interdependent.
Bebas nilai verification.)

Methodol Experimental. Modified Hermeneutics. Rely on


ogy Manipulative. experimental. Empathetic dialogic
Verification/ Manipulative. interaction methods; tries
falsification. Verification/ between to challenging
falsification. researcher and guiding
Discovery. subject. assumptions.
Interpretation
and interaction.

Hasil Context & time Context & time Context & time 'Good'
penelitian independent dependent dependent Research’.
(Outcome generalisations generalisations working Peneliti
s of the leading to leading to models hypotheses perlu
research). 'natural' for predictions. leading to mendiskusi
Results. immutable Probabilistically understanding. kan makna
(unchangeable true laws. Hipotesis kerja dan konsep
) laws or (bergantung digunakan yang
predictions. konteks dan untuk dikembang
(Prediksinya waktu. memahami kan
tak dapat Generalisasi konteks dan
diubah). mengarah ke waktu.
model)

Dalam dunia komunikasi, konstruktivisme dikemukakan oleh Jesse Delia


tahun 1982 (Communication capston, 2001). Model konstruktivisme ini lengkapnya
adalah adalah: Cognitive complexity - rhetorical design logic - sophisticated
communication - beneficial outcomes. Teori ini bisa menjelaskan bahwa orang yang
memiliki persepsi kognitif yang kompleks terhadap orang lain, akan memiliki
kapasitas berkomunikasi secara canggih (rumit) dengan hasil yang positif. Orang
seperti ini mampu menyusun pesan-pesan retorik yang logis yang dapat
menciptakan pesan-pesan yang berfokus kepada orang, yang secara serempak
dapat mencapai tujuan-tujuan komunikasi secara berganda.
Sebagai suatu teori, konstruktivisme berkaitan dengan proses kognitif
seseorang yang melakukan komunikasi pada situasi tertentu. Kemampuan orang
dalam menyusun atau membingkai pesan-pesan komunikasi untuk situasi dan
14
kondisi tertentu relatif akan lebih berhasil dibandingkan dengan mereka yang
melakukannya tanpa persiapan. Dan orang yang mempersiapkan pelaksanaan
komunikasi dengan berbekal pengalaman kognitif yang kompleks juga akan lebih
berhasil dalam berkomunikasi dibandingkan dengan yang melakukannya secara apa
adanya. Contoh di lapangan misalnya, kita lebih mudah mengerti jika mendapatkan
penjelasan dari orang yang kompleks pemikirannya (biasanya ilmuwan dan
berpendidikan) dibandingkan dengan orang kebanyakan, misalnya. Penjelasan-
penjelasan dari para ilmuwan relatif lebih lengkap. Latar belakang, aspek, dan
variabel-variabel yang menyertai suatu objek yang dijelaskannya pun relatif teratur
dan sistematis. Hal ini tentu berbeda jika dijelaskan oleh orang yang tidak mengerti
di bidangnya.
Contoh dalam kasus di lapangan cukup banyak. Di perguruan tinggi,
misalnya, ketika dosen pembimbing penulisan skripsi untuk mahasiswa S1 mencoba
menjelaskan pola hubungan antar variabel dalam usulan penelitian yang diajukan
mahasiswa. Sang dosen mencoba menjelaskannya secara holistik, sistemik, dan
melibatkan banyak aspek sekaligus dalam bingkai kognitif konstruktivistik dalam
mempola kerangka berpikirnya. Variabel satu dikaitkan dengan variabel lainnya,
juga demikian dengan kedudukan variabel independen dan variabel dependennya
seperti apa dan dalam bentuk bagaimana. Hubungan-hubungan antar variabel yang
cukup kompleks tadi dicoba dibingkai dalam kerangka pemikiran yang kompleks,
namun cukup logis.
Bentuk komunikasi seperti ini biasanya dilangsungkan secara antar persona
dan langsung (lisan), namun hasilnya akan nampak dalam bentuk tulisan skripsi
mahasiswa. Jadi skripsi mahasiswa merupakan hasil komunikasi dialogis, komunikasi
antar persona antara dosen dengan mahasiswa yang dibimbingnya. Logika berpikir
mahasiswa dengan logika berpikir dosen pada permasalahan skripsi tadi, akan
menghasilkan kesepahaman yang konstruktif logis, yang secara nyata dituangkan
dalam bentuk karya skripsi mahasiswa S1 (sarjana), dan tesis untuk mahasiswa S2
(magister), dan disertasi untuk mahasiswa S3 (doktor).
Ringkasnya, teori Konstruktivisme didefinisikan sebagai pembelajaran yang
bersifat generatif, yaitu tindakan mencipta sesuatu makna dari apa yang dipelajari.
Konstruktivisme sebenarnya bukan merupakan gagasan yang baru, apa yang dilalui
dalam kehidupan kita selama ini merupakan himpunan dan pembinaan pengalaman
demi pengalaman. Ini menyebabkan seseorang mempunyai pengetahuan dan
menjadi lebih dinamis. Pendekatan konstruktivisme mempunyai beberapa konsep
umum seperti:
o Pembelajar aktif membina pengetahuan berdasarkan pengalaman yang
sudah ada sebelumnya, apapun, terutama yang relevan. Akumulasi
pengetahuan dan pengalaman seseorang dari kecil hingga saat ini, dikelola
untuk tujuan pencapaian nilai tambah yang lebih baik pada masa yang akan
datang.
o Dalam konteks pembelajaran, pembelajar terdorong dan seharusnya
membina, mengembangkan, dan meningkatkan sendiri pengetahuannya.
15
Belajar adalah upaya menggapai sesuatu yang baru, mencari pengalaman
yang baru, mencari informasi yang baru, dan berkomunikasi dengan pihak
lain dengan tema-tema yang terus diperbaharui.
o Pentingnya pembinaan dan pengelolaan pengetahuan secara aktif oleh
pembelajar sendiri melalui proses saling mempengaruhi antara
pembelajaran terdahulu dengan pembelajaran terbaru. Urutan pengetahuan
dan pengalaman sang pembelajar dikonstruksi atau dibangun secara
sistemik dan sistematik sesuai dengan pendekatan metodik yang tepat.
o Unsur terpenting dalam teori ini ialah seseorang membina pengetahuan
dirinya secara aktif dengan cara membandingkan informasi baru dengan
pemahamannya yang sudah ada. Selalu diupayakan adanya pertalian antara
informasi baru dengan informasi lama yang sudah dimilikinya.
Mempertahankan dan membina informasi lama yang sudah baik, dan
mengembangkan informasi baru yang lebih baik.
o Bahan pembelajaran yang disediakan komunikator pendidikan, diupayakan
harus mempunyai perkaitan dengan pengalaman pembelajar (siswa dan
mahasiswa) guna menarik minat mereka. Komunikator pendidikan selalu
beruoaya mencari permasalahan baru yang menarik perhatian bersama.
Topik-topik hangat biasanya menarik perhatian siswa dan mahasiswa untuk
dikritisi secara konstruktif.
(Sumber: Adopsi, sarian dan tambahan penulis dari virtual encyclopedia
dengan alamat http://id.wikipedia.org/wiki/Konstruktivisme. Kategori:
Filsafat).

