You are on page 1of 28

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perdarahan postpartum menjadi penyebab utama 40% kematian ibu di Indonesia.
Perlukaan jalan lahir merupakan penyebab kedua perdarahan setelah atonia uteri yang terjadi
pada hampir persalinan pertama dan tidak jarang juga pada persalinan berikutnya. Pada
seorang primipara atau orang yang baru pertama kali melahirkan ketika terjadi peristiwa
"kepala keluar pintu". Pada saat ini seorang primipara biasanya tidak dapat tegangan yang
kuat ini sehingga robek pada pinggir depannya. Luka-luka biasanya ringan tetapi kadang-
kadang terjadi juga luka yang luas dan berbahaya. Sebagai akibat persalinan terutama pada
seorang primipara, biasa timbul luka pada vulva di sekitar introitus vagina yang biasanya
tidak dalam akan tetapi kadang-kadang bisa timbul perdarahan banyak1.
Ruptur Perineum dapat terjadi karena adanya ruptur spontan maupun episiotomi.
perineum yang dilakukan dengan episiotomi itu sendiri harus dilakukan atas indikasi antara
lain: bayi besar, perineum kaku, persalinan yang kelainan letak, persalinan dengan
menggunakan alat baik forceps maupun vacum. Karena apabila episiotomi itu tidak
dilakukan atas indikasi dalam keadaan yang tidak perlu dilakukan dengan indikasi di atas,
maka menyebabkan peningkatan kejadian dan beratnya kerusakan pada daerah perineum
yang lebih berat. Sedangkan luka perineum itu sendiri akan mempunyai dampak tersendiri
bagi ibu yaitu gangguan ketidaknyamanan.1,2

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI
a. Pengertian
Ruptur adalah robekan atau koyaknya jaringan secara paksa, (Dorland, 1994)3
Perineum adalah bagian yang terletak antara vulva dan anus panjangnya rata-rata 4 cm.2
Robekan perineum terjadi pada hampir semua persalinan dan tak jarang juga pada

persalinan berikutnya. Robekan ini dapat dihindarkan atau dikurangi dengan menjaga jangan

sampai dasar panggul dilalui oleh kepala janin dengan cepat. Sebaliknya kepala janin yang akan

lahir jangan ditahan terlampau kuat dan lama, karena akan menyebabkan asfiksia dan perdarahan

dalam tengkorak janin, dan melemahkan otot-otot dan fasia pada dasar panggul karena

diregangkan terlalu lama.

Robekan perineum umumnya terjadi di garis tengah dan bias menjadi luas apabila kepala

janin lahir terlalu cepat, sudut arkus pubis lebih kecil daripada biasa sehingga kepala janin

terpaksa lahir lebih ke belakang dari pada biasa, kepala janin melewati pintu bawah panggul

dengan ukuran yang lebih besar daripada sirkumferensia suboksipito-bregmatika, atau anak

dilahiirkan dengan pembedahan vaginal.1

B. ANATOMI PERINEUM
Menurut para ahli anatomi, perineum adalah wilayah pelvic aoutlet diujung diafragma
pelvic (levator ani). Batasannya dibentuk oleh pubic rami di depan ligament sacro tuberos di
belakang. Pelvic outletnya dibagi oleh garis melintang yang menghubungkan bagian depan
ischial tuberosities ke dalam segitiga urogenital dan sebuah segitiga belakang anal.4

2
Segitiga urogenital
Otot-otot diwilayah ini dikelompokkan ke dalam kelompok superfisial (dangkal) dan
dalam bergantung pada membran perineal. Bagian bulbospongiosus, perineal melintang dangkal
dan otot ischiocavernosus terletak dalam bagian terpisah yang superfisial. Otot bulbospongiosus
melingkari vagina dan masuk melalui bagian depan corpora cavernosa clitoridis. Di bagian
belakang, senagian serabutnya mungkin menyatu dengan otot contralateral superfisial transverse
perineal (otot yang melintang contralateral dipermukaan perineal) juga dengan cincin otot anus
(sfingter).4
Kelenjar bartholini merupakan struktur berbentuk kacang polong dan bagian duktusnya
membuka ke arah introitus vagina di permukaan selaput dara pada persimpangan duapertiga
bagian atas dan sepertiga bagian bawah labia minora.4
Pada wanita, otot perineal profunda melintang antara bagian depan dan belakang fasia
membran perineal yang membentuk diafragma urogenital berbentuk tipis dan sukar untuk
digambarkan, karena itu kehadirannya tidak diakui oleh sebagian ahli. Dibagian yang sama
terletak juga otot cincin external uretra.4

