You are on page 1of 16

Peran penting seorang ibu bagi perkembangan anak

Tugas-tugas keibuan merupakan pekerjaaan yang paling terhormat dan membutukan


ketrampilan di dunia ini. Terlaksananya tugas ini sangat penting bagi pemeliharaan
dan perlindungan anak terutama di masa-masa awal pertumbuhannya. Walaupun
tugas keibuaan sebenarnya adalah tugas yang full time, tak berarti ayah sebagai
pencari nafkah tak ikut serta bertanggung jawab. Tak ada satu jenis pekerjaan pun
yang dapat merampas seorang ibu dari tugas keibuaanya. Dan Tidak ada seorang pun
yang dapat mengambil alih tugas keibuaan tersebut. (Dr. A. Majid Katme)

Pernyataan tersebut memuat penghargaan tentang peran ibu yang dinilai sebagai peran yang tak
tergantikan. Mengapa peran ibu tak tergantikan? Karena ibu merupakan sekolah pertama bagi
anak-anaknya

Pertumbuhan generasi suatu bangsa pertama kali berada di tangan ibu. Di tangan seorang ibu
pulalah pendidikan anak ditanamkan dari usia dini. Neuman (1990) berpendapat bahwa usia 20-
22 bulan merupakan masa penting hubungan ibu-anak dan pembentukan diri individu, yang
disebut Neuman primal relationship. Para ahli social learning berpandangan  bahwa apa yang
dilakukan oleh ibu terhadap anaknya merupakan proses yang diadopsi oleh si anak melalui
proses social-modelling. Cara ibu mengasuh sangat berperan, apakah dengan penuh
kelembutan,kesabaran dan kasih sayang ataukah dengan caci maki,kekerasan, dan amarah serta
penolakan akan membentuk perilaku anak.

Terabaikannya peran ibu sebagai pendidik dan pembimbing anak-anak, dapat menyebabkan
anak-anak yang terabaikan pula, hal ini dimungkinkan karena ibu kurang meluangkan waktunya.
Semisal ibu yang lebih senang berkarir di luar rumah ketimbang di dalam rumah yang secara full
time mengasuh anak-anaknya. Memang tidak seratus persen benar jika ibu yang full time berada
di rumah akan menjadikan anak-anaknya sebagai generasi yang berkualitas. Bagaimanapun
pencapaian kualitas waktu yang diluangkan berhubungan langsung dengan kuantitas waktu yang
diluangkan ibu untuk mengasuh dan membimbing anak-anaknya.

source:concern

IBU adalah segalanya, dialah penghibur di dalam kesedihan, pemberi harapan di dalam penderitaan, dan
pemberi kekuatan di dalam kelemahan. Dialah sumber cinta, belas kasih, simpati, dan pengampunan.
Manusia yang kehilangan ibunya berarti kehilangan jiwa sejati yang memberi berkat dan menjaganya
tanpa henti.

Itulah rangkaian kata-kata dari penyair Kahlil Gibran (1883-1931) dalam menggambarkan sosok seorang
ibu dan betapa besar peran yang dijalankannya. Menurut psikolog Clara Istiwidarum Kriswanto, peran ibu
memang sangat penting. Karena awal usia pertumbuhan dan perkembangan anak baik secara fisik
maupun emosional tidak bisa dilepaskan dari peran seorang ibu.

Seperti yang disampaikan Mario Teguh dalam acara, dengan judul “A mother’s prayer” di Metro
TV tanggal 21 Desember 2008, Mario Teguh menyatakan “Ibu tak pernah cuti, tak ada lembur.
Keberhasilan ibu adalah keberhasilan anak-anaknya, serta kesedihan anak-anaknya adalah
kesedihan ibunya.” Selanjutnya Mario Teguh juga mengatakan, bahwa “ibu menjadi tempat
bersandar banyak orang. Ibu menginginkan anaknya berdiri tegak, berjalan dan mempunyai
kehidupan yang lebih baik. Oleh karena itu, sebaiknya kita sesedikit mungkin bercerita pada
beliau, karena begitu masalah yang kita hadapi telah selesai, ibu masih kepikiran”.

Pada saat si anak masih dalam kandungan, ibu harus telah mempersiapkan diri, mendisiplinkan
diri, agar anak telah menjadi disiplin sejak masih di dalam kandungan. Seorang anak tidak ingin
dilahirkan, namun orangtua lah yang menginginkan kelahiran anak-anaknya, sebagai
penyambung keturunan nya. Ibu yang telah mempersiapkan diri, akan lebih tenang dalam
menghadapi kesulitan, baik dalam masa kehamilan, proses kelahiran, maupun merawat bayinya
dengan penuh kasih sayang setelah anak lahir dengan selamat.

Perkembangan kepribadian dan perilaku anak, sangat ditentukan oleh bagaimana orangtua
mendidiknya, disini peran ibu sangat penting. Ibu lah yang mengandung selama 9 bulan,
kemudian menyusui, serta menimang anaknya….. selain itu juga mengajarkan anak-anaknya
sejak anak bisa mengerti. Mengajarkan etika, agama, dan pelajaran lain yang akan
mengembangkan pola pikir dan perilaku anak ke arah yang baik.

Semakin anak besar, tentu saja ibu tak selalu bisa mendampingi anak-anaknya, tapi ibu yakin
jalinan yang ada antara ibu dan anaknya. Ibu akan terus berdoa, dan menyerahkan anak pada
Allah swt, dan semoga dijauhkan dari segala marabahaya. Dan ibu percaya, doa-doa ibu yang
dipanjatkan akan menyertai perjalanan anaknya kemanapun dia berada, dan selalu menjadi
penerang atas kehidupannya.

Ibu akan tahu dan merasa, apakah anaknya sedang resah, dan sedang mempunyai masalah yang
belum dapat diselesaikan. Ibu akan menunggu, apakah anak akan datang untuk memohon doa
ibu, atau anak akan berusaha menyelesaikan sendiri. Ibu tetap akan mendoakannya.

