Professional Documents
Culture Documents
“PERLINDUNGAN KONSUMEN“
DISUSUN OLEH :
ANDRYAN
0802113160
DOSEN PEMBIMBING :
Drs. H. Zulkarnaini. SU
Deni Setiawan., SE., M.Si
UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2010/2011
1
Masalah perlindungan konsumen semakin gencar dibicarakan. Permasalahan ini
tidak akan pernah habis dan akan selalu menjadi bahan perbincangan di masyarakat.
Selama masih banyak konsumen yang dirugikan, masalahnya tidak akan pernah tuntas.
Oleh karena itu, masalah perlindungan konsumen perlu diperhatikan.
Permasalahan yang dihadapi konsumen Indonesia saat ini, seperti juga yang
dialami konsumen di negara – negara berkambang lainnya, tidak hanya pada soal cara
memilih barang, tetapi jauh lebih kompleks, yaitu mengenai kesadaran semua pihak, baik
dari pengusaha, pemerintah, maupun konsumen sendiri tentang pentingnya perlindungan
konsumen. Pelaku usaha menyadari bahwa mereka harus menghargai hak-hak konsumen
dengan memproduksi barang dan jasa berkualitas, aman dimakan/digunakan, mengikuti
standar yang berlaku, serta harga yang sesuai.
Hak konsumen yang diabaikan oleh pelaku usaha perlu dicermati secara seksama.
Pada era globalisasi dan perdagangan bebas saat ini, banyak bermunculan berbagai
macam produk barang/pelayanan jasa yang dipasarkankepada konsumen di tanah air,
baik melalui promosi, iklan, maupun penawaran barang secara langsung.
Kasus-kasus tersebut tidak hanya sekali atau dua kali terjadi. Boleh dibilang,
hampir setiap tahun selalu menjadi pemberitaan hangat di berbagai media massa
Nasional. Hanya, memang kadang-kadang pemberitaan tersebut silih berganti muncul
dan tenggelam, menjadi isu yang seakan tak pernah tuntas untuk diselesaikan.
Ada beberapa hal yang patut dicermati dalam kasus-kasus perlindungan konsumen :
Dasar hukum tersebut bisa menjadi landasan hukum yang sah dalam soal
pengaturan perlindungan konsumen. Di samping UU Perlindungan Konsumen, masih
terdapat sejumlah perangkat hukum lain yang juga bisa dijadikan sebagai sumber
atau dasar hukum sebagai berikut :
6
3. Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan
barang/jasa.
4. Hak untuk didengar pendapat keluhannya atas barang/jasa yang digunakan.
5. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian
sengketa perlindungan konsumen secara patut.
6. Hak untuk mendapatkan pembinaan dan pendidikan konsumen.
7. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak
diskrimainatif
8. Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi, atau penggantian, jika
barang/jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana
mestinya.
9. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
Di Indonesia persaingan curang ini diatur dalam UU No. 5 tahun 1999 tentang
larangan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat, juga dalam pasal 382
bis KUHP. Dengan demikian jelaslah bahwa konsumen dilindungi oleh hukum, hal ini
terbukti telah diaturnya hak-hak konsumenyang merupakan kewajiban pelaku usaha
dalam UU No. 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen, termasuk didalamnya
juga diatur tentang segala sesuatu yang berkaitan apabila hak konsumen, misalnya
siapa yang melindungi konsumen (bab VII), bagaimana konsumen memperjuangkan
hak-haknya (bab IX, X, dan XI).
8
Hubungan konsumen ini juga dapat kita lihat pada ketentuan Pasal 1313 sampai
Pasal 1351 KUHPerdata. Pasal 1313 mengatur hubungan hukum secara sukarela
diantara konsumen dan produsen, dengan mengadakan suatu perjanjian tertentu.
Hubungan hukum ini menimbulkan hak dan kewajiban pada masing-masing pihak.
Perikatan karena Undang-undang atau akibat sesuatu perbuatan menimbulkan hak
dan kewajiban tertentu bagi masing-masing pihak (ketentuan Pasal 1352
KUHPerdata). Selanjutnya diantara perikatan yang lahir karena Undang-undang yang
terpenting adalah ikatan yang terjadi karena akibat sesuatu perbuatan yang disebut
juga dengan perbuatan melawan hukum (ketentuan Pasal 1365 KUHPerdata).
Sedangkan pertanggung jawaban perbuatan itu tidak saja merupakan perbuatan
sendiri tetapi juga dari orang yang termasuk tanggung jawabnya seperti yang diatur
pada Pasal 1367-1369 KUHPerdata.
Perbuatan melawan hukum (on rechtmatigedaad) diatur dalam buku ketiga titel 3
Pasal 1365 sampai 1380 KUHPerdata, dan merupakan perikatan yang timbul dari
Undang-undang. Perikatan dimaksud dalam hal ini adalah terjadi hubungan hukum
antara konsumen dan produsen dalam bentuk jual beli yang melahirkan hak dan
tanggung jawab bagi masing-masing pihak dan apabila salah satu pihak tidak
memenuhi kewajibannya akan menimbulkan permasalahan dalam hubungan
hukumnya
10
Daftar pustaka
http://books.google.co.id/books?
id=Oec_lUDTFUC&pg=PA5&lpg=PA5&dq=sejarah+perlindungan+konsumen&source=
bl&ots=_unW9wQ0sN&sig=KuCnFt0H_AhxhXjk3DEdWWEqeog&hl=id&ei=3gsS8HQJYG
I6gOl9ozLDw&sa=X&oi=book_result&ct=result&resnum=7&ved=0CBkQ6AEwBg#v=o
nepage&q=sejarah%20perlindungan%20konsumen&f=false
http://www.pemantauperadilan.com/opini/53ASPEK%20HUKUM%20PERLINDUNGAN
%20KONSUMEN%20TINJAUAN%20SINGKAT%20UU%20NOM.pdf
http://www.kpi.go.id/download/UU%20No.%208%20Tahun%201999%20tentang
%20Perlindungan%20Konsumen.pdf
http://elisa.ugm.ac.id/files/dinawk/vwLYc3Fo/Slide%20MKK%20Perlindungan
%20Konsumen.ppt
http://www.google.co.id/url?
