You are on page 1of 24

DETEKSI KANKER STADIUM DINI

Anamnesis yang lengkap dan pemeriksaan fisik yang teliti merupakan kunci terhadap
diagnosis yang tepat. Beberapa faktor perlu diperhatikan pada pasien tersangka kanker paru
seperti : faktor umur, kebiasaan merokok, adanya riwayat kanker dalam keluarga, terpapar zat
karsinogen atau terpapar jamur dan infeksi yang dapat menyebabkan nodul soliter paru.
Menemukan kanker paru pada stadium dini sangat sulit karena pada stadium ini tidak ada
keluhan atau gejala. Ukuran tumor pada stadium dini relatif kecil(<1cm) dan tumor masih berada
pada epitel bronkus. Foto rontgen dada juga tidak dapat mendeteksi kanker tersebut. Keadaan ini
disebut sebagai tumor in situ (Tis). Untuk mendapatkan sel tumor tersebut hanya bias dengan
pemeriksaan sitologi sputum dengan bantuan bronkoskopi.

Angka keberhasilan diagnosis pemeriksaan sitologi sputum ini pada pasien tanpa
kelainan klinis dan radiologis relatif kecil, dan bila ditemukan maka juga sulit menentukan asal
sel tumor tersebut dalam traktus respiratorius. Untuk mempermudah penemuan dini ini
dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan skrining dengan cara memeriksa sitologi sputum dan
foto rontgen dada, secara berkala.

National cancer institute (NCI) di USA menganjurkan skrining dilakukan setiap 4 bulan
dan terutama ditujukan kepada laki-laki > 40 tahun, perokok > 1 bungkus per hari dan atau
bekerja di lingkungan berpolusi yang memungkinkan terjadi kanker paru (pabrik cat, plastik,
asbes dll).penelitian yang dilakukan oleh NCI pada 3 pusat riset kanker selama > 20 tahun
terhadap lebih dari 30.000 sukarelawan laki - laki perokok berat, dimana setengahnya menjalan
skrining intensif dengan pemeriksaan sitologi sputum setiap 4 bulan dan foto rontgen dada (PA
dan lateral) tiap tahun dan setengah lainnya sebagai kelompok kontrol. Hasil penelitian ini
menunjukan bahwa angka positif tumor stadium awal pada kelompok pertama 45% dan
kelompok control 15%. Pasien dengan kanker paru tersebut memiliki angka 5-year survival
sebesar 35% dibandingkan kelompok control 13%. Dalam studi ini, pemeriksaan sel ganas
dengan pemeriksaan sitologi sputum lebih mudah menemukan karsinoma sel skuamosa,
sedangkan foto rontgen dada lebih banyak menemukan adenokarsinoma dan karsinoma sel
skuamosa. Small cell carcinoma jarang terdeteksi pada stadium dini ini. Keseluruhan studi
menyimpulkan bahwa terdapat nilai positif (manfaat) dalam deteksi dini kanker paru.

Alur Deteksi Dini Kanker Paru

Skema

Foto toraks
(+) (+)
Sitologi sputum

(+) a b
(+) c d

PEMERIKSAAN PENUNJANG RADIOLOGIS

Hasil pemeriksaan radiologis adalah salah satu pemeriksaan penunjang yang mutlak
dibutuhkan untuk menentukan lokasi tumor primer dan metastasis, serta penentuan stadium
penyakit berdasarkan sistem TNM. Pemeriksaan radiologi paru yaitu Foto toraks PA/lateral, bila
mungkin CT-scan toraks, bone scan, Bone survey, USG abdomen dan Brain-CT dibutuhkan
untuk menentukan letak kelainan, ukuran tumor dan metastasis.

1. Foto Rontgen dada secara Posterior-Anterior (PA) dan lateral.

Pada pemeriksaan foto toraks PA/lateral akan dapat dilihat bila masa tumor dengan
ukuran tumor lebih dari 1 cm. Tanda yang mendukung keganasan adalah tepi yang ireguler,
disertai identasi pleura, tumor satelit tumor, dll. Pada foto tumor juga dapat ditemukan telah
invasi ke dinding dada, efusi pleura, efusi perikardium dan metastasis intrapulmoner. Sedangkan
keterlibatan KGB untuk menentukan N agak sulit ditentukan dengan foto toraks saja.
Kewaspadaan dokter terhadap kemungkinan kanker paru pada seorang penderita penyakit paru
dengan gambaran yang tidak khas untuk keganasan penting diingatkan. Seorang penderita yang
tergolong dalam golongan resiko tinggi (GRT) dengan diagnosis penyakit paru, harus disertai
difollowup yang teliti.