Di dunia ini, tak seorang pun ingin anaknya bodoh, sakit-sakitan, ataupun menjadi tidak sukses. Lalu
apakah para orang tua sudah mengerti bagaimana menjadikan anak sebagai aset berharga? Sebagian
menjawab tidak, manakala melihat gejala sekitar bahwa anak sering menjadi komoditas sebelum
waktunya, anak dibuang dan disia-siakan bahkan dibunuh oleh orang tua kandungnya sendiri.
Pengasuhan sangat memengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak. Oleh karena itu setiap
keluarga perlu mendidik anak agar menjadi manusia yang sehat, cerdas, dan sejahtera lahir batin. Faktor
Berpengaruh Profesor Urie Bronfenbrenner (1979) mengemukakan teori ekologi yang menyatakan
bahwa perkembangan anak dipengaruhi oleh sistem interaksi yang kompleks dengan berbagai tingkatan
lingkungan sekitarnya. Lingkungan anak digambarkan sebagai rangkaian struktur yang meliputi interaksi
yang saling berhubungan antara di dalam dan di luar rumah, sekolah dan tetangga dari kehidupan anak
setiap hari. Interaksi ini menjadi motor atau penggerak dari perkembangan anak. Dalam teori ekologi
perkembangan anak, anak merupakan pusat dari lingkaran, di kelilingi oleh berbagai lingkaran sistem
interaksi yang terdiri dari sistem mikro, sistem meso, sistem exo, dan sistem makro yang satu sama lain
saling memengaruhi. Ketika masih bayi lingkungan mikro, anak hanya meliputi orang tua dan saudara-
saudara kandungnya, juga pengasuhnya bila bayi tersebut mendapat pelayanan di tempat penitipan
anak (day care centers). Dengan bertambahnya usia anak menjadi usia sekolah, sistem mikronya
berkembang meliputi tempat penitipan anak dan sekolah. Hal paling penting dari sistem mikro adalah
kontak dan interaksi langsung orang dewasa dengan anak dalam jangka waktu yang cukup panjang dan
intensif. Sistem meso adalah lingkaran yang ditunjukkan dengan interaksi antarkomponen dalam sistem
mikro anak. Perkembangan anak amat dipengaruhi oleh keserasian hubungan antarkomponen dalam
sistem mikronya. Sebagai contoh, hubungan antara rumah dan sekolah, guru dan orang tua. Prinsip
utama dari sistem meso adalah semakin kuat dan saling mengisi interaksi antar komponen dalam sistem
meso, semakin besar pengaruh dan hasilnya pada perkembangan anak. Sistem exo merupakan lingkaran
yang menunjukkan sistem sosial yang lebih besar dan anak tidak langsung berperan di dalamnya tetapi
interaksi komponen sistem ini seperti dalam bentuk keputusan pada tataran lembaga yang mempunyai
hubungan dengan anak, berpengaruh terhadap perkembangan anak. Keputusan-keputusan dari tempat
kerja orang tua, komite sekolah, atau lembaga perencanaan adalah contoh dari sistem exo yang dapat
memengaruhi anak, baik positif maupun negatif meskipun anak tidak langsung terlibat dalam lembaga-
lembaga tersebut. Contoh lain adalah kekejaman orang dewasa yang terjadi di lingkungan tempat
tinggal anak yang dapat berpengaruh pada kesulitan anak untuk tidur. Sistem makro adalah lingkaran
terluar dari lingkungan anak. Lingkaran ini terdiri dari nila-nilai budaya, hukum dan peraturan
perundangan, adat kebiasaan, kebijakan sosial dan lain sebagainya. Seluruh komponen dari sistem ini
juga berpengaruh terhadap perkembangan anak. Media massa seperti tayangan TV yang termasuk
sistem makro mempunyai pengaruh sangat nyata terhadap perkembangan anak. PengasuhanPola
pengasuhan anak merupakan seluruh interaksi antara subjek dan objek berupa bimbingan, pengarahan
dan pengawasan terhadap aktivitas objek sehari-hari yang berlangsung secara rutin sehingga
membentuk suatu pola dan merupakan usaha yang diarahkan untuk mengubah tingkah laku sesuai
dengan keinginan si pendidik atau pengasuh (Sears, Maccoby & Levin, 1976; Gunarsa, 1997). Peran ibu
adalah sebagai pelindung dan pengasuh. Seorang ibu, tua maupun muda, kaya atau miskin secara
naluria tahu tentang garis-garis besar dan fungsinya sehari-hari dalam keluarga. Ibu adalah pendidik
pertama dan utama dalam keluarga, khususnya bagi anak-anak yang berusia dini. Oleh karena itu
keterlibatan ibu dalam mengasuh dan membesarkan anak sejak masih bayi dapat membawa pengaruh
positif maupun negatif bagi perkembangan anak di masa yang akan datang. Pola pengasuhan positif
misalnya penyusuan langsung dari ibu kepada bayi (skin to skin contact) amat penting bagi tumbuh-
kembang anak. Hingga bayi berusia enam bulan, ASI merupakan makanan yang paling baik dengan
berbagai keunggulan yang tidak dimiliki susu formula membuat anak lebih kebal terhadap penyakit dan
tidak menderita kelebihan gizi. Sebaliknya, pengaruh negatif ibu dalam mengasuh anak seperti terlalu
melindungi dapat menyebabkan anak menjadi lambat perkembangan kepribadiannya. Kenyataan bahwa
pola asuh dalam keluarga utuh dan dalam satu rumah, serta serta hanya satu yang berperan sebagai ibu
adalah tidak dapat dilaksanakan sepenuhnya oleh semua orang tua baik di Indonesia maupun di negara
lain. Masalah di negara timur termasuk Indonesia, keluarga besar masih lazim dianut dan peran ibu
sering dipegang oleh beberapa orang seperti nenek, keluarga dekat lainnya atau pembantu.
Kecenderungan wanita untuk bekerja di luar rumah menyebabkan meningkatnya peran pengganti ibu,
sehingga peran "ibu pengganti" menjadi sangat penting. Pada keluarga yang disharmonis atau adanya
perpisahan sementara dengan ibu karena tugas, maupun perpisahan permanen karena orang tua
bercerai atau meninggal, atau dititipkan di panti asuhan dapat menyebabkan masalah psikis pada anak
karena tidak ada atau kurang adanya kasih sayang yang sangat dibutuhkan oleh anak untuk mendukung
tercapainya pertumbuhan dan perkembangan anak yang optimal (Hurlock, 1978 dan Soetjiningsih, 1995)
Anak yang telantar kasih sayang dapat mengalami hambatan dalam belajar bergaul dengan orang lain.
Mereka bereaksi secara negatif terhadap pendekatan orang lain, sukar diajak kerja sama, dan bersikap
memusuhi. Anak-anak tersebut merasa tidak pandai dan memperlihatkan kekesalan dengan perilaku
agresif, tidak patuh, dan bentuk perilaku anti sosial lainnya. Anak dilahirkan dalam keadaan suci bersih.
Orang tuanyalah yang berperan dan bertanggung jawab membentuk watak dan kepribadiannya. Watak
dan kepribadian yang baik di kalangan muslim dipelajari dengan merujuk kepada model didikan Luqman
(QS33;12-19) yakni didiklah anak untuk: Bersyukur kepada Allah SWT, karena hakikatnya syukur itu
untuk diri sendiri. Menjauhi syirik karena itu adalah kezaliman besar. Menghormati ibunya yang telah
mengandung dengan susah payah, lemah dan bertambah-tambah selama 9 bulan. Menghormati kedua
orang tua, karena keridhaan Allah ada pada keridhaan orang tua. Menolak perintah orang tua yang salah
dengan cara yang bijak. Mendirikan salat dan berdakwah serta bersabar terhadap penderitaan di medan
dakwah. Menjauhi sikap sombong, angkuh, meremehkan orang lain, memalingkan muka, memandang
rendah orang lain, dan tidak mau bertegur sapa. Memiliki sifat kesederhanaan, tampil dengan wajar
tidak membuat resah orang lain, tidak menyebabkan orang lain sakit hati. Melunakan suara dan pandai
berkomunikasi, namun jangan banyak bicara yang tidak bermakna dan jangan jadi pembual. (*)

