You are on page 1of 14

GITA NUR ISTIQOMAH

TAJARRUD,
UKHUWAH dan
TSIQAH
Tak ada arti bagi upaya lobbi, sugesti dan mobilisasi yang hanya
mengandalkan kekuatan kerongkongan semata-mata, karena dakwah yang
suci ini adalah dakwah ruhiyah dan bukan dakwah jasadiyah semata. Ia
merangkum akal dan hati, lebih dulu dari merangkum gerak dan jasad. Ia
punya pusat kendali yang merukunkan seluruh elemen, saat harta kekayaan
dunia sebesar apapun tak mampu merukunkan antar hati mereka. "Ia
rukunkan antar hati mereka, yang seandainya engkau belanjakan seluruh
kekayaan bumi seluruhnya, niscaya engkau takkan mampu merukunkan antar
hati mereka, akan tetapi Allah merukunkan antar mereka" (QS.Al-Anfal : 63)

Istiqom
ah
TAJARRUD, UKHUWAH dan TSIQAH

1. Tajarrud ( Kemurnian )

Tajarrud / Kemurnian adalah membersihkan pola pikir dari berbagai prinsip nilai lain dan
pengaruh individu, karena ia adalah setinggi-tinggi dan selengkap-lengkap fikrah. QS. Al Baqarah :
138, Mumtahanah : 4. Manusia dalam pandangan akh yang tulus adalah salah satu dari enam
golongan yaitu muslim yang pejuang, muslim yang duduk-duduk, muslim pendosa, dzimmi atau
mu’ahid (orang kafir yang terikat oleh perjanjian damai), muhayid (orang kafir yang di lindungi) atau
muharib (orang kafir yang memerangi).

Allah SWT memuji kaum muhajirin dan kaum anshor dengan kalimat radhi Allahu ‘anhum wa
radhu ‘anhu (Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah) Q 9:100. Inilah puncak
dari segala pujian dari Sang Pencipta kepada hamba-hambanya, ketika Dia meridhai semua yang
telah mereka lakukan.

Apa yang menjadikan Allah SWT ridha kepada mereka? Dalam Q 8:74 Allah menggambarkan
karakteristik mereka.

“Dan orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad pada jalan Allah, dan orang-orang yang
memberi tempat kediaman dan memberi pertolongan (kepada orang-orang muhajirin), mereka itulah orang-
orang yang benar-benar beriman. Mereka memperoleh ampunan dan rezki (nikmat) yang mulia.”

Beriman, berhijrah, berjihad di satu sisi dan memberi tempat kediaman dan pertolongan di
sisi lainnya. Mereka menikmati perjuangan dan pengorbanan hidup demi kejayaan dakwah Islam.
Totalitas dakwah – tajarrud.

Sebelum kita membahas mengenai Tajarrud, mari kita perhatikan 2 ayat berikut ini :

“Sesungguhnya shalat, ibadah, hidup, dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam. Tak
ada sekutu bagi Nya dan begitulah aku (Muhammad) diperintah. Aku adalah orang muslim pertama.” (Al-
An’aam: 162-163).

Katakanlah: “Jika kamu (benar-benar mencintai Allah) ikutlah aku, niscaya Allah swt. mengasihi dan
mengampuni dosa-dosamu,”Allah SWT Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (QS.Ali Imran, 2:31).

Defenisi

Menurut Bahasa. Lafal “Al Juradah” artinya sesuatu yang dikelupas dari sesuatu yang lain. Lafal “At-
Tajrid” artinya melepaskan pakaian. Lafal “At-Tajarrud” artinya bertelanjang. Sedang Lafal “Tajarrud
lil Amri” artinya bersungguh-sungguh pada suatu urusan.

Menurut Syariat.

 Menurut Imam Hasan Al Banna : “Engkau harus tulus pada fikrahmu dan membersihkannya
dari prinsip-prinsip lain serta pengaruh orang lain. Sebab ia adalah setinggi-tinggi dan
selengkap-lengkap fikrah”.

1
 Tajarrud, menurut Al-Fadhil Ustaz Fathi Yakan di dalam karangannya “Ma Za Ya’ni Intima’ Lil
Islam”: “Tajarrud bermakna saudara mestilah ikhlas terhadap fikrah yang saudara dukung”.
(Mahfuz Sidik) : “Adalah totalitas dan kesinambungan amal jihadi yang kita lakukan sehingga
Allah meringankan dakwah ini, dan hingga kita berjumpa dengan Nya kelak. Bagi kader yang
sudah menikah, tajarrud adalah melibatkan keluarga dalam dakwah dan jihad. Bukan
meninggalkan mereka, sehingga terabaikan hak-haknya”. 

Jadi secara umum Tajarrud adalah : “ Mengkhususkan diri untuk Allah swt dan berlepas diri
dari segala sesuatu selain Allah. Yakni menjadikan gerak dan diam serta yang rahasia dan yang
terang-terangan untuk Allah swt semata, tidak tercampuri oleh keinginan jiwa, hawa nafsu, undang-
undang, kedudukan, dan kekuasaan”.

Ketika kita menyeru (mendakwahkan) Islam kepada manusia, kita menyeru semata-mata
hanya demi Allah swt. bukan untuk kelompok semata, organisasi atau partai. Kita menginginkan
umat untuk membawa pemikiran dan ide-ide Islam. Kelompok hanya sebagai sarana bukan tujuan.
Oleh karena itu kita tidak seharusnya menyeru umat hanya demi kelompok yaitu dengan mengajak
mereka untuk bergabung dengan kelompok kita.

