You are on page 1of 46

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Gangguan suasana perasaan (gangguan mood [afektif]) merupakan
sekelompok penyakit yang biasanya mengarah ke depresi atau elasi
(suasana perasaan yang meningkat).1 Pasien dengan mood yang meninggi
menunjukkan sikap meluap-luap, gagasan yang meloncat-loncat,
penurunan kebutuhan tidur, peninggian harga diri dan gagasan kebesaran.
Pasien dengan mood yang terdepresi merasakan hilangnya energi dan
minat, perasaan bersalah, kesulitan berkonsentrasi, hilangnya nafsu
makan, pikiran tentang kematian dan bunuh diri.2
Keadaan afek yang meningkat dengan peningkatan aktivitas fisik
dan mental yang berlebihan serta perasaan gembira luar biasa yang secara
keseluruhan tidak sebanding dengan peristiwa yang terjadi merupakan
karakteristik dari mania. Bentuk mania yang lebih ringan disebut
hipomania. Mania dan hipomania agak sulit ditemukan karena
kegembiraan jarang mendorong seseorang untuk berobat ke dokter. Pada
penderita mania sebagian besar tidak menyadari adanya sesuatu yang salah
dengan kondisi mental maupun perilakunya.3
Secara sederhana, depresi adalah suatu pengalaman yang
menyakitkan dan perasaan tidak ada harapan lagi. Pada saat ini, depresi
menjadi gangguan kejiwaan yang sangat mempengaruhi kehidupan, baik
hubungan dengan orang lain maupun dalam hal pekerjaan. WHO
memprediksikan pada tahun 2020, depresi akan menjadi salah satu
penyakit mental yang banyak dialami masyarakat dunia.4
Gangguan manik depresi atau yang lebih dikenal dengan gangguan
bipolar adalah gangguan mood yang mempengaruhi sekitar 5.700.000
orang Amerika. Gangguan ini memiliki ciri episode depresi dan manik
yang bergantian. Gejala gangguan bipolar sangat bervariasi dan sering
mempengaruhi keseharian individu dan hubungan interpersonal.
Gangguan bipolar memiliki resiko bunuh diri yang besar.5

1
Sindrom mania disebabkan oleh tingginya kadar serotonin pada
celah sinaps neuron khususnya pada sistem limbik. Sedangkan pada
sindrom depresi terjadi defisiensi dari salah satu atau beberapa
neurotransmiter aminergic pada celah sinap neuron khususnya di sistem
limbik sehingga aktivitas reseptor serotonin menurun. Mekanisme kerja
obat antidepresan adalah dengan menghambat reuptake neurotransmiter
aminergic dan menghambat penghancuran neurotransmiter aminergic oleh
enzim monoamine oxydase.6
Episode mania atau hipomania pada gangguan bipolar dapat
diobati dengan cara yang sama dengan mania akut. Pada penderita
gangguan bipolar sebaiknya diberikan obat yang dapat menstabilkan
suasana hati misalnya lithium. Episode depresi diobati dengan cara yang
sama pada depresi. Sebagian besar obat antidepresan bisa menyebabkan
perubahan depresi menjadi hipomania atau mania. Obat-obat tersebut
digunakan hanya untuk jangka pendek dan efeknya terhadap suasana hati
harus diawasi secara ketat. Jika terdapat tanda-tanda hipomania atau mania
maka obat antidepresan segera dihentikan. Psikoterapi bisa dilakukan
secara individu maupun dalam suatu kelompok. Terapi kelompok
membantu penderita dan pasangannya atau keluarganya untuk memahami
penyakit yang dialami penderita dan mengahadapi penyakit tersebut
dengan lebih baik.3
Hampir pada semua kasus, gangguan bipolar mengalami
kekambuhan. Terkadang perubahan suasana perasaan dari depresi ke
mania atau sebaliknya tanpa melalui periode suasana hati yang normal
terlebih dahulu. Sekitar 15% penderita, terutama wanita, mengalami empat
episode atau lebih setiap tahunnya. Penderita yang sering mengalami
kekambuhan, lebih sulit untuk diobati. Tidak ada cara yang pasti untuk
mencegah gangguan bipolar. Namun dengan mendapatkan perawatan
secara dini pada awal gangguan kesehatan mental dapat membantu
mencegah gangguan bipolar atau kondisi kesehatan mental yang lebih
buruk.3

2
1.2. TUJUAN
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas ujian dalam
Kepaniteraan Senior Psikiatri Program Pendidikan Profesi Fakultas
Kedokteran Universitas Diponegoro Semarang.

1.3. MANFAAT
Makalah ini diharapkan dapat memberikan manfat bagi mahasiswa
dalam memahami gangguan suasana perasaan (gangguan mood [afektif]),
memahami etiologi dan patogenesis, manifestasi klinis, pemeriksaan status
mental, penegakan diagnosis, pengelolaan dan penatalaksanaan secara
efektif dan efisien serta menentukan prognosisnya.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. DEFINISI
Gangguan mood merupakan kelompok gangguan psikiatri dimana
mood yang patologis akan mempengaruhi fungsi vegetatif dan psikomotor
yang merupakan gambaran klinis utama dari gangguan tersebut. Dahulu
gangguan mood dikenal dengan gangguan afektif namun sekarang istilah
gangguan mood lebih disukai karena mood lebih merujuk pada status
emosional yang meresap dari seseorang sedangkan afektif merupakan
ekspresi eksternal dari emosi saat itu. Gangguan mood merupakan suatu
sindrom yang terdiri dari tanda-tanda dan gejala-gejala yang berlangsung
dalam hitungan minggu hingga bulan yang mempengaruhi fungsi dan pola
kehidupan sehari-hari.2
Menurut PPDGJ III, gangguan suasana perasaan (mood [afektif])
merupakan sekelompok penyakit yang bervariasi bentuknya. Kelainan
fundamental dari kelompok gangguan ini adalah perubahan suasana
perasaan (mood) atau afek, biasanya kearah depresi, atau ke arah elasi
(suasana perasaan yang meningkat).1

2.2. SEJARAH
Pada zaman dahulu kala, masyarakat kuno percaya bahwa semua
penyakit mental disebabkan oleh kekuatan supranatural dan cara untuk
menyembuhkannya adalah dengan mengeluarkan roh jahat dari tubuh
penderita. Catatan mengenai gangguan mood banyak ditemukan dalam
dokumen purbakala. Kisah Perjanjian Lama tentang Raja Saul
menggambarkan suatu gejala depresif. Dalam kisah Iliad karangan Homer
tentang bunuh diri Ajax juga mengenai depresi.2
Empedocles (490-420 SM) mengemukakan teori humoral bahwa
terdapat empat elemen dasar yang dikarakteristikkan oleh cairan tubuh
manusia yaitu:

4
Tabel 1. Empat elemen dasar manusia menurut Empedocles.
No Elemen Kualitas Cairan/ humor
1 Api Panas Darah (di jantung)
2 Tanah/ bumi Kering Plegma (di otak)
3 Air Basah Lendir kuning (di hati)
4 Udara Dingin Lendir hitam (di limpa)
Sumber: N L Lubis, Depresi tinjauan psikologis, 2009.

Penyakit mental muncul jika terjadi ketidakseimbangan cairan di dalam


tubuh dan cara untuk mengobatinya adalah dengan memberikan obat
dengan kualitas yang berlawanan dengan penyakit tersebut.4
Hippocrates (460-377 SM) mengatakan bahwa semua penyakit
gangguan mental dapat dijelaskan secara ilmiah. Ia juga membagi
kepribadian berdasarkan teori cairan tubuh yaitu:

Tabel 2. Empat kepribadian menurut Hippocrates.


No Kepribadian Cairan/ humor Kualitas
1 Sanguin Darah (di jantung) Semangat
2 Phlegmatic Plegma (di otak) Lamban
3 Kholeric Lendir kuning (di hati) Keras
4 Melancholic Lendir hitam (di limpa) Murung
Sumber: N L Lubis, Depresi tinjauan psikologis, 2009.

Hippocrates menjelaskan bahwa mimpi buruk dan kecemasan disebabkan


oleh meningkatnya aliran lendir hitam ke otak dan melancholia disebabkan
oleh kelebihan lendir hitam.4
Pada tahun 1854, Julles Falret menggambarkan suatu keadaan yang
disebut folie circulaire dimana pasien mengalami perubahan mood depresi
dan mania. Seorang Psikiatrik Jerman bernama Karl Kahlbaum tahun 1882
menggunakan istilah siklotimia untuk menggambarkan mania dan depresi
pada satu stadium penyakit yang sama.2
Wilhelm Griesinger (1817-1869) menyatakan penyakit mental
adalah penyakit somatis dan penyebab dari penyakit mental dapat
ditemukan di otak. Emil Kreplin (1855-1926) menyatakan bahwa penyakit
mental disebabkan oleh faktor hereditas. Ia kemudian menemukan bahwa
faktor metabolik juga mempengaruhi penyakit mental. Freud meyakini

5
bahwa setiap pasien adalah individu yang unik dengan masa lalu yang
berbeda-beda. Ia menyadari bahwa neuropsikologi dan psikologi tidak
bertentangan.4

2.3. EPIDEMIOLOGI
Pada pengamatan universal, prevalensi gangguan depresif berat
pada wanita dua kali lebih besar dari pada laki-laki. Gangguan Bipolar I
mempunyai prevalensi yang sama bagi laki-laki dan wanita.2 Lebih
banyaknya wanita yang tercatat mengalami depresi bisa disebabkan oleh
pola komunikasi wanita yang ingin memberitahukan masalahnya kepada
orang lain dan harapan untuk mendapatkan bantuan atau dukungan
sedangkan pada laki-laki cenderung untuk memikirkan masalahnya sendiri
dan jarang menunjukkan emosinya.4
Berbagai penelitian mengungkapkan golongan usia muda yaitu
remaja dan dewasa awal lebih mudah terkena depresi. Hal ini terjadi
karena pada usia tersebut terdapat tahap-tahap serta tugas perkembangan
yang penting yaitu peralihan dari masa anak-anak ke masa remaja, remaja
ke dewasa, masa sekolah ke masa kuliah dan bekerja serta masa pubertas
ke masa pernikahan. Survei telah melaporkan prevalensi yang tinggi dari
depresi terjadi pada usia 18-44 tahun.4 Beberapa data epidemiologis baru-
baru ini menyatakan insidensi gangguan depresif berat meningkat pada
usia kurang dari 20 tahun.2 Penurunan kecenderungan depresi pada usia
dewasa diduga karena berkurangnya respon emosi seseorang seiring
bertambahnya usia, meningkatnya kontrol emosi dan kekebalan terhadap
pengalaman dan peristiwa hidup yang dapat memicu stress.4
Onset gangguan bipolar I lebih awal dari daripada onset gangguan
depresi. Onset gangguan bipolar I dari usia 5 tahun sampai usia 50 tahun.
Laporan kasus gangguan bipolar I diatas usia 50 tahun sangat jarang.2

