You are on page 1of 40

PENGENTASAN KEMISKINAN

DALAM

MASYARAKAT RANAH MINANG

SEBUAH KACA BANDING


TINJAUAN ISLAM

oleh

H. Mas'oed Abidin
2 PENGENTASAN KEMISKINAN
Sumatera Barat, dengan akar budaya Minangkabau,
sangat intens (basitungkin) dalam mengantisipasi
berkembangnya kemiskinan.
Ada sinyalemen Prof. Emil Salim (pernah menjabat
Menteri KLH, Kabinet Pembangunan V), tentang lahan
Ranah Minang. Sebagai dikatakannya, tanah di
Minangkabau, tidak (kurang) bersahabat. "Dari
keseluruhan wilayah Sumatera Barat, hanya sekitar 14
persen saja yang kondisi tanahnya subur dan cocok untuk
areal pertanian.".
Begitulah kira-kira, kesimpulan Prof. DR. Emil
Salim, (sebagai diungkapkan Singgalang, Rabu, 7 Juli 1993,
halaman pertama) dari Musyawarah Pola Dasar
Pembangunan Sumbar.
Perlulah pula dimaklumi, sebahagian dari luas lahan
dimaksud, sudah didiami anak kemenakan warga
transmigrasi. Sejak dari Pasaman, Sitiung, Lunang-Silaut,
Solok Selatan. Sebahagiannya pula diolah oleh perusahaan-
perusahaan perkebunan, yang menyebar dari Pasaman
hingga ke batas Mandailing (Tapsel). Dari Sijunjung hingga
ke batas Jambi dan Riau. Begitu pula mendekat batas
Bengkulu, di ujung Pesisir Selatan.
Tanah yang tadinya berada dalam status tanah
ulayat Nagari, atau dalam sako pusako tinggi, pelan-pelan
berangsur tergeser. Mengiring gerak roda pengembangan
wilayah.
Secara keseluruhan tanah-tanah kosong tadinya, kini
mulai ditanami. Pelan-pelan tetapi pasti, menjanjikan
mutiara hijau di kepingan wilayah Sumatera Barat.
Mulai dari tanaman sawit, karet, cokelat,
lada/merica, kulit manis, hingga ketela pohon (ubi kayu).
Masa doeloe seketika tanah-tanah itu belum diolah,
hanya dijadikan anak kemenakan sebagai hutan tempat
mencari kayu api. Paling tinggi tempat simpanan kayu
PENGENTASAN KEMISKINAN 3
pembuat rumah atau untuk mencari akar-rotan.
Persawahan atau perladangan anak nagari semasa
itu, merupakan hasil taruko ninik-mamak. Sawah bajanjang
bapamatang dan ladang babiteh babentalak. Dari mamak turun
ke kemenakan. Begitulah seterusnya.
Letaknyapun di sekeliling Dusun Taratak. Bahkan
ada yang berada di keliling rumah tempat diam.
Perkembangan dusun menjadi desa, dan nagari
masuk lurah, anak kemenakan ikut bertambah. Rumah kecil
tak mampu lagi menampung jumlah cucu dan cicit.
Bangunan barupun ditegakkan, tanah persawahan menjadi
satu-satunya pilihan untuk batagak rumah baru.
Manaruko hutan menjadi sawah, tidak lagi
merupakan kebiasaan masa kini. Sebaliknya yang terjadi,
mengurangi areal persawahan menjadi lokasi perumahan.
Di sinilah ditemui kritisnya masalah peternakan jika
dikaitkan dengan sumber pendapatan pertanian.
Akan tetapi, masyarakat Minangkabau, tidak dapat
dikatakan miskin dan belum pula bisa dikatakan berada.
Yang jelas, mereka tetap bisa hidup dan bertahan hidup, di
areal yang makin terbatas itu.
Keadaan itu memungkinkan, karena adanya peran
budaya Minang yang sedari awal intensif mengantisipasi
gejala kemiskinan itu.
Antara lain, bunyi pantun.
Karatau madang di ulu,
ba buwah ba bungo balun,
marantau-lah buyuang dahulu,
di rumah paguno balun.
Adanya kebiasaan merantau menjadikan pemuda-
pemuda Minangkabau (Sumatera Barat), mencari hidup di

4 PENGENTASAN KEMISKINAN
lahan orang lain. Modalnya keyakinan, kemauan dan tulang
delapan karat.
Sementara itu, sang dara (gadis/remaja putri)
Minangkabau, tidak pula dibiarkan hidup cengeng. Mereka
diajar bertani, merenda, menjahit, menyulam, dan berbagai
kepandaian puteri lainnya. Yang sungguhpun, dirasakan
bahwa kepandaian-kepandaian semacam itu, kini mulai
terasa langka.
Kalaulah kemiskinan yang ada, tidak dirasakan
sebagai bahaya, itu hanya disebabkan karena pandainya
batenggang.
Sesuai bunyi pantun;
Alah bakarih samporono,
Bingkisan rajo majopaik,
tuah basabab bakarano
pandai batenggang di nan rumik.
Selanjutnya, kepandaian batenggang itu
digambarkan dalam pantun lainnya;
Latiak-latiak tabang ka pinang,
hinggok di pinang duo-duo,
satitiak aie dalam piriang,
di sinan ba main ikan rayo.
Falsafah budaya ini, bukannya menelorkan
masyarakat yang statis. Sama sekali tidak. Bahkan
melahirkan sikap jiwa yang digjaya. Satu iklim jiwa
(mentalclimate) yang subur. Bila pandai menggunakannya
dengan tepat, akan banyak membantu dalam usaha
pembangunan sumber daya manusia di ranah ini.
Sifat egoistis, memang kurang diminati dalam
budaya Minangkabau. Membiarkan kemelaratan orang lain,
dengan menyenangkan diri sendiri, mungkin merupakan

PENGENTASAN KEMISKINAN 5
sikap yang tak pernah diwariskan. Yang ada, hanyalah
tenggang manenggang dan raso jo pareso. Menurut bahasa
halusnya alur dan patut.
Mengatasi masalah kemiskinan ditengah
kelembagaan masyarakat Minangkabau, terlihat dari usaha
dan perhatian khusus terhadap kemakmuran lahiriyah
(material).
Ungkapan itu jelas tersimak dalam untaian pepatah
yang menyibakkan arti kemakmuran itu.
Rumah Gadang gajah maharam
Lumbuang baririk di halaman
Rangkiang tujuah sa jaja
Sabuah si Bajau-bajau
Panenggang anak dagang lalu
Sabuah si Tinjau Lauik
Panenggang anak korong kampuang
Birawari lumbuang nan banyak
Makanan anak kamanakan
Manjilih di tapi aie
Mardeso di paruik kanyang.

6 PENGENTASAN KEMISKINAN
Berencana Berhemat

Untuk mewujudkan terpeliharanya kondisi


dimaksud, diingatkan sungguh pentingnya perencanaan
dan penghematan. Perencanaan yang jauh jangkauannya ke
depan, dengan pengkajian potensi yang tengah dimiliki.
Penghematan dengan tujuan bisa memahami situasi, untuk
mendukung berhasilnya sebuah program yang tengah
dikembangkan.
Perhatian yang dalam maknanya ini, terungkap di
dalam kalimat-kalimat;
Ingek sabalun kanai
Kulimek sabalun abih
Ingek-ingek nan ka pai
Agak-agak nan ka tingga.
Maka, melupakan dan mengabaikan nilai-nilai luhur
budaya ini, akan berarti satu kerugian. Membangun
kesejahteraan sebagai upaya mengantisipasi kemiskinan,
bertitik tolak pada pembinaan unsur sumber daya manusia.
Memulainya dengan cara sederhana. Dengan apa
yang ada. Yaitu potensi alam yang terbatas, dan
menggerakkan potensi yang terpendam di dalam sumber
daya manusianya. Terutama di pedesaan-pedesaan.
Mengembalikan kepada benih-benih kekuatan yang
ada di dalam dirinya masing-masing. Melalui usaha-usaha
yang terpadu serta berkesinambungan. Dengan
mempertajam daya observasi, dan meningkatkan daya
pikir masyarakat pedesaan dimaksud.
Usaha itu berkelanjutan dengan mendinamisir daya
gerak serta memperhalus daya rasa. Kemudian meningkat
pengembangan daya cipta, dan menumbuh bangkitkan daya
kemauan mereka.

