You are on page 1of 10

‫م‬ ‫حي‬

ِ ‫ر‬
ّ ‫ال‬ ‫ن‬ ‫ـ‬ٰ ‫م‬
َ ‫ح‬
ْ ‫ر‬
ّ ‫ال‬ ‫ه‬
ِ ّ ‫سم ِ الل‬
ْ ِ‫ب‬
ِ ِ
Tugas Mata Pelajaran Bahasa Indonesia
Nama : Febya Edyna Yusuf
Kelas : XII IPA 3
Guru Mata Pelajaran : Dra Diah E. Ritta
Sekolah : SMAN 2 Palangka Raya

PUISI
1. Pengertian
Secara etimologis, kata puisi dalam bahasa Yunani berasal dari poesis yang artinya berati penciptaan. Dalam
bahasa Inggris, padanan kata puisi ini adalah poetry yang erat dengan –poet dan -poem. Mengenai kata poet, Coulter
(dalam Tarigan, 1986:4) menjelaskan bahwa kata poet berasal dari Yunani yang berarti membuat atau mencipta.
Dalam bahasa Yunani sendiri, kata poet berarti orang yang mencipta melalui imajinasinya, orang yang hampir-hampir
menyerupai dewa atau yang amat suka kepada dewa-dewa. Dia adalah orang yang berpenglihatan tajam, orang suci,
yang sekaligus merupakan filsuf, negarawan, guru, orang yang dapat menebak kebenaran yang tersembunyi.
Shahnon Ahmad (dalam Pradopo, 1993:6) mengumpulkan definisi puisi yang pada umumnya dikemukakan
oleh para penyair romantik Inggris sebagai berikut.
(1) Samuel Taylor Coleridge mengemukakan puisi itu adalah kata-kata yang terindah dalam susunan terindah.
Penyair memilih kata-kata yang setepatnya dan disusun secara sebaik-baiknya, misalnya seimbang, simetris,
antara satu unsur dengan unsur lain sangat erat berhubungannya, dan sebagainya.
(2) Carlyle mengatakan bahwa puisi merupakan pemikiran yang bersifat musikal. Penyair menciptakan puisi itu
memikirkan bunyi-bunyi yang merdu seperti musik dalam puisinya, kata-kata disusun begitu rupa hingga yang
menonjol adalah rangkaian bunyinya yang merdu seperti musik, yaitu dengan mempergunakan orkestra bunyi.
(3) Wordsworth mempunyai gagasan bahwa puisi adalah pernyataan perasaan yang imajinatif, yaitu perasaan yang
direkakan atau diangankan. Adapun Auden mengemukakan bahwa puisi itu lebih merupakan pernyataan perasaan
yang bercampur-baur.
(4) Dunton berpendapat bahwa sebenarnya puisi itu merupakan pemikiran manusia secara konkret dan artistik dalam
bahasa emosional serta berirama. Misalnya, dengan kiasan, dengan citra-citra, dan disusun secara artistik
(misalnya selaras, simetris, pemilihan kata-katanya tepat, dan sebagainya), dan bahasanya penuh perasaan, serta
berirama seperti musik (pergantian bunyi kata-katanya berturu-turut secara teratur).
(5) Shelley mengemukakan bahwa puisi adalah rekaman detik-detik yang paling indah dalam hidup. Misalnya saja
peristiwa-peristiwa yang sangat mengesankan dan menimbulkan keharuan yang kuat seperti kebahagiaan,
kegembiraan yang memuncak, percintaan, bahkan kesedihan karena kematian orang yang sangat dicintai.
Semuanya merupakan detik-detik yang paling indah untuk direkam.
Dari definisi-definisi di atas memang seolah terdapat perbedaan pemikiran, namun tetap terdapat benang
merah. Shahnon Ahmad (dalam Pradopo, 1993:7) menyimpulkan bahwa pengertian puisi di atas terdapat garis-garis
besar tentang puisi itu sebenarnya. Unsur-unsur itu berupa emosi, imajinas, pemikiran, ide, nada, irama, kesan
pancaindera, susunan kata, kata kiasan, kepadatan, dan perasaan yang bercampur-baur.

