You are on page 1of 5

I.

DEFINISI, KLASIFIKASI DAN POLA DEMAM

1.1. Definisi

International Union of Physiological Sciences Commission for Thermal Physiology mendefinisikan demam sebagai suatu
keadaan peningkatan suhu inti, yang sering (tetapi tidak seharusnya) merupakan bagian dari respons pertahanan organisme
multiselular (host) terhadap invasi mikroorganisme atau benda mati yang patogenik atau dianggap asing oleh host. El-Rahdi dan
kawan-kawan mendefinisikan demam (pireksia) dari segi patofisiologis dan klinis. Secara patofisiologis demam adalah peningkatan
thermoregulatory set point dari pusat hipotalamus yang diperantarai oleh interleukin 1 (IL-1). Sedangkan secara klinis demam
adalah peningkatan suhu tubuh 1 oC atau lebih besar di atas nilai rerata suhu normal di tempat pencatatan. Sebagai respons
terhadap perubahan set point ini, terjadi proses aktif untuk mencapai set point yang baru. Hal ini dicapai secara fisiologis dengan
meminimalkan pelepasan panas dan memproduksi panas. 1,2
Suhu tubuh normal bervariasi sesuai irama suhu circardian (variasi diurnal). Suhu terendah dicapai pada pagi hari pukul
04.00 – 06.00 dan tertinggi pada awal malam hari pukul 16.00 – 18.00. Kurva demam biasanya juga mengikuti pola diurnal ini. 1,2
Suhu tubuh juga dipengaruhi oleh faktor individu dan lingkungan, meliputi usia, jenis kelamin, aktivitas fisik dan suhu udara
ambien. Oleh karena itu jelas bahwa tidak ada nilai tunggal untuk suhu tubuh normal. Hasil pengukuran suhu tubuh bervariasi
tergantung pada tempat pengukuran (Tabel 1).3,4

Tabel 1. Suhu normal pada tempat yang berbeda

Tempat Rentang; rerata suhu Demam


Jenis termometer
pengukuran normal (oC) (oC)
Aksila Air raksa, elektronik 34,7 – 37,3; 36,4 37,4
Sublingual Air raksa, elektronik 35,5 – 37,5; 36,6 37,6
Rektal Air raksa, elektronik 36,6 – 37,9; 37 38
Telinga Emisi infra merah 35,7 – 37,5; 36,6 37,6

Suhu rektal normal 0,27o – 0,38oC (0,5o – 0,7oF) lebih tinggi dari suhu oral. Suhu aksila kurang lebih 0,55 oC (1oF) lebih rendah dari
suhu oral.5 Untuk kepentingan klinis praktis, pasien dianggap demam bila suhu rektal mencapai 38 oC, suhu oral 37,6oC, suhu aksila
37,4oC, atau suhu membran tympani mencapai 37,6 oC.1 Hiperpireksia merupakan istilah pada demam yang digunakan bila suhu
tubuh melampaui 41,1oC (106oF).5

1.2. Pola demam

Interpretasi pola demam sulit karena berbagai alasan, di antaranya anak telah mendapat antipiretik sehingga mengubah pola, atau
pengukuran suhu secara serial dilakukan di tempat yang berbeda. Akan tetapi bila pola demam dapat dikenali, walaupun tidak
patognomonis untuk infeksi tertentu, informasi ini dapat menjadi petunjuk diagnosis yang berguna (Tabel 2.).1

Tabel 2. Pola demam yang ditemukan pada penyakit pediatrik

Pola demam Penyakit


Kontinyu Demam tifoid, malaria falciparum malignan
Remitten Sebagian besar penyakit virus dan bakteri
Intermiten Malaria, limfoma, endokarditis
Hektik atau septik Penyakit Kawasaki, infeksi pyogenik
Quotidian Malaria karena P.vivax
Double quotidian Kala azar, arthritis gonococcal, juvenile rheumathoid arthritis,
beberapa drug fever (contoh karbamazepin)
Relapsing atau periodik Malaria tertiana atau kuartana, brucellosis
Demam rekuren Familial Mediterranean fever

