Professional Documents
Culture Documents
Dilihat dari segi cakupan atau ruang lingkupnya, tujuan pendidikan dapat
dibagi ke dalam enam tahapan sebagai berikut.
1
Lihat H.M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam Suatu Tinjauan Teoritis dan Praktis Berdasarkan Pendekatan
Interdisipliner, (Jakarta:Bina Aksara, 1991) cet. I. hal. 40; Lihat pula Second World Conference on Muslim
Education, International Seminar on Islamic Concepts and Curriculla, Recomendation, 15 to n20, March 1980
Islamabad.
pada tingkat perseorang, kelompok maupun kemanusiaan dalam arti yang seluas-
luasnya.
Tujuan pendidikan Islam yang bersifat universal ini dirumuskan dari
berbagai pendapat para pakar pendidikan, seperti Al-Attas, Athiyah al-Abrasy,
Munir Mursi, Ahmad D. Marimba, Muhammad Fadhil al-Jamali Mukhtar Yahya,
Muhammad Quthb, dan sebagainya.
Al-Attas misalnya, mengendaki tujuan pendidikan Islam adalah manusia
yang baik.2
Athiyah al-Abrasyi menghendaki tujuan akhir pendidikan Islam adalah
manusia yang berakhlak mulia.3
Munir Mursi menghendaki tujuan akhir pendidikan adalah manusia
sempurna.4
Ahmad D. Marimba, berpendapat bahwa tujuan pendidikan Islam adalah
terbentuknya orang yang berkepribadian Muslim.5
Muhammad Fadhil al-Jamali merumuskan tujuan pendidikan Islam dengan
empat macam, yaitu: (1)mengenalkan manusia akan perarannya di antara sesama
titah makhluk dan tanggung jawabnya di dalam hidup ini; (2)mengenalkan
manusia akan interaksi sosial dan tanggung jawabnya dalam tata hidup
bermasyarakat; (3)mengenalkan manusia akan alam dan mengajak mereka untuk
mengetahui hikmah diciptakannya serta memberi kemungkinan kepada mereka
untuk mengambil manfaat darinya; (4)mengenalkan manusia akan pencipta alam
(Allah) dan menyuruhnya beribadah kepada-Nya.6
2
Syed Muhammad al-Naquib Al-Attas, Aim and Objectives of Islamic Education, (Jeddah:King Abdul Aziz
University, 1979), hal. 1.
3
Muhammad Athiyah al-Abrasyi, Dasar-dasar Pokok Pendidikan Islam, (terj.) Bustami A. Gani dan Djohar Bahry,
(Jakarta:Bulan Bintang, 1974), hal. 15.
4
Muhammad Munir Mursi, al-Tarbiyah al-Islamiyah Usuluha wa Tatawwuruha fi Bilad al-Arabiyah, (Qahirah:Alam
al-Kutub, 1977), hal. 18.
5
Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung:Al-Ma’arif, 1989), hal. 39.
6
Lihat Muhammad Fadhil al-Jamali, Filsafat Pendidikan dalam Al-Qur’an (terj.) Judial Falasani, (Surabaya:Bina
Ilmu, 1986), hal. 3
Mukhtar Yahya berpendapat, bahwa tujuan pendidikan Islam adalah
memberikan pemahaman ajaran-ajaran Islam pada peserta didik dan membentuk
keluhuran budi pekerti sebagaimana missi Rasulullah SAW sebagai pengemban
perintah7 menyempurnakan akhlak manusia, untuk memenuhi kebutuhan kerja.8
Muhammad Quthb, berpendapat, bahwa tujuan pendidikan adalah membina
manusia secara pribadi dan kelompok sehingga mampu menjalankan fungsinya
sebagai hamba Allah dan khalifah-Nya guna membangun duni ini sesuai dengan
konsep yang ditetapkan Allah.9
Tujuan pendidikan Islam yang bersifat universal tersebut memiliki ciri-ciri
sebagai berikut.
