You are on page 1of 26

Gerakan Pembaruan Pemikiran Islam di Minangkabau

GERAKAN PEMBARUAN PEMIKIRAN


ISLAM DI MINANGKABAU

Pendahuluan
Pada awal abad ke-20. di Sumatera Barat
ditandai dengan periode yang penuh pergolakan
sosial dan intelektual. Berpuluh-puluh buku
polemik, baik dalam bahasa Arab maupun bahasa
Melayu, diterbitkan berbagai majalah dan surat
kabar yang mewakili aliran-aliran tertentu,
bermunculan perdebatan-perdebatan umum yang
diikuti para ulama, para terpelajar dan ahli-ahli
adat, berjenis-jenis perkumpulan berdiri pula. Tak
kurang pentingnya timbulnya pemberontakan-
pemberontakan kecil di beberapa tempat, yang
biasanya membayangkan kegelisahan masyarakat
yang sedang mengalami perubahan.
Pergolakan dalam satu aspek yang sangat
sensitif dalam kehidupan kultural dapat
menyebabkan proses pemeriksaan kembali
terhadap nilai-nilai yang kita miliki. Oleh sebab itu
di saat kita mengayun langkah ke arah
pembangunan dan perobahan sosial memang
sangat penting mempelajari kembali sejarah
dinamika pemikiran Islam dalam pencarian model
yang sesuai dan haq yang menuntut sikap
beragama yang rasional.

H. SJAFNIR DT. KANDO MARAJO 2


Gerakan Pembaruan Pemikiran Islam di Minangkabau

Pembaruan Islam di Minangkabau bukan


semata terbatas pada kegiatan serta pemikiran saja,
tetapi menemukan kembali ajaran atau prinsip
dasar Islam yang berlaku abadi yang dapat
mengatasi ruang dan waktu.
Sementara itu usaha-usaha pembaruan yang
praktis, baik dalam bentuk sekolah dan madrasah-
madrasah atau pun kerajinan desa, mulai
bermunculan.
Kaum pembaru pemikiran Islam berusaha
mengembalikan ajaran dasar agama Islam dengan
menghilangkan segala macam tambahan yang
datang kemudian dalam din, agama, dan dengan
melepaskan penganut Islam dari jumud, kebekuan
dalam masalah dunia. Mereka berusaha
memecahkan tembok tambahan dan jumud itu, agar
dapat menemu kembali isi dan inti ajaran Islam
yang sesungguhnya, yang menurut keyakinannya
menjadi cahaya yang dapat menyinari alam ini.
Kaum pembaru berkeyakinan bahwa bab al-
ijtihad, masih tetap terbuka; mereka menolak
taqlid. Ijtihad membawa kaum pembaru untuk
lebih memperhatikan pendapat.

H. SJAFNIR DT. KANDO MARAJO 3


Gerakan Pembaruan Pemikiran Islam di Minangkabau

Keinginan untuk keluar dari situasi yang


dianggap tidak sesuai dengan gagasan-gagasan
yang ideal menghadapkan Minangkabau pada
pilihan-pilihan yang kadang-kadang saling
bertentangan. Model barat mungkin baik, tetapi
dapat berarti ancaman pada dasar-dasar agama dan
adat. Perubahan yang sesuai dengan ajaran Islam
yang ortodoks, memang merupakan pemecahan.
Tetapi bagaimana pula dengan lembaga adat yang
telah mendarah daging dalam kehidupan
masyarakat Minangkabau? Dan, apa pula contoh
yang bisa diikuti? Tetapi parameter adat sangat
terbatas dan bias menutup jalan ke dunia maju dan
mungkin pula menghadapkan diri pada masalah
dosa dan tidak berdosa, soal batil dan haq.

H. SJAFNIR DT. KANDO MARAJO 4


Gerakan Pembaruan Pemikiran Islam di Minangkabau

Para pelopor pembaruan pemikiran Islam di


Minangkabau berasal dari segala bidang profesi:
dari kalangan ulama (Haji Rasul), kalangan
pedagang (H. Abdullah Ahmad). Umumnya
mereka berhasil melepas dirinya dari tradisi yang
ada. Seperti Syekh Djamil Djambek, Haji Rasul,
Haji Abdullah Ahmad dan Syekh Parabek, semasa
hidupnya dipandang sebagai ulama besar, tempat
memulangkan segala persoalan agama dan
kemasyarakatan umumnya. Bagi mereka, Islam
sesuai dengan tuntutan zaman dan keadaan. Islam
juga berarti kemajuan, agama Islam tidak
menghambat usaha mencari ilmu pengetahuan,
perkembangan sains, dan kedudukan wanita. Islam
adalah agama universal, yang dasar ajarannya telah
diungkapkan oleh para nabi, yang diutus kepada
semua bangsa (Q 10;47;2: 164; 35:24; 40:78). Tugas
mereka diselesaikan oleh Nabi Muhammad saw,
rasul utusan terakhir untuk seluruh umat manusia.
Cita-cita pikiran yang demikian dibentuk dalam
syariat, hukum atau jalan, yang dapat dibagi atas
dua bagian. Pertama terdapat apa yang disebut
agama dalam arti sempit, ad din yang terdiri dari
ibadat. Pada ajaran ini, ‘illatnya, yaitu maksud dan
tujuan dan sebab yang dikandungnya sering tidak
jelas, tidak ma’qul. Dalam ibadah, semuanya
terlarang, kecuali yang disuruh. Jadi cara-cara
beribadah telah diperintahkan. Di dalamnya barang
baru tidak dapat diterima disebut bid’ah.