Pada umumnya gangguan depresif berat paling sering terjadi pada


seseorang yang tidak memiliki hubungan interpersonal yang erat, telah
bercerai atau berpisah dengan pasangan hidup. Gangguan bipolar I lebih

6
sering terjadi pada orang yang bercerai dan hidup sendiri daripada orang
yang menikah.2

2.4. ETIOLOGI
2.4.1. FAKTOR BIOLOGIS
Beberapa bahan kimia di dalam otak dan tubuh memiliki peranan
yang penting dalam mengendalikan emosi kita. Dalam otak terdapat
substansi biokimiawi yaitu neurotransmitter yang berfungsi sebagai
pembawa pesan komunikasi antar neuron di otak. Jika neurotransmiter ini
berada pada tingkat yang normal, otak akan bekerja secara harmonis.
Berdasarkan riset, kekurangan neurotransmiter serotonin, norepinefrin dan
dopamin dapat menyebabkan depresi. Di satu sisi, jika neurotransmiter ini
berlebih dapat menjadi penyebab gangguan manik. Selain itu antidepresan
trisiklik dapat memicu mania.4
Serotonin adalah neurotransmiter aminergic yang paling sering
dihubungkan dengan depresi. Penurunan serotonin dapat menyebabkan
depresi. Pada beberapa pasien yang bunuh diri memiliki konsentrasi
metabolit serotonin yang rendah di cairan serebrospinalnya. Pada
penggunaan antidepresan jangka panjang terjadi penurunan jumlah tempat
ambilan kembali serotonin.2
Dopamin juga diperkirakan memiliki peranan dalam menyebabkan
depresi. Data menunjukkan aktivitas dopamin yang menurun pada depresi
dan meningkat pada mania. Obat yang menurunkan kadar dopamin seperti
reserpine dan pada penyakit yang mengalami penurunan dopamin seperti
parkinson disertai juga dengan gejala depresi. Obat-obat yang
meningkatkan kadar dopamin seperti tyrosine, amphetamine dan
bupropion menurunkan gejala depresi. Disfungsi jalur dopamin
mesolimbik dan hipoaktivitas reseptor dopamin tipe 1 (D1) terjadi pada
depresi.2
Obat-obatan yang mempengaruhi sistem neurotransmiter seperti
kokain akan memperparah mania. Agen lain yang dapat memperburuk
mania termasuk L-dopa, yang berpengaruh pada reuptake dopamin dan

7
serotonin. Calsium channel blocker yang digunakan untuk mengobati
mania dapat mengganggu regulasi kalsium di neuron. Gangguan regulasi
kalsium ini dapat menyebabkan transmisi glutaminergik yang berlebihan
dan iskemia pembuluh darah.5
Neurotransmiter lain seperti GABA dan peptida neuroaktif seperti
vasopresin dan opiat endogen juga berperan dalam patofisiologi gangguan
mood. Beberapa penelitian menyatakan bahwa sistem pembawa kedua
(second messenger) seperti adenylate cyclase, phosphatidylinositol dan
regulasi kalsium mungkin memiliki relevansi dengan penyebab gangguan
mood.2
Regulasi abnormal pada sumbu neuroendokrin mungkin
dikarenakan fungsi abnormal neuron yang mengandung amine biogenik.
Secara teoritis, disregulasi pada sumbu neuroendokrin seperti sumbu tiroid
dan adrenal terlibat dalam gangguan mood. Pasien dengan gangguan mood
mengalami penurunan sekresi melatonin nokturnal, penurunan pelepasan
prolaktin, penurunan kadar FSH dan LH serta penurunan kadar testosteron
pada laki-laki.2
Dexamethasone adalah analog sintetik dari kortisol. Pada
Dexamethasone Suppression Test, 50% dari pasien yang menderita depresi
memiliki respon yang abnormal terhadap dexamethasone dosis tunggal.
Banyak penelitian menemukan bahwa hiperkortisolemia dapat merusak
neuron pada hipokampus.2
Gangguan tiroid seringkali disertai dengan gejala afektif. Penelitian
telah mengambarkan adanya regulasi tiroid yang abnormal pada pasien
dengan gangguan mood. Sepertiga dari pasien dengan gangguan depresif
berat memiliki pelepasan tirotropin yang tumpul. Penelitian terakhir
melaporkan kira-kira 10% pasien dengan gangguan mood khususnya
gangguan bipolar I memiliki antibodi antitiroid yang dapat dideteksi.2
Beberapa penelitian menemukan terdapat perbedaan pengaturan
pelepasan hormon pertumbuhan antara pasien depresi dengan orang
normal. Penelitian juga telah menemukan bahwa pasien dengan depresi

8
memiliki penumpulan respon terhadap peningkatan sekresi hormon
pertumbuhan yang diinduksi clonidine.2
Gangguan tidur adalah gejala yang sering ditemukan pada pasien
depresi. Menurunnya kebutuhan tidur adalah gejala klasik dari mania.
Penelitian telah mengungkapkan bahwa elektroensefalogram (EEG) saat
tidur pada orang yang menderita depresi menunjukkan kelainan. Kelainan
tersebut antara lain perlambatan onset tidur, pemendekan latensi rapid eye
movement (REM), peningkatan panjang periode REM pertama dan tidur
delta yang abnormal. Pada depresi terjadi regulasi abnormal dari irama
sirkadian. Beberapa penelitian pada binatang menyatakan bahwa terapi
antidepresan efektif untuk mengubah jam biologis.2
Penelitian melaporkan adanya kelainan imunologis pada pasien
depresi dan pada orang yang berdukacita karena kehilangan sanak saudara,
pasangan atau teman dekat. Kemungkinan proses patofisiologi yang
melibatkan sistem imun menyebabkan gejala psikiatrik dan gangguan
mood pada beberapa pasien.2
Pada pencitraan otak pasien dengan gangguan mood terdapat
sekumpulan pasien dengan gangguan bipolar I terutama pasien laki-laki
memiliki ventrikel serebral yang membesar. Pembesaran ventrikel lebih
jarang pada pasien dengan gangguan depresif berat. Pencitraan dengan
MRI juga menyatakan bahwa pasien dengan gangguan depresif berat
memiliki nukleus kaudatus yang lebih kecil dan lobus frontalis yang lebih
kecil. Banyak literatur menjelaskan penurunan aliran darah pada korteks
serebral dan area korteks frontalis pada pasien depresi berat.2
Hipotesis menyatakan gangguan mood melibatkan patologis pada
sistem limbik, ganglia basalis dan hipotalamus. Gangguan pada ganglia
basalis dan sistem limbik terutama pada hemisfer yang dominan dapat
ditemukan bersamaan dengan gejala depresif. Disfungsi pada hipotalamus
dihubungkan dengan perubahan pola tidur, nafsu makan dan perilaku
seksual pada pasien dengan depresi. Postur yang membungkuk,
terbatasnya aktivitas motorik dan gangguan kognitif minor adalah
beberapa gejala depresi yang juga ditemukan pada penderita dengan

9
gangguan ganglia basalis seperti penyakit Parkinson dan demensia
subkortikal lainnya.2

2.4.2. FAKTOR GENETIK


Seseorang yang memiliki keluarga dengan gangguan mood
memiliki resiko lebih besar menderita gangguan mood daripada
masyarakat pada umumnya. Tidak semua orang yang dalam keluarganya
terdapat anggota keluarga yang menderita depresi secara otomatis akan
terkena depresi, namun diperlukan suatu kejadian atau peristiwa yang
dapat memicu terjadinya depresi. Pengaruh gen lebih besar pada depresi
berat dibandingkan depresi ringan dan lebih berpengaruh pada individu
muda dibanding individu yang lebih tua. Penelitian oleh Kendler (1992)
dari Departemen Psikiatri Virginia Commonwealth University
menunjukkan bahwa resiko depresi sebesar 70% karena faktor genetik,
20% karena faktor lingkungan dan 10% karena akibat langsung dari
depresi berat.4
Pada penelitian keluarga ditemukan bahwa keluarga derajat
pertama dari penderita gangguan bipolar I kemungkinan 8 sampai 18 kali
lebih besar untuk menderita gangguan bipolar I dan 2 sampai 10 kali lebih
besar untuk menderita gangguan depresi berat dibanding kelompok
kontrol. Keluarga derajat pertama pasien dengan gangguan depresif berat
kemungkinan 1,5 sampai 2,5 kali lebih besar untuk menderita gangguan
bipolar I dan 2 sampai 3 kali lebih besar untuk menderita gangguan
depresif berat dibanding kelompok kontrol.2
Kemungkinan untuk menderita gangguan mood menurun jika
derajat hubungan keluarga melebar. Contohnya, keluarga derajat kedua
seperti sepupu lebih kecil kemungkinannya daripada keluarga derajat
pertama seperti kakak misalnya untuk menderita gangguan mood. Sekitar
50% pasien dengan gangguan bipolar I memiliki orang tua dengan
gangguan mood terutama depresi. Jika orang tua menderita gangguan
bipolar I maka kemungkinan anaknya menderita gangguan mood sebesar

