Professional Documents
Culture Documents
08.KA.006
Manajemen Kinerja
fxuât{ cxÇztÇàtÜ
Catatan Kecil ini berawal dari 4 soal pertanyaan yang di ajukan oleh Dosen manajemen
Kinerja saya pa Ludi (Staf BAPEPAM) di STIA LAN Jakarta. Dengan perasaan awal kesal pada
nilai tugas 1 (75), soal ujian (take home) ini mulai dikerjakan. Mulai dengan beberapa lembar
halaman komputer.. tanggung.. pekerjaan diteruskan.. dan akhirnya selesailah sudah
jawaban UTS ini dengan 83 halaman. Pengalaman ini menunjukkan sulit sekali memberikan
jawaban yang cukup layak pada soal-soal ujian dengan 4 halaman folio, sehingga sifat ujian
take home tentu bisa di jadikan cukup alasan buat saya untuk memberikan jawaban yang
cukup layak (sejak itu pula saya membiasakan diri membuat makalah dengan halaman yang
cukup agar memperkecil kemungkinan perbedaan persepsi pada pembacadan saya. Dan
akhirnya kepuasan datang juga, bukan karena nilai matakuliah ini yang A, tapi bangga
karena saya belum tahu ada mahasiswa yang membuat jawaban UTS sebanyak ini,
berlebihan memang. Tapi biarlah, toh selama ini saya berpendapat “Berbeda membuat
seseorang lebih bernilai, sedangkan keberbedaan membuat efek negatif atau positif itu
persoalan lain. Karena saya yakin setiap tindakan mengandung resiko, walaupun
tindakan yang diambil adalah tidak mengambil tindakan!”
Catatan kecil ini belum diedit sama sekali, masih sesuai aslinya ketika di kumpulkan ke pa
Ludi. Oleh karena itu mohon maaf, belum sempat diperkaya dan dilengkapi dengan catatan
kaki yang cukup berikut keterangan sumber. Terus terang dalam setahun banyak yang lupa
dari mana data itu saya dapatkan. Insya Allah secepatnya saya lengkapi sebagai
penghormatan saya terhadap kekayaan intelektual. Pun begitu saya sangat berharap,
pengutipan jawaban UTS saya ini pun dengan rasa hormat. Terima kasih.
Darmawan Soegandar
2
Penulis
Darmawan Soegandar, lahir di Tasikmalaya, Jawa Barat tahun 1976.
Pendidikan dasar sampai sekolah menengah atas diselesaikan di kota
kelahirannya, dan memperoleh beberapa pengetahuan kesarjanaan
yang relatif beragam; Pendidikan Matematika di IKIP bandung(1994),
Teknik Tekstil di STT Tekstil(1998) dan Managment Telekomunikasi dan
Informatika di STMB Divlat PT. Telkom Bandung(2000). Sempat juga belajar
di Matematika Universitas Islam nusantara (UNU) yang kemudian menjadi tempatnya belajar
mengajar. Sementara karir pendidikan pascasarjananya di mulai di Sekolah Pascasarjana
Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung pada jurusan Pendidikan Matematika
Sekolah Menengah. Mendapatkan beasiswa Pascasarjana dari Departemen Agama untuk
menambah wawasan di bidang Manajemen Keuangan Negara pada Program Magister
administrasi bisnis, Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi – Lembaga Administrasi Negara, Jakarta.
Tiga tahun kedepan adalah langkah berat mendaki, tapi semoga Allah yang Maha Kuasa
membuatnya mudah dengan semudah mudahnya. Tiga tahun kedepan adalah perjalanan
akhir dari seluruh pencarian penulis belajar di bangku kuliah, bukan sekedar kebangggan
semu pada gelar Doktoral. Tetapi lebih dari itu, memuaskan dahaga penulis terhadap
pengetahuan. Semoga Allah memudahkan, amien.
3
DAFTAR ISI
Sebuah Pengantar (1)
Tentang Penulis (2)
Daftar Isi (3)
Soal Bag. 1
Apakah yang dimaksud dengan manajemen kinerja? (5)
Apakah manajemen kinerja dapat di terapkan pada sektor public? (27)
Permasalahan apa yang mungkin dihadapi serta bagaimana cara mengendalikannya? (30)
Soal Bag. 2
Mengapa dalam mekanisme manajemen kinerja, strategi organisasi merupakan unsur penting
dalam pencapaian tujuan? (34)
Bagaimana kita dapat memastikan bahwa strategi yang ada sudah tepat? (39)
Mitigasi permasalahan terkait dengan implementasi strategi organisasi dengan menggunakan
Balance Scorecard? (48)
Soal Bag. 3
Bagaimana proses manajemen kinerja secara umum dilakukan? (54)
Hal apa yang perlu di perhatikan Organisasi untuk dapat menerapkan manajemen kinerja yang
terintegrasi? (61)
Bagaimana proses integrasi manajemen kinerja pada organisasi yang telah memiliki mekanisme
manajemen kinerja secara parsial? (64)
Soal Bag. 4
Studi kasus; Permasalahan implementasi manajemen kinerja pada lingkungan Madrasah di
Departemen Agama (66)
Implementasi Manajemen kinerja di lingkungan Madrasah Dan Manajemen Kinerja Guru
4
BAGIAN SATU:
Kinerja pada dasarnya merupakan hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai seorang
pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Dalam hal
ini, pegawai bisa belajar seberapa besar kinerja mereka melalui sarana informasi seperti komentar
baik dari mitra kerja. Namun demikian penilaian kinerja yang mengacu kepada suatu sistem formal
dan terstruktur yang mengukur, menilai dan mempengaruhi sifat-sifat yang berkaitan dengan
pekerjaan perilaku dan hasil termasuk tingkat ketidakhadiran. Fokus penilaian kinerja adalah untuk
mengetahui seberapa produktif seorang karyawan dan apakah ia bisa berkinerja sama atau lebih
efektif di masa yang akan datang.
Begitu pentingnya masalah kinerja pegawai ini, sehingga tidak salah bila inti pengelolaan sumber
daya manusia adalah bagaimana mengelola kinerja SDM. Mengelola manusia dalam konteks
organisasi berarti mengelola manusia agar dapat menghasilkan kinerja yang optimal bagi organisasi.
Oleh karenanya kinerja pegawai ini perlu dikelola secara baik untuk mencapai tujuan organisasi,
sehingga menjadi suatu konsep manajemen kinerja (performance management).
Menurut definisinya, manajemen kinerja adalah suatu proses strategis dan terpadu yang menunjang
keberhasilan organisasi melalui pengembangan performansi SDM. Dalam manajemen kinerja
kemampuan SDM sebagai kontributor individu dan bagian dari kelompok dikembangkan melalui
proses bersama antara manajer dan individu yang lebih berdasarkan kesepakatan daripada instruksi.
Kesepakatan ini meliputi tujuan (objectives), persyaratan pengetahuan, keterampilan dan
kemampuan, serta pengembangan kinerja dan perencanaan pengembangan pribadi. Manajemen
kinerja bertujuan untuk dapat memperkuat budaya yang berorientasi pada kinerja melalui
pengembangan keterampilan, kemampuan dan potensi-potensi yang dimiliki oleh SDM. Sifatnya
6
yang interaktif ini akan meningkatkan motivasi dan memberdayakan SDM dan membentuk suatu
kerangka kerja dalam pengembangan kinerja. Manajemen kinerja juga dapat menggalang partisipasi
aktif setiap anggota organisasi untuk mencapai sasaran organisasi melalui penjabaran sasaran
individu maupun kelompok sekaligus mengembangkan protensinya agar dapat mencapai sasarannya
itu. Berdasarkan tugasnya ini, manajemen kinerja dapat dijadikan landasan bagi promosi, mutasi dan
evaluasi, sekaligus penentuan kompensasi dan penyusunan program pelatihan. Manajemen kinerja
juga dapat dijadikan umpan balik untuk pengembangan karier dan pengembangan pribadi SDM.
Keunggulan manajemen kinerja adalah penentuan sasaran yang jelas dan terarah. Di dalamnya
terdapat dukungan, bimbingan, dan umpan balik agar tercipta peluang terbaik untuk meraih sasaran
yang menyertai peningkatan komunikasi antara atasan dan bawahan. Hal ini karena pada dasarnya
manajemen kinerja merupakan proses komunikasi berkelanjutan antara atasan dan bawahan
dengan tujuan untuk memperjelas dan menyepakati hal-hal :
Manajemen kinerja sangat bermanfaat bagi pihak atasan, bawahan dan organisasi. Bagi atasan,
manajemen kinerja mempermudah penyelesaian pekerjaan bawahan sehingga atasan tidak perlu
lagi repot mengarahkan dalam kegiatan sehari-hari karena bawahan sudah tahu apa yang harus
dilakukan dan apa yang harus dicapai serta mengantisipasi kemungkinan hambatan yang muncul.
7
Bagi bawahan, manajemen kinerja membuka kesempatan diskusi dan dialog dengan atasan
berkaitan dengan kemajuan pekerjaannya. Adanya diskusi dan dialog memberikan umpan balik
untuk memperbaiki kinerja sekaligus meningkatkan keahliannya dalam menyelesaikan pekerjaan.
Selain itu manajemen kinerja juga memberdayakan bawahan karena ia tidak perlu sedikit-sedikit
“mohon petunjuk” kepada atasan karena telah diberikan arahan yang jelas sejak awal. Bagi
organisasi, manajemen kinerja memungkinkan keterkaitan antara tujuan organisasi dan tujuan
pekerjaan masing-masing bawahan. Selain itu, manajemen kinerja mampu untuk memberikan
argumentasi yang relatif kuat untuk setiap keputusan yang menyangkut SDM.
Dari beberapa pengertian di atas nampak bahwa manajemen kinerja merupakan suatu proses
yang dapat mendorong pada pengembangan kinerja baik kinerja individu, team, maupun
organisasi kearah yang lebih baik dan berkualitas, melalui komunikasi yang berkesinambungan
antara pimpinan dengan pegawai sejalan dengan apa yang diharapkan oleh organisasi.
Manajemen kinerja memfokuskan diri pada upaya untuk menjadikan kinerja sebagai pusat
perhatian dalam meningkatkan dan mengembangkan kinerja individu dan tim agar dapat memberi
kontribusi yang makin meningkat bagi organisasi sesuai dengan tujuan organisasi.
Dengan demikian manajemen kinerja dalam suatu organisasi menempati posisi penting dalam
meningkatkan kinerja organisasi yang akan sangat menentukan bagi keberlangsungan organisasi
dalam menjawab dan mengantisipasi perubahan yang terjadi akibat globalisasi dengan tingkat
persaingan yang makin tinggi. Darryl D. Enos (2000:4-6) mengemukakan beberapa faktor kuat yang
mendorong pada makin pentingnya manajemen kinerja yaitu :
· Competition
· An increase in customer knowledge and demand
· Rapid technology changes
· Human resources needs and desires
· The human being have a powerful need to be competent
· Incredible and growing knowledge availability
Dengan kondisi yang demikian, maka upaya untuk terus mengembangkan kinerja ke arah yang
lebih sesuai dengan tujuan organisasi serta tuntutan perubahan menjadi suatu hal yang sangat
strategis dalam suatu organisasi, apalagi bila mengingat bahwa perubahan yang terjadi di
masyarakat sangat cepat dan memerlukan respon yang adaptif dan proaktif, oleh karena itu
manajemen kinerja dapat menjadi cara yang tepat dan menentukan bagi upaya untuk
meningkatkan kemampuan dan kinerja organisasi dari mulai tingkatan strategis organisasi sampai
dengan tingkatan individu dalam menghadapi semua tuntutan akibat perubahan yang terjadi.
10
Manajemen kinerja menduduki peran penting baik dilihat dari segi individu maupun organisasi
dalam kegiatan suatu organisasi, hal ini karena pada dasarnya Manajemen Kinerja dapat
membantu upaya organisasi dalam rangka mengembangkan dan meningkatkan kinerja agar sesuai
dengan apa yang diharapkan oleh organisasi, Performance Management is a process which is
designed to improve organizational, team and individual performance and which is owned and
driven by line managers (Armstrong, 1995:13). Menurut Bacal (2001:4) manajemen kinerja
meliputi upaya membangun harapan yang jelas serta pemahaman tentang :
• fungsi kerja esensial yang diharapkan dari para karyawan
• seberapa besar kontribusi pekerjaan karyawan bagi pencapaian tujuan organisasi
• apa arti konkritnya “melakukan pekerjaan dengan baik”
• bagaimana karyawan dan penyelia bekerja sama untuk mempertahankan,
memperbaiki, maupun mengembangkan kinerja karyawan yang sudah ada sekarang
• bagaimana prestasi kerja diukur
• mengenali bagaimana hambatan kinerja dan bagaimana menyingkirkannya
manajemen kinerja menduduki posisi strategis dalam suatu organisasi, upaya untuk terus
meningkatkan kemampuan dan kinerja organisasi dalam menghadapi tuntutan dan tantangan
yang datang baik dari dalam maupun dari luar akan sangat ditentukan oleh bagaimana organisasi
11
Selain menciptakan keterkaitan antara tataran organisasi dan individu, serta penentuan target
kinerja, langkah lainnya yang sama penting dalam konteks manajemen kinerja adalah menentukan
:
• when and how the individual receives feedback and coaching about progress he or she
is making against these targets
• how these targets are reiviewed
• what assistance he or she needs to meet these targets, and
• what specific training and development he or she needs, both ini the short and in the
longer term (Ainsworth, et al, 2002:30)
Manajemen kinerja akan dapat membantu organisasi dalam mengintegrasikan tujuan organisasi,
team dan individu serta guna mencapai suatu perubahan budaya dan prilaku dalam kinerja melalui
upaya pemberdayaan dan pengembangan personal pegawai sehingga dapat dicapai suatu tingkat
kinerja organisasi yang tinggi secara keseluruhan, sementara itu Carnegie Human Resources
Management (2007:3) menyatakan sebagai berikut
Performance management is a continuous process of supervisors and employees working
together to:
• Set performance expectations linked to organizational objectives;
• Establish criteria against which individual and unit performance can be measured;
• Identify areas for competency improvement;
• Provide performance feedback;
12
Proses kerjasama yang terus menerus antara pimpinan/supervisor dan pekerja menjadi hal utama
dalam manajemen kinerja dalam menentukan harapan kinerja yang terkait dengan tujuan
organisasi, menentukan kriteria dan pengukuran kinerja individu, menentukan upaya perbaikan,
menyediakan umpan balik serta peningkatan/pengembangan kinerja yang berkesinambungan.