sa=t&source=web&ct=res&cd=13&ved=0CAoQFjACOAo&url=http%3A%2F
%2Focw.unnes.ac.id%2Focw%2Fhukum%2Filmu-hukum-s1%2Fhkk307-hukum-
perlindungan-konsumen%2Fbuku%2520ajar%2520HPK.pdf%2Fat_download
%2Ffile&rct=j&q=sejarah+perlindungan+konsumen&ei=MRysS9eBBpLq7AOkmMDGD
w&usg=AFQjCNGWd4hJdalT6gjT8gLLbW-1E8N6Eg
http://hukumnews.com/berita/hukum/36-politik/57-dasar-hukum-pengaduan-
konsumen.pdf
http://elisa.ugm.ac.id/files/dinawk/KpgAkEhQ/ZulDennyDwiAir%20Heksagonal%20dan
%20Air%20O2%20edited.pdf
http://www.pemantauperadilan.com/delik/16-PERLINDUNGAN%20KONSUMEN.pdf
http://library.usu.ac.id/download/fh/perdata-sabarudin2.pdf
http://www.google.co.id/url?
sa=t&source=web&ct=res&cd=37&ved=0CBEQFjAGOB4&url=http%3A%2F
%2Fwww.bpkp.go.id%2Funit%2Fhukum%2Fuu
%2F1999%2F0899.pdf&rct=j&q=sejarah+perlindungan+konsumen&ei=1C2sS8CPA5S
_rAfl9fimAQ&usg=AFQjCNFK47P-ktbKYOuWi03TsLi17hiZLw
http://los-diy.or.id/artikel/pp-57.pdf
11
Rangkuman
Pasal l
Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan :
1. Perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian
hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen.
2. Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam
masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk
hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.
3. Pelaku usaha adalah setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik yang
berbentuk badan hukum maupun bukan hadan hukum yang didirikan dan
berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik
Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan
kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi.
4. Barang adalah setiap benda baik berwujud maupun tidak berwujud, baik bergerak
maupun tidak bergerak, dapat dihabiskan maupun tidak dapat dihabiskan, yang dapat
untuk diperdagangkan, dipakai, dipergunakan, atau dimanfaatkan oleh konsumen.
5. Jasa adalah setiap layanan yang berbentuk pekerjaan atau prestasi yang
disediakan bagi masyarakat untuk dimanfaatkan oleh konsumen.
6. Promosi adalah kegiatan pengenalan atau penyebarluasan informasi suatu barang
dan/atau jasa untuk menarik minat beli konsumen terhadap barang dan/atau jasa
yang akan dan sedang diperdagangkan.
7. Impor barang adalah kegiatan memasukkan barang ke dalam daerah pabean.
8. Impor jasa adalah kegiatan penyediaan jasa asing untuk digunakan di dalam
wilayah Republik Indonesia.
9. Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat adalah lembaga non-
Pemerintah yang terdaftar dan diakui oleh Pemerintah yang mempunyai kegiatan
menangani perlindungan konsumen.
10.Klausula Baku adalah setiap aturan atau ketentuan dan syarat-syarat yang telah
dipersiapkaan dan ditetapkan terlebih dahulu secara sepihak oleh pelaku usaha yang
dituangkan dalam suatu dokumen dan/atau perjanjian yang mengikat dan wajib
dipenuhi oleh konsumen-
11.Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen adalah badan yang bertugas menangani
dan menyelesaikan sengketa antara pelaku usaha dan konsumen.
12.Badan Perlindungan Konsumen Nasional adalah badan yang dibentuk untuk
membantu upaya pengembangan perlindungan konsumen.
13.Menteri adalah menteri yang ruang lingkup tugas dan tanggung jawabnya meliputi
bidang perdagangan.
Pasal 2
Perlindungan konsumen berasaskan manfaat, keadilan, keseimbangan, keamanan
dan keselamatan konsumen, serta kepastian hukum.
Pasal 3
Perlindungan konsumen bertujuan :
a. meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk
melindungi diri;
b. mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari
ekses negatif pemakaian barang dan/atau jasa;
c. meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan, dan
menuntut hak-haknya sebagai konsumen;
12
d. menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian
hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi;
e. menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan
konsumen sehingga tumbuh sik.ap yang jujur dan bertanggung jawab dalam
berusaha;
f. meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha
produksi barang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan
keselamatan konsumen.
Pasal 4
Hak konsumen adalah :
1. hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang
dan/atau jasa;
2. hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa
tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;
3. hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang
dan/atau jasa;
4. hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang
digunakan;
5. hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa
perlindungan konsumen secara patut;
6. hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;
7. hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
8. hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang
dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana
mestinya;
9. hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
Pasal 5
Kewajiban konsumen adalah :
a. membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau
pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan;
b. beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa;
c. membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati;
d. mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungankonsumen secara patut.
Pasal 6
Hak pelaku usaha adalah :
a. hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi
dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
b. hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad
tidak baik;
c. hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukum
sengketa konsumen;
d. hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian
konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
e. hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
13
Rangkuman
(4) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 57 Tahun 2001 Tanggal 21 Juli 2001
Tentang Badan Perlindungan Konsumen Nasional
Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan :
1. Perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian
hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen.
2. Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam
masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun mahluk
hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.
3. Badan Perlindungan Konsumen Nasional yang selanjutnya disebut BPKN adalah badan
yang dibentuk untuk membantu upaya pengembangan perlindungan konsumen.
4. Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat adalah lembaga non
Pemerintah yang terdaftar dandiakui oleh Pemerintah yang mempunyai kegiatan
menangani perlindungan konsumen.