Segitiga anal
Wilayah ini mencakup otot luar anus dan lubang ischiorectal.4

Badan perineal
Bagian perineal merupakan wilayah fibromuskular (berotot serabut) antara vagina dan
kanal anus. Pada dataran saggita berbentuk segitiga. Pada sudut segitiganya terdapat ruang
rectovaginal dan dasarnya dibentuk oleh kulit perineal antara bagian belakang fouchette vulva
dan anus. Dalam bagian perineal terdapat lapisan otot fiber bulbospongiosus, dataran perineal
melintang dan otot cincin anus bagian luar.4
Diatas bagian ini terdapat otot dubur membujur dan serat tengah otot pubo rectalis,
karena itu sandaran panggul dan juga sebagian hiatus urogenitalis antara otot levator ani
bergantung pada keseluruhan badan perineal. Bagi ahli kesehatan ibu dan anak, istilah perineum
merujuk sebagian besar pada wilayah fibromuskular antara vagina dan kanal anus.4

Anatomi anorektum

3
Anorektum merupakan bagian yang paling jauh dari traktus gastrointestinalis dan terdiri
dari dua bagian yaitu kanal anus dan rektum. Kanal anus berukuran 3,5 cm dan terletak dibawah
persambungan anorektal yang dibentuk oleh otot puborectalis. Otot cincin anus terdiri dari tiga
bagian ( subcutaneus / bawah kulit ), superfisial (permukaan) dan bagian profunda (dalam) dan
tidak bisa dipisahkan dari permukaan puborectalis. Cincin otot anus bagian dalam merupakan
lanjutan menebalnya otot halus yang melingkar. Bagian ini dipisahkan dari bagian luar cincin
otot anus oleh otot penyambung yang membujur rektum4.

4
C. ETIOLOGI RUPTURE PERINEUM
Robekan pada perineum umumnya terjadi pada persalinan dimana :
1.kepala janin terlalu cepat lahir5
2. persalinan tidak dipimpin sebagaimana mestinya5
3. sebelumnya pada perineum terdapat banyak jaringan parut5
4. pada persalinan dengan distosia bahu5

Persalinan seringkali menyebabkan perlukaan pada jalan lahir. Perlukaan pada jalan lahir
tersebut terjadi pada : Dasar panggul/perineum, vulva dan vagina, servik uteri, uterus sedangkan
ruptur pada perineum spontan disebabkan oleh : Perineum kaku, kepala janin terlalu cepat
melewati dasar panggul, bayi besar, lebar perineum, paritas.1

D. KLASIFIKASI RUPTURE PERINEUM


1) Ruptur Perineum Spontan
Yaitu luka pada perineum yang terjadi karena sebab-sebab tertentu tanpa dilakukan
tindakan perobekan atau disengaja. Luka ini terjadi pada saat persalinan dan
biasanya tidak teratur.2,5
2) Ruptur perineum yang disengaja (Episiotomi)
Yaitu luka perineum yang terjadi karena dilakukan pengguntingan atau perobekan
pada perineum: Episiotomi adalah torehan yang dibuat pada perineum untuk
memperbesar saluran keluar vagina.2,5

D.1. RUPTURE PERINEUM SPONTAN

Definisi :

Luka pada perineum yang terjadi karena sebab-sebab tertentu tanpa dilakukan tindakan
perobekan atau disengaja. Luka ini terjadi pada saat persalinan dan biasanya tidak teratur.

Tingkat robekan perineum dapat dibagi atas 4 tingkatan :

5
1. Tingkat I:

Robekan hanya terjadi pada selaput lender vagina dengan atau tanpa mengenai
kulit perineum sedikit2,5

2. Tingkat II:

Robekan yang terjadi lebih dalam yaitu selama mengenai selaput lendir vagina juga
mengenai muskulus perinei transversalis, tapi tidak mengenai sfingter ani2,5

3. Tingkat III:

Robekan yang terjadi mengenai seluruh perineum sampai mengenai otot-otot


sfingter ani.2,5

Ruptura perinei totalis di beberapa kepustakaan yang berbeda disebut sebagai


termasuk dalam robekan derajat III atau IV. Beberapa kepustakaan juga membagi
tingkat III menjadi beberapa bagian seperti :

Tingkat III a.

Robekan < 50 % ketebalan sfingter ani 6

Tingkat III b.

Robekan > 50% ketebalan sfinter ani 6

Tingkat III c.