V. Model-Model Pendekatan Konstruktivistik dalam Pelaksanaan Komunikasi


Pembelajaran

Model pendekatan action research:


Metodologi action research menawarkan suatu pendekatan sistematis di
dalam praktek komunikasi pendidikan dan pembelajaran kelas, terutama untuk
memperkenalkan inovasi-inovasi baru pembelajaran. Pola penggunaan dua arah
diskusi teoretis dan praktis yang melibatkan fasilitator pendidik dan pembelajar
dalam situasi yang diarahkan untuk membangun dan menemukan inovasi baru,
pemecahan masalah, dan pencarian nilai tambah kognisi, afeksi, dan konasi.
Penggunaan atau implementasi teori-teori belajar yang relatif baku di dalam
kelas secara langsung, dengan mengambil contoh-contoh kehidupan nyata sang
pembelajar sehari-hari dan mengupayakan pemecahannya. Dengan demikian, sang
pembelajar pun terlibat dalam diskusi dengan guru dan kelompok pembelajar
lainnya secara aktif, merefleksikan apa yang sudah didiskusikan bersama untuk
kemudian dikritisi pula secara bersama di dalam diskusi dimaksud. Dengan
demikian, belajar tidak bisa dilakukan sendirian dalam pengertian yang sebenarnya.

16
Banyak bentuk pendekatan yang dilakukan secara action research, namun
pada dasarnya merupakan suatu metode yang mencakupi: identifikasi masalah,
rencana kegiatan, implementasi, evaluasi, dan refleksi. Gambar dari Riding, Phil,
Fowell, Sue and Levy, Phil (1995) berikut menjelaskan kerangka pendekatan
pembelajaran action researh dalam kelas:

Action researh juga memiliki sejumlah sifat pembeda berurutan, seperti


pernah digambarkan oleh Zuber-Skerritt, (1982). Masih dalam sumber yang sama,
sebagai berikut:
o Pencaritahuan bersama secara kritis oleh
o Praktikan reflektif yang
o Akuntabel (bisa dpertanggungjawabkan) dalam merumuskan hasil-hasil
penelitian publiknya
o Mengevaluasi diri di dalam praktek-prakteknya, dan bisa meng-hire
(menangani)
o Partisipasinya pada kegiatan pemecahan masalah dan pengembangan
profesi selanjutnya.
(Riding, Phil, Fowell, Sue and Levy, Phil (1995).

Model Pengembangan Sosial dari L. Vygotsky


Kerangka teoretis utama dari teori pengembangan sosial Vygotsky adalah
bahwa faktor interaksi sosial memegang peranan yang fundamental dalam
pengembangan kognisi anak. Fungsi-fungsi dari pengembangan budaya anak akan
muncul dua kali, yakni pada level individual dan yang kedua ada pada level sosial.
Semua fungsi tersebut pada akhirnya akan melahirkan hubungan timbal balik di
antara individu.
Aspek kedua dari teori ini adalah adanya ide tentang pengembangan kognisi
yang dibatasi oleh ruang dan waktu yang disebutnya dengan zone of proximal
development (zona mendekati perkembangan), yang lebih lanjut akan diteruskan

17
menjadi perkembangan sepenuhnya pada tataran interaksi sosial seutuhnya.
(Communication Capstone, 2001).
Teori ini mencoba menjelaskan kesadaran sebagai akhir dari produk
sosialisasi seseorang (anak). Contohnya ketika seseorang akan melakukan
komunikasi dengan teman-teman sekelasnya ketika sedang belajar bahasa, pertama
ia akan melakukannya secara internal (dalam hati) sebelum memverbalkannya atau
mengkomunikasikannya secara langsung ke teman-teman kelompoknya.
Teori ini memang masih termasuk ke dalam rumpun teori belajar sosial dari
Bandura, terutama pada praktek belajar situasional, namun teori ini lebih
memfokuskan diri pada pengembangan kognitif, yang mirip dengan paham Piaget
dalam pemahaman teori belajarnya.
Dalam tataran praksis instuksional, teori ini bisa dijadikan alternatif
pengembangan instruksional, terutama oleh para guru dan praktisi komunikasi
dalam memilih situasi belajar yang sesuai dengan tahap-tahap pengembangan
sosial anak. Misalnya, seorang anak tidak secara serta-merta diberi tugas
akademiknya di sekolah berkaikan dengan pembelajarannya, melainkan
dipersiapkan lebih dahulu melalui tahap-tahap pengenalan kelompok, pengenalan
secara personal, dan akhirnya pengenalan secara sosial (lebih luas). Dengan
demikian, anak akan menjadi terbiasa (nyaman) dengan suasana barunya.