5. Pemerintah adalah Pemerintah Pusat.
6. Menteri adalah menteri yang ruang lingkup tugas dan tanggung jawabnya meliputi
bidang perdagangan.
Pasal 2
1. BPKN berkedudukan di Ibukota Republik Indonesia dan bertanggung jawab kepada
Presiden.
2. Apabila diperlukan BPKN dapat membentuk perwakilan di Ibukota Daerah Propinsi
untuk membantu pelaksanaan tugasnya.
Pasal 3
1. BPKN mempunyai fungsi memberikan saran dan pertimbangan kepada pemerintah
dalam upaya mengembangkan perlindungan konsumen di Indonesia.
2. Untuk menjalankan fungsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), BPKN
mempunyai tugas :
a. memberikan saran dan rekomendasi kepada pemerintah dalam rangka
penyusunan kebijaksanaan dibidang perlindungan konsumen;
b. melakukan penelitian dan pengkajian terhadap peraturan perundang-undangan
yang berlaku di bidang perlindungan konsumen;
c. melakukan penelitian terhadap barang dan/atau jasa yang menyangkut
keselamatan konsumen;
d. mendorong berkembangnya lembaga perlindungan konsumen swadaya
masyarakat;
e. menyebarkan informasi melalui media mengenai perlindungan konsumen dan
memasyarakatkan sikap keberpihakan kepada konsumen;
f. menerima pengaduan tentang perlindungan konsumen dari masyarakat, lembaga
perlindungan konsumen swadaya masyarakat, atau pelaku usaha; dan
g. melakukan survei yang menyangkut kebutuhan konsumen.
14
3. Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), BPKN dapat
bekerja sama dengan organisasi konsumen internasional.
Pasal 4
1. BPKN terdiri atas seorang ketua merangkap anggota, seorang wakil ketua
merangkap anggota, serta sekurang-kurangnya 15 (lima belas) orang dan
sebanyak-banyaknya 25 (dua puluh lima) orang anggota yang mewakili semua
unsur.
2. Anggota BPKN sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), terdiri dari unsur-unsur :
a. Pemerintah;
b. Pelaku usaha;
c. Lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat;
d. Akademisi; dan
e. Tenaga ahli.
3. Jumlah wakil setiap unsur yang menjadi anggota BPKN tidak harus sama namum
keseimbangan jumlah wakil setiap unsur harus diperhatikan.
Pasal 5
1. Anggota BPKN diangkat dan diberhentikan oleh Presiden atas usul Menteri, setelah
dikonsultasikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.
2. Masa jabatan ketua, wakil ketua dan anggota BPKN selama 3 (tiga) tahun dan
dapat diangkat kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan berikutnya.
3. Ketua dan Wakil Ketua BPKN dipilih oleh anggota.
Pasal 6
Pengangkatan anggota BPKN melalui tahapan sebagai berikut :
a. Menteri mengajukan usul calon anggota BPKN yang telah memenuhi persyaratan
keanggotaan BPKN kepada Presiden;
b. Calon anggota BPKN dikonsultasikan oleh Presiden kepada Dewan Perwakilan
Rakyat Republik Indonesia;
c. Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia memberikan pertimbangan dan
penilaian terhadap calon anggota BPKN dan menyampaikan hasilnya kepada Presiden;
dan
d. Presiden mengangkat anggota BPKN dari calon anggota BPKN yang telah
dikonsultasikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.
15
Pasal 7
Pemberhentian anggota BPKN melalui tahapan sebagai berikut :
a. Menteri mengajukan usul pemberhentian anggota BPKN yang tidak lagi memenuhi
persyaratan keanggotaan BPKN kepada Presiden;
b. Usul pemberhentian anggota BPKN tersebut dikonsultasikan oleh Presiden kepada
Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.
c. Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia memberikan pertimbangan dan
penilaian terhadap usul pemberhentian anggota BPKN dan menyampaikan hasilnya
kepada Presiden; dan
d. Presiden memberhentikan anggota BPKN yang telah dikonsultasikan kepada
Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.
Pasal 8
1. Anggota BPKN yang berhenti atau diberhentikan sebelum masa jabatannya
berakhir digantikan oleh anggota pengganti antar waktu.
2. Pengangkatan anggota pengganti antar waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) dilakukan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6
3. Pemberhentian anggota pengganti antar waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) dilakukan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7.
Pasal 9
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku sejak tanggal diundangkan agar setiap
orang mengetahui, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan
penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
(5) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 58 Tahun 2001 Tanggal 21 Juli 2001
tentang Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Perlindungan Konsumen
Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan :
1. Perlindungan Konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian
hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen.
2. Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia
dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain maupun
makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.
3. Pelaku usaha adalah setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik yang
berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan
berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik
Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian
menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi.
4. Barang adalah setiap benda baik berwujud maupun tidak berwujud, baik bergerak
maupun tidak bergerak, dapat dihabiskan maupun tidak dapat dihabiskan, yang
dapat untuk diperdagangkan, dipakai, dipergunakan atau dimanfaatkan oleh
konsumen.
5. Jasa adalah setiap layanan yang berbentuk pekerjaan atau prestasi yang
disediakan bagi masyarakat untuk dimanfaatkan oleh konsumen.
6. Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen yang selanjutnya disebut BPSK, adalah
badan yang bertugas menangani dan menyelesaikan sengketa antara pelaku
usaha dan konsumen.
16
7. Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat yang selanjutnya disebut
LPKSM adalah lembaga non Pemerintah yang terdaftar dan diakui oleh Pemerintah
yang mempunyai kegiatan menangani perlindungan konsumen.
8. Badan Perlindungan Konsumen Nasional yang selanjutnya disebut BPKN adalah
badan yang dibentuk untuk membantu upaya pengembangan perlindungan
konsumen.
9. Menteri adalah menteri yang ruang lingkup tugas dan tanggung jawabnya meliputi
bidang perdagangan.
