You are on page 1of 5

Definisi ekonomi Islam

Ekonomi Islam ialah satu bidang ilmu fikah yang mengkaji bagaimana membangunkan sumber
di muka bumi ini untuk memenuhi keperluan manusia yang selaras dengan kehendak syariah
sehingga mampu diagihkan kepada golongan yang tidak mampu menyara hidup sendiri.

Terdapat beberapa komponen penting yang dimuatkan dalam definisi ekonomi yang
dicadangkan diatas. Pertama ilmu ekonomi sebagai satu bidang fikah yang perlu sebagai fardu
kifayah untuk kepentingan umum. Kedua, sumber yang dibincangkan hanyalah setakat yang
ada di muka bumi selaras dengan apa yang disampaikan melalui al-Quran dan tidak melampaui
ruang atmosfera bumi. Komponen seterusnya ialah membataskan keperluan hidup manusia
yang hanya menepati kehendak syariah layak dipenuhi. Akhir sekali ialah memberi perhatian
kepada golongan yang tidak mampu menyara sendiri seperti orang cacat anggota, golongan
fakir miskin serta anak-anak yatim yang masih kecil dan tidak berdaya mencari nafkah sendiri.

Harapan

Sistem ekonomi Islam bukanlah sekadar sistem kewangan yang bebas riba, perniagaan yang
jauh dari unsur gharar atau kutipan dan agihan zakat yang berkesan. Ia melangkaui semua itu
kerana ilmuan terdahulu sudah lama membincangkan soal-soal pengkhususan buruh, hukum
penawaran dan permintaan serta hal-hal percukaian.

Apa yang penting ialah kesanggupan pemerintah untuk menilai semula pegangan dan orientasi
ekonomi yang diamalkan dalam pemerintahan mereka. Kita tidak mahu mereka menggunakan
sistem ekonomi Islam sekadar menukar labelnya sahaja tetapi mekanisma yang digunakan tidak
berbeza dengan ekonomi anjuran Barat.

CIRI EKONOMI ISLAM

Wednesday, 18 March 2009

Habib Muhammad Rizieq Syihab, MA


(Kandidat Doktor Shariah di Universiti Malaya)

Pembeda Utama antara Sistem Ekonomi Islam dan Sistem Ekonomi lainnya adalah sumbernya.
Sistem Ekonomi Islam lahir dari sumber wahyu, sedang yang lain datang dari sumber akal. 
Karenanya, ciri Ekonomi Islam sangat khas dan sempurna, yaitu : Ilahiah dan Insaniah.

Berciri ilahiah karena berdiri di atas dasar aqidah, syariat dan akhlaq. Artinya, Ekonomi Islam
berlandaskan kepada aqidah yang meyakini bahwa harta benda adalah milik Allah SWT, sedang
manusia hanya sebagai khalifah yang mengelolanya (Istikhlaf), sebagaimana diamanatkan Allah
SWT dalam surat Al-Hadiid ayat 7. Dan Ekonomi Islam berpijak kepada syariat yang mewajibkan
pengelolaan harta benda sesuai aturan Syariat Islam, sebagaimana ditekankan dalam surat Al-Maa-
idah ayat 48 bahwa setiap umat para Nabi punya aturan syariat dan sistem.

Serta Ekonomi Islam berdiri di atas pilar akhlaq yang membentuk para pelaku Ekonomi Islam
berakhlaqul karimah dalam segala tindak ekonominya, sebagaimana Rasulullah SAW mengingatkan
bahwasanya beliau diutus hanya untuk menyempurnakan kemuliaan-kemuliaan akhlaq.

Berciri insaniah karena memiliki nilai kemanusiaan yang tinggi dan sempurna. Sistem Ekonomi
Islam tidak membunuh hak individu sebagaimana Allah SWT nyatakan dalam surat Al-Baqarah ayat
29 bahwa semua yang ada di Bumi diciptakan untuk semua orang. Namun pada saat yang sama
tetap memelihara hak sosial dengan seimbang, sebagaimana diamanatkan dalam surat Al-Israa
ayat 29 bahwa pengelolaan harta tidak boleh kikir, tapi juga tidak boleh boros.