Penilaian pola demam meliputi tipe awitan (perlahan-lahan atau tiba-tiba), variasi derajat suhu selama periode 24 jam dan selama
episode kesakitan, siklus demam, dan respons terapi. Gambaran pola demam klasik meliputi: 1,2,6-8
 Demam kontinyu (Gambar 1.) atau sustained fever ditandai oleh peningkatan suhu tubuh yang menetap dengan fluktuasi
maksimal 0,4oC selama periode 24 jam. Fluktuasi diurnal suhu normal biasanya tidak terjadi atau tidak signifikan.
Gambar 1. Pola demam pada demam tifoid (memperlihatkan bradikardi relatif)

 Demam remiten ditandai oleh penurunan suhu tiap hari tetapi tidak mencapai normal dengan fluktuasi melebihi 0,5 oC per 24
jam. Pola ini merupakan tipe demam yang paling sering ditemukan dalam praktek pediatri dan tidak spesifik untuk penyakit
tertentu (Gambar 2.). Variasi diurnal biasanya terjadi, khususnya bila demam disebabkan oleh proses infeksi.

Gambar 2. Demam remiten

 Pada demam intermiten suhu kembali normal setiap hari, umumnya pada pagi hari, dan puncaknya pada siang hari (Gambar
3.). Pola ini merupakan jenis demam terbanyak kedua yang ditemukan di praktek klinis.

Gambar 3. Demam intermiten

 Demam septik atau hektik terjadi saat demam remiten atau intermiten menunjukkan perbedaan antara puncak dan titik
terendah suhu yang sangat besar.
 Demam quotidian, disebabkan oleh P. Vivax, ditandai dengan paroksisme demam yang terjadi setiap hari.
 Demam quotidian ganda (Gambar 4.)memiliki dua puncak dalam 12 jam (siklus 12 jam)

Gambar 4. Demam quotidian

 Undulant fever menggambarkan peningkatan suhu secara perlahan dan menetap tinggi selama beberapa hari, kemudian
secara perlahan turun menjadi normal.
 Demam lama (prolonged fever) menggambarkan satu penyakit dengan lama demam melebihi yang diharapkan untuk
penyakitnya, contohnya > 10 hari untuk infeksi saluran nafas atas.
 Demam rekuren adalah demam yang timbul kembali dengan interval irregular pada satu penyakit yang melibatkan organ
yang sama (contohnya traktus urinarius) atau sistem organ multipel.
 Demam bifasik menunjukkan satu penyakit dengan 2 episode demam yang berbeda (camelback fever pattern, atau
saddleback fever). Poliomielitis merupakan contoh klasik dari pola demam ini. Gambaran bifasik juga khas untuk leptospirosis,
demam dengue, demam kuning, Colorado tick fever, spirillary rat-bite fever (Spirillum minus), dan African hemorrhagic fever
(Marburg, Ebola, dan demam Lassa).
 Relapsing fever dan demam periodik:
o Demam periodik ditandai oleh episode demam berulang dengan interval regular atau irregular. Tiap episode diikuti
satu sampai beberapa hari, beberapa minggu atau beberapa bulan suhu normal. Contoh yang dapat dilihat adalah
malaria (istilah tertiana digunakan bila demam terjadi setiap hari ke-3, kuartana bila demam terjadi setiap hari ke-4)
(Gambar 5.)dan brucellosis.

Gambar 5. Pola demam malaria

o Relapsing fever adalah istilah yang biasa dipakai untuk demam rekuren yang disebabkan oleh sejumlah spesies
Borrelia (Gambar 6.)dan ditularkan oleh kutu (louse-borne RF) atau tick (tick-borne RF).

Gambar 6. Pola demam Borreliosis (pola demam relapsing)

Penyakit ini ditandai oleh demam tinggi mendadak, yang berulang secara tiba-tiba berlangsung selama 3 – 6 hari,
diikuti oleh periode bebas demam dengan durasi yang hampir sama. Suhu maksimal dapat mencapai 40,6 oC pada
tick-borne fever dan 39,5oC pada louse-borne. Gejala penyerta meliputi myalgia, sakit kepala, nyeri perut, dan
perubahan kesadaran. Resolusi tiap episode demam dapat disertai Jarish-Herxheimer reaction (JHR) selama beberapa
jam (6 – 8 jam), yang umumnya mengikuti pengobatan antibiotik. Reaksi ini disebabkan oleh pelepasan endotoxin
saat organisme dihancurkan oleh antibiotik. JHR sangat sering ditemukan setelah mengobati pasien syphillis. Reaksi
ini lebih jarang terlihat pada kasus leptospirosis, Lyme disease, dan brucellosis. Gejala bervariasi dari demam ringan
dan fatigue sampai reaksi anafilaktik full-blown.
o Contoh lain adalah rat-bite fever yang disebabkan oleh Spirillum minus dan Streptobacillus moniliformis. Riwayat
gigitan tikus 1 – 10 minggu sebelum awitan gejala merupakan petunjuk diagnosis.
o Demam Pel-Ebstein (Gambar 7.), digambarkan oleh Pel dan Ebstein pada 1887, pada awalnya dipikirkan khas untuk
limfoma Hodgkin (LH). Hanya sedikit pasien dengan penyakit Hodgkin mengalami pola ini, tetapi bila ada, sugestif
untuk LH. Pola terdiri dari episode rekuren dari demam yang berlangsung 3 – 10 hari, diikuti oleh periode afebril
dalam durasi yang serupa. Penyebab jenis demam ini mungkin berhubungan dengan destruksi jaringan atau
berhubungan dengan anemia hemolitik.