Armstrong (1995:25), secara lebih rinci mengemukakan tujuan dari manajemen kinerja mencakup
hal-hal berikut:
• Achieve sustainable improvements in organizational performance
• act as a lever for change in developing a more performance orientated culture
• increase the motivation ond commitment of employees
• enable individuals to develop their abilities
• develop constructive and open relationships between individuals and their managers
• provide a framework for the agreement of objectives as expressed in targets and
standards of performance
• focus attention on the attributes and competences required to perform effectively and
what should be done to develop them
• provide for accurate and objective measurement and assessment of performance
• to enable individual with their managers to agree improvement plans and methods of
implementing them
• provide opportunity for individuals to express their aspiration and concerns about
their work
• provide a basis for rewarding people
• demonstrate to everyone that organization values them as individuals
13
• assist in empowering people – giving people more scope to take responsibility for the
exercise control over their work
• help to retain high quality people
• support total quality management initiatives
• Performance Planning
• Corrective and adaptive action
• Regular review and discussion of performance
• Evaluate performance
• Formal performance review discussion (include self-assesment annually
• Identify performance improvement and development needs and agreed on improvement
and development plan annually
• Action taken to achieve individual goals and targets
• Action taken to implement performance improvement and development plan
• Establish, agree to and commit to performance objectives, goals and targets annually
• Mutually review progress against objectives on an agreed regular basis quarterly
Perencanaan kinerja merupakan tahapan awal yang dilakukan dalam Manajemen kinerja. Dalam
tahapan ini tujuan dan target kinerja ditentukan melalui komunikasi yang efektif antara pimpinan
dengan pegawai/karyawan. Dalam perencanaan kinerja dirancang kegiatan yang harus dilakukan
untuk mencapai tujuan organisasi, dan untuk melakukan hal tersebut, menurut Wibowo (2007:35)
diperlukan penyediaan sumber daya yang diperlukan serta waktu untuk melakukannya.
Setelah rencana kinerja tersusun dan disepakati bersama oleh pimpinan dengan pegawai, tahapan
berikutnya yang perlu dilakukan dalam manajemen kinerja adalah riview kinerja serta
mendiskusikannya. Riview kinerja ini dimaksudkan untuk melihat apakah kinerja yang dilakukan
pegawai telah sesuai dengan tujuan dan target yang telah ditetapkan. Tahapan ini dilakukan
dengan cara pimpinan dan pegawai mendiskusikannya dengan mengacu pada rencana kinerja, dan
15
bila ditemukan berbagai masalah maka upaya pemecahannya dilakukan secara bersama, sehingga
perbaikan yang diperlukan didasarkan pada hasil pemikiran bersama antara pimpinan dengan
pegawai. Riview dan diskusi kinerja sangat penting dalam rangka mengidentifikasi hambatan yang
dihadapi oleh pegawai dalam mencapai tujuan dan rencana kinerja, mengidentifikasi bantuan apa
yang diperlukan untuk mencapai tujuan dan rencana kinerja serta mengkaji apakah tujuan kinerja
yang ditetapkan masih relevan atau perlu dilakukan penyesuaian (Ainsworth, et.al, 2002:33).
Penyesuaian dalam manajemen kinerja merupakan hal penting sebagai upaya untuk terus
menerus memperbaiki kualitas kinerja, apalagi jika mengingat pada perubahan lingkungan
organisasi yang amat cepat berubah baik dalam lingkungan internal maupun eksternal, sehingga
adaptasi terhadapnya jelas memerlukan penyesuaian yang cepat dan tepat, agar organisasi dan
kinerja pegawai dapat selalu memenuhi tuntutan yang berubah tersebut
Evaluasi kinerja merupakan tahapan penting lainnya dalam manajemen kinerja. Evaluasi kinerja
dapat dilakukan oleh pegawai itu sendiri (self-assessment) maupun oleh pimpinan. Pimpinan perlu
menggali data dan informasi yang akurat berkaitan dengan kinerja pegawai, dan tahapan riview
dapat memberi gambaran akan kondisi kinerja pegawai, sehingga dapat menjadi salah satu
sumber informasi bagi penilaian kinerja.
Namun demikian penyesuaian itu tidak menjadi akhir dari manajemen kinerja, sebab diperlukan
langkah berikutnya yakni evaluasi terhadap kinerja yang telah disesuaikan. Oleh karena itu
tahapan berikutnya adalah tindakan koreksi dan penyesuaian kembali, dalam tahapan ini tindakan
untuk memperbaiki kinerja dengan acuan rencana menjadi hal penting, namun demikian upaya
untuk melakukan penyesuaian kembali juga perlu dilakukan, dan hal ini akan berkaitan dengan
upaya lanjutan dalam mengembangkan dan meningkatkan kinerja pegawai. Upaya ini perlu
dituangkan dalam suatu rencana pengembangan (development plan) kinerja sesuai dengan hasil
evaluasi dan tuntutan akan peran organisasi yang terus meningkan dalam era perubahan dewasa
ini.
16
Sementara itu Lansbury dalam Stone (1991:91) mengemukakan proses manajemen kinerja sebagai
berkut :
Organizational Planning
Individual Planning
dari bagan tersebut nampak bahwa pada prinsipnya proses manajemen kinerjas selalu dimulai
dengan tahapan perencanaan kinerja sebagai dasar untuk melihat, meriview dan mengevaluasi
kinerja dan kemudian upaya-upaya penyesuaian, pengembangan dan perbaikan dilakukan guna
mencapai tujuan dan target kinerja sesuai dengan perencanaan kinerja yang telah ditetapkan
serta tuntutan perubahan yang terjadi baik dalam internal organisasi maupun dari lingkungan
eksternal.
Dalam implementasi Manajemen kinerja, sinkronisasi antara tujuan dan target kinerja individu dan
organisasi menjadi prasyarat penting yang akan menentukan pada efektivitas manajemen kinerja,
17
apabila terjadi ketidak sinkronan, maka riview dan evaluasi kinerja akan sulit dilakukan. Bila hal ini
tidak dapat dilakukan maka upaya perbaikan, pengembangan kinerja pegawai tidak dapat dilakukan,
sehingga tujuan dari manajemen kinerja tidak akan tercapai. Oleh karena itu komunikasi antara
pimpinan dan pegawai harus dilakukan secara berkesinambungan untuk dapat secara dini
mendeteksi berbagai kemungkinan hambatan kinerja individu yang juga akan berdampak pada
kinerja organisasi, sehingga tujuan organisasi tidak dapat dicapai
d. Penilaian Kinerja
Kinerja baik secara individu maupun organisasi mempunyai peran yang besar dalam
keberlangsungan organisasi menjalankan peran dan tugasnya di masyarakat, setiap organisasi perlu
memperhatikan bagaimana upaya untuk terus meningkatkan kinerja karyawannya agar dapat
memberi kontribusi optimal bagi meningkatnya kinerja organisasi. Dengan demikian perhatian pada
kinerja harus menjadi fokus dan semangat organisasi sebagaimana dikemukakan oleh Peter F
Drucker yang dikutif oleh V.P. Michael (1989:30) “The focus of the organization must be on
performance. The first requirement of the spirit of organization is high performance standard, for the
group as well as for each individual”
Untuk itu organisasi perlu memahami bagaimana kondisi kinerja pegawai untuk dapat melakukan
pengelolaan dan pengembangan bagi kepentingan organisasi, untuk itu diperlukan suatu penilaian
kinerja dalam rangka tersebut. Penilaian Kinerja merupakan tahapan penting dalam manajemen
kinerja sustu organisasi, dalam tahapan ini dapat diperoleh informasi yang dapat dijadikan dasar bagi
kebijakan yang berkaitan dengan pengembangan Sumberdaya Manusia, baik itu kebijakan
penggajian, promosi, demosi dan sebagainya. Penilaian kinerja merupakan suatu kegiatan guna
menilai prilaku pegawai dalam pekerjaannya baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Berikut ini
akan dikemukakan beberapa pengertian penilaian kinerja yang dikemukakan para pakar :
18
Dari beberapa pengertian di atas, nampak bahwa penilaian kinerja pada dasarnya merupakan
langkah yang diperlukan untuk mengetahuai kondisi kinerja pegawai. Pengetahuan ini akan sangat
membantu dalam mengelola dan memanfaatkan pegawai dan mengembangkannya untuk
pencapaian tujuan organisasi. Dengan penilaian kinerja dapat diketahui bagaimana prestasi kerja
pegawai, kinerja yang terjadi, serta potensi-potensi yang mungkin dapat dikembangkan bagi
kepentingan organisasi.
19
Dengan demikian, penilaian Kinerja atau penilaian prestasi kerja merupakan langkah penting dalam
melihat suatu kondisi organisasi serta orang-orang yang berada di dalamnya, sehingga dapat
diperoleh informasi penting bagi pengembangan organisasi baik secara individual maupun
kelembagaan. Secara umum perlunya penilaian kinerja menurut Gary Dessler (1998:2) adalah untuk
memberikan informasi tentang dapat dilakukannya promosi dan penetapan gaji dan memberi
peluang untuk meninjau prilaku yang berhubungan dengan kinerja bawahan/pegawai. Adapun
tujuan dari penilaian kinerja Castetter (1996:277) menyatakan sebagai berikut :
“most of the purpose of evaluation can be grouped into the five following categories:
(a) determine personnel employment status
(b) implement personnel action
(c) improve individual performance
(d) achieve organizational goals, and
(e) translate the authority system into control that regulate performance
Mengetahui kondisi yang ada dari kinerja pegawai serta bagaimana meningkatkan kinerja mereka
merupakan hal penting dalam upaya meningkatkan kemampuan organisasi mencapai tujuan yang
telah ditetapkan, dengan adanya penilaian kinerja, manajemen organisasi dapat mengelola Sumber
Daya manusia secara efektif dan efisien, serta dapat ditentukan pengembangan SDM yang bagaimna
yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kualitas kinerja pegawai.
Sementara itu menurut Ahmad S Ruky (2001:20-21) penilaian prestasi kerja mempunyai tujuan :
1. Meningkatkan prestasi kerja karyawan baik secara individu maupun sebagai
kelompok.
2. Mendorong kinerja Sumber Daya Manusia secara keseluruhan yang direfleksikan
dalam kenaikan produktivitas.
3. Merangsang minat dalam pengembangan pribadi dengan tujuan meningkatkan hasil
kerja dan prestasi kerja.
4. Membantu perusahaan untuk dapat menyusun program pengembangan dan
pelatihan karyawan yang lebih tepat guna.
20
dengan demikian penilaian kinerja dalam setiap organisasi mutlak diperlukan, karena akan
mendorong peningkatan kualitas organisasi serta unsur-unsur di dalam organisasi yang
bersangkutan. Evaluasi atau penilaian Kinerja dapat menjadi landasan penting bagi upaya
meningkatkan produktivitas suatu organisasi serta dapat menjadi umpan balik atas kinerja untuk
melihat hubungannya dengan tujuan dan sasaran sebagaimana dikemukakan oleh para akhli dari
LAN bahwa
“evaluasi kinerja merupakan suatu proses umpan balik atas kinerja di masa lalu yang
berguna untuk meningkatkan produktivitas di masa mendatang. Sebagai suatu proses yang
berkelanjutan, evaluasi kinerja menyediakan informasi mengenai kinerja dalam
hubungannya terhadap tujuan dan sasaran (2001:6)”
dengan memahami uraian di atas nampak bahwa masalah kinerja merupakan hal yang sangat
penting untuk mendapat perhatian sungguh-sungguh dalam setiap organisasi. Untuk itu posisi
penilaian kinerja menjadi sangat penting sebagai upaya untuk memahami kondisi kinerja aktual
dalam perbandingannya dengan kinerja seharusnya yang diharapkan oleh suatu organisasi, dan
21
untuk melaksanakan penilaian kinerja dengan baik diperlukan persyaratan tertentu dimana Cascio
(dalam Glueck, 1982:393) mengemukakan delapan persyaratan agar evaluasi kinerja dapat berhasil
dengan baik yaitu :
1. Appraisal should be based on analysis of job requirements and performance
standards
2. Performance standards must be behaviourally based
3. They must be understood by employees
4. Each performance dimension should contain only homogeneous activities so as to
minimize overlap among dimension
5. Abstract trait names should be avoided
6. scale anchors should be brief and logically consistent
7. The system must be validated
8. A mechanism for employee appeal must be provided
Suatu hal yang sangat penting dalam penilaian kinerja adalah obyektivitas, artinya penilaian tidak
boleh didasarkan pada suka tidak suka melainkan harus mengacu pada suatu yang obyektif dan
baku, untuk itu diperlukan penentuan standar atau ukuran-ukuran kinerja yang dapat digunakan
untuk melakukan evaluasi terhadap kinerja.
Dalam mewujudkan kinerja yang baik diperlukan evaluasi, baik evaluasi proses ataupun evaluasi
hasil akhir, dan agar penilaian kinerja itu dapat mencapai tujuannya, maka dalam pencapaian
tersebut diperlukan pedoman-pedoman yang merupakan dasar bagi penilaian agar diperoleh tingkat
obyektifitas yang baik. Dengan demikian untuk mengetahui kualitas kinerja seorang pegawai atau
karyawan diperlukan suatu performance appraisal atau penilaian kinerja, dan hal ini dapat dilakukan
bila ada standar kinerja sebagai dasar agar dapat diketahui perbandingan antara kinerja aktual
dengan kinerja yang ideal (seharusnya). Standar kinerja dimaksudkan untuk menjaga agar penilaian
kinerja yang dulakukan dapat bersifat objektif.
22
Lebih jauh agar obyektivitas dalam penilaian kinerja dapat tercipta, maka perlu dihindari beberapa
kesukaran dalam pelaksanaannya yaitu :
1. kekurangan standar
2. standar yang tidak relevan atau subyektif
3. standar yang tidak realistis
4. ukuran yang jelek atas kinerja
5. kesalahan menilai
6. umpan balik yang jelek terhadap karyawan
7. komunikasi yang negatif
8. kegagalan untuk menerapkan data evaluasi (Gary Dessler. 1998:4)
apabila masalah-masalah seperti tersebut di atas dapat dihindari, maka pelaksanaan penilaian
kinerja dapat dipertanggung jawabkan dalam segi keobyektifannya, serta tujuan dilaksanakannya
penilaian kinerja dapat tercapai secara optimal sehingga dapat diperoleh manfaat yang besar bagi
peningkatan kinerja dan produktivitas organisasi.
E. Pengembangan Kinerja
Sebagaimana dikemukakan terdahulu, bahwa manajemen kinerja merupakan suatu upaya untuk
mencapai peningktan yang terus menerus dalam kinerja baik kinerja individu pegawai maupun
kinerja organisasi, maka upaya untuk mengembangkan dan meningkatkan kinerja menjadi hal yang
amat menentukan dalam pencapaian tujuan organisasi. Proses manajemen kinerja pada akhirnya
harus dapat membantu organisasi dalam mengidentifikasi kesenjangan kinerja antara kinerja aktual
dengan kinerja yang diharapkan sesuai rencana dan target kinerja yang telah ditentukan. Disamping
itu, meningkatnya tuntutan masyarakat akan peran organisasi serta perubahan dalam kehidupan
sosial, ekonomi dan budaya masyarakat sebagai dampak dari globalisasi dewasa ini, jelas
memerlukan respon organisasi untuk secara terus menerus melakukan peninjauan akan rencana dan
target kinerjanya, agar respons organisasi terhadap semua itu akan tepat dan efektif, sehingga peran
organisasi akan tetap dirasakan secara lebih baik dan meningkat oleh masyarakat.
23
Dengan demikian, maka diperlukan upaya organisasi untuk terus menerus mengembangkan kinerja
pegawai agar dapat mengantisipasi berbagai perubahan yang terjadi di masyarakat. Pengembangan
kinerja pegawai ini harus merupakan suatu keterkaitan dengan tujuan dan strategi organisasi. Oleh
karena itu pengembangan dan peningkatan kinerja pegawai perlu dilakukan dalam bingkai organisasi
yang dapat mengkondisikan dan mendorong terjadinya proses pengembangan dan peningkatan
kinerja individu pegawai. Pengembangan kinerja individu pegawai harus merupakan penjabaran dari
rencana strategi organisasi agar arah dan tujuan serta target kinerja yang ingin dicapai dan
dikembangkan menjadi bagian yang terintegrasi dengan tujuan organisasi.
