Professional Documents
Culture Documents
Deklamasi berasal dari bahasa Latin yang maksudnya declamare atau declaim yang
membawa makna membaca sesuatu hasil sastera yang berbentuk puisi dengan lagu
atau gerak tubuh sebagai alat bantu. Gerak yang dimaksudkan ialah gerak alat bantu
yang puitis, yang seirama dengan isi bacaan.
Umumnya memang deklamasi berkait rapat dengan puisi, akan tetapi membaca
sebuah cerpen dengan lagu atau gerak tubuh juga bisa dikatakan mendeklamasi.
Mendeklamasikan puisi atau cerpen bermakna membaca, tetapi membaca tidak sama
dengan maksud mendeklamasi. Maksudnya di sini bahwa apapun pengertian
membaca tentunya jauh berbeda dengan maksud deklamasi.
4. CARA BERDEKLAMASI
Seperti telah dijelaskan bahawa berdeklamasi itu membawakan pantun, syair dan
sajak atau puisi. Kemudian apakah cukup hanya asal membawakan saja? Tentu tidak!
Berdeklamasi, selain kita mengucapkan sesuatu, haruslah pula memenuhi syarat-
syarat lainnya. Apakah syarat-syarat itu? Sebelum kita berdeklamasi, kita harus
memilih dulu pantun, syair, sajak apa, yang rasanya baik untuk dideklamasikan.
Terserah kepada keinginan masing-masing.
Yang penting pilihlah sajak atau puisi, pantun atau syair yang memiliki isi yang baik
dan bentuk yang indah dideklamasikan. Mengenai hal isi tentunya dapat minta
nasihat, petunjuk dan bimbingan dari mereka yang lebih berpengalaman dan
berpengetahuan atau ahli dalam bidang deklamasi.
Kalau kita sudah memilih sebuah puisi misalnya, tentu saja boleh lebih dari satu. Hal
ini sering terjadi dalam lomba-lomba yang menyiapkan puisi wajib dan puisi pilihan.
Nah, sesudah itu, lalu apa lagi yang harus kita perbuat? Maka tidak boleh tidak harus
mentafsirnya terlebih dahulu.
5. MENAFSIR PUISI
Apakah puisi yang kita pilih itu berunsur kepahlawanan, keberanian, kesedihan,
kemarahan, kesenangan, pujian dan lain-lain? Kalau puisi yang kita pilih itu
mengandung kepahlawanan, keberanian dan kegagahan, maka kita pun harus
mendeklamasikan puisi tersebut dengan perasaan dan laku perbuatan, yang
menunjukkan seorang pahlawan, seorang yang gagah berani. Kita harus dapat
melukiskan kepada orang lain, bagaimana kehebatan dan kegagahan kapal udara itu.
Bagaimana harus mengucapkan kata-kata yang seram dan menakutkan.
Sebaliknya kalau saja puisi yang kita pilih itu mengadung kesedihan, sewaktu kita
berdeklamasi haruslah betul-betul dalam suasana yang sedih dan memilukan, bahkan
harus bisa membuat orang menangis bagi orang yang mendengar dan melihat kita
sedih, ketika dideklamasikan menjadi sebuah puisi yang gembira, bersukaria atau
sebaliknya. Tentu saja hal-hal seperti itu harus dijaga benar-benar. Karena itu, harus
berhati-hati, teliti, tenang dan sungguh-sungguh dalam menafsir sebuah puisi.
Bacalah seluruh puisi itu berulang-ulang sampai kita mengerti betul apa-apa yang
dikandung dan dimaksud oleh puisi tersebut. Juga kata-kata yang sukar dan tanda-
tanda baca yang kurang jelas harus dipahami benar-benar, Jika sudah dimengerti dan
diselami isi puisi itu, barulah kita meningkat ke persoalan yang lebih lanjut.
Cara meletakkan tanda-tanda tersebut pada setiap kata masing-masing orang berbeda
tergantung kepada kemahuannya sendiri-sendiri. Dari sinilah kita dapat menilai: siapa
orang yang mahir dan pandai berdeklamasi.
Demikianlah, setelah tanda-tanda itu kita letakkan dengan baik dan dalam
meletakkannya jangan asal meletakkan saja, tapi harus memakai perasaan dan
pertimbangan, seperti halnya kalau kita membaca berita: ada koma, ada titik, tanda-
tandanya, titik koma dan lain-lain.
Kalau tanda-tanda itu sudah diletakkan dengan baik, barulah kita baca puisi tersebut
berulang-ulang sesuai dengan irama dan aturan tanda itu. Dengan sendirinya kalau
kita sudah lancar benar, tekanan-tekanan, irama-irama dan gayanya takkan terlupa
lagi selama kita berdeklamasi.