Ada kekeliruan persepsi mengenai makna totalitas dakwah (tajarrud) ini, dimana kader
dakwah harus meninggalkan semuanya untuk dakwah. Padahal pengertian yang tepat adalah
ketulusan pengabdian kader dakwah untuk membawa semuanya demi kejayaan dakwah. Misalnya
ketika kemampuan dan kecenderungan seorang kader adalah analysis, synthesis, dan evaluasi
bidang ekonomi, maka kader tsb tidak diminta meninggalkan itu semua dan masuk fakultas syariah
sehingga bisa mengajarkan Islam. Tapi yang diinginkan adalah bagaimana caranya agar kemampuan
dan kecenderungan tsb dapat dimanfaatkan se-optimal mungkin demi kejayaan dakwah.

Pada masa Rasulullah SAW, ketika sedang marak-maraknya berbagai pertempuran, banyak
kader yang ingin terjun dalam jihad qital ini, termasuk Zaid bin Tsabit. Pemuda kecil ini ketika diuji
kekuatan fisiknya, gagal, sehingga ia kecewa sekali. Seolah ia tidak mampu memberikan kontribusi
apa-apa demi kejayaan dakwah Islam. Pada kesempatan test berikutnya, ia coba lagi. Namun gagal
lagi. Pada saat kekecewaannya memuncak, Rasulullah SAW menganjurkannya untuk mempelajari
bahasa. Ternyata disitulah bakatnya, disitulah competitive advantage-nya sampai ia diangkat
menjadi sekretaris Rasulullah SAW. Disitulah ia menemukan jati dirinya karena bisa membawa
semua kemampuannya demi kejayaan dakwah meskipun bukan melalui sisi yang populer. Dan masih
banyak contoh lagi.

Orang yang Tajarrud mempunyai sifat :

1. Tulus dan Ikhlas dalam dakwah.


2. Selalu menilai orang lain, organisasi, dan segala sesuatu dengan timbangan dakwah
(melakukan sesuatu sesuai dengan kapasitas). Konsep Pemikiran Ikhwan Hal 190.
3. Mempersembahkan jiwa dengan mudah (tanpa rasa takut) di jalan Allah.
4. Orang yang menegakkan Islam Di dalam hatinya.
5. Selalu Tawakkal secara mutlak kepada Allah.

2
Totalitas. Ada saat Abu Bakar mengeluarkan dana besar untuk membebaskan budak, sebagai
wujud ukhuwah dan pancaran kematangan iman. Ada saat Rasulullah SAW memberikan pembelaan
dengan sejumlah kata, krn kata itulah yang diperlukan dan kata itulah yg dapat ditemukan.

Sedikit di antara mereka yg berjalan di atas permadani, makanan dari roti lembut dan tidur
nyenyak di atas tilam sutra, mampu mengubah dunia dengan perjuangan yang keras dan sungguh2.
Pilihan hanya satu, tauhid atau syirik, taat atau maksiat. Selayak pilihan warna, hitam atau putih…
tanpa abu-abu.

2. Ukhuwah

Ukhuwah adalah terikatnya hati dan ruhani dengan ikatan aqidah. Aqidah adalah sekokoh-
kokohnya ikatan dan semulia-mulianya. Ukhuwah adalah saudaranya keimanan, perpecahan adalah
saudara kembarnya kekufuran. Tidak ada persatuan tanpa cinta kasih. Minimal cinta kasih adalah
kelapangan dada dan maksimal adalah itsar (mementingkan orang lain dari diri sendiri). QS. Al
Hasyr : 9. Ibarat sebuah bangunan yang satu mengokohkan yang lain. “orang-orang mukmin laki-laki
dan orang-orang mukmin perempuan, sebagian mereka menjadi pelindung bagi lainnya.

Kita hidup di dunia ini tidak sendiri. Kita hidup dalam masyarakat yang sangat majemuk.
Perbedaan banyak kita temukan di sekitar kita. Karena itu, kita harus dapat saling menjaga diri dalam
menjalani hidup di tengah masyarakat yang sangat heterogen.

Keberagaman yang ada membuat kita harus senantiasa menjalin silaturahmi dengan orang
lain. Jangan sampai perbedaan menghalangi kita untuk menjalin persaudaraan, karena dengan
persaudaraan, kita dapat lebih siap untuk hidup bermasyarakat. Terlebih lagi persaudaraan yang
terjalin antar sesama muslim, yang biasa kita kenal dengan nama ukhuwah islamiyah. Hal ini sudah
diajarkan oleh Rasulullah saw.

Namun sayangnya, kepentingan dan ketamakan akan dunia telah melemahkan, bahkan
menghancurkan ukhuwah islamiyah yang ada. Lihat saja di sekitar kita, berapa banyak orang yang
rela menindas saudaranya sendiri demi ambisinya untuk mengeruk kekayaan dunia. Bahkan tidak
sedikit yang menggunakan cara-cara yang kotor agar ambisinya tercapai, termasuk mengotori
dirinya dengan perbuatan dosa.

Padahal, banyak dalil yang mencela tindakan orang-orang yang menzolimi saudaranya
sesame muslim. Dan bukankah Rasulullah saw sendiri telah menganjurkan bagi kita untuk
memperkuat tali persaudaraan? Sebab dengan kuatnya jalinan persaudaraan sesammuslim, maka
islam akan menjadi lebih kuat dan jaya, Insya Allah.

Makna dan Hakekat Ukhuwah Islamiyah

Ukhuwah islamiyah lebih sering diartikan sebagai rasa atau ikatan persaudaraan sesama
muslim, yang disatukan oleh akidah islamiyah yang sama. Sedangkan menurut Imam Hasan Al Bana,
ukhuwah islamiyah memiliki makna sebagai keterikatan hati dan jiwa antara manusia yang satu
dengan yang lain karena satu akidah yang sama.