10
25%. Jika kedua orang tua menderita gangguan bipolar I maka
kemungkinan anaknya menderita gangguan mood adalah 50-75%.2
Pada penelitian adopsi, anak biologis dari orang tua dengan
gangguan mood tetap beresiko terkena gangguan mood walaupun mereka
telah dibesarkan oleh keluarga angkat yang tidak menderita gangguan
mood. Orang tua biologis dari anak adopsi dengan gangguan mood
mempunyai prevalensi gangguan mood yang sama dengan orang tua dari
anak dengan gangguan mood yang tidak diadopsi. Prevalensi gangguan
mood pada orang tua angkat sama dengan prevalensi pada populasi
umumnya.2
Pada penelitian saudara kembar, angka kejadian gangguan bipolar I
pada kedua saudara kembar monozigot adalah 33-90% dan untuk
gangguan depresif berat, angka kejadian pada kedua saudara kembar
monozigot adalah 50%. Pada kembar dizigot angkanya berkisar 5-25%
untuk menderita gangguan bipolar I dan 10-25% untuk menderita
gangguan depresif berat.2
Hubungan antara gangguan mood khususnya gangguan bipolar I
dengan petanda genetik telah dilaporkan pada kromosom 5, 11 dan X. Gen
reseptor D1 terletak pada kromosom 5 dan gen untuk tiroksin hidroksilase
yaitu enzim yang membatasi kecepatan sintesis katekolamin berlokasi di
kromosom 11.2
Sekitar 25% dari kasus penyakit bipolar dalam keluarga terkait
lokus dekat sentromer pada kromosom 18 dan sekitar 20% terkait lokus
pada kromosom 21q22.3. Tidak ada penyebab tunggal untuk gangguan
bipolar namun gangguan ini biasanya merupakan hasil dari kombinasi
faktor keluarga, biologis, psikologis dan faktor sosial.7

2.4.3. FAKTOR PSIKOSOSIAL


Telah lama diamati bahwa peristiwa kehidupan yang menyebabkan
stress sering mendahului episode pertama pada gangguan mood. Beberapa
klinisi mempercayai bahwa peristiwa kehidupan memainkan peranan
penting dalam depresi.2

11
Beberapa artikel menjelaskan hubungan antara fungsi keluarga
dengan onset serta perjalanan gangguan mood khususnya gangguan
depresif berat. Ada bukti bahwa individu yang kehilangan ibu saat masih
muda memiliki resiko lebih besar terkena depresi. Pada pola pengasuhan,
orang tua yang menuntut dan kritis, menghargai kesuksesan dan menolak
semua kegagalan membuat anak mudah terserang depresi di masa depan.
Anak yang menderita penyiksaan fisik atau seksual membuat seseorang
mudah terkena depresi sewaktu dewasa.4
Aspek-aspek kepribadian juga mempengaruhi kerentanan terhadap
depresi dan tinggi rendahnya depresi yang dialami seseorang. Tipe
kepribadian tertentu seperti dependen, obsesif kompulsif, histerikal,
antisosial dan paranoid beresiko mengalami depresi.2 Menurut Gordon
Parker, seseorang yang mengalami kecemasan tingkat tinggi, mudah
terpengaruh, pemalu, suka mengkritik diri sendiri, memiliki harga diri
yang rendah, hipersensitif, perfeksionis dan memusatkan perhatian pada
diri sendiri (self focused) memiliki resiko terkena depresi.4
Sigmund Freud menyatakan suatu hubungan antara kehilangan
objek dengan melankolia. Ia menyatakan bahwa kekerasan yang dilakukan
pasien depresi diarahkan secara internal karena identifikasi terhadap objek
yang hilang. Menurut Melanie Klein, siklus manik depresif merupakan
pencerminan kegagalan pada masa kanak-kanak untuk mendapat introjeksi
mencintai. Pasien depresi menderita karena mereka memiliki objek cinta
yang dihancurkan oleh mereka sendiri. Klein memandang mania sebagai
tindakan defensif yang disusun untuk mengidealisasi orang lain,
menyangkal adanya agresi atau destruktivitas terhadap orang lain dan
mengembalikan objek cinta yang hilang.2
E Bibring memandang depresi sebagai suatu afek yang berasal dari
ketegangan dalam ego antara aspirasi seseorang dengan kenyataan yang
ada. Pasien yang terdepresi menyadari bahwa mereka tidak hidup dengan
ideal sehingga mereka merasa putus asa dan tidak berdaya. Menurut Heinz
Kohut, orang yang terdepresi merasakan suatu ketidaklengkapan dan putus
asa kerena tidak menerima respon yang diinginkan.2

12
Menurut teori kognitif, interpretasi yang keliru dalam menilai
pengalaman hidup, penilaian diri yang negatif, pesimis dan keputusasaan
yang terus-menerus berhubungan dengan depresi. Pandangan negatif yang
terus dipelajari selanjutnya akan menimbulkan perasaan depresi.2

2.5. MANIFESTASI KLINIK DAN DIAGNOSIS


Menurut PPDGJ III, gangguan suasana perasaan (mood [afektif]) dibagi
menjadi:
F30 EPISODE MANIK
• Kesamaan karakteristik dalam afek yang meningkat,
disertai peningkatan dalam jumlah dan kecepatan aktivitas fisik
dan mental, dalam berbagai derajat keparahan. Kategori ini
hanya untuk satu episode manik tunggal (yang pertama),
termasuk gangguan afektif bipolar, episode manik tunggal. Jika
ada episode afektif (depresi, manik atau hipomanik)
sebelumnya atau sesudahnya, termasuk gangguan afektif
bipolar. (F31).
F30.0 Hipomania
• Derajat gangguan yang lebih ringan dari mania (F30.1),
afek yang meninggi atau berubah disertai peningkatan aktivitas,
menetap selama sekurang-kurangnya beberapa hari berturut-
turut, pada suatu derajat intensitas dan yang bertahan melebihi
apa yang digambarkan bagi siklotimia (F34.0), dan tidak
disertai halusinasi atau waham.
• Pengaruh nyata atas kelancaran pekerjaan dan aktivitas
sosial memang sesuai dengan diagnosis hipomania, akan tetapi
bila kakacauan itu berat atau menyeluruh, maka diagnosis
mania (F30.1 atau F30.2) harus ditegakkan.

F30.1 Mania Tanpa Gejala Psikotik

13
• Episode harus berlangsung sekurang-kurangnya 1 minggu,
dan cukup berat sampai mengacaukan seluruh atau hampir
seluruh pekerjaan dan aktivitas sosial yang biasa dilakukan.
• Perubahan afek harus disertai dengan energi yang
bertambah sehingga terjadi aktivitas berlabihan, percepatan dan
kebanyakan bicara, kebutuhan tidur yang berkurang, ide-ide
perihal kebesaran/ “grandiose ideas” dan terlalu optimistik.
F30.2 Mania Dengan Gejala Psikotik
• Gambaran klinis merupakan bentuk mania yang lebih berat
dari F30.1 (mania tanpa gejala psikotik).
• Harga diri yang membumbung dan gagasan kebesaran
dapat berkembang menjadi waham kebesaran (delusion of
grandeur), irritabilitas dan kecurigaan menjadi waham kejar
(delusion of persecution). Waham dan halusinasi “sesuai”
dengan keadaan afek tersebut (mood congruent).
F30.8 Episode Manik Lainnya
F30.9 Episode Manik YTT

F31 GANGGUAN AFEKTIF BIPOLAR


• Gangguan ini tersifat oleh episode berulang (sekurang-
kurangnya dua episode) dimana afek pasien dan tingkat
aktivitasnya jelas terganggu, pada waktu tertentu terdiri dari
peningkatan afek disertai penmbahan energi dan aktivitas
(mania atau hipomania), dan pada waktu lain berupa penurunan
afek disertai pengurangan energi dan aktivitas (depresi).
Yang khas adalah bahwa biasanya ada penyembuhan sempurna
antar episode. Episode manik biasanya mulai dengan tiba-tiba
dan beralngsung antara 2 minggu sampai 4-5 bulan, episode
depresi cenderung berlangsung lebih lama (rata-rata sekitar 6
bulan) meskipun jarang melebihi 1 tahun kecuali pada orang
usia lanjut. Kedua macam episode itu seringkali terajadi setelah

14
peristiwa hidup yang penuh stres atau trauma mental lain
(adanya stres tidak esensial untuk penegakan diagnosis).
• Termasuk: gangguan atau psikosis manik-depresif.
Tidak termasuk: gangguan bipolar, episode manik tunggal
(F30).
F31.0 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Hipomanik
• Untuk menegakkan diagnosis pasti:
(a) Episode sekarang harus memenuhi kriteria untuk hipomania
(F30.0); dan
(b) Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif lain
(hipomanik, manik, depresif atau campuran) di masa
lampau.
F31.1 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Manik Tanpa Gejala
Psikotik
• Untuk menegakkan diagnosis pasti:
(a) Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria
untuk mania tanpa gejala psikotik (F30.1); dan
(b) Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif
lain (hipomanik, manik, depresif atau campuran) di masa
lampau.
F31.2 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Manik Dengan Gejala
Psikotik
• Untuk menegakkan diagnosis pasti:
(a) Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk
mania dengan gejala psikotik (F30.2); dan
(b) Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif lain
(hipomanik, manik, depresif atau campuran) di masa
lampau.
F31.3 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Depresif Ringan atau
Sedang
• Untuk menegakkan diagnosis pasti:

15
(a) Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk
episode depresif ringan (F32.0) ataupun sedang (F32.1);
dan
(b) Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif
hipomanik, manik atau campuran di masa lampau.
F31.4 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Depresif Berat Tanpa
Gejala Psikotik
• Untuk menegakkan diagnosis pasti:
(a) Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk
episode depresif berat tanpa gejala psikotik (F32.2); dan
(b) Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif
hipomanik, manik atau campuran di masa lampau.
F31.5 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Depresif Berat
Dengan Gejala Psikotik
• Untuk menegakkan diagnosis pasti:
(a) Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk
episode depresif berat dengan gejala psikotik (F32.3); dan
(b) Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif
hipomanik, manik atau campuran di masa lampau.
F31.6 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Campuran
• Untuk menegakkan diagnosis pasti:
(a) Episode yang sekarang menunjukkan gejala-gejala
manik, hipomani, dan depresif yang tercampur atau
bergantian dengan cepat (gejala mania/ hipomania dan
depresi sama-sama mencolok selama masa terbesar dari
episode penyakit yang sekarang, dan telah berlangsung
sekurang-kurangnya 2 minggu); dan
(b) Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif
hipomanik, manik, atau campuran di masa lampau.
F31.7 Gangguan Afektif Bipolar Episode Kini Dalam Remisi
• Sekarang tidak menderita gangguan afektif yang nyata
selama beberapa bulan terakhir ini, tetapi pernah mengalami