Perilaku anak ditentukan oleh peran ibu

Peran ibu dalam keluarga adalah sangat penting. Bahkan, dapat dikatakan bahwa kesuksesan dan
kebahagiaan keluarga sangat ditentukan oleh peran seorang ibu. Jika ibu adalah seorang wanita yang
baik, akan baiklah kondisi keluarga. Sebaliknya, apabila ibu adalah wanita yang bersikap buruk,
hancurlah keluarga (Prof. Sa’ad Karim, 2006).

Ibu adalah orang dan tempat pertama di mana anak mendapatkan pendidikan. Apabila ibu paham dan
mau melaksanakan tugas serta tanggung jawabnya dalam mendidik dan mengarahkan anak dengan
baik, akan terlahirlah generasi yang baik. Generasi unggul yang tumbuh menjadi seseorang yang berbudi
luhur, bertanggung jawab, dan berbakti kepada kedua orangtuanya.

Namun kendati demikian, pada kenyataannya masih banyak ibu yang tidak dapat melaksanakan tugas
dan tanggung jawabnya dengan baik. Sebagian ibu ada yang sibuk dengan kariernya, ada yang malas
melaksanakan tanggung jawabnya, dan ada juga yang menyerah untuk mendidik anak karena ia merasa
putus asa tidak tahu apa yang harus ia lakukan (tidak memiliki ilmu). Dengan demikian, pendidikan dan
perkembangan jiwa anak menjadi terbengkalai dan pada akhirnya rusaklah kepribadian sang anak.

Sejatinya, anak yang tumbuh dari keluarga yang tidak memiliki kepedulian antara satu dengan yang
lainnya, tidak mendapatkan kasih sayang, tidak mendapatkan bimbingan serta arahan yang benar dari
orangtua dan keluarganya, akan menyebabkan anak tidak mengenal makna dari ikatan keluarga

Bahkan tidak diragukan lagi jika orangtua (ibu) mengabaikan tugas dan kewajibannya maka akan
membuat pribadi anak menjadi buruk, baik di mata keluarga maupun di masyarakat. Apabila telah
terjadi demikian, orangtua tidak dapat menyalahkan siapapun, kecuali dirinya sendiri.

Dari artikel di atas dapat disimpulkan bahwa buruknya kepribadian anak adalah bukan mutlak
kesalahannya. Tetapi, faktor dominan yang menyebabkan ia demikian adalah orangtua (ibu). Ibu yang
tidak mendidik, mengarahkan, dan membimbing anak sesuai dengan ajaran agama dan nilai-nilai yang
dapat diterima oleh masyarakat akan melahirkan generasi yang buruk.

Alloh SWT berfirman,

“Dan hendaklah takut kepada Alloh SWT orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang
mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khwatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu,
hendaklah mereka bertakwa kepada Alloh SWT dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang
benar.” (an-Nisa:9).

Oleh karena itu, marilah kita bersama-sama untuk segera memulai mendidik anak dengan cara yang baik
dan sungguh-sungguh. Jika tidak, maka akan menjadi orangtua (ibu) yang paling merugi, yaitu ibu yang
sedang menunggu waktu datangnya kesulitan yang bertubi-tubi. Karena memiliki anak durhaka dan
boleh jadi sering merugikan banyak pihak, baik dirinya sendiri, orangtua juga orang lain.

http://www.perkembangananak.com/2007/11/ibu-buruk-kepribadian-anakpun-buruk.html
Peran Ibu Menumbuhkan Kecerdasan Anak

Suatu sore, tampaklah seorang ibu, dengan lima orang anaknya, sedang berkumpul di dapur.
Mereka mengelilingi sebuah meja dimana diatasnya terdapat 'potongan' kertas dan kotak melukis
yang berisi delapan warna dan sebatang kuas. Mereka akan melukis bersama-sama, belajar
menggambar bunga.

Di tengah keasyikan dan kegembiraan melukis, tiba-tiba ada nuansa ketidaksenangan dari anak
perempuan terkecilnya. "Ada apa, sayangku?", tanya si ibu. "Salah satu kelopak bungaku tampak
seperti daun" jawab anak kecil itu, hampir menangis karena kelopak bunganya tidak tampak
seperti kelopak bunga. "Biar kulihat", ujar si Ibu. "Oh ya, baiklah. Tambahkan dengan warna
hijau. Sekarang, kelopak bunga itu berubah menjadi daun". Tentu saja si anak tidak jadi
menangis. Ia tertawa gembira.