PENGENTASAN KEMISKINAN 7
Supaya dapat dikembalikan kepercayaan kepada diri
sendiri. Dan ditumbuhkan kemauan untuk melaksanakan
sikap mandiri (self help). Sesuai bimbingan Allah:
"Allah tidak akan memberikan perubahan
terhadap apa-apa dengan satu kaum, sampai
kaum itu berupaya melakukan perubahan
(perbaikan) terhadap sikap jiwa (apa yang ada)
dalam diri mereka sendiri.". (Ar Ra'd, 13:11).
Kita rasanya tidak perlu segan menyatakan bahwa
wangsa Minangkabau hampir seratus persen penganut
Islam. Sungguhpun, barangkali satu dua sudah ada yang
berpindah keyakinan mereka, karena perpustakaan musim
atau pergantian nilai-nilai kebudayaan.
Begitu eratnya jalinan adat dan agama ini,
melahirkan pilinan adatnya bersendi syara', syara'
bersendikan Kitabullah.
Islam yang mengajarkan nilai-nilai ukhuwah
terjalinlah berkulindan dengan kebiasaan luhur.
Senteng babilai/Kurang batukuak
Batuka ba anjak/Barubah basapo.
Sebagai pengalaman amar ma'ruf, nahi munkar dalam
ajaran agama yang dianut.
Anggang jo kekek bari makan
Tabang ka pantai ka duo nyo
Panjang jo singkek pa ulehkan
Makonyo sampai nan dicito.
Adat hidup, tolong manolong. Adat mati, janguak
manjanguak. Adat lai, bari mambari. Adat tidak, salang
manyalang (basalang tenggang).
Begitulah yang terjadi, sehingga dalam kehidupan
seharian, terlihat nyata dalam perbuatan. Karajo baik ba
imbauan, Karajo buruak ba hambauan.
8 PENGENTASAN KEMISKINAN
Kalau dalam perkembangan zaman, kebiasaan-
kebiasaan lama ini mengalami proses pergeseran nilai-nilai
budaya asing.
Akan tetapi tetap diyakini, bahwa nilai-nilai budaya
Minang itu, tidak hilang dan tidak pula habis.
Ini jelas merupakan sebuah potensi yang bisa
digerakkan.
Dalam kaitannya dengan budaya merantau,
terbentuklah pula ikatan-ikatan keluarga di perantauan.
Sedari ikatan, dalam hubungan saparuik hingga se taratak,
dusun nagari. Sampai kepada lingkungan wilayah yang luas,
dari Sikiliang air Bangih, dari ombak nan badabua, sampai ka
durian di takuak rajo. Artinya meliputi wilayah adat dan nilai
budaya Minangkabau.
Tujuannya, pada mulanya sekedar ba suo suo.
Mempererat hubungan kekeluargaan. Meningkatkan,
kepada memikirkan kampuang halaman. Dan berakhir,
kepada usaha membangun kampung halaman.
Belum terdata dengan akurat, berapa perbandingan
jumlah orang Minang yang di rantau itu. Apakah jumlah
mereka sama dengan jumlah yang tengah menetap di
kampung. Atau barangkali beberapa kali lipat dari
penghuni ranah sendiri.
Telah lama terjadi, bahwa orang kampung ikut
menikmati hasil orang rantau. Malah sering tersua, sirkulasi
hidup kampung ditentukan dari rantau. Mulai dari
pembinaan pribadi keluarga, membangun rumah, menebus
sawah, hingga membangun sarana umum milik nagari.
Perencanaan pembangunan nagari, sering tidak
dapat dilaksanakan, tanpa diikut sertakan dunsanak yang
tinggal di rantau. Begitulah kenyataan yang tersua.
Namun di dalamnya diakui merupakan satu potensi
yang bisa dikembangkan.

PENGENTASAN KEMISKINAN 9
KEKAYAAN orang rantau, mungkin tidak
sebanding dengan modal yang tertanam di kampung
(nagari). Karena rantau adalah lahan usaha. Umumnya
bergerak dalam bidang usaha perniagaan. Sedikit yang
menggarap usaha pertanian. Karena adanya ungkapan,
kalau akan bertani juga, mungkin lebih baik mengolah
lahan di kampung saja.
Lapangan usaha sebagai ambtenaar kata orang
saisuak, sangat diminati orang Minang. Mulai berpalingnya
kepada managemen perusahaan-perusahaan swasta.
Bahkan dalam usaha mandiri, belakangan ini paling banyak
digeluti.
Lapangan usaha itu, banyak menjanjikan
pendapatan yang lumayan. Daripada menanti apa yang
ditetapkan berbentuk gaji bulanan. Apalagi lapangan di
kantor-kantor pemerintah makin hari makin sempit juga.
Dan cepatnya gerak pembangunan bangsa, telah membuka
lapangan kerja baru. Kejelian mengkaji kesempatan
menyebabkan arus mobilitas horizontal menuju rantau, tak
mudah di hempang.
Kerasnya hidup di rantau, suatu tantangan yang
berat. Diperlukan sikap jiwa yang matang. Di samping
kemauan keras, dan tulang delapan karat, dibawa juga
falsafah budaya untuk pedoman mengarungi lautan
kehidupan rantau.
Falsafah hidup itu, disimak dalam kehidupan
keseharian tanah rantau.
Panggiriak pisau si rauik,
Patunggkek batang lintabung,
Salodang ambiak ka nyiru.
Setitiak jadikan lauik,
Sakapa (sekepal) jadikan gunuang,
10 PENGENTASAN KEMISKINAN
Alam takambang jadi guru.
Belajar kepada alam, mengambil pelajaran dari
perjalanan hidup yang tengah diarungi. Tidak lain adalah
seiring bidal pantun;
Biduak dikayuah manantang ombak
Laia di kambang manantang angin.
Nangkodoh ingek kamudi
padoman nan usah dilupokan.
Pedoman dalam menempuh kehidupan itu,
dikiatkan;
Hendak kayo, badikik-dikik (hemat)
Hendak tuah, batanua urai (penyantun)
Hendak mulia, tapek i janji (amanah)
Hendak luruih, rantangkan tali (mematuhi peraturan)
Hendak buliah, kuat mancari (etos kerja yang
tinggi)
Hendak namo, tinggakan jaso (berbudi daya)
Hendak pandai, rajin belajar (rajin dan berinovasi)
Dek sakato mangkonyo ada (kerukunandan
partisipatif)
Dek sakutu mangkonyo maju (memelihara mitra
usaha)
Dek ameh mangkonyo kameh (perencanaan masa
depan)
Dek padi mangkonyo manjadi (pemeliharaan sumber
ekonomi)
Tidak mengherankan, bila tantangan berat di rantau
mampu diatasi. Dan sesuatu yang paling menarik, bahwa
perantau sanggup mengolah pekerjaan apa saja asal halal.

PENGENTASAN KEMISKINAN 11
Tidak memilih pekerjaan, dengan motivasi hidup yang
tinggi. Kondisi ini membuka peluang kepada percepatan
mobilitas vertical dalam bentuk peningkatan pendapatan.

Nan lorong tanami tabu, Nan tunggang tanami


bambu.
Nan gurun buek ka parak, Nan bancah jadikan
sawah.
Nan padek ka parumahan, Nan munggu pandam
pakuburan.
Nan gaung katabek ikan, Nan padang
kapangimpauan.
Nan lambah kubagan kabau, Nan rawang ranangan
itiak.
Begitulah pemeliharaan dan pemanfaatan sumber
daya alam, secara optimal, untuk kesejahteraan ummat
manusia.
Kekayaan nilai-nilai seperti itu, merupakan modal
besar. Dan telah memberikan motivasi yang kuat, dalam
upaya mengentaskan kemiskinan di ranah ini. Setidak-
tidaknya berperan aktif memintasi, agar kemiskinan itu
tidak meruyak. Sungguhpun kenyataan bahwa
pengentasannya tidak berubah drastis.