Robekan hingga sfingter ani interna 6

4. Tingkat IV

Robekan hingga epitel anus 6

6
Robekan mukosa rectum tanpa robekan sfingter ani sangat jarang dan tidak termasuk
dalam klasifikasi diatas.6

Teknik menjahit robekan perineum

1. Tingkat I :

Penjahitan robekan perineum tingkat I dapat dilakukan hanya dengan memakai catgut
yang dijahitkan secara jelujur (continuous suture) atau dengan cara angka delapan (figure
of eight)5

2. Tingkat II :

Sebelum dilakukan penjahitan pada robekan perineum tingkat II maupun tingkat III, jika
dijumpai pinggir yang tidak rta atau bergerigi, maka pinggir be rgerigi tersebut harus
diratakan terlebih dahulu.pinggir robekan sebelah kiri dan kanan masing-masing diklem
terlebih dahulu Kemudian digunting. Setelah pinggir robekan rata, baru dilakukan
penjahitan luka robekan. Mula-mula otot-otot dijahit denbgan catgut. Kemudian selaput
lendir vgina dijahiot dengan catgut secra terputus-putus atau jelujur. Penjahitan selaput

7
lendir vagina dimulai dari puncak robekan . terakhir kulit pwerineum dijahit dengan
benang sutera secara terputus-putus.5

3. Tingkat III :

Mula-mula dinding depan rectum yang robek dijahit. Kemudian fasia peirektal dan fasia
septum rektovaginal dijahit dengan catgut kromik, sehingga bertemu kembali. Ujung-
ujung otot sfingter ani yang terpisah oleh karena robekan diklem dingan klem pean lurus.
Kemudian dijahit dengan 2-3 jahitan catgut kromil sehingga bertemu kembali.
Selanjutnya robekan dijahit lapis demi lapis seperti menjahit robekan perineum tingkat
II.5

4. Tingkat IV :

Pasien dirujuk ke fasilitas dan tenaga kesehatan yang memadai.7

D.2. RUPTURE PERINEUM YANG DISENGAJA ( EPISIOTOMI )

Definisi

Episiotomi adalah suatu tindakan insisi pada perineum yang menyebabkan terpotongnya
selaput lendir vagina, cincin selaput dara, jaringan pada septum rektovaginal, otot-otot dan fasia
perineum dan kulit sebelah depan perineum.5

Di masa lalu, dianjurkan untuk melakukan episiotomi secara rutin yang tujuannya adalah
untuk mencegah robekan berlebihan pada perineum, membuat tepi luka rata sehingga mudah
dilakukan penjahitan (reparasi), mencegah penyulit atau tahanan pada kepala dan infeksi tetapi
hal tersebut ternyata tidak didukung oleh bukti-bukti ilmiah yang cukup (Enkin et al, 2000;
Wooley, 1995). Tetapi sebaliknya, hal ini tidak boleh diartikan bahwa episiotomi tidak boleh
dilakukan karena ada indikasi tertentu untuk melakukan episiotomi (misalnya, persalinan dengan
ekstraksi cunam, distosia bahu, rigiditas perineum, dsb). Para penolong persalinan harus cermat

8
membaca kata rutin pada episiotomi karena hal itulah yang tidak dianjurkan, bukan
episiotominya.7

Episiotomi rutin tidak dianjurkan karena dapat menyebabkan :

1. Meningkatnya jumlah darah yang hilang dan berisiko hematoma


2. Kejadian laserasi derajat tiga atau empat lebih banyak pada episiotomi rutin
dibandingkan dengan tanpa episiotomi.
3. Meningkatnya nyeri pascapersalinan di daerah perineum
4. Meningkatnya resiko infeksi.7

INDIKASI

Indikasi untuk melakukan episiotomi dapat timbul dari pihak ibu maupun pihak janin.5

1. Indikasi janin.

a. Sewaktu melahirkan janin premature. Tujuannya untuk mencegah terjadinya trauma


yang berlebihan pada kepala janin.
b. Sewaktu melahirkan janin letak sungsang, melahirkan janin dengan cunam, ekstraksi
vakum, dan janin besar.5

2. Indikasi ibu

Apabila terjadi peregangan perineum yang berlebihan sehingga ditakuti akan terjadi
robekan perineum, umpama pada primipara, persalinan sungsang, persalinan dengan
cunam, ekstraksi vakum, dan anak besar.5

Namun indikasi sekarang yang digunakan untuk melakukan episiotomi telah banyak berubah.
Indikasi untuk melakukan episiotomi untuk mempercepat kelahiran bayi bila didapatkan :

1. Gawat janin dan bayi akan segera dilahirkan dengan tindakan.


2. Penyulit kelahiran pervaginam ( sungsang, distosia bahu, ekstraksi cunam (forcep) atau
ekstraksi vakum )

9
3. Jaringan parut pada perineum atau vagina yang memperlambat kemajuan persalinan7

TEKNIK

1. Episiotomi medialis

a. Pada teknik ini insisi dimulai dari ujung terbawah introitus vagina sampai batas atas
otot-otot sfingter ani.

