Professional Documents
Culture Documents
LANDASAN TEORI
1. Sejarah PG Mojo
Pabrik Gula Mojo didirikan pada tahun 1883 oleh Nv. Culcutre
Maattscavay Lawoe yang berpusat di Den Haag dan di Indonesia yang berpusat di
Semarang. Pada tahun 1982 diganti oleh Nv. Miradolk Voulte & Co dimana
ketiga Nv. Tersebut milik Belanda.
Pada tahun 1957 dikeluarkan SK premi/YY IV 17 Desember 1957 dengan
No. KPST/Pm/12/1957 tentang pengoperasian kekuasaan perusahaan Belanda.
Untuk pelaksanaan SK tersebut, ada 7 periode, yaitu :
1. Periode I
Pada tahun 1957 dari Miradolk Vollto & Co diubah menjadi perusahaan
perkebunan negara baru ex Miradolk Vollto & Co yang berkedudukan di
Semarang.
2. Periode II
Perusahaan Negara Baru diubah menjadi Proe Unit Semarang A.
3. Periode III
Dari Proe Unit Semarang diubah menjadi Unit Semarang A yang
berkedudukan di Semarang.
4. Periode IV
Peraturan pemerintah No. 161.1961 yang menyatakan bahwa Pabrik Gula
Mojo dipisah dengan Pabrik Gula lainnya yang masuk Unit Semarang A
dan dimasukkan ke dalam Perusahaan Perkebunan Negara.
5. Periode V
Pabrik Gula Mojo dijadikan berbadan hukum berdasarkan Peraturan
Pemerintah No. 14/1963.
5
6. Periode VI
Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 14/1968 tanggal 13 April 1968,
dibentuklah Perusahaan Negara Perkebunan ( PNP ) XVI. Kemudian
berdasarkan PP No. 11/1981 dengan Akte Notaris GSH Loembar Tobing,
SH No. 7/1981 tentang penggabungan antara PNP XV dengan PNP XVI
menjadi PTP XV – XVI ( Persero ), maka Pabrik Gula Mojo pada saat itu
merupakan salah satu unit produksi dibawah pengolahan PTP XV – XVI.
7. Periode VII
Peraturan Pemerintah No. 14/1996 tentang penggabungan PT. Perkebunan
XVIII dan menjadi Perusahan Perseroan ( Persero ). Berdasarkan PP No.
42/1996 dengan Akte Notaris Harum Kamil, SH. Pada tanggal 11 Maret
1996 tentang pendirian Perusahaan ( Persero ) PT. Perkebunan Nusantara
IX, maka Pabrik Gula Mojo pada saat ini merupakan salah satu unit
produksi di bawah PTPN IX.
6
1. Kepala Tanaman
Bertugas mencari tanah untuk penanaman tebu, mengurus tanaman tebu
dari mulai tanam sampai tebang, termasuk pembibitan, pembrantasan hama,
pemupukan, pengairan, pengolahan tanah, penebangan dan pengangkutan tebu
dari kebun sampai pabrik.
2. Kepala Instalasi
Bertugas mengurus mesin-mesin baik pemeliharaan maupun
pengoperasian dan memberikan masukan, gagasan atau pertimbangan kepada
administratur dalam masalah di bidang instalasi pabrik gula.
3. Kepala Pengolahan
Bertugas mengkoordinasi kegiatan teknis penyimpanan dan pengeluaran
hasil produsi gula dan tetes, pembuatan laporan produksi dan kegiatan
pengolahan sesuai dengan periode yang ditentukan.
4. Kepala Tata Usaha Keuangan
Bertugas mengkoorsinasi, mengatur dan mengawasi dalam bidang
pembukuan, keuangan, sumber daya manusia, poliklinik, rencana kerja dan
anggaran perusahaan ( RKAP ) dan pengendalian biaya.