Pertama, mengandung prinsip universal (syumuliyah) antara aspek akidah,
ibadah, akhlak dan muamalah; keseimbangan dan kesederhanaan (tawazun dan
iqtisyadiyah) antara aspek pribadi, komunitas, dan kebudayaan; kejelasan
(tabayyun), terhadap aspek kejiwaan manusia (qalb, akal dan hawa nafsu) dan
hukum terhadap setiap masalah; kesesuaian atau tidak bertentangan antara berbagai
unsur dan cara pelaksanaannya; realisme dan dapat dilaksanakan, tidak berlebih-
lebihan, praktis, realistik, sesuai dengan fitrah dan kondisi sosioekonomi,
sosiopolitik, dan sosiokultural yang ada; sesuai dengan perubahan yang diinginkan,
baik pada aspek ruhaniyah dan nafsaniyah, serta perubahan kondisi psikologis,
sosiologis, pengetahuan, konsep, pikiran, kemahiran, nilai-nilai, sikap peserta didik
untuk mencapai dinamisasi kesempurnaan pendidikan; menjaga perbedaan-
perbedaan individu, serta prinsip dinamis dalam menerima perubahan dan
perkembangan yang terjadi pada pelaku pendidikan serta lingkungan di mana
pendidikan itu dilaksanakan.
7
Lihat Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakir, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta:Prenada Media, 2006), cet. I, hal. 73-74.
8
Lihat Mukhtar Yahya, Butir-butir Berharga dalam Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta:Bulan Bintang, 1977(, hal.
40-43.
9
Lihat Muhammad Quthb, Manhaj al-Tarbiyyah al-Islamiyah, (Kairo: Dar al-Syuruq, 1400 H.), cet. IV, hal. 13.
Kedua, mengandung keinginan untuk mewujudkan manusia yang sempurna
(insan kamil) yang di dalamnya memiliki wawasan kaffah agar mampu
menjalankan tugas-tugas kehambaan, kekhalifahan, dan pewaris Nabi.
10
Lihat Departemen Agama RI, Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,
(Jakarta:Departemen Pendidikan Nasional, 2003), hal. 24.
3. Tujuan Pendidikan Islam secara Institusional
Yang dimaksud dengan tujuan pendidikan Islam secara institusional adalah
tujuan pendidikan yang dirumuskan oleh masing-masing lembaga pendidikan
Islam, mulai dari tingkat Taman Kanak-kanak atau Raudhatul Atfal, sampai
dengan Perguruan Tinggi. Berikut ini dikemukakan beberapa contoh rumusan
pendidikan Islam secara institusional sebagai berikut.
12
Lihat Profil Program Studi Manajemen Pendidikan Islam Fakultas Tarbiyah IAIN Antasari Banjarmasin,
(Banjarmasin: IAIN Antasari, 2008), hal. 4
kosakata yang berkaitan dengan alat-alat tulis, kosakata yang berkaitan dengan
tempat tinggal dan sebagainya.
Dengan tercapainya kecakapan (kompetensi) pada tingkat subpokok
bahasan, maka akan tercapailah kecakapan (kompetensi) pada tingkat pokok
bahasan; dengan tercapainya kecakapan pada tingkat pokok bahasan akan
tercapailah kecakapan pada tingkat mata pelajaran; dan dengan tercapainya
kecakapan pada mata pelajaran akan tercapailah kecakapan tingkat program studi
atau kurikulum; dengan tercapainya kecakapan tingkat program studi atau
kurikulum, maka tercapailah kecakapan pada tingkat institusional; dengan
tercapainya kecakapan pada tingkat institusional, maka tercapailah kecakapan pada
tingkat nasional, dan dengan tercapainya kecakapan pada tingkat nasional, maka
tercapailah kecakapan pada tingkat universal. Semakin tinggi tingkat kecakapan
yang ingin dicapai, maka semakin banyak waktu, tenaga, sarana prasarana, dan
biaya yang dibutuhkan. Untuk itu tujuan pendidikan pada setiap tingkatan harus
saling berkaitan dan saling menunjang. Dengan demikian, tujuan pendidikan yang
sesungguhnya harus dicapai adalah tujuan pada setiap kali kegiatan belajar
mengajar yang dilakukan oleh para guru.