Cara anestesi yang dipakai adalah cara anestesi infiltrasi antara lain dengan larutan
procaine 1%-2%; atau larutan lidonest 1%-2%; atau larutan xylocaine 1%-2%. Setelh
pemberian anestesi dilakukan insisi dengan mempergunakan gunting yang tajam
dimulai dari bagian terbwah introitus vagina menuju anus, tetapi sampai tidak
memotong pinggir atas sfingter ani, jingga kepala dapat dilahirkan. Bila kurang lebar
disambung ke lateral (episiotomi mediolateralis).

b. Untuk menjahit luka episiotomi medialis mula-mula otot perineum kiri dan kanan
dirapatkan dengan beberapa jahitan. Kemudian fasia dijahit dengan beberapa jahitan.
Lalu selaput lendir vagina dijahit dengan empat atau lima jahitan. Jahitan dapat

10
dilakukan secara terputius-putus (interupted suture) atau secara jelujur (continuous
suture). Benang yang dipakai untuk menjahit otot, fasia dan selaput lendir adalah
catgut chromic, sedang untuk kulit perineum dipakai benang sutera. 5

2. Episiotomi mediolateralis

a. Pada teknik ini insisi dimulai dari bagian belakang introitus vagina menuju kearah
belakang dan samping. Arah insisi ini dapat dilakukan kearah kanan atau pun kiri,
tergantung pada kebiasaan orang yang melakukannya. Panjang insisi kira-kira 4 cm.
b. Tekhnik menjahit luka pada episiotomi mediolateralis hampir sama dengan tekhnik
menjahit episiotomi medialis. Penjahitan dilakukan sedemikian rupa sehingga setelah
penjahitan luka selesai hasilnya harus simetris

3. Episiotomi lateralis5

a. Pada tekhnik ini insisi dilakukan kearah lateral mulai dari kira-kira pada jam 3 atau 9
menurut arah jarum jam.
b. Tekhnik ini sekarang tidsak dilakukan lagi oleh karena banyak menimbulkan
komplikasi. Luka insisi ini dapat melebar kearah dimana terdapat pembuluh darah
pudendal interna, sehingga dapat menimbulkan perdarahan yang banyak. Selain itu
parut yang terjadi dapat menimbulkan rasa nyeri yang mengganggu penderita. 5

11
Dalam buku acuan asuhan persalinan normal dijabarkan mengenai menjahit laserasi
perineum atau episiotomi yang intinya hampir sama dengan yang telah dijabarkan diatas.
Dikarenakan buku acuan asuhan persalinan normal adalah standar baku yang digunakan di
Indonesia, tidak ada salahnya bila akan dijabarkan kembali pada paragraph-paragraph berikut ini.

12
Tujuan menjahit laserari atau episiotomi adalah untuk menyatukan kembali jaringan
tubuh (mendekatkan) dan mencegah kehilangan darah yang tidak perlu (memastikan
haemostasis). Ingat bahwa setiap kali jarum masuk kedalam jaringan tubuh, jaringan akan
terlukadan menjadi tempat yang potensial untuk timbulnya infeksi. Oleh sebab itu pada saat
menjahit laserasi atau episiotomi gunakan benang yang cukup panjang dan gunakan sesedikit
mungkin jahitan untuk mencapai tujuan pendekatan dan haemostasis.7

Keuntungan-keuntungan teknik penjahitan jelujur :

1. Mudah dipelajari ( hanya perlu belajar satu jenis penjahitan dan satu atau atau dua
jenis simpul )
2. Tidak terlalu nyeri karena lebih sedikit benang yang digunakan
3. Menggunakan lebih sedikit jahitan.

Mempersiapkan penjahitan

1. Bantu ibu mengambil posisi litotomi shingga bokongnya berada ditepi tempat tidur
atau meja. Topang kakinya dengan alat penopang atau minta anggota keluarga untuk
memegang kaki ibu sehingga ibu tetap berada dalam posisi litotomi.
2. Tempatkan handuk atau kain bersih dibawah bokong ibu.
3. Jika mungkin, tempatkan lampu sedemikian rupa sehingga perineum bias dilihat
dengan jelas.
4. Gunakan teknik aseptic pada memeriksa robekan atau episiotomi, memberikan
anestesi local dan menjahit luka.
5. Cuci tangan menggunakan sabun dan air bersih yang mengalir.
6. Pakai sarung tangan disinfeksi tingkat tinggi atau steril.
7. Dengan teknik aseptic, persiapkan peralatan dan bahan-bahan disinfektan tingkat
tinggi untuk penjahitan
8. Duduk dengan posisi santai dan nyaman sehingga luka bisa dengan mudah dilihat dan
penjahitan bisa dilakukan tanpa kesulitan.