Berdasarkan sifat hubungan kerja dengan perusahaan, karyawan di PG
Mojo terdiri dari dua kelompok, yaitu :
1. Karyawan Tetap
Karyawan yang mempunyai hubungan kerja dengan perusahaan untuk
jangka waktu tidak tentu, pada saat dimulainya hubungan kerja di dahului
dengan masa percobaan selama tiga bulan. Karyawan tetap terdiri dari :
a. Karyawan pelaksana
b. Karyawan pimpinan
2. Karyawan Tidak Tetap
Karyawan yang mempunyai hubunngan kerja dengan perusahaan untuk
jangka waktu tertentu, pada saat dimulainya hubungan kerja tidak di dahului
masa percobaan.
7
Karyawan tidak tetap terdiri dari :
a. Karyawan kampanye
b. Karyawan Dalam musim Giling (DMG)
c. Karyawan Luar Musim Giling (LMG)
4. Ketenagakerjaan
a. Jumlah Karyawan
Karyawan yang bekerja di PG. Mojo kurang lebih 1.010 orang dengan
perincian :
i. Gol III-IV : 26
ii. Gol I-II : 315
iii. PKWT Kampanye : 258
iv. PKWT Harian : 406
v. Honorair Setara III.A/0 : 5
b. Kesejahteraan Keryawan
Dalam hal kesejahteraan karyawan setiap perusahaan telah mengaturnya
dalam Kesepakatan Kerja Bersama ( KKB ). Kesejahteraan karyawan berupa :
1. Perumahan, air, listrik
2. Perawatan kesehatan dan sarana olah raga
3. Cuti tahunan dan cuti panjang
4. Bantuan kematian
5. Jaminan hari tua ( asuransi kecelakaan dan pensiun )
6. Transportasi
7. Rekreasi dan kesenian
8. Perekonomian ( koperasi )
9. Jasa produksi
c. Hasil Produksi Dan Pemasaran
Hasil Produksi PG Mojo adalah gula SHS (gula kristal putih) yang
dihasilkan dimasukkan dalam karung plastik, setiap karung berisi 50 kg gula.
Kapasitas produksi gula yang dihasilkan oleh PG Mojo adalah 200 ton per
hari. Sistem pemasaran yang digunakan adalah sistem lelang melalui APTRI
8
(Asosiasi Petani Tebu Republik Indonesia). Tetes sebagai hasil sampingan di
jual ke pabrik yang membutuhkan.
9
Air Imbibisi
Air imbibisi berfungsi untuk mempercepat proses ekstraksi dari gula pada
tebu. Pemberian air imbibisi dapat dilakukan 2 cara, yaitu :
Keuntungannya :
a. Dalam suasana panas ampas mudah dipecah sehingga gula yang
terambil banyak
b. Ampas yang keluar dari gilingan menjadi lebih kering.
c. Mencegah berkembangbiaknya mikroorganisme.
Kerugiannya :
a. Biaya untuk memanaskan air lebih mahal
b. Adanya kemungkinan dapat melarutkan zat-zat lain sehingga
akan menambah kotoran dalam nira
c. Zat lilin yang sukar dipisahkan dari nira ikut terlarut sehingga
akan sulit untuk dipisahkan pada vacum filter.
10
d. Ampas yang jenuh dengan air imbibisi panas dapat
menyebabkan slip pada rol-rol gilingan.
2. Imbibisi dingin
Air dingin yang dipakai untuk proses ekstraksi gula ini temperaturnya
pada 28 ºC.
Keuntungannya :
a. pH
Salah satu sifat yang perlu dimengerti adalah sakarosa tidak tahan suasana
asam, sebab akan terurai. Untuk mengatasinya maka nira dibuat netral dengan
menambah basa yaitu susu kapur. Dengan pertimbangan mempunyai efek
pemurnian, mudah didapat dan murah harganya. Selain itu juga digunakan
belerang yang berguna untuk menetralkan pH, memucatkan warna.
11
Untuk mengetahui pH dari nira, nira sampel ditambahkan indikator sesuai
dengan trayek pH. pH nira dapat diidentifikasi berdasarkan tingkat perubahan
warna yang terjadi.