Benteng Tawazunitas

Perubahan tata kehidupan secara ekonomis, di


tengah perkembangan iptek memang satu keharusan.
Perubahan itu tidak bisa ditolak, dan dia akan bergerak
terus. Karena diyakini, dunia itu berisi perubahan-
perubahan.
12 PENGENTASAN KEMISKINAN
Jika manusia menjadi statis di tengah dinamika
perkembangan, maka yang akan ditemui adalah
penderitaan.
Yang perlu dipertimbangkan di tengah perubahan-
perubahan itu, obyektifitas-nya.
Apakah manusia akan menjadi obyek dari
perubahan itu? Ataukah, manusia akan berperan aktif
memanfaatkan perubahan-perubahan itu, untuk
peningkatan mutu kehidupannya. Baik dalam bidang
material, ataupun emosional (kejiwaan).
Jawaban ini, akan banyak tergantung dari kesiapan
watak, dari manusia yang menghadapi perubahan-
perubahan dimaksud.
Yang paling tepat barangkali, adalah manusia
memanfaatkan perubahan-perubahan, untuk diri mereka.
Dan kurang manusiawi, jika manusia diperbudak oleh
perubahan-perubahan itu. Yang lebih maknawi, bahwa
manusia akan berusaha memilih dan memilah perubahan
(inovasi) yang datang. Terapannya adalah, tepat guna dan
bernilai guna.
Ukurannya, dalam manfaat nilai lebih, tanpa
mengorbankan nilai-nilai positif yang hakiki, yang
sebelumnya telah dipunyai. Dalam kata lain bisa
diungkapkan, bahwa perubahan-perubahan (kemajuan)
iptek yang mendunia (globalisasi), tidak perlu
mengorbankan nilai-nilai adat maupun keyakinan (agama),
dari pengendali iptek (manusia) itu.

Peningkatan tingkat kehidupan (ekonomi), tidak


perlu mengorbankan kegotong royongan, umpamanya.
Sikap jiwa saling memuliakan, tidak perlu diganti dengan
egoistis, (siapa lu, siapa gua). Sebagaimana pernah
menjangkiti kehidupan masyarakat lainnya. Akhirnya bisa
berkembang kepada hilangnya kepedulian sosial.
PENGENTASAN KEMISKINAN 13
Kita memerlukan benteng-benteng kejiwaan yang
kuat. Di antaranya adalah pemeliharaan nilai
keseimbangan atau disebut juga tawazunitas, menurut
istilah agama.
Nilai budaya Minang mengingatkan, "sekali aie
gadang sekali tapian barubah". Yang berubah itu hanya
tapian saja. Kebiasaan-kebiasaan ketepian, tapi berlaku
sebagaimana biasa. Bukan berarti datangnya perubahan (aie
gadang), lantas tepian pun ditinggalkan.
Yang diajarkan adalah perubahan akan selalu ada.
Bahkan, dalam menghadapi setiap invasi yang akan datang,
selalu diingatkan. Jangan bertemu hendaknya, "Jalan dialih
urang lalu. Tepian diasak urang mandi.".
Untuk ini diperlukan keteguhan sikap dan
pendirian.
Kita tidak dapat membayangkan, bentuk masyarakat
macam apa jadinya, kalau nilai-nilai (norma-norma) sudah
menipis. Perlu dipertanyakan. Apakah generasi kini, atau
yang akan datang masih dipersiapkan memiliki nilai-nilai
budaya mereka? Masihkah nilai-nilai (norma) hukum
mereka pertahankan?
Masihkah, norma-norma agama (nilai agama)
mereka minati? Masihkah, nilai-nilai kebiasaan
bermasyarakat menjadi kegandrungan untuk dipelihara?
Bagaimana, hubungan riil yang terjadi?
Kecemasan ini beralasan sekali. Karena
berkembangnya kecenderungan kehidupan serba boleh
(permissive society). Yang dipertahankan adalah hak. Dan
melupakan pentingnya terlebih dahulu melaksanakan
kewajiban. Nilai agama dan budaya, pada dasarnya
berisikan "Declaration of Human Duties" itu. Berisikan
piagam dasar kewajiban-kewajiban azasi manusia
(masyarakat).

14 PENGENTASAN KEMISKINAN
SUNGGUHPUN ukuran kelayakan telah mengalami
perubahan, beriring dengan kadar perkembangan. Akan
tetapi, ukuran baik dan buruk, boleh dan tidak, acuan
kepantasan (normatif, manusiawi, kemasyarakatan), harus
tetap dipertahankan. Diantara ukuran yang kita miliki
adalah alur dan patut.
Jiko mangaji dari alif, jiko babilang dari aso.
Jiko naik dari janjang, jiko turun dari tanggo.

Memulai dengan apa yang ada.

Kita wajib bersyukur kepada Allah Subhanahu wa


Ta 'ala, atas mulai meningkatnya taraf kemakmuran
masyarakat, dengan ukuran materi. Tetapi kenaikan
pendapatan masyarakat ini, menjadi tidak sebanding,
dengan kebutuhan yang meningkat deras. Akibatnya
pendapatan yang tadinya sebatas pemenuhan kebutuhan
primer (pangan, sandang, papan), terserap oleh kebutuhan
lainnya (sekunder, prestise).
Pemilihan mana yang pokok menjadi kabur.
Tersebab ukuran keseragaman kehidupan, mulai menjalar
di tengah kelompok masyarakat (desa).
Sering bertemu, kesalahan arah dalam menentukan
pilihan. Kebutuhan mana yang didahulukan. Sering pula
dikaburkan oleh dorongan bisa mendapatkan lebih mudah.
Melalui hutang (kredit) tanpa jaminan, yang menjalar
hingga ke pelosok-pelosok dusun.
Tanpa disadari, bahwa garis yang tadinya dibuat,
mau tak mau terlintas. HIngga bayang-bayang tidak lagi
sepanjang badan. Dan kemiskinan yang ditakuti itu, kian
hari kian tinggi. Dan si miskin pun kian terperosok jauh ke
dalam. Jumlahnya pun makin bertambah.
PENGENTASAN KEMISKINAN 15
Di antara lain, penyebabnya karena tidak adanya
sumber penghasilan yang ketat. Kehidupan desa yang
tadinya hanya mengandalkan hasil pertanian, besarnya
tetap segitu gitu juga.
Pengentasan hanya dimungkinkan, dengan
terbukanya sumber pendapatan yang bervariasi.
Misalnya perkebunan atau peternakan. Bagi daerah-
daerah tertentu, bisa dikembangkan pertukangan, kerajinan
rumah tangga. Bahkan di pantai-pantai, dapat juga
berbentuk nelayan, atau perikanan.
Di beberapa daerah (wilayah), kesempatan
membuka lahan usaha ini sudah mulai tampak Pasaman
sebagai contoh, kini mulai bergerak ke arah perkebunan
besar kelapa sawit. Ribuan hektar banyaknya. Perusahaan-
perusahaan besar nasional telah lama mulai menggarapnya.
Diperbanyak jumlahnya oleh perusahaan agribisnis yang
ada di daerah sendiri.
Tanahnya tadi adalah tanah ulayat. Diserahkan
sebagai konsesi melalui izin usaha. Bahkan ada yang
langsung dialihkan dengan pemindahan hak melalui jual
beli.
Begitu juga di Sitiung (Sijunjung) daerah
transmigrasi. Sekarang mulai dilirik Lunang-Silaut (Pesisir
Selatan).
Beberapa daerah lainnya, seperti Alahan Panjang,
Bidar Alam, Sungai Kunyit (daerah Solok Selatan) yang
berbatasan Jambi, telah pula berkembang ke arah
perkebunan Sawit, Karet, Teh dan Cokelat.
Daerah Limapuluh Kota misalnya, selain
perkebunan teh Halaban, mulai pula ke Baruh Gunung, dan
Suliki Gunung Emas. Kebun karet rakyat dan pengempaan
gambir, mulai agak bernafas dengan leluasa.
Di kaki Gunung Sago dan Gunung talang, mulai

16 PENGENTASAN KEMISKINAN
bergerak perkebunan rakyat lainnya. Ada yang berbentuk
kulit manis, murbei, markisa. Dan juga tanaman palawija,
sedari lobak, kentang, bawang merah dan putih.
Sebenarnya semua ini, adalah penghasilan yang
lumayan, bisa berguna dalam mengentaskan kemiskinan
masyarakat pedesaan.
Idealnya, masyarakat pedesaan itu harus berani
memulai. Memulai dengan apa yang ada. Karena yang ada
itu sudah cukup untuk memulai. Potensi besar yang
dimiliki, yang ada itu, adalah telapak tangan dan potensi
alam anugerah Allah.