Di samping itu, tetap menjaga hubungan dengan negara sebagaimana diperintahkan dalam surat
An-Nisaa ayat 59 yang mewajibkan ketaatan kepada Allah SWT dan Rasulullah SAW serta Ulil Amri
yang dalam hal ini boleh diartikan penguasa (pemerintah) selama taat kepada Allah SWT dan
Rasul-Nya.

Dengan kedua ciri di atas, aktivitas Sistem Ekonomi Islam terbagi dua : Pertama, individual yaitu
aktivitas ekonomi yang bertujuan mendapatkan keuntungan materi bagi pelakunya, seperti
perniagaan, pertukaran dan perusahaan. Kedua, sosial yaitu aktivitas ekonomi yang bertujuan
memberikan keuntungan kepada orang lain, seperti pemberian, pertolongan dan perputaran.

Sekurangnya ada 15 (lima belas) aktivitas Ekonomi Islam yang bersifat individual, yaitu: Al-Bai', As-
Salam, Ash-Shorf, Asy-Syirkah, Al-Qiradh, Al-Musaqah, Al-Muzara'ah, Al-Mukhabarah, Al-Ijarah, Al-
Ujroh, Al-Ji'alah, Asy-Syuf'ah, Ash-Shulhu, Al-Hajru, dan Ihya-ul Mawat.

Kelimabelas aktivitas ekonomi di atas merupakan pintu mencari keuntungan materi yang dihalalkan
Syariat Islam. Setiap individu bebas menjadi pelaku aktivitas ekonomi di atas dan bebas pula
mengais keuntungan sesuai dengan rukun dan syarat yang ditetapkan syariat untuk tiap-tiap
aktivitas tersebut.
Ada pun aktivitas Ekonomi Islam yang bersifat sosial sekurangnya juga ada 15 (lima belas), yaitu :
Ash-Shodaqah, An-Nafaqoh, Al-Hadiyah, Al-Hibah, Al-Waqf, Al-Qordh, Al-Hawalah, Ar-Rahn,
Al-'Ariyah, Al-Wadi'ah, Al-Wakalah, Al-Kafalah, Adh-Dhoman, Al-Luqothoh, dan Al-Laqith.

Dalam kelimabelas aktivitas ekonomi di atas para pelakunya tidak dibenarkan mengambil
keuntungan untuk dirinya, melainkan ditujukan untuk memberi keuntungan kepada orang lain.
Misalnya, dalam aktivitas Al-Qordh (Utang), si pemilik piutang (yang memberi utang) tidak
dibenarkan mengambil "untung" dengan mensyaratkan "kelebihan" kepada orang yang berutang
dalam pengembalian utangnya, walau satu sen, karena Al-Qordh adalah bentuk bantuan dan
pertolongan kepada orang lain, bukan perniagaan, sehingga "keuntungan" apa pun bagi pemberi
utang yang disyaratkan dalam utang menjadi Riba yang diharamkan syariat, sebagaimana
disebutkan dalam sebuah hadits riwayat Imam Ath-Thabrani rhm dalam Al-Mu'jam Al-Kabir.

Menariknya, dalam sebuah hadits riwayat Ibnu Majah rhm disebutkan bahwa Rasulullah SAW
melarang pemberi utang untuk menerima hadiah atau memanfaatkan pinjaman barang apa pun dari
orang yang berutang sebelum utangnya dilunasi, kecuali jika di antara keduanya sudah sering saling
memberi hadiah atau meminjamkan barang dari sebelum adanya utang. Salah satu hikmah
pelarangan ini adalah untuk menjaga kemurnian nilai sosial dan memelihara kemuliaan jiwa
kepedulian tanpa pamrih yang ada dalam aktivitas Al-Qardh.

Selain itu, dalam rangka melindungi keseimbangan individual dan sosial dalam aktivitas ekonomi
umat, maka Sistem Ekonomi Islam membuat proteksi yang tinggi dari segala penyimpangan perilaku
ekonomi yang mengancam dan membahayakan keseimbangan tersebut. Untuk itu ada 8 (delapan)
perilaku ekonomi menyimpang yang diharamkan syariat, yaitu : Ikrah (Pemaksaan), Ghashb
(Perampasan), Gharar (Penipuan), Ihtikar (Penimbunan), Talaqqi Rukban (Pertengkulakan), Qimar
(Perjudian), Risywah (Suap), dan Riba (Rente).