Pemberian OAT yang tidak menunjukan perbaikan atau bahkan memburuk setelah 1
bulan harus menyingkirkan kemungkinan kanker paru, tetapi lain masalahnya pengobatan
pneumonia yang tidak berhasil setelah pemberian antibiotik selama 1 minggu juga harus
menimbulkan dugaan kemungkinan tumor dibalik pneumonia tersebut Bila foto toraks
menunjukkan gambaran efusi pleura yang luas harus diikuti dengan pengosongan isi pleura
dengan punksi berulang atau pemasangan WSD dan ulangan foto toraks agar bila ada tumor
primer dapat diperlihatkan. Keganasan harus difikirkan bila cairan bersifat produktif, dan/atau
cairan serohemoragik.

Studi dari Mayo Clinic USA, menemukan 61% tumor paru terdeteksi dalam pemeriksaan
rutin dengan foto rontgen dada biasa, sedangkan pemeriksaan sitologi sputum hanya bisa
mendeteksi 19 persen. Kelainan pada foto dada dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Karsinoma sel Karsinoma sel Adenokarsinoma Karsinoma sel


skuamosa kecil besar
Masa hilar atau 40% 78% 17% 32%
perihilar
Lesi parenkim
< 4,0cm 9% 21% 45% 18%
> 4,0cm 19% 8% 26% 41%
Obstruksi,
pneumonitis,
kolaps atau 31% 32% 74% 65%
konstriksi daerah
peripleural
Pembesaran 2% 13% 3% 10%
mediastinum

Pada kanker paru, pemeriksaan foto rontgen dada ulang diperlukan juga untuk menilai
doubling timenya. Dilaporkan bahwa, kebanyakan kanker paru memiliki doubling time antara
37-465 hari. Bila doubling time > 18 bulan, berarti tumornya benigna. Tanda-tanda tumor
benigna lainnya adalah lesi berbentuk bulat konsentris, solid, dan adanya kalsifikasi yang tegas.

Pemeriksaan foto rontgen dada dengan cara tomografi lebih akurat menunjang
kemungkinan adanya tumor paru, bila dengan cara foto dada biasa tidak dapat memastikan
keberadaan tumor. Pemeriksaan penunjang radiologis lain yang kadang-kadang diperlukan juga
adalah bronkografi, fluoroskopi, superior vena cavografi, ventilation/perfusion scanning,
ultrasonography.

2. CT-Scan toraks dan MRI

Pemeriksaan dengan CT-scan pada toraks lebih sensitive daripada pemeriksaan foto dada biasa,
karena bisa mendeteksi kelainan atau nodul dengan diameter minimal 3mm, walaupun positif
palsu untuk untuk kelainan sebesar itu mencapai 25-60%. Tanda-tanda proses keganasan juga
tergambar secara lebih baik, bahkan bila terdapat penekanan terhadap bronkus, tumor intra
bronkial, atelektasis, efusi pleura yang tidak masif dan telah terjadi invasi ke mediastinum dan
dinding dada meski tanpa gejala. Lebih jauh lagi dengan CT-scan, keterlibatan KGB yang sangat
berperan untuk menentukan stage juga lebih baik karena pembesaran KGB (N1 s/d N3) dapat
dideteksi. Demikian juga ketelitiannya mendeteksi kemungkinan metastasis intrapulmoner.

Manfaat CT Scan Thorax Pada Kanker Paru

Pada kasus kanker paru Ct-Scan bermanfaat untuk mendeteksi adanya tumor paru juga sekaligus
digunakan dalam penentuan staging klinik yang meliputi :
• Menentukan adanya tumor dan ukurannya
• Mendeteksi adanya invasi tumor ke dinding thorax, bronkus, mediatinum dan pembuluh
darah besar..
• Mendeteksi adanya efusi.
• Mendeteksi adanya penyebaran ke limfonodi dan hepar.

Disamping diagnosa kanker paru CT Scan juga dapat digunakan untuk menuntun tindakan trans
thoracal needle aspiration (TTNA), evaluasi pengobatan, mendeteksi kekambuhan dan CT
planing radiasi.

2. Teknik Pemeriksaan

Pemeriksaan CT Scan thorax pada kasus kanker paru biasanya dilakukan dengan media kontras
melaui intra vena. Scaning dilakukan pre kontras dan post kontras. Teknik pemeriksaan sangat
bervariasi tergantung pada jenis CT Scan yang digunakan (CT Generasi III, CT Spiral
Single/Dual atau MDCT).