Cerita di atas saya cuplik dan tutur ulang dari pengalaman nyata Margo Marshall - Olmstead
akan ibunya saat mereka tinggal di Ferryden, sebuah desa nelayan si pesisir timur Skotlandia
(Lesson from Mom, 2004).

POTENSI IBU

Briliyan !!!! Hebat !!!!! Luar biasa !!!!!. Itulah yang deretan kata (dan masih banyak lagi yang
lainnya) yang pantas kita ucapkan sebagai apresiasi terhadap cara ibu tersebut mengatasi
'masalah' yang dihadapi anak perempuannya. Ia seakan paham betul dengan kata bijak Pablo
Picasso, seorang pelukis genius, bahwa 'Setiap bocah adalah seniman. Masalahnya bagaimana
cara mempertahankannya agar ia tetap menjadi seniman ketika dewasa'. Itu sebabnya ia berupaya
agar anak perempuan terkecilnya tidak patah semangat, sehingga dapat terus mengembangkan
potensinya sebagai seniman.

Tindakan yang ia ambil, tidak saja mencerminkan kecerdasan intelektualnya, namun juga
menggambarkan kecerdasan emosinya, kemampuannya berempati. Ia memahami betul bila anak
perempuannya bukanlah dirinya, yang sudah piawai melukis bunga. Ia mampu membuat
anaknya tetap merasa berhasil (menggambar daun), walaupun hal tersebut akibat dari ia gagal
menggambar bunga. Ia mengajar anaknya agar bisa mengambil hikmah (dan terobosan) ketika
menghadapi sebuah kegagalan.

Si ibu tahu betul bahwa kepada anak harus diajarkan keberanian untuk mencoba kemampuan,
kejelian untuk melihat kemungkinan, keyakinan dalam memilih strategi dan kesempatan untuk
melaksanakanan strategi pilihannya. Ia juga tahu betul bahwa semua proses itu harus dikenalkan
sejak dini, agar proses belajar untuk memecahkan masalah bila memberikan hasil optimum. Ia
sadar bahwa semakin banyak contoh cara memecahkan masalah yang ia berikan, akan membuat
makin berkembang pula kemampuan anaknya dalam menangani masalah.

Bisa dibayangkan, bagaimana jadinya bila ketika menghadapi ketidakbisaan anak


perempuannya, si ibu berkata "Kamu bodoh, menggambar bunga saja nggak bisa !!!". Atau
berkata "Gimana sich kamu ini, membuang-buang kertas dan cat saja". Tentu saja si anak akan
merasa gagal. Ia akan kehilangan kepercayaan diri, merasa rendah diri. Dan ini bukan masalah
sepele. Karena akan sangat menghambat kemampuannya dalam menanggapi dan menyelesaikan
masalah-masalah yang lain. Tentu kita masih ingat dengan begitu banyaknya kasus bunuh diri di
kalangan anak-anak, akibat dari ketidakmampuannya dalam menanggapi dan menyelesaikan
masalah.

Atensi si ibu akan aktivitas melukis dari anak-anaknya juga merupakan hal tepat sebab memang
sesungguhnya otak belahan kananlah yang lebih dulu berkembang. Dalam tulisannya yang
berjudul Pendidikan Dimulai dari otak Kanan (bagian dari buku Mencetak Anak Cerdas dan
Kreatif, 2001), Salomon Simanungkalit mengungkapkan bahwa perkembangan otak belahan
kanan sudah dimulai sejak anak berusia nol tahun. Sedangkan otak belahan kiri umumnya mulai
berkembang pada saat anak berumur enam tahun. Dan aktivitas melukis yang mengandalkan
kemampuan akan berkhayal, mengasah rasa seni adalah kerja otak kanan.

Otak kanan juga yang bertanggungjawab atas kemampuan mengendalikan emosi. Sehingga
sungguh sebuah tindakan luar biasa, yang sangat tepat, ketika sambil melukis bunga, si ibu juga
mengajarkan cara mengoper kuas dan cat, sehingga ia dan kelima anaknya mempunyai
kesempatan yang sama untuk menggambar. Secara tidak langsung hal ini melatih anak untuk
mengendalikan ego masing-masing, menanamkan makna bekerja sama dan berbagi, melatihnya
mengandalikan emosi. Artinya menstimulus kecerdasan emosi anak-anaknya.

SELAIN KECEDASAN INTELEKTUALl

Hingga kni masih banyak orang (tua) yang memuja kecerdasan intelektual yang mengandalkan
kemampuan berlogika semata. Orang tua merasa bangga dan berhasil mendidik anak, bila
melihat anak-anaknya mempunyai nilai rapor yang bagus, menjadi juara kelas. Tentu saja hal ini
tidak salah, tetapi tidak juga benar seratus persen. Karena beberapa penelitian justru
menunjukkan bahwa kecerdasan emosional, kecerdasan sosial dan kecerdasan spirituallah yang
lebih berpengaruh bagi kesuksesan seorang anak.

Hasil penelitian Daniel Goleman (1995 dan 1998) memperlihatkan bahwa kecerdasan intelektual
hanya memberi kontribusi 20 persen terhadap kesuksesan hidup seseorang. Yang 80 persen
bergantung pada kecerdasan emosi, kecerdasan sosial dan kecerdasan spiritualnya. Bahkan
dalam hal keberhasilan kerja, kecerdasan intelektual hanya berkontribusi empat persen.

Sebuah survei terhadap ratusan perusahaan di Amerika Serikat, mengungkapkan bahwa


kemampuan teknis/analisis bukan hal yang menentukan keberhasilan seorang
pemimpin/manajer. Yang terpenting justru kemauan, keuletan mencapai tujuan, kemauan
mengambil inisiatif baru, kemampuan bekerja sama dan kemampuan memimpin tim.

Hasil identik juga disimpulkan dari penelitian jangka panjang terhadap 95 mahasiswa Harvard
lulusan tahun 1940-an. Puluhan tahun kemudian, mereka yang saat kuliah dulu mempunyai
kecerdasan intelektual tinggi, namun egois dan kuper, ternyata hidupnya tak terlalu sukses
(berdasar gaji, produktivitas, serta status bidang pekerjaan) bila dibandingkan dengan yang
kecerdasan intelektualnya biasa saja tetapi mempunyai banyak teman, pandai berkomunikasi,
mempunyai empati, tidak temperamental sebagai manifestasi dari tingginya kecerdasan emosi,
sosial dan spiritual.
Pertanyaannya adalah, bagaimana cara untuk menumbuhkan kecerdasan emosi, sosial dan
spiritual pada anak-anak kita?