13
9. Gunakan kain atau kassa disinfeksi tingkat tinggi atau bersih untuk menyeka vulva,
vagina dan perineum ibu dengan lembut, bersihkan darah atau bekuan darah yang ada
sambil menilai dalam dan luasnya luka.
10. Periksa vagina, serviks dan perineum secara lengkap. Pastikan bahwa laserasi/
sayatan perineum hanya merupakan derajat satu atau dua. Jika laserasinya dalam atau
episiotomi telah meluas, periksa lebih jauh untuk memeriksa bahwa tidak terjadi
robekan derajat tiga atau empat. Masukkan jari yang bersarung tangan ke dalam anus
dengan hati-hati dan angkat jari tersebut perlahan-lahan untuk mengidentifikasikan
sfingter ani. Raba tonus atau ketegangan sfingter. Jika sfingter terluka, ibu mengalami
laserasi derajat tiga atau empat dan harus dirujuk segera. Ibu juga dirujuk jika
mengalami laserasi serviks.
11. Ganti sarung tangan dengan sarung tangan disinfeksi tingkat tinggi atau steril yang
baru setelah melakukan rectum.
12. Berikan anestesi lokal.
13. Siapkan jarum dan benang. Gunakan benang kromik 2-0 atau 3-0. Benang kromik
bersifat lentur, kuat, tahan lama, dan paling sedikit menimbulkan reaksi jaringan.
14. Tempatkan jarum pada pemegang jarum dengan sudut 90 derajat, jepit dan jepit
jarum tersebut. 7

Memberikan Anestesi Lokal

Berikan anestesi kepada setiap ibu yang memerlukan penjahitan laserasi atau
episiotomi. Penjahitan sangat menyakitkan dan menggunakan anestesi lokal merupakan
asuhan sayang ibu. Jika ibu dilakukan episiotomi dengan anestesi lokal, lakukan
pengujian pada luka untuk mengetahui bahwa bahan anestesi masih bekerja. Sentuh luka
dengan jarum yang tajam atau cubit dengan forcep/cunam. Jika ibu merasa tidak nyaman,
ulangi pemberian anestesi lokal.

Gunakan tabung suntik steril sekali pakai dengan jarum ukuran 22 panjang 4 cm.
Jarum yang lebih panjang atau tabung suntik yang lebih besar bisa digunakan, tapi jarum
harus berukuran 22 atau lebih kecil tergantung pada tempat yang memerlukan anesthesia.

14
Obat standar untuk anesthesia lokal adalah 1% lidokain tanpa epinefrin (silokain). Jika
lidokain 1% tidak tersedia, gunakan lidokan 2% yang dilarutkan dengan air steril atau
normal salin dengan perbandingan 1:1.

1. Jelaskan pada ibu apa yang akan d\anda lakukan dan bvantu ibu merasa santai.
2. Hisap 10 ml larutan lidokain 1% kedalam alat suntik sekali pakai ukuran 10 ml
(tabung suntik yang lebih besar boleh digunakan jika diperlukan). Jika lidokain 1%
tidak tersedia, larutkan 1 bagian 2% dengan 1 bagian normal salin atau air steril yang
sudah disuling.
3. Tempelkan jarum ukuran 22 sepanjang 4 cm ke tabung suntik tersebut.
4. Tusukkan jarum ke ujung atau pojok laserasi atau sayatan lalu tarik jarum sepanjang
tepi luka (ke arah bawah ke arah mukosa dan kulit perineum).
5. Aspirasi (tarik pendorong tabung suntik) untuk memastikan bahwa jarum tidak
berada di dalam pembuluh darah. Jika darah masuk ke dalam tabung suntik, jangan
masukkan lidokain dan tarik jarum seluruhnya. Pindahkan posisi jarum dan
suntikkan kembali.

Alasan: ibu bisa mengalami kejang dan kematian bisa terjadi jika lidokain
disuntikkan ke dalam pembuluh darah

6. Suntikan anesthesia sejajar dengan permukaan luka pada saat jarum suntik ditarik
perlahan-lahan.
7. Tarik jarum hingga sampai ke bawah tempat dimana jarum tersebut disuntikkan.
8. Arahkan lagi jarum ke daerah di atas tengah luka dan ulangi langkah ke-4, dan sekali
lagi ulangi langkah ke-4 sehingga tiga garis di satu sisi luka mendapatkan anestesi
lokal. Ulangi proses proses ini di sisi lain dari luka tersebut. Setiap sisi luka akan
memerlukan kurang lebih 5 ml lidokain 1% untuk mendapatkan anestesi yang cukup.
9. Tunggu selama 2 menit dan biarkan anestesi tersebut bekerja dan kemudian uji
daerah yang dianastesi dengan cara dicubit dengan forcep atau disentuh dengan
jarum yang tajam. Jika ibu merakan jarum atau cubitan tersebut, tunggu 2 menit lagi
dan kemudian uji kembali sebelum menjahit luka. 7