3
Adapun hakekat ukhuwah islamiyah yang tercermin dalam firman Allah SWT adalah:
1.Nikmat Allah (Q.S. 3:103)
2.Perumpamaan tali tasbih (Q.S.43:67)
3.Merupakan arahan Rabbani (Q.S. 8:63)
4.Merupakan cermin kekuatan iman (Q.S.49:10)

Dalam ukhuwah islamiyah, ada proses yang harus diperhatikan oleh umat manusia. Proses
dalam ukhuwah islamiyah ini akan membuat persaudaraan semakin kuat. Proses-proses yang ada
dalam ukhuwah islamiyah adalah:

 Melaksanakan proses ta’aruf (saling mengenal). Literaturnya : 49:13

Adanya interaksi dapat lebih mengenal karakter individu. Perkenalan pertama tentunya
kepada penampilan fisik (Jasadiyyan), seperti tubuh, wajah, gaya pakaian, gaya bicara, tingkah laku,
pekerjaan, pendidikan, dsb. Selanjutnya interaksi berlanjut ke pengenalan pemikiran(Fikriyyan). Hal
ini dilakukan dengan dialog, pandangan thd suatu masalah, kecenderungan berpikir, tokoh idola
yang dikagumi/diikuti,dll. Dan pengenalan terakhir adalah mengenal kejiwaan (Nafsiyyan) yang
ditekankan kepada upaya memahami kejiwaan, karakter, emosi, dan tingkah laku. Setiap manusia
tentunya punya keunikan dan kekhasan sendiri yang memepengaruhi kejiwaannya. Proses
ukuhuwah islamiyah akan terganggu apabila tidak mengenal karakter kejiwaan ini.

 Melaksanakan proses tafahum (saling memahami)

Saling memahami adalah kunci ukhuwah islamiyah. Tanpa tafahum maka ukhuwah tidak
akan berjalan. Proses ta’aruf/pengenalan dapat deprogram namun proses tafahum dapat dilakukan
secara alami bersamaan dgn berjalannya ukhuwah. Dengan saling memahami maka setiap individu
akan mudah mengatahui kekuatan dan kelemahannya dan menerima perbedaan. Dari sini akan
lahirlah ta’awun (saling tolong menolong) dalam persaudaraan.

Ukhuwah tidak dapat berjalan apabila seseorang selalu ingin dipahami dan tidak berusaha
memahami org lain. Saling memahami keadaan dilakukan dgn cara penyatuan hati, pikiran dan amal.
Allah-lah yang menyatukan hati manusia.

 Melakukan At-Ta’aawun (saling tolong menolong). Q.S. 5::2

Bila saling memahami sudah lahir maka timbullah rasa ta’awun. Ta’awun dapat dilakukan
dengan hati (saling mendo’akan), pemikiran (berdiskusi dan saling menasehati), dan ama( saling
Bantu membantu).

Saling membantu dalan kebaikan adalah kebahagiaan tersendiri. Manusia adalah makhluk
social yang butuh berinteraksi dan butuhbantuan org lain. Kebersamaan akan bernila bila kita
mengadakan saling Bantu membantu

 Melaksanakan proses takaful (saling menanggung/senasib sepenanggungan)

Takaful adalah tingkatan ukhuwah yang tertinggi. Banyak kisah dan hadits Nabi SAW dan
para sahabat yang menunjukkan pelaksanaan takaful ini. Seperti ketika seorang sahabat kehausan
dan memberikan jatah airnya kepada sahabat lainnya yang merintih kehausan juga, namun setelah
diberi, air itu diberikan lagi ek sahabat yang lain, terus begitu hingga semua mati dalam kondisi

4
kehausan. Mereka saling mengutamakan saudaranya sendiri dibandingkan dirinya (itsar). Inlah cirri
utama dari ukhuwah islamiyah.

Manfaat Ukhuwah Islamiyah

Banyak manfaat yang dapat kita nikmati dengan jalinan ukhuwah islamiyah yang kuat. Kita
akan merasakan kehidupan bermasyarakat yang lebih harmonis. Perbedaan yang ada tidak akan
menimbulkan pertentangan, justru akan menjadikan kehidupan kita semakin indah. Tingkat
kesenjangan sosial dalam masyarakat juga akan terkikis dengan sendirinya. Hal ini karena semangat
ukhuwah islamiyah yang menyatukan kita semua.

Selain itu, ada juga manfaat lain yang berhubungan dengan iman kita. Manfaat dari
ukhuwah islamiyah yang kita terima sehubungan dengan tingkat keimanan kita diantaranya adalah:

1. Merasakan lezatnya iman


2. Mendapatkan perlindungan Allah di hari kiamat (termasuk dalam 7 golongan yang
dilindungi)
3. Mendapatkan tempat khusus di surga (Q.S. 15:45-48)

Penguat Ukhuwah Islamiyah

Banyak hal yang dapat kita lakukan untuk semakin menguatkan jalinana ukhuwah islamiyah
diantara kita. Apalagi di masa sekarang ini, kuatnya ukuwah islamiyah menjadi hal yang sangat
penting. Hal-hal yang dapat meningkatkan ukhuwah islamiyah diantara kita adalah:

1.    Memberitahukan kecintaan kepada yang kita cintai

Hadits yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik bahwa Rasulullah bersabda: “ Ada seseorang
berada di samping Rasulullah lalu salah seorang sahabat berlalu di depannya. Orang yang disamping
Rasulullah tadi berkata: ‘Aku mencintai dia, ya Rasullah.’ Lalu Nabi menjawab: ‘Apakah kamu telah
memberitahukan kepadanya?’ Orang tersebut menjawab: ‘Belum.’ Kemudian Rasulullah bersabda:
‘Beritahukan kepadanya.’ Lalu orang tersebut memberitahukan kepadanya seraya berkata: ‘
Sesungguhnya aku mencintaimu karena Allah.’ Kemudian orang yang dicintai itu menjawab: ‘Semoga
Allah mencintaimu karena engkau mencintaiku karena-Nya.”