KERJA PENGASUHAN

Menurut John Gottman dan Joan DeClaire dalam The Heart of Parenting (Kiat - kiat
Membesarkan Anak yang Memiliki Kecerdasan Emosional, 1997), cara pembelaja-ran
pengetahuan emosional adalah dengan menyadari perasaan anak dan mampu berem-pati,
menghibur dan membimbing mereka. Sementara Marsha Sinetar dalam bukunya Spiritual
Intelligence (Kecerdasan Spiritual, 2000) mengungkapkan bahwa melalui teladanlah, anak bisa
meningkatkan kecerdasan spiritualnya.

Ini artinya, upaya untuk meningkatkan kecerdasan emosi, kecerdasan sosial dan kecerdasan
spiritual anak tidak bisa sepertihalnya upaya meningkatkan kecerdasan intelektual yang bisa
dipacu dengan memasukkan ke sekolah-sekolah favorit (yang umumnya adalah sekolah mahal),
atau menjejali anak dengan aneka macam les. Sementara orang tua dituntut menyediakan uang
sebanyak mungkin. Yang pada akhirnya kerap dianggap sebagai alasan tepat oleh para ibu untuk
ikut mencari uang (umumnya di ruang publik).

Dan hasilnya, setiap tahunnya terjadi kenaikan tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK)
perempuan, khususnya di sektor informal dibandingkan dengan TPAK laki-laki. Bila pada tahun
1980, prosentase TPAK perempuan 'baru' mencapai 58,1persen, pada tahun 2000 sudah menjadi
70 persen, naik 11,9 persen. Sangat terbuka kemungkinan prosentase ini akan terus meningkat,
terlebih saat ini gencar disosialisasikan bahwa agar supaya perempuan mempunyai posisi tawar
(terhindar dari aneka bentuk kekerasan) maka ia harus mandiri, termasuk dalam hal ekonomi.

Di sinilah letak permasalahannya. Kondisi ini, dimana kedua orang tua sibuk di ruang publik,
akan mereduksi kemungkinan anak bisa meningkatkan kecerdasan emosi, sosial dan spiritualnya.
Sebab kecerdasan seperti ini sangat dipengaruhi oleh teladan dan sentuhan personal yang penuh
rasa cinta, atensi dan apresiasi. Dalam konteks itulah aktivitas pengasuhan menjadi urgen. Dan
pengasuh terbaik bagi seorang anak adalah ibunya. Sebab ibulah, sosok yang paling dikenal oleh
anak.

http://www.dechacare.com/Peran-Ibu-Menumbuhkan-Kecerdasan-Anak-I113.html

peran ibu dalam pendidikan anak

Anak bukan hanya sekedar buah hati orang tua, tetapi juga amanah dari Tuhan yang wajib bagi
semua orang tua untuk mencetaknya menjadi generasi yang kuat, yang militan.
Demikianlah pesan Alloh dalam Alqur-an :
“Dan hendaklah takut kepada Alloh, orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang
mereka anak-anak (keturunan) yang lemah” (An nisa' / 9).
Inilah diantara tanggung jawab para orang tua, harus berusaha semaksimal mungkin jangan
sampai meninggalkan keturunan yang lemah (dalam arti lemah iman, aqidah, moral, ilmu,
ekonomi, fisik).
Dan untuk bisa melaksanakan pesan Alqur-an ini, peran wanitalah yang sangat menetukan sekali.
Sebab, ikatan lahir batin yang paling kuat yang dimiliki oleh anak adalah dengan ibunya. Selama
sembilan bulan sepuluh hari dalam kandungan, maka interaksi sosial anak lebih banyak dengan
ibunya. Bahkan setelah lahir interaksi itu makin keras. Maka, sepatutnyalah seorang ibu menjadi
panutan yang baik bagi anak-anaknya. Ibarat kertas putih, anak yang baru lahir mau dijadikan
apapun adalah hak dari ibu. Di tangan ibulah proses pendidikan anak akan berjalan.
Wanita adalah guru pertama bagi sang anak, sebelum dididik orang lain. Sejak ruh ditiupkan ke
dalam rahim, proses pendidikan sudah dimulai. Sebab mulai saat itu, anak telah mampu
menangkap rangsangan-rangsangan yang diberikan oleh ibunya. Ia mampu mendengar dan
merasakan apa yang dirasakan ibunya. Bila ibunya sedih dan cemas, ia pun merasakan demikian.
Sebaliknya, bila ibunya merasa senang, ia pun turut senang.
Kemudian bertambah hari, minggu dan bulan, yang pada wakunya ia terlahir ke muka bumi. Dari
nol hari, ia sudah berusaha memahami apa yang diajarkan oleh seorang ibu. Bila seorang ibu
membiasakan anaknya dari kandungan sampai dewasa dengan adab-adab Islam, ia pun akan
terbiasa dengan hal itu. Tapi sebaliknya, bila ibu membiasakan dengan adab-adab yang tidak
Islami, ia pun akan ikut seperti ibunya. Saat inilah pendidikan seorang ibu sangat berpengaruh
pada anak.
Karena perkembangan otak sangat cepat, daya ingat masih kuat. Bagi seorang ibu perlu
memperhatikan hal berikut :
1. Pendidikan Ibadah
Ketika ibu menjalani kehamilan sampai melahirkan, tidaklah berat baginya untuk mengajak si
calon bayi untuk ikut serta dalam melakukan ibadah harian. Seperi: sholat, puasa, baca Alquran,
berdoa, berdzikir, dan lain sebagainya. Walau mungkin anak tidak paham apa yang dilakukan
dan diinginkan ibunya, tapi ketika ia menginjak dewasa (baligh), Insya Alloh ibadah-ibadah tadi
akan mudah diajarkan. Sebab sudah sering melihat dan mendengar, sehingga takkan terasa berat
menjalaninya.
2. Pendidikan Akhlak.
Pembiasaan akhlak yang baik tidak perlu menunggu anak dewasa. Dari sini harus sudah
dibiasakan. Sebab kebiasaan yang baik, kalau tidak dibiasakan dalam waktu yang lama, sangat
sulit untuk menjadi akhlak. Justru ketika kebiasaan baik tidak ada dalam diri kita, dengan
sendirinya kebiasaan buruk akan menghiasinya tanpa harus dibiasakan.
Jika semenjak dalam kandungan seorang anak dibiasakan mencintai orang lain, maka ketika
lahir, ia pun akan berusaha untuk mencintai orang lain. Apabila sifat-sifat ihlas, sabar, tawadlu,
tabah, pemurah, suka menolong orang lain dan sebagainya dibiasakan, insya Alloh ketika anak
sudah paham dan mengerti, akhlak-akhlak tadi akan menghiasi kehidupannya.
3. Pendidikan Akidah.
Bagaimana seorang ibu mampu menanamkan akidah sedini mungkin, sehingga anak meyakini
bahwa kita hidup tidak semau kita. Tapi di sana ada pengatur, pengawas tujuan hidup, akhir dari
kehidupan. Kemudian meyakini bahwa apa yang terjadi pada kita, pasti akan kembali pada sang
kholiq. Hal itu terangkum dalam rukun iman yang enam. Ketika ia besar, ia tidak lagi ragu dan
bingung mencari jati diri. Siapakah aku? untuk apa aku hidup? siapakah yang harus aku ikuti dan
dijadikan idola ? Dan seterusnya.
Oleh sebab itu, Rosul menganjurkan kepada para pemuda yang sudah waktunya nikah, untuk
memilih calon istrinya seorang wanita yang beragama dan berakhlak baik. Sebab dari wanita
inilah, akan terlahir generasi yang beragama dan berakhlak baik juga. Ibu seperti inilah yang
akan mengajarkan tuntunan agama yang telah terbiasa dan tertanam dalam dirinya. Di antara
tuntunan tersebut adalah akhlak yang mulia. Sedangkan wanita yang cantik, pintar, atau kaya
tidak menjamin akan melahirkan anak-anak yang berakhlak mulia.*