Pasal 2
Pemerintah bertanggung jawab atas pembinaan penyelenggaraan perlindungan
konsumen yang menjamin diperolehnya hak konsumen dan pelaku usaha serta
dilaksanakannya kewajiban konsumen dan pelaku usaha.
Pasal 3
1. Pembinaan penyelenggaraan perlindungan konsumen sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 2 dilakukan oleh Menteri dan atau menteri teknis terkait, yang
meliputi upaya untuk :
a. terciptanya iklim usaha dan tumbuhnya hubungan yang sehat antara pelaku usaha
dan konsumen;
b. berkembangnya lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat; dan
c. meningkatnya kualitas sumber daya manusia serta meningkatnya kegiatan
penelitian dan pengembangan di bidang perlindungan konsumen.
2. Menteri teknis terkait sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) bertanggung jawab
atas pembinaan penyelenggaraan perlindungan konsumen sesuai dengan bidang
tugas masing-masing.
Pasal 4
Dalam upaya untuk menciptakan iklim usaha dan menumbuhkan hubungan yang
sehat antara pelaku usaha dan konsumen, Menteri melakukan koordinasi
penyelenggaraan perlindungan konsumen dengan menteri teknis terkait dalam hal :
a. penyusunan kebijakan di bidang perlindungan konsumen;
b. pemasyarakatan peraturan perundang-undangan dan informasi yang berkaitan
dengan perlindungan konsumen;
c. peningkatan peranan BPKN dan BPSK melalui peningkatan kualitas sumber daya
manusia dan lembaga;
d. peningkatan pemahaman dan kesadaran pelaku usaha dan konsumen terhadap
hak dan kewajiban masing-masing;
e. peningkatan pemberdayaan konsumen melalui pendidikan, pelatihan,
keterampilan;
f. penelitian terhadap barang dan/atau jasa beredar yang menyangkut perlindungan
konsumen;
g. peningkatan kualitas barang dan/atau jasa;
h. peningkatan kesadaran sikap jujur dan tanggung jawab pelaku usaha dalam
memproduksi, menawarkan, mempromosikan, mengiklankan, dan menjual barang
dan/atau jasa; dan;
i. peningkatan pemberdayaan usaha kecil dan menengah dalam memenuhi standar
mutu produksi barang dan/atau jasa serta pencantuman label dan klausula baku.
Pasal 5
Dalam upaya untuk mengembangkan LPKSM, Menteri melakukan koordinasi
penyelenggaraan
perlindungan konsumen dengan menteri teknis terkait dalam hal :
17
a. pemasyarakatan peraturan perundang-undangan dan informasi yang berkaitan
dengan perlindungan konsumen;
b. pembinaan dan peningkatan sumber daya manusia pengelola LPKSM melalui
pendidikan, pelatihan, dan keterampilan.
Pasal 6
Dalam upaya untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia serta
meningkatkan kegiatan penelitian dan pengembangan di bidang perlindungan konsumen,
Menteri melakukan koordinasi penyelenggaraan perlindungan konsumen dengan menteri
teknis terkait dalam hal :
a. peningkatan kualitas aparat penyidik pegawai negeri sipil di bidang perlindungan
konsumen;
b. peningkatan kualitas tenaga peneliti dan penguji barang dan/atau jasa;
c. pengembangan dan pemberdayaan lembaga pengujian mutu barang; dan
d. penelitian dan pengembangan teknologi pengujian dan standar mutu barang dan/atau
jasa serta penerapannya.
Pasal 7
Pengawasan terhadap penyelenggaraan perlindungan konsumen dan penerapan
ketentuan peraturan perundang-undangannya dilaksanakan oleh pemerintah,
masyarakat, dan lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat.
Pasal 8
1. Pengawas oleh pemerintah dilakukan terhadap pelaku usaha dalam memenuhi
standar mutu produksi barang/atau jasa, pencantuman label dan klausula baku, serta
pelayanan purna jual barang dan/atau jasa.
2. Pengawasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam proses
produksi, penawaran, promosi, pengiklanan dan penjualan barang dan/atau jasa.
Pasal 9
1. Pengawasan oleh masyarakat dilakukan terhadap barang dan/atau jasa yang beredar
di pasar.
2. Pengawasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dengan cara penelitian,
pengujian dan atau survei.
3. Aspek pengawasan meliputi pemuatan informasi tentang risiko penggunaan barang
jika diharuskan, pemasangan label, pengiklanan, dan lain-lain yang disyaratkan
berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan dan kebiasaan dalam praktik
dunia usaha.
4. Hasil pengawasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), dapat disebarluaskan
kepada masyarakat dan dapat disampaikan kepada Menteri dan menteri teknis.
Pasal 10
1. Pengawasan oleh LPKSM dilakukan terhadap barang dan/atau jasa yang beredar di
pasar.
2. Pengawasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dengan cara penelitian,
pengujian dan atau survei.
3. Aspek pengawasan meliputi pemuatan informasi tentang risiko penggunaan barang
jika diharuskan, pemasangan label, pengiklanan, dan lain-lain yang disyaratkan
berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan dan kebiasaan dalam praktik
dunia usaha.
18
4. Penelitian, pengujian dan/atau survei sebagaimana dimaksud dalam ayat (2)
dilakukan terhadap barang dan/atau jasa yang diduga tidak memenuhi unsur
keamanan, kesehatan, kenyamanan dan keselamatan konsumen.
5. Hasil pengawasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dapat disebarluaskan
kepada masyarakat dan dapat disampaikan kepada Menteri dan menteri teknis.
Pasal 11
Pengujian terhadap barang dan/atau jasa yang beredar dilaksanakan melalui
laboratorium penguji yang telah diakreditasi sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
Pasal 12
Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah ini, semua peraturan perundang-
undangan yang berkaitandengan pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan
perlindungan konsumen dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan
Peraturan Pemerintah ini.
Pasal 13
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku sejak tanggal diundangkan. Agar setiap
orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan
penempatan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
(6) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 59 Tahun 2001 Tanggal 21 Juli 2001
tentang Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat
Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan :
1. Perlindungan Konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian
hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen.
2. Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersediadalam
masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun
makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.
3. Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat yang selanjutnya disebut
LPKSM adalah Lembaga Non Pemerintah yang terdaftar dan diakui oleh Pemerintah
yang mempunyai kegiatan menangani perlindungan konsumen.
4. Pemerintah adalah Pemerintah Pusat, Pemerintah Propinsi, dan Pemerintah
Kabupaten/Kota.
5. Menteri adalah menteri yang ruang lingkup tugas dan tanggung jawabnya meliputi
bidang perdagangan.
19
Pasal 2
1. Pemerintah mengakui LPKSM yang memenuhi syarat sebagai berikut :
a. terdaftar pada Pemerintah Kabupaten/Kota; dan
b. bergerak di bidang perlindungan konsumen sebagaimana tercantum dalam
anggaran dasarnya.
2. LPKSM sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat melakukan kegiatan
perlindungan konsumen di seluruh wilayah Indonesia.
3. Tata cara pendaftaran LPKSM sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a diatur
lebih lanjut dalam Keputusan Menteri.
Pasal 3
Tugas LPKSM meliputi kegiatan :
a. menyebarkan informasi dalam rangka meningkatkan kesadaran atas hak dan
kewajiban serta kehati-hatian konsumen, dalam mengkonsumsi barang dan/atau
jasa;
b. memberikan nasihat kepada konsumen yang memerlukan;
c. melakukan kerja sama dengan instansi terkait dalam upaya mewujudkan
perlindungan konsumen;
d. membantu konsumen dalam memperjuangkan haknya, termasuk menerima
keluhan atau pengaduan konsumen;
e. melakukan pengawasan bersama pemerintah dan masyarakat terhadap
pelaksanaan perlindungan konsumen.
Pasal 4
Penyebaran informasi yang dilakukan oleh LPKSM, meliputi penyebarluasan
berbagai pengetahuan mengenai perlindungan konsumen termasuk peraturan
perundang-undangan yang berkaitan dengan masalah perlindungan konsumen.
Pasal 5
Pemberian nasihat kepada konsumen yang memerlukan dilaksanakan oleh LPKSM
secara lisan atau tertulis agar konsumen dapat melaksanakan hak dan kewajibannya.
Pasal 6
Pelaksanaan kerja sama LPKSM dengan instansi terkait meliputi pertukaran
informasi mengenai perlindungan konsumen, pengawasan atas barang dan/atau jasa
yang beredar, dan penyuluhan serta pendidikan konsumen.
Pasal 7
Dalam membantu konsumen untuk memperjuangkan haknya, LPKSM dapat
melakukan advokasi atau pemberdayaan konsumen agar mampu memperjuangkan
haknya secara mandiri, baik secara perorangan maupun kelompok.
Pasal 8
Pengawasan perlindungan konsumen oleh LPKSM bersama Pemerintah dan
masyarakat dilakukan atas barang dan/atau jasa yang beredar di pasar dengan cara
penelitian, pengujian dan/atau survei.
20
Pasal 9
1. Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, LPKSM dapat
bekerja sama dengan organisasi atau lembaga lainnya, baik yang bersifat nasional
maupun internasional.
2. LPKSM melaporkan pelaksanaan tugasnya kepada Pemerintah Kabupaten/Kota setiap
tahun.
Pasal 10
1. Pemerintah membatalkan pendaftaran LPKSM, apabila LPKSM tersebut :
a. tidak lagi menjalankan kegiatan perlindungan konsumen; atau
b. terbukti melakukan kegiatan pelanggaran ketentuan Undang-undang Nomor 8
Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dan peraturan pelaksanaannya.
2. Ketentuan mengenai tata cara pembatalan pendaftaran sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dalam keputusan Menteri.
Pasal 11
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku sejak tanggal diundangkan. Agar setiap orang
mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan
penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
(7)Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 90 Tahun 2001 Tanggal 21 Juli 2001
tentang Pembentukan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Pemerintah Kota Medan,
Kota Palembang, Kota Jakarta Pusat, Kota Jakarta Barat, Kota Bandung, Kota Semarang,
Kota Yogyakarta Kota Surabaya, Kota Malang, dan Kota Makassar
Pasal 1
Membentuk Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen yang selanjutnya dalam
Keputusan Presiden ini disebut BPSK, pada Pemerintah Kota Medan, Kota Palembang,
Kota Jakarta Pusat, Kota Jakarta Barat, Kota Bandung, Kota Semarang, Kota Yogyakarta,
Kota Surabaya, Kota Malang, dan Kota Makassar.
Pasal 2
Setiap konsumen yang dirugikan atau ahli warisnya dapat menggugat pelaku usaha
melalui BPSK di tempat domisili konsumen atau pada BPSK yang terdekat.
Pasal 3
Biaya pelaksanaan tugas BPSK dibebankan kepada Anggaran Pendapatan Belanja Negara
dan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah.
Pasal 4
Keputusan Presiden ini mulai berlaku sejak tanggal diundangkan. Agar setiap orang
mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Keputusan Presiden ini dengan
penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Pasal 1
21
Dalam Keputusan ini yang dimaksud dengan :
1. Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat yang selanjutnya dalam
Keputusan ini disebut LPKSM adalah Lembaga Non Pemerintah yang terdaftar dan
diakui oleh Pemerintah yang mempunyai kegiatan menangani perlindungan
konsumen.
2. Tanda Daftar Lembaga Perlindungan Konsumen yang selanjutnya dalam Keputusan ini
disebut TDLPK adalah Tanda Daftar yang diberikan oleh Pemerintah kepada LPKSM
yang memenuhi persyaratan untuk bergerak di bidang penyelenggaraan perlindungan
konsumen.
3. Cabang LPKSM adalah LPKSM yang merupakan unit atau bagian dari LPKSM induknya
yang dapat berkedudukan di tempat yang berlainan dan bertugas untuk
melaksanakan sebagian tugas dari induknya.
