You are on page 1of 12

Revisi

SULUK:
Sebuah Tinjauan Fungsional dan Substantif
Makalah

Disusun guna memenuhi tugas Mata Kuliah Teori Suluk


Dosen Pengampu : Dr. H. Abdul Muhaya, MA.

Disusun Oleh :

Muh. Asroruddin AJ.


NIM : 095112032

PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
(IAIN) WALISONGO - SEMARANG
2010
MAKALAH TEORI SULUK
Suluk : Sebuah Tinjauan Fungsional dan Substantif
Disusun Oleh : Muh. Asroruddin / 095112032

A. PENDAHULUAN
Dalam dunia modern seperti saat sekarang ini tidak sedikit kita
temukan orang-orang yang stres dengan keadaan dan segala tuntutan hidup
mereka masing-masing, tuntutan dan tanggung jawab kerja, tuntutan
memenuhi kebutuhan hidup dan lain sebagainya.
Namun ada pula sebagian di antara masyarakat modern saat ini yang
mulai haus akan ketenangan dan keteduhan bathin dengan memasuki dunia
sufi atau tasawuf, mencoba mendekatkan diri kepada Ilahi Rabbi.
Dunia tasawuf saat ini sudah mulai banyak digandrungi, bahkan ada
pula yang sampai menjadikan tasawuf menjadi ideologinya. Bagi seorang sufi
yang menggeluti dunia tasawuf pastinya mengetahui dengan jelas tentang
“suluk”.
Suluk adalah jalan, yaitu jalan untuk lebih dekat dengan Allah. Dalam
Al-Qur’an surat An Nahl ayat 69 menjelaskan:

﴾ 69:‫ ﴿ النحل‬.    ...


Artinya : “…dan tempuhlah jalan Tuhanmu yang telah dimudahkan
(bagimu)”. (Departemen Agama RI,2005:274)
Dalam makalah ini penulis akan mencoba mengupas tentang suluk
lebih mendalam, bagai mana seharusnya seorang sufi menempuh suluk
melalui thariqat agar lebih dekat dengan Allah.

B. PEMBAHASAN
1. Definisi Suluk
Suluk secara harfiah suluk berarti menempuh (jalan). Dalam
kaitannya dengan agama Islam dan sufisme, kata suluk berarti
menempuh jalan (spiritual) untuk menuju Allah. Menempuh jalan suluk

1
(bersuluk) mencakup sebuah disiplin seumur hidup dalam melaksanakan
aturan-aturan eksoteris agama Islam (syariat) sekaligus aturan-aturan
esoteris agama Islam (hakikat). Ber-suluk juga mencakup hasrat untuk
Mengenal Diri, Memahami Esensi Kehidupan, Pencarian Tuhan, dan
Pencarian Kebenaran Sejati (ilahiyyah), melalui penempaan diri seumur
hidup dengan melakukan syariat lahiriah sekaligus syariat batiniah demi
mencapai kesucian hati untuk mengenal diri dan Tuhan.
(http://id.wikipedia.org, dikutip: 17/03/2010)
Sementara dalam kamus besar Bahasa Indonesia mengartikan
suluk sebagai pengasingan diri, khalwat; jalan ke arah kesempurnaan
bathin, tasawuf. (Departemen Pendidikan Nasional, 2007:777)
Kata suluk berasal dari terminologi Al-Qur'an, fasluki, dalam Surat
An-Nahl ayat 69. Sementara, Al Arifubillah Muhammad bin Ibrahim dalam
Zahri (1997: 246) mendefinisikan suluk yaitu mengosongkan diri dari sifat
mazmumah/ buruk (dari maksiat lahir dan maksiat bathin) dan
mengisinya dengan sifat yang terpuji/mahmudah (dengan taat lahir dan
bathin).
Suluk adalah proses latihan perbaikan kesalahan kemudian
meminta ampun dan kemudian meminta ampun. Jadi tariqat itu
merupakan wadah atau sarana untuk mencapai jalan dengan diajar
seorang guru, sedangkan suluk adalah latihannya. (Al Aziz, 2006: 88)
Menempuh jalan suluk juga berarti memasuki sebuah disiplin
selama seumur hidup untuk menyucikan qalb dan membebaskan nafs
dari dominasi jasadiyah dan keduniawian, dibawah bimbingan seorang
mursyid untuk mengendalikan hawa nafsu, membersihkan qalb, juga
belajar Al-Qur’an dan belajar agama, hingga ke tingkat hakikat dan
makna. Dengan bersuluk, seseorang mencoba untuk beragama dengan
lebih dalam daripada melaksanakan syari’at saja tanpa berusaha
memahami. Orang yang memasuki disiplin jalan suluk, disebut salik.