9. CARA MENILAI
Untuk mudahnya bagi seorang deklamator/deklamatris melengkapi dirinya dalam
mempersiapkan kesempurnaan berdeklamasi, maka seorang calon harus mengetahui
pula hal-hal yang menjadi aspek penilaian dalam suatu lomba deklamasi. Yang
menjadi penilaian juri terhadap pembawa puisi atau deklamator meliputi bidang-
bidang seperti berikut:
A. PENAMPILAN/PERFORMANCE
Sewaktu pembawa puisi itu muncul di atas pentas, haruslah diperhatikan lebih dahulu
hal pakaian yang dikenakannya. Kerapian memakai pakaian, keserasian warna dan
sebagainya akan menambahkan angka bagi si pembawa puisi. Tentu saja penilaian
pakaian ini bukan terletak pada segi mewah tidaknya pakaian itu, tetapi dalam hal
kepantasan serta keserasiannya. Kerana itu, perhatikanlah pakaian lebih dahulu
sebelum tampil di atas pentas. Hindarikan diri dari kecerobohan serta ketidakrapian
berdandan.
C. EKSPRESI/KESAN WAJAH
Kemampuan si pembaca puisi dalam menemukan arti dan tafsiran yang tepat dari kata
demi kata pada tiap baris kemudian pada kelompok bait demi bait puisi akan terlihat
pada kesan air muka atau wajahnya sendiri. Ada kalanya seorang pembawa puisi tidak
menghayati isi dan jiwa tiap baris puisi dalam sebuah bait, sehingga antara kalimat
yang diucapkan dan airmuka yang diperlihatkan tampak saling bertentangan.
Jadi, penghayatan itu sangat penting dan ia harus dipancarkan pada sinar wajah si
pembawa puisi. Misalnya sebuah bait dalam puisi yang bernada sedih haruslah
digambarkan oleh si pembaca puisi itu melalui air mukanya yang sedih dan bermuram
durja.
D. APRESIASI/PENGERTIAN PUISI
Seorang pembaca puisi akan dinilai mempunyai pengertian terhadap sesuatu puisi,
manakala ia sanggup mengucapkan kata demi kata pada tiap baris puisi disertai kesan
yang terlihat pada air mukanya. Jika tidak berhasil, dikatakannya si pembaca puisi itu
belum mempunyai apresiasi atau apresiasinya terhadap puisi itu agak kurang. Dalam
istilah umumnya apresiasi diterjemah lebih jauh lagi sebagai penghayatan.
Seorang pendeklamator yang baik/ia harus menghayati makna dan isi puisi yang akan
dideklamasikan dan tanpa menghayatinya, maka sudah tentu persembahannya bakal
hambar, lesu dan tak bertenaga.
E. MIMIK/ACTION
Mimik atau action dalam sebuah deklamasi puisi sangat besar pengaruhnya terhadap
pembentukan suasana pembacaan puisi. Seorang pembawa puisi yang berhasil ia akan
mengemukan sesuatu action atau mimik itu sesuai dengan perkembangan kata demi
kata dalam tiap baris dan tidak bertentangan dengan jiwa dan isi kata-kata kalimat
dalam puisi.
Terjadinya kontradiksi antara apresiasi dan action menimbulkan kesan yang mungkin
bisa menjadi bahan tertawaan penonton. Hal ini harus dipelajari sebaik-baiknya oleh
si pembawa puisi. Tanpa hal itu, ia tak mungkin bisa mendapatkan angka terbaik
dalam pembawaan puisi.
Sebagi contoh: ketika si pembawa sajak menyebut “dilangit tinggi ada bulan” tetapi
mimik kedua belah tangan menjurus ke bumi, Hal ini akan menimbulkan bahan
tertawaan bagi penonton, mana mungkin ada bulan di bumi, tentu hal itu tidak
mungkin sama sekali. Betapapun bulan selalu ada di langit. Inilah yang dimaksud
betapa pentingnya pembawa sajak menguasai apresiasi puisi, sehingga dapat
menciptakan mimik yang sesuai dengan keadaan isi dan jiwa puisi itu.
F. TATATERTIB
Untuk menambahkan lebih sempurna lagi bagi pengetahuan seorang deklamator atau
deklamatris, maka dibawah ini kita kemukakan beberapa tata tertib berdekmalasi:
F.1 Berdirilah baik-baik di atas pentas yang telah tersedia
F.2 Pakaian harus menimbulkan kesan yang menarik dan menyenangkan
F.3 Menghadap kepada penonton, memandang ke sekeliling dengan airmuka yang
berseri-seri, lalu memberi salam kepada hadirin dengan hormat, dengan jalan
menganggukkan kepala.
F.4 Bacalah judul puisi dan sebut nama penulisnya dengan suara yang jelas/tepat
dengan nada suara yang wajar
F.5 Berhenti beberapa detik, menyiapkan nafas, lalu mulailah pembacaan deklamasi
itu sebaris demi sebaris, bait demi bait.
F.6 Selama pembacaan puisi, perhatian harus tercurah kepada puisi itu sendiri dan
jangan tergoda oleh hiruk pikuk suara atau bunyi lain terutama sekali penonton.
F.7 Ketika pembacaan puisi itu selesai, berhentilah beberapa saat, melepaskan nafas,
lalu menghormati penonton dan kepada para hakim.
F.8 Biasakanlah dengan sikap yang t