 Persiapan Pasien

• Puasa 4-6 jam sebelum pemeriksaan.


• Periksa laboratorium kadar ureum (BUN) dan creatinin.
• Pasien diberi penjelasan tentang pemeriksaan yang akan dilakukan dan breathold
technique yang digunakan.
• Cek riwayat asma, alergi dan penyakit lain.
• Cek vital sign

 Persiapan Alat

• Peralatan CT Scan dalam keadaan Standby


• Obat kontras non ionik 100-150 cc
• Peralatan injeksi
• Obat-obatan emergency
• Oksigen
• Suction

 Teknik Pemasukkan Media Kontras

1) Single Bolus Injection

Teknik ini digunakan pada CT Scan tipe spiral. Media kontras dimasukkan secara injeksi melalui
vena cubiti dengan power injektor atau manual (hand). Jumlah media kontras sekitar 60 – 150 cc
dengan kecepatan 2-4 cc/detik. Scaning dilakukan antara 30-60 detik sejak pemasukkan kontras.
Banyaknya media kontras dan kecepatan injeksi serta delay time tergantung dari berat badan dan
organ yang ingin dinilai.

Tabel 2 adalah contoh yang menunjukkan besarnya dosis, kecepatan injeksi dan scan delay
berdasarkan berat badan.
2) Drip Infusion

Biasanya dipakai pada CT Scan generasi III atau teknik slice by slice, teknik ini tidak dapat
memberikan hasil yang baik karena konsentrasi media kontras sangat rendah.

3) Drip Infusion Dilanjutkan Dengan Bolus Injection

Yaitu pemasukkan media


kontras dengan drip infus
yang dilanjutkan dengan
injeksi 40- 50 cc ketika
scaning mencapai daerah yang
yang dicuigai kelainan.
Teknik ini biasanya digunakan
padapemeriksaan CTScan
thorax dengan menggunakan
pesawat CT generasi II atau
teknik slice by slice.
Konsentrasi media kontras cukup baik dan waktunya cukup lama namun dibutuhkan media
kontras dalam jumlah banyak.
4) Multiple Bolus Injection

Teknik ini cocok digunakan pada CT Scan generasi III atau teknik slice by slice. Pemasukan
media kontras dengan cara bolus injeksi yang dilakukan berulang-ulang. Injeksi yang pertama
sebanyak 30-50 cc dengan flow rate 3-5 cc/detik, scaning dilakukan segera kemudian diikuti
dengan injeksi berikutnya sebanyak 10-15 cc setiap ekspose sampai kurang lebih 150 cc.

 Posisi Pasien

Pasien supine dengan posisi kaki dekat gantry (feet first) kedua tangan ke arah kepala. Atur MSP
tepat pada longitudinal positioning light. Kemudian pasien dilatih tarik napas dan tahan napas
serta diukur lamanya pasien bisa tahan napas.

 Scanogram

Scanogram dibuat AP dari apex sampai upper abdomen

 Scan Parameter

1) Mode Scan
Slice By Slice atau Spiral (sebaiknya spiral)

2) Area Scaning
Dari apex sampai sampai kelenjar supra renal (±Th.XII) atau sampai krista iliaka

3) Slice Thickness
• Untuk slice by slice : 10 mm dan 5 mm daerah hilus atau daerah kelainan.
• Untuk spiral : 5 mm atau lebih kecil
4) Pitch dan Interval :
• Slice By Slice : Interval/indeks = slice thicknes
• Spiral : Pitch = 1 – 1,5, interval = slice thickness / lebih kecil

5) FOV
Diatur sesuai dengan ukuran tubuh (280 – 350 mm)

6) Scan Time Rotation


• Pilih scan time rotation yang kecil sesuai dengan alat yang tersedia.

7) Breathhold Technique
Pada scaning teknik spiral, apabila pasien dapat menahan napas dalam jangka
waktu yang lama dapat digunakan Single Breathhold (scaning dilakukan dalam sekali
tahan napas) sedangkan bila tidak dapat menahan napas dalam jangka waktu lama dapat
dilakukan 2 atau 3 kali scaning. Scaning dilakukan pada saat inspirasi penuh. Pada
scaning dengan teknik slice by slice setiap slice harus dilakukan pada fase napas yang
sama (inspirasi penuh dan tahan napas). Hal ini untuk mengurangi artefak dan anatomical
misregistration.

8) Gantry Tilting : None

9) Recon Algoritma : soft tisue/standar dan Lung/HR

 Post Prosesing

1) Recont Slice Interval.