16
sekurang-kurangnya satu episode afektif hipomanik, manik,
atau campuran dimasa lampau dan ditambah sekurangnya satu
episode afektif lain (hipomanik, manik, depresif atau
campuran).
F31.8 Gangguan Afektif Bipolar Lainnya
F31.9 Gangguan Afektif Bipolar YTT

F32 EPISODE DEPRESIF


• Gejala utama ( pada derajat ringan, sedang, dan berat ):
– Afek depresif
– Kehilangan minat dan kegembiraan, dan
– Berkurangnya energi yang menuju meningkatnya
keadaan mudah lelah (rasa lelah yang nyata sesudah kerja
sedikit saja) dan menurunnya aktivitas
• Gejala lainnya :
(a) Kosentrasi dan perhatian berkurang
(b) Harga diri dan kepercayaan berkurang
(c) Gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna
(d) Pandangan masa depan yang suram dan pesimistis
(e) Gagasan atau perbuatan membahayakan diri sendiri
atau bunuh diri.
(f) Tidur terganggu
(g) Nafsu makan berkurang
• Untuk episode depresif dari ketiga tingkat keparahan
tersebut diperlukan masa sekurang-kurangnya 2 minggu untuk
penegakan diagnosis, akan tetapi periode lebih pendek dapat
dibenarkan jika gejala luar biasa beratnya dan berlangsung
cepat.
• Kategori diagnosis episode depresif ringan (F32.0), sedang
(F32.1) dan berat (F32.2) hanya digunakan untuk episode
depresi tunggal (yang pertama). Episode depresif berikutnya

17
harus diklasifikasikan di bawah salah satu diagnosis gangguan
depresif berulang (F33.-)
F32.0 Episode Depresif Ringan
• Sekurang-kurangnya harus ada 2 dari 3 gejala utama
depresi seperti tersebut diatas;
• Ditambah sekurang-kurangnya 2 dari gejala lainnya: (a)
sampai dengan (g).
• Tidak boleh ada gejala yang berat diantaranya.
• Lamanya seluruh episode berlangsung sekurang-kurangnya
sekitar 2 minggu.
• Hanya sedikit kesulitan dalam pekerjaan dan kegiatan
sosial yang biasa dilakukannya.
Karakter kelima: F32.00 = Tanpa gejala somatik
F32.01 = Dengan gejala somatik
F32.1 Episode Depresif Sedang
• Sekurang-kurangnya harus ada 2 dari 3 gejala utama
depresi seperti pada episode depresi ringan (F30.0);
• Ditambah sekurang-kurangnya 3 (dan sebaiknya 4) dari
gejala lainnya;
• Lamanya seluruh episode berlangsung minimum sekitar 2
minggu.
• Menghadapi kesulitan nyata untuk meneruskan kegiatan
sosial, pekerjaan dan urusan rumah tangga.
Karakter kelima: F32.10 = Tanpa gejala somatik
F32.11 = Dengan gejala somatik
F32.2 Episode Depresif Berat Tanpa gejala Psikotik
• Semua 3 gejala utama dari depresi harus ada.
• Ditambah sekurang-kurangnya 4 dari gejala lainnya, dan
diantaranya harus berintensitas berat.
• Bila ada gejala penting (misalnya agitasi atau retardasi
psikomotor) yang mencolok, maka pasien mungkin tidak mau

18
atau tidak mampu untuk melaporkan banyak gejalanya secara
rinci.
Dalam hal demikian penilaian secara menyeluruh terhadap
episode depresif berat masih dapat dibenarkan.
• Episode depresif biasanya harus berlangsung sekurangnya 2
minggu, akan tetapi jika gejala sangat berat dan beronset sangat
cepat, maka masih dibenarkan untuk menegakkan diagnosis
dalam waktu kurang dari 2 minggu.
• Sangat tidak mungkin bagi pasien meneruskan kegiatan
sosial, pekerjaan atau urusan rumah tangga, kecuali pada taraf
yang sangat terbatas.
F32.3 Episode Depresif Berat Dengan Gejala Psikotik
• Episode Depresi Berat yang memenuhi kriteria menurut
F32.2 tersebut diatas.
• Disertai waham, halusinasi atau stupor depresif. Waham
biasanya melibatkan ide tentang dosa, kemiskinan, atau
malapetaka yang mengancam, dan pasien merasa bertanggung
jawab akan hal itu. Halusinasi auditorik atau olfaktorik
biasanya berupa suara yang menghina atau menuduh, atau bau
kotoran atau daging membusuk.
Reteardasi psikomotor yang berat dapat menuju pada stupor.
Jika diperlukan, waham atau halusinasi dapat ditentukan
sebagai serasi atau tidak serasi dengan afek (mood congruent).
F32.8 Episode Depresif Lainnya
F32.9 Episode Depresif YTT

F33 GANGGUAN DEPRESIF BERULANG


• Gangguan ini tersifat dengan episode berulang dari :
– episode depresif ringan (F32.0),
– episode depresif sedang (F32.1),
– episode depresif berat (F32.2 dan F32.3).

19
Episode masing-masing rata-rata lamanya sekitar 6 bulan, akan
tetapi frekuensinya lebih jarang dibandingkan dengan
gangguan afektif bipolar.
• Tanpa riwayat adanya episode tersendiri dari peninggian
afek dan hiperaktivitas yang memenuhi kriteria mania (F30.1
dan F30.2).
Namun kategori ini tetap harus digunakan jika ternyata ada
episode singkat dari peninggian afek dan hiperaktivitas ringan
yang memenuhi kriteria hipomania (F30.0) segera sesudah
suatu episode depresif (kadang-kadang tampaknya dicetuskan
oleh tindakan pengobatan depresi).
• Pemulihan keadaan biasanya sempurna diantara episode
namun sebagian kecil pasien mungkin mendapat depresi yang
akhirnya menetap, terutama pada usia lanjut (untuk keadaan
ini, kategori ini harus tetap digunakan).
• Episode masing-masing, dalam berbagai tingkat keparahan,
seringkali dicetuskan oleh peristiwa kehidupan yang penuh
stress dan trauma mental lain (adanya stress tidak esensial
untuk penegakan diagnosis).
F33.0 Gangguan Depresif Berulang, Episode Kini Ringan
• Untuk menegakkan diagnosis pasti:
(a) Kriteria untuk gangguan depresif berulang (F33.-)
harus dipenuhi dan episode sekarang harus memenuhi
kriteria untuk episode depresif ringan (F32.0); dan
(b) Sekurang-kurangnya dua episode telah berlangsung
masing-masing selama minimal 2 minggu dengan sela
waktu beberapa bulan tanpa gangguan afektif yang
bermakna.
Karakter kelima: F33.00 = Tanpa gejala somatik
F33.01 = Dengan gejala somatik

20
F33.1 Gangguan Depresif Berulang, Episode Kini Sedang
• Untuk menegakkan diagnosis pasti:
(a) Kriteria untuk gangguan depresif berulang (F33.-)
harus dipenuhi dan episode sekarang harus memenuhi
kriteria untuk episode depresif ringan (F32.1); dan
(b) Sekurang-kurangnya dua episode telah berlangsung
masing-masing selama minimal 2 minggu dengan sela
waktu beberapa bulan tanpa gangguan afektif yang
bermakna.
Karakter kelima: F33.10 = Tanpa gejala somatik
F33.11 = Dengan gejala somatik
F33.2 Gangguan Depresif Berulang, Episode Kini Berat Tanpa
Gejala Psikotik
• Untuk menegakkan diagnosis pasti:
(a) Kriteria untuk gangguan depresif berulang (F33.-)
harus dipenuhi dan episode sekarang harus memenuhi
kriteria untuk episode depresif berat tanpa gejala psikotik
(F32.2); dan
(b) Sekurang-kurangnya dua episode telah berlangsung
masing-masing selama minimal 2 minggu dengan sela
waktu beberapa bulan tanpa gangguan afektif yang
bermakna.
F33.3 Gangguan Depresif Berulang, Episode Kini Berat Dengan
Gejala Psikotik
• Untuk menegakkan diagnosis pasti:
(a) Kriteria untuk gangguan depresif berulang (F33.-)
harus dipenuhi dan episode sekarang harus memenuhi
kriteria untuk episode depresif berat dengan gejala psikotik
(F32.3); dan
(b) Sekurang-kurangnya dua episode telah berlangsung
masing-masing selama minimal 2 minggu dengan sela

21
waktu beberapa bulan tanpa gangguan afektif yang
bermakna.
F33.4 Gangguan Depresif Berulang, Kini Dalam Remisi
• Untuk menegakkan diagnosis pasti:
(a) Kriteria untuk gangguan depresif berulang (F33.-)
harus pernah dipenuhi masa lampau, tetapi keadaan
sekarang seharusnya tidak memenuhi kriteria untuk episode
depresif dengan derajat keparahan apa pun atau gangguan
lain apa pun dalam F30-F39; dan
(b) Sekurang-kurangnya dua episode telah berlangsung
masing-masing selama minimal 2 minggu dengan sela
waktu beberapa bulan tanpa gangguan afektif yang
bermakna.
F33.8 Gangguan Depresif Berulang Lainnya
F33.9 Gangguan Depresif Berulang YTT

F34 GANGGUAN SUASANA PERASAAN (MOOD[AFEKTIF])


MENETAP
F34.0 Siklotimia
• Ciri esensial adalah ketidak-stabilan menetap dari afek
(suasana perasaan), meliputi banyak periode depresi ringan dan
hipomania ringan, diantaranya tidak ada yang cukup parah atau
cukup lama untuk memenuhi kriteria gangguan afektif bipolar
(F31.-) atau gangguan depresif berulang (F33.-).
• Setiap episode alunan afektif (mood swings) tidak
memenuhi kriteria untuk mana pun yang disebut dalam episode
manik (F30.-) atau episode depresif (F32.-).