2
2. Kegunaan Suluk Bagi Seorang Salik
Keberadaan suluk bagi seorang salik sangat penting sebelum
memasuki thariqah, karena dari suluk seseorang dapat mengetahui jalan
untuk lebih dekat dengan Allah. Suluk pada hakikatnya bukan sekedar
untuk mendapatkan nikmat dunia dan akhirat untuk memperoleh
limpahan-limpahan karunia Allah, atau untuk mendapatkan sorotan nur
cahaya, tetapi suluk bertujuan semata hanya untuk Allah dan bukan
untuk yang lainnya. (Amar, 1980:50)
Setiap ahli tasawuf atau tariqat dirinya meras yakin akan sampai
kapada Allah melalui suluk. Allah berfirman dalam Al-Qur’an Surat Al-
Kahfi: 110
        
﴾ 110:‫﴿ الكهف‬    
Artinya : “Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, Maka
hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia
mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada
Tuhannya".(Departemen Agama RI,2005:304)

Berdasarkan ayat ini para kaum sufi dan ahli thariqat sama
mengerjakan amalan-amalan salih termasuk di antaranya adalah amalan
suluk dengan cara-cara tertentu, antara lain yaitu dengan melakukannya
selama 40 hari, 30 hari, dan 10 hari. (Amar, 1980:51)
Amalan suluk yang demikian telah dijelaskan dalam Al-Qur’an
yaitu terdapat dalam surat Al-A’raf ayat 142
       
  
Artinya : “Dan Telah kami janjikan kepada Musa (memberikan Taurat)
sesudah berlalu waktu tiga puluh malam, dan kami
sempurnakan jumlah malam itu dengan sepuluh (malam lagi),

3
Maka sempurnalah waktu yang Telah ditentukan Tuhannya
empat puluh malam".(Departemen Agama RI,2005:304)
Dalam Tafsir Al-Misbah menafsirkan ayat di atas bahwa Allah telah
menjanjikan kepada Musa untuk bermunajat kepada Allah dan akan
diberikan Taurat sesudah berlalu tiga puluh malam dan
menyempurnakannya jumlah malam-malam itu dengan sepuluh malam
lagi, maka sempurnalah keseluruhan waktu yang telah ditentukan Allah
selama empat puluh malam. (Shihab, 2006: 234)
Artinya, sebelum Musa dianugerahkan Kitab Taurat, ia dijanjikan
oleh Allah untuk menyendiri, bermunajat, dan kemudian Musa
menyerahkan kepemimpinannya kepada Nabi Harun untuk memimpin
kamummnya dan memenuhi janji Allah tersebut.
Seorang salik (yang berhasrat Tasawwuf/ber-Tarikat) dapat
melakukan Tarikat/perjalanan kepada Allah dengan menempuh 4 fase
marhalah: (Zahri: 1997: 247-249)
Fase I disebut dengan marhalah amal lahir. Artinya: berkenalan
melakukan amal ibadat yang diperlukan dan Nafawil/sunnah. Fase II
disebut amal bathin atau Muraqabah (mendekatkan diri kepada
Allah)dengan jalan mensuci/membersihkan diri darimaksiat lahir dan
bathin (Takhalli)mmerangi hawa nafsu dibarengi dengan amalan yang
mahmudah/terpuji dari taat lahir dan bathin (Tahalli) yang semua itu
merupakan amalan qalbi.
Fase III disebut marhalah riadhah/melatih diri dan mujahadah
atau mendorong diri.
Firman Allah swt dalam surat al-Ankabut ayat 69:
        

