You are on page 1of 7

Optimasi Proses Kristalisasi Urea pada Pembuatan

Konsentrat Asam Lemak ω-3 dari Minyak Hasil Samping


Penepungan Ikan Lemuru (Sardinella longiceps)
Urea Crystallization Optimization of Oil From Lemuru (Sardinella longiceps) Meal
Processing By Product on Concentrate ω-3 Fatty Acids Production

Dimas Hendrasaputra1, Fithri Choirun Nisa2, Teti Estiasih2


1. Alumni Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya
2. Staf Pengajar Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya

Abstract
Oil from lemuru meal processing by product is potential and abundant source of ω-3 fatty acids. This oil can be processed to be ω-3
fatty acids concentrate. Urea crystallization is a suitable method for producing high content of ω-3 fatty acids concentrate.
Production of ω-3 fatty acids concentrate from lemuru oil was optimized. Central composite design of Response surface methode was
employed as experimental design with two variables, urea-to-fatty acids ratio (R) and crystallization duration (W) toward response
EPA+DHA content (Y). The result showed, quadratic regression model was suitable to explain the interactions between both
variables toward response EPA+DHA content whereas urea-to-fatty acids ratio (R) was optimum at 2,59 : 1 and crystallization
duration (W) was optimum at 24 hours 18 minute. EPA+DHA content of ω-3 fatty acids concentrate in optimum condition was
verified and showed the value was 57,90%, recovery yield was 34,7%, which was increased 250,8% compared to original lemuru fish
oil. Optimum ω-3 fatty acids concentrate quality met the International Association of Fish Meal Manufacturer standard except for
copper content.

Keywords : Optimization, Oil from lemuru meal processing by product, Urea crystallization, EPA+ DHA content.

1. Pendahuluan menggunakan CO2 superkritis, pemadatan cepat,


kristalisasi dengan pelarut, serta HPLC ion silver.
Ikan Lemuru (Sardinella longiceps) merupakan Salah satu metode yang dapat digunakan untuk
komoditas perairan Indonesia yang cukup besar mendapatkan konsentrat asam lemak ω-3 dalam kadar
mencapai 55.959 ton per tahun. (Permadi, 2003). tinggi adalah metode kristalisasi urea. Metode
Jumlah produksi tersebut, 50% dimanfaatkan sebagai kristalisasi urea didasarkan atas pembentukan
bahan baku penepungan dengan rendemen minyak ikan kompleks urea-asam lemak jenuh lebih cepat daripada
sebesar 5%, sehingga dapat diperoleh minyak hasil pembentukan kompleks urea-asam lemak tidak jenuh
samping penepungan ikan lemuru sebesar 1398,98 ton (Gunstone dan Norris, 1982).Metode ini lebih efektif
per tahun (Hayati, 2005). Dari jumlah yang cukup karena pemisahan asam lemak dilakukan berdasarkan
besar tersebut masih belum dimanfaatkan secara keberadaan ikatan gandanya, bukan berdasarkan sifat
optimal. Kurniasari (2005) menunjukkan bahwa fisik seperti titik beku dan kelarutannya (Wanasundara
minyak tersebut memiliki kandungan asam lemak ω-3 and Shahidi, 1998).
sebesar 19,29% dan mutunya masih memenuhi standar Metode kristalisasi urea dipengaruhi oleh faktor
International Association of Fish MealManufacturer. rasio urea : asam lemak, lama kristalisasi, dan suhu
Dengan masih tingginya kandungan asam lemak ω-3 kristalisasi. Pada penelitian kali ini rasio urea : asam
pada minyak tersebut, maka perlu penanganan lanjut lemak dan lama kristalisasi akan dioptimasi sebagai
agar lebih bermanfaat. faktor yang dikaji dengan respon yang diamati adalah
Pemanfaatan minyak hasil samping penepungan kadar EPA+DHA. Optimasi dilakukan untuk
lemuru berpotensi sebagai bahan baku pembuatan mendapatkan kondisi proses kristalisasi urea yang
konsentrat asam lemak ω-3. Asam lemak ω-3 mampu optimum pada pembuatan konsentrat asam lemak ω-3.
mencegah penyakit kardiovaskuler serta perkembangan Metode permukaan respon digunakan untuk
fungsi otak dan retina mata pada bayi. Konsumsi dalam mencari nilai optimal rasio urea : asam lemak dan lama
bentuk konsentrat lebih baik dibandingkan minyak asli kristalisasi pada proses kristalisasi urea. Metode ini
karena menjaga asupan lemak total tetap rendah telah berhasil diaplikasikan di berbagai riset optimasi
(Haagsma et al, 1982). proses (Namal and Shahidi, 2002). Pada kondisi proses
Berbagai metode untuk mendapatkan konsentrat kristalisasi yang optimum, diharapkan akan diperoleh
asam lemak ω -3 antara lain kristalisasi urea, ekstraksi konsentrat asam lemak ω-3 dengan kadar EPA+DHA
yang maksimal.