H. SJAFNIR DT. KANDO MARAJO 5


Gerakan Pembaruan Pemikiran Islam di Minangkabau

Pembagian kedua, ialah hal yang bersangkutan


dengan dunia. Masalah ini ada yang mengandung
ciri agama, ‘ubudiyah, dalam arti ia berdasarkan
perintah Allah. Zat perintahnya bersifat din,
sedangkan cara mengamalkannya bersifat duniawi.
Umpamanya perintah memelihara anak yatim,
menghormati orang tua, membersihkan gigi, yang
pelaksanaannya sebagian besar terletak pada
pilihan individu. Kemudian sampai pula kepada
persoalan yang lebih sensitif- sampai dimanakah
kebebasan yang dimiliki memilih alternatif?
Persoalan politik dan kemudian menyebarkan
nasionalisme anti kolonial menuju Indonesia Raya
tidak terlepas dari pergolakan intelektual ini.
Tidak saja masalah fikh, tetapi juga masalah
tauhid harus dihadapi dengan pikiran yang
terbuka. Perbedaan yang fundamental antara
inovasi yang menyalahi hukum hakiki, yang
bersumber Quran dan Hadits, dan pembaruan
sebagai akibat dari peralihan zaman, harus
dibedakan dengan tegas.
Gerakan pembaruan pemikiran Islam itu lebih
dahulu dipelopori oleh Syekh Ahmad Khatib yang
terkenal dengan usahanya yang tidak kenal lelah
untuk memberantas hukum warisan di
Minangkabau yang berdasarkan matrilineal atau
garis ibu.

H. SJAFNIR DT. KANDO MARAJO 6


Gerakan Pembaruan Pemikiran Islam di Minangkabau

Gerakan pembaruan pemikiran di bidang


agama yang paling banyak terdengar di Sumatra
Barat. Adakalanya mereka dinamakan kaum
modernist atau disebut juga kaum muda. Salah
seorang di antara kaum pembaru itu adalah
H.Abdullah Ahmad berkali-kali berkata, bahwa di
setiap bidang boleh mempergunakan akal, yang
sebenarnya adalah kurnia Tuhan, kecuali bidang
agama. Jika kepercayaan tetap merupakan
penerimaan saja atas wibawa guru- atau taqlid,
maka kepercayaan itu tidak ada gunanya. Orang
berakal harus pujaannya (Allah) dan untuk itu
dipelajarinya akar-akar hukum (uçul al-fiqh).
Menurutnya dari syarat aqil baligh, ternyata
menjadi syarat pada mukallaf.

H. SJAFNIR DT. KANDO MARAJO 7


Gerakan Pembaruan Pemikiran Islam di Minangkabau

Di dalam kegiatan pemurnian agama, kaum


pembaru menentang berbagai bid’ah yang
dibedakan atas dua jenis, yaitu bid’ah menurut
hukum (syar’iyah) dan dalam pemakaian bahasa
(lughawiyah).Bid’ah syar’iyah orang tidak
mengenal ampun dan karenanya orang menyelidiki
dalam segala hal, apakah yang lazim dilakukan
sehari-hari di bidang agama, dan pendapat yang
berlaku bentuk berdasarkan açl, salah satu tiang
hukum (Quran, Sunnah, Ijma’, Qiyas. Orang juga
akan memasukkannya dalam soal kepercayaan
(bid’ah pada I’tikad). Kebalikannya bid’ah pada
amalan, seperti mengucapkan niyah. Di dalam
bid’ah lughawiyah dimasukkan, misalnya,
mempelajari tatabahasa, mendirikan sekolah-
sekolah agama, pembangunan-pembangunan
menara, karena semuanya dipandang sebagai alat
bantu yang disesuaikan dengan zaman untuk
memenuhui perintah nabi, seperti ‘carilah ilmu’
Islam pada masa kemajuan harus bercermin
kepada contoh lahirnya ateis, karerna agama tidak
berkembang sejajar dengan perkembangan
inteletual, sebab ada bahaya yang mengancam
guru-guru agama yang berpegang teguh pada
bid’ah dan tahyul yang menyelinap, yang asing
dari sifat asli dari agama Islam.