2.    Memohon didoakan bila berpisah

“Tidak seorang hamba mukmin berdo’a untuk saudaranya dari kejauhan melainkan malaikat
berkata: ‘Dan bagimu juga seperti itu” (H.R. Muslim)

3.    Menunjukkan kegembiraan dan senyuman bila berjumpa

“Janganlah engkau meremehkan kebaikan (apa saja yang dating dari saudaramu), dan jika
kamu berjumpa dengan saudaramu maka berikan dia senyum kegembiraan.” (H.R. Muslim)

4.    Berjabat tangan bila berjumpa (kecuali non muhrim)

“Tidak ada dua orang mukmin yang berjumpa lalu berjabatan tangan melainkan keduanya
diampuni dosanya sebelum berpisah.” (H.R Abu Daud dari Barra’)

5
5.    Sering bersilaturahmi (mengunjungi saudara)

6.    Memberikan hadiah pada waktu-waktu tertentu

7.     Memperhatikan saudaranya dan membantu keperluannya

8.    Memenuhi hak ukhuwah saudaranya

9.    Mengucapkan selamat berkenaan dengan saat-saat keberhasilan

Marilah kita tingkatkan ukhuwah islamiyah diantara kita, sehingga islam benar-benar
menjadi rahmat bagi seluruh alam, insya Allah.

3. Tsiqah ( Kepercayaan )

Tsiqah / Kepercayaan adalah rasa puasnya seorang tentara atas komandannya, dalam hal
kapasitas kepemimpinan maupun keikhlasannya, dengan kepuasan mendalam yang menghasilkan
perasaan cinta, penghargaan, penghormatan dan ketaatan. Dalam praktiknya, Tsiqah menjadi salah
satu parameter tingkat “kesolidan” sebuah Jamaah. Lebih spesifik lagi, dalam Gerakan Harokah, ke-
Tsiqah-an “jundi” kepada Qiyadah menjadi faktor penting dalam perjalanan dakwah/gerakannya.
Tapi, tak jarang dijumpai dalam “perjalanan” Dakwah, Tsiqah seakan “dipaksakan” melalui “jalur”
Top-Down, guna “memuluskan” agenda-agenda Dakwah. Seorang al-akh atau seorang jundi bisa jadi
akan dicap tidak Tsiqah atau bahkan dianggap tidak taat, ketika ia tidak langsung “rela/puas” dengan
beragam “instruksi” dari atas. “Pokoknya tsiqah sajalah akhi…”, kalimat tersebut kadang ikut
“menghiasi” agenda-agenda dakwah. Mungkin peristiwa di atas bisa hanyalah “hiasan” yang kadang
ikut menyertai aktivis Harokah. Namun, hal yang pasti adalah bukan Manhaj yang “mengajarkan”
seperti itu, tapi bisa jadi itu hanyalah sekedar “prilaku” yang muncul dari aktivis Harokah.

Tsiqah ditempatkan dalam urutan ke-10 atau terakhir. Artinya, selain ia diposisikan sebagai
“rukun” yang harus “disifati” oleh setiap ak-akh (kader Dakwah/aktivis Harokah), Tsiqah juga
sebenarnya adalah sebuah “produk”. Ya, “produk” dari ke-9 rukun Ba’at di atasnya. Jika ke-9 rukun
Bai’at diatasnya telah menjadi “karakter” dan “membumi” di setiap aktivis Harokah, maka secara
“otomatis” Tsiqah akan “muncul” dalam diri al-akh (kader Dakwah)

Manhaj ini telah “mengajarkan” kita bahwa Kefahaman harus mendahului yang lainnya.
Dengan “kafamahan”, Fiqrah akan dengan mudah terbentuk, memunculkan “mainstream gerak dan
langkah”. Kalau Ilmu harus mendahului Amal, maka dalam “dunia pergerakan” atau Dakwah, Fikroh
“harus” mendahului Harokah. Imam Al Ghazali mengatakan, “Ilmu akan mendorong perilaku,
perilaku akan mendorong amal”. Sehingga Imam Al Ghazali menempatkan “Al-Ilmu” dalam Bab
pertama kitab “Ihya Ulumuddin”-nya. Faham merupakan tujuan Ilmu. Al Qur’an dan As Sunnah
memerintahkan kita untuk “Tafaqquh Fiddien” (mendalami agama). Sehingga sangat penting “Top-
Urgent” bahwa setiap kader harus menumbuhkan Al-Fahmu sebelum menjadi At-Tho’ah apalagi Ats-
Tsiqah. Ats-Tsiqah tanpa Al-Fahmu adalah taklid buta.

6
Di lapangan, kadang kita saksikan berapa banyak “kader” yang berguguran dan bepergian?
Salah satunya, lantaran ada “ketidak-puasan” sang Jundi kepada Qiyadah. Jauh dari prinsip Tsiqah
yang diharapkan, yakni: “rasa puasnya/relanya seorang jundi (prajurit/anggota Jamaah) terhadap
Qiyadah (pimpinannya)”.

Idealnya, Manhaj ini telah mengajarkan hendaknya “Memahamkan” Jundi adalah “proyek”
pertama sebelum “meminta” sang Jundi agar Tsiqah. Sehingga, agenda Halaqoh atau Liqo’at sebagai
tandzim terdepan dalam basis pengkaderan dan “pembentukan” kader yang “Faham” semestinya
dikelola lebih serius dan ditata lebih “rapi” ketimbang misalnya sosialisasi kebijakan, musyarokah
atau sejenisnya. Tragisnya, ketika “Dakwah” ini mulai “bersentuhan” dengan Politik, agenda-agenda
untuk menumbuhkan “Al-Fahmu” pada setiap kader (misalnya Liqo’at Tarbiyah) kadang sering
“terganggu”. Akibatnya, improvisasi “Al-Fahmu” pada setiap kader kurang berjalan.