Selain tujuan pendidikan dari segi ruang lingkup dan cakupannya
sebagaimana tersebut di atas, terdapat pula tujuan pendidikan dilihat dari segi
kepentingan masyarakat, individu peserta didik, dan gabungan antara keedua.
Penjelasan atas ketiga model ini dapat dikemukakan sebagai berikut.
Pertama, tujuan pendidikan dari segi kepentingan sosial, adalah tujuan
pendidikan yang diharapkan oleh masyarakat. Termasuk pula di dalamnya tujuan
pendidikan yang diharapkan oleh agama, masyarakat, negara, ideologi, organisasi
dan sebagainya. Dalam konteks ini, maka pendidikan seringkali menjadi alat untuk
mentransformasikan nilai-nilai yang dikehendaki oleh agama, masyarakat, negara,
ideologi dan organisasi tersebut. Berdasarkan titik tolak ini, maka tujuan
pendidikan dapat dirumuskan misalnya tersosialisasikannya nilai-nilai agama, nilai
budaya, paham ideologi, pada missi organisasi kepada masyarakat. Tujuan
pendidikan yang bertitik tolak dari segi kepentingan agama, masyarakat, negara,
ideologi dan organisasi, seringkali menjadikan peserta didik sebagai obyek atau
sasaran. Peserta didik menjadi terkesan pasif. Dalam hubungan ini Muzayyin
Arifin berpendapat: bahwa tujuan yang berhubungan dengan kehidupan
masyarakat sebagai keseluruhan, dan dengan tingkah laku masyarakat umumnya
serta dengan perubahan-perubahan yang diinginkan pada pertumbuhan pribadi,
pengalaman dan kemajuan hidupnya.13
Timbulnya tujuan pendidikan dari sisi eksternal ini, didasarkan pada assumsi
bahwa apa yang terdapat dalam agama, nilai-nilai budaya, paham ideologi dan
organisasi adalah nilai-nilai yang sudah terseleksi secara ketat, dan telah terbukti
keunggulan dan manfaatnya dalam kehidupan masyarakat dari waktu ke waktu.
Oleh karenanya nilai-nilai tersebut perlu dilestarikan, dipelihara, dijaga dan
disampaikan kepada setiap generasi, melalui pendidikan. Islam sebagai agama
yang mengandung nilai universal, berlaku sepanjang zaman, dijamin pasti benar,
sesuai dengan fitrah manusia, mengandung prinsip keseimbangan dan seterusnya
dijamin dapat menyelematkan kehidupan manusia di dunia dan akhirat. Atas dasar
ini, maka pendidikan Islam pada umumnya, memiliki tujuan yang didasarkan pada
kepentingan agama, namun tujuannya untuk mensejahterakan dan membahagiakan
manusia. Intinya adalah bahwa dengan berpegang teguh pada agama, kehidupan
manusia dijamin pasti sejahtera dan bahagia di dunia dan akhirat. Atas dasar ini,
maka tidaklah mengherankan, jika penyelenggaraan pendidikan Islam cenderung
bersifat normatif, doktriner, kurang memberikan peluang dan kebebasan kepada
peserta didik, serta berpusat pada kreatifitas dan aktivitas guru. Model pendekatan
pendidikan seperti ini dapat dilihat pada pendidikan yang berlangsung di pesantren.
13
Lihat H.M.Arifin, Ilmu Pendidikan Islam, op. cit, hal. 42.
Secara teoritis, model pendidikan ini banyak didukung oleh aliran empirisme, yang
menekankan, bahwa faktor dari luarlah yang menentukan pembentukan karakter
peserta didik. Model pendidikan dari sisi eksternal ini berhasil dalam mewujudkan
masyarakat yang tertib, aman, damai, dan harmonis, namun dari sisi lain kurang
melahirkan gagasan dan inovasi baru, mengingat pada umumnya masyarakat
bersifat status quo, atau cenderung melestarikan nilai-nilai yang sudah ada.