H. SJAFNIR DT. KANDO MARAJO 8


Gerakan Pembaruan Pemikiran Islam di Minangkabau

Berbeda dengan Gerakan Kembali ke Syariat di


bawah Tuanku Nan Tuo, maupun Gerakan Padri di
bawah pimpinan Tuanku Nan Renceh, maupun
Tuanku Imam Bonjol, sesungguhnya tidak
menentang hukum waris berdasarkan garis ibu.
Bahkan mereka lebih menguatkan harta pusaka itu
dimanfaatkan untuk kesejahteraan kaum. Oleh
karena itu harta pusaka itu diturunkan kepada
kemenakan. Namun mengenai harta pencaharian,
kedua gerakan itu sependapat harus diwariskan
kepada anak. Tuanku Imam Bonjol, sadar bahwa
setelah utusan anak kemenakannya mempelajari
hukum Islam ke tanah Mekah, menyatakan
pembagian tugas yang nyata antara adat dan
syarak atau agama. Bahwa masalah adat
dikembalikan kepada Basa dan Penghulu,
sedangkan masalah agama diserahkan kepada
Tuanku atau malin. Inilah doktrin ajaran adat
basandi syarak, syarak basandi Kitabullah.
Dalam beberapa karya Ahmad Khatib
menunjukkan bahwa barang siapa masih mematuhi
lembaga-lembaga “kafir”, jadi berasal dari syaitan,
dari Parpatieh nan Sabatang dan Katumanggungan
yang tidak dapat dibiarkan di samping hukum
Tuhan, adalah kafir dan akan masuk neraka.

H. SJAFNIR DT. KANDO MARAJO 9


Gerakan Pembaruan Pemikiran Islam di Minangkabau

Semua harta benda yang diperoleh menurut


hukum waris kepada kemenakan, menurut
pendapat Ahmad Khatib harus dianggap sebagai
harta rampasan. Barang siapa yang
mempertahankannya sebagai miliknya, berbuat
“dosa besar”, karena ia menghabiskan harta anak
yatim piatu. Mereka yang melaksanakan hukum
warisan ini, karenanya “fasiq”. Oleh karena itu
mereka tidak dapat bertindak sebagai saksi pada
suatu perkawinan tanpa membuatnya tidak sah.
Jadi, “tobat” adalah mutlak dan perkawinan itu
harus dilakukan kembali Kalau tidak, orang akan
menjadi murtad. Hendaknya orang memutuskan
semua hubungan dengan mereka yang tidak mau
menerima hukum waris Islam dan mereka tidak
pantas mendapatkan pemakaman secara Islam.
Pikiran-pikiran yang disampaikan Ahmad
Khatib menjadi pemicu pembaruan pemikiran
Islam di Minangkabau. Di pihak lain perlawanan
yang berarti terhadap pemikiran Ahmad Khatib
datang dari kalangan Islam tradisi yang adakalanya
disebut kaum tua. Kecamannya mengenai tarekat
dijawab oleh Syekh Muhamamad Saat bin Tanta’ di
Mungkar dan Syekh Khatib Ali di Padang jang
menerbitkan beberapa tulisan tentang itu.

H. SJAFNIR DT. KANDO MARAJO 10


Gerakan Pembaruan Pemikiran Islam di Minangkabau

Makin banyak jumlah orang Minangkabau yang


menyadari, bahwa tidak dapat disesuaikannya
hukum waris matrilineal dengan hukum agama.
Namun di antara guru agama banyak juga yang
tidak dapat menyetujui pendirian Ahmad Khatib,
yang tidak kenal damai. Salah seorang di antaranya
Syekh Mungkar, yang menyatakan tanpa
kebencian ia menunjukkan jika semua harta benda
orang Minangkabau harus dianggap haram,
dengan sendirinya haramlah pemberianyang
berasal dari orang Minangkabau. Orang-orang
Mekah, khususnya Ahmad Khatib sendiri tidak
menolah untuk menerima pemberian ydalam
bentuk badal haji, maupun dalam bentuk sadaqah
ataua amanah. Walaupun ia mendapat tantangan
dari kaum adat, maupun murid-muridnya yang
tidak menyetujui pemikiran demikian melahirkan
hasarat untuk berkembang, menghidupkan
kembali kesadaran untuk pengenalan kembali diri
sendiri, yaitu kesadaran akan keterbelakangan.

H. SJAFNIR DT. KANDO MARAJO 11


Gerakan Pembaruan Pemikiran Islam di Minangkabau

Jika Islam bermaksud tetap memuaskan


pengikutnya, maka harus terjadi suatu pembaruan.
Setiap periode dalam sejarah peradaban manusia,
lahir pembaruan agama yang memperbaiki pola
penghidupan umatnya. Cita-cita itu ditemukan
kembali dalam agama. Cara berpikir seorang
beragama Islam bertolak dari anggapan yang telah
menjadi keyakinan, bahwa Islam itu tidak mungkin
memusuhi kebudayaan. Orang berusaha
menemukan kembali cita-citanya dalam Islam.
Tetapi sekarang timbul pertanyaan, apakah di
dalam Islam ada unsur yang menyangkut kepada
cita-cita persamaan, kebangsaan, hasrat untuk maju
dan rasionalisme?
Salah seorang pelopor gerakan pembaruan di
Minangkabau yang menyebarkan pikiran-
pikirannya dari Mekah pada awal abad ke-20
adalah Syekh Ahmad Khatib.1
Ia menyebarkan pikiran-pikirannya dari
Mekah melalui tulisan-tulisannya di majalah atau
buku-buku agama Islam, dan melalui murid-murid
yang belajar kepadanya.