Dengan sedikit bimbingan pengetahuan, dan


manajemen perusahaan, semua potensi yang potensial itu,
niscaya kalau digerakkan akan merupakan potensi yang riil.
Maka seharusnya dan semestinya-lah perusahaan
perkebunan besar di sentra-sentra tadi, mulai
membangunkan untuk rakyat pedesaan warga setempat,
perkebunan-perkebunan mini.
Secara selektif, dipilihkan masyarakat desa yang
tidak berpunya. Hingga mereka menjadi orang berpunya,
(dalam hal ini minimal sebidang perkebunan yang telah
jadi).
Ada sebuah gejala yang mulai terlihat mengenaskan.
Yaitu, menurunnya tingkat penghidupan penduduk desa,
di sekeliling daerah perkebunan atau daerah transmigrasi.
Penduduk desa yang tadinya memiliki ulayat,
sekarang bahkan ada yang tidak mempunyai sekeping
tanahpun, untuk diolah mereka sebagai lahan usaha.
Kalaupun ada, modal pengolahan (materil dan
pengetahuan) sangat minim sekali.
Kehidupan masa depan mereka, jadinya kabur dan
mungkin saja hilang.
PENGENTASAN KEMISKINAN 17
PROSES kemiskinan bergerak tumbuh lebih cepat
dari tumbuhnya komoditas perkebunan yang ditanam.
Maka, mengutamakan “peserta” perkebunan,
dengan mendahulukan penduduk desa sekelilingnya
menjadi lebih mendesak. Hendaknya jangan timbul
penduduk “desa siluman”, yang memetik hasil dari
lingkungan desa, tetapi membiarkan penduduknya tetap
merana. Program PIR yang sudah ada, hendaknya lebih
selektif disasarkan kepada penduduk yang beul-betul
miskin.
Melalui program terpadu semacam ini, pengentasan
kemiskinan niscaya bisa di-entaskan.
Hal yang sama, bisa dikembangkan pula pada sentra
lain-lain. Melalui periklanan, nelayan, pertukangan, home
industri, atau usaha-usaha serupa.
Sepanjang ranah pesisir, mulai dari Sikilang Air
Bangis hingga mendekat Muko-Muko, bisa diperbaiki
kehidupan nelayan. Warga nelayang yang miskin, secara
berangsur-angsur bisa memiliki perahu-perahu pemukat,
mesin tempel (motor boat), jaring-jaring pukat dan
peralatan lainnya yang layak dimiliki oleh kehidupan para
nelayan.
Peralatan permodalan, berupa mesin jahit,
pertukangan, untuk sentra “home industri”, disasarkan
juga kepada kelompok miskin.
Sungguhpun usaha ini telah dilakukan pemerintah.
Tetapi keikut sertaan seluruh unsur masyarakat desa dan
rantau perlu lebih dipadukan. Peranan informal leader amat
menentukan.
Yang penting adalah, membuat kiat bagaimana
kesejahteraan itu bermuara di desa.
Meningkatnya pendapat masyarakat desa,
18 PENGENTASAN KEMISKINAN
merupakan sumber pendapatan baru bagi masyarakt kota.
Rumus ini tidak perlu diragukan lagi.
Membentuk desa binaan merupakan langkah awal
yang perlu diwujudkan. Usaha ini seiring sungguh dengan
garisan Allah Subhanahu wa Taala.
“Berikanlah kepada karib kerabat (masyarakt
keliling, sanak keluarga di kampung halaman)
haknya. Begitu pula terhadap orang-orang miskin
dan orang-orang yang dalam perjalanan. Janganlah
kamu menjadi orang “mubadzdzir” (pemboros, dan
melakukan tindakan yang tidak bermanfaat,
membuang-buang kesempatan). Karena orang-orang
pemboros adalah teman dari Syaithan. Dan syaithan
itu sangat inkar kepada Tuhannya.”. (QS. Al Isra’, 17:26-
27).

Gerakkan Potensi Ummat

Selalu saja menjadi pertanyaan yang agak sulit


dijawab. Tentang darimana bisa diambilkan dana bagi
pengentasan kemiskinan itu.
Pertanyaan selanjutnya, siapa yang berkompeten
melaksanakan usaha pengentasan kemiskinan tersebut?
Bagaimana memulainya? Dan apakah kira-kira
usaha itu akan berhasil segera? Barangkali, banyak lagi
pertanyaan lainya yang mungkin tumbuh sesudah itu.
Harus diakui secara sadar, bahwa “pengentasan
kemiskinan” itu, bukanlah pekerjaan mudah. Tidak
semudah mengucapkannya. Dan hasilnya, juga tidak bisa
cepat, drastis dan sekali jalan.
Secara berangsur-angsur, adalah pasti. Sesuai

PENGENTASAN KEMISKINAN 19
hukum alam, sebagai satu “sunnatullah” yang telah
digariskan. Yaitu, “thabaqan ‘an thabaq”, atau
“selangkah demi selangkah”.
Jika tidak seluruhnya bisa berhasil, bukan berarti
pula seluruhnya tidak dikerjakan. Kerjakan juga mana yang
mungkin. Inilah dasar dari optimisme cita luhur itu.
Pandangan ajaran Islam lebih tegas lagi. Setiap
muslim, tidak dibebaskan membiarkan saudaranya
(tetangganya) kelaparan di sampingnya. Sementara dia
tidur kekenyangan. Begitu jelasnya ajaran Rasulullah,
Shallallahu alaihi wa sallam.
Karena itu, tugas ini menjadi beban setiap Muslim
yang berada. Fii amwalihim naqqun ma luum. Di dalam
hartanya, ada hak orang lain. Hak itu berupa infaq,
shadaqah dan zakat.
Zakat sebagai sumber dana ummat (Islam), pernah
berperan membiayai perjuangan kemerdekaan. Lihatlah,
bagaimana gencarnya pengumpulan zakat, untuk pembeli
senjata, pemberli pesawat udara (Seulawah satu). Dimasa
kita berjuang mencapai kemerdekaan dimasa penjajahan
kolonial Belanda dahulu (1945).
Jauh sebelumnya, bahkan hingga kini, zakat
merupakan satu sumber pembangunan bidang pendidikan
(agama). banyak Madrasah, pesantren, yang telah dibangun
dengan “dana zakat” itu.
Masjid dan Mushalla, barangkali adalah pembuatan
toko, kebun, kapal atau pabrik dengan uang zakat. Dan
hasilnya diperuntukkan bagi kepentingan si miskin.
Untuk melakukan studi banding, beberapa negeri
tetangga telah lebih dahulu melakukannya.
Mesir, sudah lebih dari seribu tahun mengelola uang
zakat, untuk penguasaan tana-tanah produktif (pertanian),
dan sarana-sarana ekonomi (perdagangan, dan pabrik-

20 PENGENTASAN KEMISKINAN
pabrik). Hasilnya samapai hari ii, menyantuni lembaga
pendidikan tertua Al Azhar. Tidaklah berlebihan bila
disebutkan bahwa Institut Al Azhar Mesir ini, merupakan
institut terkaya, yang mengelola harta waqaf dan zakat.
Bagaimana soalnya dengan kontraktor? Masihkah
zakat dikeluarkan sebagai halnya petani? Sebahagiannya,
ada yang mempersoalkan bahwa mereka terikat beban
hutang dengan bank.
Bagaimana pula dengan bank-bank, yang sekarang
telah menjadi perusahaan (PT)? Adakah mereka
mengeluarkan zakat?
Pertanyaan juga kepada para pegawai, yang jika
dihitung, ada yang mendapatkan gaji, rendahnya Rp. 2,4
juta per tahung? Bahan ada yang lebih, hingga 50 sampai
100 juta? Atau yang yang menengah saja, sekitar Rp 12 juta
setahun? Masihkah dipersoalkan, bahwa kami masih
dihimpit hutang, karana pembelian mobil dan lain-lainnya,
sampai dua atau tiga buah?
Secara sederhana, bisa dimulai menghitungnya.
Berapa besar DIP yang diberikan pemerintah pusat untuk
daerah Sumbar tahun ini. Semuanya jelas dikerjakan oleh
kontraktor (perusahaan). Kalaulah 2,5 persen dikeluarkan
dalam bentuk zakat, barangkali kita memiliki sumber dana
sekian milyar rupiah.
Kalaulah 2,5 persen pula dari keuangan perusahaan
besar seperti PT Semen Padang, PT Bank-bank, dan PT-PT
lainnya, maka akan bertambah pula sekian ratus juta
rupiah, pertahunnya.
Menghitung, memang lebih mudah daripada
memungut atau mengeluarkannya. Disinilah peluang kerja
bagi BAZIS. Dan, seharusnya BAZIS itu, menjadi
perencana, penghitung, pembagi, dan penggerak. Semacam
badan perencanaan pembangunan dan pengentasan
kemiskinan. Penyedia istimewa (sumber pendapatan) bagi

PENGENTASAN KEMISKINAN 21
orang-orang yang perlu diangkatkan.
Begitulah angan-angan yang gerangan perlu
dikembangkan.