http://alkautsar-dhibra.com/index.php/kajian/104-peran-ibu-dalam-pendidikan-anak

Riyanti Sundari
http://nustaffsite.gunadarma.ac.id/blog/riyan
ti/2007/12/07/cara-smart-meninggalkan-
anak-balita-dengan-pembantu-atau-baby-
sitter/
Cara “Smart” Meninggalkan Anak (Balita) dengan
Pembantu atau Baby Sitter
7 Dec, 2007  Kategori

Terkadang, menjadi wanita karir adalah buah simalakama, di satu sisi ingin tetap eksis di pekerjaan,
mengejar karir dan tingkatannya, tapi di sisi lain sebagai penanggungjawab “hitam-putih” nya kehidupan
anak-anak dan keluarga. Sadarlah teman-teman wanita, kita bukanlah “manusia super” yang mampu
mendapat kesuksesan keduanya dalam waktu yang sama bila kita tidak mendelegasikan tugas dan
wewenang kita. Seperti kata seorang teman, ada saatnya kita harus memilih salah satu dunia, misalkan
anak sakit, sementara pekerjaan menumpuk di kantor dan mendekati waktu tenggat. Di sini ujian
terberat seorang wanita dan ibu. Seandainya kita memilih anak, otomatis warning pertama dari si bos
kita dapat. Tapi bila pekerjaan yang kita pilih. cap “ibu kejam” pasti kita dapat……
Pendelegasian tugas kita untuk mengasuh putra-putri sering kita berikan pada pembantu or Baby sitter,
tapi tentu saja harus ada batasannya… Ini dia sedikit tips-tips agar kita wanita karir sekaligus ibu tetap
mendapat kedua “dunia” yang kita jalani secara paralel…Berbahagialah teman-teman….karena hanya
kita, wanita, salah satu makhluk ciptaan Allah SWT, yang mampu melakukannya…

I. Pertumbuhan dan Perkembangan Anak

Sudah banyak informasi di beberapa media massa dan buku-buku yang mengupas mengenai
pertumbuhan dan perkembangan anak, namun yang perlu digaris bawahi adalah:

a. perkembangan kognitif anak paling optimal adalah pada usia 0 sampai 5 tahun/golden age (baca
artikel/buku mengenai perkembangan otak dan intelegensia anak balita).

b. Perkembangan kognitif dan sosial anak tidak terlepas dari rangsangan-rangsangan yang diciptakan
oleh lingkungan sekitarnya (lingkungan keluarga). Hal ini dapat diciptakan melalui : pengenalan,
menciptakan pembiasaan-pembiasaan baik untuk kognitif maupun sosial (baca artikel memperkenalkan
membaca, baca buku-buku yang mengupas belajar kognitif dan sosial pada anak usia 0 – 5 tahun).

II. Program Pendidikan Anak di rumah

Surga berada di bawah telapak kaki ibu. Saya yakin sebagian kita orang tua kenal kata-kata bijak
tersebut. Namun hendaknya kita jangan hanya melihat dari salah satu sisi saja (sisi anak, yang
mengartikan anak harus patuh pada orang tua terutama ibu) tapi kita juga harus melihat sisi yang
lainnya yaitu sisi orang tua, yaitu bagaimana orang tua lebih berkewajiban menyediakan surga
bagi nak-anak kita baik surga dunia maupun surga akhirat. Artinya tergantung dari apa yang kita
berikan pada anak yang menentukan apakah anak kita akan memilih surga atau neraka. (cermati
puisi mengenai “Children Learn What They Live With”, yang ditulis Dorothy Low Nolte, dan
puisi “Anak” karya Khalil Gibran)

a. Orang tua harus belajar terlebih dahulu

Untuk memberikan dasar-dasar yang tepat dan benar pada anak-anak, kita sebagai orang tua
(Bapak dan Ibu) sebelumnya haruslah mengetahui apa yang dibutuhkan dan sebaiknya di berikan
pada anak kita. Untuk mendapatkan informasi itu semua sudah banyak bahan yang bisa kita
dapatkan yaitu melalui ikut berbagai seminar perkembangan anak, mengikuti materi dari
beberapa media massa, dan yang penting adalah membaca. Sayang di Indonesia belum ada
lembaga formal yang memberikan pendidikan kepada orang tua secara tersistematis mengenai
bagaimana kita memberikan pendidikan yang tepat bagi anak-anak kita mulai dari rumah, baik
untuk perkembangan kognitif maupun untuk perkembangan sosial dan emosinya.