1
Syekh Ahmad Khatib adalah turunan dari seorang hakim golongan
Padri yang “benar-benar” anti penjajahan Belanda. Ia dilahirkan di
Bukittinggi pada tahun 1855 di kalangan keluarga yang mempunyai latar
belakang agama dan adat yang kuat, tetapi memperoleh pendidikan pada
sekolah rendah yang didirikan Belanda di kota kelahirannya. Ia
meninggalkan kampung halamannya pergi ke Mekah pada tahun 1876.
Semenjak itu, ia tidak pernah kembali ke daerah asalnya.

H. SJAFNIR DT. KANDO MARAJO 12


Gerakan Pembaruan Pemikiran Islam di Minangkabau

Memang unsur itu ada, meskipun kerapkali


karena perkembangan Islam menurut sejarah
terdesak ke belakang. H.Abdullah Ahmad, salah
seorang di antara pemimpin kaum pembaru,
menyatakan , jika setiap orang di setiap bidang
mempergunakan akal, yang sesungguhnya kurnia
Allah. Jikakepercayaan tetap merupakan suatu
penerimaan saja atas wibawa guru, maka
kepercayaan itu tidak ada harganya, atau taqlid.
Ia tetap mempunyai hubungan dengan daerah
asalnya melalui murid-muridnya yang menunaikan
haji ke Mekah dan belajar padanya. Mereka inilah
kemudian menjadi guru di daerah asalnya masing-
masing. Murid-muridnya kemudian menjadi
pembaharu-pembaru pemikiran Islam di
Minangkabau, seperti Syekh Muhammad Djamil
Djambek, Haji Abdul Karim Amarullah dan Haji
Abdullah Ahmad. Seorang pembaru lainnya adalah
Syekh Taher Jalaluddin, anak seorang ulama yang
terkenal dengan nama Syekh Cangking.
Syekh Ahmad Khatib, mencapai derajat
kedudukan yang tertinggi dalam mengajarkan
agama sebagai imam dari Mazhab Syafei di
Masjidil Haram, di Mekah. Sebagai imam dari
Mazhab Syafe’i, ia tidak melarang murid-muridnya
untuk mempelajari tulisan Muhammad Abduh,
seorang pembaru dalam pemikiran Islam di Mesir.
Syekh Ahmad Khatib sangat terkenal dalam
menolak dua macam kebiasaan di Minangkabau,
yakni peraturan-peraturan adat tentang warisan

H. SJAFNIR DT. KANDO MARAJO 13


Gerakan Pembaruan Pemikiran Islam di Minangkabau

dan tarekat Naqsyahbandiyah yang dipraktekkan


pada masa itu. Kedua masalah itu terus menerus
ditentang kemudian oleh kaum pembaharu lainnya
di Minangkabau, seperti Syekh Taher Jalalud-din (1869-
1956).2

Syekh Taher Djalaluddin merupakan seorang


tertua sebagai pelopor dari ajaran Ahmad Khatib di
Minangkabau. Bahkan ia juga dianggap sebagai
guru oleh kalangan pembaru di Minangkabau.
Pengaruh Syekh Taher Djalaluddin tersebar pada

2 Syekh Taher Djalaluddin adalah anak dari seorang ulama, Syekh


Cangking. Syekh Cangking itu sendiri adalah anak dari Faqih Saghir yang
bergelar Syekh Djalaluddin Ahmad Tuanku Sami’, salah seorang pelopor
kembali ke ajaran syariat bersama Tuanku Nan Tuo. Pada masa mudanya ia
dipanggil Muhammad Taher bin Syekh Muhamad, lahir di Ampek Angkek,
Bukittinggi dalam tahun 1869. Setelah kembali dari Mekah pada tahun 1900,
ia menetap di Malaya. Minangkabau dikunjunginya pada tahun 1923 dan
tahun 1927. Pada saat itu ia ditangkap dan ditahan oleh Pemerintah Belanda
selama enam bulan. Ia meninggalkan kampung halamannya dan tidak
pernah kembali lagi ke daerah asalnya. Ia mempunyai hubungan yang erat
dengan perguruan tinggi Al-Azhar di Kairo, yang telah membuka matanya
dan kecintaannya dengan menambah nama al-Azhari di belakang namanya.
Ia pun berusaha menambah pengalamannya dengan mengunjungi London
pada tahun 1911. Syekh Taher Djalaluddin meninggal dunia pada tahun 1956

di Malaya.

