Professional Documents
Culture Documents
Disusun Oleh :
Syahbani 8155072
Pendidikan Akuntansi
Fakultas Ekonomi
Sistem akuntansi pemerintah pusat (SAPP) adalah serangkaian prosedur, baik manual
maupun terkomputerisasi, mulai dari pengumpulan data, pencatatan, pengikhtisaran, sampai
dengan pelaporan posisi keuangan dan operasi keuangan pemerintah pusat.
Ruang lingkup SAPP adalah pemerintah pusat (dalam hal ini lembaga tinggi Negara dan
lembaga eksekutif) serta pemda yang mendapatkan dana dari APBN (terkait dana dekonsentrasi
dan tugas pembantuan) sehingga tidak dapat diterapkan untuk lingkungan pemda atau lembaga
keuangan Negara.
1. Menjaga asset (safe guarding asset), agar asset pemerintah dapat terjaga melalui
serangkaian proses pencatatan, pengolahan dan pelaporan keuangan yang konsisten
sesuai dengan standar.
2. Memberikan informasi yang relevan, menyediakan informasi ayng akurat dan tepat
waktu tentang anggaran dan kegiatan keuangan pemerintah pusat.
3. Memberikan informasi yang dapat dipercaya tentang posisi keuangan suatu instansi dan
pemerintah pusat secara keseluruhan.
1. Basis akuntansi.
SAPP menggunakan basis kas untuk Laporan Realisasi Anggaran (LRA) dan basis akrual
untuk neraca.
Sistem pembukuan berpasangan didasarkan atas persamaan dasar akuntansi, yaitu asset =
utang +ekuitas dana.
SAPP terdiri atas subsistem-subsistem yang saling berhubungan dan merupakan satu
kesatuan yang tidak terpisahkan.
SAPP menggunakan perkiraan standar yang ditetapkan oleh menteri keuangan yang
berlaku.
1. Sistem akuntansi Pusat (SiAP) merupakan bagian SAPP yang dilaksanakan oleh
Direktorat Informasi dan Akuntansi (DIA) yang akan menghasilkan laporan keuangan
pemerintah pusat untuk pertanggungjawaban pelaksanaan APBN. SiAP sendiri terbagi
menjadi 2 subsistem, yaitu Sistem Akuntansi Kas Umum Negara (SAKUN) dan Sistem
Akuntansi Umum (SAU).
2. Sistem akuntansi Instansi (SAI) merupakan bagian SAPP yang akan menghasilkan
laporan keuangan untuk pertanggungjawaban pelaksanaan anggaran instansi. SAI sendiri
terbagi menjadi 2 subsistem, yaitu system Akuntansi keuangan (SAK) dan Sistem
Akuntansi Barang Milik Negara (SABMN).
1. SAKUN, yaitu subsistem SiAP yang menghasilkan laporan arus kas dan neraca KUN.
SAK seperti halnya SAU, menghasilkan LRA, Neraca, dan Catatan atas
Laporan keuangan, namun laporan keuangan yang dihasilkan tersebut
merupakan laporan keuangan pada tingkat kementrian / lembaga.
Secara umum, barang adalah bagian dari kekayaan yang merupakan satuan
tertentu yang dapat dinilai / dihitung / diukur / ditimbang, tidak termasuk
uang dan surat berharga.
Menurut UU Nomor 1 Tahun 2004, Barang Milik Negara adalah semua barang
yang dibeli atau diperoleh atas beban APBN atau berasal dari perolehan
lainnya yang sah. Contoh perolehan lainnya yang sah adalah hibah atau
rampasan / sitaan.
3. Tugas pembantuan; penugasan dari Pemerintah kepada daerah dan/atau desa dari pemerintah
provinsi kepada kabupaten/kota dan/atau desa serta dari pemkab/pemkot kepada desa untuk
melaksanakan tugas tertentu.
Dana yang terkait dengan desentralisasi merupakan dana yang bersumber dari APBN dan dalam
pelaksanaannya ditransfer lansung ke Kas Umum Daerah. Dana ini berupa dana pertimbangan
(dana alokasi umum, dana alokasi khusus, dan dana bagi hasil). Terhadap dana ini, pelaporan dan
pertanggungjawaban dilakukan di masing-masing daerah.
Namun untuk dana dekonsentrasi dan dana tugas perbantuan, satuan kerja yang menerima
melaporkan dan mempertanggungjawabkan penggunaan dana tersebut K/L teknis yang terkait.