Dan kebanyakan orang tua (khususnya di Indonesia) masih sangat menggantungkan pendidikan
anaknya pada lembaga pendidikan (mulai dari TK) dan di berikan setelah anak umur 4 tahun.
Kondisi tersebut sebetulnya salah. (baca artikel “Memperkenalkan Membaca Pada Anak Balita”
dan “Membangun Siswa Unggul di Rumah“ ).
Orang tua seharusnya tahu :

 teori perkembangan dan pertumbuhan anak dari segi kognitif dan emosional
 metoda pendidikan bagi Balita dan anak-anak
 materi pengenalan pengetahuan pada anak balita
 dapat membuat modul sesuai perkembangan anak dan kondisi keluarga.

b. Dimulai dengan orang tua

Dalam usaha mewujudkan / merealisasikan konsep pendidikan pada anak kita, sebagai orang tua
harus menciptakan kondisi yang kondusif bagi perkembangannya (surga) terlebih dahulu yaitu
dengan kita memulai untuk menerapkan segala kebiasaan yang memberikan rangsangan kognitif
dan kebiasan emosional intelgensia yang positif. Pembiasaan-pembiasaan hendaknya kita
ciptakan mulai dari hal-hal yang terkecil, yaitu :

 kebiasaan membaca. Membaca koran, majalah, buku (legenda dan informasi lainnya).
 Kebiasaan mengamati lingkungan : munculnya pelangi, sarang burung, sarang laba-laba dan lain-
lain.
 Membiasakan mematikan lampu jika tidak digunakan (hemat energi).
 Membiasakan menutup pintu setelah membuka dan tidak memerlukannya.
 Membiasakan mengucap salam pada saat datang dan pergi.
 Membiasakan membuang sampah pada tempatnya
 dan pembiasaan pembiasaan yang sangat sepele lainnya.

c. Membuat Modul Program Pendidikan Bagi Anak Kita.

Tips Pembuatan modul belajar:

1). Dibuat secara tertulis


2). Disesuaikan pada tahapan perkembangan anak dan kondisi lingkungan keluarga.
3). Sediakan sarananya (peraga dan / buku untuk anak-anak sesuai umur)
4). Orang tua harus tahu lebih dahulu
5). Diberikan secara bertahap sesuai perkembangan dan daya penangkapan anak.
6). Pacu dengan berbagai rangsangan dan tanamkan kebiasaan, misalnya :

Untuk anak usia 1 – 2 tahun, kita bikin program :


o Pengenalan lingkungan keluarga
o Pengenalan jenis binatang
o Pengenalan cara makan
o Pengenalan komunikasi dengan orang lain
o Pengenalan huruf
o Pengenalan warna
o dll
Untuk anak usia 2 tahun, 3 tahun, dst. Orang tua dapat membuat dengan mengacu pada
perkembangan dan pertumbuhan anak (spt yang disampaikan diatas).

III. Peran Pembantu dan Babysitter

Kondisi ibu bekerja sudah menjadi hal yang wajar dewasa ini, dan kondisi ini pun dapat
memberikan dampak yang positif bagi perkembangan anak (dari satu sisi: kemandirian), namun
banyak sisi lain yang lebih penting untuk kita perhatikan.

Kehadiran pembantu dan baby sitter sudah menjadi budaya bagi sebagian besar rumah tangga
kita di Indonesia. Ada yang perlu kita perhatikan apabila kita dalam kondisi seperti ini. Perlu
beberapa tips yang tepat untuk menjaga kondisi perkembangan dan pertumbuhan anak kita aman
dan sehat secara fisik maupun mental.

a. Berikan persyaratan mutlak bagi Pembantu dan Babysitter

Jika kita akan meninggalkan anak kita dan menitipkan pada pembantu/baby sitter maka syarat
mutlak yang harus kita tetapkan adalah :

1). Jujur
2). Seiman (seagama) dengan kita
3). Menyayangi anak

Tips memilih Pembantu / Baby sitter untuk anak kita:

1). Usia 17-25 tahun, usia muda akan dapat kita ajak untuk berfikir bagaimana secara bersama–
sama membimbing anak kita, jika kita mencari pembantu/BS untuk anak balita kita dengan usia
yang tua (bibik/mbok) mereka akan lebih banyak menggurui dan kurang bisa menerima beberapa
teori perkembangan anak.
2). Pendidikan minimal SLTP, usahakan SLTA (untuk BS).
3). Tidak senang menonton TV
4). Senang menyanyi
5). Senang memasak

b. Tips memberi batasan dan wewenang Pembantu dan Babysitter

Satu hal yang penting bagi mereka (pembantu dan BS) jika kita tidak ingin “kehilangan” anak
kita adalah:

1). Berikan wewenang memegang anak kita sebatas kita tidak ada di rumah (siang hari)
2). Jangan sekali-kali membuat keputusan BS menemani tidur malam di kamar si kecil.
3). Ajak pembantu/BS untuk tetap mengenalkan/mengajarkan bahwa kita orang tuanya.
(terutama bagi anak dibawah 2 tahun) dapat melalui foto, manyambut kita saat pulang dan
memanggil kita dengan sebutan mama/ibu dan papa/bapak.
4). Usahakan sebisa mungkin pada saat awal dan akhir aktivitas (bangun tidur dan menjelang
tidur) anak dengan pangkuan atau cerita/belaian kita. Sekali kita membiasakan Pembantu/BS
menidurkan dan membangunkan anak kita maka siap-siaplah kita “kehilangan” anak kita (dalam
arti setiap ada masalah anak kita akan mencari pembantu/BS kita).

c. Tips Mempertahankan Pembantu/BS untuk menjaga anak kita.