H. SJAFNIR DT. KANDO MARAJO 14


Gerakan Pembaruan Pemikiran Islam di Minangkabau

murid-muridnya melalui majalah Al-Imam dan


melalui sekolah yang didirikannya di Singapura
bersama Raja Ali Haji bin Ahmad pada tahun 1908.
Sekolah ini bernama Al-Iqbal al-Islamiyah, yang
menjadi model Sekolah Adabiyah yang didirikan
oleh Haji Abdullah Ahmad di Padang pada tahun
1908.

Bulanan Al-Imam memuat artikel tentang


pengetahuan popular, komentar kejadian penting
di dunia, terutama dunia Islam, dan masalah-
masalah agama. Majalah ini mendorong agar umat
Islam mencapai kemajuan dan berkompetisi
dengan dunia barat. Al-Iman sering mengutip
pendapat dari Mohammad Abduh yang
dikemukakan majalah Al-Mannar di Mesir. Majalah
ini memperguna-kan bahasa Melayu dengan
tulisan Arab Melayu atau tulisan Jawi, dan
disebarkan di Indonesia melalui di Jawa (Jakarta,
Cianjur, Semarang, dan Surabaya), Kalimantan (di
Pontianak dan Sambas), Sulawesi (di Makassar). Di
Padang, Haji Abdullah Ahmad mencontoh bentuk
dan moto Al-Iman pada majalah yang
diterbitkannya di Padang bernama Al-Munir.

H. SJAFNIR DT. KANDO MARAJO 15


Gerakan Pembaruan Pemikiran Islam di Minangkabau

Banyak masalah yang dibicarakan pada Al-Iman


mendapat tempat pada Al-Munir.

Tokoh-tokoh pembaru dan pokok pirannya di


Minangkabau adalah:

1. Syekh Muhammad Djamil Djambek (1860 –


1947)3

Ayahnya membawanya ke Mekah pada tahun


1896 dan bermukim di sana selama 9 tahun
lamanya mempelajari soal-soal agama.

3 Syekh Djamil Djambek dilahirkan di Bukittinggi pada tahun 1860 ,

anak dari Muhammad Saleh Datuk Maleka, Kepala Nagari Kurai. Ibunya
berasal dari Betawi. Ia memperoleh pendidikan di sekolah rendah yang
mempersiapkan pelajar untuk Kweekschool (sekolah guru). Sampai umur 22
tahun ia berada dalam kehidupan parewa, satu golongan orang muda-muda
yang tidak mau mengganggu kehidupan keluarga. Pergaulan mereka amat
luas di antara kaum parewa berlainan kampung dan saling harga
menghargai. Satu penghidupan yang serupa dalam dongeng. Hidup mereka
berjudi, menyabung ayam, namun mereka ahli dalam pencak dan silat.
Semenjak berumur 22 tahun, Djamil Djambek mulai tertarik pada pelajaran
agama dan bahasa Arab. Ia belajar pada surau di Koto Mambang, Pariaman
dan di Batipuh Baruh. Guru-gurunya di Mekah, antara lain,adalah Taher
Djalaluddin, Syekh Bafaddhal, Syekh Serawak dan Syekh Ahmad Khatib. Ia

kembali ke Bukittinggi pada tahun 1903. Djamil Djambek meninggal dunia


pada tahun 1947 di Jakarta.

H. SJAFNIR DT. KANDO MARAJO 16


Gerakan Pembaruan Pemikiran Islam di Minangkabau

Sekembalinya dari Mekah, Djamil Djambek mulai


memberikan pelajaran agama secara tradisional. Murid-
muridnya kebanyakan terdiri dari para kalipah tarekat.
Kemudian ia meninggalkan Bukittinggi dan kembali
menjalani kehidupan parewa di Kamang, sebuah nagari
pusat pembaruan Islam di bawah Tuanku nan Renceh
pada abad ke-19.

Di Kamang pula ia mulai menyebarkan


pengetahuan agama untuk meningkatkan iman.
Akhirnya, ia sampai pada pemikiran, bahwa sebagian
besar anak nagari tidak melaksanakan ajaran agama
dengan sempurna bukan karena kurang keimanan dan
ketaqwaannya, tetapi karena pengetahuan mereka
kurang tentang ajaran Islam itu sendiri. Ia mengecam
masyarakat yang masih gandrung pada ajaran tarekat.
Ia mendekati ninik mamak dan membicarakan berbagai
masalah masyarakat.

Djamil Djambek berkesimpulan bahwa ajaran


agama Islam itu sebaiknya disampaikan melalui
tabligh dan ceramah-ceramah(wirid-wirid) yang dihadiri
oleh masyarakat banyak. Perhatiannya ditujukan untuk
meningkatkan iman seseorang. Ia mendapat simpati
dari tokoh-tokoh ninik mamak dan kalangan guru
Kweekschool. Bahkan ia mengadakan dialog dengan
orang non Islam dan orang Cina. Sifatnya yang populer

H. SJAFNIR DT. KANDO MARAJO 17


Gerakan Pembaruan Pemikiran Islam di Minangkabau

ialah ia bersahabat dengan orang yang tidak


menyetujui fahamnya, sehingga pada tahun 1918 ia
mendirikan pusat kegiatan keagamaan untuk
mempelajari agama yang dikenal dengan nama Surau
Inyiak Djambek di Tengah Sawah, Bukttinggi.
Suraunya merupakan tempat pertemuan bagi
organisasi-organisasi Islam .