Model Pengembangan belajar struktural dari J. Scandura (Communication


Capstone, 2001).
Teori ini menggambarkan bahwa apa yang dipelajari oleh seseorang
merupakan aturan yang terdiri atas suatu domain, rentang, dan prosedur. Biasanya
di dalam suatu kelas, terdapat beberapa aturan alternatif yang dipersiapkan untuk
penugasan kelasnya. Sebuah penugasan kelas dengan pendekatan problem solving
(pemecahan masalah), misalnya, akan melahirkan aturan-aturan baru setiap ada
unsur pemecahan masalah secara sektoral. Artinya setiap kita berhasil memecahkan
masalah dalam sektor tertentu, akan melahirkan masalah untuk sektor turunannya
atau sektor lain. Orang akan selalu berpikir kreatif dalam setiap upaya memecahkan
masalah yang dihadapinya. Tururan-turunan masalah tadi pada giliranya akan
berkembang merumit sejalan dengan kreatifitas pemikiran penggagasnya. Ketika
orang berhasil membuat rumus perkalian antara 7 x 8 = 56, maka angka 56
sebenarnya tidak hanya hasil dari perkalian itu, namun bisa jadi dari model
perhitungan yang lain, misalnya dari 8 x 7, atau 28 x 2 yang hasilnya juga 56.
Analisis struktural juga merupakan suatu metode dalam mengidentifikasi
aturan yang dipelajari di dalam kelompok atau kelas sesuai dengan topik yang
diusungnya, ke dalam komponen-komponen yang lebih kecil, terus dipecah lagi ke
dalam komponen yang lebih kecil lagi sampai akhirnya sampai kepada aspek yang
paling kecil. Kira-kira berkembangnya secara deduktif dalam matematika.
Dalam dunia klasifikasi pada ilmu informasi dan perpustakaan, metode
analisis subjek atau sering disebut dengan pemetaan subjek, hal seperti ini banyak
dilakukan pustakawan ketika mengidentifikasi subjek dari bidang ilmu pengetahuan
18
tertentu. Sebuah contoh turunan subjek dari bidang yang terluas sampai dengan
yang tersempit, bisa kita lihat dalam contoh berikut:
(1) Subjek umum yang dibahas secara umum: Gedung Perpustakaan
(2) Subjek umum yang dibahas secara khusus: Rancangan Gedung Perpustakaan
(3) Subjek khusus yang dibahas secara umum: Gedung Perpustakaan Sekolah
(4) Subjek khusus yang dibahas secara khusus: Rancangan Gedung Perpustakaan
Sekolah
Gambaran susunan struktur urutan dari daftar subjek di atas menunjukkan
uruan hirarkis, dari umum ke khusus, dari subjek umum gedung perpustakaan,
kemudian menyempit menjadi rancangan gedung perpustakaan, kemudian
dipersempit lagi menjadi gedung perpustakaan sekolah, dan akhirnya sebagai subjek
yang paling sempit adalah rancangan gedung perpustakaan sekolah. Subjek yang
disebutkan terakhir ini sebenarnya secara struktural masih bisa dibagi-bagi lagi ke
dalam komponen subjek yang lebih sempit, misalnya menjadi: tata ruang, ventilasi,
jenis lantai, ukuran ruang baca, dan lain-lain. Yang jelas, secara struktural, setiap
pengidentifikasian aspek dari hasil pengembangan identifikasi, merupakan hasil
berpikir kreatif atas dasar pemetaan subjek secara struktural.
Satu lagi contoh bidang subjek ilmu terapan yang dilihat dari pembagiannya
secara struktural dalam klasifikasi desimal:

600 Ilmu-ilmu terapan


... ...................
620 Teknologi permesinan (teknik mesin)
621.3 Elektromagnetik dan cabang-cabang sejenisnya
621.38 Elektronika dan teknologi komunikasi
621.384 Radio dan teknik radar
621.384 .6 Particle accelerators
621.384 .63 Circular accelerators
621.384 .633. Fixed-field accelerators
621.384 .633.3 Weak-focusing constant-frequency cyclotrons
dst., sampai bagian terkecil sebagai hasil pengembangannya.

Pola berpikir kreatif dari model pemetaan struktual ini akan menghasilkan
kompleksitas pemikiran hingga relatif tak terbatas. Orang akan berhenti berpikir
struktural manakala struktur subjek usungannya dirasakan sudah lengkap terbahas
secara holistik integratif dengan melibatkan banyak aspek yang semakin merumit.
Yang unik dari pola penjelasan secara struktural atas konsep sebuah subjek adalah
adanya hubungan hirarsitas yang jelas. Masing-masing substruktur sebenarnya masih
memiliki subjek-subjek yang setara dengan kelompoknya, yang secara struktual bisa
dikembangkan lagi sesuai dengan karakteristik subjeknya.
Intinya, model belajar struktural ini memberi keleluasaan bagi seseorang untuk
berpikir meluas sesuai dengan pola pengembangan hirarkis, yang bercirikan hubungan
subordinatif jika dilihat dari atas ke bawah, atau dari konsep besar dan luas ke arah
19
konsep yang kecil dan sempit ruang lingkupnya. Dalam tataran organisasi, bisa juga
dikatakan sebagai pola pikir organisatoris dan melembaga. Semua pemikiran diikat
dalam ruang lingkup yang dibingkai dalam koridor struktur yang biasanya diwadahi
oleh organisasi.