1
2. Bahan dan Metode lama kristalisasi 24 jam. Setelah rasio urea : asam
lemak yang maksimal diketahui, rasio tersebut
digunakan untuk mencari lama kristalisasiyang
2.1 Bahan maksimal. Variabel lama kristalisasi (W) terdiri dari 12
jam, 18 jam, 24 jam, 30 jam, dan 36 jam.
Minyak hasil samping penepungan ikan lemuru
yang diperoleh dari PT. Blambangan Raya Muncar,
banyuwangi pada bulan Desember 2007. Bahan yang
dibutuhkan untuk proses kristaliasasi urea adalah Urea 2.4 Penelitian Utama
Pre Analisis, heksana teknis, methanol teknis, dan HCl
teknis dari Brataco Chemica. Bahan untuk analisa Rancangan komposit pusat digunakan untuk
menggunakan pre-analisis dengan merek Merck. mencari titik optimum. Perlakuan utama adalah
Standart asam lemak dan standart internal C19:0 kombinasi dari kondisi maksimum yang telah diperoleh
dengan merek Sigma. pada penelitian pendahuluan yaitu rasio urea : asam
lemak sebesar 2,5 : 1 (b/b) dan lama kristalisasi 24 jam.
Dilakukan perluasan perlakuan dengan
mengkombinasikan masing – masing titik sebelum dan
2.2 Metode pembuatan konsentrat asam lemak ω-3 sesudah kondisi maksimum untuk rasio urea : asam
dengan metode kristalisasi urea lemak yaitu 2 : 1 (b/b) dan 3:1 (b/b). Lama kristalisasi
diperluas dengan titik – titik sebelum dan sesudah lama
Minyak hasil samping penepungan lemuru kristalisasi maksimum yaitu 18 jam dan 30 jam. Untuk
disaponifikasi dengan penambahan larutan NaOH 20% menghindari bias, perlakuan diperluas lagi dengan
dan dilakukan pada suhu 60°C. Kemudian mengkombinasikan kondisi maksimum dengan titik α
dipisahankan fraksi tersabunkan dengan fraksi yang dan –α. Dimana α adalah komponen perluasan matrik
tidak tersabunkan. Asam lemak termasuk dalam fraksi dan dirumuskan α = 2k/4 (k = variabel yang dicobakan).
yang tersabunkan. Fraksi yang tidak tersabunkan terdiri
dari sterol, vitamin, dan hidrokarbon lain. Penambahan Tabel 1. Variabel yang digunakan pada rancangan komposit pusat
HCl hingga pH 4 bertujuan untuk mengubah asam Variabel kode X1 (Rasio urea : asam X2 (lama
lemak tersabunkan menjadi asam lemak bebas dan lemak) kristalisasi)
mengkoagulasi protein-hemoglobin (Haagsma et al, 1,414 (α) 3,207:1 32,484 jam
1982). Bagian atas yang mengandung asam lemak 1 3:1 30 jam
0 2,5 : 1 24 jam
bebas terlarut dalam heksana dipisahkan dan 2:1 18 jam
-1
dievaporasi pada suhu 30°C. Sehingga diperoleh asam -1,414 (α) 1,793 : 1 15,516 jam
lemak bebas.