1). Anggap mereka sebagai saudara


2). Percayakan anak kita pada mereka dan jadikan mereka guru bagi anak kita di siang hari
3). Beri tanggung jawab penuh
4). Beri sarana untuk kepercayaan dan tugasnya sebagai guru

IV. Program Pendidikan untuk Anak kita Melalui Pembantu atau Babysitter

Dengan tips yang tepat untuk mempertahankan Pembantu/BS seperti diatas, dan memang mereka
adalah pribadi seperti yang kita inginkan maka tidaklah berlebihan kita mempercayakan mereka
sebagai guru bagi balita kita selama kita tidak ada dirumah. Tetapi jangan sekali-kali kita tidak
memonitor perkembangan anak kita atas didikan mereka, dan kita wajib memberikan kurikulum
sesuai yang kita buat secara bertahap sebagai bahan pendampingan pembantu/BS kita pada anak
kita.

a. Didik Pembantu dan Babysitter anda

Sebagai pendamping anak kita perlu pembantu/BS kita beri pengertian mengenai perkembangan
dan pertumbuhan anak. Dan sampaikan program pendidikan untuk anak kita.

b. berikan materi yang sederhana mengenai teori perkembangan anak (misalnya dari majalah )

c. berikan materi/modul mengenai program pendidikan anak kita seperti yang telah kita buat dan
berikan secara bertahap sesuai perkembangan anak kita. Berikan pengertian jangan sekali-kali
memberikan informasi yang salah atau ragu-ragu pada anak kita dan perintahkan untuk ajak anak kita
bertanya kepada kita (orang tua) bila ada sesuatu yang mereka tidak tahu (untuk itu orang tua harus
cerdas dan selalu mencari tahu)

d. Pantau perkembangan anak kita hasil didikan mereka, evaluasi sebulan sekali mengenai cara
mendidiknya.

e. Ajaklah memberikan contoh yang benar dan tepat, seperti cara berbicara, cara menyambut tamu,
cara menyambut kedatangan kita, berdoa, sembahyang dan hal-hal lain mengenai tatacara kehidupan
yang baik.

f. Tegur mereka mengenai informasi yang salah diberikan kepada anak kita didepan anak kita, agar anak
kita tahu mengenai hal benar. Karena informasi pertama yang diterima anak akan lebih melekat dan
dipertahankan sebagai sesuatu yang benar bagi anak Balita.
Dengan cara yang tepat seorang anak bisa menjadi seperti yang kita harapkan, ketaatan anak
pada ibu menentukan surga atau neraka bagi anak, peran ibu untuk menentukan ke surga atau
neraka seorang anak.

Peran penting seorang ibu bagi perkembangan anak

Salah satu dampak krisis moneter adalah bertambahnya kebutuhan yang tidak dapat terpenuhi
karena semakin mahalnya harga-harga. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut salah satu caranya
adalah menambah penghasilan keluarga…akhirnya kalau biasanya hanya ayah yang bekerja
sekarang ibupun ikut bekerja.

Ibu yang ikut bekerja mempunyai banyak pilihan. Ada ibu yang memilih bekerja di rumah dan
ada ibu yang memilih bekerja di luar rumah. Jika ibu memilih bekerja di luar rumah maka ibu
harus pandai-pandai mengatur waktu untuk keluarga karena pada hakekatnya seorang ibu
mempunyai tugas utama yaitu mengatur urusan rumah tangga termasuk mengawasi, mengatur
dan membimbing anak-anak. Apalagi jika ibu mempunyai anak yang masih kecil atau balita
maka seorang ibu harus tahu betul bagaimana mengatur waktu dengan bijaksana. Seorang anak
usia 0-5 tahun masih sangat tergantung dengan ibunya. Karena anak usia 0-5 tahun belum dapat
melakukan tugas pribadinya seperti makan, mandi, belajar, dan sebagainya. Mereka masih perlu
bantuan dari orang tua dalam melakukan pekerjaan-pekerjaan tersebut. Bila anak itu dititipkan
pada seorang pembantu maka orang tua atau khususnya ibu harus tahu betul bahwa pembantu
tersebut mampu membimbing dan membantu anak-anak dalam melakukan pekerjaannya. Kalau
pembantu ternyata tidak dapat melakukannya maka anak-anak yang akan menderita kerugian.

Pembentukan kepribadian seorang anak dimulai ketika anak berusia 0-5 tahun. Anak akan
belajar dari orang-orang dan lingkungan sekitarnya tentang hal-hal yang dilakukan oleh orang-
orang di sekitarnya. Anak yang berada di lingkungan orang-orang yang sering marah, memukul,
dan melakukan tindakan kekerasan lainnya, anak tersebut juga akan bertumbuh menjadi pribadi
yang keras. Untuk itu ibu atau orang tua harus bijaksana dalam menitipkan anak sewaktu orang
tua bekerja.

Kadang-kadang hanya karena lingkungan yang kurang mendukung sewaktu anak masih kecil
akan mengakibatkan dampak yang negatif bagi pertumbuhan kepribadian anak pada usia
selanjutnya. Seperti kasus-kasus kenakalan remaja, keterlibatan anak dalam dunia narkoba, dan
sebagainya bisa jadi karena pembentukan kepribadian di masa kanak-kanak yang tidak terbentuk
dengan baik.

Untuk itu maka ibu yang bekerja di luar rumah harus bijaksana mengatur waktu. Bekerja untuk
memenuhi kebutuhan keluarga memang sangat mulia, tetapi tetap harus diingat bahwa tugas
utama seorang ibu adalah mengatur rumah tangga. Ibu yang harus berangkat bekerja pagi hari
dan pulang pada sore hari tetap harus meluangkan waktu untuk berkomunikasi, bercanda,
memeriksa tugas-tugas sekolahnya meskipun ibu sangat capek setelah seharian bekerja di luar
rumah. Tetapi pengorbanan tersebut akan menjadi suatu kebahagiaan jika melihat anak-anaknya
bertumbuh menjadi pribadi yang kuat dan stabil.

Sedangkan untuk ibu yang bekerja di dalam rumahpun tetap harus mampu mengatur waktu
dengan bijaksana.

Tetapi tugas tersebut tentunya bukan hanya tugas ibu saja tetapi ayah juga harus ikut menolong
ibu untuk melakukan tugas-tugas rumah tangga sehingga keutuhan dan keharmonisan rumah
tanggapun akan tetap terjaga dengan baik.

http://www.untukku.com/artikel-untukku/ibu-bekerja-dampaknya-bagi-perkembangan-anak-
untukku.html

You might also like