Model pendekatan falsifikasi dari Popper:


Prinsip-prinsip umum pendekatan falsifikasi dari Karl R. Popper pada praktek-
praktek komunikasi pendidikan dan pembelajaran, bisa interpretif dan perseptif
bagi setiap orang, namun ada hal-hal yang menarik untuk diimplementasikan secara
lebih arif, misalnya sebagai berikut:

a) Ilmu terbuka pada kritik: Ilmu merupakan pengetahuan yang memiliki sifat dan
persyaratan tertentu, ilmiah tentu saja. Sedangkan dikatakan ilmiah jika
memenuhi syarat antara lain ada objek materialnya, ada objek formalnya, ada
pengelolanya, ada organisasi pengelolaannya, masuk akal/logis, bukan pendapat
umum, empiris, tunduk kepada kaidah ilmu yang meliputi parsimony, orde,
empiris, ada antecedent-nya. Bisa dibuktikan oleh orang lain dengan hasil yang
relatif sama. Keberanarannya bersifat relatif. Karena relatif, maka ada peluang
untuk dikritik. Ada kebenaran lain di dalam ilmu. Ilmu yang disampaikan pendidik
kepada terdidik (pembelajar) juga terbuka untuk dikritisi. Dalam konteks ini, para
pembelajar bahkan dianjurkan untuk selalu berpandangan, bersikap, dan
bertindak kritis terhadap proses pembelajaran di dalam kelas maupun di luar
kelas.
b) Ilmu sebagai suatu sistem teori: Teori adalah penjelasan yang benar. Benar
dalam arti memenuhi syarat prosedural penjelasan. Teori bisa juga diartikan
sebagai suatu hasil kajian mendalam yang telah teruji secara berulang-ulang dan
bisa berlaku dalam kurun waktu tertentu, baik sektoral, nasional, ataupun global.
Pertanyaannya adalah, apakah suatu sistem itu akan kekal dalam ruang dan
waktu? Pandangan seperti ini juga perlu disampaikan komunikator pendidikan
dan pembelajaran kepada para pembelajar.
c) Kemungkinan untuk salah: Salah satu sifat dari teori adalah selalu melahirkan
pertanyaan-pertanyaan lanjutan. Dengan demikian maka kemungkinan untuk
salah tetap terbuka. Ibarat seorang ahli membuat suatu produk, hasil akhirnya
tentu tidak semua orang sependapat dengan itu. Menurut orang lain tertentu,
ada sesuatu yang perlu diperbaiki karena salah, misalnya. Pembelajaran kelas
adalah proses pengelolaan pandangan-pandangan kritis yang dilakukan oleh
komunikator pendidikan dan pembelajaran, yang secara bersama-sama dengan
para pembelajar, mengkritisi kemungkinan-kemungkinan kesalahan pada sistem
ilmu dan teori.
d) Komitmen pada kebenaran: Meskipun ilmu terbuka untuk dikritik karena adanya
kemungkinan untuk salah, sang pengkritik pun sebenarnya tetap berprinsip pada
komitmen mencari kebenaran, kebenaran ilmu tentu saja. Artinya, baik
komunikator pendidikan maupun para pembelajar, harus tetap dalam
20
pandangan-pandangan kritisnya adalah untuk tetap dalam rangka mencari
kebenaran.
e) Prinsip falsifikasi: Ada kesalahan prinsip, ada kesalahan sektoral, ada kesalahan
etis, ada kesalahan karena tren pengguna. Aspek-aspek yang mungkin terdapat
kesalahan dalam sistem teori dan ilmu, bisa dicari melalui proses pembelajaran
secara terstruktur dan terprogram.
f) Implementasi dalam praktek komunikasi pendidikan: Protes, demonstrasi,
unjukrasa, pemberian saran dan masukan dari siswa dan mahasiswa dan pihak
lain terhadap lembaga pendidikan, baik di di dalam sistem pendidikan sekolah
ataupun di luar sekolah, sebaiknya dianggap sebagai bahan introspeksi untuk
perbaikan.
g) Sistem pendidikan bisa saja keliru: Banyak sistem pendidikan di dunia ini yang
polanya berbeda. Sekarang ada sekolah alam, home schooling, privat methods,
dan lainnya di luar sistem persekolahan yang sudah ada.
h) Guru tidak selamanya benar di kelas: Di zaman ini, guru atau dosen dan
komunikator pendidikan dan pembelajaran lainnya, bukanlah satu-satunya
sumber informasi pendidikan bagi siswa/mahasiswanya. Ada pergeseran pola
pembelajaran kelas.
i) Siswa dianjurkan kritis: Pemeo yang mengatakan ‘belajar dari kesalahan, belajar
dari pengalaman, pengalaman adalah guru terbaik’, bisa berlaku untuk semua
kegiatan komunikasi pendidikan dan pembelajaran.