Tabel 1. Nilai pH standar pada nira
Jenis nira Indikator Perubahan warna pH standar
Nira encer BTB Hijau 7.0
Nira kotor PP Kuning-jingga 6.7
Nira tapis PP/TP Kuning-jingga 6.8
Nira mentah CPR Merah 5.6
Nira kental belum BTB Hijau 6.7
berbelerang
Nira kental berbelerang CPR Merah 5.5 – 5.6
Nira sulfitasi BTB Hijau 7.0-7.2
Defikator I BTB Hijau 7.0
Defikator II PP Kuning-jingga 9.8 – 10.2
b. Temperatur
Berpengaruh pada kecepatan penguraian dari sakarosa, dimana semakin tinggi
akan mempercepat perpecahannya. Untuk memperkecil peruraian sakarosa, maka
suhu dari nira harus diatur agar mengalami peruraian pada temperatur tinggi.
c. Waktu
Lamanya reaksi pada proses pemurnian akan berakibat sakarosa dan
monosakarida rusak, maka diusahakan pemurnian dilakukan pada waktu singkat.
Ditinjau dari sifat fisika–kimianya, bahan yang terdapat pada nira mentah
dapat dibedakan menjadi tiga bagian, yaitu :
12
- Untuk menyaring kotoran nira digunakan atmosphric filter seperti flat
screen, DSM screen dan lain – lain.
- Untuk menyaring kotoran hasil pengendapan dengan bahan kimia
digunakan filter press seperti plate dan frame plate press atau vacum filter.
Proses pemurnian secara umum ada tiga cara, yaitu :
Hasil pemurnian proses defikasi ini masih belum sempurna dan hasil yang
di peroleh kurang bagus. Hal ini terbukti dari warnanya masih kecoklatan dan
kadar gulanya paling rendah. Hasil dari proses defikasi adalah gula merah (Hoofd
Suiker) atau yang disebut raw sugar karena belum semua kotoran dapat
diendapkan.
13
Ada tiga macam proses defikasi, yaitu :
Reaksinya :
14
Proses ini merupakan cara yang lebih sempurna dibandingkan proses
defikasi dan didapat gula jenis GKP ( Gula Kristal Putih). Dalam proses ini
penggunaan susu kapur lebih banyak, kemudian kelebihannya dinetralkan dengan
penambahan gas SO2 sehingga pH menjadi 7,0-7,2, disini akan terbentuk ion
sulfit yang selanjutnya bersama ion sulfit yang sukar larut dan mengendap
bersama kotoran yang terdapat dalam nira. Dengan penambahan SO2, pH nira
diharapkan menjadi 7,1. Selama proses pengendapan terjadi penurunan pH
menjadi 7,0. Pada proses ini berlawanan dengan karbonatasi, dimana pada
karbonatasi terjadi kenaikan pH dari 6,8 menjadi 7,0.
- Batch
Pada cara ini nira diberi susu kapur pada bejana, setelah itu nira diproses
selanjutnya.
- Kontinyu
Pada cara ini pengeluaran dan pemasukan nira dalam bejana reaksi berjalan
secara terus-menerus.
Cara batch dan kontinyu dibagi menjadi tiga jenis sulfitasi, yaitu :
15
juga didapatkan endapan kalsium phospat. Selain itu pada suasana asam,
sakarosa akan mengalami inversi.
Ca 2+ + SO3 2- CaSO3
(Purwanto, 2001)
5.3.3. Proses karbonatasi
Prinsip dari proses karbonatasi ini penambahan susu kapur secara
berlebihan kemudian dinetralkan dengan gas CO2, sehingga terbentuk endapan
CaCO3 .
Gula dari hasil karbonatasi adalah paling baik dibandingkan dengan proses
defikasi maupun sulfitasi, akan tetapi biayanya lebih mahal.
16
b. Proses karbonatasi rangkap
Proses ini hampir sama dengan karbonatasi tunggal, hanya setelah pH
10,5 nira ditapis terlebih dahulu, hasil tapisan inilah yang dialiri gas CO2
sampai pH 8,5. Cara ini lebih baik dari pada karbonatasi tunggal. Proses
karbonatasi ini mahal tetapi banyak dilakukan dalam produksi gula di Eropa
yang menggunakan ‘’sugar beat’’, yaitu pembuatan gula kristal dari bahan
baku bit. Karena niranya tidak mengandung red sugar pada pengapuran
sehingga pH 7,0 dapat ditinggikan dan disusul dangan netralisasi susu kapur
tadi dengan SO2 tanpa adanya kesulitan. Bahkan pada penjernihan nira sugar
beat gumpalan-gumpalan CaO langsung dapat dimasukan kedalam nira
mentah pada suhu 80-90 ºC, setelah 5-15 menit ke dalam larutan alkalis yang
tinggi dialirkan gas CO2. Yang harus diperhatikan adanya gula reduksi. Jadi
pengapuran langsung dengan CaO tidak dapat dilaksanakan, karena :
1. Pada penambahan kapur akan terdapat suhu yang tinggi dimana 1 kg CaO
mengeluarkan 200 kkal.