Djamil Djambek tidak banyak menulis dalam


majalah Al-Munir. Djamil Djambek mempunyai
pengetahuan tentang ilmu falak, yang
memungkinkannya menyusun jadwal waktu
sembahyang serta untuk keperluan berpuasa di dalam
bulan Ramadhan. Jadwal ini diterbitkan tiap tahun atas
namanya mulai tahun 1911. Masalah ini sangat
dipertikaikan dengan kaum tradisionalis.

Pada tahun 1913, ia mendirikan organisasi bersifat


sosial di Bukittinggi yang bernama Tsamaratul Ichwan
yang menerbitkan buku-buku kecil dan brosur tentang
pelajaran agama tanpa mencari keuntungan. Beberapa
tahun ia bergerak di dalam organisasi ini sampai
menjadi perusahaan yang bersifat komersial. Ketika itu,
ia tidak turut lagi dalam perusahaan itu.

Syekh Djamil Djambek secara formal tidak


mengikat dirinya pada suatu organisasi tertentu,

H. SJAFNIR DT. KANDO MARAJO 18


Gerakan Pembaruan Pemikiran Islam di Minangkabau

seperti Muhammadiyah dan Thawalib. Tetapi ia


memberikan dorongan pada pembaruan pemikiran
Islam dengan membantu organisasi-organisi tersebut.

2. Haji Abdul Karim Amarullah 4.

Haji Abdul Karim Amarullah lebih dikenal


dengan nama Haji Rasul.
Haji Rasul mulai mengajar di kampungnya, Sungai
Batang Maninjau, kemudian mengunjungi Padang
Panjang, Matur dan Padang. Tablighnya bersifat keras,
yang ditandai dengan serangan terhadap perbuatan
yang tidak disetujuinya sampai soal-soal kecil sekali
pun, seperti ia mengecam baju kebaya dan terbukanya
rambut seorang perempuan di hadapan bukan
muhrimnya. Ketika ayahnya meninggal pada tahun

4
Haji Rasul dilahirkan di Sungai Batang Maninjau pada tahun 1879, anak
seorang ulama bernama Syekh Muhammad Amarullah gelar Tuanku
Kisai. Ia mendapat pendidikan pada beberapa tempat di Minangkabau.
Pada tahun 1894, ia pergi ke Mekah untuk belajar selama 7 tahun.
Sekembalinya dari Mekah, ia diberi gelar Tuanku Syekh Nan Mudo,
sebagai pengakuan atas ilmunya. Kemudian ia kembali ke Mekah untuk
beberapa tahun sampai tahun 1906. Selama bermukim kedua di Mekah
ini, ia mulai memberi pelajaran. Murid-muridnya termasuk Ibrahim
Musa dari Parabek, Bukittinggi yang kemudian menjadi salah seorang
pendukung yang terpenting dari pembaruan pemikiran Islam, di
Minangkabau. Ia meninggal di jakarta pada 2 Juni 1945

H. SJAFNIR DT. KANDO MARAJO 19


Gerakan Pembaruan Pemikiran Islam di Minangkabau

1907, ia melarang diadakan kenduri yang menyebabkan


kekecewaan pada anggota keluarganya. Sikapnya
bermusuhan terhadap adat dan kepada ninik mamak
yang membedakannya dari sahabatnya kaum pembaru
lainnya seperti Syekh Djamil Djambek dan Haji
Abdullah Ahmad yang ibu mereka berasal dari luar
Minangakabau.

Haji Rasul mengadakan perjalanan ke luar daerah


Minangkabau. Pada tahun 1915, ia bepergian ke Malaya
dan ke Jawa. Di Malaya, Haji Rasul tidak disenangi oleh
Sultan-Sultan serta guru agama di Malaya, karena
keterikatan guru-guru agama dengan kebiasaan-
kebiasaan tradisional. Di Jawa, ia berhubungan dengan
pemimpin-pemimpin Sarekat Islam dan Muhamma-
diyah.

Haji Rasul sangat aktif dalam gerakan pembaruan


pemikiran Islam di Minangkabau. Dialah yang
memperkenalkan Muhammadiyah di Minangkabau
pada tahun 1925. Suraunya di Padang Panjang tumbuh
menjadi Sumatra Thawalib yang kemudian melahirkan
Persatuan Muslimin Indonesia, suatu partai politik pada
permulaaan tahun 1930. Ia menjadi penasehat Persatuan
Guru Agama Islam (PGAI) pada tahun 1920, dan
memberikan bantuan mendirikan Sekolah Normal Islam
di Padang pada tahun 1931.