Pengembangan Kinerja Sumber daya Manusia dalam organisasi merupakan suatu proses yang
berkelanjutan, Zwell (2000:287) berpendapat bahwa siklus proses pengembangan kinerja terdiri dari
tiga tahapan yaitu tahap perencanaan kinerja, tahap eksekusi yang mencakup monitoring
perkembangan, coaching, supervisi dan penyesuaian rencana, dan tahap penilaian atas hasil kerja,
sementara itu menurut Rampersad (2003:144) Pengembangan merupakan suatu siklus yang terdiri
dari Result Planning, Coaching, Appraisal, dan Job-oriented Competence Development
Perencanan hasil berkaitan dengan kriteria persetujuan hasil berdasarkan tujuan kinerja dan
pemilihan kompetensi yang mendukung pada kinerja tersbut. Coaching adalah kerjasama antara
pimpinan dan pegawai untu mendiskusikan kemajuan pegawai, melakukan bimbingan individual,
pengujian dan penyesuaian persetujuan, serta pemberian umpan balik. Penilaian dimaksudkan
untuk melihat apakan seluruh kesepakatan terpenuhi. Pengembangan kompetensi yang berorientasi
pekerjaan adalah tahapan dimana pengembangan kompetensi pegawai dilakuakkan melalui
berbagai kegiatan seperti kursus-kursus atau pelatihan dalam pekerjaan atau kegiatan lain yang
merupakan program pengembangan pegawai.
Dengan melihat pada pentingnya pengembangan pegawai bagi peningkatan kinerja organisasi secara
keseluruhan, maka upaya untuk mengembangkan kinerja pegawai secara individual perlu menjadi
bagian dari strategi organisasi, oleh karena itu aplikasi dari manajemen kinerja dalam organisasi
24
Dengan demikian maka pengembangan organisasi menjadi organisasi pembelajar dapat mendorong
pada pengembangan kinerja baik secara individu maupun organisasi. Organisasi pembelajar adalah
organisasi yang seluruh anggotanya mempunyai orientasi pada pembelajaran sehingga
pembelajaran terjadi dari mulai tingkatan individu sampai ke tingkatan organisasi. Dengan
terwujudnya organisasi pembelajar, maka upaya pengembangan dan perbaikan kinerja individu
pegawai akan menjadi bagian dari sikap dan prilaku pegawai dalam menjalankan tugasnya, karena
semua anggota organisasi menjadikan belajar sebagai bagian tak terpisahkan dari pelaksanaan peran
dan tugas yang menjadi tanggung jawabnya dalam organisasi.
Terwujudnya organisasi pembelajar pada dasarnya merupakan kondisi yang menjadi prasarat bagi
pengembangan dan peningkatan kinerja individu pegawai, sebab peran individu itu sendiri di
dalamnya akan juga menentukan pada keberhasilannya. Menurut Enos (2000:131) peran individu
pegawai dalam pengembangan kinerjanya amat penting untuk diperhatikan, sebab setiap program
peningkatan kinerja hendaknya mendorong upaya untuk mengembangkan individu, sehingga
individu akan menyadari tentang perlunya pengembangan kinerjanya dan tentang apa dan
bagaimana mengembangkan dan meningkatkannya. Disamping itu perhatian pada individu pegawai
juga perlu agar dapat menghubungkan antara tujuan individu pegawai dengan tujuan organisasi,
25
dengan keterhubungan ini, individu pegawai akan makin terdorong untuk mengembangkan dan
meningkatkan kinerjanya.
Pengembangan kinerja individu yang efektif memerlukan sistem manajemen kinerja yang yang
tepat, secara umum, Enos (2000:136) mengemukakan Garis-garis besar sistem manajemen kinerja
yang dirancang dengan baik (well-designed performance management system) yang meliputi : 1)
pernyataan yang jelas akan tujuan organisasi/tim yang memungkinkan kinerja individu terarah pada
tujuan serta sebagai dasar evaluasi kinerja; 2) identifikasi yang jelas akan kompetensi utama yang
diperlukan oleh pekerjaan; 3) manajemen kinerja hendaknya menggunakan metode kolaborasi
dalam mengembangkan kinerja individu serta menentukan indikator kinerja kunci; 4) melakukan
feedback atau umpan balik secara teratur atas kinerja, dan 5) organisasi hendaknya menyediakan
kesempatan pelatihan dan pengembangan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan
pegawai yang dapat mendukung pada tercapainya kinerja tingkat tinggi (high-level performance)
Upaya untuk mengembangkan dan meningkatkan kinerja pegawai pada dasarnya merupakan suatu
kebutuhan organisasi yang tidak pernah berakhir, ini disebabkan pengembangan dan peningkatan
kinerja tidak hanya dilakukan jika terjadi kesenjangan antara kinerja aktual dengan kinerja yang
diharapkan, tapi juga pengembangan dan peningkatan tersebut harus tetap dilakukan meskipun
tidak terjadi kesenjangan, sebab perubahan lingkungan eksternal organisasi yang sangat cepat
dewasa ini akan mendorong pada meningkatnya tuntutan yang lebih tinggi pada organisasi.
Oleh karena itu, diperlukan Strategi pengembangan dan peningkatan kinerja pegawai yang
berkesinambungan, Pendidikan dan Pelatihan nampaknya perlu mendapat perhatian dalam
mengembangkan dan meningkatkan kinerja, namun hal yang akan menentukan pelaksanaan
pendidikan dan pelatihan adalah bagaimana organisasi melihat dan memperlakukan kegiatan
pembelajaran dalam organisasi, oleh karena itu strategi pengembangan organisasi ke arah
organisasi pembelajar (Learning Organization) menjadi amat penting agar pengembangan dan
peningkatan kinerja pegawai menjadi suatu bagian yang tak terpisahkan dari organisasi. Kondisi
26
organisasi yang demikian akan dapat memberikan dorongan untuk terjadinya proses pengembangan
kinerja pegawai yang efektif, karena kondisi tersebut merupakan salah satu fondasi bagi
pengembangan kinerja (Zwell, 2000:287; Ivancevich, 2007:401).
27
Untuk dapat menerapkan manajemen kinerja dalam suatu organisasi, diperlukan adanya prasyarat
dasar yang harus dipenuhi dalam suatu organisasi, yaitu :
1. Adanya suatu indikator kinerja (key performance indicator) yang terukur secara kuantitatif
dan jelas batas waktunya. Ukuran ini harus dapat menjawab berbagai permasalahan yang
dihadapi oleh organisasi tersebut. Jika perusahaan yang berorientasi pada profit, maka
ukurannya adalah ukuran finansial seperti omset penjualan, laba bersih, pertumbuhan
penjualan dan lain-lain. Sedangkan pada organisasi nirlaba seperti organisasi pemerintahan
maka ukuran kinerjanya adalah berbagai bentuk pelayanan kepada masyarakat. Semua
harus terukur secara kuantitatif dan dapat dimengerti oleh berbagai pihak yang terkait,
sehingga bila nanti dievaluasi dapat diketahui apakah kinerja sudah dapat mencapai target
atau belum. Michael Porter, profesor dari Harvard Business of School menyatakan bahwa
kita tidak bisa memanajemeni sesuatu yang tidak dapat kita ukur. Organisasi yang tidak
memiliki indikator kinerja bisaanya tidak bisa diharapkan untuk mampu mencapai kinerja
yang memuaskan pihak yang berkepentingan (stakeholders).
2. Semua ukuran kinerja tersebut bisaanya dituangkan dalam suatu bentuk kesepakatan antara
atasan dan bawahan yang sering disebut sebagai suatu kontrak kinerja (performance
contract). Dengan adanya kontrak kinerja, maka atasan bisa menilai apakah si bawahan
sudah mencapai kinerja yang diinginkan atau belum. Kontrak kinerja ini berisikan suatu
kesepakatan antara atasan dan bawahan mengenai indikator kinerja yang ingin dicapai, baik
mengenai sasaran pencapaiannya maupun jangka waktu pencapaiannya. Ada dua hal yang
perlu dicantumkan dalam kontrak kinerja yaitu sasaran akhir yang ingin dicapai (lag) serta
program kerja untuk mencapainya (lead). Keduanya perlu dicantumkan supaya pada saat
evaluasi nanti berbagai pihak bersikap secara fair, dan tidak melihat hasil akhir semata,
namun juga proses kerjanya. Bisa saja seorang bawahan belum mencapai semua hasil kerja
yang ditargetkan, tetapi dia sudah melaksanakan semua program kerja yang sudah
digariskan. Tentu saja atasan tetap harus memberikan reward untuk dedikasinya, walaupun
28
sasaran akhir belum tercapai. Hal ini juga bisa menjadi dasar untuk perbaikan di masa
mendatang (continuous improvement).
3. Terdapat suatu proses siklus manajemen kinerja yang baku dan dipatuhi untuk dikerjakan
bersama, yaitu :
- Perencanaan kinerja, berupa penetapan indikator kinerja lengkap dengan berbagai strategi
dan program kerja yang diperlukan untuk mencapai kinerja yang diinginkan.
- Pelaksanaan, di mana organisasi bergerak sesuai dengan rencana yang telah dibuat, jika
ada perubahan akibat adanya perkembangan baru maka lakukan perubahan tersebut.
- Evaluasi kinerja, yaitu menganalisis apakah realisasi kinerja sesuai dengan rencana yang
sudah ditetapkan sebelumnya. Semuanya ini harus serba kuantitatif.
4. Adanya suatu sistem reward and punishment yang bersifat konstruktif dan konsisten
dijalankan. Konsep reward ini tidak selalu harus bersifat finansial, tetapi bisa juga berupa
bentuk lain seperti promosi, kesempatan pendidikan dan lain-lain. Reward and punishment
diberikan setelah melihat hasil realisasi kinerja, apakah sesuai dengan indikator kinerja yang
telah direncanakan atau belum. Tentu saja harus ada suatu performance appraisal atau
penilaian kinerja lebih dahulu sebelum reward and punishment. Penerapan punishment ini
harus hati-hati, karena dalam banyak hal pembinaan jauh lebih bermanfaat.
5. Terdapat suatu mekanisme performance appraisal atau penilaian kinerja yang relatif
obyektif yaitu dengan melibatkan berbagai pihak. Konsep yang sangat terkenal adalah
penilaian 360 derajat, di mana penilaian kinerja dilakukan oleh atasan, bawahan, rekan
sekerja, dan pengguna jasa, karena pada prinsipnya manusia itu berpikir secara subyektif,
namun dengan berpikir bersama mampu untuk mengubah sikap subyektif itu menjadi
mendekati obyektif, atau berpikir bersama jauh lebih obyektif daripada berpikir sendiri-
sendiri. Ini adalah semangat dalam konsep penilaian 360 derajat.
6. Terdapat suatu gaya kepemimpinan (leadership style) yang mengarah kepada pembentukan
organisasi berkinerja tinggi. Inti dari kepemimpinan seperti ini adalah adanya suatu proses
coaching, counseling, dan empowerment kepada para bawahan atau sumber daya manusia
di dalam manusia. Suatu aspek lain yang sangat penting dalam gaya kepemimpinan adalah
29
sikap followership atau menjadi pengikut. Bagaimana jadinya bila semua orang menjadi
komandan dalam organisasi? Bukan kinerja tinggi yang tercapai, namun kekacauan yang ada.
Pada dasarnya seseorang itu harus memiliki jiwa kepemimpinan, tetapi dalam situasi yang
lain dia juga harus memahami bahwa dia merupakan bagian dari sebuah sistem organisasi
yang lebih besar yang harus diikuti.
7. Menerapkan konsep manajemen SDM berbasis kompetensi. Umumnya organisasi yang
berkinerja tinggi memiliki kamus kompetensi dan menerapkan kompetensi itu tersebut
kepada hal-hal yang penting, seperti manajemen kinerja, rekruitmen, seleksi, pendidikan,
pengembangan pegawai, dan promosi. Kompetensi ini meliputi kompetensi inti organisasi,
kompetensi perilaku, dan kompetensi teknis yang spesifik dalam pekerjaan. Jika kompetensi
ini sudah dibakukan dalam organisasi, maka kegiatan manajemen SDM akan menjadi lebih
transparan, dan pimpinan organisasi juga dengan mudah mengetahui kompetensi apa saja
yang perlu diperbaiki untuk membawa organisasi menjadi berkinerja tinggi.
30
Permasalahan
Begitu bermanfaat dan powerful-nya peranan manajemen kinerja, namun dalam pelaksanaannya
seringkali terdapat persoalan, baik dari sisi atasan maupun sisi bawahan. Dari sisi atasan sebagai
pejabat penilai ada keengganan menerapkannya karena faktor-faktor sebagai berikut :
• Formulir dan tata cara penilaian seringkali sulit untuk dimengerti di mana kriteria-kriteria
yang digunakan tidak jelas pengertiannya atau memiliki pengertian yang kabur, sehingga
menimbulkan multi interpretasi, dan tata caranya berbelit-belit.
• Atasan tidak memiliki cukup waktu untuk menerapkan manajemen kinerja, karena persoalan
pertama tadi,
• Tidak ingin berkonfrontasi dengan bawahan, terutama mereka yang dinilai kinerjanya kurang
baik. Sebab keengganan ini yaitu atasan tidak punya argumentasi yang kuat akibat tidak
jelasnya kriteria penilaian yang digunakan. Selain itu atasan tidak ingin merusak hubungan
baik dengan bawahan, misalnya karena satu nilai buruk, padahal hubungan baik sangat
penting untuk bekerja sama dengan bawahan.
• Atasan kurang mengetahui rincian pekerjaan sehingga tidak mengerti aspek-aspek apa yang
harus diperhatikan ketikan melakukan penilaian dengan menggunakan kriteria yang telah
ditetapkan. Hal ini berpengaruh pada kemampuan atasan memberikan umpan balik secara
efektif guna perbaikan kinerja bawahan. Logikanya, bagaimana ia bisa memberikan masukan
bila ia tidak mengerti betul liku-liku pekerjaan bawahan.
Sedangkan keengganan dari sisi bawahan sebagai pihak yang dinilai adalah :
• Pengalaman buruk di masa lalu, di mana atasan memperlakukan kinerja bawahan yang
kurang baik dengan sinis atau acuh sehingga bawahan tidak mendapatkan umpan balik yang
bermanfaat bagi perbaikan kinerjanya.
31
• Bawahan tidak suka dikritik, terutama bila dikaitkan dengan kinerjanya. Hal ini mungkin
karena poin pertama, di mana atasan hanya bisa mengkritik tanpa memberikan jalan keluar
yang jelas.
• Ada rasa takut karena ketidakjelasan kriteria dan standar penilaian sehingga baik buruknya
kinerja bawahan menjadi sangat subyektif (unsur suka atau tidak suka atasan terhadap
bawahan amat dominan terhadap nilai kinerja bawahan), padahal hasil penilaian kinerja
menentukan banyak hal penting bagi bawahan, di antaranya kenaikan pangkat, gaji dan
perolehan bonus/insentif.
• Bawahan tidak mengerti betul manfaat diterapkannya manajemen kinerja seperti yang telah
diuraikan sebelumnya. Hal ini karena kurang sosialisasi peran penting manajemen kinerja
bagi keberhasilan organisasi.