2. Kadar Ca(OH)2 disekitar penggumpalan CaO tinggi, maka pH akan tinggi.
Disini karbonatasi akan lebih cepat dan tidak ada peruraian gula reduksi.
Namun alkalinitas tetap ada sekitar 200-300 mg CaO/liter nira encer,
sedangkan pH 8,4-9,2. Sisa ini dapat dikarbonatasi dengan karbonatasi
rangkap.
Perbandingan zat-zat bukan gula yang dapat dipisahkan dari ketiga proses
pemurnian adalah sebagai berikut:
Pada sistem defikasi yang dapat memisahkan 9 % dari zat-zat bukan gula,
sulfitasi dapat memisahkan 11,5 % dari zat-zat bukan gula dan pada karbonatasi
dapat memisahkan 28 % dari zat-zat bukan gula.
Tahap kedua adalah pemanasan nira mentah hingga suhunya minjadi 75-
100 ºC.
Tahap ketiga adalah proses pemurnian itu sendiri, yaitu dengan cara
pemberian air kapur agar pH meningkat. Tetapi dewasa ini cara defikasi mulai
17
ditinggalkan karena sulitnya mengontrol pH nira dan gula yang dihasilkan kurang
putih. Sebagai gantinya digunakan proses sulfitasi dan karbonatasi.
18
Adalah penggunaan lebih dari satu evaporator dimana fresh feed dan
pengambilan produk dari tiap efek digunakan untuk memanaskan uap
berikutnya. Metode ini umum digunakan pada feed jenuh dan padatan kristal
gula pada produk.
1) Azas Watt, yaitu dua buah bejana yang diberi air dihubungkan bagian atasnya,
dimana bejana yang satu dipanaskan dan bejana yang lain didinginkan. Maka
akan terjadi aliran air dari bejana yang bersuhu tinggi mengalir ke bejana yang
bersuhu rendah.
2) Azas Reflux
Ada tiga dasar yang digunakan pada sistem multiple effect :
19
merupakan campuran kristal sakarosa dan sirup dengan kadar air rendah 8-10 %,
kemudian massecuite ini dialirkan ke palung pendingin untuk menyempurnakan
pengkristalan. Hal ini dilakukan dengan tiga atau empat tingkat pemasakan
dimana tiap tahap diikuti pemisahan.
20
- Daerah meta stabil (daerah pembesaran kristal), yaitu daerah dimana
larutan gula belum dapat membentuk inti kristal baru yang dapat
menempel pada kristal gula yang ada.
- Daerah pertengahan, yaitu daerah dimana larutan gula dapat
membentuk inti kristal apabila disekitarnya sudah ada inti kristal yang
lain.
- Daerah goyah, yaitu daerah dimana larutan gula telah membentuk inti
kristal sendiri tanpa ada inti kristal yang lain.
Adapun pengaruh OVC pada kristalisai yaitu:
- Apabila OVC terlalu tinggi, maka akan terjadi suatu kristal yang
mempunyai bermacam-macam ukuran kristal sulit seragam.
- Apabila OVC terlalu rendah, maka pengkristalan gula tidak akan
terjadi. Oleh karena itu mengatur tinggi rendahnya OVC dapat
dilakukan dengan jalan mengatur suhunya. Dengan adanya kenaikan
temperatur masakan, maka OVC akan turun demikian pula sebaliknya.
Untuk itu dalam kristalisasi diusahakan pendidihan di dalam pan
masakan dengan temperatur dengan jalan memvakumkan.