2. Unsur-unsur Puisi
Berikut ini merupakan beberapa pendapat mengenai unsur-unsur puisi.
(1) Richards (dalam Tarigan, 1986) mengatakan bahwa unsur puisi terdiri dari (1) hakikat puisi yang melipuiti tema
(sense), rasa (feeling), amanat (intention), nada (tone), serta (2) metode puisi yang meliputi diksi, imajeri, kata
nyata, majas, ritme, dan rima.
(2) Waluyo (1987) yang mengatakan bahwa dalam puisi terdapat struktur fisik atau yang disebut pula sebagai
struktur kebahasaan dan struktur batin puisi yang berupa ungkapan batin pengarang.
(3) Altenberg dan Lewis (dalam Badrun, 1989:6), meskipun tidak menyatakan secara jelas tentang unsur-unsur puisi,
namun dari outline buku mereka bisa dilihat adanya (1) sifat puisi, (2) bahasa puisi: diksi, imajeri, bahasa kiasan,
sarana retorika, (3) bentuk: nilai bunyi, verifikasi, bentuk, dan makna, (4) isi: narasi, emosi, dan tema.
(4) Dick Hartoko (dalam Waluyo, 1987:27) menyebut adanya unsur penting dalam puisi, yaitu unsur tematik atau
unsur semantik puisi dan unsur sintaksis puisi. Unsur tematik puisi lebih menunjuk ke arah struktur batin puisi,
unsur sintaksis menunjuk ke arah struktur fisik puisi.
(5) Meyer menyebutkan unsur puisi meliputi (1) diksi, (2) imajeri, (3) bahasa kiasan, (4) simbol, (5) bunyi, (6) ritme,
(7) bentuk (Badrun, 1989:6).
Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa unsur-unsur puisi meliputi (1) tema, (2) nada, (3)
rasa, (4) amanat, (5) diksi, (6) imaji, (7) bahasa figuratif, (8) kata konkret, (9) ritme dan rima. Unsur-unsur puisi ini,
menurut pendapat Richards dan Waluyo dapat dipilah menjadi dua struktur, yaitu struktur batin puisi (tema, nada,
rasa, dan amanat) dan struktur fisik puisi (diksi, imajeri, bahasa figuratif, kata konkret, ritme, dan rima). Djojosuroto
(2004:35) menggambarkan sebagai berikut.
Gambar 1. Puisi sebagai struktur
Berdasarkan pendapat Richards, Siswanto dan Roekhan (1991:55-65) menjelaskan unsur-unsur puisi sebagai
berikut.

2.1 Struktur Fisik Puisi


Adapun struktur fisik puisi dijelaskan sebagai berikut.
(1) Perwajahan puisi (tipografi), yaitu bentuk puisi seperti halaman yang tidak dipenuhi kata-kata, tepi kanan-kiri,
pengaturan barisnya, hingga baris puisi yang tidak selalu dimulai dengan huruf kapital dan diakhiri dengan tanda
titik. Hal-hal tersebut sangat menentukan pemaknaan terhadap puisi.
(2) Diksi, yaitu pemilihan kata-kata yang dilakukan oleh penyair dalam puisinya. Karena puisi adalah bentuk karya
sastra yang sedikit kata-kata dapat mengungkapkan banyak hal, maka kata-katanya harus dipilih secermat
mungkin. Pemilihan kata-kata dalam puisi erat kaitannya dengan makna, keselarasan bunyi, dan urutan kata.
Geoffrey (dalam Waluyo, 19987:68-69) menjelaskan bahwa bahasa puisi mengalami 9 (sembilan) aspek
penyimpangan, yaitu penyimpangan leksikal, penyimpangan semantis, penyimpangan fonologis, penyimpangan
sintaksis, penggunaan dialek, penggunaan register (ragam bahasa tertentu oleh kelompok/profesi tertentu),
penyimpangan historis (penggunaan kata-kata kuno), dan penyimpangan grafologis (penggunaan kapital hingga
titik)
(3) Imaji, yaitu kata atau susunan kata-kata yang dapat mengungkapkan pengalaman indrawi, seperti penglihatan,
pendengaran, dan perasaan. Imaji dapat dibagi menjadi tiga, yaitu imaji suara (auditif), imaji penglihatan (visual),
dan imaji raba atau sentuh (imaji taktil). Imaji dapat mengakibatkan pembaca seakan-akan melihat, medengar, dan
merasakan seperti apa yang dialami penyair.
(4) Kata kongkret, yaitu kata yang dapat ditangkap dengan indera yang memungkinkan munculnya imaji. Kata-kata
ini berhubungan dengan kiasan atau lambang. Misal kata kongkret “salju: melambangkan kebekuan cinta,
kehampaan hidup, dll., sedangkan kata kongkret “rawa-rawa” dapat melambangkan tempat kotor, tempat hidup,
bumi, kehidupan, dll.
(5) Bahasa figuratif, yaitu bahasa berkias yang dapat menghidupkan/meningkatkan efek dan menimbulkan konotasi
tertentu (Soedjito, 1986:128). Bahasa figuratif menyebabkan puisi menjadi prismatis, artinya memancarkan
banyak makna atau kaya akan makna (Waluyo, 1987:83). Bahasa figuratif disebut juga majas. Adapaun macam-
amcam majas antara lain metafora, simile, personifikasi, litotes, ironi, sinekdoke, eufemisme, repetisi, anafora,
pleonasme, antitesis, alusio, klimaks, antiklimaks, satire, pars pro toto, totem pro parte, hingga paradoks.
(6) Versifikasi, yaitu menyangkut rima, ritme, dan metrum. Rima adalah persamaan bunyi pada puisi, baik di awal,
tengah, dan akhir baris puisi. Rima mencakup (1) onomatope (tiruan terhadap bunyi, misal /ng/ yang memberikan
efek magis pada puisi Sutadji C.B.), (2) bentuk intern pola bunyi (aliterasi, asonansi, persamaan akhir, persamaan
awal, sajak berselang, sajak berparuh, sajak penuh, repetisi bunyi [kata], dan sebagainya [Waluyo, 187:92]), dan
(3) pengulangan kata/ungkapan. Ritma merupakan tinggi rendah, panjang pendek, keras lemahnya bunyi. Ritma
sangat menonjol dalam pembacaan puisi.