Penanggulangan
Supaya berhasil dalam menerapkan manajemen kinerja ada kiat-kiat sebagai berikut :
a. Sederhana, termasuk di dalamnya formulir penilaian yang isinya mudah dimengerti dan tata
cara penilaian yang tidak berbelit-belit. Kesederhanaan ini penting untuk mencegah keengganan
berbagai pihak yang akan menerapkannya.
b. Seminimal mungkin menggunakan dokumen cetak karena di samping biaya, akan mengurangi
kesan kesederhanaan manajemen kinerja. Bagaimana dapat dikatakan sederhana bila formulir
untuk penilaian terdiri dari 10 lembar ukuran dobel folio?
c. Seminimal mungkin menggunakan waktu kerja. Hal ini terkait dengan dua butir pertama karena
manajemen kinerja yang sederhana dan tidak banyak menggunakan dokumen cetak bisaanya
tidak membutuhkan banyak waktu.
d. Senyaman mungkin penerapannya bagi sebanyak mungkin pihak. Nyaman mungkin bersifat
sangat relatif, namun ketiga butir di atas bisa dijadikan patokan kenyamanan, ditambah dengan
pengkomunikasian apa saja manfaat manajemen kinerja dan menyiapkan pihak-pihak yang
terlibat dalam implementasi manajemen kinerja (melalui pelatihan atau sejenisnya) sehingga
pada saatnya tidak ada kendala kompetensi baik dari sisi penilai maupun dari sisi yang dinilai.
32
e. Memenuhi keinginan atasan, bawahan dan organisasi, yaitu adanya perbaikan kinerja bawahan,
unit kerja dan organisasi.
33
BAGIAN DUA:
MANAJEMEN KINERJA
Keputusan perumusan strategi akan mengikat organiasi pada suatu produk, pasar, sumber daya dan
teknologi tertentu untuk setiap waktu. Strategi menentukan keunggulan kompetitif jangka panjang
baik buruknya keputusan-keputusan strategi tersebut memiliki konsekuensi multifungsi yang besar
dan dampaknya yang lama bagi organisasi. Para manajer puncak memiliki sudut pandang terbaik
untuk memahami dampak keputusan perumusan strategi karena mereka memiliki mewewenang
untuk menggunakan sumber daya yang diperlukan untuk melaksanakan keputusan tersebut.
Perencanaan Strategis
Sukses menjadi visi yang jelas bagi para manajer dalam menghadapi perubahan untuk memenuhi
kebutuhan-kebutuhan seluruh anggota organisasi dalam rangka mencapai sasaran. Perkembangan
kemampuan manajer yang akan mempengaruhi kariernya ditentukan salah satu dari sisi kualitas
untuk berpikir secara strategis, yaitu kemampuan untuk melihat kedepan, memahami lingkungan
yang dinamis, dan posisi organisasi atau sub unit yang efektif untuk mencapai kesuksesan pada
perubahan waktu.
Konsep Strategis
Strategi dirumuskan dalam dua perspektif berbeda, yang pertama strategi adalah adalah program
yang luas mendefinisikan dan mencapai tujuan organisasi dan melaksanakan misinya. Pengertian ini
lebih mengarahkan pada peranan aktif organisasi untuk melaksanakan program sebagai strategi
organisasi menghadapi perubahan lingkungan. Strategi ini dikenal sebagai perencanaan strategi.
Perspektif kedua strategi adalah pola tanggapan organisasi yang dilakuan terhadap lingkungan
sepanjang waktu. Pengertian ini lebih mengarahkan organisasi untuk bersikap positif, yang artinya
para manajer akan menganggapi dan menyesuaikan diri dengan lingkungan hanya jika mereka
merasa perlu untuk melakukannya. Strategi ini dikenal sebagai strategi adaptif. Pembahasan pada
35
materi ini akan lebih ditekankan pada peranan aktif manajer yang dikenal sebagai perencanaan
strategis yang fokusnya luas dan berjangka panjang.
Disamping ke dua perspektif tersebut dikenal strategi enterprenur yaitu strategi yang direncang
pemimpin usaha berdasarkan inisiatif untuk pertumbuhan yang konstan dengan mencari peluang
baru secara aktif. Pengertian ini juga mengarahkan peranan aktif seseorang dalam hal ini adalah
enterprenur atau wirausahawan.
• Ciri-ciri Strategi
1. Wawasan Waktu, strategi menggambarkan kegiatan dengan carkrawal jangka panjang atau
pandangan yang jauh ke depan, yaitu waktu untuk melaksanakan dan melihat hasilnya.
2. Dampak, Pengaruh strategi akan sangat berarti pada hasil akhirnya.
3. Pemusatan Upaya, dengan memfokuskan pada kegiatan yang terpilih mengharuskan
pemusatan pemanfaatan sumber daya yang ada.
4. Pola Keputusan, strategi mensyaratkan sederetan keputusan tertentu perlu diambil
sepanjang waktu mengikuti suatu pola yang konsisten.
5. Peresapan, strategi mencakup kegiatan yang luas mulai alokasi sumber daya sampai
kegiatan operasional perusahaan.
Proses perencanaan strategis merupakan proses pengarahan usaha perencanaan strategis dan
menjamin strategi tersebut dilaksanakan dengan baik sehingga menjamin suksesnya organisasi
dalam jangka panjang.
36
Manajemen strategi meliputi formulasi dan implementasi strategi strategi sebagai beritut :
1. Identifikasi Misi, Sasaran dan Strategi
Pengertian misi yang jelas membantu manajer memilih dan mengimplementasikan strategi
yang mengarahkan pada misi perusahaan.
2. Analisis Lingkungan Perusahan, kekuatan dan kelemahan, peluang dan ancaman.
Budaya perusahaan adalah sistem nilai yang utama untuk organisasi secara keseluruhan,
yang membentuk nilai-nilai para manajer dan anggota organisasi dan menjadi kebisaaan.
Nilai yang kuat dan positif akan membentuk strategi yang baik. Analisis kekuatan dan
kelemahan serta peluang dan ancaman yang dimiliki perusahaan dilakukan untuk
mengembangkan strategi.
3. Mengembangkan Altenatif Strategi dan Pengambilan Keputusan Strategis
Mengembangkan berbagai alternatif dengan pertimbangan tujuan dan kebijakan yang
konsisten, memusatkan pada sumber daya dan keterampilan perusahaan, mengidentifikasi
masalah yang kritis, mampu menghasilkan sesuai yang diharapkan. Proses ini menutut
manajer untuk memilih alternatif yang paling sesuai dengan kemampuan organisasi, yang
mampu memanfaatkan kekuatan organisasi yang ada sekarang.
4. Implementasi, Evaluasi dan Perbaharui
Sekali strategi ditentukan harus dipadukan ke dalam organisasi perusahaan sehari-hari.
Sementara strategi berjalan para manajer mengukur pelaksanaan secara berkala untuk
menilai sejauh mana keberhasilan strategi, dan melakukan tindakan koreksi bila diperlukan.
1. Strategi Korporasi
Strategi korporasi dirumuskan oleh manajemen puncak untuk mengendalikan kepentingan
dan operasi perusahaan yang memiliki lebih dari satu lini usaha. Pertanyaan strategi yang
dirumuskan adalah “bisnis apa yang akan kita tekuni?” dan “bagaimana sumber daya akan
dialokasikan diantara jenis-jenis usaha?”. Tujuan strategi korporasi mengarahkan
pengaplikasian sumber daya untuk perusahaan secara total. Keputusan strategi
berhubungan dengan penggunaan sumber daya untuk melakukan akuisis, pengembangan
bisnis baru, kemitraan, operasi global atau pelepasan.
2. Strategi Unit Bisnis
Strategi unit menyangkut kepentingan dan operasi bisnis unit tertentu. Strategi menjawab
pertanyaan seperti “bagaimana usaha ini akan bersaing?” “produk apa yang akan
ditawarkan?” “pelanggan mana yang akan dilayani?”. Secara khusus keputusan strategi unit
bisnis meliputi pemilihan bauran produk, fasilitas lokasi atau teknologi baru dan sebagainya.
Strategi ini berupaya menentukan pendekatan apa yang sebaiknya diambil unit bisnis untuk
pasarnya dan bagaimana sebaiknya bisnis dilakukan dengan sumber daya dan kondisi
pasarnya.
3. Strategi Tingkat Fungsional
Strategi tingkat fungsional mengarahkan kegiatan dalam bidang fungsional (keuangan,
pemasaran, penelitian dan pengembangan, SDM, produksi) untuk beroperasi yang
mendukung setiap unit bisnis. Strategi menjawab pertanyaan seperti “Bagaimana dapat
mengaplikasikan keahlian fungsional untuk mendukung strategi terbaik dari tingkat unit
bisnis.
Tipe Strategi
1. Strategi Pertumbuhan
Strategi ini berusaha meningkatkan ukuran perusahaan dan ekspansi operasi perusahaan.
Strategi ini sangat dikenal karena hampir semua industri atau perusahaan menginginkan
38
Evaluasi strategi yang efektif memungkinkan organisasi mampu memaksimalkan manfaat dari
kekuatan internal saat organisasi berkembang. Serta memaksimalkan manfaat dari peluang
eksternal saat peluang tersebut muncul, sekaligus mengidentifikasi dan bertahan dari ancaman dan
juga untuk meminimalkan kelemahan internal sebelum menimbulkan kerusakan yang parah lebih
lanjut.
Walaupun bukan jaminan bahwa manajemen stratejik dapat mencapai kesuksesan, akan tetapi
dengan manajemen stratejik organisasi mengambil keputusan jangka panjang yang efektif,
kemudian menjalankannya secara efisien, dan mengambil tindakan koreksi jika perlu untuk
memastikan keberhasilan organisasi.
Strategi yang telah dirumuskan dan diimplementasikan dengan cara yang terbaik sekalipun akan
menjadi usang tatkala lingkungan eksternal dan internal berubah. Untuk itu, penting bagi organisasi
terutama para strategist untuk secara kontinyu menilai, mengevaluasi, dan mengendalikan
pelaksanaan implementasi strategi secara sistematis. Akan menjadi lebih baik jika dalam evaluasi
strategi memanfaatkan system informasi manajemen.
Evaluasi strategi adalah proses manajemen stratejik dimana manajer puncak berusaha memastikan
bahwa strategi yang mereka rumuskan telah terlaksana dengan tepat dalam mencapai tujuan
perusahaan. Evaluasi strategi merupakan aktivitas yang kompleks dan sensitive. Penekanan yang
40
terlampau berlebihan pada evaluasi strategi membuat biaya yang lebih besar dan justru
konraproduktif. Semakin atasan mencoba mengevaluasi perilaku karyawan, semakin lemah control
terhadap karyawan, karena pada dasarnya tidak seorangpun mau dievaluasi terlalu dekat. Akan
tetapi jika sebaliknya, terlampau sedikit atau bahkan tidak ada sama sekali evaluasi bisa
menyebabkan masalah yang lebih besar lagi. Dengan evaluasi strategi sangat penting untuk
memastikan agar tujuan yang ditetapkan dapat tercapai.
Umpan balik yang memadai dan tepat waktu adalah dasar bagi evaluasi strategi yang efektif.
Evaluasi strategi sama pentingnya dengan informasi yang mendasari operasinya. Tekanan yang kuat
dari manajer puncak terhadap manajer yang lebih rendah membuat manajer yang lebih rendah
memanipulasi data/informasi demi untuk memenuhi manajer puncak.
Bisa jadi memang strategi telah berjalan dengan baik, tetapi ukuran-ukuran yang digunakan tersebut
kadangkala menyesatkan. Karena evaluasi strategi harus memandang horizon waktu baik jangka
pendek maupun jangka panjang. Pelaksanaan strategi bisaanya tidak terpengaruh dalam hasil
operasi jangka pendek apalagi jika organisasi terlambat melakukan perubahan yang diperlukan.
Criteria evaluasi strategi meliputi criteria kuantitatif dan kualitatif. Criteria kuantitatif dengan
menggunakan ukuran-ukuran financial, seperti:
• laba bersih
• harga saham
• dividen
• laba per lembar saham
• ROI
42
• Market share
• Pertumbuhan asset
• Pertumbuhan penjualan
• Efisiensi biaya produksi
• perputaran tenaga kerja
• absensi
• indeks kepuasan buruh
• rasio-rasio keuangan, dan lain lain
Konsisten (Consistence)
Suatu strategi seharusnya tidak menunjukkan inkonsistensi dengan tujuan dan kebijakan.
Ketidakpastian manajemen dan ketidakkonsistenan strategi ditunjukkan oleh adanya konflik
organisasi dan perbedaan antar departemen, ataupun antar divisi. Pedoman dalam menilai
masalah yang timbul akibat dari ketidakkonsistenan dalam strategi adalah:
- Strategi mungkin tidak konsisten jika masalah manajerial terus berlanjut meskipun
telah terjadi pergantian personnel dan masalah tersebut berdasarkan isu bukan
manusia
- Strategi mungkin tidak konsisten jika keberhasilan satu departemen dalam
organisasi memiliki arti, atau diinterpretasikan sebagai kegagalan departemen lain
43
- Strategi mungkin tidak konsisten jika masalah dan isu kebijakan selalu dibawa
keatas untuk mendapatkan pemecahan masalah
Konsonan (Consonance)
Strategist perlu melakukan penilaian serangkaian trend dan juga tren individu dalam
mengavaluasi strategi. Strategi seharusnya menunjukkan respons yang adaptif pada
lingkungan eksternal dan perubahan kritis yang terjadi. Kesulitan dalam melakukan
penyesuaian factor lingkungan eksternal dan internal utama selama proses formulasi
strategi disebabkan lebih banyak oleh hasil interaksi antar tren. Contoh berkembangnya
tempat penitipan anak, terjadi karena kombinasi tren yang muncul antara lain:
meningkatnya jumlah wanita pekerja, meningkatnya tingkat pendidikan, meningkatnya
inflasi, dan lain-lain
Layak (Feasibility)
Strategi seharusnya mampu mengelola seoptimal mungkin sumber daya yang yang tersedia.
Perlu dinilai kelayakan suatu strategi dengan menggunakan pertanyaan berikut, misal:
mampukah strategi dicapai dengan menggunakan sumber daya fisik, manusia, keuangan
yang ada dalam perusahaan ?. Sumber daya yang paling mudah dihitung dan merupakan
keterbatasn utama saat strategi dievaluasi adalah keuangan. Saat mengevaluasi strategi
penting untuk memeriksa apakah organisasi telah menunjukkan adanya kemampuan,
kompetensi, keahlian, dan bakat dimasa lalu yang dibutuhkan untuk menjalankan strategi
yang dipilih.
Keunggulan (Advantage)
Strategi ada untuk digunakan dalam memfasilitasi penciptaan dan mempertahankan
keunggulan kompetitif (competitive advantage). Keunggulan kompetitif adalah superioritas
dalam 3 area keunggulan:
1. Sumber daya (resources)
2. Keahlian (competencies)
3. Posisi (positioning)
44
Posisi sumber daya dapat meningkatkan kombinasi efektifitas, posisi juga dapat digunakan
dalam peran yang menentukan dalam strategi perusahaan. Sekali diperoleh posisi yang
bagus, maka harus dipertahankan, dengan menstabilkan factor internal dan lingkungan
utama yang mendasarinya. Ukuran perusahaan bisa dijadikan keunggulan, perusahaan yang
besar cenderung beroperasi di pasar dan menggunakan ukurannya sebagai keunggulan.