5.6. Tahap pemutaran
Pada prinsipnya untuk memisahkan kristal gula dan stroopnya berdasarkan
gaya sentrifugal dari alat pemutar. Baik buruknya pengkristalan tergantung dari
proses pengkristalannya, apabila banyak mengandung kristal palsu maka akan
mempersulit pemisahan kristalnya. Hal ini disebabkan kristal halus yang akan
menyumbat saringan. Oleh karena itu pemisahan dilakukan secara bertahap.
21
- Sisi luar dari bahan dapat diperbaiki.
- Luas bahan
- Kelembaban mutlak dari udara
- Kecepatan udara
Untuk menjaga mutu gula selama penyimpanan perlu diperhatikan
beberapa hal, yaitu:
- Kristal gula harus dipacking dalam keadaan kering dan tidak terlalu
panas
- Bagian dasar karung harus dicegah dari kelembaban
- Dianjurkan untuk mengecat atap gudang untuk menurunkan suhu
- Humidity tidak boleh lebih dari 65 %
- Suhu penyimpanan 30-35%
B. Tinjauan Pustaka
1. Tanaman tebu
Bahan baku industri gula di Indonesia adalah tebu atau ‘Saccharum
officinarum’. Tebu sangat baik tumbuh di daerah tropis maupun sub tropis.
Disamping itu bahan baku pembuatan gula biasa berasal dari kelapa, aren, bit,
(sejenis lobak yang tumbuh didaerah dingin). Tebu termasuk suku Graminiae
(rumput-rumputan) dan termasuk genus Saccharum atau Sacchare.
Pertumbuhan tanaman tebu dipengaruhi oleh faktor-faktor antara lain:
a. Areal tanaman
Tanaman tebu hanya dapat hidup baik di daerah dataran rendah tropis atau
sub tropis antara 39ºLU-35ºLS dengan garis isoterm 20ºC karena tanaman
tebu membutuhkan sinar matahari dan hujan yang cukup.
22
b. Iklim
Agar kualitas tanaman tebu baik (rendemen tinggi) maka daerah
pemanasan harus memiliki perbedaan yang tinggi dan mencolok, karena
tanaman tebu memulai pertumbuhan pada musim hujan dan memulai
pemasakan pada musim kering.
c. Varietas tanaman
Jenis tanaman tebu yang baik dewasa ini antara lain : PS-44, keluarga BZ
(BZ-81, BZ-104, Bz-11 ) dan keluarga POJ ( POJ-3016 ), BR dan lain-lain.
d. Jenis tanah
Tanah yang baik untuk tanaman tebu adalah tanah lempung berpasir
dengan pH antara 6,4-7,9 dan keadaanya tidak terlalu kering dan tidak terlalu
basah sehingga diperlukan drainase dan irigasi yang baik. pengolahan yang
baik termasuk pemberantasan hama tebu dan pemupukan yang baik dan
teratur.
e. Waktu penebangan
Waktu penebangan yang baik adalah pada musim kemarau karena pada
saat itu tanaman tebu mempunyai rendeman yang tinggi. Hal-hal yang perlu
diperhatikan dalam penebangan :
23
Reaksinya adalah sebagai berikut :
6CO2 + 6H2O C6H12O6 + 6O2
2C6H12O6 C12H22O11 + H2O
(Soerjadi, 1985)
24
c) Sabut
Sabut adalah semua zat padat selain nira. Jika sabut ini dikeringkan maka
hampir 50 %-nya adalah selulosa, lainnya adalah abu, zat lilin, pektin, lignin.
Sabut ini biasanya digunakan sebagai bahan bakar ketel dalam industri gula.
d) Zat warna
Zat warna penting yang dalam tebu adalah klorofil dan karoten yang
memberikan warna kuning kedu. Zat warna ini akan larut dalam sebagai suspensi
sehingga mudah dipisahkan dari nira dengan cara didiamkan.
2. Monosakarida
Monosakarida yang terdapat dalam batang tebu adalah glukosa dan
fruktosa. Kandungan monosakarida akan tinggi jika tebu sudah melewati usia
batas kemasakan atau akibat inversi sukrosa oleh bakteri dalam tebu yang sudah
ditebang.