2.2 Struktur Batin Puisi


Adapun struktur batin puisi akan dijelaskan sebagai berikut.
(1) Tema/makna (sense); media puisi adalah bahasa. Tataran bahasa adalah hubungan tanda dengan makna, maka
puisi harus bermakna, baik makna tiap kata, baris, bait, maupun makna keseluruhan.
(2) Rasa (feeling), yaitu sikap penyair terhadap pokok permasalahan yang terdapat dalam puisinya. Pengungkapan
tema dan rasa erat kaitannya dengan latar belakang sosial dan psikologi penyair, misalnya latar belakang
pendidikan, agama, jenis kelamin, kelas sosial, kedudukan dalam masyarakat, usia, pengalaman sosiologis dan
psikologis, dan pengetahuan. Kedalaman pengungkapan tema dan ketepatan dalam menyikapi suatu masalah tidak
bergantung pada kemampuan penyairmemilih kata-kata, rima, gaya bahasa, dan bentuk puisi saja, tetapi lebih
banyak bergantung pada wawasan, pengetahuan, pengalaman, dan kepribadian yang terbentuk oleh latar belakang
sosiologis dan psikologisnya.
(3) Nada (tone), yaitu sikap penyair terhadap pembacanya. Nada juga berhubungan dengan tema dan rasa. Penyair
dapat menyampaikan tema dengan nada menggurui, mendikte, bekerja sama dengan pembaca untuk memecahkan
masalah, menyerahkan masalah begitu saja kepada pembaca, dengan nada sombong, menganggap bodoh dan
rendah pembaca, dll.
(4) Amanat/tujuan/maksud (itention); sadar maupun tidak, ada tujuan yang mendorong penyair menciptakan puisi.
Tujuan tersebut bisa dicari sebelum penyair menciptakan puisi, maupun dapat ditemui dalam puisinya.

PUISI LAMA

A.PENGERTIAN
Puisi lama merupakan pancaran kehidupan masyarakat lama yang memiliki ciri-ciri:
1. bersatu, tidak pecah belah, dan hidup lebih padu, dalam kesatuan itu ada yang mengikat yaitu adat istiadat
yang telah turun-temurun,
2. setiap orang saling mengenali
3. hidup tolong-menolong, bergotong –royong membangun rumah, mengerjakan sawah, mengadakan keramaian,
suka duka selalu bersatu

Ciri puisi lama:


1. merupakan puisi rakyat yang tak dikenal nama pengarangnya
2. disampaikan lewat mulut ke mulut, jadi merupakan sastra lisan
3. sangat terikat oleh aturan-aturan seperti jumlah baris tiap bait, jumlah suku kata maupun rima

B. MACAM-MACAM PUISI LAMA


1. MANTRA
Mantra adalah merupakan puisi tua, keberadaannya dalam masyarakat Melayu pada mulanya bukan
sebagai karya sastra, melainkan lebih banyak berkaitan dengan adat dan kepercayaan.
Contoh:Assalammu’alaikum putri satulung besar
Yang beralun berilir simayang
Mari kecil, kemari
Aku menyanggul rambutmu
Aku membawa sadap gading
Akan membasuh mukamu