"Ulurkan tanganmu, aku akan membaiatmu,"pinta Umar RA" justeru aku ingin
membaiatmu," jawab Abu Bakar RA. "Engkau lebih utama (afdhal) daripadaku," tukas Umar.
"Engkau lebih kuat daripadaku, " jawab Abu Bakar. "Kekuatanku untukmu bergabung dengan
keutamaanmu." Umar menutup dialog dan sebuah generasi baru dimulai.

Hal yang paling sulit dalam hubungan antara jundi (prajurit) dan qiyadah (komandan) ialah
ketentraman hati terhadap kafaah (keahlian), keikhlasan dan ketaatan antar mereka. Adalah dua
titik ekstrim yang selalu dominan dalam kisah hubungan antara pengikut dan terikut, yaitu di satu
sisi ada komunitas yang menganggap pemimpin adalah segala-galanya, sementara di sisi lain ada
yang menganggap dirinya sentral, sehingga seperti apapun seorang pemimpin harus ditakar dengan
puas tidaknya diri. Dari tsiqah terhadap kemampuan dan keikhlasan qiyadah lahirlah kecintaan,
penghargaan, penghormatan dan ketaatan jundi.

Qiyadah - dengan syarat-syarat yang memadai dan peduli syura - menduduki posisi bapak
dalam ikatan hati, posisi guru dalam suplai ilmu, syaikh dalam pembinaan ruhiyah dan panglima
dalam kebijakan umum dakwah. Dan dakwah mestilah menghimpun semua pengertian ini.

"Ketenteraman hati seorang jundi kepada qa’id atas kemampuan dan keikhlasannya dalam
kadar ketenteraman yang mendalam, melahirkan kecintaan, penghargaan, penghormatan dan
ketaatan. Qa’id adalah bagian dari dakwah dan tak ada dakwah tanpa qiyadah. Berbasiskan saling
tsiqah antara qiyadah dan junud, tercipta kekuatan sistem jama’ah, kekuatan strateginya dan
keberhasilannya mencapai tujuannya serta kemampuannya menaklukkan hambatan dan kesulitan
yang dihadapinya."(Hasan Al Banna)

Tsiqah dan Kekuatan

Apa yang membuat Umar begitu percaya kepada kekuatan Abu Bakar, padahal ia
mendapatkan pengakuan Rasulullah SAW : "Allah meletakkan kebenaran di lidah dan hati umar"?
Jawabnya: Tsiqah. Ketika pandangan mayoritas sahabat berpihak kepada Umar untuk tidak
memerangi orang yang menolak bayar zakat dan Abu Bakar bersikukuh untuk memerangi mereka,
akhirnya Umar mengambil pandangan Abu Bakar. "Demi Allah, tak lain yang kulihat kecuali Ia telah
melapangkan hati Abu Bakar untuk berperang, maka akupun tahu bahwa itu kebenaran." Suatu hari
seseorang bertanya kepada Imam Hasan Al Banna, "Bila keadaan memisahkan hubungan kita, siapa

7
yang Anda rekomendasikan untuk kami angkat jadi pemimpin?" . Jawabnya tegas: "Wahai Ikhwan,
silakahkan angkat orang yang paling lemah, kemudian dengar dan taatilah dia, niscaya ia akan
menjadi orang yang paling kuat diantara kalian."

Jadi tsiqah adalah sikap manusia normal yang menyadari keterbatasan masing-masing lalu
saling menyetor saham kepercayaan sebagai modal bersama untuk kemudian menikmati
kemenangan bersama.

Tak ada bentuk tsiqah yang lebih spektakuler dari tsiqah Islam membangun peradaban
manusia. Dahulu yang disebut sejarah adalah kisah para raja dan anak-anak raja. Sejarah terlalu kikir
untuk mau peduli kepada selain keluarga raja dan orang-orang kaya. Sampai kemudian datanglah
Islam, mengangkat para budak dan kaum terlupakan semacam Zaid, Bilal, Ammar, Sumayyah dan
Yasir. Untuk pertama kalinya peradaban secara kolosal mendobrak mitos busuk yang berabad-abad
diyakini. Termasuk saat Bani Israil yang spontan menolak Thalut, karena ia bukan orang kaya dan
bapaknya ‘hanya’ seorang penyamak kulit.

Ketika para filsuf dan politisi masih saling bantah tentang banyak hal, hamba-hamba
pendukung wahyu telah lama merdeka dari keraguan dan bergerak dengan tsiqah dan yakin.
Bagaimana para pemikir bebas masih memendam kesombongan kepada wahyu, padahal Ia telah
berkata secara pasti sejak awal turunnya. Peradaban selalu menang dengan tsiqah dan kemunduran
bermula dari keraguan dan analogi yang menipu. Karenanya Iblis menolak sujud, karena
pertimbangan material semata-mata.

Pengguncang Tsiqah

Gangguan terbesar tsiqah ialah kondisi yang meragukan. Secara internal dapat berbentuk
kemalasan menggali ilmu, berkonsultasi, meningkatkan kualitas ruhiyah dan fikriyah. Secara
eksternal, interfensi jorok media massa yang selalu mencitrakan kesetaraan kejujuran dan
profesionalisme, namun pada saatnya tak ragu-ragu memfitnah dan berbuat curang terhadap
dakwah. Seharusnya kita tak mengandalkan belas kasihan pihak media luar, melainkan melangkah
dengan pasti dengan lisan hati dan lisan kata yang berbincang tangkas menangkal semua fitnah,
provokasi dan pencitraan buruk. 