Kegagalan mencapai kemajuan dalam pencapaian tujuan jangka panjang dapat dijadikan signal
diperlukannya tindakan koreksi. Banyak factor yang menyebabkan kegagalan, yang disebabkan oleh
ketidakefektifan dan ketidakefisienan dalam hal antara lain:
- Kebijakan yang kurang beralasan
- Perubahan kondisi ekonomi yang tidak diharapkan
- Pemasok dan juga distributor yang tidak bisa diandalkan
- Strategi yang tidak efektif
Evaluasi strategi didasarkan pada criteria kuantitatif dan kualitatif. Kombinasi antara 2 kriteria
tersebut tergantung pada:
- Ukuran perusahaan
- Jenis industri
- Filosofi manajemen
- Strategi
menjadi sangat dinamis dan kompleks sehingga mengancam masyarakat dan organisasi dengan
kejutan masa depan yang terjadi ketika karakteristik, tipe, dan kecepatan dari perubahan
mengalahkan kekuatan dan kemampuan individu atau organisasi. Evaluasi strategi meningkatkan
kemampuan organisasi untuk dapat beradaptasi dengan situasi yang berubah.
Partisipasi dalam evaluasi strategi dapat mengatasi keengganan seseorang dalam berubah. Evaluasi
strategi dapat mengarah pada perubahan formulasi strategi dan juga implementasi strategi, atau
bahkan tidak terjadi perubahan samasekali. Penolakan terhadap perubahan sering didasarkan pada
rasa emosional yang tidak mudah diatasi dengan mengajukan alas an-alsan rasional. Penyebab
penolakan adalah:
• rasa takut kehilangan status
• menghindari kritik atas kinerja
• takut menghadapi kegagalan dalam situasi baru
• perasaan terganggu ketika tidak dilibatkan dalam konsultasi
• kuranya pemahaman perlunya perubahan
• rasa tidak aman akibat perubahan baru yang tidak dikenal
Dengan berbagai macam kesulitan dan sebab kesulitan yang dihadapi dalam evaluasi strategi, maka
seharusnya evaluasi strategi dilakukan dengan memperhatikan cara-cara berikut:
• Berinisiatif dalam melakukan Tanya jawab manajerial
• Memicu review tujuan dan nilai-nilai
• Merangsang kreatifitas dalam menghasilkan alternative
Masalah mendasar yang dihadapi banyak perusahaan besar terutama adalah bagaimana mengontrol
karyawan secara efektif dalam organisasi modern yang menuntut adanya fleksibilitas yang semakin
luas, inovatif, kreatif, dan inisiatif dari para karyawannya ?. Bagaimana memberi wewenang yang
lebih besar kepada bawahan tanpa membahayakan kondisi perusahaan ?. Kejadian yang sering
timbul adalah ketika karyawan diberdayakan dan diberi tanggung jawab untuk mencapai tujuan
spesifik serta diberi wewenang yang luas untuk mencapainya, timbul perilaku disfungsional.
48
Balanced scorecard adalah metoda yang dikembangkan Kaplan dan Norton untuk mengukur setiap
aktivitas yang dilakukan oleh suatu perusahaan dalam rangka merealisasikan tujuan perusahaan
tersebut. Balanced scorecard semula merupakan aktivitas tersendiri yang terkait dengan penentuan
sasaran, tetapi kemudian diintegrasikan dengan sistem manajemen strategis. Balanced scorecard
bahkan dikembangkan lebih lanjut sebagai sarana untuk berkomunkasi dari berbagai unit dalam
suatu organisasi. Balanced scorecard juga dikembangkan sebagai alat bagi organisasi untuk berfokus
pada strategi.
Sistem manajemen strategis adalah proses merumuskan dan mengimplementasikan strategi untuk
mewujudkan visi secara terus menerus secara terstruktur. Strategi adalah pola tindakan terpilih
untuk mencapai tujuan tertentu. Pada mulanya, sistem manajemen strategis bercirikan:
mengandalkan anggaran tahunan, berjangka panjang dan berfokus pada kinerja keuangan.
Penerapan sistem manajemen strategis yang demikian di banyak perusahaan swasta mengalami
kegagalan. Sebab-sebabnya antara lain: hanya 25% manajer yang memiliki insentif yang terhubung
ke strategi, 60% perusahaan tidak menghubungkan anggarannya ke strategi, 85% dari tim eksekutif
menghabiskan waktu kurang dari satu jam untuk membahas strategi tiap bulan, dan hanya 5%
pegawai yang memahami strategi.
Namun sistem manajemen strategis tetap diperlukan karena perusahaan dituntut untuk
berkembang secara terencana dan terukur, sehingga memerlukan peta perjalanan menghadapi
masa depan yang tidak pasti, memerlukan langkah-langkah strategis, dan perlu mengarahkan
49
kemampuan dan komitmen SDM untuk mewujudkan tujuan perusahaan. Balanced scorecard yang
dikembangkan oleh Norton dan Kaplan memberikan solusi terhadap tuntutan ini. Peran balanced
scorecard dalam sistem manajemen strategis adalah: memperluas perspektif dalam setiap tahap
sistem manajemen strategis, membuat fokus manajemen menjadi seimbang, mengaitkan berbagai
sasaran secara koheren, dan mengukur kinerja secara kuantitatif.
Penggunaan balanced scorecard dalam konteks perusahan swasta ditujukan untuk menghasilkan
proses yang produktif dan cost effective, menghasilkan financial return yang berlipat ganda dan
berjangka panjang, mengembangkan sumber daya manusia yang produktif dan berkomitmen,
mewujudkan produk dan jasa yang mampu menghasilkan value terbaik bagi customer/pelanggan.
Balanced scorecard diyakini dapat mengubah strategi menjadi tindakan, menjadikan strategi sebagai
pusat organisasi, mendorong terjadinya komunikasi yang lebih baik antar karyawan dan manajemen,
meningkatkan mutu pengambilan keputusan dan memberikan informasi peringatan dini, serta
mengubah budaya kerja. Potensi untuk mengubah budaya kerja ada karena dengan balanced
scorecard, perusahaan lebih transparan, informasi dapat diakses dengan mudah, pembelajaran
organisasi dipercepat, umpan balik menjadi obyektif, terjadwal, dan tepat untuk organisasi dan
individu; dan membentuk sikap mencari konsensus karena adanya perbedaan awal dalam
menentukan sasaran, langkah-langkah strategis yang diambil, ukuran yang digunakan, dll.
ketika organisasi berubah haluan atau akan mendorong proses perubahan. balanced scorecard juga
diterapkan dalam situasi-situasi yang rutin, antara lain: pada saat menyusun rencana alokasi
anggaran, menyusun manajemen kinerja, melakukan sosialisasi terhadap kebijakan baru,
memperoleh umpan balik, meningkatkan kapasitas staf.
Kemunculan gagasan balanced scorecard berawal dari temuan riset Kaplan dan Norton (dari Harvard
Business School) pada awal tahun 1990an. Konsep awal balanced scorecard berdasarkan riset
tersebut ditulis pada tahun 1992 di majalah prestisius Harvard Business Review. Pada tahun 1996
Norton dan Kaplan menerbitkan buku The Balanced Scorecard – Translating Strategy into Action,
berdasarkan pengalaman mereka dalam menerapkan balanced scorecard pada banyak perusahaan
di Amerika. Buku ini semakin mempopulerkan balanced scorecard, sampai ke negara-negara di
Eropa, Australia dan Asia. Belum lama ini mereka menerbitkan buku The Strategy Focused
Organisation – How BSC Companies Thrive in the New Business Environment (2001). Para penemu
dan rekan-rekannya membangun sebuah lembaga Balanced Scorecard Collaboration untuk
mempopulerkan penggunaan balanced scorecard pada berbagai institusi di berbagai negara. Secara
teratur Norton dan Kaplan menyelenggarakan konferensi di berbagai negara untuk memperkenalkan
dan membahas konsep-konsep terbaru mereka. Disayangkan Indonesia sampai saat ini belum
51
mampu menghadirkan pencetus ide balanced scorecard ini, namun kursus-kursus dan buku-buku
mengenai balanced scorecard sudah ada, walau masih bersifat terbatas.
Balanced scorecard secara singkat adalah suatu sistem manajemen untuk mengelola implementasi
strategi, mengukur kinerja secara utuh, mengkomunikasikan visi, strategi dan sasaran kepada
stakeholders. Kata balanced dalam balanced scorecard merujuk pada konsep keseimbangan antara
berbagai perspektif, jangka waktu (pendek dan panjang), lingkup perhatian (intern dan ekstern).
Kata scorecard mengacu pada rencana kinerja organisasi dan bagian-bagiannya serta ukurannya
secara kuantitatif.
BAGIAN TIGA:
Kita sebenarnya telah membahas hal ini pada bagian satu ketika kita mencoba memahami
pengertian dari manajemen kinerja (proses manajemen kinerja bisa dibaca pada huruf c. Proses
Manajemen Kinerja). Tetapi baiklah kita akan mencoba mengupasnya dari sisi yang lain agar
menambah wawasan kita terhadap pemahaman proses manajemen kinerja yang lebih
comprehensive.
Kebutuhan akan pengaturan kinerja yang efektif dibutuhkan di setiap level, baik untuk individu
maupun kerja tim. Manajemen kinerja bekerja dengan mengindikasikan arah yang sebenarnya dan
arah yang diinginkan, sama seperti mengindikasikan dimana posisi individu atau tim saat ini dan
membantu memfokuskan perhatian dan usaha pada arah yang diinginkan. Sayangnya, manajemen
kinerja ini sering diartikan terlalu spesifik dan sempit oleh para manager, dimana mereka
menyamakannya dengan penghargaan kinerja. Padahal, penghargaan kinerja hanyalah sesuatu yang
sangat penting, tapi sangat jauh kaitannya dengan manajemen kinerja. Manajemen kinerja harus
dilakukan setiap hari, sementara penghargaan bisaanya per kuartal atau tahun.
Pada level umum, proses dari manajemen kinerja memerlukan tiga hal berikut :
• Menentukan kinerja : harus ada definisi kinerja yang jelas agar individu/tim tahu kemana
mereka harus fokus. Manager dapat melakukan ini dengan memperhatikan tiga elemen
penting yaitu tujuan, ukuran, dan penelusuran. Untuk tujuan, manager harus membuat
tujuan spesifik yang jelas dan spesifik, disertai dengan pengukuran yang dapat dilihat.
Sedangkan didalam penelusuran, manajer bisa melakukan penghargaan kinerja.
• Menfasilitasi kinerja : manager harus menghapuskan semua rintangan yang menghalangi
tercapainya kinerja baik, menyediakan sumber yang cukup utuk dapat melaksanakan
pekerjaan dengan baik, serta membebri perhatian yang dalam mengenai penyeleksian
karyawan.
54
• Mendorong kinerja : untuk ini ada tiga hal yang harus dilakukan, yaitu menyediakan jumlah
yang cukup atas penghargaan yang dihargai karyawan, diberikan tepat waktu, dan diberikan
dengan cara yang adil. Adil disini bisa subjektif bagi tiap karyawan, namun ada empat hal
yang dapat membantu menentukan keadilan, yaitu :
1. Suara : kumpulkan masukan semua karyawan melalui survei atau wawancara.
2. Konsistensi : pastikan semua karyawan diperlakukan secara konsisten ketika mencari
masukan dan mengkomunikasikan proses.
3. Relevansi : penghargaan yang diberikan sesuai apa yang diharapkan karyawan.
4. Komunikasi : menjelaskan dengan jelas peraturan dan logika dari proses penghargaan.
Untuk itu, ada beberapa syarat-syarat untuk sistem penghargaan yang efektif, yaitu :
Relevansi : artinya adanya (1) hubungan yang jelas antara standar kinerja untuk suatu pekerjaan
tertentu dengan tujuan organisasi, dan (2) hubungan yang jelas antara elemen kerja yang
penting yang diidentifikasi melalui analisis pekerjaan dan dimensi yang diukur.
55
Sensitivitas : sistem penghargaan kinerja harus memiliki batasan yang jelas untuk
memisahkan kinerja yang efektif dari yang tidak.
Reliabilitas : konsistensi penilaian. Penilaian sebaiknya dilakukan oleh pengawas atau penilai
independen. Namun karena perspektif tiap penilai bisa berbeda, setiap penilai sebaiknya
diberikan waktu yang cukup untuk mengobservasi apa saja yang telah dilakukan karyawan
dan kondisi yang menyebabkan ia melakukannya.
Dapat diterima : adalah syarat yang paling penting. Namun dalam prakteknya sistem penghargaan
seringkali tidak bekerja karena sebagian besar dirancang oleh ahli SDM, sementara manager
dan karyawan hanya memberikan input yang sedikit.
Kepraktisan : instrumen penghargaan mudah dipahami dan digunakan oleh manajer dan karyawan.
Penghargaan kinerja
Ada banyak kasus hukum yang berkenaan dengan penghargaan kinerja. Dari review-review atas
kasus-kasus tersebut didapati beberapa konklusi, yaitu langkah-langkah untuk menghindari kesulitan
hukum :
• Buat sebuah analisis pekerjaan untuk menentukan karakterisitk yang dibutuhkan untuk
keberhasilan kinerja kerja.
• Buatlah berbagai karakteristik tersebut sebagai instrumen penilaian.
• Sediakan instruksi tertulis dan latihlah pengawas untuk menilai instrumen dengan baik.
• Bangunlah sistem untuk mendeteksi efek diskriminatoris yang potensial ataupun
penyelewengan proses penghargaan.
• Masukkan mekanisme formal dengan review tingkat tinggi atas penghargaan.
• Dokumentasikan penghargaan dan alasan untuk setiap keputusan pemberhentian.
• Sediakan beberapa bentuk konseling kinerja ataupun tuntunan sejenis lainnya.
56
1. Metode penilaian yang berorientasi pada perilaku : fokus pada perilaku karyawan.
Esai narasi, adalah jenis paling sederhana dari sistem penilaian mutlak dimana penilai
menjelaskan dalam tulisan mengenai kekuatan, kelemahan, potensi, serta saran-saran untuk
perkembangan seorang karyawan. Metode ini kurang sesuai karena kurang objektif dalam
membandingkan.
2. Ranking, secara sederhananya hanya berupa penilaian dari penilai kepada semua level
karyawan, dari yang terbaik sampai yang terburuk.
3. Perbandingan berpasangan, adalah metode yang sistematis untuk membandingkan
karyawan satu sama lain. Disini, karyawan akan dibandingkan dengan setiap karyawan
lainnya, bisaanya secara keseluruhan. Tugas penilai hanya memilih yang terbaik dari setiap
pasangan. Namun, karena yang terbaik ditentukan dengan dasar keseluruhan, hal ini bisa
melanggar hukum.
4. Distribusi tekanan, dimana distribusi keseluruhan dari penilaian ditekan kekurva normal atau
berbentuk bel dibawah asumsi bahwa porsi karyawan yang outstanding dan tidak
memuaskan ada relatif kecil. Sementara sisanya ada ditengah-tengah.
5. Checklist perilaku, dimana penilai disediakan pernyataan-pernyataan yang menjelaskan
perilaku yang berhubungan dengan pekerjaan. Tugasnya hanya menandai pernyataan mana
atau sejauh mana pernyataan tersebut menjelaskan karyawan.
57
6. Insiden kritikal, adalah laporan anekdotal singkat dari pengawas mengenai hal-hal efektif
maupun tidak yang dilakukan karyawan untuk menyelesaikan pekerjaan.