Urea yang telah ditentukan rasionya dilarutkan


dalam larutan metanol dengan perbandingan 10% (b/v)
pada suhu 60° C. Perbandingan 10% (b/v) bertujuan
untuk menghindari kejenuhan urea di dalam metanol
(Elizabeth, 1992). Asam lemak (rasio yang ditentukan)
dilarutkan dalam larutan metanol – urea dan didiamkan
pada suhu 10° C dengan lama waktu yang telah
ditentukan. Selama proses kristalisasi akan terbentuk
kompleks urea – asam lemak jenuh dan asam lemak
monoenoat yang terlihat seperti jarum – jarum panjang. Gambar 1. Rancangan komposit
Kompleks urea yang terbentuk dipisahkan. Asam pusat
lemak yang tidak jenuh yang tetap terlarut dalam
2.5 Analisis komponen asam lemak, analisis kimia,
metanol diekstraksi dengan heksana dan dilakukan
dan analisis data
penambahan HCl. Ekstraksi dilakukan sebanyak dua
kali bertujuan untuk mendapatkan rendemen konsentrat Profil asam lemak dianalisa menggunakan metode
yang maksimal dan terjadi peningkatan 20% (Haagsma metilasi Christopherson dan Glass (1969) dalam Adnan
et al, 1982). Larutan dievaporasi vakum pada suhu (1997), perhitungan berdasarkan % (b/b) yang diukur
30°C sampai pelarut habis untuk mendapatkan dengan membandingkan berat asam lemak dengan
konsentrat asam lemak ω -3. standar internal metil ester C:19. Analisis kadar air
metode destilasi (AOAC, 1970), asam lemak bebas
(Mehlendbacher, 1960 dalam Sudarmadji dkk, 2004),
2.3 Penelitian Pendahuluan angka peroksida (AOAC, 1970), bilangan anisidin
(IUPAC, 1979), bilangan totox (IUPAC, 1979), kadar
Penelitian pendahuluan dilakukan untuk besi dengan metode AAS (APHA, 1998), kadar
mendapatkan titik yang diduga optimum dan akan tembaga dengan metode AAS (APHA, 1998), kadar
menjadi titik pusat pada penelitian utama. Penelitian fosfor dengan metode molibdat-vanadat (AOAC, 1990)
pendahuluan untuk rasio urea : asam lemak (R) dimulai dan analisis warna dengan metode Gardner. Analisis
pada rasio 1,5 : 1 , 2 : 1 , 2,5 : 1 , 3 : 1 , 3,5 : 1 dengan data menggunakan software Design Expert 7.1.6

2
3. Hasil dan Pembahasan

3.1 Data Respon Kadar EPA+DHA penelitian utama


dan Analisis Pemilihan model

Dari analisis didapatkan bahwa terdapat beberapa


kemungkinan model yang dapat dipilih untuk
menggambarkan pengaruh rasio urea : asam lemak
terhadap kadar EPA+DHA total pada konsentrat asam
lemak ω-3. Beberapa desain model tersebut adalah
linier, linier dengan interaksi, kuadratik, serta kubik.
Ada tiga metode yang digunakan dalam pemilihan
model berdasarkan perhitungan menggunakan program
Design Expert 7.1.6, yaitu Sequential Model Sum of
Squares, lack of fit, dan summary of statistic

Tabel 2. Data Respon Kadar EPA+DHA


Gambar 2. Kurva Permukaan Respon Kadar EPA+DHA
No. Variabel Kode Kadar
EPA + DHA (%)* dengan Variabel Rasio urea:asam lemak dan Lama kristalisasi

X1 X2 Rerata

D1 -1 -1 40,85
D2 -1 1 49,37
D3 1 -1 53,245
D4 1 1 49,99
D5 0 0 57,465
D6 0 0 55,3
D7 0 0 59,715
D8 0 0 56,565
D9 0 0 60,665
D10 -1,414 0 48,835
D11 1,414 0 50,385
D12 0 -1,414 50
D13 0 1,414 51,695
Gambar 3. Kontur Plot Hubungan Rasio urea : asam lemak dan
Lama kristalisasi terhadap Respon Kadar EPA+DHA