Model pendekatan berfikir struktur penjelasan ilmu dari Carl Gustav Hempel
a) Ilmu sebagai suatu sistem penjelasan: Disebut sistem penjelasan, sebab dalam
penjelasan dimaksud ada komponen-komponen pendukung penjelasan tersebut.
Komponen pertanyaan, komponen hipotesis, komponen observasi dan
pengumpulan data, komponen analisis data, komponen penyimpulan, dll. Semua
komponen tersebut terkait satu sama lain secara fungsional, bergerak secara
sinergis dan saling melengkapi.
b) Struktur logis penjelasan ilmiah: Penjelasan ilmiah dituntut logis, menggunakan
logical construct, menyusun pola hubungan antar konsep sehingga membentuk
paradigma pengetahuan. Paradigma pengetahuan ini setelah melalu suatu
proses ‘ilmu’ atau ‘teori’, akan menjadi paradigma ilmu.
c) Logika dan hukum alam: Manusia itu bagian dari alam. Ia tentu tunduk kepada
hukum alam. Tunduk dalam konteks ini hampir pada setiap aspek dan
tindakannya.
d) Eksplanasi probabilistik: Teori peluang bisa menjelaskan model ini. Teori
kemungkinan juga bisa dikembangkan dalam pola pembelajaran dan pendidikan.
Contoh misalnya presisi, standar deviasi, randomisasi.
e) Relevansi penjelasan: Tema-tema penjelasan dalam Komunikasi Pendidikan dan
Pembelajaran harus yang relevan dengan kehidupan keseharian, dengan
pengalaman sebelumnya, dengan informasi yang didapat dari lingkungan sekitar.
Jangan gunakan contoh kasusn yang tidak relevan.
21
f) Implementasi dalam praktek komunikasi pendidikan: Ilmu dijelaskan secara
terstruktur, sistematis, sistemik, logis, konstruktivis, relevan.
g) Mirip dengan model belajar struktural dari J. Scandura: Lihat model
pembelajaran struktural dari J. Scandura yang sudah diuraikan di atas.
h) Mengutamakan prinsip-prinsip logika dalam belajar: Mirip dengan model
pembelajaran bermakna dari Davis Ausubel dan pengembangan logika dari
Piaget. Orang belajar bertumpu pada otak. Berfikir adalah pokok pembelajaran
terpenting. Sementara itu, membaca merupakan salah satu metode berfikir,
seperti membaca secara fungsional, membuka tabir-tabir atau hijab tentang
alam dan seluk beluknya. (Sumber: (http://www.davidausubel.org; dan
(http://www.learningandteaching.info/learning/piaget.htm).
i) Pembelajaran secara relevan: Topik-topik pilihan atau tema yang dipelajari harus
relevan dengan dunia siswa sang pembelajar, dunia yang dikenal siswa, namun
sedikit dikembangkan oleh guru sebagai fasilitator dan komunikator pendidikan
dan pembelajaran.

Model perubahan paradigma ilmu dari Thomas Samuel Kuhn


a. Ilmu pengetahuan normal: Pengetahuan lahir dari pengalaman. Pengalaman
terkait dengan waktu dan hidup kita, jaga ataupun tidur. Ilmu berproses seperti
biasa dalam menjalani waktu, berbulan-bulan, bertahun-tahun, sebelum ada
perubahan objek forma dan material.
b. Krisis dan penemuan ilmiah: Ketika ditemukan fakta ilmiah baru oleh ahli lain dan
itu sering terjadi baik di dunia sosial maupun alamiah, maka terjadi krisis. Ilmu
dipertanyakan oleh banyak orang. Misalnya adanya pergeseran fungsi guru dari
mengajari menjadi membelajarkan. Siswa bisa jadi lebih banyak tahu dari
gurunya, dsb. Orientasi belajar untuk kerja, yang notabene untuk cari duit untuk
hidup, persaingan, seleksi alam, dll. Krisis ilmu terjadi.
c. Anomali dan fakta baru: Terjadi anomali dalam paham ilmu. Orang sudah mulai
mencari-cari paham yang berbeda dengan paham ilmu yang ada selama ini.
Contoh, apa sistem pendidikan kita sudah betul? Apakah pola belajar kelas
selama ini masih perlu dipertahankan? Sebagian orang mulai menggunakan
percobaan-percobaan tentang pelaksanaan sistem pendidikan, misalnya sistem
sekolah terbuka, sekolah alam, sekolah privat, sekolah rumah, dll. Intinya
sebagian anggota masyarakat tidak percaya lagi dengan pendidikan.
d. Krisis dan penemuan teori: Dengan demikian, krisis terjadi di mana-mana, di
lingkungan sosial ataupun di kalangan ilmuawan. Krisis akan sering melahirkan
hal-hal yang besar dan bermanfaat setelahnya.
e. Reaksi terhadap krisis: Masyarakat sebagian menjadi apatis, tidak percaya lagi
kepada ilmuwan, tidak percya kepada ulama. Mereka lebih percaya kepada
media, termasuk media massa.
f. Revolusi perubahan paradigma ilmu: Jika sudah seperti itu maka sebenarnya
sudah terjadi revolusi dalam paradigma ilmu, paham ilmu, termasuk orang-orang
yang menggarap ilmu. Sekarang masyarakat tidak lagi mengandalkan ilmuwan
22
atau ulama sebagai tempat curhat, mencari joduh pun sudah terbuka di media,
aib seseorang pun dibuka dalam media, dll. Dengan demikian, secara hakiki,
paham akan ilmu pun sudah berubah, terjadi revolusi dalam paham ilmu.
g. Implementasi dalam Komunikasi Pendidikan dan Pembelajaran: Siswa dan
mahasiswa diajak berfikir kritis, berfikir global, holistik, detil, dan berfikir
historiografis agar paham akan adanya perubahan dalam banyak hal. Siswa dan
mahasiswa diajak berdiskusi tentang masalah perubahan dan pergeseran dalam
peristiwa sosial dan pendidikan. Misalnya perubahan guru dulu dan sekarang,
perubahan pola belajar dulu dan sekarang, perubahan pandangan orangtua
tentang pendidikan dulu dan sekarang.
h. Diskusi kelas dengan tema mengamati perubahan sosial dan dunia pendidikan:
Situasi pembelajaran menjadi semakin menarik karena mengangkat topik-topik
yang hangat dan banyak dibicarakan oleh masyarakat.
i. Surfing on chaos: Pintar-pintar saja mencari celah, maksudnya peluang dalam
suasana yang semrawut seperti sekarang ini. Bukan mencari kesempatan dalam
kesempitan dalam makna konotatif, akan tetapi lebih tepat memaknainya
dengan konsep ‘taqwa’ dalam islam. Orang harus pandai-pandai mengendalikan
dirinya secara arif dan bijaksana dan tetap istiqomah dalam jalurnya, dan tetap
teguh memegang prinsip kebenaran ilahiyah dalam situasi apapun. Tokoh
Indonesia (Jawa) seabad yang lalu pernah berucap ‘era ero jaman edan, sing ora
edan ora kaduman’ (artinya kira-kira…jaman edan, yang tidak ikut edan gak
kebagian. Namun demikian, sak becik-becike wong sing edan, luwih becik wong
kang eling lan waspada (sebaik-baik orang adalah yang selalu ingat dan waspada
– mawas diri dan selalu berusaha untuk mengendalikan diri sesuai dengan aturan
Allah SWT.