GEBU MINANG, bisa juga berperan mulai dari


rantau. Badan amal ini bisa bertindak sebagai penggerak
pula, untuk mewujudkan Desa-desa Binaan. Mungkin
dengan mengeluarkan obligasi dan mengajak pihak-pihak
berpunya, untuk menanamkan modalnya bagi
kesejahteraan anak kemenakan di kampung halaman.
Mungkin sekali, mengajak kerjasama “Bank
Muamalat Indonesia”, dalam bentuk syarikat usaha.
Berbagai hasil kelaknya, dengan mengawali pada berbagai
tugas dan kerjaan.
Masyarakat Minang terangnya adalah masyarakat
muslim, yang bagi mereka adat dan agama Islam berjalin-
berkelindan. Adatnya bersendi syara’ , dan syara’ bersendi
Kitabullah (Al Quran).
Masjid dan Mushalla, serta Lembaga-lembaga
Agama Islam, yang selama ini telah berperan sebagai ujung
tombak “pengumpul zakat”. Bisa lebih difungsikan, dengan
memberikan mutu dan kualitas ummat Islam sendiri.
Akhirnya, “mass-media”, bisa dimintakan
partisipasinya pula. Terutama dalam pengumuman dan
pelaporan setiap kegiatan pengumpulan dan pemanfaatan
dana-dana ummat. Tentu secara berkala dan bertanggung
jawab.
“Apa yang bisa dilakukan di sini” adalah awal dari
gagasan tulisan ini. Kalimat itu juga mengakhirinya.
Terpulanglah kepada kita, darimana akan dimulai.
Menggerakkan potensi ummat dengan mengharap ridha
Allah, adalah tujuan utamanya.
“Allahumma zidha ‘ilman”. Wahai Allah,
22 PENGENTASAN KEMISKINAN
tambahlah ilmu kami. Ilmu yang bermanfaat yang
bisa dikembangkan, bisa diaplikasikan menjadi
kenyataan. Karena Engkau tela berfirman,”Sesiapa
yang telah Engkau berikan hikmah (yakni ilmu yang
bermanfaat, bisa diterapkan untuk menciptakan
kemaslahatan ummat banya, atas dasar ridha
Engkau). Berarti mereka telah Engkau anugerahkan
kebaikan yang besar.” (Al Quran)

PENGENTASAN KEMISKINAN 23
PEMENTASAN,

PENGENTASAN KEMISKINAN

24 PENGENTASAN KEMISKINAN
PENGENTASAN kemiskinan, dengan pengertian
usaha bersama-sama mengurangi tingkat kemiskinan perlu
ditampilkan. Perlu dipentaskan. Karena usaha mengatasi
kemisikinan di tengah kehidupan ummat, sesungguhnya
merupakan usaha yang mulia.
Agama Islam, dengan mempedomani Al Quran dan
Sunnah Rasulullah selalu memberikan perhatian yang besar
serta berkesinambungan terhadap masalah sosial ini. Ajaran
Al Quran amat memperhatikan usaha-usaha
penanggulangan kemiskinan.
Tidak diragukan lagi, ayat-ayat pertama dari
Mashhaf Al Quran, memberikan ciri-ciri sifat dan sikap
seorang Muttaqin (orang yang bertaqwa). Diantaranya,
orang yang percaya kepada Yang Ghaib (Allah), mendirikan
shalat serta membelanjakan sebahagian rezekinya
(hartanya) untuk kemaslahatan ummat banyak. Artinya,
memberikan perhatian penuh terhadap kehidupan orang-
orang miskin. Seperti tertera dalam Wahyu Allah, Surat Al
Baqarah, 2 : 3 (Al Quran).
Karena itu, seorang Muslim seyogyanya tidak perlu
merasa sungkan dan segan, dalam berusaha mementaskan
setiap usaha ke arah pengentasan kemiskinan.
Al Quran yang menjadi pedoman setiap Muslim
(jumlah kita diakui terbanyak di Dunia ini), seyogyanya
mengambilkan pelajaran tentang cara-cara yang
diajarkannya guna mengentaskan kemiskinan ummat.
Karena sudah pasti, yang terbanyak di antara
ummat yang berada di bawah garis kemiskinan itu, tentulah
Muslim pula.
Al Quran menceritakan, di kala seorang kafir (yang
menolak ajaran Allah), dimasukkan ke dalam neraka,
mereka ditanya, Apa sebabnya mereka tercampak ke dalam
kehinaan (Neraka) ini. Jawabnya karena, pertama, Kami
bukanlah termasuk golongan orang-orang yang shalat.

PENGENTASAN KEMISKINAN 25
Kedua, Kami tidak hendak memberi makan orang
miskin.
Ketiga, Kami asyik membicarkan kebathilan. Tanpa
berusaha sedikitpun menghapus kebathilan itu. Habis hari
karena berbincang. Tak ada waktu tersisa untuk mengubah
kepincangan-kepincangan.
Keempat, Kami mendustakan hari pembalasan (hari
akhirat). Keyakinan mereka hanya terpaut kepada hal-hal
duniawiyah semata. Yang ada hanya pemikiran masa kini,
di sini. Tidak ada sama sekali berpikir dan berbuat untuk
hari esok. Hari yang pasti didatangi setiap diri. Nanti,
setelah mati.
Keterangan tersebut jelas diterangkan Allah dalam
Firman Nya, Al Quran Surah ke 74, Al Muddatsir ayat 40 -
47.
Yang menjadi titik perbincangan adalah memberi makan
orang miskin.

Ruang lingkungan luas. Termasuk memberi makan,


juga adalah menyiapkan sumber atau lahan usaha bagi si
miskin. Hingga setiap saat mempunyai harapan dari hasil
garapannya. Mereka tidak lagi disibukkan mengumpulkan
sesuap nasi atau setekong beras untuk makan gari ini. Tapi,
sudah mempunyai sumber usaha yang menghasilkan
makan setiap hari. Untuk dirinya sendiri dan untuk
keluarganya pula. Jadi, usaha melahirkan kemandirian.
Secara konvensional, yang disebut miskin itu
peminta-minta. Dia tidak punya kerja, kecuali hanya
meminta-minta. Sungguhpun mereka punya hak untuk
meminta-minta kepada orang yang berpunya (lihat Surat
Adz Dzariyat, 51:19-20). Tapi sama-sama tidak bermartabat,
membiarkan diri selalu menjadi peminta-minta. Atau juga
tidak mulia tindakan si kaya yang memupuk terpeliharanya
kebiasaan orang yang selalu meminta-minta.
26 PENGENTASAN KEMISKINAN
Dalam sebuah ajaran Rasululah Shallallahu ‘alaihi
wassalam ditegaskan, “Mencari kayu api ke hutan,
mengikatnya dan kemudian menjualnya, (berusaha
dengan tangan sendiri, memeras keringat),
kemudian hasilnya kamu terima, dan kamu makan
berserta keluarga di rumah. Usaha demikian itu lebih
bermartabat, daripada kamu berkeliling
menengadahkan tangan meminta-minta, diberi
ataupun tidak diberi oleh orang lain. Allah lebih
senang kepada tangan yang di atas daripada tangan
yang di bawah (peminta-minta).

Menelurkan Harga Diri.

Umar bin Khattab, memberikan arahan lebih keras.