Kedua, tujuan pendidikan Islam dari segi kepentingan individual adalah
tujuan yang menyangkut individu, melalui proses belajar dalam rangka
mempersiapkan dirinya dalam kehidupan dunia dan akhirat. 14 Dengan tujuan ini,
maka pendidikan bukanlah mentransformasikan atau mentransmisikan nilai-nilai
yang berasal dari luar kepada diri peserta didik, melainkan lebih bersifat menggali,
mengarahkan dan mengembangkan motivasi, minat, bakat dan potensi anak didik
agar tumbuh, berkembang dan terbina secara optimal, sehingga potensi yang
semula terpendam itu menjadi muncul kepermukaan dan menjadi aktual atau nyata
dalam realitas. Pendidikan bukan dilihat seperti mengisi air ke dalam gelas,
melainkan seperti menyalakan lampu, atau melahirkan energi. Dengan sudut
pandang ini, maka pendidikan lebih dipusatkan pada aktivitas peserta didik
(student centris). Untuk itu desain proses belajar mengajar harus memberikan
peluang dan kebebasan yang lebih besar kepada peserta didik untuk beraktivitas,
berkreasi, berekspresi, berinovasi, dan bereksperimen untuk menemukan berbagai
kebenaran dan kebaikan. Dengan cara ini, setiap pengetahuan yang dimiliki anak
adalah merupakan hasil usahanya sendiri, dan bukan diberikan oleh guru atau dari
luar. Dengan demikian, maka sejak dari awal peserta didik sudah memiliki
kompetensi dalam menemukan, yaitu menemukan proses-proses yang bersifat
metodologis untuk menghasilkan temuan ilmu pengetahuan. Dengan cara itu, maka
setiap peserta didik sudah menjadi peneliti (reseacher), penemu dan mujtahid.
14
Lihat H.M.Arifin, ibid, hal. 42.
Dengan kemampuannya ini, maka ia akan dapat mengembangkan ilmunya secara
terus menerus, dan akan memiliki rasa percaya diri (self confident) yang tinggi,
kreatif, inovatif dan seterusnya. Lulusan peserta didik yang seperti inilah yang
sesungguhnya diharapkan pada era reformasi dan demokratisasi seperti sekarang
ini.
Timbulnya tujuan pendidikan yang berpusat pada peserta didik (internal)
tersebut didasarkan pada iformasi dari kalangan para psikolog, bahwa
sesungguhnya pada diri setiap peserta didik sudah ada potensinya masing-masing
yang berbeda antara satu dan lainnya. Atas dasar informasi ini, maka pendidikan
bukanlah memasukan sesuatu dari luar ke dalam diri anak, melainkan
menumbuhkan dan mengembangkan potensi tersebut agar aktual dan berdaya
guna. Jika seorang anak memiliki potensi dan bakat melukis misalnya, maka tugas
pendidikan adalah menumbuhkan, mengasah dan membina bakat melukis tersebut
agar menjadi sebuah kenyataan yang aktual dan terlihat dalam praktek serta
bermanfaat bagi dirinya. Pendekatan pendidikan yang berpusat pada peserta didik
ini didasarkan pada teori dari aliran nativisme sebagaimana digagas oleh
Shopenhaur. Pendekatan ini pada gilirannya mengarahkan kepada timbulnya
pendidikan yang bersifat demokratis, bahkan liberalistis.
Ketiga, tujuan pendidikan dari segi perpaduan (konvergensi) antara bakat
dari diri anak dengan nilai budaya yang berasal dari luar. Dengan pandangan ini,
maka dari satu sisi pendidikan memberikan ruang gerak dan kebebasan bagi
peserta didik untuk mengekspresikan bakat, minat dan potensinya yang bersifat
khas individualistik, namun dari sisi lain pendidikan memberikan atau
memasukkan nilai-nilai atau ajaran yang bersifat universal dan diakui oleh
masyarakat ke dalam diri anak. Dengan cara demikian, dari satu sisi setiap orang
memiliki kebeban untuk mewujudkan cita-citanya, namun dari sisi lain, ia juga
harus patuh dan tunduk terhadap nilai-nilai yang berlaku di masyarakat. Perpaduan
antara sisi internal dan eksternal ini sejalan dengan prinsip pendidikan sistem
among ang dikemukakan Ki Hajar Dewantoro, yaitu ing ngarso sung tulado
(teacher centris), ing mandya mangun karso (teacher centris dan student centris),
dan tut wuri handayani (student centris).