4. Perwakilan LPKSM adalah LPKSM yang bertindak mewakili Kantor Pusat LPKSM untuk
melakukan suatu kegiatan dan atau pengurusannya ditentukan sesuai wewenang
yang diberikan.
5. Menteri adalah Menteri yang ruang lingkup tugas dan tanggung jawabnya meliputi
bidang perdagangan;
6. Kepala Dinas adalah Kepala unit kerja yang ruang lingkup tugas dan tanggung
jawabnya meliputi bidang perdagangan pada daerah Kabupaten atau daerah Kota.
Pasal 2
1. Pemerintah mengakui setiap LPKSM yang memenuhi syarat untuk bergerak di
bidang perlindungan konsumen sebagaimana tercantum dalam anggaran dasar
pendiriannya.
2. Pengakuan LPKSM sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan melalui
pendaftaran dan penerbitan TDLPK.
Pasal 3
1. Kewenangan penerbitan TDLPK berada pada Menteri.
2. Menteri melimpahkan kewenangan penerbitan TDLPK sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) kepada Bupati atau Walikota.
3. Bupati atau Walikota dapat melimpahkan kembali kewenangan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (2) kepada Kepala Dinas.
Pasal 4
1. TDLPK diterbitkan berdasarkan tempat kedudukan atau domisili LPKSM.
2. TDLPK sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berlaku di seluruh wilayah Republik
Indonesia.
Pasal 5
Kantor cabang atau kantor perwakilan LPKSM dalam menjalankan kegiatan
penyelenggaraan perlindungan konsumen dapat mempergunakan TDLPK Kantor Pusat
dan dibebaskan dari pendaftaran untuk memperoleh TDLPK.
22
Pasal 6
1. Permohonan untuk memperoleh TDLPK diajukan oleh Lembaga Swadaya
Masyarakat kepada Bupati atau Walikota melalui Kepala Dinas setempat, dengan
mengisi Formulir Surat Permohonan (SP-TDLPK) Model A sebagaimana dimaksud
dalam Lampiran I Keputusan ini.
2. Apabila kewenangan pemberian TDLPK dilimpahkan kepada Kepala Dinas
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3), maka permohonan diajukan langsung
kepada Kepala Dinas setempat dengan mengisi Formulir Surat Permohonan (SP-
TDLPK) Model A, sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I Keputusan ini.
3. Permohonan TDLPK sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) ditanda
tangani oleh pimpinan Lembaga Swadaya Masyarakat atau penanggung jawab atau
kuasanya.
Pasal 7
1. Permohonan TDLPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dilampiri dokumen-
dokumen sebagai berikut :
a. Bagi Lembaga Swadaya Masyarakat yang berstatus Badan Hukum atau Yayasan :
1. Copy Akta Notaris Pendirian Badan Hukum atau Yayasan yang telah mendapat
Pengesahan badan Hukum dari Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia atau
Instansi yang berwenang;
2. Copy Kartu Tanda Penduduk (KTP) pimpinan/penanggung jawab Lembaga
Swadaya Masyarakat yang masih berlaku; dan
3. Copy Surat keterangan tempat kedudukan/domisili Lembaga Swadaya
Masyarakat dari Lurah/Kepala Desa setempat.
b. Lembaga Swadaya Masyarakat yang tidak berstatus Badan Hukum maupun
Yayasan :
1. Copy Akta Notaris Pendirian Lembaga Swadaya Masyarakat atau Akta Notaris
yang telah mendapat pengesahan dari Instansi yang berwenang;
2. Copy Kartu Tanda Penduduk (KTP) pimpinan/penanggung jawab Lembaga
Swadaya Masyarakat yang masih berlaku; dan
3. Copy Surat keterangan tempat kedudukan/domisili Lembaga Swadaya
Masyarakat dari Lurah/Kepala Desa setempat.
2. Dokumen sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disertai dengan daftar lengkap
susunan anggota, pengurus dan susunan organisasi.
3. Apabila pengesahan Badan Hukum atau Yayasan atau yang tidak berstatus Badan
Hukum maupun Yayasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) belum diperoleh,
maka pemohon TDLPK cukup melampirkan copy akta pendirian Lembaga Swadaya
Masyarakat dan copy surat permohonan pengesahan atau bukti setor Biaya
Administrasi Pembayaran proses pengesahan sebagai kelengkapan persyaratan.
4. Apabila pengesahan Badan Hukum atau Yayasan atau yang tidak berstatus Badan
Hukum maupun Yayasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) telah diterbitkan,
maka pemohon TDLPK wajib menyampaikan copy Surat Keputusan pengesahan
kepada Bupati atau Walikota atau Kepala Dinas yang bersangkutan paling lama 14
(empat belas) hari kerja terhitung sejak tanggal diterbitkannya pengesahan.
5. Apabila permohonan pengesahan Badan Hukum atau Yayasan atau yang tidak
berstatus Badan Hukum maupun Yayasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3)
ditolak maka penerbitan TDLPK ditunda sampai adanya pengesahan.
6. `Copy Dokumen sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) perlu ditunjukkan aslinya
guna keabsahan dokumen yang bersangkutan.
Pasal 8
23
1. Selambat-lambatnya 5 (lima) hari kerja terhitung sejak diterimanya SP-TDLPK
Model A sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) dan Pasal 7 secara lengkap
dan benar, Bupati atau Walikota atau Kepala Dinas yang bersangkutan wajib
menerbitkan TDLPK dengan menggunakan Formulir TDLPK Model B sebagaimana
dimaksud dalam Lampiran II Keputusan ini.
2. Apabila setelah jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) TDLPK
tidak/belum diterbitkan maka LPKSM yang bersangkutan dianggap telah terdftar.