H. SJAFNIR DT. KANDO MARAJO 20


Gerakan Pembaruan Pemikiran Islam di Minangkabau

Ia menentang ajaran komunis dengan sangat gigih


pada tahun 1920-an dan menyerang ‘’Ordonansi Guru’’
pada tahun 1928 serta ‘’Ordonansi Sekolah Liar ‘ tahun
1932.

Dari tahun 1929 sampai tahun 1939, ia sering


bepergian ke seluruh daerah di Sumatra untuk
menyampaikan buah pikiran dan ajaran-ajarannya.
Pada tahun 1941, ia ditahan Pemerintah Belanda dan
dibuang ke Sukabumi dengan alasan bahwa
kewibawaan dan kekuasaan pemerintah serta peraturan
adat tidak berfunghsi selama ia bertempat tinggal di
daerahnya. Haji Rasul meninggal dunia di Jakarta pada
tanggal 2 Juni 1945.

3. Haji Abdullah Ahmad (1878 – 1933)5

Pada tahun 1895, Abdullah Ahmad pergi ke


Mekah dan kembali ke Indonesia pada tahun 1899.

Sekembalinya dari Mekah, ia segera mengajar di


kota Padang Panjang. Tindakannya yang pertama
dilakukannya adalah memberantas bid’ah dan

5
Haji Abdullah Ahmad lahir di Padang Panjang pada tahun 1878
sebagai anak dari Haji Ahmad yang dikenal sebagai ulama dan juga seorang
pedagang kecil. Ibunya berasal dari Bengkulu. Setelah menyelesaikan
pendidikan dasarnya pada sebuah sekolah pemerintah, dan mendapat
pendidikan agama di rumah dengan ayahnya.

H. SJAFNIR DT. KANDO MARAJO 21


Gerakan Pembaruan Pemikiran Islam di Minangkabau

tarekat. Ia tertarik pula untuk menyebarkan


pemikiran pembaruan melalui publikasi dengan
jalan menjadi agen dari berbagai majalah
pembaruan, seperti Al-Imam di Singapuran dan Al-
Ittihad dari Cairo.

Pada tahun 1906 Haji Abdullah Ahmad pindah


ke Padang untuk menggantikan pamannya yang
meninggal dunia sebagai guru. Dio Padang, ia
mengadakan tabligh-tabligh dan pertemuan-
pertemuan tentang masalah agama dan mendirikan
Jamaah Adabiyah beberapa tahun kemudian. Pada
mulanya jamaah ini hanaya delapan orang yang
menghadiri cermahnya. Di samping itu ia
memberikan ceramah-ceraman pada orang dewasa.
Pengajiannya dilakukan dua kali seminggu secara
bergantian dari rumah ke rumah.

Kenyataannya tidak semua anak-anak


pedagang di Padang mendapat pendidikan yang
sistematis. Hal ini menyebabkan Haji Abdullah
Ahmad membuka Sekolah Adabiyah pada tahun
1909, dengan bantuan para pedagang ini setelah ia
mengunjungi sekolah Iqbal di Singapura.

H. SJAFNIR DT. KANDO MARAJO 22


Gerakan Pembaruan Pemikiran Islam di Minangkabau

Haji Abdullah Ahmad sangat aktif menulis,


malahan ia menjadi ketua persatuan wartawan di
Padang pada tahun 1914. Ia mempunyai hubungan
yang erat dengan pelajar-pelajar sekolah menengah
di Padang dan Sekolah Dokter di Jakarta dan
memberikan bantuan dalam kegiatan Jong
Sumatranen Bond. Ia menjadi pendiri majalah Al-
Munir yang terbit di Padang tahunn 1911 sampai
tahun 1916, majalah berita Al-Akhbar tahun 1913,
dan menjadi redaktur dalam bidang agama dari
majalah Al-Islam tahun 1916 yang diterbitkan
Sarekat Islam di Surabaya. Majalah A l-Islam yang
dicetak dengan tulisan Arab Melayu (Jawi).
Pananggungjawab Al-Islam adalah Oemar Said
Cokroaminoto.

Pengetahuannya tentang agama sangat


mendalam, yang diakui ulama-ulama Timur
Tengah pada suatu konperensi khilafat di Kairo
pada tahun 1926. Pengakuan itu dibuktikan dengan
pemberian gelar kehormatan dalam bidang agama
sebagai doktor fid- din. Haji Abdullah Ahmad
meninggal dunia di Padang pada tahun 1933.

H. SJAFNIR DT. KANDO MARAJO 23


Gerakan Pembaruan Pemikiran Islam di Minangkabau

4. Syekh Ibrahim Musa (1882 – 19.. )6

Dua orang di antara murid bekas ulama-ulama


tersebut kemudian menjadi pelopor pembaruan
pemikiran Islam pula. Di antaranya Syekh Ibrahim
Musa dan Zainuddin Labai al-Yunusi. Mereka
menyebarkan peranannya dalam mendirikan lembaga
pendidikan Islam yang bersifat modern.