F34.1 Distimia
• Ciri esensial adalah afek depresif yang berlangsung sangat
lama yang tidak pernah atau jarang sekali cukup parah untuk

22
memenuhi kriteria gangguan depresif berulang ringan atau
sedang (F33.0 atau F33.1).
• Biasanya mulai pada usia dini dari masa dewasa dan
berlangsung sekurang-kurangnya beberapa tahun, kadang-
kadang untuk jangka waktu tidak terbatas.
• Jika onsetnya pada usia lebih lanjut, gangguan ini
seringkali merupakan kelanjutan suatu episode depresif
tersendiri (F32) dan berhubungan dengan masa berkabung atau
stres lain yang tampak jelas.
F34.8 Gangguan Afektif Menetap Lainnya
• Kategori sisa untuk gangguan afektif menetap yang tidak
cukup parah atau tidak berlangsung cukup lama untuk
memenuhi kriteria siklotimia (F34.0) atau distimia (F34.1),
namun secara klinis bermakna.
F34.9 Gangguan Afektif Menetap YTT

F38 GANGGUAN SUASANA PERASAAN (MOOD[AFEKTIF])


LAINNYA
F38.0 Gangguan Afektif Tunggal Lainnya
• F38.00 = Episode afektif campuran
Episode afektif yang berlangsung sekurang-kurangnya selama
2 minggu yang bersifat campuran atau pergantian cepat
(biasanya dalam beberapa jam) antara gejala hipomanik, manik
dan depresif.
F38.1 Gangguan Afektif Berulang Lainnya
• F38.10 = Episode depresif singkat berulang
Episode depresif singkat yang berulang, muncul kira-kira sekali
sebulan selama satu tahun yang lampau.
Semua episode depresif masing-masing berlangsung kurang
dari 2 minggu (yang khas ialah 2-3 hari, dengan pemulihan
sempurna) tetapi memenuhi kriteria simtomatik untuk episode
depresif ringan, sedang atau berat (F32.0, F32.1, F32.2).

23
F38.8 Gangguan Afektif Lainnya YTT
• Merupakan kategori sisa untuk gangguan afektif yang
tidak memenuhi kriteria untuk kategori mana pun dari F30-
F38.1 tersebut diatas.
F38.9 Gangguan Afektif YTT
• Untuk dipakai hanya sebagai langkah terakhir jika tak
ada istilah lain yang dapat digunakan.
• Termasuk: psikosis afektif YTT.

2.6. PEMERIKSAAN STATUS MENTAL


2.6.1. EPISODE DEPRESIF
• Deskripsi umum: Retradasi psikomotor menyeluruh merupakan
gejala yang paling umum, walaupun agitasi psikomotor juga sering
ditemukan khususnya pada pasien lansia. Secara klasik, seorang pasien
depresi memiliki postur yang membungkuk, tidak terdapat pergerakan
spontan, pandangan mata yang putus asa dan memalingkan pandangan.
• Mood, afek dan perasaan: Pasien tersebut sering kali dibawa oleh
anggota keluarganya atau teman kerjanya karena penarikan sosial dan
penurunan aktifitas secara menyeluruh.
• Bicara: Banyak pasien terdepresi menunjukkan kecepatan dan
volume bicara yang menurun, berespon terhadap pertanyaan dengan
kata-kata tunggal dan menunjukkan respon yang lambat terhadap suatu
pertanyaan.
• Gangguan persepsi: Pasien terdepresi dengan waham atau
halusinasi dikatakan menderita episode depresi berat dengan ciri
psikotik. Waham sesuai mood pada pasien terdepresi adalah waham
bersalah, memalukan, tidak berguna, kemiskinan, kegagalan, kejar dan
penyakit somatik.
• Pikiran: Pasien terdepresi biasanya memiliki pandangan negatif
tentang dunia dan dirinya sendiri. Isi pikiran mereka sering kali
melibatkan perenungan tentang kehilangan, bersalah, bunuh diri, dan

24
kematian. Kira-kira 10% memiliki gejala jelas gangguan berpikir,
biasanya penghambatan arus pikiran dan kemiskinan isi pikiran.
• Sensorium dan kognisi: Kira-kira 50-70% dari semua pasien
terdepresi memiliki suatu gangguan kognitif yang sering kali
dinamakan pseudodemensia depresif, dengan keluhan gangguan
konsentrasi dan mudah lupa.
• Pengendalian impuls: Kira-kira 10-15% pasien terdepresi
melakukan bunuh diri dan kira-kira dua pertiga memiliki gagasan
bunuh diri. Resiko untuk melakukan bunuh diri meningkat saat mereka
mulai membaik dan mendapatkan kembali energi yang diperlukan
untuk merencanakan dan melakukan suatu bunuh diri (bunuh diri
paradoksikal /paradoxical suicide).
• Reliabilitas: Semua informasi dari pasien terlalu menonjolkan hal-
hal yang buruk dan menekan hal-hal yang baik.2

2.6.2. EPISODE MANIK


• Deskriksi umum: Pasien manik adalah tereksitasi, banyak bicara,
kadang-kadang mengelikan dan sering hiperaktif.
• Mood, afek dan perasaan: Pasien manik biasanya euforik dan lekas
marah. Mereka memiliki toleransi yang rendah dan mudah frustasi
yang dapat menyebabkan perasaan marah dan permusuhan. Secara
emosional mereka sangat labil, mudah beralih dari tertawa menjadi
marah kemudian menjadi depresi dalam hitungan menit atau jam.
• Bicara: Pasien manik tidak dapat disela saat mereka bicara dan
sering kali rewel dan menjadi pengganggu bagi orang-orang
disekitarnya. Saat keadaan teraktifitas, pembicaraan penuh dengan
gurauan, kelucuan, sajak, permainan kata-kata dan hal-hal yang tidak
relevan. Saat tingkat aktifitas meningkat lagi, asosiasi menjadi longgar,
kemampuan konsentrasi menghilang menyebabkan gagasan yang
meloncat-loncat (flight of idea), gado-gado kata dan neologisme. Pada
keadaan manik akut, pembicaraan mungkin sama sekali inkoheren dan
tidak dapat dibedakan dari pembicaraan skizofrenik.

25
• Gangguan persepsi : Waham ditemukan pada 75% pasien manik.
Waham sesuai mood seringkali melibatkan kesehatan, kemampuan
atau kekuatan yang luar biasa. Dapat juga ditemukan waham dan
halusinasi aneh yang tidak sesuai mood.
• Pikiran: Isi pikirannya termasuk tema kepercayaan dan kebesaran
diri, sering kali perhatiannya mudah dialihkan. Fungsi kognitif ditandai
oleh aliran gagasan yang tidak terkendali.
• Sensorium dan kognisi: Secara umum, orientasi dan daya ingat
masih intak walaupun beberapa pasien manik mungkin sangat euforik
sehingga mereka menjawab secara tidak tepat. Gejala tersebut disebut
“mania delirium” (delirious mania) oleh Emil Kraepelin.
• Pengendalian impuls: Kira-kira 75% pasien manik senang
menyerang atau mengancam.
• Perimbangan dan tilikan: Gangguan pertimbangan merupakan
tanda dari pasien manik. Mereka mungkin dapat melanggar peraturan.
• Reliabilitas: Pasien manik sulit untuk dipercaya. Kebohongan dan
penipuan sering ditemukan pada pasien mania.2

2.7. TERAPI
2.7.1. TERAPI PSIKOSOSIAL
Banyak penelitian menyatakan bahwa kombinasi psikoterapi
dengan farmakoterapi adalah terapi yang paling efektif untuk gangguan
depresi berat. Tiga jenis psikoterapi jangka pendek seperti terapi kognitif,
terapi interpersonal dan terapi perilaku telah diteliti manfaatnya dalam
terapi gangguan depresi berat.2
Terapi kognitif awalnya dikembangkan oleh Aaron Back. Tujuan
terapi ini adalah menghilangkan episode depresif dan mencegah
rekurensinya dengan membantu pasien mengidentifikasi uji kognitif
negatif, mengembangkan cara berfikir alternatif, fleksibel dan positif serta
melatih respon kognitif dan perilaku yang baru.2
Beberapa penelitian menyatakan bahwa kombinasi terapi kognitif
dengan farmakoterapi lebih manjur daripada terapi tersebut masing-

26
masing. NIMH Treatment of Depression Collaboration Research Program,
menemukan bahwa farmakoterapi, baik sendiri maupun dengan
psikoterapi merupakan terapi terpilih untuk pasien dengan gangguan
depresif yang parah.2
Terapi interpersonal dikembangkan oleh Gerald Klerman. Terapi
ini memusatkan pada satu atau dua masalah interpersonal yang sekarang
dialami oleh pasien dengan anggapan bahwa masalah interpersonal
sekarang ini memiliki hubungan dengan awal yang disfungsional dan
masalah interpersonal sekarang mungkin terlibat dalam mencetuskan atau
memperberat gejala depresi sekarang. Beberapa percobaan menyatakan
bahwa terapi interpersonal efektif dalam pengobatan gangguan depresi
berat. Program terapi interpersonal biasanya terdiri dari 12 sampai 16
sesion.2
Terapi perilaku didasarkan pada hipotesis bahwa pola perilaku
maladaptif menyebabkan seseorang mendapatkan sedikit umpan balik
positif dari masyarakat dan kemungkinan menerima penolakan. Dengan
memusatkan terapi pada perilaku maladaptif ini, pasien akan belajar untuk
berfungsi dengan cara tertentu sehingga mereka akan mendapat dorongan
yang positif. Data saat ini menyatakan terapi perilaku adalah modalitas
pengobatan yang efektif untuk gangguan depresif berat.2
Terapi berorientasi psikoanalitik bertujuan untuk mendapatkan
perubahan pada struktur atau karakter kepribadian dan bukan semata-mata
untuk menghilangkan gejala. Perbaikan dalam kepercayaan diri,
mekanisme mengatasi masalah, kapasitas untuk berdukacita, dan
kemampuan untuk mengalami berbagai macam emosi merupakan tujuan
psikoanalisa.2
Terapi keluarga dapat membantu seorang pasien dengan gangguan
mood untuk menurunkan stress dan menerima stress serta menurunkan
kemungkinan relaps.2
Perawatan di rumah sakit diperlukan bila dibutuhkan prosedur
diagnostik lebih lanjut, resiko bunuh diri atau membunuh oaring lain dan
penurunan kemampuan pasien untuk merawat diri, memperoleh makanan,