3. Apabila pengisian TDLPK dan kelengkapannya belum lengkap dan benar maka
Bupati atau Walikota atau Kepala Dinas yang bersangkutan selambat-lambatnya
dalam waktu 5 (lima) hari kerja terhitung sejak diterimanya SP-TDLPK Model A,
wajib memberitahukan secara tertulis kepada pemohon yang bersangkutan
disertai alasan-alasannya.
4. Pemohon wajib melakukan perbaikan dan atau melengkapi persyaratan selambat-
lambatnya 5 (lima) hari kerja terhitung sejak diterimanya Surat Pemberitahuan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (3).
5. Apabila setelah jangka waktu yang ditentukan sebagaimana dimaksud dalam ayat
(4) pemohon yang bersangkutan tidak dapat memenuhi persyaratan secara
lengkap dan benar, maka Bupati atau Walikota atau Kepala Dinas menolak
Permohonan TDLPK.
6. Pemohon yang ditolak Permohonan TDLPKnya dapat mengajukan kembali
permohonannya dengan memenuhi persyaratan sebagaimana tercantum dalam
Pasal 6 dan Pasal 7 Keputusan ini.
Pasal 9
1. LPKSM yang membuka kantor cabang atau kantor perwakilan, wajib melapor
secara tertulis kepada Bupati atau Walikota atau Kepala Dinas di tempat
kedudukan kantor cabang atau kantor perwakilan LPKSM tanpa wajib mengisi
formulir Surat Permohonan (SP-TDLPK) Model A.
2. Laporan tertulis sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilampiri dokumen sebagai
berikut :
a. copy TDLPK Kantor Pusat yang telah dilegalisir oleh pejabat yang berwenang
menerbitkan TDLPK;
b. copy KTP penanggung jawab kantor cabang atau kantor perwakilan LPKSM di
tempat;
c. struktur organisasi, susunan pengurus dan anggota kantor cabang atau kantor
perwakilan.
d. Selambat-lambatnya 5 (lima) hari kerja terhitung sejak diterimanya laporan
tertulis sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2), Bupati atau
Walikota atau Kepala Dinas di tempat kedudukan kantor cabang atau kantor
perwakilan mencatat pembukaan kantor cabang atau kantor perwakilan dengan
membubuhkan tanda tangan, cap stempel pada copy TDLPK Pusat sebagai
bukti bahwa TDLPK berlaku bagi kantor cabang atau kantor perwakilan.
Pasal 10
1. Setiap perubahan data TDLPK yang menyangkut nama, alamat dan status hukum
LPKSM wajib dilaporkan kepada Bupati atau Walikota atau Kepala Dinas yang
berwenang menerbitkan TDLPK untuk mengganti TDLPK dengan mengajukan
permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dan Pasal 7 Keputusan ini.
2. Perubahan data TDLPK sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dengan
menerbitkan TDLPK baru dan TDLPK lama dinyatakan tidak berlaku lagi.
3. Bupati atau Walikota atau Kepala Dinas yang bersangkutan selambat-lambatnya 5
(lima) hari kerja terhitung sejak diterimanya permohonan perubahan data
24
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib mengeluarkan TDLPK dengan
menggunakan Formulir TDLPK Model B.
4. Perubahan pengurus, struktur organisasi, kegiatan dan perubahan lainnya cukup
dilaporkan secara tertulis tanpa harus mengubah atau mengganti TDLPK.
Pasal 11
1. Apabila TDLPK yang telah diperoleh LPKSM hilang atau rusak tidak terbaca, LPKSM
yang bersangkutan wajib mengajukan permohonan penggantian TDLPK secara
tertulis kepada Bupati atau Walikota atau Kepala Dinas yang berwenang
mengeluarkan TDLPK untuk memperoleh penggantian TDLPK baru.
2. Permohonan penggantian TDLPK yang hilang atau rusak sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) diajukan dengan mengisi Formulir Surat Permohonan (SP-TDLPK)
Model A sebagaimana tercantum dalam lampiran I Keputusan ini dengan :
a. melampirkan Surat Keterangan Hilang dari Kepolisian setempat bagi TDLPK
yang hilang; atau
b. melampirkan TDLPK asli yang rusak atau tidak terbaca.
3. Selambat-lambatnya 5 (lima) hari kerja terhitung sejak diterimanya Surat
Permohonan penggantian TDLPK sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), Bupati
atau Walikota atau Kepala Dinas yang bersangkutan wajib mengeluarkan TDLPK
Pengganti dengan menggunakan Formulir TDLPK Model B dengan dibubuhi kata
Duplikat atau Pengganti.
4. Dengan diterbitkan TDLPK pengganti/duplikat, maka TDLPK lama yang hilang atau
rusak dinyatakan tidak berlaku lagi.
5. Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) TDLPK tidak
atau belum diterbitkan, maka LPKSM yang bersangkutan dianggap telah memiliki
TDLPK pengganti/duplikat.
Pasal 12
1. LPKSM yang telah memperoleh TDLPK wajib menyampaikan laporan kegiatan
kepada Bupati atau Walikota atau Kepala Dinas yang berwenang menerbitkan
TDLPK setiap sekali setahun terhitung mulai tanggal penerbitan TDLPK dengan
menggunakan Formulir Laporan (LP-TDLPK) Model C sebagaimana tercantum
dalam Lampiran III Keputusan ini, dengan tembusan kepada Gubernur cq. Kepala
Dinas propinsi yang ruang lingkup tugasnya meliputi bidang perdagangan.
2. Apabila diperlukan Menteri sewaktu-waktu dapat meminta laporan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) kepada Bupati atau Walikota atau Kepala Dinas atau
langsung kepada LPKSM yang bersangkutan.
Pasal 13
Bupati atau Walikota atau Kepala Dinas menyampaikan laporan tentang
rekapitulasi kegiatan LPKSM di wilayah kerjanya kepada Gubernur dengan tembusan
kepada Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri cq. Direktur Perlindungan
Konsumen.