Tatkala dilihatnya seorang pemuda, duduk mendo’a
menengadahkan tangan meminta rezeki. Tanpa berusaha
meninggalkan pojok dinding Ka’bah. Sedari pagi hingga
malam, hanya berseru dengan nada memelas.
“Wahai Tuhan, berilah aku rezeki harta”. Begitulah
yang didengar Umar bin Khattab, keluhan remaja yang
memiliki tubuh sehat dan otot perkasa.
Dengan nada keras, sembari mengancam dengan
mata pedang, Umar mengingatkan,
“Wahai pemuda. Janganlah sekali-kali kamu hanya
pandai menengadahkan tangan, meminta-minta diturunkan
rezeki harta. Kamu harus tahu, sejak langit berkembang,
Allah tidak pernah menurunkan hujan emas dan perak.
Gerakkan tanganmu! Allah akan beri kamu rezeki.”.
Peringatan keras ini, memiliki ajaran dan pandangan
yang sungguh dalam.
Larangan meminta-minta. Tumbuhkan sikap
berusaha. Melahirkan etos kerja yang tinggi. Sebagai

PENGENTASAN KEMISKINAN 27
pembuka jalan bagi pintu rezeki.
Di sinilah terdapat salah satu kunci. Mengentaskan
kemiskinan melalui “pemberian pelajaran”, menunbuhkan
“harga diri”. Menumbuhkan “rasa malu” selalu menjadi
beban orang lain. Jadi, harus ada program jelas untuk
mengubah sikap kebiasaan.
Orang miskin adalah orang yang serba kekurangan.
Orang yang berkekurangan lantaran tidak mempunyai apa-
apa. Tidak memiliki mata pencaharian. Tidak mempunyai
kepandaian dalam mencari nafkah. Mereka perlu dibantu
dan diangkatkan derajatnya.
Dicarikan baginya lahan dan lapangan pekerjaan.
Dibuatkan untuk mereka sumber pengidupan. Dididik
mereka untuk bisa berusaha untuk hidup. Ajarkan mereka
arti dan makna “madiri” dalam bentuk perbuatan dan
kenyataan.
Lebih halus ta’rif atau definisi yang diberikan Rasul
Shallallahu ‘alaihi wassalam, sebagaimana diriwatkan
Bukhari Muslim dalam shahihnya.
“Orang miskin itu bukanlah mereka yang
berkeliling meminta-minta (sebagai pemulung), agar
diberikan kepadanya sesuap nasi atau sebuah dua
biji korma. Tapi orang miskin itu, adalah mereka yang
hidupnya tidak layak berkecukupan. Kemudian
mereka diberi sedekah, dan sesudah itu mereka
tidak pergi lagi meminta-minta kepada orang
lainnya.”. (HR. Bukhari dan Muslim, Shahih Insya Allah).
Hadist lainnya menyebutkan;
“Orang miskin itu, hanyalah orang yang
menjaga kehormatannya.”.
Mereka perlu mendapatkan perhatian. Terhadap
nasib mereka perlu ditumbuhkan kepedulian yang tinggi.

28 PENGENTASAN KEMISKINAN
Perangi Kemiskinan.

Fakir dan miskin, adalah bayangan kehidupan yang


berbahaya. Bahayanya jelas digambarkan oleh Rasulullah.
Beliau berkata, “Hampir-hampir kefaqiran yang membawa
kekufuran”. Walaupun tidak selamanya orang kufur itu
terdiri dari orang fakir. Atau sebaliknya tidak pula
selamanya orang berpunya terjauh dari kekufuran.
Namun, dapat disimak terminologi sosialnya, bahwa
kekufuran itu terbuka itu terbuka pada salah satu pintunya
kefakiran.
Maka mengatasi kefakiran dan kemiskinan,
bermakna menghambat peluang kearah kekufuran. Disini
terletak satu peran utama setiap muslim yang mampu.
Kewajiban asasi, dalam kaitannya dengan “hablum minan
saasi” atau hubungan horizontal antara sesama manusia
(Muslim).
Dalam hubungan ini, Ali bin Abi thalib
mengandaikan. “Andaikata, kefakiran atau kemiskinan
mewujudkan dirinya dalam sosok tubuh seperti manusia,
niscaya aku akan cabut pedangku. Aku tebas batang
lehernya. Sehingga kemiskinan (kefakiran) itu tidak sempat
hidup ditengah kehidupan manusia banyak.”.
Demiakian Ali bin Abi Thalib, mengumumkan
perang terhadap kemiskinan (kefakiran).
Akan tetapi Umar bin Khattab, langsung
mementaskan di arena kekhalifahan beliau. Bagaimana
beliau sendiri berperan langsung dalam mengentaskan
kemiskinan di zamannya.
Diantaranya tersebut kisah, bahwa Umar bin
Khattab selalu melakukan perjalanan incognito, ke pelosok-
pelosok desa, ke gubuk-gubuk reot. Melihat dan meneliti
keadaan kehidupan masyarakat kalangan bawah.

PENGENTASAN KEMISKINAN 29
Di suatu malam, Umar bin Khattab mendengan
suara tangisan anak-anak dari sebuah gubuk. Terdengar
pula dendangan ibu menentramkan tangisan anak itu.
Setelah mendekat, Umar bin Khattab meminta izin
kepada sang Ibu agar diperbolehkan masuk. Dalam dialog
pendek, dari sang ibu didapat penjelasan, bahwa dia
berusaha menenangkan tangisan anaknya yang tengah
kelaparan. Untuk menghubur dan menenangkan anak
menjelang tidur, ibu itu sengaja merebus batu.
Umar bertanya kepadanya, “Wahai ibu, kenapa ibu
tidak datang saja kepada Amirul Mukminin (Umar bin
Khattab), untuk meminta pangan? Sehingga tidak perlu
berbohong terhadap anakmu?”.
Sang Ibu menjawab, “Seharusnya Amirul Mukminin
tahu tentang nasib rakyatnya.”.
Umar segera bangkit dan pamit dengan wajah duka.
Di dalam hatinya berkecamuk rasa iba dan tanggung jawab.
Memang kewajibannya, membela rakyatnya yang miskin.
Dia kumpulkan gandum yang ada dirumahnya.
Dimasukkannya ke dalam karung. Dipikulnya sendiri
dengan pundaknya. Dibawanya juga di malam hari itu, ke
rumah ibu yang merebus baru untuk anaknya yang
kelaparan.
Dia masak sendiri gandum bawaannya hingga
matang. Siap dihidangkan sebagai makanan yang layak. Dia
berikan kepada anak yang tengah kelaparan itu. Diapun
bergurau dengan anak itu sampai sang anak tertidur. Tidur
bukan karena lapar. Tapi tidur dengan perut berisi.
Demikian salah satu bentuk adegan, bagaimana
Umar bin Khattab “mementaskan” usaha-usaha
mengentaskan kemisikinan di zamannya.
Yang dapat dipetik dari pementasan itu, usaha-
usaha pengentasan kemisikinan, perlu dilakukan secara

30 PENGENTASAN KEMISKINAN
nyata. Tidak sebatas keinginan dan teori belaka.
Umar bin Khattab menjadi orang yang pertama
dalam banyak hal. Pertama mendirikan baitul-maal,
(pembagian warisan). Juga pertama kali mengirimkan
bahan makanan melalui Laut Merah dari Mesir ke Madinah.
Menetapkan pengenaan zakat atas ternak kuda.
Menyediakan gudang-gudang yang berisi gandum (bahan
pangan) bagi orang-orang yang kehabisan bahan makanan
(fakir miskin).

Zakat dan Prinsip

ZAKAT merupakan satu institusi yang dapat


dipakai sebagai alternatif bagi pengentasan kemiskinan
ummat. Minimal terbatas bagi kalangan Muslim. Di tengah
kehidupan sesama muslim.
Atas dasar, “Saling bertolonganlah kamu atas
kebaikan dan ketaqwaan”. (QS. Al Maidah, 5:2).
Dengan demikian Al Quran, meletakkan prinsip
ta‘awunitas atau partisipatif (saling tolong bertolongan
untuk kebaikan dan ketaqwaan). Tidak ada prinsip
ta’awunitas itu untuk keburukan maupun
kema’shiyatan.
Harus dibedakan, antara zakat dengan infaq dan
shadaqah, dalam kaitannya sebagai perintah Allah.
Walaupun diakui semuanya merupakan sumber dana
ummat.
ZAKAT merupakan dana yang wajib dikeluarkan,
wajib di-tagih, wajib di-pungut, dari pemegang dana.
INFAK dan SHADAQAH lainnya (diluar zakat),
harus digalakkan untuk dikeluarkan, sebagai alat untuk
meningkatkan ukhuwwah (solidaritas) dan jihad ff