Setelah belajar pada beberapa perguruan, pada


umur 18 tahun ia berangkat ke Mekah dan belajar di
negeri itu selama 8 tahun. Ia kembali ke Minangkabau
pada tahun 1909 dan mulai mengajar pada tahun 1912.
kemudian ia berangkat lagi ke Mekah pada tahun
berikutnya dan kembali pada tahun 1915. Saat itu ia
telah mendapat gelar Syekh Ibrahim Musa atau Inyiak
Parabek sebagai pengakuan tentang agama.

Syekh Ibrahim Musa tetap diterima oleh golongan


tradisi, walaupun ia membantu gerakan pembaruan. Ia
menjadi anggota dua organisasi Kaum Muda dan kaum
Tua, yaitu Persatuan Guru Agama Islam (PGAI) dan
Ittihadul Ulama.

6
Syekh Ibrahim Musa dilahirkan di Parabek, Bukittinggi pada tahun
1882.

H. SJAFNIR DT. KANDO MARAJO 24


Gerakan Pembaruan Pemikiran Islam di Minangkabau

5. Zainuddin Labai al-Yunusi (1890- 1934).7

Zainuddin Labai adalah seorang auto-didact, yang


mempelajari ilmu dan agama dengan tenaga sendiri. Ia
tidak pernah menamatkan pelajaran pada sekolah
formal. Pengetahuannya banyak diperolehnya dengan
membaca sendiri dan kemampuannya dalam bahasa-
bahasa Ingegeri, Belanda dan Arab sangat
membantunya. Koleksi bukunya meliputi buku-buku
bermacam bidang seperti aljabar, ilmu bumi, kimia dan
agama.

Enam tahun lamanya ia membantu Syekh Haji


Abbas, seorang ulama di Padang Japang, Payakumbuh
dalam bidang kegiatan praktis. Dalam tahun 1913,
Zainuddin memilih Padang Panjang sebagai tempat
tinggalnya. Ia memulai mengajar di Surau Jembatan
Besi, bersama Rasul dan Haji Abdullah Ahmad.

Zainuddin Labai banyak menulis artikel dalam


majalah Al-Munir. Ia lebih tertarik pada kehidupan dan
kegiatan tokoh kebangsaan seperti Mustafa Kamil,
pendiri partai Hizb al Wathan di Mesir, Muhammad
Abduh dan Rashid Redha yang lebih banyak
memperhatikan sal-soal agama. Zainuddin Labai
termasuk seorang yang mula-mula mempergunakan
7
Zainuddin Labai al-Yunusi lahir di Bukit Surungan Padang Panjang
pada tahun 1890. Ayahnya bernama Syekh Muhammad Yunus.

H. SJAFNIR DT. KANDO MARAJO 25


Gerakan Pembaruan Pemikiran Islam di Minangkabau

sistem kelas dengan kurikulum teratur yang mencakup


pengetahun umum seperti bahasa, matematika, sejarah,
ilmu bumi di samping pelajaran agama. Ia pun
mengorganisir sebuah klub musik untuk murid-
muridnya, yang pada saat itu kurang diminati oleh
kalangan kaum agama. Ia seorang yang produktif dalam
menulis buku teks tentang fikh dan tatabahasa Arab
untuk sekolahnya. Terjemahan Autobiografi Mustafa
Kamil diterbitkannya dalam bentuk serial artikel pada
majalah Al-Munir di Padang Panjang. Zainuddin Labai
adalah seorang termuda di antara tokoh pembaru
pemikiran Islam di Minangkabau dan mempunyai
harapan besar untuk perkembangan selanjutnya. Ia
termasuk seorang anggota pengurus Thawalib dan
mendirikan pula perkumpulan Diniyah pada tahun
1922 dengan tujuan bersama-sama membina kemajuan
sekolah itu.

Rupanya Allah cepat memanggilnya,. Ia meninggal


pada tahun 1934 dan kegiatannya dilanjutkan oleh
adiknya yang bernama Rahmah al Yunusiyah, sebagai
salah seorang pendidik kaum wanita di Minangkabau.

H. SJAFNIR DT. KANDO MARAJO 26


Gerakan Pembaruan Pemikiran Islam di Minangkabau

Lembaga dan organisasi kaum pembaru

Tanggal 19 Agustus 1928, dihadiri lebih kurang 800


orang ulama dan wakil 115 organisasi. Rapat ini terjadi
karena mereka risau benar-benar, bahwa kemerdekaan
beragama yang telah tertanam dalam hati nuraninya akan
terganggu oleh peraturan Pemerintah Belanda. Aapalagi
mereka berhadapan dengan wakil pemerintah yang
mempunyai jabatan tinggi.

Pada umumnya para pembicara mengemukakan pendapat


disertai kata-kata kasar terhadap maksud pemerintah Belanda
untuk memberlakukan peraturan di daerah mereka

H. SJAFNIR DT. KANDO MARAJO 27

You might also like