27
tempat berlindung dan hancurnya sistem pendukung. Pasien dengan
depresi ringan atau hipomanik mengkin dapat diobati secara aman di
tempat praktek dokter. Pasien dengan gangguan mood yang berat
seringkali tidak mau dirawat dirumah sakit sehingga mereka perlu dibawa
secara involunter.2

2.7.2. FARMAKOTERAPI
ANTIDEPRESAN
Antidepresan merupakan obat yang paling sesuai untuk pasien
depresi dengan gangguan vegetatif yang jelas, retardasi psikomotor,
gangguan tidur, nafsu makan menurun, penurunan berat badan, dan
penurunan libido. Mekanisme obat antidepresan adalah menghambat
ambilan neurotransmiter aminergic dan menghambat penghancuran oleh
enzim monoamine oxydase (MAO) sehingga terjadi peningkatan jumlah
neurotransmiter aminergic pada celah sinaps neuron yang dapat
meningkatkan aktivitas reseptor serotonin.6

Gambar 1. Diagram skematis titik tangkap obat-obat antidepresan.

Sumber:B G Katzung, Basic Clinical Pharmacology 10th ed, 2006.

28
Obat antidepresan yang ideal harus memenuhi kriteria
berikut: (1) efektif pada berbagai gangguan depresi, (2) efektif dalam
perawatan jangka pendek dan jangka panjang, (3) efektif pada berbagai
kelompok umur, (4) memiliki onset cepat, (5) dosis sekali sehari, (6) biaya
yang terjangkau, (7) ditoleransi oleh tubuh dengan baik, (8) tidak
mempengaruhi perilaku, (9) toleransi terhadap berbagai penyakit fisik,
(10) bebas dari interaksi dengan makanan atau obat-obatan, (11) aman.7

Setiap pasien memiliki masalah yang berbeda-beda dan


penilaian klinis selalu diperlukan pada saat membuat keputusan dalam
menentukan pengobatan pasien. Untuk menemukan obat yang sesuai bagi
seseorang harus dilakukan secara empiris. Riwayat pengobataan di masa
lalu juga sangat penting sebagai pedoman penggunaaan obat selanjutnya.
Selain efek antidepresan, obat ini juga memiliki efek samping lainnya.
Obat yang berefek sedatif kuat lebih sesuai untuk keadaan gelisah dan
agitasi sementara obat yang memiliki efek sedasi yang rendah cocok untuk
pasien yang mengalami penghentian atau penurunan aktivitas psikomotor.
Berikut adalah macam-macam antidepresan yang banyak digunakan untuk
kepentingan klinik.8

ANTIDEPRESAN TRISIKLIK (TRICYCLIC ANTIDEPRESSANT;


TCA)
TCA sudah digunakan hampir selama empat dekade. Antidepresan ini
disebut trisiklik karena memiliki nukleus dengan tiga cincin. Obat yang
termasuk golongan ini adalah imipramine, desipramine, clomipramine,
trimipramine, amitriptyline, nortriptyline, doxepine, protriptyline. Semua
TCA memiliki efek terapi yang sama, pilihannya tergantung dari toleransi
terhadap efek sampingnya serta lama kerjanya.8
Farmakokinetik
TCA mudah diabsorbsi peroral dan bersifat lipofilik sehingga mudah
masuk SSP.9 TCA dosis tinggi dapat memperlambat aktivitas
gastrointestinal dan memperpanjang waktu pengosongan lambung
sehingga penyerapan obat menjadi lebih lama. Konsentrasi

29
puncak dalam serum dicapai setelah beberapa jam.10 Obat ini
dimetabolisme di hati dan dikeluarkan sebagai metabolit non aktif melalui
ginjal.9
Farmakodinamik
Mekanisme kerja dari TCA adalah sebagai berikut.
• Menghambat ambilan neurotransmiter
TCA menghambat ambilan neurotransmiter monoamine (norepinefrin
atau serotonin) ke terminal saraf prasinaptik yang menyebabkan
peningkatan konsentrasi neurotransmiter monoamine pada celah
sinaptik sehingga berefek antidepresan.
• Penghambatan reseptor
TCA menghambat reseptor serotonin, α-adrenergik, histamin dan
muskarinik.9

Gambar 2. Diagram skematis mekanisme kerja dari TCA.

Sumber: H Lullmann, Color Atlas of Pharmacology 2nd ed, 2000.

Farmakologi Klinik
TCA meningkatkan aktifitas berfikir, memperbaiki kewaspadaan mental,
meningkatkan aktivitas fisik dan mengurangi gejala depresi pada 50-70%

30
pasien. Perbaikan alam pikiran memerlukan waktu dua minggu atau lebih.9
TCA banyak digunakan untuk depresi sedang hingga berat terutama
dengan gangguan psikomotorik, insomnia atau nafsu makan yang buruk.
Hal yang perlu diperhatikan adalah efek terapi yang lambat sehingga
pengobatan setidaknya dilakukan 4-6 minggu sebelum menyimpulkan
bahwa obat tersebut tidak efektif. Jika muncul respon parsial, pengobatan
harus dilanjutkan selama beberapa minggu lagi sebelum meningkatkan
dosis.11
Efek samping
• Antimuskarinik: penghambatan reseptor asetilkolin menyebabkan
penglihatan kabur, mulut kering, retensi urin, konstipasi, memperberat
epilepsi dan glaukoma.
• Kardiovaskuler: peningkatan aktivitas katekolamin menyebabkan
stimulasi jantung yang berlebihan, perlambatan konduksi
atrioventrikular. Penghambatan reseptor α-adrenergik menyebabkan
hipotensi ortostatik dan takikardi. Masalah ini harus diperhatikan
terutama pada orang tua.
• Sedasi: rasa mengantuk, kewaspadaan berkurang, aktivitas
psikomotor menurun, kemampuan kognitif menurun.
• Neurotoksikosis: tremor halus, gelisah, agitasi, insomnia.6,9
Sediaan dan Dosis
• Amitriptyline (generik, Elvail)
Oral: 10; 25; 50; 75; 100; 150 mg tablet
Parenteral: 10 mg/mL IM injeksi
Dosis: 75-200 mg/hari
• Clomipramine (generik, Anafranil)
Oral: 25; 50; 75 mg kapsul
Dosis: 75-300 mg/hari
• Desipramine (generik, Norpramin, Pertofrane)
Oral; 10; 25; 50; 75; 100; 150 mg tablet
Dosis: 75-200 mg/hari

31
• Doxepine (generik, Sinequan)
Oral: 10; 25; 50; 75; 100; 150 mg kapsul; 10 mg/mL konsentrat
Dosis: 75-300 mg/hari
• Imipramine (generik, Tofranil)
Oral: 10; 25; 50 tablet (hidroklorida), 75; 100; 125; 150 mg kapsul
(pamoat)
Parenteral: 25 mg/2mL IM injeksi
Dosis: 75-200 mg/hari
• Nortriptyline (generik, Aventyl, Pamelor)
Oral: 10; 25; 50; 75 mg kapsul, 10 mg/5mL solution
Dosis: 75-150 mg/hari
• Protriptyline (generik, vivactil)
Oral: 5; 10 mg tablet
Dosis: 20-40 mg/hari
• Trimipramine (Surmontil)
Oral: 25; 50; 100 mg kapsul
Dosis: 75-200 mg/hari

HETEROSIKLIK
Antidepresan heterosiklik merupakan antidepresan turunan kedua dan
ketiga. Potensi obat heterosiklik tidak berbeda secara khusus dari agen-
agen sebelumnya. Yang termasuk antidepresan generasi kedua dalah
amoxapine, maprotiline, trazodone dan bupiropion. Generasi ketiga
adalah mirtazapine, venlafaxine dan nefazodone. Pada tahun 1990
diperkenalkan agen venlafaxine yang banyak digunakan di Eropa.
Farmakokinetik, farmakodinamik dan efek samping obat ini hampir sama
dengan TCA. Trazodone dan venlafaxine memiliki waktu paruh yang
pendek sehingga perlu mengatur pembagian dosis pada awal pemberian
terapi.8
Sediaan dan Dosis
• Amoxapine (generik, Asendin)
Oral: 25; 50; 100; 150 mg tablet

32
Dosis: 150-300 mg/hari
• Bupropion (Wellbutrin)
Oral: 75; 100 mg tablet, 100; 150 mg sustaines release tablet
Dosis: 200-400 mg/hari
• Maprotiline (generik, Ludiomil)
Oral: 25; 50; 75 mg tablet
Dosis: 75-300 mg/hari
• Mitrazapine (Remeron)
Oral: 15; 30; 45 mg tablet
Dosis: 15-60 mg/hari
• Nefazodone (generik, Desyrel)
Oral: 50; 100; 150; 300 mg tablet
Dosis: 200-600 mg/hari
• Venlafaxine (Effecxor)
Oral: 25; 37,5; 50; 75; 100 mg tablet, 37,5; 75; 150 mg extended
release tablet
Dosis: 75-225 mg/hari

INHIBITOR AMBILAN KEMBALI SEROTONIN SELEKTIF


(SELECTIVE SEROTONIN REUPTAKE INHIBITOR; SSRI)
SSRI merupakan antidepresan baru yang khas, menghambat ambilan
serotonin secara spesifik. Dibanding TCA, SSRI memiliki efek
antikolinergik dan kardiotoksisitas lebih rendah. Saat ini tersedia lima
macam SSRI yaitu fluoxetine, paroxetine, sertraline, fluvoxamine dan
citalopram.8
Farmakokinetik
Fluoxetine dalam dosis oral mencapai konsentrasi plasma yang mantap
dalam beberapa minggu. Fluoxetine mengalami demetilasi menjadi
metabolit aktif norfluoksetine. Fluoxetine merupakan inhibitor kuat
isoenzim sitokrom P-450 di dalam hati yang berfungsi untuk eliminasi
obat TCA, obat neuroleptik, antiaritmia dan antagonis β-adrenergik.9