Model experiential learning tools (Nunes, José Miguel Baptista & Fowell, Susan P.
(1996):
Pelaksanaan komunikasi pembelajaran harus bisa memberikan konteks asli
(alamiah) dan adanya aspek bantuan yang bisa menjadikan seseorang (pembelajar)
menyadari dan memahami lingkungannya sesuai dengan kondisi-kondisi
stimulannya. Gambar berikut menunjukkan bahwa model layer experiantial
learning mengarah kepada penyediaan konteks asli (alamiah) dan sekaligus
menyediakan feedback pada kegiatan yang muncul pada konteks itu. Meskipun
tentu saja model ini tidak memberikan bantuan konseptual pada pelaksanaan
komunikasi pembelajaran lapangan secara langsung. Pengalaman belajar dengan
pendekatan ini terbentuk dari proses kerjanya, yang di dalamnya meliputi proses
berpikir awal, proses berpikir tahap berikutnya, dan tahapan berpikir kemudian.
Dalam pelaksanaannya, sang pembelajar bisa menggunakan kasus-kasus dan objek
belajar yang sudah dikemas dalam media baru (new media) untuk
ditransformasikan ke dalam pengalaman belajar sesungguhnya.

23
Layer (lapisan) bawah (subject matter conceptual layer) menggambarkan
model pembelajaran yang berbasis tekstual, teksbook dan media bahan belajar
tekstual lainnya. Sedangkan layer atas (experiential learning layer) menggambarkan
pembelajaran melalui pengalaman bermedia, khususnya belajar melalui web, yang
sering dikenal dengan nama e-learning.
Ada beberapa langkah strategis yang bisa dilakukan seorang guru dalam
pelaksanaan instruksional di lapangan, yakni strategi dalam menggunakan berbagai
media dan peralatan yang secara khusus diancang untuk memperlancar pencapaian
tujuan instruksional. Namun karena yang dimaksudkannya adalah khusus dalam
strategi instruksional dalam konteks CMC (computer mediated communication),
terutama penggunaan web sebagai media pembelajaran, maka yang paling umum
bisa dilakukan adalah dengan menggunakan media CMC dimaksud yang antara lain
adalah: e-mail, instant messaging, newsgroups, web-based chat, distance learning,
dan game online.

Model pendekatan web-based science lessons


Leong, Siew Chee & Al-Hawamdeh, Suliman (1999) melakukan penelitian
dengan tema pembelajaran melalui web atau yang sering dikenal dengan e-
learning, atau mereka menyebutnya dengan IT-based teaching and learning yang
digunakan untuk melengkapi keahlian peserta didik dalam belajar dan komunikasi
yang semakin diperlukan di masa kini dan masa depan. Masa sekarang tidak
mungkin lagi proses pembelajaran yang tidak melibatkan aspek teknologi informasi
dan komunikasi.
Teknologi bisa dihadirkan di dalam kelas hanya apabila ia digunakan secara
terprogram, terencana, serta mempertimbangkan kemampuan guru dan siswa
dalam menggunakan komputer dan asesorinya, dan harus mempertimbangkan
relevansi dan tuntutan kurikulum yang sudah dibuatnya. Sudut pandang pelibatan
teknologi pembelajaran bukanlah tujuannya melainkan harus menggunakan sudut
24
pndang pembelajaran itu sendiri yang ditetapkannya. Guru dan para pendidik yang
menetapkan teknologi pembelajaran yang mana yang relevan dengan materi
pembelajaran yang diaplikannya. Pendekatan konstruktivisme lebih pas digunakan
untuk pembelajaran kelas yang melibatkan peran-peran teknologi, khususnya
teknologi pembelajaran seperti e-learning, web-based learning, dan multimedia-
based learning.

Model multimedia pembelajaran


Hasil belajar seseorang tidak hanya diperoleh dengan melihat, mendengar,
meraba, dan gabungan semuanya seperti yang dikemukakan oleh Dwyer (1978),
jauh sebelum teknologi komputer berkembang. Sekarang, dengan kehadiran
komputer untuk aplikasi pendidikan dan instruksional, terasa sangat dimudahkan
pelaksanaannya. Para guru, dosen, dan praktisi komunikasi di lapangan bisa
menampilkan pesan-pesan pendidikan dan instruksionalnya melalui beragam teknik
presentasinya dengan bantuan komputer multimedia. Pengertian multimedia itu
sendiri cukup beragam seperti yang tercantum dalam kamus Encarta tahun 2009,
sebagai berikut:
a) Film suara yang ada dalam komputer, yang meliputi program-program,
software dan hardware yang bisa digunakan secara luas dalam berbagai media
seperti film, video, music, teks, grafik, dan angka.
b) Penggunaan berbagai bahan dalam seni, terutama seni plastik dan lukis.
c) Penggunaan semua jenis media komunikasi, khususnya dalam marketing,
seperti radio, televisi, dan pers, disebut media promosi atau media marketing.
d) Penggunaan media dalam pembelajaran, misalnya media film, video, gambar,
lukisan, dan musik, sebagai tambahan atau kelengkapan terhadap metode
pembelajaran dan pembelajaran secara konvensional.