Lebih dari itu, Sistem Ekonomi Islam tidak hanya menjaga keseimbangan antara hak individu dan
hak sosial, bahkan antara hak Khaliq dan hak makhluq. Karenanya, Ekonomi Islam disebut sebagai
Ekonomi Wasathiyah (Ekonomi Pertengahan) yaitu sistem ekonomi yang menjaga tawazun
(keseimbangan) antara : Hak Allah dan Hak Manusia, Hak Dunia dan Hak Akhirat, Hak Individu dan
Hak Sosial, Hak Rakyat dan Hak Negara.
Berbeda dengan Sistem Ekonomi Barat, baik Kapitalis mau pun Komunis, yang hanya mengenal
materi, angka dan untung-rugi, serta hanya bertujuan untuk : Pengendalian Pasar, Mengalahkan
Pesaing, Memperkaya Diri dan Merugikan Orang.    

Sepintas memang Kapitalis berbeda dengan Komunis. Kapitalis sangat individualisme dimana
secara teori hanya fokus kepada : Membela Individu dan Membunuh Sosial. Sedang Komunis
sangat sosialisme dimana secara teori hanya fokus kepada : Membela Sosial dan Membunuh
Individu. Namun jika diperhatikan lebih mendalam, ternyata keduanya sama bermadzhab
Materialisme yang bertujuan materi semata, dan sama berperisai Demokrasi untuk menghalalkan
segala cara agar bebas mengais keuntungan, sehingga pada prakteknya, baik Kapitalis mau pun
Komunis, tetap saja sama mengorbankan rakyat kecil.

Landasan sosio-ekonomi Barat, baik Kapitalis mau pun Komunis, adalah Riba yang merupakan
cerminan dari pengambilan, kekejian, kekikiran, keegoisan dan ketamakan. Sedang landasan sosio-
ekonomi Islam adalah Sedekah yang merupakan cerminan dari pemberian, kesucian, kemurahan,
kesetia-kawanan dan ketulusan.

Dengan demikian, Sistem Ekonomi Islam tidak bisa disamakan dengan Sistem Ekonomi Kapitalis
yang kini tampil dengan Ekonomi Neo Liberal nya dan sering mengklaim sebagai Sistem Ekonomi
Modern.  Dan Sistem Ekonomi Islam juga tidak bisa disamakan dengan Sistem Ekonomi Komunis
atau yang kini tampil dengan Ekonomi Neo Sosialis nya dan sering mengklaim sebagai Sistem
Ekonomi Kerakyatan.

Sistem Ekonomi Islam adalah sebuah sistem ekonomi sempurna yang sudah teruji dan telah
membuktikan kesempurnaan sistemnya selama tidak kurang dari 1300 tahun, yaitu sejak dari awal
abad ke 7 Miladiyah saat kepemimpinan Rasulullah SAW s/d awal abad ke 20 Miladiyah saat
kejatuhan Kekhilafahan Islam. Dan kini, di Millenium ke-3, Sistem Ekonomi Islam mulai bangkit
kembali, dan sistem ini pasti berjaya sebagaimana pernah berjaya sebelumnya. Sedang Sistem
Ekonomi Barat yang kini dibanggakan, masih sangat muda sekali umurnya dan belum teruji dengan
baik, bahkan kini sedang mengalami kebangkrutan global untuk menuju kehancuran.

Kenapa Sistem Ekonomi Islam mampu berjaya sekian lama ? Jawabnya, karena sistem ini berciri
ilahiah dan insaniah, dimana selalu menjaga keseimbangan aktivitas ekonominya. Lihat saja, di
negeri-negeri Kapitalis pajak tinggi walau cari uang mudah, dan sebaliknya di negeri-negeri Komunis
cari uang susah walau pajak rendah. Jadi, tidak pernah seimbang, selalu di posisi sulit bagi pelaku
ekonominya. Sedang di Negara Islam yang berekonomi Islam, alhamdulillah, cari uang mudah dan
pajak rendah. Itulah yang ditawarkan oleh Sistem Ekonomi Islam.

Ironisnya, di negeri kita yang mayoritas berpenduduk muslim terbesar di dunia : cari uang susah dan
pajak tinggi !  Kasihan betul rakyatnya. Solusinya : Tegakkan Sistem Ekonomi Islam !  Allahu Akbar !

You might also like