Terkadang junud, jama’ah atau konstituen, menarik dukungannya kepada qiyadah, bukan
karena tidak tsiqah, melainkan karena kecenderungan hedonik, taraf dan materialistik terlanjur
memanjakan mereka. Karena itulah ada wilayah yang tak dapat direnggut oleh seorang pemimpin
dari rakyatnya, yaitu gaya hidup yang tidak masuk dalam larangan syar’i. Dalam kesederhanaannya
Umar dicintai rakyat, seraya mereka yang cenderung mewah, masih melirik-lirik peluang punya
pemimpin yang kondusif. Ketika Abu Bakar Shiddiq ra wafat, Khalid berucap: "Segala puji bagi Allah
yang telah mewafatkannya, padahal dia lebih kucintai daripada Umar dan segala puji bagi Allah yang
mengangkat Umar jadi Khalifah, padahal ia tidak lebih kucintai dari pada Abu Bakar."

Tsiqah telah mendorong Abu Bakar mengandalkan Khalid ra, padahal ia menyimpan sekian
banyak catatan dengannya dan tak kurang memarahinya atas beberapa hal. Ia tsiqah kepada
seseorang bagi kepentingan rakyat banyak daripada kesalihan dirinya padahal kepadanya tergantung
kepentingan banyak rakyat.

8
 

Pusat Kendali Tsiqah

Tak ada kekuatan yang menjadi pusat kendali tsiqah yang begitu kuat melebihi tsiqah
kepada Allah. Bila para hamba telah menyerahkan diri dan menyerahkan amalnya dengan penuh
tsiqah kepada Allah, tak ada sedikitpun keraguan tersisa untuk bekerja dengan sesama da’i, dengan
ketajaman bashirah dan proses pengenalan yang memadai. Kekuatan kontak kepada Allah,
kejujuran, amanah, cinta kasih, kehangatan ukhuwah adalah hal-hal yang menyuburkan akar tsiqah
dan menjadikan kerja seberat apapun, resiko perjuangan sepedih apapun dan pengorbanan sebesar
apapun tak ada arti. Tak ada gerutuan kepada pemimpin atau bawahan, yang ada syukur, sabar dan
sepenanggungan.

Alangkah rindunya dakwah hari ini kepada kondisi ideal yang bukan mustahil, walaupun
sukar difahami kecuali oleh mereka yang telah mengalami dan menikmatinya. Rasulullah SAW
menyatakan: ”Apabila Allah mencintai seorang hamba, maka Ia panggil Jibril: "Wahai Jibril,
sesungguhnya Aku mencintai Fulan di bumi, maka hendaklah engkau mencintainya. Lalu Jibril
menyeru malaikat langit: "Sesungguhnya Allah mencintai Fulan hambanya di bumi, maka hendaklah
kalian mencintainya. Maka ia dicintai oleh penghuni langit dan diberikan kepadanya sifat qabul
(diterima) di bumi… " (HR. Muslim).

Tak ada arti bagi upaya lobbi, sugesti dan mobilisasi yang hanya mengandalkan kekuatan
kerongkongan semata-mata, karena dakwah yang suci ini adalah dakwah ruhiyah dan bukan dakwah
jasadiyah semata. Ia merangkum akal dan hati, lebih dulu dari merangkum gerak dan jasad. Ia punya
pusat kendali yang merukunkan seluruh elemen, saat harta kekayaan dunia sebesar apapun tak
mampu merukunkan antar hati mereka. "Ia rukunkan antar hati mereka, yang seandainya engkau
belanjakan seluruh kekayaan bumi seluruhnya, niscaya engkau takkan mampu merukunkan antar
hati mereka, akan tetapi Allah merukunkan antar mereka" (QS.Al-Anfal : 63). Wallahu’alam

9
Tak ada artinya bagi segala lobbi, sugesti, dan mobilisasi yg hanya mengandalkan kekuatan
kerongkongan semata2, krn dakwah yg suci ini adalah dakwah ruhiyah dan bukan dakwah jasadiyah
semata. Ia merangkum akal dan hati, lebih dulu dari merangkum gerak dan jasad. Ia punya pusat
kendali yg merukunkan seluruh elemen, saat harta kekayaan dunia sebesar apapun tak mampu
merukunkan antarhati mereka,”Ia rukunkan antarhati mereka, yg seandainya engkau belanjakan
seluruh kekayaan bumi seluruhnya, niscaya engkau takkan mampu merukunkan antarhati mereka,
akan tetapi Allah merukunkan antarmereka.” Surat cinta-Nya, Al Anfal:63

Dan hadiah Allah untuk persaudaraan semacam ini begitu indah sebagaimana HR
Ahmad,“Ada hamba2 Allah yg bukan nabi bukan syuhada namun menjadikan iri para nabi dan
syuhada krn kedudukan mereka di hadapan Allah. Mereka adalah orang2 yg saling mencintai dgn
Ruh Allah bukan krn hubungan sedarah atau kepentingan memperoleh kekayaan. Demi Allah,
wajah2 mereka cahaya. Mereka takkan merasakan ketakutan ketika banyak orang ketakutan dan
tidak bersedih saat ummat manusia bersedih.”

“Jika kebaikan yang kau kerjakan adalah amanah yang berat, maka jgn sekali2 minta yang
lebih ringan. Namun mintalah punggung yang kokoh untuk bisa memikulnya,”sahabat Umar berkata.