Tabel 3. Sequential Model Sum of Squares


Sumber Jumlah Derajat kuadrat F p-value Keterangan
keragaman kuadrat bebas tengah hitung Prob > F

FK 35997.34 1 35997.34
Linear 36.25 2 18.12 0.59 0.5738
2FI 34.66 1 34.66 1.14 0.3136
Kuadratik 231.53 2 115.76 19.16 0.0014 Suggested
Kubik 15.67 2 7.84 1.47 0.3143 Aliased
Sisa 26.62 5 5.32
Total 36342.07 13 2795.54

Tabel 4. Lack of Fit test


Sumber Jumlah Derajat Kuadrat F Hitung p-value Keterangan
keragaman kuadrat Bebas Tengah Prob > F

Linear 288.82 6 48.14 9.79 0.0224


2FI 254.15 5 50.83 10.34 0.0210
Quadratic 22.63 3 7.54 1.53 0.3357 Suggested
Cubic 6.96 1 6.96 1.42 0.3000 Aliased
Pure Error 19.66 4 4.92

3
Tabel 4. Model summary of statistic
Sumber Std Dev R2 Adj-R2 Predict-R2 PRESS
Linier 5.55 0.1051 -0.0738 -0.4919 514.28
2FI 5.52 0.2057 -0.0591 -1.0576 709.31
Kuadratik 2,46 0,8773 0,7897 0,4441 191,62 suggested

Tabel 5. Hasil analisis ragam (ANOVA) untuk respon permukaan model kuadratik
Sumber Jumlah DB Kuadrat Nilai F hitung Nilai P
Keragaman Kuadrat Tengah

Model 302,44 5 60,49 10,01 0,0043 significant


A 28,91 1 28,91 4,78 0,0649
B 7,34 1 7,34 1,21 0,3068
2
A 149,27 1 149,27 24,71 0,0016 significant
2
B 112,06 1 112,06 18,55 0,0035 significant
AB 34,66 1 34,66 5,74 0,0478 significant
Residual 42,29 7 6,04
Lack of fit 22,63 3 7,54 1,53 0,3357
Galat 19,66 4 4,92
Total 344,72 12

Pemilihan model berdasarkan Sequential Model Y = -194.2907 +119.9968 R + 7.9641 W - 0.98125 RW