7. Skala penilaian grafis, banyak digunakan di organisasi-organisasi. Metode ini mungkin tidak
sedalam esai atau insiden kritikal, namun ia memakan waktu lebih sedikit untuk
dikembangkan dan diadministrasikan. Hasil dapat ditunjukkan dalam bentuk kuantitatif dan
penilaian kinerja juga dilakukan dari berbagai dimensi.
8. Behaviorally Anchored rating Scales, keuntungan yang utama dari metode ini adalah mereka
menentukan dimensi yang dinilai dalam bentuk perilaku dan menggunakan insiden kritikal
untuk menjelaskan berbagai level kinerja.
Pengawas langsung : beberapa alasannya adalah karena mereka mungkin adalah yang paling familier
dan punya kesempatan terbaik untuk mengobservasi kinerja karyawan yang sesungguhnya,
58
dan paling berkemampuan untuk menghubungkan kinerja karyawan dengan dengan apa
yang ingin dicapai departemen/organisasi.
Peer : rekan kerja dapat memberikan sudut pandang kinerja yang berbeda dari pengawas langsung,
apalagi dipekerjaan tim yang tidak menggunakan pengawas.
Perantara : karena mereka adalah tangan pertama yang tahu sejauh mana pengawas
mendelegasikan, seberapa baik ia berkomunikasi, jenis gaya kepemimpinan yang lebih
disenangi, dan sejauh mana ia merencanakan dan mengatur.
Penghargaan diri : ini diharapkan akan menambah motivasi dan mengurangi sikap defensif selama
masa wawancara. Namun ini sering kurang variabel, banyak prasangka, dan menunjukkan
persetujuan yang sedikit mengenai penilaian dari orang lain.
Customer Served : dalam beberapa situasi, konsumen dari perusahaan jasa individu bisa
memberikan sudut pandang yang unik pada kinerja kerja.
Komputer : dengan perkembangan teknologi, program komputer kini bisa digunakan untuk
memantau kinerja karyawan.
Penghargaan kinerja sebaiknya dilakukan sesering mungkin. Beberapa organisasi kini mewajibkan
para managernya untuk me-review karyawan secara formal setidaknya dua kali setahun, dan lebih
sering berbincang-bincang kepada karyawan secara tidak formal.
Organisasi tidak perlu mengorbankan program penghargaan kinerja untuk menyesuaikan dengan
TQM. Ada beberapa saran dibawah ini untuk mengharmonisasikan kedua proses tersebut :
59
Penggunaan penilaian mengasumsikan bahwa pengamat objektif dan akurat. Namun pada
kenyataannya tentu saja dua hal tersebut sering tidak terjadi. Ada beberapa jenis kesalahan
penilaian, yaitu :
• Kesalahan Halo : dimana penilaian berdasarkan kesan keseluruhan dari karyawan. Karyawan
akan dinilai sebagai tinggi atau rendah dalam banyak aspek kinerja kerja karena penilai
mengetahui bahwa karyawan tersebut tinggi atau rendah dalam beberapa aspek spesifik.
• Kesalahan kontras : terjadi ketika penilai membandingkan beberapa karyawan satu sama lain
daripada terhadap standar kinerja yang objektif.
• Kesalahan resensi : terjadi ketika penilai memberikan penilaiannya berdasarkan kinerja
karyawan belakangan ini.
Ada beberapa aktivitas yang membuat wawancara umpan balik kinerja efektif, yaitu :
• Berkomunikasi dengan sering.
• Mengikuti pelatihan dalam wawancara penghargaan dan umpan balik kinerja.
• Mendorong perantara untuk mempersiapkan.
• Mendorong partisipasi dari karyawan untuk memberi suara.
• Kinerja penilaian, bukan kepribadian.
• Jadilah spesifik dan pendengar yang aktif untuk tercapainya keadilan dan akurasi dalam
proses.
60
• Hindari kritik yang merusak seperti yang sarkastik ataupun menghubungkan kinerja yang
buruk dengan penyebab internal.
• Bangunlah tujuan-tujuan yang dapat disetujui secara mutual
• Teruslah berkomunikasi dan menelusui kemajuan terhadap tujuan dengan teratur.
• Buatlah penghargaan organisasional kontingen terhadap kinerja.
Dengan tambahan pengetahuan dan beberapa pengulangan konsep proses manajemen kinerja di
atas, saya kira; kita telah sampai pada pemahaman yang cukup sebagai dasar/awal terhadap
pemahaman dan implementasi proses manajemen kinerja.
61
Perubahan harus dilakukan secara sistematik dan bertahap, karena apabila perubahan hanya
dilakukan secara reaktif atau karena krisis akan menimbulkan biaya yang sangat besar! Hal inilah
yang harus organisasi pertama kali pastikan ketika akan menerapkan manajemen kinerja yang
terintegrasi. Lebih jauh kita dapat membagi hal-hal yang perlu diperhatikan organisasi dalam
pengintegrasian manajemen kinerja adalah meliputi (1) Kriteria Manfaat Bisnis, (2) Kriteria
Kelayakan dan (3) Kriteria dampak terhadap Organisasi
• Dampak pada strategi bisnis dan posisi persaingan (competitive position). Proses
Manajemen Kinerja yang dipilih harus memberikan manfaat yang akan membantu
organisasi untuk merealisasikan visi organisasi, menerapkan strategi pemasaran,
dan/atau meningkatkan posisi persaingan dari organisasi itu.
• Dampak pada kompetensi inti (core competencies). Proses Manajemen Kinerja yang
dipilih harus memberikan dampak positif berupa meningkatkan kekuatan pada
kompetensi inti (core competencies) dari organisasi.
• Dampak pada keuangan organisasi. Proses Manajemen Kinerja yang dipilih harus
memberikan dampak positif pada keuangan organisasi, baik dalam jangka pendek
maupun jangka panjang, sebagai misal: penurunan biaya, peningkatan efisiensi,
peningkatan penjualan, peningkatan pangsa pasar, dll.
• Urutan kepentingan. Apakah masalah-masalah atau isu-isu yang ditangani melalui
Proses Manajemen Kinerja itu merupakan masalah-masalah utama dan penting serta
mendesak untuk ditangani segera?
• Kecenderungan. Apakah masalah-masalah atau isu-isu yang ditangani melalui Proses
Manajemen Kinerja itu merupakan masalah-masalah yang memiliki kecenderungan
menjadi lebih besar sepanjang waktu mendatang?
• Sekuens dan kesalingtergantungan? Apakah Proses Manajemen Kinerja yang dipilih itu
memiliki sekuens dengan proyek-Proses Manajemen Kinerja lain yang mungkin, atau
mempunyai kesalingtergantungan dengan isu-isu lain di atas? Apakah masalah-masalah
atau isu-isu yang ditangani melalui Proses Manajemen Kinerja ini memiliki
ketergantungan pada masalah-masalah atau isu-isu lain yang sedang ditangani pertama
kali?
• Keahlian yang tersedia. Pengetahuan apa atau keterampilan teknikal apa yang dibutuhkan
oleh Proses Manajemen Kinerja yang dipilih itu? Apakah kita memiliki keahlian itu dan
mudah menggunakan mereka?
• Kompleksitas. Bagaimana tingkat kesulitan yang harus diantisipasi akan terjadi ketika
mengembangkan solusi peningkatan dalam Proses Manajemen Kinerja yang dipilih itu?
Bagaimana menerapkan solusi peningkatan itu?
• Kemungkinan sukses. Proses Manajemen Kinerja yang dipilih itu harus memiliki tingkat
kesuksesan yang tinggi dalam kerangka waktu lama proyek yang rasional.
• Fasilitas pendukung. Berapa banyak fasilitas pendukung termasuk dukungan manajemen
yang dibutuhkan untuk Proses Manajemen Kinerja yang dipilih itu? Apakah kita akan mampu
mengadakan agar tersedia fasilitas pendukung termasuk dukungan manajemen untuk
melaksanakan Proses Manajemen Kinerja yang dipilih itu?
Pertanyaan berikutnya adalah bagaimana jika dalam sebuah organisasi sudah memiliki manajemen
kinerja secara parsial? Menurut Vincent Gaspersz, dalam bukunya Organizational Excellence - Model
Strat, hal ini harus di hindari karena pada kasus di Indonesia, menurut beliau hal inilah yang menjadi
penyebab utama kegagalan penerapan berbagai model manajemen yang di lakukan di
Indonesia,(sayang sekali saya hanya membaca intisari buku ini di Internet, jadi tidak bisa
memberikan jawaban yang lebih mendalam. Coba beasiswa buku sudah cair, haha)
Jadi adalah tugas dari manajemen untuk bertekad dengan komitmen tinggi untuk mengadopsi
system manajemen kinerja yang terintegrasi melalui penciptaan program-program yang berorientasi
hasil kinerja (result-base programs) dalam suatu visi dan master improvement story perusahaan.
Bukan sekedar melaksanakan program-program berdasarkan aktivitas parsial yang tidak terintegrasi
(unfocused partial activity based programs) dalam kerangka implementasi system manajemen
kinerja secara acak.
65
BAGIAN EMPAT:
Dari ungkapan di atas, maka manajemen kinerja guru terutama berkaitan erat dengan tugas kepala
madrasah untuk selalu melakukan komunikasi yang berkesinambungan, melalui jalinan kemitraan
dengan seluruh guru di madrasahnya. Dalam mengembangkan manajemen kinerja guru, didalamnya
harus dapat membangun harapan yang jelas serta pemahaman tentang :
Selanjutnya, Robert Bacal mengemukakan pula bahwa dalam manajemen kinerja diantaranya
meliputi perencanaan kinerja, komunikasi kinerja yang berkesinambungan dan evaluasi kinerja.
Perencanaan kinerja merupakan suatu proses di mana guru dan kepala madrasah bekerja sama
merencanakan apa yang harus dikerjakan guru pada tahun mendatang, menentukan bagaimana
kinerja harus diukur, mengenali dan merencanakan cara mengatasi kendala, serta mencapai
pemahaman bersama tentang pekerjaan itu.
Komunikasi yang berkesinambungan merupakan proses di mana kepala madrasah dan guru bekerja
sama untuk saling berbagi informasi mengenai perkembangan kerja, hambatan dan permasalahan
yang mungkin timbul, solusi yang dapat digunakan untuk mengatasi berbagai masalah, dan
bagaimana kepala madrasah dapat membantu guru. Arti pentingnya terletak pada kemampuannya
mengidentifikasi dan menanggulangi kesulitan atau persoalan sebelum itu menjadi besar.
Evaluasi kinerja adalah salah satu bagian dari manajemen kinerja, yang merupakan proses di mana
kinerja perseorangan dinilai dan dievaluasi. Ini dipakai untuk menjawab pertanyaan, “ Seberapa
baikkah kinerja seorang guru pada suatu periode tertentu ?”. Metode apapun yang dipergunakan
untuk menilai kinerja, penting sekali bagi kita untuk menghindari dua perangkap. Pertama, tidak
mengasumsikan masalah kinerja terjadi secara terpisah satu sama lain, atau “selalu salahnya guru”.
Kedua, tiada satu pun taksiran yang dapat memberikan gambaran keseluruhan tentang apa yang
terjadi dan mengapa. Penilaian kinerja hanyalah sebuah titik awal bagi diskusi serta diagnosis lebih
lanjut.
Sementara itu, Karen Seeker dan Joe B. Wilson (2000) memberikan gambaran tentang proses
manajemen kinerja dengan apa yang disebut dengan siklus manajemen kinerja, yang terdiri dari tiga
fase yakni perencanaan, pembinaan, dan evaluasi.
Perencanaan merupakan fase pendefinisian dan pembahasan peran, tanggung jawab, dan ekpektasi
yang terukur. Perencanaan tadi membawa pada fase pembinaan,– di mana guru dibimbing dan
dikembangkan – mendorong atau mengarahkan upaya mereka melalui dukungan, umpan balik, dan
68
penghargaan. Kemudian dalam fase evaluasi, kinerja guru dikaji dan dibandingkan dengan ekspektasi
yang telah ditetapkan dalam rencana kinerja. Rencana terus dikembangkan, siklus terus berulang,
dan guru, kepala madrasah, dan staf administrasi , serta organisasi terus belajar dan tumbuh.
Setiap fase didasarkan pada masukan dari fase sebelumnya dan menghasilkan keluaran, yang pada
gilirannya, menjadi masukan fase berikutnya lagi. Semua dari ketiga fase Siklus Manajemen Kinerja
sama pentingnya bagi mutu proses dan ketiganya harus diperlakukan secara berurut. Perencanaan
harus dilakukan pertama kali, kemudian diikuti Pembinaan, dan akhirnya Evaluasi.
Dengan tidak bermaksud mengesampingkan arti penting perencanaan kinerja dan pembinaan atau
komunikasi kinerja. Di bawah ini akan dipaparkan tentang evaluasi kinerja guru. Bahwa agar kinerja
guru dapat ditingkatkan dan memberikan sumbangan yang siginifikan terhadap kinerja madrasah
secara keseluruhan maka perlu dilakukan evaluasi terhadap kinerja guru. Dalam hal ini, Ronald T.C.
Boyd (2002) mengemukakan bahwa evaluasi kinerja guru didesain untuk melayani dua tujuan, yaitu :
(1) untuk mengukur kompetensi guru dan (2) mendukung pengembangan profesional. Sistem
evaluasi kinerja guru hendaknya memberikan manfaat sebagai umpan balik untuk memenuhi
berbagai kebutuhan di kelas (classroom needs), dan dapat memberikan peluang bagi pengembangan
teknik-teknik baru dalam pengajaran, serta mendapatkan konseling dari kepala madrasah, pengawas
pendidkan atau guru lainnya untuk membuat berbagai perubahan di dalam kelas.
Untuk mencapai tujuan tersebut, seorang evaluator (baca: kepala madrasah atau pengawas
madrasah) terlebih dahulu harus menyusun prosedur spesifik dan menetapkan standar evaluasi.
Penetapan standar hendaknya dikaitkan dengan : (1) keterampilan-keterampilan dalam mengajar;
(2) bersifat seobyektif mungkin; (3) komunikasi secara jelas dengan guru sebelum penilaian
dilaksanakan dan ditinjau ulang setelah selesai dievaluasi, dan (4) dikaitkan dengan pengembangan
profesional guru .
memberikan penilaian secara lebih akurat. Beberapa prosedur evaluasi kinerja guru yang dapat
digunakan oleh evaluator, diantaranya :
1. Mengobservasi kegiatan kelas (observe classroom activities). Ini merupakan bentuk umum
untuk mengumpulkan data dalam menilai kinerja guru. Tujuan observasi kelas adalah untuk
memperoleh gambaran secara representatif tentang kinerja guru di dalam kelas. Kendati
demikian, untuk memperoleh tujuan ini, evaluator dalam menentukan hasil evaluasi tidak
cukup dengan waktu yang relatif sedikit atau hanya satu kelas. Oleh karena itu observasi
dapat dilaksanakan secara formal dan direncanakan atau secara informal dan tanpa
pemberitahuan terlebih dahulu sehingga dapat diperoleh informasi yang bernilai (valuable)
2. Meninjau kembali rencana pengajaran dan catatan – catatan dalam kelas. Rencana
pengajaran dapat merefleksikan sejauh mana guru dapat memahami tujuan-tujuan
pengajaran. Peninjauan catatan-cataan dalam kelas, seperti hasil test dan tugas-tugas
merupakan indikator sejauhmana guru dapat mengkaitkan antara perencanaan pengajaran ,
proses pengajaran dan testing (evaluasi).