33
Farmakodinamik
SSRI merupakan golomgan obat yang secara spesifik meghambat ambilan
serotonin. Golongan ini kurang memperlihatkan pengaruh terhadap sistem
kolinergik, adrenergik ataupun histaminergik.8
Farmakologi Klinik
Fluoxetine sama manfaatnya dengan TCA dalam pengobataan depresi
mayor namun obat ini bebas dari efek samping yang sering ditimbulkan
TCA seperti efek antikolinergik, hipotensi ortostatik dan peningkatan berat
badan. Dokter lebih sering meresepkan fluoxetine dan sekarang di
Amerika fluoxetine merupakan obat antidepresan yang paling banyak
diresepkan. Fluoxetine juga digunakan untuk mengobati bulimia nervosa
dan gangguan obsesif kompulsif.9
Efek samping
Efek samping fluoxetine seperti hilangnya libido, ejakulasi terlambat,
anorgasme dan mual.9
Sediaan dan Dosis
• Citalopram (Celexa)
Oral: 20; 40 mg tablet
Dosis: 20-60 mg/hari
• Fluoxetine (Prozac)
Oral: 10; 20 mg pulveres, 10 mg tablet, 20 mg/mL liquid
Dosis: 10-60 mg/hari
• Fluvoxamine (Luvox)
Oral: 25; 50; 100 mg tablet
Dosis: 100-300 mg/hari
• Paraxetine (Paxil)
Oral: 10; 20; 30; 40 mg tablet, 10 mg/mL suspensi, 12,5; 25 mg
controlled release tablet
Dosis: 20-50 mg/hari
• Sertraline (Zoloft)
Oral: 25; 50; 100 mg tablet
Dosis: 50-200 mg/hari

34
INHIBITOR OKSIDASE MONOAMIN (MONOAMINE OXYDASE
INHIBITOR; MAOI)
MAO adalah enzim yang menonaktifkan neurotransmiter yang berlebihan
di celah sinaptik saat neuron istirahat. MAOI dapat menonaktifkan enzim
MAO secara reversible atau irreversibel. Neurotransmiter tidak akan
mengalami degradasi sehingga menumpuk dalam neuron presinaptik dan
masuk ke dalam ruang sinaptik yang menimbulkan aktivitas antidepresan.9
Farmakokinetik
Obat ini mudah diabsorbsi dalam bentuk oral. Efek anti depresan
memerlukan waktu 2-4 minggu. Regenerasi enzim yang dinonaktifkan
secara irreversibel biasanya terjadi beberapa minggu setelah penghentian
pengobatan. Obat ini dimetabolisme dan diekskresi dengan cepat melalui
ginjal.9
Farmakodinamik
MAOI membentuk senyawa kompleks yang stabil dengan enzim dan
menyebabkan inaktivasi yang irreversibel. Hal ini meningkatkan depot
norepinefrin, serotonin dan dopamin dalam neuron dan selanjutnya
meningkatkan konsentrasi neurotransmiter di dalam ruang sinaptik.9
Farmakologi Klinik
Meskipun MAO dihambat setelah beberapa hari pengobatan, kerja
antidepresan terjadi setelah beberapa minggu. MAOI digunakan untuk
pasien depresi yang tidak responsif dan alergi terhadap TCA atau
menderita ansietas hebat.9
Efek samping
Tiramin dalam makanan seperti keju, kerang, bir, hati ayam dan anggur
merah diinaktifkan oleh MAO di dalam usus. Orang yang menggunakan
MAOI tidak dapat menguraikan tiramin yang menyebabkan lepasnya
katekolamin dalam jumlah besar yang tersimpan pada ujung terminal saraf
sehingga terjadi sakit kepala, takikardi, mual, hipertensi, aritmia dan
stroke. Oleh karena itu, pasien disarankan untuk menghindari makanan
yang mengandung tiramin. Efek samping lainnya dari MAOI adalah
mengantuk, hipotensi ortostatik, penglihatan kabur, mulut kering, disuria

35
dan konstipasi. MAOI dan SSRI jangan diberikan bersamaan karena dapat
terjadi bahaya sindrom serotonin yang dapat mematikan. Diperlukan
waktu enam minggu sebelum menggunakan obat yang lain.9
Sediaan dan Dosis
• Phenelzine (Nardil)
Oral: 15 mg tablet
Dosis: 47-75 mg/hari
• Tranylcypromine (Parnate)
Oral: 10 mg tablet
Dosis: 10-30 mg/hari

Tabel 3. Efek-efek farmakologi dari obat-obat antidepresan


Anti Hipotensi Penyakat pompa amine untuk
Obat Sedasi muskarini Ortostati
Serotonin Norepinefrin Dopamin
k k
Amitriptyline +++ +++ +++ +++ ++ -
Amoxapine ++ ++ ++ + ++ +
Bupropion - - - +/- +/- ?
Citalopram - - +/- +++ - -
Clomipramin
+++ ++ ++ +++ +++ -
e
Desipramine + + ++ - +++ -
Doxepine +++ +++ ++ ++ + -
Fluoxetine + + +/- +++ +/- +/-
Fluvoxamine - - +/- +++ - -
Imipramine ++ ++ ++ +++ ++ -
Maprotiline ++ ++ + - +++ -
Mirtazapine +++ - + - - -
Mianserin ++ + + - +++ -
Nortriptyline ++ ++ ++ +++ ++ -
Paroxetine + - +/- +++ ++ -
Protriptyline - ++ ++ ? +++ ?
Setraline + - +/- +++ - -
Trazodone +++ - + ++ - -
Venlafaxine - - - +++ ++ +/-

Keterangan:
+++ : Berat
++ : Sedang
+ : Ringan

36
+/- : Tidak ada/ minimal sekali
? : Tidak tentu
Sumber:B G Katzung, Basic Clinical Pharmacology 9th ed, 2009.

Pemilihan obat antidepresi tergantung pada toleransi pasien terhadap efek


samping dan penyesuaian efek samping terhadap kondisi pasien (usia,
penyakit fisik lainnya, jenis depresi.8

ANTIMANIA
Antimania yang juga disebut sebagai mood modulator atau mood
stabilizer merupakan obat yang digunakan untuk mengatasi gejala sindrom
mania dan mencegah berubah-ubahnya suasana hati pasien. Episode
berubahnya mood pada umumnya tidak berhubungan dengan peristiwa-
peristiwa kehidupan. Gangguan biologis yang pasti belum diidentifikasi
tapi diperkirakan berhubungan dengan peningkatan aktivitas katekolamin.
Berdasarkan hipotesis, sindrom mania disebabkan oleh tingginya kadar
serotonin dalam celah sinaps neuron khususnya pada sistem limbik.6
LITHIUM
Lithium adalah kation monovalen yang kecil. Telah lama dikenal bahwa
lithium merupakan pengobatan yang paling disukai pada gangguan bipolar
khusunya fase manik. Angka keberhasilannya pada remisi pasien dengan
fase manik dilaporkan mencapai 60-80%.8
Farmakokinetik
Pada penggunaan oral, absorbsi lengkap terjadi setelah 6-8 jam. Kadar
dalam plasma dicapai setelah 30 menit sampai 2 jam.12 Efek terapi terlihat
setelah 10 hari penggunaan.13 Ekskresi terutama melalui urin dengan
waktu paruh eliminasi 20 jam.12

Farmakodinamik
Mekanisme kerja yang pasti dari lithium sampai saat ini masih dalam
penelitian. Diperkirakan bekerja atas tiga dasar yaitu:
• Efek terhadap elektrolit-elektrolit dan transpor ion

37
Lithium berhubungan erat dengan natrium. Lithium dapat
menggantikan natrium dalam menimbulkan potensial aksi dan
pertukaran natrium melewati membran.
• Efek terhadap neurotransmiter
Lithium tampaknya meningkatkan aktivitas serotonin. Diperkirakan
Lithium menurunkan pengeluaran norepinefrin dan dopamin,
menghambat supersensitifitas dopamin dan meningkatkan sintesis
asetilkolin. Beberapa studi mengemukakan bahwa peningkatan
aktivitas kolinergik akan mengurangi mania.
• Efek ada pembawa pesan kedua (second messengers)
Studi tentang lithium memperlihatkan perubahan kadar inositol
phosphate di otak. Lithium menghambat konversi IP2 menjadi IP1 dan
konversi IP menjadi inositol. Penyakatan ini menyebabkan deplesi
PIP2 yang merupakan prekursor IP3 dan DAG. IP3 dan DAG
merupakan pembawa pesan kedua yang penting dalam transmisi α-
adrenergik maupun transmisi muskarinik.8,12

Gambar 3. Efek lithium terhadap IP3, DAG dan second messenger.

Sumber:B G Katzung, Basic Clinical Pharmacology 10th ed, 2006.