Selanjutnya jika dilihat dari sudut ajaran Islam, sesungguhnya ketiga model
pendekatan tersebut bersifat anthropo-centris atau memusat pada manusia, yakni
bahwa ketiga pendekatan tersebut sepenuhnya mengandalkan usaha manusia
semata-mata, dan belum melibatkan peran Tuhan.
Islam sebagai agama yang seimbang, mengajarkan bahwa setiap usaha yang
dilakukan manusia tidak hanya melibatkan peran manusia semata, melainkan juga
melibatkan peran Tuhan. Nabi Muhammad SAW menggambarkan proses
pendidikan seperti sebuah kegiatan bertani. Jika seorang petani ingin mendapatkan
hasil pertanian yang baik, maka ia harus menyiapkan lahan yang subur dan
gembur, udara dan cuaca yang tepat, air dan pupuk yang cukup, bibit yang unggul,
cara menanamnya yang benar, pemeliharaan dan perawatan tanaman yang benar
dan intensif, waktu dan masa tanam yang tepat dan cukup. Namun walaupun
berbagai usaha tersebut sudah dilakukan, tapi belum dapat menjamin seratus
persen bahwa hasil pertanian tersebut akan berhasil dengan baik. Keberhasilan
pertanian tersebut masih bergantung kepada kehendak Tuhan. Di dalam al-Qur’an,
Allah SWT menyatakan: ”Maka terangkanlah kepada-Ku tentang yang kamu
tanam? Kamukah yang menumbuhkannya ataukah Kami yang menumbuhkannya?
Tanah yang subur dan gembur serta bibit yang unggul dapat digambarkan
seperti bakat dan potensi peserta didik yang bersifat internal. Sedangkan cara
menanam yang benar, pemeliharaan dan perawatan yang tepat dan intensif, dan
pemberian pupuk yang cukup dapat digambarkan seperti usaha dan program
pendidikan yang dilakukan oleh sekolah dan guru. Sedangkan keberhasilan
pertanian menggambarkan peranan Tuhan. Dengan demikian, maka pendidikan
Islam menganut paham teo-anthropo centris, yakni memusat pada perpaduan
antara kehendak Tuhan dan usaha manusia. Itulah sebabnya, pada setiap kali
memulai pengajaran harus dimulai dengan memohon petunjuk Tuhan, dan ketika
selesai pengajaran harus diakhiri dengan mengucapkan alhamdulillahi rabbil
alamin.
Pandangan objective oriented (berorientasi pada tujuan) mengajarkan bahwa tugas guru
yang sesungguhnya bukanlah hanya mengajarkan ilmu atau kecakapan tertentu pada anak
didiknya saja, akan tetapi juga merealisir atau mencapai tujuan pendidikan. Istilah tujuan atau
sasaran atau maksud dalam bahasa Arab dinyatakan dengan ghayat atau ahdaf atau maqasid.
Dalam bahasa Inggris, istilah tujuan dinyatakan dengan goal, purpose, objective dan aim. Secara
umum istilah-istilah itu mengandung pengertian yang sama yaitu perbuatan yang diarahkan
kepada suatu tujuan tertentu, arah atau maksud yang hendak di capai melalui upaya atau
aktifitas.21
Menurut Zakiah Daradjat,22 tujuan ialah suatu yang diharapkan tercapai setelah sesuatu
usaha atau kegiatan selesai. Menurut H.M. Arifin,23 makna tujuan menunjuk kepada futuritas
(masa depan) yang terletak pada suatu jarak tertentu yang tidak akan dapat di capai kecuali
21
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta : Kalam Mulia, 2002), cet. 3, h. 65.
22
Zakiah Daradjat, dkk, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta : Bumi Aksara, 1992), cet.2, h. 29.
23
H.M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam, Suatu Tinjauan Teoritis dan Praktis Berdasarkan Pendekatan
Interdisipliner, (Jakarta : Bumi Aksara, 2000), cet. 5, h. 223.