Sum of Squares pada model kuadratik, yang memiliki - 18.5290 R2 - 0.11149 W2
bentuk persamaan respon Y = b0 + b1X1 + b2X2 + b3X12
+ b4X22 + b5X1X2, memiliki nilai P sebesar 0,0014 Persamaan tersebut merupakan persamaan aktual
(0,14%) yang menunjukkan bahwa peluang kesalahan yang diperlukan untuk mengetahui respon kadar EPA
model kurang dari 5%, atau berarti model kuadratik dan DHA total yang akan didapatkan jika nilai variabel
memiliki pengaruh yang nyata (signifikan) terhadap yang diperlakukan berbeda. Pada persamaan diatas,
respon. Dari hasil perhitungan lack of fit test (kesalahan masing – masing koefisien R2 dan W2 bertanda negatif
model) (Tabel 4), Model kuadratik memiliki nilai P yang menandakan adanya titik stationer maksimum
33,57% dan model kubik memiliki nilai P sebesar 30%. dari permukaan respon yang didapatkan. Tanda minus
Kedua model tersebut tidak berbeda nyata pada nilai (-) dari koefisien variabel kuadrat (R2 dan W2)
P<5%, sehingga dapat diartikan kedua model tersebut menunjukkan bahwa pola kuadratik yang diperoleh
memiliki model yang tepat. Program memilih model adalah maksimum (grafik terbuka ke bawah).
kuadratik sebagai model terpilih (suggested) karena
memiliki nilai P yang lebih besar daripada model Berdasarkan analisis ragam (ANOVA) yang
kubik. Pada analisis model summary of statistic pada disajikan pada Tabel 5, dapat diketahui bahwa nilai P
Tabel 4, diperoleh model yang disarankan adalah pada model kuadratik (A2 dan B2) serta interaksi A dan
model kuadratik. Pemilihan model difokuskan pada B (model 2FI) menunjukkan nilai yang berbeda nyata.
nilai PRESS (prediction error sum of squares) yang Hal tersebut disebabkan karena respon yang terbentuk
paling kecil (Draper and Smith, 1998).Berdasarkan tiga antara rasio urea : asam lemak (R) dan lama kristalisasi
kriteria pemilihan model maka model yang terpilih (W) secara parsial maupun ortogonal adalah bentuk
untuk menjelaskan hubungan antara variabel R (rasio kuadrat (lengkung). Adanya interaksi antara rasio (R)
urea : asam lemak) dan variabel W (lama kristalisasi) dan lama kristalisasi (W) memang terdapat pada kedua
terhadap respon Y (kadar EPA+DHA) adalah model faktor tersebut. Wanasundara dan Shahidi (1999)
kuadratik. menyatakan rasio urea : asam lemak, lama kristalisasi,
dan suhu saling memberikan pengaruh terhadap kadar
Analisis permukaan respon EPA dan DHA total EPA+DHA yang dihasilkan. Sedangkan A dan B
menghasilkan persamaan model regresi kuadratik (model linier) tidak menunjukkan nilai yang berbeda
menggunakan variabel kode (X1 dan X2) maka nyata. Hal tersebut dapat berarti model kuadratik
persamaannya disebut persamaan kode, yaitu : merupakan model yang tepat dalam memberikan
pengaruh yang signifikan terhadap respon kadar
Y = 57.94+1.90X1 0.96X2 - 2.94 X1 X2 - 4.63 X12 - 4.01 X22 EPA+DHA.
Apabila menggunakan variabel aktual maka bentuk
persamaannya disebut persamaan aktual, yaitu :