2.1. Glukosa
Glukosa atau destroksa termasuk gugus aldehid yang mempunyai rumus
empiris C6H12O6 .
a. Sifat fisik glukosa :
1) Berat molekul 180,2 kg/mol dengan titik lebur 146 °C . Densitas 1,544
gr/L dan rasanya manis meskipun tidak semanis sukrosa dan fruktosa.
2) Kelarutan glukosa dalam air lebih kecil dibandingkan fruktosa atau
sukrosa. Glukosa larut dalam etanol tetapi tidak larut dalam eter.
25
3) Glukosa diperoleh dari hidrolisis sempurna sukrosa dengan asam mineral
encer (HCl). Pada pemanasan glukosa mampu mereduksi pereaksi fehling
dan benedict
4) Molekul glukosa terurai membentuk amilum dan selulosa.
2.2. Fruktosa
Fruktosa disebut juga fruit sugar, termasuk dalam kelompok yang
mempunyai gugus keton dan mempunyai rumus molekul C6H12O6
a. Sifat fisika fruktosa :
1) Kistal fruktosa berbentuk ortorub.
2) Densitasnya 1.598 kg / L dan titik leburnya 150 °C.
3) Berat molekul 180,2 kg / mol.
4) Mudah larut dalam air, aseton dan methanol, tetapi sedikit larut dalam
etanol.
5) Memutar bidang polarisasi dengan sudut putar (α) -92,4 ke kiri
b. Sifat kimia Fruktosa :
1) Fruktosa termasuk keton yang mempunyai gugus keton dan gugus
hidroksil.
2) Fuktosa dapat mereduksi larutan Fehling.
3) Fruktosa diperoleh dari reaksi hidrolisis
4) Molekul fruktosa terkondensasi membentuk inulin yaitu suatu poisakarida
atau satu satuan fruktosa.
3. Sukrosa
Sukrosa (β-D-fruktofuranosil-α-glukopiranosa), C12H22O11 mempunyai
berat molekul 342 merupakan kelompok disakarida yaitu karbohidrat yang
tersusun atas dua monosakarida diantaranya adalah glukosa dan fruktosa yang
bergabung dengan ikatan β-glikosidik. Sukrosa rasanya manis sehingga kristal
sukrosa digunakan sebagai bahan makanan dan dikenal dengan gula pasir. Hasil
fotosintesis yang berupa sukrosa sebagian digunakan untuk kehidupannya dan
sebagian lagi disimpan dalam batang tebu. Kadar sukrosa dalam batang tebu
semakin meningkat, sedangkan kadar monosakarida semakin lama semakain
26
menurun. Namun demikian kenaikan kadar sukrosa ini tidak berlangsung secara
terus menerus tetapi suatu saat akan menurun. Oleh karena itu harus ditentukan
waktu tebang yang tepat agar diperoleh kadar sukrosa yang tinggi.
Secara struktural sukrosa digambarkan sebagai berikut :
CH2OH
H O H HOH2C O H
H
OH H O H OH
OH CH2OH
H OH OH H
Gambar 1. Struktur Sukrosa
(Moerdokusumo, 1993).
Pembuatan sukrosa dalam batang tebu
Gula pasir merupakan kristal monoklin dari sukrosa. Sukrosa ini terbentuk
dari asimilasi antara gas CO2 dan air dengan bantuan sinar matahari.
Reaksinya :
CO2 + 6H2O sinar matahari C6H12O6 + 6O2
Monosakarida
Hasil reaksi fotosintesis ini membentuk monosakarida berupa D-Glukosa
dan D-Fruktosa. Glukosa dan fruktosa dikenal sebagai gula reduksi. Sintesis dari
monosakarida ini membentuk disakarida yaitu sukrosa.