Apabila akan dibuat MPR/3D perlu dilakukan recont slice interval lebih rapat lagi
sehingga hasil MPR/3D menjadi lebih halus. Slice interval dibuat lebih rapat menjadi
setengah atau sepertiga dari slice thicknes. Recont ini hanya bisa dilakukan pada scan
spiral.
2) MPR Dan 3D
MPR dan 3D perlu ditambahkan untuk menambah informasi mengenai letak lesi secara
lebih jelas. MPR yang biasa dilakukan adalah sagital dan coronal dan 3D dengan SSD
maupun Volume rendering.

3) ROI
• Pengukuran nilai HU pada lesi dan pada efusi (bila ada). Pengukuran juga
dibandingkan antara pre dan post kontras.
• Pengukuran besarnya (diameter) lesi.

4) Window dan Image Enhancement :


• Window Mediatinum/Soft tisue, untuk memperlihatkan mediastinum, cor,
pembuluh darah, dinding thorax, hepar dan soft tissue lainnya.
• Window lung, untuk menampilkan parenkim paru, fisura pulmonary, air
bronkogram.
• Window Tulang, bila diperlukan untuk menampilkan tulang (vertebra dan costa)
apabila ada metastase ke tulang.
Keterbatasan CT Slice By Slice dan Keunggulan CT Spiral

Keterbatasan CT Generasi III / Teknik Slice by Slice Pada Pemeriksaan Thorax

• Kemungkinan terjadinya anatomy misregistration lebih besar karena adanya


variasi fase napas yang berbeda pada setiap slice.
• Terjadinya motion artefact dikarenakan scan time rotasion yang cukup lama pada
CT Generasi III (2-4 detik).
• Contras Enhance (konsentrasi media kontras) pada pembuluh darah rendah.
• Hasil MPR maupun 3D kurang baik karena motion artefact dan misregistration.

Keunggulan CT Spiral
• Scaning lebih cepat dan dapat dilakukan dalam single breathold (1 x tahan napas)
sehingga dapat terhindar terjadinya motion artefact dan misregistration.
• Dapat dilakukan retro recont slice interval terhadap raw data.
• Contras Enhance (konsentrasi media kontras) pada pembuluh darah jauh lebih
baik dengan scan delay dan flow rate yang tepat.
• Hasil MPR/3D jauh lebih baik.

Bila fasilitas CT-scan memungkinkan, pemeriksaan ini bisa sebagai skrining kedua
setelah foto dada biasa. Pemeriksaan MRI (magnetic resonance imaging) tidak lazim dikerjakan,
karena ia hanya terbatas untuk menilai kelainan tumor yang menginvasi ke dalam vertebra,
medulla spinal, mediastinum, di samping itu biayanya juga cukup mahal. Pemeriksaan MRI
toraks tidak lebih superior dibandingkan CT-scan. Saat ini telah dikembangkan teknik imaging
yang lebih akurat yakni positron emission tomography (PET) yang dapat membedakan tumor
jinak dan ganas berdasarkan perbedaan biokima dalam metabolism zat-zat seperti glukosa,
oksigen, protein, asam nukleat. Contoh zat yang dipakai : methionine 11C dan F-18
fluorodeoxyglucose (FD6).

Tumor yang kurang dari 1cm agak sulit dideteksi karena ukuran kecil tersebut kurang
diresolusi oleh PET scanner. Sensitivitas dan spesifisitas cara PET ini dilaporkan 83-93%
sensitive dan 60-90% spesifik. Beberapa positif palsu untuk tanda malignan ditemukan juga pada
lesi inflamasi dan infeksi seperti aspergilosis dan tuberkulosis. Walaupun begitu, beberapa studi
yang diketahui pemeriksaan PET mempunyai nilai akurasi lebih baik daripada CT-scan.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dari pembahasan diatas adalah

1. Kanker paru merupakan penyakit penyebab kematian tertinggi termasuk di


Indonesia yang biasanya baru diketahui setelah stadium lanjut.
2. Ct Scan merupakan salah satu modalitas utama dalam diagnosa kanker paru.
3. Ct Scan dapat mendeteksi kanker paru yang kecil dan mendeteksi penyebarannya
sehingga dapat digunakan dalam penentuan staging/stadium kanker paru
4. Pemeriksaan CT scan pada kasus kanker paru biasanya dilakukan dengan media
kontras secara intra vena. Teknik pemasukkan media kontras disesuaikan dengan
tipe CT scan yang digunakan.
5. Scaning dilakukan mulai dari apex sampai kelenjar supra renal atau upper
abdomen dengan slice thickness yang tipis dan dengan teknik breathhold yang
tepat.
6. Penggunaan teknik spiral lebih banyak keunggulannya dibanding teknik slice by
slice.