3. Memperluas jumlah orang-orang yang terlibat dalam evaluasi. Jika tujuan evaluasi untuk
meningkatkan pertumbuhan kinerja guru maka kegiatan evaluasi sebaiknya dapat
melibatkan berbagai pihak sebagai evaluator, seperti : siswa, rekan sejawat, dan tenaga
administrasi. Bahkan self evaluation akan memberikan perspektif tentang kinerjanya.
Namun jika untuk kepentingan pengujian kompetensi, pada umumnya yang bertindak
sebagai evaluator adalah kepala madrasah dan pengawas.
Dalam manajemen kinerja, setiap guru harus dinilai kinerjanya sehingga dapat diketahui sejauhmana
proses dan hasil kerja guru yang bersangkutan dalam melaksanakan tugas-tugas profesionalnya.
Kendati demikian, selama ini, evaluasi kinerja guru cenderung banyak dilakukan oleh atasannya
(baca: kepala madrasah atau pengawas madrasah), sementara siswa jarang dilibatkan untuk menilai
kinerja gurunya.
Penilaian kinerja guru oleh siswa merupakan salah satu teknik penilaian untuk mengidentifikasi
kinerja guru, yang hingga saat ini keberadaannya masih kontroversi. Di satu pihak, ada sebagian
orang yang berpendapat bahwa pelibatan siswa untuk mengukur kinerja guru kurang tepat. Berbeda
dengan kepala madrasah atau pengawas madrasah yang memang telah dibekali pengetahuan dan
keterampilan bagaimana seharusnya guru mengajar, sedangkan siswa dianggap kurang atau bahkan
sama sekali tidak memiliki kematangan dan keahlian untuk melakukan penilaian tentang gaya
mengajar guru. Selain itu, mereka menganggap bahwa siswa cenderung lebih mengukur popularitas
dari pada kemampuan guru itu sendiri.
Di lain pihak, tidak sedikit pula yang memberikan dukungan terhadap penggunaan teknik penilaian
kinerja guru oleh siswa. Aleamoni (1981) mengungkapkan argumentasi penggunaan teknik penilaian
kinerja guru oleh siswa, yaitu:
1. Para siswa merupakan sumber informasi utama tentang lingkungan belajar, termasuk di
dalamnya tentang motivasi dan kemampuan mengajar guru.
2. Para siswa pada dasarnya dapat menilai secara logis tentang kualitas, efektivitas, dan
kepuasan dari materi dan metode pembelajaran yang dikembangkan guru.
3. Penilaian kinerja guru oleh siswa dapat mendorong terjadinya komunikasi antara siswa yang
bersangkutan dengan gurunya, yang pada gilirannya dapat meningkatkan proses belajar
mengajar.
71
4. Dalam mata pelajaran tertentu, hasil penilaian kinerja guru oleh siswa dapat dimanfaatkan
untuk membantu siswa-siswa lain dalam memilih mata pelajaran dan memilih guru yang
sesuai dengan dirinya.
5. Dalam pendidikan yang berorientasi pada mutu, siswa pada dasarnya merupakan pelanggan
(costumer) utama yang harus didengar pendapat dan pemikirannya atas pelayanan
pendidikan yang diberikan gurunya.
Menepis persoalan ketidakmatangan siswa untuk dilibatkan dalam evaluasi kinerja guru, studi yang
dilakukan Peterson dan Kauchak (1982) menemukan bukti bahwa evaluasi kinerja guru oleh siswa
ternyata dapat menunjukkan konsitensi dan reliabilitas yang tinggi dari satu tahun ke tahun
berikutnya. Demikian juga, siswa ternyata dapat membedakan pengaruh pembelajaran yang efektif
dan tidak efektif dilihat dari dimensi sikap, minat dan keakraban guru.
Memperhatikan pemikiran Aleamoni dan hasil studi yang dilakukan Peterson dan Kauchak tersebut,
mungkin tidak ada salahnya di madrasah mulai dikembangkan penilaian kinerja guru oleh siswa, baik
yang digagas oleh siswa, guru atau kepala madrasah. Selama evaluasi kinerja oleh siswa ini didesain
dan diadministrasikan sesuai dengan kaidah-kaidah dan prinsip-prinsip evaluasi, maka data yang
dihasilkan akan dapat dipertanggungjawabkan dan dapat dimanfaatkan untuk kepentingan
perbaikan mutu dan efektivitas pembelajaran siswa.
penting dalam proses pendidikan dan pembelajaran dalam mempersiapkan peserta didik untuk
mencapai kompetensi-kompetensi yang telah ditetapkan
Sebagaimana diketahui, Salah satu bidang penting dalam Administrasi /Manajemen Pendidikan
adalah berkaitan dengan Personil/Sumberdaya manusia yang terlibat dalam proses pendidikan,
baik itu Pendidik seperti guru maupun tenaga Kependidikan seperti tenaga Administratif.
Intensitas dunia pendidikan berhubungan dengan manusia dapat dipandang sebagai suatu
perbedaan penting antara lembaga pendidikan/organisasi madrasah dengan organisasi lainnya, ini
sejalan dengan pernyataan Sergiovanni, et.al (1987:134) yang menyatakan bahwa:
”Perhaps the most critical difference between the school and most other organization is
the human intensity that characterize its work. School are human organization in the sense
that their products are human and their processes require the sosializing of humans”
ini menunjukan bahwa masalah sumberdaya manusia menjadi hal yang sangat dominan dalam
proses pendidikan/pembelajaran, hal ini juga berarti bahwa mengelola sumberdaya manusia
merupakan bidang yang sangat penting dalam melaksanakan proses pendidikan/pembelajaran di
madrasah, dan diantara SDM tersebut yang paling berhubungan langsung dengan kegiatan
pendidikan/pembelajaran adalah Guru, sehingga bagaimana kualitas kinerja Pendidik/Guru dalam
proses pembelajaran akan memberikan dampak yang sangat besar bagi kualitas hasil
pembelajaran, yang pada akhirnya akan menentukan pada kualitas lulusannya
Seorang guru mau menerima sebuah pekerjaan sebagai pendidik, jika ia mempersiapkan diri dengan
kemampuan untuk melaksanakan tugas tersebut sesuai dengan yang dituntut oleh organisasi
(madrasah). Dan dalam menjalankan perannya sebagai pendidik, kualitas kinerja mereka merupakan
suatu kontribusi penting yang akan menentukan bagi keberhasilan proses pendidikan di Madrasah.
Oleh karena itu perhatian pada pengembangan kinerja guru untuk terus meningkat dan ditingkatkan
menjadi hal yang amat mendesak, apalagi apabila memperhatikan tuntutan masyarakat yang terus
73
meningkat berkaitan dengan kualitas pendidikan, dan hal ini tentu saja akan berimplikasi pada makin
perlunya peningkatan kualitas kinerja guru.
Pada hakikatnya kinerja guru adalah prilaku yang dihasilkan seorang guru dalam melaksanakan
tugasnya sebagai pendidik dan pengajar ketika mengajar di depan kelas, sesuai dengan kriteria
tertentu. Kinerja seseorang Guru akan nampak pada situasi dan kondisi kerja sehari-hari. Kinerja
dapat dilihat dalam aspek kegiatan dalam menjalankan tugas dan cara/kualitas dalam melaksanakan
kegiatan/tugas tersebut.
Dengan pemahaman mengenai konsep kinerja sebagaimana dikemukakan di atas, maka akan
nampak jelas apa yang dimaksud dengan kinerja guru. Kinerja guru pada dasarnya merupakan
kegiatan guru dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya sebagai seorang pengajar dan pendidik
di madrasah yang dapat menggambarkan mengenai prestasi kerjanya dalam melaksanakan semua
itu, dan hal ini jelas bahwa pekerjaan sebagai guru tidak bisa dilakukan oleh sembarang orang,
tanpa memiliki keahlian dan kwalifikasi tertentu sebagai guru. Kinerja Guru dalam melaksanakan
peran dan tugasnya di madrasah khususnya dalam proses pembelajaran dalam konteks sekarang ini
memerlukan pengembangan dan perubahan kearah yang lebih inovatif, kinerja inovatif guru menjadi
hal yang penting bagi berhasilnya implementasi inovasi pendidikan dalam rangka meningkatkan
kualitas pendidikan/pembelajaran.
Kinerja inovatif seorang guru dalam upaya mencapai proses belajar mengajar yang efektif dan
fungsional bagi kehidupan seorang siswa jelas perlu terus dikembangkan. Sehubungan dengan hal
tersebut perlu dikaji berbagai faktor yang mungkin turut mempengaruhi kinerja seorang guru.
Menurut McCall (1994:183-185) hal-hal yang perlu dilakukan guru dalam memperbaiki pembelajaran
adalah :
• Focus first on the students and are very attentive to who they are
74
• Know that bare wall are teachers but walls covered with interesting and colourful
materials are better teachers…. More interested in the quality of learning than in the
quantity of information ingested and regurgitated
• Try to use fresh materials instead of second-hand commercial stuff
• Engage other teachers in the constant search for new and fresh material
• Are noted for taking their students seriously but not themselves
Upaya untuk memperbaiki secara terus menerus kualitas pembelajaran perlu menjadi suatu sikap
profesional sebagai pendidik, ini berarti bahwa upaya untuk mengembangkan hal-hal yang inovatif
mesti menjadi konsern guru dalam upaya meningkatkan kualitas pendidikan. Dengan demikian,
kreativitas dan kinerja inovatif menjadi amat penting, terlebih lagi dalam konteks globalisasi dewasa
ini yang penunh dengan persaingan dalam berbagai bidang kehidupan, sehingga Kinerja inovatif
termasuk bagi guru perlu terus di dorong dan dikembangkan, terlebih lagi bila mengingat berbagai
tuntutan perubahan yang makin meningkat.
Dengan mengacu pada uraian tentang kinerja inovatif sebagaimana dikemukakan terdahulu, maka
yang dimaksud kinerja inovatif (Innovative Performance) guru adalah kinerja yang dalam
melaksanakannya disertai dengan penerapan hal-hal baru dalam upaya meningkatkan kualitas
pendidikan, ciri kinerja atau tugas-tugas yang harus dikerjakan menggambarkan ciri/feature atau
kegiatan kinerja yang harus dilaksanakan oleh guru, sedangkan inovatif merupakan sifat yang
menggambarkan kualitas bagaimana guru melaksanakan tugas dengan inovatif atau dengan
memanfaatkan serta mengaplikasikan hal-hal baru, baik berupa ide, metode, maupun produk baru
dalam melaksanakan pekerjaan guna meningkatkan kualitas pendidikan/pembelajaran
Dengan pemahaman seperti itu, maka kinerja inovatif guru merupakan kinerja yang menerapkan
hal-hal baru dalam meksanakan peran dan tugas yang diemban oleh guru tersebut, oleh karena
itu, maka pemahaman kinerja inovatif guru perlu dilihat dalam konteks pelaksanaan tugas dan
kewajiban yang harus dilaksanakan guru sebagai pendidik di madrasah
75
Dari pengertian di atas nampak bahwa guru mempunyai tugas utama mendidik, mengajar,
membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik. Dengan demikian
peran guru sangat dominan dalam membentuk peserta didik menjadi manusia yang berkualitas.
Upaya pemerintah untuk terus meningkatkan kemampuan tenaga pendidik termasuk Guru nampak
menunjukan konsern yang makin meningkat, sertifikasi tenaga pendidik yang akan berdampak pada
tambahan imbalan jelas akan cukup membantu dalam meningkatkan kinerja Guru/tenaga pendidik
dalam upaya meningkatkan kualitas pendidikan.
Tanpa mengurangi dan meniadakan peran serta fungsi yang lain, kinerja guru sebagai pelaksanaan
tugas dan kewajiban sebagai pendidik merupakan salah satu faktor yang memegang peranan
penting dalam keberhasilan pendidikan. Karena apapun tujuan-tujuan dan putusan-putusan penting
tentang pendidikan yang dibuat oleh para pembuat kebijakan sebenarnya dilaksanakan dalam situasi
belajar mengajar di kelas. Sementara itu tugas/kewajiban Guru menurut Undang-Undang No 14
tahun 2005 pasal 20 adalah sebagai berikut:
a. merencanakan pembelajaran, melaksanakan proses pembelajaran yang bermutu,
serta menilai dan mengevaluasi hasil pembelajaran
76
Meskipun pendekatan dalam pembelajaran dewasa ini menitik beratkan pada belajar siswa (student-
centered learning), namun hal itu tidak berarti peran guru dalam proses pembelajaran menjadi tidak
penting, bahkan dalam kenyataannya hal itu justru akan makin menuntut kemampuan guru untuk
77
mendorong terjadinya belajar siswa melalui berbagai cara baru (inovasi) agar dalam mengelola
pembelajaran dapat menciptakan situasi kondusif bagi berkembangnya belajar siswa secara optimal.
Dengan demikian, dalam proses pembelajaran/belajar mengajar, peran Guru amat penting
dalam mewujudkan suasana belajar mengajar yang efektif bagi pencapaian tujuan pendidikan,
secara sederhana dalam suatu kegiatan pendidikan/pembelajaran seorang Guru mempunyai
tugas untuk melaksanakan perencanaan tentang apa dan bagaimana suatu proses pembelajaran,
dengan rencana tersebut kemudian guru melaksanakan proses pembelajaran di kelas, dalam
proses ini guru menentukan strategi, metoda, serta media pembelajaran yang digunakan guna
menciptakan proses pembelajaran yang efektif dalam rangka mencapai tujuan yang telah
ditetapkan dalam rencana pembelajaran. Langkah berikutnya adalah evaluasi sebagai cara untuk
mengetahui bagaimana pencapaian tujuan dalam bentuk kompetensi-kompetensi siswa yang
dicapai setelah mengikuti proses pembelajaran.
Terdapat tiga hal yang dilakukan oleh guru yaitu : menyusun rencana pembelajaran, melaksanakan
pengajaran/mengajar, dan melakukan evaluasi atas hasil belajar siswa sesuai dengan tujuan yang
ingin dicapai. Penyusunan rencana pembelajaran merupakan langkah persiapan yang dilakukan guru
sebelum melakukan proses pembelajaran di kelas. Perencanaan yang baik merupakan langkah
penting yang akan menentukan terhadap proses pembelajaran yang baik pula. Sementara itu
langkah pelaksanaan pembelajaran merupakan implementasi rencana pembelajaran dalam konteks
interaksi pembelajaran di kelas, dalam langkah ini disamping ditentukan oleh perencanaan juga
dipengaruhi oleh bagaimana guru mengelola kelas yang kondusif bagi peroses pembelajaran yang
efektif. Sedangkan langkah evaluasi dimaksudkan untuk mengetahui bagaimana hasil peroses
pembelajaran, apakah telah sesuai dengan yang direncanakan atau tidak. Hasil evaluasi ini
merupakan bahan penting untuk memperbaiki perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran
Proses yang dikemukakan di atas, pada dasarnya merupakan kegiatan umum yang dalam
kenyataannya cukup kompleks dan bersifat interaktif dengan berbagai faktor yang dapat
78
mempengaruhi kualitas suatu proses pembelajaran. Sebagai suatu bentuk interaksi edukatif,
pembelajaran tidak hanya ditentukan oleh bagaimana guru melaksanakan tugasnya dalam suatu
siklus proses pembelajaran, namun juga terdapat faktor lain, berkaitan dengan berbagai input dalam
suatu kegiatan pembelajaran.