PENGENTASAN KEMISKINAN 31
sabiilillah (peningkatan amaliyah dalam meningkatkan dan
mempertahankan aqidah dan kaedah di jalan Allah).
Zakat, sebagaiman halnya shalat, merupakan satu
arkaan min arkaanil-Islam. Sendi-sendi dari Islam. Zakat
merupakan rukun (sendi) Islam yang ke-empat, setelah
syahadatain, shalat, dan shaum (puasa).
Dalam Kitab suci Al Quranul Karim, selalu
diseiringkan perintah shalat dan zakat ini. Hingga dapat
dikatakan, zakat inilah yang membedakan apakah
seseorang itu mukmin atau kafir (munafik).
Orang mukmin yang benar, selain mempercayai hari
akhir, serta mengerjakan shalat, dan tidak
mempersekutukan Allah, juga seorang pembayar zakat.
Karena Al Quran selalu menghubungkan antara
shalat dan zakat, maka para sahabat Rasulullah (salafus-
shalih), selalu berperdapat, antara keduanya tidak boleh ada
pemisahan.
Al Quranul Karim juga menyebutkan zakat dengan
kata-kata shadaqah. Bermakna shadaqah yang wajib.
Sebagai pembuktian atas pembenaran perintah Allah, yang
melekat pada harta benda seorang mukminin.
Membayarkan zakat kewajiban muslim, sama
halnya dengan kewajiban shalat. Maka memungut zakat
dari seorang yang berkewajiban zakat merupakan perintah
Allah pula. (At Taubah, 9:103). “Ambillah (pungutlah)
dari sebahagian harta mereka sadaqah (zakat).
Dalam pelaksanaan pemungutan zakat, harus ada
satu badan. Bagi negara-negara Islam, perintah
pemungutan datangnya dari Kepala Negara (Amirul
Mukminin). Tentu melalui satu penegasan perundang-
undangan, sesuai dengan Kitabullah. Untuk daerah kita,
bisa dilakukan oleh Baitul Maal atau BAZIZ.
Karena itu, dalam pandangan Al Quran (Islam),

32 PENGENTASAN KEMISKINAN
seorang belum dapat disetarakan dengan orang-orang yang
bertaqwa, sebelum dia mengeluarkan sebahagian hartanya
(berupa zakat). Tanpa zakat, seseorang terjauh dari rahmat
Allah.

Kewajiban Azasi

Tatkala Rasulullah mengirimkan utusan ke Yaman,


bernama Mua’adz bin Jabal, Nabi menginstruksikan
beberapa patokan yang harus dijalankannya. Antara lain,
sebagaimana diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dalam
shahihnya.
“Kau akan berada di tengah ummat Ahli Kitab.
Ajaklah mereka mengakui, tidak ada Tuhan selain
Allah dan Saya (Muhammad) adalah Rasul-Nya.
“Bila mereka menerima (mengakui),
beritahukanlah kepada mereka, bahwa mereka wajib
melaksanakan shalat lima kali dalam sehari
semalam.
“Bila mereka telah menjalankannya,
beritahukan pula, mereka diwajibkan mengeluarkan
zakat, yang dipungut dari orang-orang kaya dan
dikembalikan kepada orang-orang miskin.
Dan bila mereka menjalankannya (shalat dan
zakat ), maka kau harus melindungi harta kekayaan
mereka itu. Selanjutnya rasulullah menegaskan lagi .
“Dan takutlah kepada doa-doa orang yang
teraniaya (diantaranya orang-orang miskin). Karena
antara doa orang teraniaya dengan allah tidak ada
batas (penghalang)“ (HR.Bukhari muslim, dari Anas
Radhiallahu “anhu).
“Aku diperintahkan memerangi manusia,
kecuali bila meraka meng-ikrar0kan syahadat,

PENGENTASAN KEMISKINAN 33
bahwa tidak ada tuhan selain Allah dan Muhammad
Rasul Allah (kemudian) mendirikan Shalat dan
membayarkan zakat”. (HR.Bukhari Muslim).
Peringatan Rasullulah lainnya, berbunyi “Bila
shadaqah (zakat) bercampur dengan kekayaan
laian. Bila harta kekayaan tidak dikeluarkan
zakatnya . Kekayaan itu akan binasa “ (HR Bazar dan
Baihaqi , liaht Nailul Authar, jilid IV-126).
Jelaslah zakat itu bagi seseorang Mukmin yang
memiliki harta kekayaan, memiliki beberapa fungsi ,
1. Perintah Allah (tanda pembenaran syahadat da shalat)
2. Pembesih harta kekayaan
3. Pengentasn Kemiskinan ummat, karena ditujukan
kepada orang miskin.
4. Sumber dana ummat, penggunaanya diarahkan kepada
obyek tertentu (hasnaf delapan)
5. Pembeda antara Mukmin & Munafik
Kehidupan sehari-hari menberiakan bukti nyata
“tidak ada orang yang melarat lantaran mengeluarkan
zakat“. Bahkan sebaliknya yang sering bersua, orang kaya
(Muslim), akhirnya tidak pernah mengenyan ketentraman ,
lantaran selalu menahan hak zakat..
Zakat wajib dikelola dengan management yang
benar. Sumbernya menjadi jelas, sebagai mana ditetapkan
Al-qur’an. Setiap muslim yang mempunyao harta, wajib
berzakat. Kewajiban demikian ditentukan berdasarkan batas
(hisab) dari segi jumlahnya . Batas juga dari waktu (haul),
dalam setahun. Dan batas besarnya kewajiban yang wajib
dikeluarkan . Sedari tingkat 2,5 (dua setengah) persen, 5
persen, 10 persen, bahkan ada yang sampai 20 persen dari
besarnya kekayaan (hisab).
Penerima zakat, juga dijelaskan dengan tegas.
Antaranya Al Quran Surat At Taubah (IX) ayat 60. Ayat dari
34 PENGENTASAN KEMISKINAN
Firma Allah tersebut menjelaskan penerima zakat tersebut
adalah “orang-orang”. Subjeknya kelompok perorangan.
Terdiri dari (1) .orang fakir (2) . Orang Miskin (3). Orang
(para) Amil (pengelola zakat ). (4). Orang (para) Muallaf
yang dibujuik hatinya. (5). Mereka (orang) yang
diperhamba (membebaskan perbudakan ). (6). Merka yang
dililit hutang (mandi hutang). (7). Jihad dijalan Allah . (8).
Dan orang yan gterlantar dalam perjalanan .
“Demikian diwajibkan Allah Maha Tahu Maha
Bijaksana (QS 9 : 60).
Lima kelompok dari delapan asnaf ini adalah orang-
orang yang amat memerlukan perhatian khusus. Karena
mereka tengah berada ditepi jurang kemelaratan. Mereka
adalah fakir,miskin, budak yang diperhamba, orang yang
dililit hutang dan yang terlantar dalam perjalanan.
Dua kelompok tengah berhadapan dengan medan
dakwah illallah . Ya’ni, Muallaf dan fisabilillah. Kelompok
yang dengan kesadaran hati mereka menerima Islam,
Problema yang dihadapi mereka bukan sedikit. Kadang-
kadang berbentuk pengucilan dari kelompok (agama)
anutan lamanya.
Mereka cenderung tengah berproses kearah
kemiskinan, jika tidak segera diantisipasi.
Sebagaimana juga halnya “fisabilillah “. Merka
tengah berjihad. Bisa sebagai pejuang di meda laga, karena
mempertahankan aqidah Islamiah. Bisa juga mereka yang
tengah berdakwah didaerah sulit.
Ruang lingkup fisabilillah ini cukup luas. Bisa juga
mereka yang tengah menuntut ilmu pengetahuan,
kemudian berkewajiban kembali ke tengah ummatrnya,
membina dan mencerdaskan kel;ingkungannya.
Pada hakekatnya, mereka bukanlah berjuang untuk
diri sendiri, tetapi untuk kepentingan orang banyak . Atas
redha Allah semata. Maka mereka perlu mendapatkan
PENGENTASAN KEMISKINAN 35
perhatian yang mendalam.
Kesemua kelompok itu, mendapatkan porsi dari
sumber zakat menurut prioritas secara kondisional dan
situasional. Pengelolaanya adalah “amil” zakat. Untuk itu,
mereka berhak mendapatkan bahagian. Intisarinya agar
amanah untuk pihak-pihak yang diprioritaskan, tidak
menyimpang kepada yang lainnya . Terciptanya keadilan
dan pemerataan sesuai dengan program yang hendak
dikembangkan. Amil zakat tetap akan menerima bahagian
dari zakat itu, walau merka terdir dari orang-orang
berpunya juga. Terserah apakah bahagian imerka akan
mereka nikmati berbentuk materi, atau akan mereka
kembalikan lagi dalam bentuk shadaqah. Semuanya ini
lebih banyak ditentukan oleh kualitas pribadi para amail.
Bahkan ada kalanya orang-orang “berduit” yang
diberi amanah sebagai “amil” zakat, bisa meniru aa yang
dilakukan oleh Kaum Anshar (Madinah) terhadap kaum
Muhajirin, dalm sejarah Hijrah Rasullullah Shallallahu
a’alaihi Wa Salam..
Mulianya sikap merka seperti diceritakan Allah di
dalam Al Hasyr (QS.LIX) ayat -9 , antara lain mereka
tunjukkan kasih sayang kepada orang berpindah ke
kampung mereka, (Dewasa ini sebagai program
Transmigrasi .Pen).
Dan tidak meraka menaruh keinginan dalam hati
terhadap apa yang diberikan kepada merka (yang
berpindah itu). Bahkan mereka utamakan kawannya lebih
dari diri mereka sendiri meskipun mereka dalam kesusahan
(pula)..
Begitu kira-kira bentuk-bentuk dari kualitas ummat,
yang terbina karena iman mereka terhadap Allah. Hidup
dalam kehidupan redha Allah.