Artinya : “Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan)
kami, benar- benar akan kami tunjukkan kepada mereka jalan-

4
jalan kami. dan Sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-
orang yang berbuat baik.” (Departemen Agama RI,2005:404)
Maksud mujahadah ini, ialah melakukan jihad lahir bathin untuk
menambah kuatnya kekuasaan rohani atas jasmani, guna membebaskan
jiwa kita dari belenggu nafsu duniawi, supaya jiwa itu menjadi suci bersih
bagaikan kaca yang segera menangkap apa-apa yang bersifat suci,
sehingga mustahiq memperoleh pelbagai pengetahuan yang hakiki
tentang Allah dan kebesarannya.
Fase IV disebut marhala “Fina-kamil” yaitu jiwa si Salik telah
sampai kepada martabat Syuhudul Haqqi bi Haqqi (melihat hakikat
kebenaran).
Kemudian terbukalah dengan tenang pelbagai alam yang rahasia
baginya. Ketika itu terbukalah rahasia-rahasia Rabbani baginya, berturut-
turut datanglah Nur dan mukasyafah padanya. Ketika itu ia akan
mendapatkan nikmat yang besar dalam mendekati Hadrati Ilahi. Dalam
situasi seperti inilah seorang salik berada pada puncak mahabbah dengan
Allah , dapat melihat Allah dengan mata bathinnya, memperoleh puncak
kelezatan yang tidak pernah terlihat oleh mata, tidak pernah terdengar
oleh telinga dan tidak pernah terdetik dalam hati sanubari manusia, tidak
mungkin disifati atau dinyatakan dengan kata-kata.
Salah satu dampak menempuh suluk adalah timbulnya sifat zuhud.
Jika dikaitkan dengan zaman modern saat ini Amin Syukur dalam bukunya
(2004:184) menyebutkan bahwa capaian terakhir seorang sufi akan
mencapai tuma’ninah al-qalb, yaitu ketenangan hati yang merupakan
pangkal kebahagiaan seseorang, baik bahagia di dunia maupun di akhirat
orang yang demikian ini hidupnya penuh dengan optimisme, tidak
mungkin tergoda oleh situasi dan kondisi yang melingkupinya, bisa
menguasai diri dan menyesuaikan diri dan menyesuaikan diri di tengah-
tengah deru modernisasi dan industrialisasi.

5
3. Substansi Suluk
Ber-suluk bukan berarti hanya mengasingkan diri. Ber-suluk adalah
menjalankan agama sebagaimana awal mulanya, yaitu beragama dalam
ketiga aspeknya yaitu iman, islam, dan ihsan (tauhid - fiqh - tasawuf)
sekaligus, sebagai satu kesatuan diin Al-Islam yang tidak terpisah-pisah.
Secara sederhana, bisa dikatakan bahwa bersuluk adalah ber-thariqah,
walaupun tidak selalu demikian.
Yang dilakukan, adalah setiap saat berusaha untuk menjaga dan
menghadapkan qalb nya kepada Allah, tanpa pernah berhenti sesaat pun,
sambil melaksanakan syari’at Islam sebagaimana yang dibawa Rasulullah
saw. Amalannya adalah ibadah wajib dan sunnah sebaik-baiknya, dalam
konteks sebaik-baiknya secara lahiriah maupun secara batiniah. Selain itu
ada pula amalan-amalan sunnah tambahan, bergantung pada apa yang
paling sesuai bagi diri seorang salik untuk mengendalikan sifat jasadiyah
dirinya, mengobati jiwanya, membersihkan qalbnya, dan untuk lebih
mendekat kepada Allah.
Dasar segala amalan adalah Al-Qur’an dan tuntunan Rasulullah,
demikian pula amalan-amalan dalam suluk. Suluk tidak mengajarkan
untuk meninggalkan syariat pada level tertentu. Syariat (bahkan hingga
hakikat dari pelaksanaan syariat) tuntunan Rasulullah wajib dipahami dan
dilaksanakan oleh seorang salik, hingga nafasnya yang penghabisan.
(http://suluk.blogsome.com, dikutip: 19/03/2010)
Dimana? Dimana pun, kapan pun. Setiap saat, selama hidup
hingga nafas terakhir kelak. Kenapa? Karena sebagian orang ingin
memahami makna hidup, makna Al-Qur’an, ingin hidup tertuntun dan
senantiasa ada dalam bimbingan Allah setiap saat. Sebagian orang ingin
memahami agama, bukan sekedar menghafal dalil-dalil beragama.