Farmakologi Klinik
Sampai saat ini lithium karbonat dikenal sebagai obat gangguan bipolar
terutama pada fase manik. Pengobatan jangka panjang menunjukkan
penurunan resiko bunuh diri. Bila mania masih tergolong ringan, lithium

38
sendiri merupakan obat yang efektif. pada kasus berat, hampir selalu perlu
ditambah clonazepam atau lorazepam dan kadang ditambah antipsikosis
juga. Setelah mania dapat teratasi, antipsikosis boleh dihentikan dan
lithium digunakan bersamaan dengan benzodiazepine untuk pemeliharaan.
Pada fase depresif gangguan bipolar, lithium sering dikombinasi dengan
antidepresan.8,12
Efek Samping
• Efek neurologis: tremor, koreoatetosis, hiperaktivitas motorik,
ataksia, disartria dan afasia.
• Efek pada fungsi tiroid: dapat menurunkan fungsi kelenjar tiroid
tapi efeknya reversibel dan nonprogresif. Beberapa pasien mengalami
pembesaran kelenjar gondok dan gejala-gejala hipotiroidisme. Oleh
sebab itu perlu dilakukan pengukuran kadar TSH serum setiap 6-12
bulan.
• Efek pada ginjal: polidipsi dan poliuri sering ditemukan namun
bersifat reversibel. Beberapa literatur menerangkan bahwa terapi
lithium jangka panjang dapat menyebabkan disfungsi ginjal termasuk
nefritis interstitial kronis dan glomerulopati perubahan minimal
dengan sindrom nefrotik. Penurunan laju filtrasi glomerulus telah
ditemukan tapi tidak ada contoh mengenai azotemia maupun gagal
ginjal. Tes fungsi ginjal harus dilakukan secara periodik untuk
mendeteksi perubahan-perubahan pada ginjal.
• Edema: Hal ini mungkin terkait dengan efek lithium pada retensi
natrium. Peningkatan berat badan pada pasien diduga karena edema
namun pada 30% pasien tidak mengalami peningkatan berat badan.
• Efek pada jantung: Ion lithium dapat menekan pada nodus sinus
sehingga sindrom bradikardi dan takikardi merupakan kontraindikasi
penggunaan lithium.
• Efek pada kehamilan dan menyusui: Laporan terdahulu
menyatakan peningkatan frekuensi kelainan jantung pada bayi dengan
ibu yang mengkonsumsi lithium terutama anomali Ebstein. Namun
data terbaru menyebutkan resiko efek teratogenik relatif rendah.

39
Lithium didapatkan pada air susu dengan kadar sepertiga sampai
setengah dari kadar serum. Toksisitas pada bayi dimanifestasikan
dengan letargi, sianosis, reflek moro dan reflek hisap berkurang dan
hepatomegali.
• Efek lainnya: Telah dilaporkan efek erupsi jerawat dan folikulitis
pada penggunaan lithium. Leukositosis selama pengobatan dengan
lithium selalu ada yang merefleksikan efek langsung pada
leukopoiesis.8
Preparat yang Tersedia
Lithium carbonate (generik, Eskalith)
Oral: 150; 300; 600 mg kapsul, 300 mg tablet, 8 meq/5 mL sirup, 300; 450
mg tablet sustained release
300 mg lithium carbonate setara dengan 8,12 meq Li
Dosis: 250-500 mg/hari

ASAM VALPROAT (VALPROIC ACID; VALPROATE)


Obat ini merupakan suatu agen untuk epilepsi dan telah terbukti memiliki
efek antimania. Valproate manjur untuk pasien-pasien yang gagal
memberikan respon terhadap lithium. Secara keseluruhan, valroate
menunjukkan keberhasilan yang setara dengan lithium pada
awal minggu pengobatan. Kombinasi valproate dengan obat-obatan
psikotropik lainnya mungkin dapat digunakan dalam pengelolaan fase
kedua pada penyakit bipolar yang umumnya dapat ditoleransi dengan baik.
Valproate telah diakui sebagai pengobatan lini pertama untuk mania.
Banyak dokter tidak setuju untuk menggabungkan valproate dengan
lithium pada pasien yang respon terhadap salah satu agen.8
Preparat yang Tersedia
Valproic acid (generik, Depakene)
Oral: 250 mg kapsul, 250 mg/5 mL sirup
Dosis: 3 x 250 mg/hari
CARBAMAZEPINE

40
Carbamazepine telah dianggap sebagai alternatif yang pantas untuk
lithium jika lithium kurang optimal. Obat ini dapat digunakan untuk
mengobati mania akut dan juga untuk terapi profilaksis.
Efek samping carbamazepine pada umumnya tidak lebih besar dari
lithium dan kadang bahkan lebih rendah. Carbamazepine dapat digunakan
sendiri atau pada pasien yang refrakter dapat dikombinasi dengan lithium.
Cara kerja carbamazepine tidak jelas, tetapi dapat mengurangi sensitisasi
otak terhadap perubahan mood. Mekanisme tersebut mungkin serupa
dengan efek antikonvulsinya. Meskipun efek diskrasia darah menonjol
pada penggunaannya sebagai antikonvulsi, namun tidak menjadi masalah
besar pada penggunaanya sebagai penstabil mood.8
Preparat yang Tersedia
Carbamazepine (generic, Tegretol)
Oral: 200 mg tablet; 100 mg tablet kunyah, 100 mg/5 mL suspensi, 100;
200; 400 mg tablet extended-release, 200; 300 mg kapsul
Dosis: 400-600 mg/hari

2.8. PROGNOSIS
Banyak penelitian mengenai perjalanan penyakit dan prognosis
gangguan suasana perasaan (mood [afektif]) memberikan kesimpulan
bahwa penyakit ini memiliki perjalanan yang panjang dan pasien
cenderung mengalami kekambuhan.
Prognosa baik apabila:
• Episodenya ringan, tidak ada gejala psikotik
• Perawatan di rumah sakit hanya singkat, tidak lebih dari sekali
perawatan
• Selama masa remaja memuliki riwayat persahabatan yang erat dan
baik
• pasien mempunyai hubungan psikososial yang baik dan kokoh
• Fungsi keluarga yang stabil dan baik
• Tidak ada gangguan psikiatri komorbid
• Tidak ada gangguan kepribadian.5

41
Prognosa buruk apabila:
• Adanya penyerta gangguan distimik
• Penyalahgunaan alkohol dan zat-zat lainnya
• Gejala gangguan kecemasan
• Riwayat lebih dari satu episode depresif sebelumnya.
• Laki-laki lebih sering menjadi kronis dan mengganggu
dibandingkan perempuan.2
Gangguan depersif berat bukan merupakan gangguan yang ringan.
Keadaan ini cenderung merupakan gangguan kronis, dan pasien cenderung
mengalami relaps. Pasien dengan gangguan bipolar memiliki prognosis
yang lebih buruk dibandingkan pasien dengan gangguan depresif berat.
Sepertiga dari semua pasien gangguan bipolar memiliki gejala kronis dan
bukti-bukti penurunan sosial yang bermakna.2

42
BAB III
KESIMPULAN

Gangguan mood merupakan suatu sindrom yang terdiri dari tanda-tanda


dan gejala-gejala yang berlangsung dalam hitungan minggu hingga bulan yang
mempengaruhi fungsi dan pola kehidupan sehari-hari. Kelainan fundamental dari
kelompok gangguan ini adalah perubahan suasana perasaan (mood) atau afek,
biasanya kearah depresi, atau ke arah elasi (suasana perasaan yang meningkat).
Faktor yang berperan penting sebagai penyebab gangguan mood adalah
faktor biologis, faktor genetika, dan faktor psikososial. Penatalaksanaan untuk
gangguan mood adalah dengan terapi psikososial serta farmakoterapi. Pemilihan
agen-agen farmakoterpi untuk gangguan mood adalah tergantung pada toleransi
pasien terhadap efek samping dan penyesuaian efek samping terhadap kondisi
pasien.
Gangguan mood cenderung bersifat kronis, dan pasien cenderung
mengalami relaps. Pasien dengan gangguan mood sering menunjukkan penurunan
fungsi yang mencolok. Hasil terapi akan menunjukkan kemajuan jika fungsi
keluarga dan fungsi pendukung lainnya baik.

43
BAB IV
PENUTUP

Demikianlah makalah yang berjudul Gangguan Suasana Perasaan (Mood


[Afektif]) ini kami susun. Kami bersyukur, makalah ini dapat diselesaikan berkat
rahmat Tuhan Yang Maha Esa dan atas bantuan dari semua teman-teman kami,
sehingga ucapan terimakasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kami
sampaikan kepada teman-teman kami. Akhir kata kami, berharap semoga laporan
ini dapat bermanfaat bagi mahasiswa dalam memahami Gangguan Suasana
Perasaan (Mood [Afektif]).

44
DAFTAR PUSTAKA

1. Rusdi M. Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari PPDGJ-III.


Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya. 2001. p. 58-
69.
2. Kaplan HI, Sadock BJ, Grebb JA. Kaplan dan Sadock Sinopsis Psikiatri
Ilmu Pengetahuan Perilaku Psikiatri Klinis edisi 7. Jakarta: Binarupa
Aksara. 1997. p. 777-858
3. Medicastore. Mania. [Online]. 2010 [cited 2010 June 11]; Available from:
URL: http://medicastore.com/penyakit/262/Mania.html
4. Lubis NL. Depresi Tinjauan Psikologis. Jakarta: Kencana Prenada Media
Group. 2009. p. 61-85.
5. Soreff S, McInnes LA. Bipolar Affective Disorder. [Online]. 2010 Feb 9
[cited 2010 June 4]; Available from:
URL: http://emedicine.medscape.com/article/286342-overview
6. Rusdi M. Panduan Praktis Penggunaan Klinis Obat Psikotropik edisi 3.
Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya. 2007. p. 23-
35.
7. Baldwin DS, Birtwistle J. An Atlas of Depression. New York: The
Parthenon Publishing Group. 2002.
8. Katzung BG. Basic and Clinical Pharmacology 10th ed: Antipsychotic
Agents and Lithium, Antidepressant Agents. San Fransisco: McGraw-Hill.
2006.
9. Mycek MJ, Harvey RA, Champe PC. Farmakologi Ulasan Bergambar.
Jakarta: Widya Medika. 2001. p. 120-6
10. Brunton LL, Blumenthal DK, Parker KL, Buxton ILO. Goodman and
Gilman's Manual of Pharmalogical and Therapeutics: Drug Therapy of
Depression and Anxiety Disordes, Pharmacotherapy of Psychosis and
Mania. San Francisco: McGraw-Hill. 2008. p. 278-318.
11. Rang HP, Dale MM, Ritter JM, Flower RJ. Rang and Dale’s
Pharmacology 6th ed: Antidepressant Drugs. New York: Elsevier. 2007.

45
12. Sulistia GG. Farmakologi dan Terapi. Jakarta: Departemen Farmakologi
dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2007. p.171-8.
13. Lullmann L, Mohr K, Ziegler A, Bieger D. Color Atlas of Pharmacology
2nd ed. New York: Thieme. 2000. p. 230-5.

46

You might also like