PEMERIKSAAN SITOLOGI

Pemeriksaan sitologi sputum rutin dikerjakan terutama bila pasien ada keluhan seperti batuk.
Pemeriksaan sitologi tidak selalu memberikan hasil positif karena ia tergantung dari :
 Letak tumor terhadap bronkus
 Jenis tumor
 Teknik mengeluarkan sputum
 Jumpah sputum yang diperiksa. Dianjurkan pemeriksaan 3-5 hari berturut-turut
 Waktu pemeriksaan sputum (sputum harus segar)

Pada kanker paru yang letaknya sentral, pemeriksaan sputum yang baik dapat memberikan hasil
positif sampai 67-85% pada karsinoma sel skuamosa. Pemeriksaan sitologi sputum dianjurkan
sebagai pemeriksaan rutin dan skrining untuk diagnosis dini kanker paru, dan saat ini sedang
dikembangkan diagnosis dini pemeriksaan sputum memakai immune staining dengan MAb
dengan antibodi 624H12 untuk antigen SCLC (small cell lung cancer) dan antibodi 703 D4 untuk
antigen NSCLC (non small cell lung cancer). Laporan dari National Cancer Institute USA
teknik ini memberikan hasil 91% sensitif dan 88% spesifik.

Pemeriksaan sitologi lain untuk diagnostik kanker paru dapat dilakukan pada cairan
pleura, aspirasi kelenjar getah bening servikal, supraklavikula, bilasan dan sikatan bronkus pada
bronkoskopi. Sitologi sputum adalah tindakan diagnostik yang paling mudah dan murah.
Kekurangan pemeriksaan ini terjadi bila tumor ada di perifer, penderita batuk kering dan tehnik
pengumpulan dan pengambilan sputum yang tidak memenuhi syarat. Dengan bantuan inhalasi
NaCl 3% untuk merangsang pengeluaran sputum dapat ditingkatkan.

PEMERIKSAAN HISTOPATOLOGI

Pemeriksaan histopatologi adalah standar emas diagnosis kanker paru untuk menentukan jenis
kanker paru. Berikut adalah cara-cara yang digunakan untuk mendapatkan spesimen.

1. Bronkoskopi

Bronkoskopi adalah pemeriksan dengan tujuan diagnostik sekaligus dapat dihandalkan


untuk dapat mengambil jaringan atau bahan agar dapat dipastikan ada tidaknya sel ganas.
Pemeriksaan ada tidaknya masa intrabronkus atau perubahan mukosa saluran napas,
seperti terlihat kelainan mukosa tumor misalnya, berbenjol-benjol, hiperemis, atau
stinosis infiltratif, mudah berdarah. Tampakan yang abnormal sebaiknya di ikuti dengan
tindakan biopsi tumor/dinding bronkus, bilasan, sikatan atau kerokan bronkus.

2. Biopsi aspirasi jarum

Apabila biopsi tumor intrabronkial tidak dapat dilakukan, misalnya karena amat mudah
berdarah, atau apabila mukosa licin berbenjol, maka sebaiknya dilakukan biopsi aspirasi
jarum, karena bilasan dan biopsi bronkus saja sering memberikan hasil negatif.

3. Transbronchial Needle Aspiration (TBNA)

TBNA di karina, atau trakea 1/1 bawah (2 cincin di atas karina) pada posisi jam 1 bila
tumor ada dikanan, akan memberikan informasi ganda, yakni didapat bahan untuk
sitologi dan informasi metastasis KGB subkarina atau paratrakeal.
4. Transbronchial Lung Biopsy (TBLB)

Jika lesi kecil dan lokasi agak di perifer serta ada sarana untuk fluoroskopik maka biopsi
paru lewat bronkus (TBLB) harus dilakukan.

5. Biopsi Transtorakal (Transthoraxic Biopsy, TTB)

Biopsi dengan TTB terutama untuk lesi yang letaknya perifer dengan ukuran >
2cm sensitivitasnya mencapai 90-95%. Komplikasi pneumotoraks dapat mencapai 20-
25% dan hemoptisis sampai 20%. Dengan persiapan yang lebih baik, komplikasi ini bisa
diperkkecil. Hasil pemeriksaan akan lebih baik bila ada tuntunan CT Scan, USG atau
fluoroskopi.