6
Jadi, bersuluk kurang lebih adalah ber-Islam dengan sebaik-
baiknya dalam sikap lahir maupun batin, termasuk berusaha memahami
kenapa seseorang harus berserah diri (ber-Islam), mengetahui makna
‘berserah diri kepada Allah’ (bukan ‘pasrah’), dalam rangka berusaha
mengetahui fungsi spesifik dirinya bagi Allah, untuk apa ia diciptakan-
Nya.
Menurut Hadhrat Maulana Hasan Jan Sirhindi terdapat tiga jalan
untuk sampai kepada Allah : Zikir, Muraqabah, dan Rabithah.
(Abdurrahman, 2010: 12)
Muraqabah adalah berzikir tanpa huruf dan tanpa suara dengan
membayangkan limpahan faidhz dari pada zat Allah. Muraqabah lebih
tinggi derajatnya daripada zikir karena mengingati zat Allah swt adalah
lebih baik dari hanya sekedar mengingati nama-Nya. Sebagai contoh,
sekiranya nama ibu seseorang adalah Aminah mengingat dengan
membayangkan kasih sayang ibunya dan wajah ibunya adalah lebih baik
daripada hanya dengan menyebut nama ibunya Aminah beberapa kali,
tetapi hatinya lalai.
Dalam menjalani suluk terdapat beberapa macam seperti yang
ditulis oleh Saifullah Al Aziz. Dalam bukunya ia menjelaskan ada tiga
macam suluk yang terdapat dalam ajaran thariqat, di antaranya adalah:
(Al Aziz, 2006: 88-90)
a. Suluk dalam bentuk ibadah
Suluk atau katakanlah latihan dalam bentuk ibadah ini caranya
ialah memperbanyak bentuk syari’at serta prosesi yang dimulai dari
wudhu, shalat dengan zikir. Murid yang melakukan latihan dalam
bentuk ibadah ini tak segan-segan mengisi hari-hari dalam hidupnya
dengan melaksanakan perintah yang wajib dan yang sunat layaknya
yang dilakukan orang-orang islam.

7
Prosesi dan latihan (suluk) semacam itu dilakukan secara rutin
dan berlangsung terus menerus setiap hari. Ia akan merasa berdosa
dan gagal jika pada suatu hari atau pada suatu waktu ia sampai tidak
mengerjakan suluk ibadah.
b. Suluk dalam bentuk Riyadhah
Bentuk suluk atau latihan yang lain dalam ajaran atau amalan
thariqat ialah riyadhah. Latihan riyadhah berbeda dengan suluk
ibadah. Jika suluk ibadah seorang murid diperintahkan untuk
mengamalkan peribadatan seperti shalat, baik wajib maupun sunnat
wirid atau zikir. Tetapi suluk riyadhah ini bentuknya dan
pengamalannya ialah meliputi meditasi, bertapa, berpuasa,
menyepikan diri, menjauhkan diri dari pergaulan sehari-hari,
mengurangi tidur, mengurangi bicara, mengurangi segala yang
berhubungan dengan keduniawian, termasuk memisahkan diri
dengan anak istri.
Latihan riyadhah ini diperintahkan oleh seorang mursyid
manakala melihat bahwa murid-muridnya mulai melakukan kesalahan
dan debu-debu nafsu menutupi hati mereka. Suluk riyadhah ini
dilakukan semata-mata untuk menyucikan jiwa dan menghindari
kesalahan. Dengan melakukan riyadhah ini diharapkan Tuhan akan
menghapus segala kesalahan dan debu hati yang selanjutnya akan
mendapat ampunan, petunjuk dan berkah dari-Nya.
c. Suluk penderitaan
Suluk yang ketiga dalam ajaran tariqat ialah latihan untuk
hidup menderita. Pada dasarnya semua ajaran tariqat, baik syari’at
maupun suluknya mencerminkan bahwa mereka sensntiasa
menghindari keinginan yang bersifat duniawi. Untuk itu suluk dalam
bentuk penderitaan merupakan suatu rangkaian ajaran tariqat yang
perlu diamalkan jika sang guru memerintahkannya begitu.