Tujuan pendidikan mempunyai kedudukan yang amat penting. Ahmad D. Marimba, 24
misalnya menyebutkan empat fungsi tujuan pendidikan. Pertama, tujuan yang berfungsi
mengakhiri usaha. Kedua, tujuan yang berfungsi mengarahkan usaha. Ke tiga, tujuan yang dapat
berfungsi sebagai titik pangkal untuk mencapai tujuan-tujuan lain, yaitu tujuan-tujuan baru
maupun tujuan-tujuan lanjutan dari tujuan pertama. Ke empat, tujuan yang memberi nilai (sifat)
Berbagai jenis lembaga pendidikan Islam dengan tingkat yang berbeda, dapat
merumuskan tujuan pendidikan dan pengajarannya. Dalam merumuskan tujuan pendidikan itu
orang tidak boleh menyimpang atau menentang prinsip pokok ajaran Islam yang terkandung
dalam maksud-maksud syariat yang dalam istilah syariat Islam di sebut Maqashid as Syariah.
Memelihara kebutuhan pokok hidup yang dharuri (fital) yaitu sesuatu yang masih ada
dalam kehidupan yang normal ; dengan arti bahwa bila semua atau salah satunya saja tidak ada
atau rusak, akan rusaklah kehidupan, seperti agama, jiwa raga dan keturunan.
24
Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta : Logos Wacana Ilmu, 2001), cet. 4, h. 45.
25
Direktorat Pembinaan Perguruan Tinggi Agama Islam, Metodologi Pengajaran Agama Islam, (Jakarta :
Proyek Pembinaan Perguruan Tinggi Agama Islam, 1982), h. 62.
Tujuan pendidikan secara umum dijabarkan dari falsafah bangsa, yakni Pancasila.
yakni manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur,
berkepribadian, berdisiplin, bekerja keras, tangguh, bertanggung jawab, mandiri, cerdas dan
trampil serta sehat jasmani dan rohani.26 Jadi tujuan umum pendidikan yaitu pada hakikatnya
membentuk manusia Indonesia yang bisa mandiri dalam konteks kehidupan pribadinya,
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, serta berkehidupan sebagai makhluk yang
Berbicara tentang tujuan pendidikan Islam, tidak dapat tidak mengajak kita bicara dengan
tujuan hidup ; tujuan hidup manusia, sebab pendidikan hanyalah suatu alat yang digunakan oleh
manusia untuk memelihara kelanjutan hidupnya (survival) baik sebagai individu maupun
masyarakat.25
Menurut Hasan Langgulung,26 tujuan pendidikan Islam pada dasarnya adalah tujuan
hidup manusia itu sendiri, sebagaimana tersirat dalam Q.S al-Dzariyat (51); 56
"Tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia kecuali agar mereka menyembah kepada-Ku".
Sebab bagi Langgulung, tugas pendidikan adalah memelihara kehidupan manusia, oleh
karenanya diskursus pendidikan Islam harus melibatkan perbincangan tentang sifat-sifat asal
26
Safruddin Nurdin, Guru Profesional dan Implementasi Kurikulum, (Jakarta : Ciputat Pers, 2002), h. 51-
52.
25
Hasan Langgulung, Azas-Azas Pendidikan, (Jakarta : Pustaka al-Husna, 1988), cet. 2, h. 305.
26
Maksum, Madrasah, Sejarah dan Perkembangannya, (Jakarta : Logos Wacana Ilmu, 1999), cet. 1, h. 45.