Memang masih terdapat pro dan kontra terhadap penggunaan multimedia


dalam dunia pendidikan dan instruksional, bahkan hingga saat ini pun masih
berlanjut. Namun masalah pro dan kontra ini tidaklah penting untuk dibicarakan di
sini. Dalam dunia pendidikan dan instruksional, alat peraga pendidikan atau yang
sekarang kita sebut dengan media instruksional, sangatlah diperlukan
kehadirannya. Sebab media dimaksud mampu menambah kejelasan pesan-pesan
instruksional yang disampaikan guru, dosen, ataupun praktisi komunikasi lain di
lapangan.
Sebuah contoh, ketika seorang guru SD menjelaskan nama-nama binatang liar
yang belum dikenal oleh murid-muridnya, tentu tidak cukup dengan
menarasikannya. Guru tersebut perlu menunjuk beragam binatang liar dimaksud.
Namun hal ini tidak mudah karena binatang-binatang yang dimaksudkan tadi tidak
ada di sekitarnya. Yang terbaik bagi guru tadi adalah membawa murid-muridnya
datang ke kebun binatang terdekat sambil berwisata, dan ini pun tidak mudah
karena memerlukan biaya dan waku khusus. Dalam kondisi seperti ini, guru bisa
menggunakan media lain yang sanggup menampilkan beragam jenis binatang tadi.
25
Caranya antara lain adalah dengan menampilkannya dalam bentuk gambar, foto,
lukisan, atau bahkan yang lebih menarik adalah film suara atau video. Media film
suara yang digunakan dalam komputer disebut dengan multimedia, dan jika
penggunaannya dirancang secara khusus untuk tujuan pendidikan dan instruksional,
maka disebut dengan multimedia instruksional.
Satu contoh lagi. Kita yang lahir dan hidup di dunia tropis seperti di Indonesia
dan di negara-negara lain yang beriklim tropis, tidak akan pernah tahu secara
langsung beragam jenis binatang seperti panda, pinguin, beruang kutub, dan
berbagai jenis binatang lain yang hanya bisa hidup di daerah kutub. Dan, kalaupun
ada beberapa jenis binatang tadi “dipelihara” di kebun-kebun binatang tertentu di
kita, masih tetap hanya orang-orang terbatas saja yang bisa melihatnya. Artinya,
tidak semua anak-anak Indonesia bisa melihatnya secara langsung binatang-
binatang tadi. Dalam kondisi seperti ini, peran multimedia instruksional sangat
diperlukan kehadirannya.
Sebagai media yang canggih, multimedia instruksional bisa menampilkan
gambar, dan penjelasan lain secara lebih lengkap tentang berbagai binatang liar
tadi. Warna, bentuk, dan gerakan-gerakan lain yang yang dilakukan oleh binatang
tadi tampak persis seperti aslinya. Dan sang guru SD tadi pun dipermudah dalam
melaksanakan kegiatan instruksionalnya, serta tujuan-tujuan instruksional yang
ditargetkannya pun bisa lebih mudah tercapai. Gambar atau foto-foto berikut,
hanya memerlukan sedikit teks sebagai keterangannya, namun akan lebih bisa
“menjelaskan” dibandingkan hanya dengan menarasikannya lewat bahasa verbal
(bahasa kata-kata) belaka, apalagi jika gambar dan foto tadi bisa bergerak dan
bersuara seperti aslinya. Untuk semua itu, multimedia instruksional mampu
melakukannya dengan lebih baik.

Gambar: Panda, Penguin, Pantai

Dari ketiga contoh foto binatang Panda, Burung Penguin, dan pantai di atas,
orang akan bisa tahu secara visual, dan ini tentu saja lebih bisa dipahami oleh para
siswa dalam sistem instruksional, dibandingkan dengan jika sang guru hanya
menjelaskannya secara verbal saja. Jika gambar binatang di atas direkam dalam
format video atau gambar bergerak, maka akan lebih mampu mewakili bentuk
aslinya. Dan multimedia instruksional bisa memanfaatkannya untuk tujuan
26
mempermudah pencapaian tujuan-tujuan instruksional yang ditetapkan para
instruktor dan praktisi komunikasi pendidikan pada umumnya.
Dalam sajiannya yang langsung dengan teknik multimedia, gambar-gambar di
atas bisa divisualisasikan secara video suara, tidak hanya berupa foto-foto diam.
Pengambilan gambar atau suasana lapangan secara langsung bisa menggunakan
rekaman video yang sekarang banyak diintegrasikan dengan handphone, camera
digital, atau video camcorder dan handycam. Tidak sulit untuk mmbuat dan
mengaplikannya.
Berikut kami tampilkan gambar-gambar yang berkaitan dengan media
instruksional. Ada yang secara khusus langsung digunakan sebagai media
pembelajaran dan ada pula yang tidak secara khusus untuk kepentingan
pembelajaran, namun media tersebut bisa sangat bagus untuk dijadikan media
pembelajaran di kelas. (Sumber: Microsoft Encarta 2006).

Gambar: Mikroskop Antik abad 16; mikroskop Hooke abad 17; mikroskop abad 18

Gambar: Penggunaan mikroskop, scanning Electron Microscope dan solar system

Berikut adalah salah satu contoh gambar hasil besaran dari mikroskop
elektron. Bandingkan dengan benda aslinya.