27
Titik leleh, °C 160-186
Rotasi spesifik, ° +66,53
Kelarutan dalam air pd T=20 °C, g/g 2,00
Volume molar pd T= 20 °C, cm3 /mol 209,5
Panas spesifik, J/molb
Kristalin, pd T=20 °C 415,8
Amorf, pd T=20 °C 90,2
Panas larutan, KJ/mol b 4,75±0,26
Momen dipole, Cm c 3,1 x 10-18
Entalpi kristalisasi pd T=30 °C, kJ/mol b 10,5
Densitas bulk, kg/m3
Kristal 930
Powder 600
Entropi norma, J/(mol.K) b 360,5
Sudut, ° 34
Sumber : Martoharsono (1990)
b untuk merubah joule ke kalori dengan dibagi 4,184
c untuk merubah Cm ke debye dengan mengalikan 3 x 1029
28
hidroksil yang lebih reaktif lagi terikat pada C-2 dan C-3’. Dissosiasi hidroksil
dalam alkali membentuk alkoholat yang dinamakan sakarat dan dapat diturunkan
membentuk sukrokimia.
29
4. Gula
Gula merupakan salah satu bahan pemanis dari beberapa bahan pokok
konsumsi, dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan tubuh. Gula termasuk
bentuk karbohidrat yang terdiri dari beberapa unsur, yaitu karbon, hidrogen dan
oksigen (C,H,O), dengan rumus molekul C12H22O11 yang penting sebagai bahan
makanan karena mudah dicerna oleh tubuh sebagai kalori. Sumber kalori yang
dihasilkan dari gula lebih banyak dibandingkan dengan yang berasal dari bahan
makanan lain (beras dan jagung).
Dari 100 gram gula pasir (sukrosa) dapat menghasilkan 387 kalori, beras
gilingan menghasilkan 360 kalori dan jagung 365 kalori. Gula pasir merupakan
senyawa organik bagi bahan makanan karena mudah dicerna tubuh sebagai
sumber kalori. Gula pasir berfungsi sebagai pengawet makanan, pembentuk rasa
dan kalori (Tranggono, 1990).
Gula banyak digunakan dalam pengawetan bahan makanan yang berasal
dari buah-buahan. Kandungan air pada bahan makanan yang diawetkan ditarik
dari sari buah sehingga mikroba tidak cocok lagi tumbuh dalam bahan (Susanto,
1994). Selain sebagai pengawet, penambahan pemanis adalah untuk memperbaiki
flavor (rasa dan bau) bahan makanan sehingga rasa manis yang timbul dapat
meningkatkan kelezatan. Penambahan pemanis juga memperbaiki tekstur bahan
makanan, misalnya meningkatkan viskositas, penambahan cita rasa sehingga
meningkatkan mutu sifat kunyah bahan makanan. Apabila gula dalam keadaan
kering dipanaskan pada suhu 160 ºC, maka akan terjadi karamelisasi
(Martoharsono, 1990).
Tabel 4. Komposisi kimia gula pasir
Komponen Persentase
Air 0,1 - 0,2
Sukrosa 90 - 99
Kadar abu 0,70 - 2,80
Bahan organik berupa ukuran gula 0,80 - 4,00
Sumber : Goutara dan Soesarsonowijandi (1985)
30
Gula yang banyak diperdagangkan adalah gula sukrosa yang berbentuk
kristal putih. Selain itu juga dikenal glukosa yang terbuat dari strach, gula yang
banyak dipergunakan oleh penderita diabetes, yaitu gula manosa dan gula
maltosa. Gula yang banyak dipergunakan dalam kehidupan sehari-hari antara lain
dari tanaman tebu (Sacharum Offinarum), keluarga tanaman palmae (kelapa,
siwalan, kurma, aren dan sagu ), tanaman sorgum( Sorgum Fulgare ), madu dan
bahan pemanis sintetis.
Gula dihasilkan dari proses fotosintesis yang terjadi pada daun tebu yang
berklorofil dibentuk glukosa dan fruktosa yang kemudian diubah menjadi
sakarosa dan disimpan dalam batang tebu. Pembentukan monosakarida terjadi
pada siang hari dengan bantuan sinar matahari.
Gula adalah diskarida dengan rumus molekul C12H22O11 yang tersusun dari
glukosa dan fruktosa dengan Bobot Molekulnya 342.