4
3.2 Pengaruh Variabel Rasio urea : asam lemak dan kompleks urea – asam lemak monoenoat tidak cukup
Lama krsitalisasi terhadap Respon Kadar besar energinya jika dibanding dengan kompleks urea –
EPA+DHA asam lemak jenuh. Sehingga setelah melewati 24 jam
asam lemak monoenoat terlepas dari kompleks urea-
Kadar EPA+DHA tertinggi ditunjukkan pada asam lemak dan menurunkan kadar EPA dan DHA.
rasio urea : asam lemak disekitar 2,5 : 1. Pada rasio Pendapat lain menyatakan bahwa penurunan kadar
urea : asam lemak = 2,5 : 1 diduga telah terjadi EPA dan DHA juga diduga disebabkan oleh
kesetimbangan antara jumlah urea dan jumlah asam terbentuknya kompleks antara EPA dengan urea. EPA
lemak jenuh dan asam lemak monoenoat untuk memiliki kecenderungan lebih mudah membentuk
membentuk kompleks yang sempurna. Hal tersebut kompleks dengan urea daripada DHA (Liu et al, 2001;
diperkuat oleh Estiasih (1996), menyatakan bahwa Wanasundara and Shahidi, 1999).
rasio urea : asam lemak mempengaruhi kesempurnaan
proses kristalisasi.
3.3 Penentuan titik optimal
Rasio urea yang kurang dari 2,5 : 1 menunjukkan
respon kadar EPA+DHA yang cenderung lebih rendah. Untuk mengetahui titik optimum dari masing –
Hal tersebut diduga belum terjadinya kesetimbangan masing variabel secara tepat (titik stationer) maka
pembentukan kompleks antara urea dengan asam lemak
jenuh dan asam lemak monoenoat. Stout et al (1990) dilakukan analisis kanonik. Nilai yang diperoleh untuk
menyatakan bahwa pada proses kristalisasi ada rasio urea : asam lemak optimum adalah 2,59 : 1
kesetimbangan antara asam lemak dan urea dengan sedangkan nilai optimum untuk waktu kristalisasi
kristal yang terbentuk. adalah 24 jam 18 menit. Kedua nilai tersebut
Kadar EPA+DHA yang cenderung menurun pada digunakan sebagai perlakuan untuk mendapatkan asam
rasio urea : asam lemak yang lebih dari 2,5 : 1 diduga lemak ω-3 optimum yang akan diverifikasi kadar
disebabkan oleh adanya kelebihan urea yang EPA+DHA nya. Menurut perhitungan matrik kanonik
membentuk kompleks dengan EPA dan DHA. Liu, et dari hasil persamaan kuadratik diperoleh estimasi nilai
al (2006) menyatakan bahwa EPA mempunyai EPA+DHA total adalah 58,14 %.
kecenderungan yang lebih besar untuk membentuk
kompleks dengan urea dibandingkan dengan DHA.
Sehingga semakin banyak urea yang ditambahkan 3.4 Verifikasi hasil kristalisasi pada titik optimal
kadar EPA+DHA akan cenderung menurun.
Kadar EPA dan DHA tertinggi ditunjukkan pada Hasil perlakuan optimum menunjukkan bahwa
lama kristalisasi 24 jam. pada lama kristalisasi 24 jam kadar EPA dan DHA total pada konsentrat asam lemak
diduga telah menunjukkan pembentukan kompleks ω-3 hasil verifikasi adalah 57,90 % (Tabel 6). Nilai ini
urea – asam lemak jenuh dan asam lemak monoenoat sedikit berbeda jika dibandingkan dengan perhitungan
secara sempurna. Pembentukan kompleks urea kadar EPA dan DHA total menurut fungsi persamaan
membutuhkan waktu tertentu sehingga pembentukan yang menunjukkan nilai sebesar 58,14 %.
kompleks maksimum dan sempurna (Estiasih, 1996).
Rendahnya kadar EPA+ DHA pada konsentrat
asam lemak ω-3 sebelum mencapai titik maksimal 24 Tabel 6. Perbandingan Komposisi Asam lemak Minyak awal
jam disebabkan oleh belum sempurnanya kompleks dengan Konsentrat Asam Lemak ω-3 hasil verifikasi
kristal yang terbentuk antara urea dengan asam lemak Hasil Penelitian
jenuh dan asam lemak monoenoat. Timms (1997) Jenis Asam Lemak MHS penepungan lemuru
menyatakan bahwa penggabungan molekul
membutuhkan waktu tertentu untuk melakukan
penyesuaian sehingga mampu membentuk kristal yang Minyak awal Konsentrat*
sempurna. C14:0 9,51 0,60
Penurunan kadar EPA+ DHA yang terjadi setelah C16:0 13,01 7,22
melewati titik maksimal 24 jam diduga disebabkan C16:1 13,09 2,76
oleh kolapsnya struktur urea-asam lemak. Peristiwa C18:0 7,78 7,57
kolapsnya struktur urea yang menyebabkan terlepasnya
C18:1 1,60 16,41
asam lemak merupakan proses yang irreversible
(Kenneth,1997). Diduga asam lemak monoenoat C18:2 3,38 -
terlebih dahulu terlepas dari kompleks urea daripada C18:3 1,37 3,89
asam lemak jenuh. Bentuk asam lemak monoenoat C20:0 0,16 -
yang terdapat lekukan di ikatan rangkapnya diduga C22:1 3,16 -
tidak memberikan kesempatan urea untuk membentuk
EPA 13,81 35,06
saluran – saluran kompleks yang panjang. Hal tersebut
menjadikan energi ikatan total antara kompleks urea DHA 9,27 22,84
dengan asam lemak monoenoat menjadi lebih kecil. EPA+DHA 23,09 57,90
Hayes (2008) menyatakan bahwa rantai alkil yang Pengayaan
memiliki ikatan ganda dalam bentuk cis mempunyai EPA 253,8%
energi ikatan total yang kecil dengan kompleks urea. DHA 246,3%
EPA+DHA 250,8%
Diduga ikatan hidrogen dan gaya Van der walls pada Rendemen 34,7%