2.GURINDAM
Gurindam berasal dari Tamil (India). Gurindam adalah satu bentuk puisi Melayu lama yang terdiri dari dua
baris kalimat dengan irama akhir yang sama, yang merupakan satu kesatuan yang utuh. Baris pertama
berisikan semacam soal, masalah atau perjanjian dan baris kedua berisikan jawabannya atau akibat dari
masalah atau perjanjian pada baris pertama tadi.
CIRI-CIRI GURINDAM:
a. Sajak akhir berirama a – a ; b – b; c – c dst.
b. Isinya merupakan nasihat yang cukup jelas yakni menjelaskan atau menampilkan suatu sebab akibat.
Contoh : Kurang pikir kurang siasat (a)
Tentu dirimu akan tersesat (a)
Barang siapa tinggalkan sembahyang ( b )
Bagai rumah tiada bertiang ( b )
Jika suami tiada berhati lurus ( c )
Istri pun kelak menjadi kurus ( c )
Gurindam yang terkenal adalah Gurindam Dua Belas karya Raja Ali Haji seorang sastrawan Melayu. Disebut
Gurindan Dua Belas karena terdiri atas dua belas pasal.
Gurindam pasal I Gurindam pasal II
Barang siapa tiada memegang agama, Barang siapa mengenal yang tersebut,
sekali-kali tiada boleh dibilangkan nama. tahulah ia makna takut.
Barang siapa mengenal yang empat, Barang siapa meninggalkan sembahyang,
maka ia itulah orang ma'rifat seperti rumah tiada bertiang.
Barang siapa mengenal Allah, Barang siapa meninggalkan puasa,
suruh dan tegahnya tiada ia menyalah. tidaklah mendapat dua temasya.
Barang siapa mengenal diri, Barang siapa meninggalkan zakat,
maka telah mengenal akan Tuhan yang bahari. tiadalah hartanya beroleh berkat.
Barang siapa mengenal dunia, Barang siapa meninggalkan haji,
tahulah ia barang yang terpedaya. tiadalah ia menyempurnakan janji.
Barang siapa mengenal akhirat,
tahulah ia dunia melarat.
Gurindam pasal III Gurindam pasal IV
Apabila terpelihara mata, Hati kerajaan di dalam tubuh,
sedikitlah cita-cita. jikalau zalim segala anggota pun roboh.
Apabila terpelihara kuping, Apabila dengki sudah bertanah,
khabar yang jahat tiadalah damping. datanglah daripadanya beberapa anak panah.
Apabila terpelihara lidah, Mengumpat dan memuji hendaklah pikir,
nescaya dapat daripadanya faedah. di situlah banyak orang yang tergelincir.
Bersungguh-sungguh engkau memeliharakan tangan, Pekerjaan marah jangan dibela,
daripada segala berat dan ringan. nanti hilang akal di kepala.
Apabila perut terlalu penuh, Jika sedikitpun berbuat bohong,
keluarlah fi'il yang tiada senonoh. boleh diumpamakan mulutnya itu pekong.
Anggota tengah hendaklah ingat, Tanda orang yang amat celaka,
di situlah banyak orang yang hilang semangat aib dirinya tiada ia sangka.
Hendaklah peliharakan kaki, Bakhil jangan diberi singgah,
daripada berjalan yang membawa rugi. itupun perampok yang amat gagah.
Barang siapa yang sudah besar,
janganlah kelakuannya membuat kasar.
Barang siapa perkataan kotor,
mulutnya itu umpama ketur.
Di mana tahu salah diri,
jika tidak orang lain yang berperi.
Gurindam pasal V Gurindam pasal VI
Jika hendak mengenal orang berbangsa, Cahari olehmu akan sahabat,
lihat kepada budi dan bahasa, yang boleh dijadikan obat.
Jika hendak mengenal orang yang berbahagia, Cahari olehmu akan guru,
sangat memeliharakan yang sia-sia. yang boleh tahukan tiap seteru.
Jika hendak mengenal orang mulia, Cahari olehmu akan isteri,
lihatlah kepada kelakuan dia. yang boleh menyerahkan diri.
Jika hendak mengenal orang yang berilmu, Cahari olehmu akan kawan,
bertanya dan belajar tiadalah jemu. pilih segala orang yang setiawan.
Jika hendak mengenal orang yang berakal, Cahari olehmu akan abdi,
di dalam dunia mengambil bekal. yang ada baik sedikit budi,
Jika hendak mengenal orang yang baik perangai,
lihat pada ketika bercampur dengan orang ramai.
Gurindam pasal VII Gurindam pasal VIII
Apabila banyak berkata-kata, Barang siapa khianat akan dirinya,
di situlah jalan masuk dusta. apalagi kepada lainnya.
Apabila banyak berlebih-lebihan suka, Kepada dirinya ia aniaya,
itulah tanda hampir duka. orang itu jangan engkau percaya.
Apabila kita kurang siasat, Lidah yang suka membenarkan dirinya,
itulah tanda pekerjaan hendak sesat. daripada yang lain dapat kesalahannya.
Apabila anak tidak dilatih, Daripada memuji diri hendaklah sabar,
jika besar bapanya letih. biar pada orang datangnya khabar.
Apabila banyak mencela orang, Orang yang suka menampakkan jasa,
itulah tanda dirinya kurang. setengah daripada syirik mengaku kuasa.
Apabila orang yang banyak tidur, Kejahatan diri sembunyikan,
sia-sia sahajalah umur. kebaikan diri diamkan.
Apabila mendengar akan khabar, Keaiban orang jangan dibuka,
menerimanya itu hendaklah sabar. keaiban diri hendaklah sangka.
Apabila menengar akan aduan,
membicarakannya itu hendaklah cemburuan.
Apabila perkataan yang lemah-lembut,
lekaslah segala orang mengikut.
Apabila perkataan yang amat kasar,
lekaslah orang sekalian gusar.
Apabila pekerjaan yang amat benar,
tidak boleh orang berbuat onar.
Gurindam pasal IX Gurindam pasal X
Tahu pekerjaan tak baik, Dengan bapa jangan durhaka,
tetapi dikerjakan, supaya Allah tidak murka.
bukannya manusia yaituiah syaitan. Dengan ibu hendaklah hormat,
Kejahatan seorang perempuan tua, supaya badan dapat selamat.
itulah iblis punya penggawa. Dengan anak janganlah lalai,
Kepada segaia hamba-hamba raja, supaya boleh naik ke tengah balai.
di situlah syaitan tempatnya manja. Dengan isteri dan gundik janganlah alpa,
Kebanyakan orang yang muda-muda, supaya kemaluan jangan menerpa.
di situlah syaitan tempat berkuda. Dengan kawan hendaklah adil supaya tangannya jadi
Perkumpulan laki-laki dengan perempuan, kafill.
di situlah syaitan punya jamuan.
Adapun orang tua yang hemat,
syaitan tak suka membuat sahabat
Jika orang muda kuat berguru,
dengan syaitan jadi berseteru.
Gurindam pasal XI Gurindam pasal XII
Hendaklah berjasa, Raja muafakat dengan menteri,
kepada yang sebangsa. seperti kebun berpagarkan duri.
Hendaklah jadi kepala, Betul hati kepada raja,
buang perangai yang cela. tanda jadi sebarang kerja.
Hendaklah memegang amanat, Hukum adil atas rakyat,
buanglah khianat. tanda raja beroleh inayat.
Hendak marah, Kasihkan orang yang berilmu,
dahulukan hajat. tanda rahmat atas dirimu.
Hendak dimulai, Hormat akan orang yang pandai,
jangan melalui. tanda mengenal kasa dan cindai.
Hendak ramai, Ingatkan dirinya mati,
murahkan perangai. itulah asal berbuat bakti.
Akhirat itu terlalu nyata,
kepada hati yang tidak buta.