Proses Belajar Mengajar/Proses Pembelajaran melibatkan banyak input yang semuanya akan
berpengaruh pada efektivitas pelaksanaannya. Input Siswa yang terlibat dalam proses pembelajaran
membawa di dalam dirinya berbagai karakteristik individu yang akan berpengaruh dalam interaksi
edukatif dalam proses pembelajaran, input instrumental dimana guru akan berperan penting di
dalamnya juga akan ditentukan oleh bagaimana program pembelajaran, penggunaan metoda,
media, serta bahan ajar dipergunakan dalam menciptakan proses pembelajaran. Disamping itu
input lingkungan seperti kondisi fisik, kondisi sosial dan budaya juga tidak dapat diabaikan karena hal
itu juga akan menentukan pada kualitas pembelajaran yang terjadi di dalam kelas. Faktor-faktor
input tersebut pada akhirnya akan mempengaruhi pada kualitas output yang diharapkan.
Dalam proses pembelajaran tersebut dengan berbagai faktor yang berpengaruh, guru sebagai
pendidik harus mendesain/merekayasa kegiatan/proses pembelajaran agar dapat mencapai tujuan
yang telah ditentukan. Mengelola pembalajaran memerlukan perubahan yang terus menerus
mengingat faktor-faktor input yang terus mengalami perubahan, sehingga kinerja guru sebagai
pendidik dalam proses pembelajaran perlu terus mengembangkan kemampuannya dalam
beradaptasi dengan berbagai perubahan tersebut.
Prubahan-perubahan yang terjadi dalam masyarakat baik melalui input maupun lingkungan
masyarakat secara keseluruhan menuntut pada kemampuan guru yang makin meningkat dalam
melaksanakan tugasnya. Guru perlu mengembangkan berbagai cara baru yang dapat meningkatkan
kualitas belajar peserta didik, inovasi dalam melaksanakan tugas tersebut manjadi pendorong untuk
melaksanakan tugas pendidikan secara inovatif. Dengan demikian upaya merekayasa pembelajaran
79
secara terus menerus sesuai perkembangan yang terjadi menjadi syarat penting guna menciptakan
pembelajaran yang efektif.
Dalam melakukan rekayasa pembelajaran banyak faktor yang perlu dipertimbangkan agar hal
tersebut dapat selalu sejalan dengan prinsip-prinsip pendidikan dan pembelajaran, tidak hanya
sekedar melakukan perubahan yang tidak mengarah pada pencapaian efektivitas pendidikan dan
pembelajaran. Berikut ini akan digambarkan komponen-komponen dalam rekayasa pembelajaran :
Seorang guru hendaknya berperilaku yang mempunyai pola interaksi di dalam proses belajar secara
efektif, apabila mereka memiliki keinginan untuk memahami peserta didik sesuai dengan
kebutuhannya. Kemampuan berinteraksi dari guru tidak akan berarti apa-apa seandainya mereka
memiliki motivasi yang rendah, terhadap penyesuaian dengan lingkungan, baik terhadap kebijakan
dan tujuan atau strategi pengajaran tersebut. Dengan mengingat bahwa keadaan lingkungan tidak
mudah terkontrol, maka seorang guru harus terbuka, penuh dengan pertimbangan, mampu
mendengar, dan bijaksana. Menyikapi hal tersebut maka guru senantiasa mampu memodifikasi
perilaku terhadap tuntutan yang ada atau timbul, terutama dalam proses belajar mengajar, ke arah
pemberian harapan yang positif untuk peningkatan motivasi belajar.
Seperti dijelaskan di atas, tugas guru dalam meningkatkan mutu serta produktifitas tidak dapat
terpisahkan dari keseluruhan tugas dalam operasionalisasi pendidikan di madrasah. Dengan
demikian, keberhasilan pencapaian tujuan pendidikan tidaklah hanya menggantungkan diri pada
usaha pemberian program pengajaran semata-mata. Program tersebut perlu didukung oleh
motivasi, system pengelolaan, administrasi dan supervisi pendidikan. Dan sehubungan dengan hal
tersebut, penyelenggaraan proses pendidikan dapat mencapai hasil yang optimal bila perhatian
pimpinan lebih banyak dipusatkan kepada guru. Guru dalam hal ini hanya merupakan pelaksana
operasionalisasi program pendidikan, namun demikian dalam berkinerja, guru dapat
80
mengembangkan inovasi dalam melaksanakan tugasnya, ini berarti kinerja inovatif merupakan hal
yang penting.
Pihak manapun mengakui bahwa di dalam sistem persekolahan, kurikulum, sarana dan prasarana
merupakan faktor-faktor penting yang tidak bisa kita abaikan dalam suatu proses
pendidikan/pembelajaran. Akan tetapi tanpa kehadiran guru yang bermutu, inovatif, berdedikasi
tinggi dan berwibawa, semua yang tersebut di atas tidaklah berarti banyak. Menurut Bransford et.al
(dalam Hammond&Bransford (ed), 2005:49), dalam melaksanakan tugasnya guru dapat
mengembangkan keahlian rutin (routine experts) dan keahlian adaptif (adaptive experts), perbedaan
kedua hal tersebut adalah :
“Routine experts develop a core competencies that they apply throughout their lives with
greater and greater efficiency. Adaptive experts are much more likely to change their core
competencies and continually axpand the breadth and depth of their expertise”.
keahlian rutin merupakan keahlian guru dalam melaksanakan tugasnya yang berulang-ulang,
semakin ahli seorang guru dalam keahlian ini, maka pekerjaan yang dilakukannya akan makin
efisien, sebaliknya keahlian adaptif menunjukan kemampuan untuk melakukan perubahan serta
memperluas dan memperdalam keahliannya dalam melaksanakan tugasnya sebagai
pendidik/pengajar.
Dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran seorang guru dapat menjadi agen pembelajaran
yang menitik beratkan pada efisiensi dengan kinerja rutin, dan bisa juga mengembangkan
kemampuan inovasinya dalam melaksanakan pembelajaran di kelas. Dalam kondisi yang
demkian diperlukan pemaduan antara dimensi efisiensi dengan dimensi inovasi, sehingga dapat
dicapai suatu kondisi yang seimbang dan keahlian adaptif merupakan kondisi yang ideal di mana
guru dapat melaksanakan tugasnya dalam suatu koridor adaptabilitas yang optimal. Kinerja
inovatif guru, yakni kinerja dengan mengembangkan cara baru melalui pengembangan
kreatifitas dalam melaksanakan tugas guru dalam pembelajaran.
81
Perlunya kinerja inovatif guru menjadi semakin penting tidak hanya berkaitan dengan berbagai
kebijakan pembaharuan pendidikan yang berasal dari atas (top-down), namun yang lebih penting
adalah tumbuh dan berkembangnya krativitas guru dan menerapkannya dalam meningkatkan
kualitas pembelajaran guna meningkatkan kualitas pendidikan. Disamping itu tuntutan perubahan
menjadikan peran guru dituntut kreatif inovatif, dimana dalam konteks globalisasi dewasa ini
diperlukan output pendidikan yang kreatif-inovatif sebagai kemampuan utama yang penting dalam
menghadapi persaingan yang makin ketat, dan untuk itu diperlukan suatu pembelajaran/pengajaran
yang kreatif-inovatif. Menurut pendapat Wayne Morris (2006)
“Creative teaching may be defined in two ways: firstly, teaching creatively and secondly,
teaching for creativity. Teaching creatively might be described as teachers using imaginative
approaches to make learning more interesting, engaging, exciting and effective. Teaching for
creativity might best be described as using forms of teaching that are intended to develop
students own creative thinking and behaviour. However it would be fair to say that teaching
for creativity must involve creative teaching. Teachers cannot develop the creative abilities
of their students if their own creative abilities are undiscovered or suppressed”.
Untuk menghasilkan output/lulusan yang kreatif diperlukan pengajaran yang kreatif. Oleh
karena itu kinerja kreatif/inovatif guru dalam melaksanakan tugasnya jelas akan turut
menentukan keberhasilan pelaksanaan setiap program pendidikan/pembelajaran, terlebih lagi
dalam situasi perubahan yang sangat cepat, di samping kepemimpinan Kepala Madrasah juga
motivasi dari guru sendiri dalam melaksanakan kewajibannya. Kepemimpinan Kepala Madrasah
mutlak diperlukan dalam memimpin organisasi bekerja, karena sikap kepemimpinan kepala
Madrasah dapat mempengaruhi kinerja guru. Pada akhirnya kelak kinerja guru dapat
ditingkatkan dan pencapaian tujuan pendidikan dapat dengan mudah terlaksana, serta
terwujudnya manusia cerdas komprehensif dan kompetitif akan dapat benar-benar terwujud
sebagai hasil dari suatu proses pendidikan/pembelajaran.
82
· Makna Profesi
Secara etimologi, profesi berasal dari istlah bahasa inggris profession atau bahas latin profecus, yang
artinya mengakui, pengakuan, menyatakan mampu, atau ahli dalam melaksanakan pekerjaan
tertentu. Pengakuan dari siapa?, dari diri sendiri, dari orang lain atau dari lembaga profesi. Kalau
pengakuan itu datang dari penyandang profesi itu, muncul beberapa pertanyaan. Apakah
kemampuan yang diakui atau diklaimnya itu benar-benar sebuah kenyataan? Apakah pengakuan itu
tidak lebih dari sebuah kesombongan?. Tidakkah pengakuan itu tidak lebih dari “riak-riak air yang
sesungguhnya mengimplisistkan kedangkalan derajat profesional penyandang profesi itu? Apakah
benar-benar ada bukti formal dan material yang memperkuat pengakuan itu.
Penyandang profesi boleh mengatakan bahwa dia mampu atau ahli dalam melaksanakan pekerjaan
tertentu asalkan pengakuannya disertai bukti riil bahwa dia benar-benar mampu melaksanakan
suatu pekerjaan yang dikaim sebagai keahliannya. Akan tetapi , pengakuan itu idealnya berasal dari
masyarakat atau pengguna jasa penyandang profesi itu atau berangkat dari karya ilmiah atau produk
kerja lain yang dihasilkan oleh penyandang profesi itu. Pengakuan itu terutama didasari atas
kemampuan konseptual-aplikatif dari penyandang profesi itu (Danim, 2002:21).
83
Secara terminologi, profesi dapat diartikan sebagai suatu pekerjaan yang mensyaratkan pendidikan
tinggi bagi pelakuknya yang ditekankan pada pekerjaan mental, bukan pekerjaan manual (Danim,
2002:21). Kemampuan mental yang dimaksudkan di sini adalah adanya persyaratan pengetahuan
teoritis akademis sebagai instrument untuk melakukan perbuatan praktis. Merujuk pada definisi ini,
pekerjaan-pekerjaan yang menuntut keterampilan manual atau fisikal, meskipun levelnya tinggi,
tidak digolongkan dalam profesi (sekarang ini).
· Ciri Profesi
Dari sudut sosiologi, Vollmer & Mills (1972) mengemukakan bahwa profesi menunjuk pada suatu
kelompok pekerjaan dari jenis yang ideal, yang sesungguhnya tidak ada dalam kenyataan atau tidak
pernah akan tercapai, tetapi menyediakan suatu model status pekerjaan yang bisa diperoleh, bila
pekerjaan itu telah mencapai profesionalisasi secar utuh. Istilah “ideal” itu hanya ada dalam kata,
tidak dalam realita. Karena sifatnya hanya sebuah abstraksi. Kondisi “ideal” tidak lebih dari harapan
yang tidak selesai karena fenomena yang ada hanya sebatas mendekati hal yang “ideal” itu.
Menurut Shulman (1998) dalam Hammond & Bransford (ed) (2005:12) terdapat six commonplace
(enam ciri yang lazim) yang didukung oleh seluruh profesi yaitu :
• Service to society, implying an ethical and moral commitment to clients
• A body of scholarly knowledge that forms the basis of the entitlement to practice
• Engagement to practical action, hence the needs to enact knowledge in practice
• Uncertainty caused by the different needs of clients and the non routine nature of
problems, hence the need to develop judgement in applying knowledge
• The importance of experience in developing practice, hence the need to learn by
reflecting on one’s practice and its outcomes, and
• The development of professional community that aggregate and share knowledge and
develops professional standards
84
Tuntutan profesionalisme guru memerlukan upaya untuk terus mengembangkan sikap profesional,
melalui peningkatan kapasitas guru agar makin mampu mengembangkan profesinya dalam
menjalankan tugarnya di madrasah. Menurut Roland S. Barth (1990:49)
”The crux of teachers’ professional growth, I feel, is the development of a capacity to
observe and analyze the consequences for students of different teaching behaviour and
materials, and to learn to make continous modification of teaching on the basis of cues
student convey”
hal tersebut sejalan dengan tuntutan terhadap profesi, termasuk Profesi Guru, yang selalu menuntut
upaya peningkatan terus menerus
85
Pengembangan kinerja guru dilihat dari sudut manajemen kinerja dapat dilakukan dengan dua
pendekatan yakni pendekatan berbasis kompetensi (Competency Based Performance
Management/CBPM) dan pendekatan berbasis kinerja (Performance Based Performance
Management/PBPM). Pendekatan berbasis kompetensi melakukan pengembangan kinerja melalui
peningkatan kemampuan pegawai/guru untuk melakukan sesuatu pekerjaan sesuai dengan peran
dan tugasnya, sedangkan pendekatan berbasis kinerja melakukan pengembangan pegawai/guru
melalui implementasi praktek-praktek terbaik (best practice) dalam melakukan pekerjaan sesuai
dengan bidang tugasnya.
86
Sumber Bacaan :
Bacal, Robert. 2001. Performance Management. Terj.Surya Darma dan Yanuar Irawan. Jakarta : PT
Gramedia Pustaka Utama.
Bapenas, 2009. berbagai artikel.
Boyd, Ronald T. C. 1989. Improving Teacher Evaluations; Practical Assessment, Research&
Evaluation”. ERIC Digest. .
Buchari Zainun, 1979, Manajemen dan Motivasi, Balai Aksara, Jakarta.
Davis, Keith dan John W. Newstrom, Perilaku Dalam Organisasi, Jilid I, Edisi 7, Erlangga, Jakarta,
1985
Dedi Supriadi, 1998, Mengangkat Citra dan Martabat Guru, Adicita Karya Nusa, Yogyakarta
Fremont E. Kast dan James E. Rosenzweigt, 1995, Organisasi dan Manajemen, Bumi Aksara, Jakarta
Seeker, Karen R. dan Joe B. Wilson. 2000. Planning Succesful Employee Performance (terj. Ramelan).
Jakarta : PPM.
Sekertariat Negara, 2009. Implementasi Manajemen Kinerja di Sektor Publik.
Vincent Gaspersz. 2009. Integrasi Blue Ocean Strategy dengan Design For Lean Six Sigma untuk
Meningkatkan Efektivitas Proyek-proyek Lean Six Sigma: Gramedia.
Vincent Gaspersz. 2009. Organizational Excellence - Model Strat. Gramedia.
Ps: banyak buku lain yang juga saya jadikan sumber bacaan, tetapi agar tidak terlihat berlebihan
maka saya hanya mencantumkan beberapa diantaranya saya. Karena pada setiap kalimat yang
berasal dari nukilan pendapat orang lain selalu saya cantumkan nama ahli dan tahun bukunya.
Mohon maaf