15
Penjahitan Laserasi Pada Perineum

1. Cuci tangan dengan cara seksama dan gunakan sarung tangan disinfeksi tingkat
tinggi atau steril. Ganti sarung tangan jika sudah terkontaninasi atau tertusuk jarum
maupun peralatan tajam lainnya.
2. Pastikan bahwa perlatan dan bahan-bahan yang digunakan sudah steril.
3. Setelah memberikan anestesi lokal dan memastikan bahwa daerah tersebut sudah
dianatesi, telusuri dengan hati-hati menggunakan satu jari untuk secara jelas
menetukan batas-batas luka. Nilai kedalaman luka dan lapisan jaringan mana yang
terluka. Dekatkan tepi laserasi untuk menentukan bagaimana cara manjahitnya
menjadi satu dengan mudah.
4. Buat jahitan pertama kurang lebih 1 cm di atas ujung laserasi di bagian dalam vagina.
Setelah membuat tusukan pertama, buat ikatan dan potong pendek benang yang lebih
pendek dari ikatan.
5. Tutp mukosa vagina dengan jahitan jelujur, jahit ke bawah ke arah cincin hymen.
6. Tepat sebelum cincin hcicncin hymen, masukkan jarum ke dalam mukosa vagina lalu
ke bawah cincin hymen sampai jarum berada di bawah laserasi. Periksa bagian antara
jarum di perineum dan bagian atas laserasi. Perhatikan seberapa dekat jarum ke
puncak luka.
7. Teruskan ke arah bawah tapi tetap pada luka, menggunakan jahitan jelujur, hingga
mencapai bagian bawah laserasi. Pastikan bahwa jarak setiap jahitan sama dan otot
yang terluka telah dijahit. Jika laserasi meluas ke dalam otot, mungkin perlu
melakukan satu atau dua lapis jahitan terputus-putus untuk menghentikan perdarahan
dan atau mendekatkan jaringan tubuh secara efektif.
8. Setelah mencapai ujung laserasi, arahkan jarum ke atas dan teruskan penjahitan
menggunakan jahitan jelujur untuk menutup lapisan subkutikuler. Jahitan ini akan
menjadi jahitan lapis kedua. Perikas lubang bekas jarum tetap terbuka berukuran 0,5
cm atau kurang. Luka ini akan menutup dengan sendirinya pada saat penyembuhan
luka.

16
9. Tusukkan jarum dari robekan perineum ke dalam vagina. Jarum harus keluar dari
belakang cincin hymen.
10. Ikat benang dengan membuat simpul di dalam vagina. Potong ujung benang dan
sisakan sekitar 1,5 cm. Jika ujung benang dipotong terlalu pendek, simpul akan
longgar dan laserasi akan membuka.
11. Ulangi pemeriksaan vagina dengan lembut untuk memastikan bahwa tidak ada kasa
atau peralatan yang tertinggal di dalamnya.
12. Dengan lembut masukkan jari yang paling kecil ke anus. Raba apakah ada jahitan
pada rectum. Jika ada jahitan yang teraba, ulangi pemeriksaan rectum 6 minggu
pasca persalinan. Jika penyembuhan belum sempurna (misalkan jika ada fistula
rektovaginal atau ibu melaporkan incontinesia alvi atau feses), ibu segera dirujuk ke
fasilitas kesehatan rujukan.
13. Cuci daerah genital dengan lembut dengan sabun dan air disinfeksi tinggkat tinggi,
kemudian keringkan. Bantu ibu mencari posisi yang aman.
14. Nasehati ibu untuk:

a. Menjaga perineumnya selalu bersih dan kering.


b. Hindari penggunaan obat-obatan tradisional pada perineumnya.
c. Cuci perineumnya dengan sabun dan air bersih yang mengalir 3 sampai 4 kali
perhari.
d. Kembali dalam seminggu untuk memeriksa penyembuhan lukanya. Ibu harus
kembali lebih awal jika ia mengalami demam atau mengeluarkan cairan yang
berbau busuk dari daerah lukanya atau jika daerah tersebut menjadi lebih nyeri. 7

Ingat:

1. Tidak usah menjahit laserasi derajat satu yang tidak mengalami perdarahan dan mendekat
dengan baik.
2. Gunakan sesedikit mungkin jahitan untuk mendekatkan jaringan dan memastikan
hemostasis.
3. Selalu gunakan teknik aseptik.