3. SYAIR
Syair adalah puisi atau karangan dalam bentuk erikat yang mementingkan irama sajak dan berasal dari
Arab.Syair disebut juga puisi lama yang tiap-tiap bait terdiri atas empat larik (baris) yang berakhiran dengan bunyi
yang sama.

CIRI - CIRI SYAIR :


a. Setiap bait terdiri dari 4 baris
b. Setiap baris terdiri dari 8 – 12 suku kata
c. Bersajak a – a – a – a
d. Isi semua tidak ada sampiran,mengandung arti atau maksud penyair (pada pantun, 2 baris terakhir
yang mengandung maksud,
Daftar syair
· Syair Bidasari
· Syair Ken Tambuhan
· Syair Kerajaan Bima
· Syair Raja Mambang Jauhari
· Syair Raja Siak

Contoh 1: Pada zaman dahulu kala (a)


Tersebutlah sebuah cerita (a)
Sebuah negeri yang aman sentosa (a)
Dipimpin sang raja nan bijaksana (a)
Negeri bernama Pasir Luhur (a)
Tanahnya luas lagi subur (a)
Rakyat teratur hidupnya makmur (a)
Rukun raharja tiada terukur (a)
Raja bernama Darmalaksana (a)
Tampan rupawan elok parasnya (a)
Adil dan jujur penuh wibawa (a)
Gagah perkasa tiada tandingnya (a)
Contoh 2: kalau anak pergi ke pekan
yu beli belanak beli
ikan panjang beli dahulu
kalau anak pergi berjalan
ibu cari sanakpun cari
induk senang cari dahulu