Biopsi terhadap kelenjar getah bening yang teraba, dapat dilakukan secara
Daniel’s biopsi yakni pada kelenjar-kelenjar getah bening scalaneus supraklavikular. Jika
lesi terletak di perifer dan ukuran lebih dari 2 cm, TTB dengan bantuan flouroscopic
angiography. Namun jika lesi lebih kecil dari 2 cm dan terletak di sentral dapat dilakukan
TTB dengan tuntunan CTscan.

6. Torakotomi

Torakotomi untuk diagnostik kanker paru dikerjakan dengan berbagai prosedur


dan invasif sebelumnya gagal mendapatkan sel tumor.

7. Torakoskopi medik

Biopsi tumor didaerah pleura memberikan hasil yang lebih baik dengan cara
torakoskopi daripada cara membuta (blind). Untuk tumor yang letaknya dipermukaan
pleura visceralis biopsi dengan cara video assisted thoracoscopy memiliki sensitivitas dan
spesifisitas hingga 100%, sedangkan komplikasi yang terjadi amat kecil. Dengan
tindakan ini massa tumor di bagaian perifer paru, pleura viseralis, pleura parietal dan
mediastinum dapat dilihat dan dibiopsi.

8. Mediastinoskopi

Lebih dari 20% kanker paru bermetastasis ke mediastinum, terutama small cell ca
dan large cell ca. untuk mendapatkan tumor metastasis kelenjar getah bening yang
terlibat dapat dilakukan dengan cara mediastinoskopi dimana mediastinoskopi dimasukan
melalui insisi suprasternal. Hasil biopsi memberikan nilai positif 40%. Dari studi lain
nilai negatif palsu pada mediastinoskopi didapat sebesar 8-12 (diikuti dengan
torakotomi).

9. Biopsi lain

Biopsi jarum halus dapat dilakukan bila terdapat pembesaran KGB atau teraba masa yang
dapat terlihat superfisial. Biopsi KBG harus dilakukan bila teraba pembesaran KGB
supraklavikula, leher atau aksila, apalagi bila diagnosis sitologi/histologi tumor primer di
paru belum diketahui. Biopsi Daniels dianjurkan bila tidak jelas terlihat pembesaran KGB
suparaklavikula dan cara lain tidak menghasilkan informasi tentang jenis sel kanker.
Punksi dan biopsi pleura harus dilakukan jika ada efusi pleura.

Semua bahan yang diambil dengan pemeriksaan tersebut di atas harus dikirim ke
laboratorium Patologi Anatomik untuk pemeriksaan sitologi/histologi. Bahan berupa cairan harus
dikirim segera tanpa fiksasi, atau dibuat sediaan apus, lalu difiksasi dengan alkohol absolut atau
minimal alkohol 90%. Semua bahan jaringan harus difiksasi dalam formalin 4%.

Pemeriksaan invasif lain


Pada kasus kasus yang rumit terkadang tindakan invasif seperti Torakoskopi dan tindakan bedah
mediastinoskopi, torakoskopi, torakotomi eksplorasi dan biopsi paru terbuka dibutuhkan agar
diagnosis dapat ditegakkan. Tindakan ini merupakan pilihan terakhir bila dari semua cara
pemeriksaan yang telah dilakukan, diagnosis histologis / patologis tidak dapat ditegakkan.
Semua tindakan diagnosis untuk kanker paru diarahkan agar dapat ditentukan :

1. Jenis histologis.
2. Derajat (staging).
3. Tampilan (tingkat tampil, "performance status").

Sehingga jenis pengobatan dapat dipilih sesuai dengan kondisi penderita.

Pemeriksaan penunjang lainnya

1. Petanda Tumor (Tumor Marker)

Sampai saat ini belum ada pemeriksaan serologi penanda tumor untuk diagnostic
kanker paru yang spesifisitasnya tinggi. Beberapa tes yang telah ditemukan dan masih
digunakan sampai sekarang adalah CEA (Carcinoma Embryonic Antigen), NSE (Neuron
Specific Antigen), Cyfra 21-1 (Cytokeratin Fragments 19).

NSE diketahui spesifik untuk small cell carcinoma dan sensitifitasnya dilaporkan
sbesar 52%, sedangkan Cyfra 21-1 mencapai 50% untuk kelompok LD (Limited
Disease)-SCLC. Pada kelompok ED (Extensive Disease) SCLC, sensitifitas NSE 42%
dan Cyfra 21-1 mencapai 50%.