Harus dipungut
36 PENGENTASAN KEMISKINAN
Tidak pantas, zakat dihitung oleh pemilik harta
kekayaan, menurut keinginan dan kepentingannya semata.
Zakat harus dipungut. Karena itu institusi “amil”
perlu membagi dirinya menjadi pemungut (collector) dan
pembagi zakat (distributor).
Demi memudahkan para pemungut (kolektor,amil)
dalam menjalankan tugasnya maka kemajuan iptek
sekarang ini, memungkinkan sekali untuk menyusun lebih
dahulu kohir (formulir zakat) .
Selengkapnya dapat berisikan cara-cara yang tepat
dan mudah bagi pemilik harta kekayaan untuk
menghidupkan semangat berzakat. Juga memudahkan
menghitung berapa sesungguhnya besar zakat mereka yang
semestinya dikeluarkan.
Akan salah kiprah jadinya, kalau ditemuinya juga
pembayar zakat hanya mengeluarkan berupa kain sarung
tua, ampelop uang di akhir tahun . Sebagaimana biasanya
di bulan-bulan Ramadhan . Kemudian membagikan secara
merata kepada siapa saja yang menurutnya pantas . Karena
mungkin sasarannya kurang tetap. Dampaknya bisa
berakibat memperbanyak jumlah orang miskin.
Pendistribusian zakat perlu dipandu oleh Amil Zakat. Hal
ini akan mempermudah terlaksananya “pementasan “ dan
“pemintasan” dari usaha-usaha ke arah “pengentasan
kemiskinan” ummat..
Zakat sesungguhnya bukanlah milik pembayar
zakat. Zakat adalah “harta milik Allah”, yang
diamanahkan untuk dibayarkan kepda orang-orang tertentu
“ yang ditentukan oleh Allah. Mungkin saja terjadi,pemilik
zakat menyerahkan kepada badan (amil) tertentu . Tersebab
karena keragu-raguan hati semata. Apakah zakatnya
sampai kesasaran atau tidak.
Maka dalam hal demikian itu menjadi tugas pokok
PENGENTASAN KEMISKINAN 37
dari amillah untuk mengumumkan pertanggung jawaban
secara terbuka kepada ummat. Bisa sekali dengan
memanfaatkan media massa yang ada dan menjangkau
seluruh lapisan ummat.

Pantas,pintas dan pentas

Zakat sebagai penghapus kemiskinan telah


dipentaskan sejak mas aRasullullah Shallalahu ‘alaihi
Wassalam. Dalam sebuah hadist, sebagai mana
diriwayatkan Bukhari Muslim, Rasullullah mengingatkan,
“Meminta-minta tidak halal kecuali salah seorang
dari tiga beban “. Pertama ,”orang yang
menanggung beban berat (tidak mampu memikul
sendiri ),maka baginya halal meminta “,Ketiga
“orang yang dibalut kemiskinan maka baginya pun
halal meminta sampai dia kembali tegak dan hidup
secara wajar “.”Selain dari tersebut diatas haram
baginya makan hasil meminta-minta.“. (HR.Bukhari
Muslim, dari Qabishah al Hilali).
Batasan dan larangan Rasulullah ini, membuka
peluang boleh meminta sampai terangakat kemiskinan dan
di dalamnya terkandung makna berilah kepada seorang
miskin sessuatu yang menyebabkan sesudahnya di a bisa
hidup wajar (terangkat kembali dari garis kemiskinan).
Hidup layak, sebagai ukuran “kepantasan“,
bervariasi sesuai kondisi kehidupan ummat dikala itu.
Makanya kalangan miskin diangkat melalui pendidikan,
pengajaran bagaimana membina hidup yang layak.
Mengajarkan cara-cara mengolah kehidupan. Siap untuk
membentuk hidup yang layak. Bisa melalui lapangan hidup
pertanian, pertukangan, (nelayan) perikanan, perkebunan.
Bahkan juga meniti usaha-usaha perniagaan.
Untuk itu tentu perlu dikaji kesediaan “simiskin”
38 PENGENTASAN KEMISKINAN
untuk mengubah sikap jiwa. Dari menerima kemudian
memakan .Menjadi penerima,pengolah, pemelihara dan
baru memakan hasilnya, untuk dirinya dan keluarganya.
Karena itu,tepat dan pantas jika kafir miskin
diberi zakat hingga ia berkecukupan . Boleh dalam
bentuk peralatan permodalan . Besarnya bantuan itu
boleh disesuaikan dengan keperluan (untuk
mengentaskan kemiskinan), agar dari usahanya
diperoleh keuntungan. Meskipun jumlah permodalan
itu besar (Imam Nawawi, Syarah Minhaj -VI/159).
Bahkan Imam Syafei menegaskan, ”Bantuan zakat
bisa dalam bentuk memberikan sebuah pekerjaan.
Malah kemudian bisa pula ditambah untu usaha-
usaha lainnya hingga dapat memenuhi kebutuhan si-
miskin” (Al Umm). Yang kemudian pendapat ini
disepakati pula oleh Imam Ahmad,”orang miskin
boleh mengambil zakat untuk seluruh kebutuhan
hidup (berupa sumber usaha yang berketerusan)” (Al
Inshaf,III/238).
Selanjutnya Ma’alim as Sunnah (II/239) menjelaskan
pendapat Khattabi, ”Batas pemberian zakat adalah
kecukupan (bagi simiskin yang diangkatkan
derajatnya). Dengan zakat diciptakan kehidupan
seseorang menjadi lebihj baik. Batas itu disesuaikan
dengan kondisi serta tingakat kehidupan umum yang
berlaku.Tentu akan berbeda pada tiap orang, sesuai
dengan keadaaan mereka (bangsa)”.
Pendapat-pendapat itu merujuk kepada
kebijaksanaan umum yang pernah dilakukan oleh Umar bin
Khattab. ”Kalau memberikan bantuan hendaknya
mencukupi.”. Umar mementaskan dalam masa
pemerintahannya . Umar pernah memberikan bantuan
(zakat) berupa tiga ekor unta kepada seorang laki-laki yang
memerlukan bantuan.
Kemudian Umar pernah mengatakan niatnya yang
teguh dalam “mengentaskan kenmiskinan “ di tengah
PENGENTASAN KEMISKINAN 39
rakyatnya .Akan aku ulangi pembagian zakat
(sedekah) walaupun diantara mereka baru akan
cukup dengan menyerahkan seratus ekor unta”.(Al
Anwaal,565-566).
Ternyatalah ,institusi zakat dapat dipergunakan
secara efektif. Dalam usaha meningkatkan taraf hidup
sesama muslimin untuk menjadi keluarga yang mampu dan
hidup penuh dengan kelayakan, dalam ukuran ekonomis.
Entaskan kemiskinan.
Ini pula yang menjadi paham dai Imam Al Ghazzali
(Ihya,I/207, al Halabi), ”Hendaknya zakat dapat dipakai
untuk pembeli tanah (diolah bagi keperluan orang
miskin ) dan hasilnya cukup untuk seumur hidup”.
Maka termasuk “pantas” mempergunakan zakat
untuk usaha yang berkesinambungan mendatangkan hasil
tetap.Pantas juga membuka perkebunan dan lahan-lahan
pertanian . Sebagai jalan “pintas” untuk mengentaskan
kemiskinan itu.
Yang perlu dijaga tujuan utamnyahanya untuk
kepentingan peningakatan taraf hidup orang melarat. Tidak
untuk kepentingan yang lain dari itu. Disinilah peran
BAZIZ. 

40 PENGENTASAN KEMISKINAN

You might also like