Sifat-sifat gula antara lain :
a. Sifat Fisik Gula
Sifat yang dapat diamati secara fisik adalah rasa manis, tidak berwarna,
tidak berbau, berbentuk kristal monoklin, dapat larut dalam air, kelarutan naik
sebanding dengan kenaikan suhu, viskositas larutannya lebih tinggi dari air,
sebanding dengan kadar gula yang dikandung dan berbanding terbalik dengan
suhu, berat air, Berat Jenisnya 1,6 gr/cc, kalor bakar 3.965 kalori, titik lebur pada
suhu 168 °C.
31
dihidrolisis). Sukrosa mempunyai rotasi jenis +66,5 , suatu rotasi positif.
Campuaran produk (glukosa, [α] = 52,7° dan fruktosa [α] = 92,4° ) mempunyai
netto negatif. Hal-hal yang mempengaruhi inverse pada sukrosa adalah :
a. Suhu, suhu semakin tinggi daya inversinya semakin besar
b. Keasaman, semakin besar keasaman makin besar daya inversinya
c. Enzim, enzim yang dihasilkan akan mempercepat inversi
2. Memutar bidang polarisasi
Sukrosa bersifat optis aktif yang artinya dapat memutar bidang sinar
terpolarisasi. Kadar gula dalam larutan dapat diketahui dari besarnya sudut
putaran bidang sinar terpolarisasi atau lazimnya disebut % pol. Alat yang dipakai
untuk mengukur besarnya sudut putaran terpolarisasi disebut polarimeter. Berikut
adalah analisa-analisa yang dilakukan agar dapat memperoleh gula yang
berkualitas:
a) Analisa Brix
Brix adalah nilai kekentalan dari sampel. Pengukuran Brix dilakukan
dengan Brixwager (alat ini dilengkapi dengan skala suhu sebagai faktor koreksi)
dan tabung mol (pada PG. Mojo, tabung mol yang digunakan terbuat dari pipa
peralon dengan diameter ± 100 mm dan tinggi ± 57 cm). Tabung tersebut harus
terisi penuh (meluap) sampel nira dan berdiri tegak agar Brixwager yang
dimasukan kedalamnya terapung dengan bebas, dan tidak menyentuh dinding
tabung.
Kecuali sampel nira setiap stasiun gilingan, sampel yang akan diukur
terlebih dahulu diencerkan dengan perbandingan yang telah ditentukan (misal
untuk Masakan A, sampel diencerkan dengan air dengan perbandingan 1:4).
Kemudian sampel dimasukan dalam tabung mol. Sampel yang dimasukan tidak
boleh membentuk gelembung udara dan ada zat tidak terlarut terapung. Karena itu
gelembung udara harus dibuang dan kotoran diendapkan dulu. Bagian atas
Brixwager harus kering, jadi Brixwager harus dicelupkan hati-hati. Pada
pembacaan skala Brixwager, mata harus setinggi permukaan sampel.
32
Karena suhu mempengaruhi penunjukan skala Brixwager, maka
penunjukan hanya betul pada suhu peneraan Brixwager itu (27,5 °C). Untuk suhu
lain harus diadakan koreksi yang tertera pada skala thermometer pada Brixwager.
33
HK adalah Harga Kemurnian dari sampel. Harga Kemurnian dapat dicari
dengan persamaan :
nilai pol
%HK = x 100%
nilai brik
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi nilai kemurnian dari sampel, misalnya
perlakuan pengenceran, kualitas mutu tebu, proses pemurnian, dsb. Hal ini tidak
terlepas dari pengaruh tahapan-tahapan perlakuan dalam setiap proses produksi.
Namun hal yang terpenting adalah pada proses pemurnian. Seberapa besar
kotoran yang dapat dipisahkan dari nira menjadi faktor yang berpengaruh
terhardap Harga Kemurnian. Adapun standar nilai brix, pol dan %HK terlampir
dalam lampiran.
3. Suatu gula Reduktor
Gugus aldehid yang ada pada gula sangat mudah dioksidasi menjadi suatu
gugus karboksil. Gula yang dapat dioksidasi oleh pengoksidasi disebut gula
reduktor. Jika pada gula reduktor diberikan CaO maka gula reduktor akan pecah
menjadi asam organik. Karena pengaruh ion Ca maka asam organik akan
membentuk garam yang kemudian mengendap. Sifat inilah yang dipakai dalam
pemurnian nira.
34