Bila pemeriksaan ini digabung maka sensitivitasnya jadi 78% untuk kelompok LD
dan 82% kelompok ED. Uji serologis tumor marker tersebut di atas sampai saat ini lebih
banyak dipakai untuk evaluasi hasil pengobatan kanker paru.

2. Pemeriksaan biologi molekuler


Pemeriksaan biologi molekuler telah semakin berkembang, cara paling sederhana
dapat menilai ekspresi beberapa gen atau produk gen yang terkait dengan kanker
paru,seperti protein p53, bcl2, dan lainya. Manfaat utama dari pemeriksaan biologi
molekuler adalah menentukan prognosis penyakit.

3. Pemeriksaan Bone Scanning.

Pemeriksaan ini diperlukan bila diduga ada tanda- tanda metastasis ke tulang.
Insiden tumor non small cell lung carcinoma (SNCLC) ke tulang sebesar 15%.
Jenis histologis

Untuk menentukan jenis histologis, secara lebih rinci dipakai klasifikasi histologis
menurut WHO tahun 1999 (Lampiran 1), tetapi untuk kebutuhan klinis cukup jika hanya dapat
diketahui :

1. Karsinoma skuamosa (karsinoma epidermoid)

2. Karsinoma sel kecil (small cell carcinoma

3. Adenokarsinoma (adenocarcinoma)
4. Karsinoma sel besar (large Cell carcinoma)

Berbagai keterbatasan sering menyebabkan dokter spesialis Patologi Anatomi mengalami


kesulitan menetapkan jenis sitologi/histologis yang tepat. Karena itu, untuk kepentingan
pemilihan jenis terapi, minimal harus ditetapkan, apakah termasuk kanker paru karsinoma sel
kecil (KPKSK atau small cell lung cancer, SCLC) atau kanker paru jenis karsinoma bukan sel
kecil (KPKBSK, nonsmall cell lung cancer, NSCLC).

DIAGNOSIS KANKER PARU

Langkah pertama adalah secara radiologis dengan menentukan apakah lesi intra torakal
tersebut sebagai tumor jinak atau ganas. Bila fasilitas memungkinkan dapat dilakukan
pemeriksaan PET scan, atau bisa juga dengan biopsi langsung. Setelah itu kita harus menentukan
staging dari kanker paru tersebut untuk dapat menilai prognosis pasien. Kemudian tentukan juga
apakah letak lesi sentral atau perifer, yang bertujuan untuk menentukan bagaimana cara
pengambilan jaringan tumor. Untuk lesi yang letaknya perifer, kombinasi bronkoskopi dan
biopsy, sikata, bilasan. Transtorakal biopsi/aspirasi dan dengan tuntunan USG atau CT-scan akan
memberikan hasil yang lebih baik. Sedangkan untuk lesi letak sentral, langkah pertama
sebaiknya dengan pemeriksaan sitology sputum diikuti bronkoskopi fleksibel. Secara radiologis
dapat ditentukan ukuran tumor (T), kelenjar getah bening torakal (N), dan metastasis ke organ
lain (M).

STAGING

Penderajatan (Staging) Kanker Paru

Penderajatan untuk KPKBSK ditentukan menurut International System For Lung Cancer
1997, berdasarkan sistem TNM (Lampiran. 2). Pengertian T adalah tumor yang dikatagorikan
atas Tx, To s/d T4, N untuk keterlibatan kelenjar getah bening (KGB) yang dikategorikan atas
Nx, No s/d N3, sedangkan M adalah menunjukkan ada atau tidaknya metastasis jauh (Lampiran.
3)

Staging Lung Cancer Criteria


Stage Ia T1 N0 M0
Stage Ib T2 N0 M0
Stage IIa T1 N1 M0
Stage IIb T2(T3) N1 (N0) M0
Stage IIIa T3 (any T) N1(N2) M0
Stage IIIb T4 (any T) Any N (N3) M0
Stage IV Any T Any N M1
Tabel staging lung cancer.