Pertanggungjawaban dana dekonsentrasi dan tugas pembantuan ini akan digabung dengan
laporan keuangan dan laporan barang milik Negara (yang telah dijelaskan SAI) sehingga menjadi
laporan keuangan Kementerian/Lembaga dan laporan barang milik Negara
kementerian/lembaga.
Laporan Keuangan merupakan output yang dihasilkan dari suatu system akuntansi. Untuk
pemerintah pusat, laporan keuangan yang dihasilkan merupakan laporan keuangan konsolidasi
dari laporan keuangan dua subsistemnya, yaitu: Laporan keuangan yang dihasilkan SiAP dan
SAI.
1. LRA
2. Neraca
Sebanyak 21.700 satuan kerja, dulu disebut pimpinan proyek atau pimpro, di kementerian dan
lembaga non departemen sebagian besar dipastikan tidak mengerti tata cara laporan keuangan
karena tidak belajar akuntansi. Akibatnya, banyak aset negara yang tidak tercatat sehingga
potensi kerugian sangat besar.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan hal itu di depan peserta Konfrensi
Sektor Publik yang bertemakan “Akuntabilitas dan Transparansi Sektor Publik Indonesia”.
Auditor Utama Keuangan Negara II Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Syafri Adnan
Baharuddin menyebutkan, kebutuhan tenaga akuntan saat ini setara dengan jumlah satuan
kerjanya, yakni 21.700 orang. Tenaga akuntan yang dibutuhkan cukup dari lulusan Diploma Tiga
(D-3), bukan strata satu atau sarjana.
Kebutuhan tenaga akuntan dalam mengelola pembukuan proyek dan program di lingkungan
pemerintahan sudah sangat mendesak. Minimnya akuntan menyebabkan sebagian besar laporan
keuangan di kementerian dan lembaga nondepartemen tidak mampu memenuhi standar akuntansi
pemerintah.
Inilah yang menyebabkan hasil audit BPK terhadap laporan keuangan pemerintah selalu
disclaimer (tidak menyampaikan pendapat).
Meskipun kekurangan akuntan, Indonesia belum memiliki sumber pencetak tenaga akuntan yang
handal. Universitas Indonesia malah menutup jurusan Akuntansi Pemerintahan pada tahun 1980-
an. Sementara itu, Presiden Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) Ahmadi Hadibroto menegaskan,
penerapan akuntansi di dalam laporan keuangan pemerintah merupakan hal yang baru. Oleh
karena itu, pemerintah masih memerlukan waktu untuk menciptakan transparansi dan laporan
keuangan yang dapat dipertanggungjawabkan.
Pembahasan
Berdasarkan atas kasus yang dikemukakan di atas, maka dapat ditemukan bahwa:
• Pengaturan mengenai Fungsi Menteri Keuangan sebagai Kuasa BUN yang belum banyak
diatur dalam PMK No.59/PMK.06/2005, belum disosialisasikan secara sempurna.
Kurangnya sosialisasi ini menyebabkan menteri- menteri selaku pengguna anggaran tidak
mengerti bagaimana tata cara pelaporannya kepada menteri keuangan selaku kuasa BUN
sehingga banyak dari asset-aset yang dimiliki tidak tercatat sehingga menimbulkan
kerugian tang cukup besar.
• Penyempurnaan Sistem dan Prosedur Penyusunan LK sebagai akibat hasil temuan BPK
terhadap LKPP. Hasil temuan tersebut mendorong pemerintah untuk melakukan
penyempurnaan sistem dan prosedur agar menjadi lebih baik system yang digunakan.
• Kurangnya SDM yang profesional dalam membuat laporan keuangan untuk pemerintah
pusat
• Perlunya pemberdayaan lebih lanjut terkait Sistem Akuntansi pemerintah Pusat, baik dari
segi pelaporan maupun perubahan peraturan dalam Sistem akuntansi Pemerintah Pusat
(SA-BUN)
Sistem akuntansi pemerintah pusat (SAPP) adalah serangkaian prosedur, baik manual
maupun terkomputerisasi, mulai dari pengumpulan data, pencatatan, pengikhtisaran, sampai
dengan pelaporan posisi keuangan dan operasi keuangan pemerintah pusat.
Ruang lingkup SAPP adalah pemerintah pusat (dalam hal ini lembaga tinggi Negara dan
lembaga eksekutif) serta pemda yang mendapatkan dana dari APBN (terkait dana dekonsentrasi
dan tugas pembantuan) sehingga tidak dapat diterapkan untuk lingkungan pemda atau lembaga
keuangan Negara.
1. SAKUN, yaitu subsistem SiAP yang menghasilkan laporan arus kas dan neraca KUN.