8
Sementara Hasyim (2006:11-12) menulis dalam bukunya bahwa
jalan tertentu (tarikat ) itu cara mencapainya harus melalui latihan-latihan
(suluk). Jadi seseorang jika ingin manjadi seorang sufi haruslah
menempuh jalan Suluk setelah menempuh Syari’at, yang kemudian
setelah suluk dicapai maka calon sufi baru dapat memasuki jalan tariqat.
Agar seorang mampu menjalani jalan (tarikat) maka kita harus
melalui jalan suluk (latihan-latihan) terlebih dahulu. Latihan-latihan itu
mencakup melatih jiwa dan raga agar mencapai kesempurnaan dalam
beribadah. Secara umum, suluk (latihan) dalam ajaran tarikat itu
mencakup: ikhlas, muraqabah, muhasabah, tajarrud, isyq, dan hubb.

C. PENUTUP
Ajaran thariqat sejak dahulu memang tidak semuanya diterima oleh
semua ulama Islam. Ada sebagian yang diterima dan ada pula yang ditolak
dan ada pula yang antipati terhadap thariqat pro dan kontra terhadap ajaran
thariqat ini sudah lama terjadi, bahkan 375 tahun yang lalu, tepatnya pada
tahun1048 H dimasa Sultan Alaidin Iskandar Tsani dari Kerajaan Aceh telah
melarang thariqat secara resmi. Ulama-ulama Aceh telah mengadakan
musyawarah dibawah Syaikh Nuruddin Ar Raniri, dan musyawarah
memutuskan bahwa menganut thariqat di anggap kafir, murtad dan harus
dibunuh mati.
Pada masa pengaruh ajaran Muhammad ibn Abdul Wahab (1703-
1787), yang terkenal dengan sebutan wahabi, kerajaan Arab Saudi telah
melarang semua yang berbau bid’ah termasuk thariqat Naqsabandiyah,
karena dianggap bertentangan dengan ajaran Islam yang murni. Rumah suluk
yang dipimpin oleh Syaikh Sulaiman Zuhdi di puncak Jabal Abi Qubais,
Makkah, ditutup dan buku-buku dan karangannya dibakar.

9
Harapan kita walaupun aliran thariqat banyak yang pro dan kontra,
terlepas dari hal itu, kita harus menjalankan ajaran islam ang sesuai dengan
tuntunan Al-Qur’an dan Hadits.

10
D. DAFTAR PUSTAKA

Amar, Imron Abu, Drs, H. Sekitar Masalah Thariqat (Naqsabandiyah), Kudus:


Menara Kudus, 1980

Abdurrahman, Muhammad Thahir, Risalah Siyar As-Suluk fii Syarah Kitab


Ibtida’i Suluk, 2010

Al Aziz, Saifulloh, Drs. Langkah Menuju Kemurnian Tasawuf, Surabaya: Terbit


Terang, 2006

Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Bandung: CV. Jumanatul


Ali-Art, 2005

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi


ketiga, Jakarta: Balai Pustaka, 2007

Hasyim, Ali, Menuju Puncak Tasawuf, Surabaya: Visi 7, 2006

Shihab, M. Quraish, Tafsir Al-Misbah, Cet. V, Tangerang: Lentera Terang,


2006

Syukur, HM. Amin, Prof, Dr, MA, Zuhud di Abad Modern, Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2004

Zahri, Mustafa, Dr, Kunci Memahami Ilmu Tasawuf, Surabaya: PT. Bina Ilmu,
1997

Http://id.wikipedia.org/wiki/suluk

http://suluk.blogsome.com/2008/03/18/suluk-apa-itu

11

You might also like