4.PANTUN
Pantun adalah puisi Melayu asli (Indonesia) yang cukup mengakar dan membudaya dalam masyarakat.
CIRI – CIRI PANTUN :
1. Setiap bait terdiri 4 baris
2. Baris 1 dan 2 sebagai sampiran
3. Baris 3 dan 4 merupakan isi
4. Bersajak a – b – a – b
5. Setiap baris terdiri dari 8 – 12 suku kata

Contoh : Ada pepaya ada mentimun (a)


Ada mangga ada salak (b)
Daripada duduk melamun (a)
Mari kita membaca sajak (b)

MACAM-MACAM PANTUN

1. DILIHAT DARI BENTUKNYA


a. PANTUN BIASA : Pantun biasa sering juga disebut pantun saja.
Contoh : Kalau ada jarum patah
Jangan dimasukkan ke dalam peti
Kalau ada kataku yang salah
Jangan dimasukan ke dalam hati

2. SELOKA (PANTUN BERKAIT)


Seloka merupakan bentuk puisi Melayu Klasik, berisikan pepetah maupun perumpamaan yang
mengandung senda gurau, sindiran bahkan ejekan. Biasanya ditulis empat baris memakai bentuk pantun atau
syair, terkadang dapat juga ditemui seloka yang ditulis lebih dari empat baris. Kerena pantun ini berkait yang
tidak cukup dengan satu bait saja sebab pantun berkait merupakan jalinan atas beberapa bait
CIRI-CIRI SELOKA:
a. Baris kedua dan keempat pada bait pertama dipakai sebagai baris pertama dan ketiga bait kedua.
b. Baris kedua dan keempat pada bait kedua dipakai sebagai baris pertama dan ketiga bait ketiga dst.
Contoh 1: Lurus jalan ke Payakumbuh,
Kayu jati bertimbal jalan
Di mana hati tak kan rusuh,
Ibu mati bapak berjalan
Kayu jati bertimbal jalan,
Turun angin patahlah dahan
Ibu mati bapak berjalan,
Ke mana untung diserahkan
Contoh 2: Sudah bertemu kasih sayang
Duduk terkurung malam siang
Hingga setapak tiada renggang
Tulang sendi habis berguncang

Baik budi emak si Randang


Dagang lalu ditanakkan
Tiada berkayu rumah diruntuhkan
Anak pulang kelaparan
Anak dipangku diletakkan
Kera dihutan disusui
3. TALIBUN
Talibun adalah pantun jumlah barisnya lebih dari empat baris, tetapi harus genap misalnya 6, 8, 10 dan
seterusnya. Jika satu bait berisi enam baris, susunannya tiga sampiran dan tiga isi. Jika satu bait berisi
delapan baris, susunannya empat sampiran dan empat isi. Puisi lama seperti pantun karena mempunyai
sampiran dan isi, tetapi lebih dari 4 baris ( mulai dari 6 baris hingga 20 baris). Berirama abc-abc, abcd-abcd,
abcde-abcde, dstnya.
Jadi :
Apabila enam baris sajaknya a – b – c – a – b – c.
Bila terdiri dari delapan baris, sajaknya a – b – c – d – a – b – c – d
Ciri-ciri Talibun adalah seperti berikut:-
· Ia merupakan sejenis puisi bebas
· Terdapat beberapa baris dalam rangkap untuk menjelaskan pemerian
· Isinya berdasarkan sesuatu perkara diceritakan secara terperinci
· Tiada pembayang. Setiap rangkap dapat menjelaskan satu keseluruhan cerita
· Menggunakan puisi lain (pantun/syair) dalam pembentukannya
· Gaya bahasa yang luas dan lumrah (memberi penekanan kepada bahasa yang beriram seperti pengulangan)
· Berfungsi untuk menjelaskan sesuatu perkara
· Merupakan bahan penting dalam pengkaryaan cerita penglipur lara
Tema Talibun: biasanya berdasarkan fungsi puisi tersebut. Contohnya seperti berikut:-
· Mengisahkan kebesaran/kehebatan sesuatu tempat dll
· Mengisahkan keajaiban sesuatu benda/peristiwa
· Mengisahkan kehebatan/kecantikan seseorang
· Mengisahkan kecantikan seseorang
· Mengisahkan kelakuan dan sikap manusia
Contoh 1: Kalau anak pergi ke pekan
Yu beli belanak pun beli sampiran
Ikan panjang beli dahulu
Kalau anak pergi berjalan
Ibu cari sanak pun cari isi
Induk semang cari dahulu
Contoh 2: Tengah malam sudah terlampau
Dinihari belum lagi nampak
Budak-budak dua kali jaga
Orang muda pulang bertandang
Orang tua berkalih tidur
Embun jantan rintik-rintik
Berbunyi kuang jauh ke tengah
Sering lanting riang di rimba
Melenguh lembu di padang
Sambut menguak kerbau di kandang
Berkokok mendung, Merak mengigal
Fajar sidik menyinsing naik
Kicak-kicau bunyi Murai
Taktibau melambung tinggi
Berkuku balam dihujung bendul
Terdengar puyuh panjang bunyi
Puntung sejengkal tinggal sejari
Itulah alamat hari nak siang
(Hikayat Malim Deman)