27
Gambar: Kristal Garam Murni; structure of HIV; dan kristal gula

Gambar-gambar tadi menunjukkan kepada kita betapa menakjubkannya


fungsi dan kemampuan media di zaman ini. Hasil dari penggunaan media ini bisa
sangat membantu dalam meningkatkan kinerja pendidikan, khususnya dalam
membantu meningkatkan keberhasilan praktik komunikasi instruksional.

VI. KESIMPULAN
Penggunaan pendekatan konstruktivisme dalam pembelajaran mempunyai
beberapa konsep implementatif umum seperti berikut:
1) Sebagai suatu teori, konstruktivisme berkaitan dengan proses kognitif
seseorang yang melakukan komunikasi pembelajaran pada situasi tertentu.
2) Sang pembelajar (siswa) aktif membina pengetahuan berdasarkan
pengalaman yang sudah ada sebelumnya, apapun, terutama yang relevan. Ia
juga terdorong untuk membina, mengembangkan, dan meningkatkan sendiri
pengetahuannya. Pengetahuan siswa diperoleh melalui upayanya, bukan
melalui stimulus yang datang dari luar.
3) Pentingnya pembinaan dan pengelolaan pengetahuan secara aktif oleh
pembelajar sendiri melalui proses saling mempengaruhi antara pembelajaran
terdahulu dengan pembelajaran terbaru. Prinsip merangkaikan pengalaman
sejenis dari masa lalu dan masa sekarang untuk antisipasi masa mendatang.
4) Unsur terpenting dalam teori ini ialah seseorang membina pengetahuan
dirinya secara aktif dengan cara membandingkan informasi baru dengan
pemahamannya yang sudah ada. Berupaya mencari tambahan informasi baru,
utamanya yang relevan, adalah faktor penting dalam proses pembelajaran
siswa.
5) Bahan pembelajaran yang disediakan perlu mempunyai perkaitan dengan
pengalaman pelajar untuk menarik minat pelajar. Peran guru dan praktisi
komunikasi pendidikan dan pembelajaran, lebih mengarah kepada upaya
mengelola situasi dan kondisi audiens (siswa) dengan cara mendorong dan
memberikan semangat kepada siswa untuk melakukan pembelajarannya

28
sendiri. Contohnya, sediakan saja semua fasilitas pembelajaran yang relevan,
dan dorong mereka untuk mengoptimalkan penggunaannya.
6) Kemampuan orang dalam menyusun atau membingkai pesan-pesan
komunikasi pembelajaran untuk situasi dan kondisi tertentu relatif akan lebih
berhasil dibandingkan dengan mereka yang melakukannya tanpa persiapan.
7) Orang yang mempersiapkan pelaksanaan komunikasi pembelajaran dengan
berbekal pengalaman kognitif yang kompleks juga akan lebih berhasil dalam
berkomunikasi dibandingkan dengan yang melakukannya secara apa adanya.
Contoh di lapangan misalnya, kita lebih mudah mengerti jika mendapatkan
penjelasan dari orang yang kompleks pemikirannya (biasanya ilmuwan dan
berpendidikan) dibandingkan dengan orang kebanyakan, misalnya.
Penjelasan-penjelasan dari para ilmuwan relatif lebih lengkap. Latar belakang,
aspek, dan variabel-variabel yang menyertai suatu objek yang dijelaskannya
pun relatif teratur dan sistematis. Hal ini tentu berbeda jika dijelaskan oleh
orang yang tidak mengerti di bidangnya.

VII. DAFTAR PUSTAKA

Ausubel. (ny). Belajar bermakna. (available at: http://www.davidausubel.org).


Diakses ntanggal 14 Agustus 2009).
Bigge, Morris L., 1982. Learning Theories for Teachers, ed. Ke-4, Harper & Row, New
York.
Brown, Christine D. (2001) "The role of computer-mediated communication in the
research process of music scholars: an exploratory investigation". Information
Research, 6(2) Available at: http://InformationR.net/ir/6-2/paper99.html.
Communication Capstone, 2001. Theory Workbook.
Dwyer, Francis M., 1978. Strategies for improving Visual Learning, Pensylvania,
Learning Service.
Leong, Siew Chee & Al-Hawamdeh, Suliman (1999) "Gender and learning attitudes
in using Web-based science lessons" Information Research, 5(1) Available at:
http://informationr.net/ir/5-1/paper66.html.
Littlejon, Stephen W. 1996. Theories of Human Communication, ed. ke-5. Belmont,
California, Wardsworth Publishing Company.
Mikhael Dua, 2007. Filsafat Ilmu Pengetahuan; telaah analitis, dinamis, dan
dialektis. Maumere, Ledarero.
Mortensen, Donald G., dan Allen M. Schmuller, 1964. Guidance in Today’s Schools, John
Wiley & Sons, New York.
Nunes, José Miguel Baptista & Fowell, Susan P. (1996) "Hypermedia as an
experiential learning tool: a theoretical model". Information Research, 2(1).
Available at: http://InformationR.net/ir/2-1/paper12.html

29
Piaget, Jean. (ny). Learning and teaching. Available at:
http://www.learningandteaching.info/learning/piaget.htm. diakses tanggal
14 Agustus 2009).
Pickard, A. and Dixon, P. (2004) "The applicability of constructivist user studies: How
can constructivist inquiry inform service providers and systems designers?"
Information Research, 9(3) paper 175 (Available at
http://InformationR.net/ir/9-3/paper175.html).
Riding, Phil, Fowell, Sue and Levy, Phil (1995) "An action research approach to
curriculum development". Information Research, 1 (1) Available at:
http://InformationR.net/ir/1-1/paper2.html
Shermis, Samuel.2001. How to discipline your mind. Purdue University. (available
at: http://www.a2zpsychology.com).

30

You might also like