5
Tabel 6 menunjukkan perbandingan kandungan asam lemak ω-3 hampir semua nilai dari parameter
asam lemak antara konsentrat asam lemak ω-3 mutu cenderung menurun dibandingkan dengan
dibandingkan dengan minyak awal. Asam lemak ω-3 minyek awal. Hal tersebut menunjukkan bahwa
seperti C18:3 (asam α-linolenat), C20:5 (EPA), dan
rangkaian proses kristlisasi urea dapat menurunkan
C22:6 (DHA) pada konsentrat mengalami kenaikan
dibandingkan minyak awalnya. Tingkat kenaikan kadar kandungan produk oksidasi primer, produk oksidasi
EPA dan DHA total adalah 250,8%. sekunder, pigmen, kadar Fe, dan pengotor berat (nilai
Kadar asam lemak jenuh dan asam lemak densitas). Dapat diartikan bahwa mutu konsentrat asam
monoenoat pada konsentrat mengalami penurunan jika lemak ω-3 lebih baik daripada dalam bentuk minyak
dibandingkan dengan minyak awal. Hal tersebut asli.
dikarenakan sebagian besar asam lemak jenuh dan
asam lemak monoenoat terkompleks oleh urea dan
dibuang pada saat penyaringan. Pada konsentrat asam
lemak ω-3 tidak terdeteksi adanya asam lemak C20:0 4. Kesimpulan
(asam arakhidonat) dan C22:0. (asam dokasanoat). Liu
et al (2006), menyatakan bahwa asam lemak Dari hasil optimasi diperoleh kondisi optimum
monoetanoat rantai panjang seperti C20:0 (asam berada pada rasio urea : asam lemak sebesar 2,59 : 1
arakhidonat) dan C22:0 (asam dokasanoat), lebih cepat
dan lama kristalisasi selama 24 jam 18 menit.
membentuk kompleks dengan urea dibandingkan
dengan asam lemak rantai pendek seperti C14:0 dan Verifikasi kadar EPA+DHA total dalam konsentrat
C16:0. asam lemak ω-3 optimum sebesar 57,90%, tingkat
kenaikan dari minyak awal sebesar 250,8%, dengan
rendemen sebesar 34,7%. Seluruh parameter mutu
3.5 Karakterisasi Mutu Konsentrat Asam lemak ω-3 konsentrat asam lemak ω-3 optimum telah memenuhi
standar International Association of Fish Meal
Analisis karakteristik mutu minyak awal dan
Manufacturer kecuali untuk parameter kadar tembaga.
konsentrat asam lemak ω-3 dilakukan terhadap
parameter kadar air, asam lemak bebas, angka Saran kedepannya perlu dilakukan penelitian
peroksida, bilangan anisidin, bilangan total oksidasi lebih lanjut tentang metode pengkelatan yang efektif
(totoks), warna, kadar besi, tembaga dan fosfor. Hasil untuk tembaga pada konsentrat asam lemak ω-3,
analisis secara lengkap disajikan pada Tabel 7 dengan penghilangan bau amis (fishy) pada konsentrat asam
standar minyak ikan untuk konsumsi yang ditetapkan lemak ω-3, dan aplikasi konsentrat asam lemak ω-3
oleh International Association of Fish Meal
pada produk makanan dan minuman.
Manufacturer (IFOMA).