Pada kanker paru jenis SCLC ada 2 stages yaitu Limited Stage dan Extensive Stage.
Sedangkan pada NSCLC staging dilakukan dengan sistem TNM (T=Tumor, N=Kelenjar Getah
Bening dan M=Metastase). Kalsifikasi stadium berdasarkan TNM dapat dilihat pada tabel
berikut :
Keterangan Tabel :

T = Tumor
T1 : Tumor dengan ukuran kurang dari 3 cm
T2 : Tumor dengan ukuran dan perluasan sbb :
• Ukuran lebih dari 3 cm
• Melibatkan bronkus utama yang letaknya sampai ' 2 cm dari distal karina.
• Perluasan ke pleura viseral.
• Perluasan ke hilus
T3 : Tumor dengan segala ukuran, meliputi :
• Tumor menginvasi dinding thorax, diafragma, pleura mediastinalis
• Tumor di dalam bronchus primarius, max 2 cm distal dari carina (tetapi tanpa melibatkan
carina).
• Tumor disertai dg atelektasis atau obstruktive pneumonitis pada seluruh paru.
T 4 : Tumor dengan segala ukuran, meliputi :
• Tumor menginvasi mediastinum, cor, pembuluh darah besar, trachea, esophagus, corpus
vertebra, atau carina.
• Tumor dengan efusi pleura dan efusi pericard maligna.
• Tumor dengan nodul satelit tumor yang masih dalam satu lobus pulmo ipsilateral
N = Status limfonodi regional :
N0 : Tidak ada metastasis limfonodi regional.
N1 : Metastasis di limfonodi regional atau hilar atau limfonodi intrapulmonar sebagai akibat
perluasan langsung dari tumor primer.
N2 : Metastasis di limfonodi retrotracheal, midline prevascular, subcarinal dan mediastinal
ipsilateral.
N3 : Metastasis nodal hilar contralateral atau mediastinal contralateral, serta nodus
supraclavicular dan scalenus contralateral atau ipsilateral.N x : Diskripsi N tambahan (tetapi
jarang dipakai) metastasis di limfonodi regional sulit diperkirakan.
M = Metastasis Jauh, meliputi :
M0 : Tidak ada metastasis jauh.
M1 : Ada metastasis jauh atau nodul tumor terpisah pada lobus lain dalam pulmo yang sama atau
Nodul tumor pada pulmo kontralateral (dinyatakan sebagai M1 jika jenis histloginya sama
dengan sel tumor primer.

REFERENSI

1. Boedjang Nurlela Dkk, 2001, Tumor Di Dalam Toraks, BP FKUI, Jakarta


2. Bushberg J T, 2003, The Essential Physics of Medical Imaging, 2nd ed, Lippincot
Williams & Wilkins, Philadelphia
3. Chiu Lee C, MD, 1995, Clinical computed Tomography for the Technologist, Second
Edition, Raven Press, New York
4. Halls Steven B., MD, FRCPC, Weight-based intravenous contrast injection parameters
for EnhancedCT Scanning. Cross Cancer Institute, Edmonton, Alberta, Canada,
available online: http://www.halls.md/ct/ct.htm , akses tanggal 5 April 2007
5. Jaengsri Nuttawan, 2004, CT Protocol, Radiology Departement Of Takshin Hospital,
Bangkok
6. Neseth, 2000, Procedurs And Documentation For CT And MRI, McGraw-Hill Co, New
York
7. Sharma Sat, MD, FRCPC, FACP, FCCP, DABSM, 2005, Lung Cancer, Non-Small
Cell, Emedicine, available online : http://www.emedicine.com/radio/byname/lungcancer-
non small-cell.htm , akses tanggal 5 April 2007
8. Seeram, 2001, Computed Tomography : Physical Principles, Clinical Application And
Quality Control, 2nd, WB. Saunders Company, Philadelphia
9. Sheila R, 1992, Practical CT Techniques, Springer-Verlag, London
10. Socinski Mark A.,MD, 2005, Epidemiology, Staging And Treatment Of Lung Cancer,
Lineberger Comprehensive Cancer Center University Of North Carolina Chapel Hill,
available online: http://www.sirfoundation.org/pdf/06Lung/Socinski.pdf, akses tanggal
26 Maret
11. 2007 11. Syaifudin, 1997, Anatomi Fisiologi untuk Siswa Perawat, Edisi 2, EGC,
Jakarta
12. 12. Thoeni Ruedi F., MD, 2000, Technical Helical CT Manual On The GE LightSpeed
QX/i Scanner, Departement Of Radiology University Of California San Francisco
13. 13. Wegener, 1992, Whole Body Computed Tomography, 2nd ed, Blackwell Scientific
Publication, Oxford
14. 14. .......,2006, Kanker Paru Pembunuh Nomer Satu, Info Aktual, Badan Litbangkes
Depkes, available online:
www.litbang.depkes.go.id/aktual/kliping/kankerparu010306.htm, akses tanggal 26 Maret
2007
15. 2004, Focus Lung Cancer, Oncology Nursing Society
http://www.lungcancer.org/health_care/focus_on_lc/staging/staging.htm, akses 5 April 07

You might also like