25
Pasal 14
1. LPKSM diberi peringatan tertulis apabila :
a. tidak memberikan laporan tertulis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1),
Pasal 11 ayat (1) atau Pasal 12 ayat (1) selama 2 (dua) tahun berturut-turut;
b. melakukan kegiatan pelanggaran yang dapat dikenakan sanksi administratif oleh
ketentuan Perundang-undangan yang berkaitan dengan Perlindungan Konsumen.
2. Kantor Cabang atau Kantor Perwakilan LPKSM diberi peringatan tertulis apabila :
a. tidak memberikan laporan tertulis sebagaimana dimaksud Pasal 9 ayat (1);
b. melakukan kegiatan pelanggaran yang dapat dikenakan sanksi administratif oleh
ketentuan Perundang-undangan yang berkaitan dengan Perlindungan Konsumen.
3. Peringatan tertulis sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diberikan
sebanyak-banyaknya 3 (tiga) kali berturut-turut dalam tenggang waktu 1 (satu) bulan
untuk setiap peringatan oleh Bupati atau Walikota atau Kepala Dinas yang
menerbitkan TDLPK dengan menggunakan Formulir Peringatan (P- TDLPK) Model D
sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV Keputusan ini.
Pasal 15
1. TDLPK dibekukan apabila LPKSM yang bersangkutan :
a. tidak mengindahkan peringatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (3)
Keputusan ini; atau
b. sedang terlibat pemeriksaan perkara pelanggaran terhadap ketentuan Undang-
undang Nomor 8 Tahun 1999 dan peraturan perundang-undangan lainnya yang
berkaitan dengan perlindungan konsumen dalam proses pengadilan.
2. Selama TDLPK dibekukan, keikutsertaan LPKSM dalam keanggotaan Badan
Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) ataupun Badan Penyelesaian Sengketa
Konsumen (BPSK) dibekukan.
3. Pembekuan TDLPK sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a berlaku selama 6
(enam) bulan terhitung sejak dikeluarkan penetapan pembekuan, sedangkan
pembekuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b berlaku sejak proses
perkara dimulai sampai dengan adanya keputusan pengadilan yang mempunyai
kekuatan hukum tetap.
4. Pembekuan TDLPK dilakukan oleh Bupati atau Walikota atau Kepala Dinas yang
berwenang menerbitkan TDLPK dengan menggunakan Formulir Pembekuan (PB-
TDLPK) Model E sebagaimana tercantum dalam Lampiran V Keputusan ini.
5. TDLPK yang telah dibekukan dapat diberlakukan kembali dengan surat pencabutan
pembekuan, apabila LPKSM yang bersangkutan telah mengindahkan peringatan
dengan melakukan perbaikan atas ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
huruf a dan melaksanakan kewajibannya sesuai dengan ketentuan dalam keputusan
ini atau dinyatakan tidak bersalah atas ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) huruf b berdasarkankeputusan Pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum
tetap.
Pasal 16
1. TDLPK dibatalkan apabila LPKSM yang bersangkutan :
a. tidak lagi menjalankan kegiatan perlindungan konsumen; atau
b. tidak melakukan perbaikan setelah melampaui batas waktu pembekuan, dan telah
ada Keputusan Pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 15 ayat (3) Keputusan ini;
c. TDLPK diperoleh berdasarkan keterangan atau data yang tidak benar atau palsu.
2. Pembatalan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf c dilakukan tanpa melalui
proses peringatan maupun pembekuan.
26
3. Kewenangan pembatalan TDLPK dilakukan oleh pejabat yang menerbitkan TDLPK
dengan menggunakan Formulir Pembatalan (PBT-TDLPK) Model F sebagaimana
tercantum dalam Lampiran VI Keputusan ini.
Pasal 17
1. Terhadap pembatalan TDLPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (3),
kecuali disebabkan oleh alasan adanya keputusan Pengadilan yang telah mempunyai
kekuatan hukum tetap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) huruf b, LPKSM
dapat mengajukan permohonan keberatan pada Direktur Jenderal Perdagangan Dalam
Negeri selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak dikeluarkan
pembatalan TDLPK.
2. Pejabat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat menerima atau
menolakpermohonan keberatan selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari kerja
terhitung sejak diterimanya permohonan keberatan.
Pasal 18
1. Apabila permohonan keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2)
diterima, Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri mengeluarkan surat
pemberitahuan kepada pejabat yang berwenang menerbitkan TDLPK bahwa
keberatan LPKSM yang bersangkutan dapat diterima disertai dengan alasan-alasan.
2. Apabila permohonan keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2)
Keputusan ini ditolak, Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri mengeluarkan
surat pemberitahuan kepada pejabat yang berwenang menerbitkan TDLPK bahwa
keberatan LPKSM tidak dapat diterima dan pembatalan berlaku definitif.
Pasal 19
Apabila pejabat yang berwenang menerbitkan TDLPK berhalangan selama 5 (lima)
hari kerja berturut-turut atau lebih, pejabat yang bersangkutan wajib menunjuk seorang
pejabat setingkat lebih rendah yang ruang lingkup tugasnya meliputi bidang
Perlindungan Konsumen, yang bertindak untuk dan atas nama pejabat yang berwenang
menerbitkan TDLPK.
Pasal 20
Hal-hal teknis yang belum cukup diatur dalam Keputusan ini akan ditetapkan lebih
lanjut dengan Keputusan Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri.
Pasal 21
Keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan. Agar setiap orang
mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Keputusan ini dengan penempatannya
dalam Berita Negara Republik Indonesia.
27
(9) Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia Nomor
605/MPP/KEP/8/2002 tentang Pengangkatan Anggota Badan Penyelesaian Sengketa
Konsumen Pada Pemerintah Kota Makassar, Kota Palembang, Kota Surabaya, Kota
Bandung, Kota Semarang, Kota Yogyakarta, dan Kota Medan
KEDUA : Masa kerja anggota sebagaimana dimaksud dalam Diktum PERTAMA berlaku
selama 5 (lima) Tahun terhitung sejak tanggal pelantikan.
28