4. PANTUN KILAT ( KARMINA )


CIRI-CIRINYA : a. Setiap bait terdiri dari 2 baris
b. Baris pertama merupakan sampiran
c. Baris kedua merupakan isi berupa sindiran
d. Bersajak a – a
e. Setiap baris terdiri dari 8 – 12 suku kata
Contoh 1 : Dahulu parang, sekarang besi (a)
Dahulu sayang sekarang benci (a)
Contoh 2: sudah gaharu cendana pula
sudah tahu masih bertanya pula
Contoh 3: Kayu Lurus dalam ladang
Kerbau kurus banyak tulang

2. DILIHAT DARI ISINYA


2.1. PANTUN ANAK-ANAK
Contoh : Elok rupanya si kumbang jati
Dibawa itik pulang petang
Tidak terkata besar hati
Melihat ibu sudah datang
2.2. PANTUN ORANG MUDA
Contoh 1: Tanam melati di rama-rama
Ubur-ubur sampingan dua
Sehidup semati kita bersama
Satu kubur kelak berdua
Contoh 2: apa guna pasang pelita
jika dengan sumbunya
apa guna bermain mata
kalau tidak dengan sungguhnya
2.3. PANTUN ORANG TUA
Contoh 1: Asam kandis asam gelugur
Kedua asam riang-riang
Menangis mayat di pintu kubur
Teringat badan tidak sembahyang
Contoh 2: beli sekayu kainkasa
cukup diukur dengan lerengnya
bangsa melayu menjaga bahasa
lengkap dengan sopan adapnya
2.4. PANTUN JENAKA
Contoh 1: Elok rupanya pohon belimbing
Tumbuh dekat pohon mangga
Elok rupanya berbini sumbing
Biar marah tertawa juga
Contoh 2: nonton tv filmnya aci
sambil nonton makan kuaci
kalau kakak sudah benci
tutup pintu lalu kunci
2.5. PANTUN TEKA-TEKI
Contoh 1: Kalau puan, puan cemara
Ambil gelas di dalam peti
Kalau tuan bijak laksana
Binatang apa tanduk di kaki
Contoh 2: ada sebiji roda pedati
bentuknya bulat daripada besi
bila bermain diikat sekuat hati
dilempar hidup dipegang mati
PUISI BARU
A.MACAM-MACAM PUISI BARU
1. DISTIKON: sanjak 2 seuntai, biasanya bersajak sama.
Contoh : Berkali kita gagal
Ulangi lagi dan cari akal
Berkali-kali kita jatuh
Kembali berdiri jangan mengeluh
(Or. Mandank)

2. TERZINA: sanjak 3 seuntai.


Contoh : Dalam ribaan bahagia datang
Tersenyum bagai kencana
Mengharum bagai cendana
Dalam bah’gia cinta tiba melayang
Bersinar bagai matahari
Mewarna bagaikan sari
Dari : Madah Kelana
Karya : Sanusi Pane
3. QUATRAIN: sanjak 4 seuntai
Contoh : Mendatang-datang jua
Kenangan masa lampau
Menghilang muncul jua
Yang dulu sinau silau
Membayang rupa jua
Adi kanda lama lalu
Membuat hati jua
Layu lipu rindu-sendu
(A.M. Daeng Myala)

4. QUINT: sanjak 5 seuntai


Contoh : Hanya Kepada Tuan
Satu-satu perasaan
Hanya dapat saya katakan
Kepada tuan
Yang pernah merasakan
Satu-satu kegelisahan
Yang saya serahkan
Hanya dapat saya kisahkan
Kepada tuan
Yang pernah diresah gelisahkan
Satu-satu kenyataan
Yang bisa dirasakan
Hanya dapat saya nyatakan
Kepada tuan
Yang enggan menerima kenyataan
(Or. Mandank)
5. SEXTET: sanjak 6 seuntai.
Contoh : Merindu Bagia
Jika hari’lah tengah malam
Angin berhenti dari bernafas
Sukma jiwaku rasa tenggelam
Dalam laut tidak terwatas
Menangis hati diiris sedih
(Ipih)