10
QS. Al Anfal : 63

Iman kepada bai’at ini mengharuskan kita untuk menunaikan kewajiban-kewajiban berikut
sehingga menjadi batu-bata yang kuat bagi bangunan :

1. Hendaklah memiliki wirid harian dari kitabullah tidak kurang dari satu juz. Usahakan untuk
menghatamkan Al Qur’an dalam waktu tidak lebih dari sebulan dan tidak kurang dari tiga
hari.
2. Hendaklah membaca Al Qur’an dengan baik, memperhatikannya dengan seksama dan
merenungkan artinya. Hendaknya juga mengkaji sirah Nabi dan sejarah para salaf sesuai
dengan waktu yang tersedia.Hendaknya juga membaca hadits Rasul Allah saw., minimal
hafal 40 hadits, ditekankan pada Al Arba’in An Nawawiyah. Dan hendaknya juga mengkaji
risalah tentang pokok-pokok aqidah dan cabang-cabang fiqih.
3. Hendaklah bersegera melakukan general check up secara berkala atau berobat, begitu
penyakit terasa. Perhatikanlah faktor-faktor penyebab kekuatan dan perlindungan tubuh
dan hindarilah factor-faktor penyebab lemahnya kesehatan.
4. Hendaklah menjauhi berlebihan dalam mengkonsumsi kopi, teh dan minuman perangsang
semisalnya. Jangan meminum kecuali dalam keadaan darurat dan hindari rokok.
5. Hendaklah memperhatikan urusan kebersihan dalam segala hal, menyangkut : tempat
tinggal, pakaian, makanan, badan dan tempat kerja karena agama ini dibangun di atas dasar
kebersihan.
6. Hendaklah jujur dalam berkata dan jangan sekali-kali berdusta.
7. Hendaklah menepati janji, jangan mengingkarinya, betapa pun kondisi yang dihadapi.
8. Hendaklah berani dan tahan uji. Keberanian yang paling utama adalah terus-menerus dalam
mengatakan kebenaran, ketahanan menyimpan rahasia, berani mengakui kesalahan, adil
terhadap diri sendiri dan dapat menguasainya dalam keadaan marah sekalipun.
9. Hendaklah senantiasa bersikap tenang dan berkesan serius. Namun jangan keseriusan itu
menghalangimu dari canda yang benar, senyum dan tawa.
10. Hendaklah memiliki rasa malu yang kuat, berperasaan sensitif, peka terhadap kebaikan dan
keburukan yakni munculnya rasa bahagia untuk yang pertama dan rasa tersiksa untuk yang
kedua. Hendaklah rendah hati tanpa menghina diri, bersikap taklid dan terlalu berlunak hati.
Hendaklah engkau menuntut dari orang lain lebih rendah dari martabatmu untuk
mendapatkan martabatmu yang sesungguhnya.
11. Hendaklah bersikap adil dan benar dalam memutuskan suatu perkara, pada setiap situasi.
Janganlah kemarahan melalaikanmu untuk berbuat kebaikan, janganlah mata keridhoan
engkau pejamkan dari perilaku yang buruk, janganlah permusuhan membuatmu lupa dari
pengakuan jasa baik dan hendaklah engkau berkata benar meskipun itu merugikanmu atau
merugikan orang yang paling dekat denganmu.
12. Hendaklah menjadi pekerja keras dan terlatih dalam menangani aktivitas sosial. Hendaklah
merasa bahagia jika dapat mempersembahkan bakti untuk orang lain, gemar membesuk
orang sakit, membantu orang yang membutuhkan, menanggung orang yang lemah,
meringankan beban orang yang terkena musibah meskipun hanya dengan kata-kata yang
baik dan senantiasa bersegera berbuat kebaikan.
13. Hendaklah berhati kasih, dermawan, toleran, pemaaf, lemah lembut baik kepada manusia
maupun binatang, berperilaku baik dalam berhubungan dengan semua orang, menjaga
etika-etika sosial Islam, menyayangi yang kecil dan menghormati yang besar, memberi

11
tempat kepada orang lain dalam majelis, tidak memata-matai, tidak menggunjing, tidak
mengumpat, meminta izin jika masuk maupun keluar rumah, dan lain-lain.
14. Hendaklah pandai membaca dan menulis, memperbanyak menelaah terhadap risalah
Ikhwan, koran, majalah dan tulisan lainnya. Hendaklah membangun perpustakaan khusus,
seberapa pun ukurannya, konsentrasi terhadap spesifikasi keilmuan dan keahlianmu jika
engkau seorang spesialis, menguasai persoalan Islam secara umum, penguasaan yang
membuatnya dapat membangun persepsi yang baik untuk menjadi referensi bagi
pemahaman terhadap tuntutan fikrah.
15. Hendaklah memiliki proyek usaha ekonomi betapapun kayanya engkau, utamakan proyek
mandiri betapapun kecilnya dan cukupkanlah apa yang ada pada dirimu betapa pun
tingginya kapasitas keilmuanmu.
16. Janganlah terlalu berharap untuk menjadi pegawai negeri, jadikanlah ia sesempit-sempit
pintu rezeki. Namun jangan ditolak jika diberi peluang untuk itu. Janganlah melepaskannya,
kecuali jika ia benar-benar bertentangan dengan tugas-tugas dakwahmu.
17. Hendaklah memperhatikan penunaian tugas-tugasmu, bagaimana kualitasnya dan
kecermatannya, jangan menipu dan hendaklah menepati kesepakatan.
18. Hendaklah memenuhi hakmu dengan baik dan memenuhi hak-hak orang lain dengan
sempurna, tanpa dikurangi dan berlebihan, janganlah pula menunda-nunda pekerjaan.
19. Hendaklah menjauhkan judi dengan segala macamnya, betapapun maksud di
baliknya.Hendaklah menjauhi mata pencaharian yang haram, betapapun keuntungan besar
yang ada di baliknya.
20. Hendaklah menjauh dari riba dalam setiap aktivitasmu, dan sucikan ia dari riba sama sekali.
21. Hendaklah memelihara kekayaan umat Islam secara umum dengan mendorong
berkembangnya pabrik-pabrik dan proyek-proyek ekonomi Islam. Hendaknya juga menjaga
setiap keping mata uang agar tidak jatuh ke tangan orang non Islam dalam keadaan
bagaimanapun. Jangan berpakaian dan jangan makan kecuali dari produk negerimu yang
Islam.
22. Hendaklah memiliki kontribusi finansial dalam dakwah, tunaikan kewajiban zakatmu dan
jadikan sebagian dari hartamu itu untuk orang yang meminta dan orang yang kekurangan,
betapapun kecil penghasilanmu.
23. Hendaklah menyimpan sebagian dari penghasilanmu untuk persediaan masa-masa sulit,
betapa pun sedikit dan jangan sekali-sekali menyusahkan dirimu untuk mengejar
kesempurnaan.
24. Hendaklah bekerja semampu yang bisa dilakukan untuk menghidupkan tradisi Islam dan
mematikan tradisi asing dalam setiap aspek kehidupanmu. Misalnya ucapan salam, bahasa,
sejarah, pakaian, perabot rumah tangga, cara kerja dan istirahat, cara makan dan minum,
cara datang dan pergi, serta gaya melampiaskan rasa suka dan duka. Hendaknya menjaga
sunah dalam setiap aktivitas tersebut.
25. Hendaklah memboikot peradilan-peradilan setempat atau seluruh peradilan yang tidak
Islami. Demikian juga gelanggang-gelanggang, penerbitan-penerbitan, organisasi-organisasi,
sekolah-sekolah dan segenap institusi yang tidak mendukung fikrahmu secara total.
26. Hendaklah senantiasa merasa diawasi oleh Allah, mengingat akhirat dan bersiap-siap untuk
menjemputnya, mengambil jalan pintas untuk menuju ridha Allah dengan tekad yang kuat,
mendekatkan diri kepadanya dengan ibadah sunah seperti shalat malam, puasa tiga hari