Allah telah menciptakan seluruh manusia untuk beribadah kepada-Nya, kemudian
mengutus seluruh Rasul kepada mereka untuk mengajak mereka beribadah kepada Allah. 27 Maka
tujuan pendidikan Islam adalah mempersiapkan manusia sebagai beribadah, ‘abid’ yang
Tujuan pendidikan Islam harus meliputi hal-hal yang dapat menumbuhkan dan
memperkuat iman, serta mendorong kepada kesenangan mengamalkan ajaran Islam. Proses
ajaran Islam itu. Untuk itu diperlukan usaha pembentukan material yang akan memperkaya
murid dengan sejumlah pengetahuan, membuat mereka dapat menghayati dan mengembangkan
ilmu itu, juga membuat ilmu yang mereka pelajari itu berguna bagi mereka. Tujuan itu
hendaknya mengandung sifat pemberian dan penanaman ilmu agama (kognitif) dan ketrampilan
yang hidup sesuai dengan kodrat yang dibawanya sejak lahir. Karena ia juga sebagai makhluk
sosial, tujuan itu juga harus meliputi pembinaan manusia sebagai makhluk sosial yang dapat
hidup baik di tengah-tengah manusia lainnya. Ia harus dapat berbuat dan menyesuaikan diri
dengan lingkungan sosialnya. Tujuan itu juga harus mengandung unsur pembinaan tenaga
profesional, sehingga kelak ia dapat hidup dan bekerja dan mencari alat untuk memenuhi
1. Tujuan universal.
2. Tujuan nasional.
27
Q.S al-Dzariyat, 56-58.
28
Abuddin Nata, Seminar Perkuliahan Pendidikan Islam, (Ciputat, 2002, 11 Juni).
3. Tujuan institusional.
4. Tujuan kurikuler.
Tujuan universal pendidikan adalah merealisasikan ajaran al-Quran, tunduk pada Allah
dan menjauhi segala larangan-Nya. Misalnya seorang Insinyur haruslah berakhlak dengan akhlak
al-Quran, jadi tidak harus orang yang berkecimpung dalam agama, seseorang harus
mengembangkan potensinya, jika berbakat di bidang seni, maka jadilah seorang seniman yang
bertaqwa.
negara Pancasila dan diarahkan untuk membentuk manusia Indonesia yang sehat jasmani dan
tanggung jawab, dapat menyumbangkan demokrasi dan tenggang rasa, dapat mengembangkan
kecerdasan yang tinggi dan disertai budi pekerti yang luhur, mencintai bangsanya, dan mencintai
Tujuan institusional yaitu tujuan dari masing-masing institusi atau lembaga. Misalnya
tujuan sekolah dasar, tujuan sekolah menengah pertama, masing-masing tujuan dicanangkan
Tujuan kurikuler yaitu tujuan dari masing-masing bidang studi. Misalnya tujuan pelajaran
matematika, tujuan pelajaran agama. Tujuan ini berbeda dari satu bidang studi ke bidang studi
lainnya, dan juga dari tingkat institusi yang satu ke tingkat institusi lainnya, akan tetapi antara
29
Suharsimi Arikunto, Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta : Bumi Aksara, 1995), cet.XI, h. 128.
30
Ibid., h. 130.
tujuan kurikuler sesuatu institusi ada hubungannya dengan tujuan kurikuler institusi yang
lainnya.31
Tujuan bidang studi artinya sesuatu yang akan di capai setelah mempelajari sejumlah
materi pelajaran yang tergabung dalam satu bidang studi itu. 32 Contohnya, materi pelajaran yang
berisi ajaran tentang tingkah laku, adab, sopan-santun dirumuskan dalam bidang studi akhlak.
ketrampilan dan sikap yang harus dimiliki oleh siswa sebagai akibat dari hasil pengajaran yang
dinyatakan dalam bentuk tingkah laku (behaviour) yang dapat diamati dan diukur.33
Dalam merumuskan tujuan instruksional harus diusahakan agar nampak bahwa setelah
tercapainya tujuan itu terjadi adanya perubahan pada diri anak yang meliputi kemampuan
intelektual, sikap (attitude) atau minat maupun ketrampilan yang oleh Bloom dan kawan-
Dalam tujuan ini lebih banyak di tuntut dari anak didik suatu kemampuan dan
ketrampilan. Misalnya pada masa permulaan yang penting ialah anak didik mampu terampil
berbuat baik. Kemampuan dan ketrampilan yang di tuntut pada anak didik merupakan sebagian
31
Ibid.
32
Direktorat Pembinaan Perguruan Tinggi Agama Islam, op. cit., h. 66.
33
Suharsimi Arikunto, op.cit.,h. 130-131.
34
Ibid.