6. SEPTIMA: sanjak 7 seuntai.


Contoh : Indonesia Tumpah Darahku
Duduk di pantai tanah yang permai
Tempat gelombang pecah berderai
Berbuih putih di pasir terderai
Tampaklah pulau di lautan hijau
Gunung gemunung bagus rupanya
Ditimpah air mulia tampaknya
Tumpah darahku Indonesia namanya
(Muhammad Yamin)

7. STANZA ( OCTAV ): sanjak 8 seuntai


Contoh :
Awan
Awan datang melayang perlahan
Serasa bermimpi, serasa berangan
Bertambah lama, lupa di diri
Bertambah halus akhirnya seri
Dan bentuk menjadi hilang
Dalam langit biru gemilang
Demikian jiwaku lenyap sekarang
Dalam kehidupan teguh tenang
(Sanusi Pane)

8. SONETA: bentuk kesusasteraan Italia yang lahir sejak kira-kira pertengahan abad ke-13 di kota
Florance.
CIRI – CIRI SONETA :
a. Terdiri atas 14 baris
b. Terdiri atas 4 bait, yang terdiri atas 2 quatrain dan 2 terzina
c. Dua quatrain merupakan sampiran dan merupakan satu kesatuan yang disebut octav.
d. Dua terzina merupakan isi dan merupakan satu kesatuan yang disebut isi yang disebut sextet.
e. Bagian sampiran biasanya berupa gambaran alam
f. Sextet berisi curahan atau jawaban atau kesimpulan daripada apa yang dilukiskan dalam ocvtav ,
jadi sifatnya subyektif.
g. Peralihan dari octav ke sextet disebut volta
h. Penambahan baris pada soneta disebut koda.
i. Jumlah suku kata dalam tiap-tiap baris biasanya antara 9 – 14 suku kata
j. Rima akhirnya adalah a – b – b – a, a – b – b – a, c – d – c, d – c – d
Contoh :
Gembala
Perasaan siapa ta ‘kan nyala ( a )
Melihat anak berelagu dendang ( b )
Seorang saja di tengah padang ( b )
Tiada berbaju buka kepala ( a )
Beginilah nasib anak gembala ( a )
Berteduh di bawah kayu nan rindang ( b )
Semenjak pagi meninggalkan kandang ( b )
Pulang ke rumah di senja kala ( a )
Jauh sedikit sesayup sampai ( a )
Terdengar olehku bunyi serunai ( a )
Melagukan alam nan molek permai ( a )
Wahai gembala di segara hijau ( c )
Mendengarkan puputmu menurutkan kerbau ( c )
Maulah aku menurutkan dikau ( c )
(Muhammad Yamin)

B. FUNGSI SONETA
Pada masa lahirnya, Soneta dipergunakan sebagai alat untuk menyatakan curahan hati. Kini tidak
terbatas pada curahan hati semata-mata, melainkan perasaan-perasaan yang lebih luas seperti :
1. Pernyataan rindu pada tanah air
2. Pergerakan kemajuan kebudayaan
3. Ilham sukma
4. Perasaan keagamaan

C. SONETA DIGEMARI PARA PUJANGGA BARU


Faktor-faktor Soneta digemari oleh para Pujangga Baru antara lain :
1. Adanya penyesuaian dengan bentuk pantun ; yakni Octav dalam Soneta yang bersifat obyektif itu
hampir sejalan dengan sampiran pada pantun. Sedangkan sextet Soneta yang sifatnya subyektif itu
merupakan isi pantun.
2. Baris-baris Soneta yang berjumlah 14 buah itu cukup untuk menyatakan perasaan atau curahan hati
penyairnya.
3. Soneta dapat dipakai untuk menyatakan beraneka ragam perasaan atau curahan hati penyairnya.

D. PERSAMAAN DAN PERBEDAAN SONETA DENGAN PANTUN


1. PERSAMAAN SONETA DENGAN PANTUN
Pantun dan Soneta sama-sama mempunyai sampiran atau pengantar dan isi atau kesimpulan.
2. PERBEDAAN SONETA DENGAN PANTUN
a. Soneta puisi asli Italia, Pantun puisi asli Melayu
b. Satu bait Soneta terdiri terdiri dari 14 baris, satu bait Pantun terdiri atas 4 baris
c. Soneta berima bebas, pantun berima a-b-a-b

You might also like