17
4. Jika ibu mengeluh sakit pada saat penjahitan dilakukan, berikan lagi anestisia lokal untuk
memastikan kenyaman ibu, inilah yang disebut asuhan sayang ibu. 7

Penjahitan Episiotomi

Secara umum prosedur untuk menjahit episiotomi sama dengan menjahit laserasi
perineum. Jika episiotomi sudfah dilakukan, lakukan penilaian secara hati-hati untuk memastikan
lukannya tidak meluas. Sedapat mungkin, gunakan jahitan jelujur. Jika ada sayatan yang terlalu
dalam hingga mencapai lapisan otot, mungkin perlu dilakukan penjahitan secara terputus untuk
merapatkan jaringan.7

18
BAB III

IKHTISAR KASUS

A. IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny. SS

Umur : 29 tahun

Alamat : Lenteng Agung, Jagakarsa

Suku : Jawa

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Pendidikan : Tamat SLTA

Tanggal masuk: 12 Februari 2010

B. ANAMNESA

Dilakukan autoanamnesa tanggal 12 Februari 2010 pada pukul 23.00 WIB

C. KELUHAN UTAMA

Mules-mules sejak 1 hari SMRS.

D. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG

Pasien datang dengan rujukan bidan dengan keluhan mules-mules sejak 1 hari SMRS.
Keluar darah (+), ANC teratur di PKM. Nyeri kepala (-), mual (-), sesak (-), pandangan

19
kabur (-). G1 P0 hamil 39 minggu, HPHT tidak ingat. ANC rutin di bidan, USG 1x saat
usia 32 minggu dan keadaan baik. Pasien datang ke RS dalam keadaan mengamuk.

E. RIWAYAT HAID

Menarche 13 th, siklus 28 hari, lamanya 5-7 hari, 2x ganti pembalut/hari, Nyeri haid (-).

F. RIWAYAT PERNIKAHAN

Menikah 1x, usia pernikahan 11 tahun

G. RIWAYAT KEHAMILAN

Ini

H. RIWAYAT KONTRASEPSI : -
I. RIWAYAT PENYAKIT TERDAHULU :

DM(-),Asma (-),Hipertensi (-),Jantung (-)

J. RIWAYAT OPERASI :-
K. RIWAYAT PENGOBATAN TERDAHULU : -
L. RIWAYAT PENYAKIT DALAM KELUARGA :

DM(-),Asma (-),Hipertensi (-),Jantung (-)

M. PEMERIKSAAN FISIK

- Keadaan umum : Baik


- Kesadaran : Compos mentis
- Tanda-tanda vital :

TD : 130/80 mmHg ; FN : 80 x/menit ; RR:20x/menit ; suhu:afebris

TB : 153 cm ; BB : 62 kg

20
N. STATUS GENERALIS

Mata : Konjungtiva pucat -/-, SI -/-.

Jantung : S1S2 reguler, Murmur (-), Gallop (-)

Pulmo : Sn. Vesikuler, Ronchi -/-, Wheezing -/-.

Abdomen : Buncit sesuai kehamilan, striae (+)

Ekstremitas : Akral hangat, oedem -/-

O. STATUS GINEKOLOGIS

TFU : 33 cm

His : 1-2 x/10’/ 25”

DJJ : 145 dpm

Gerak janin :+

TBJ : 3550 gr

I : V/U tenang

Io : portio licin, ostium terbuka,fluor (-),fluxus (+).

VT : portio lunak, axial, t: 1 cm, ∅ 8 cm, ketuban (+), kepala H III

P. PELVIMETRI KLINIS

Tidak dilakukan

21
Q. USG

JPKTH

BPD : 8,76 cm

HC : 30,0 cm

AC : 31,1 cm

FL : 7,16 cm

TBJ : 2800 gr

ICA :9

Plasenta korpus kanan

Kesan : hamil aterm, JPKTH

R. CTG

Frekuensi dasar : 140 dpm

Variabilitas : 5-20

Accelerasi :+

Deselerasi :-

His :-

Gerak janin :+

22
Kesan : Reassuring

S. LABORATORIUM

HAEMATOLOGI URINALISA

Hb : 12,4 g/dl Urobilinogen : 0,2

Ht : 39% Protein urine :-

Leuko : 18.00/ul0 /ul Berat jenis : 1,010

Trombosit : 317 ribu/ul Bilirubin :-

Eritrosit : 4,43 juta Keton :-

Nitrit :-

VER/HER/KHER/RDW pH : 6,0

VER : 87,8 fl leuosit :-

HER : 28 pg darah/Hb :-

KHER : 31,9 g/dl Glukosa :-

RDW : 13,2% Warna :Yellow

Kejernihan :clear

GDS : 84 mg/dl

SGOT/SGPT : 18 U/I /18 U/I SEDIMEN URINE

23
Epitel :+ Lain-lain :-

Leukosit :1-2

Eritrosit :0-1

Silinder :-

Kristal :-

Bakteri :-

T. DIAGNOSIS

G1 hamil aterm, JPKTH, e.c susp oksiput posterior.