12
minimal setiap bulan, memperbanyak dzikir (hati dan lisan) dan berusaha mengamalkan doa
yang diajarkan pada setiap kesempatan.
27. Hendaklah bersuci dengan baik dan usahakan untuk senantiasa dalam keadaan berwudhu di
sebagian besar waktumu.
28. Hendaklah shalat dengan baik dan senantiasa tepat waktu dalam menunaikannya. Usahakan
untuk senantiasa berjamaah di masjid jika itu mungkin dilakukan.
29. Hendaklah berpuasa Ramadhan dan berhaji dengan baik, jika engkau mampu melakukannya.
Kerjakan sekarang juga jika engkau telah mampu.
30. Hendaklah senantiasa menyertai dirimu dengan niat jihad dan cinta mati syahid. Bersiaplah
untuk itu kapan saja kesempatannya tiba.
31. Hendaklah senantiasa memperbaharui taubat dan istighfarmu, berhati-hatilah terhadap
dosa yang kecil, apalagi dosa yang besar. Sediakan untuk dirimu beberapa saat sebelum
tidur untuk introspeksi diri terhadap apa-apa yang telah engkau lakukan, yang baik maupun
yang buruk. Perhatikan waktumu, karena waktu adalah kehidupan itu sendiri. Jangan
pergunakan ia sedikit pun tanpa guna dan janganlah ceroboh terhadap hal-hal yang syubhat
agar tidak jatuh ke dalam kubangan yang haram.
32. Hendaklah berjuang meningkatkan kapasitasmu dengan sungguh-sungguh agar engkau
dapat menerima tongkat kepemimpinan. Hendaklah menundukkan pandanganmu, menekan
emosimu dan memotong habis selera-selera rendah dari jiwamu, bawalah ia hanya untuk
menggapai yang halal dan baik, dan hijabilah ia dari yang haram dalam keadaan
bagaimanapun.
33. Hendaklah jauhi khamer dan seluruh makanan atau minuman yang memabukkan sejauh-
jauhnya.
34. Hendaklah menjauhkan diri dari pergaulan dengan orang jahat dan persahabatan dengan
orang yang rusak, serta jauhilah tempat-tempat maksiat.
35. Hendaklah perangi tempat-tempat iseng, jangan sekali-kali mendekatinya dan hendaklah
jauhi gaya hidup mewah dan bersantai-santai.
36. Hendaklah mengetahui anggota katibahmu satu persatu dengan pengetahuan yang lengkap,
juga kenalkan dirimu kepada mereka dengan selengkapnya. Tunaikan hak-hak ukhuwah
mereka dengan seutuhnya. Hak kasih sayang, penghargaan, pertolongan dan itsar.
Hendaklah senantiasa hadir di majelis mereka dan tidak absen, kecuali karena udzur darurat,
dan pegang teguhlah sikap itsar dalam pergaulanmu dengan mereka.
37. Hendaklah hindari hubungan dengan organisasi atau jamaah apapun sekiranya hubungan itu
tidak membawa maslahat bagi fikrahmu, terutama jika diperintahkan untuk itu.
38. Hendaklah menyebarkan dakwahmu di mana pun dan memberi informasi kepada pemimpin
tentang segala kondisi yang melingkupimu. Janganlah berbuat sesuatu yang berdampak
strategis, kecuali dengan seizinnya. Hendaklah senantiasa menempatkan dirimu sebagai
`tentara yang berada di tangsi, yang tengah menanti instruksi komandan.

Prinsip-prinsip ini dalam lima slogan :

Allah ghayatuna (Allah adalah tujuan kami), Ar Rasul qudwatuna (Rasul adalah teladan kami), Al
Qur’an syir’atuna (Qur’an adalah undang-undang kami), Al Jihad sabiluna (Jihad adalah jalan
kami) dan Syahadah umniyyatuna (Mati syahid adalah cita-cita kami). Terhimpun dalam berbagai
kata berikut : kesederhanaan, tilawah, shalat, keprajuritan dan akhlak. QS. Ash Shaff : 10-14.

13

You might also like