Tabel 7. Perbandingan Karakteristik Mutu Konsentrat Asam


Lemak ω-3 dengan IFOMA
No. Parameter Standar MHS Konsentrat Pustaka
IFOMA Penepungan Asam
Lemuru Lemak ω-3 AOAC, 1970. Official Methods of Analysis of the
(minyak awal) Association of Official Analytical Chemists. 11th
1. Kadar air (%) <1 < 0,1 - Edition. Association of Official Analytical Chemists.
Washington DC.
2. Asam Lemak 1–7 0,30 -
Elizabeth, J. 1992. Isolasi asam Lemak Omega-3 dari Hasil
Bebas (%
oleat) Limbah Industri Pengalengan Ikan Tuna. Thesis.
3. Bil. Peroksida 3 – 20 6,45 0,368 Program Pascasarjana, IPB, Bogor.
(meq/kg) Estiasih, Teti. 1996. Mikroenkapsulasi Konsentrat Asam
Lemak Omega-3 dari Limbah Cair Pengalengan
4. Bil. Anisidin 4 – 60 26,28 4,24
Ikan Lemuru (Sardinella longiseps). Thesis S2.
5. Bil. Totoks 10 – 60 39,18 4,976
Program Pascasarjana. Universitas Gajah Mada.
6. Warna < 14 150 1,0 Yogyakarta.
Gunstone. F.D. dan F.A. Norris. 1982. Lipids in Food:
7. Fe (ppm) 0,50 – 0,70 0,3117 0,0754
Chemistry, Biochemistry and Technology. Pergamon
8. Cu (ppm) < 0,3 0,0092 0,665
Press. Toronto
9. P (ppm) 5 – 100 0,0036 td
Haagsma. N., C.M. Cant Gent. J.B. Luten. R.W de Jong and
10. Densitas - 0,8938 0,8303 E van Doorn. 1982. Preparation of an ω-3 Fatty Acid
(g/ml)
11. Viskositas - 2,01792 0,83668 Concentrate from Cod Liver Oil. JAOCS 59 (3): 117
(cP) – 118
Hayati, M. 2005. Optimasi Proses Kristalisasi Dengan
Semua parameter mutu dari Konsentrat asam Pelarut Pada Pembuatan Minyak Kaya Asam
lemak ω-3 memenuhi standar International Association Lemak ω-3 Dari Minyak Hasil Samping
of Fish Meal Manufacturer (IFOMA), kecuali untuk Pengalengan Ikan Lemuru (Sardinella longiceps).
parameter kadar tembaga. Dalam bentuk konsentrat

6
Skripsi. Jurusan Teknologi Hasil Pertanian. Fakultas
Teknologi Pertaniam. Universitas Brawijaya. Malang
Hayes, D.G. 2008. Purification of Free Fatty Acids via
Urea Inclusion Compond. Handbook of Functional
Lipids. CRC press. New York
IUPAC. 1979. Standard Methods for The Analysis of Oils,
Fats, and Derivatives. 6th edition. Pergamon Press.
Oxford.
Kenneth D, Harris. 1997. Understanding the Properties of
Urea and Thiourea Inclusion Compound. Chemical
Society Reviews, volume 26. UK
Kurniasari, F. 2004. Proses Pengalengan Ikan Lemuru
(Sardinella longiceps) di PT. Blambangan Raya
Muncar Banyuwangi. Laporan PKL. Jurusan
Teknologi Hasil Petanian. Universitas Brawijaya.
Malang
Liu. S, Zhang. C, Hong. P, Ji. H. 2005. Concentration of
Docosahexanoic Acids (DHA) and Eicosapentanoic
Acids (EPA) of Tuba oil by Urea Complexation :
Optimation of Process Parameters. Journal of Food
Engineering. Science Direct
Namal. S.S.P.J., & Shahidi, F. 2002. Lipase-catalysed
Incorporation of Docosahexanoic Acic (DHA) into
borage oil: optimization using Response Surface
Methodology. Food Chemistry, 77, 115-123
Permadi, Aef. 2003. Analisis Pengembangan Industri
Pengolahan Mikroenkapsulasi Minyak Ikan.
Program Pasca Sarjana / S3 Institut Pertanian Bogor.
Bogor.
Stout. V.F, W.B. Nilsson. J. Krzynowek dan H. Schlenk.
1990. Fractination of Fish Oils adn Their Fatty
Acids. Dalam M.E. Stansby. Fish Oil in Nutrition.
Van Norstand Reinhold. New York
Timms, R.E 1997. Fractination. In F.F Gunstone and F.B
Padley (ed). Lipid Technologies and Applications.
Marcel Decker. Inc. New York
Wanasundra, U. N. And F. Shahidi. 1999. Concentration of
Omega-3 Polyunsaturated Fatty Acid of Seal
Bubbler Oil by Urea Complaxation : Optimization
of Reactions Condotions. Food Chemistry 65:41-45.

You might also like