U. PENATALAKSANAAN

RD/ Obsv TNSP/ jam, kontraksi, djj/ jam

RTh/ Rencana awal partus per vaginam

Augmenta si dengan oxitosin 5 iu dalam RL 500ml

Antibiotik profilaksis ceftriaxone 1 x 2 gr

FOLLOW UP

13/02/10 jam 01.00

S : Mules-mules makin sering, gerak janin (+), nyeri perut (+), ibu kelelahan

O : TD : 110/80, FN : 88, RR : 20, S: 36,7

24
Stat. generalis : dbn

Stat. obst : His 2-3x/10’/25”, DJJ : 150 dpm

I : v/u tenang

VT : pembukaan lengkap, ketuban (-), kepala H III-IV

A : inersia PK II pada G1 hamil aterm, JPKTH e.c susp oksiput posterior

P : RD/ : Obsv TNSP, kontraksi, djj, tanda infeksi, kompresi tali pusat

RTh/ : percepat PK II dengan EF

Pukul 01.30

Dengan EF lahir spontan bayi perempuan 3100 gr, A/S 8/9, oksiput posterior.

Air ketuban keruh, jumlah cukup.

Tali pusat dijepit dan dipotong

Ibu disuntik oxytocin 10 IU im

Dilakukan PTT

Pukul 01.45

Lahir spontan plasenta,

Eksplorasi jalan lahir  rupture perineum grade IIIb.

25
Dilakukan penjahitan sfingter ani eksterna overlap

Dilakukan haemostasis dan perineorafi dengan chromic catgut 2.0

26
BAB IV

ANALISA KASUS

Pada kasus ini didapatkan rupture perineum grade IIIb. Dari ananmnesis pasien, di
dapatkan bahwa ini adalah kehamilannnya yang pertama ( primipara ). Pada seorang primipara
atau orang yang baru pertama kali melahirkan ketika terjadi peristiwa "kepala keluar pintu". Pada
saat ini seorang primipara biasanya tidak dapat tegangan yang kuat ini sehingga robek pada
pinggir depannya. Luka-luka biasanya ringan tetapi kadang-kadang terjadi juga luka yang luas
dan berbahaya. Sebagai akibat persalinan terutama pada seorang primipara, biasa timbul luka
pada vulva di sekitar introitus vagina yang biasanya tidak dalam akan tetapi kadang-kadang bisa
timbul perdarahan banyak.

Pada pasien ini tidak ditemukan adanya jaringan parut pada perineum dan adanya distosia
bahu pada janin selama proses persalinan sehingga penyebab rupture perineum dari sebab-sebab
ini dapat disingkirkan.

Sebab lain yang dapat menyebabkan rupture perineum pada kasus ini adalah kepala janin
terlalu cepat dilahirkan dan persalinan tidak dipimpin sebagai mestinya belum dapat disingkirkan.
Hal ini bisa saja terjadi karena ada langkah yang mungkin kurang dikuasai seperti pengendalian
kecepatan dan pengaturan diameter kepala saat melewati introitus terutama ketika diameter
kepala bayi 5-6 cm tengah membuka vulva. Selain itu ketika dipimpin meneran, ibu tidak
meneran sebagaimana yang diarahkan.

27
DAFTAR PUSTAKA

1. Saifudin, Abdul Bari. Ilmu Kebidanan Sarwono Prawiohardjo.edisi 4. Jakarta . PT


Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.2008
2. Wiknjosastro, Hanifa. Ilmu kandungan. Edisi 2. Jakarta.Yayasan Bina Sarwono
Prawirohardjo. 2005
3. Kamus kedokteran Dorlan. Jakarta . EGC. 1994
4. Snell, Richard S. Anatomi klinik untuk mahasiswa kedokteran. Edisi 6. Jakarta. EGC.
2000
5. Wiknjosastro , Hanifa. Ilmu Bedah Kebidanan. Edisi Pertama. Jakarta. Yayasan Bina
Sarwono Prawirohardjo.2007
6. Cunningham FG et al. William Obstetrics. 22nd . New York. McGraw-Hill.2005
7. DEPKES RI. Buku Acuan Asuhan Persalinan Normal. 2008

28

You might also like