Gambar 7. Pola demam penyakit Hodgkin (pola Pel-Ebstein).

1.3. Klasifikasi demam


Klasifikasi demam diperlukan dalam melakukan pendekatan berbasis masalah. 2 Untuk kepentingan diagnostik, demam dapat
dibedakan atas akut, subakut, atau kronis, dan dengan atau tanpa localizing signs.7 Tabel 3. dan Tabel 4. memperlihatkan tiga
kelompok utama demam yang ditemukan di praktek pediatrik beserta definisi istilah yang digunakan. 1

Tabel 3. Tiga kelompok utama demam yang dijumpai pada praktek pediatrik

Lama demam pada


Klasifikasi Penyebab tersering
umumnya
Demam dengan localizing signs Infeksi saluran nafas atas <1 minggu
Demam tanpa localizing signs Infeksi virus, infeksi saluran kemih <1minggu
Fever of unknown origin Infeksi, juvenile idiopathic arthritis >1 minggu

Tabel 4. Definisi istilah yang digunakan

Istilah Definisi

Demam dengan localization Penyakit demam akut dengan fokus infeksi, yang dapat didiagnosis
setelah anamnesis dan pemeriksaan fisik

Demam tanpa localization Penyakit demam akut tanpa penyebab demam yang jelas setelah
anamnesis dan pemeriksaan fisik

Letargi Kontak mata tidak ada atau buruk, tidak ada interaksi dengan
pemeriksa atau orang tua, tidak tertarik dengan sekitarnya

Toxic appearance Gejala klinis yang ditandai dengan letargi, perfusi buruk, cyanosis,
hipo atau hiperventilasi

Infeksi bakteri serius Menandakan penyakit yang serius, yang dapat mengancam jiwa.
Contohnya adalah meningitis, sepsis, infeksi tulang dan sendi,
enteritis, infeksi saluran kemih, pneumonia

Bakteremia dan septikemia Bakteremia menunjukkan adanya bakteri dalam darah, dibuktikan
dengan biakan darah yang positif, septikemia menunjukkan adanya
invasi bakteri ke jaringan, menyebabkan hipoperfusi jaringan dan
disfungsi organ

 Demam dengan localizing signs

Penyakit demam yang paling sering ditemukan pada praktek pediatrik berada pada kategori ini (Tabel 5.). Demam biasanya
berlangsung singkat, baik karena mereda secara spontan atau karena pengobatan spesifik seperti pemberian antibiotik.
Diagnosis dapat ditegakkan melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik dan dipastikan dengan pemeriksaan sederhana seperti
pemeriksaan foto rontgen dada.1

Tabel 5. Penyebab utama demam karena penyakit localized signs

Kelompok Penyakit
Infeksi saluran nafas atas ISPA virus, otitis media, tonsillitis, laryngitis, stomatitis herpetika
Pulmonal Bronkiolitis, pneumonia
Gastrointestinal Gastroenteritis, hepatitis, appendisitis
Sistem saraf pusat Meningitis, encephalitis
Eksantem Campak, cacar air
Kolagen Rheumathoid arthritis, penyakit Kawasaki
Neoplasma Leukemia, lymphoma
Tropis Kala azar, cickle cell anemia
 Demam tanpa localizing signs

Sekitar 20% dari keseluruhan episode demam menunjukkan tidak ditemukannya localizing signs pada saat terjadi. Penyebab
tersering adalah infeksi virus, terutama terjadi selama beberapa tahun pertama kehidupan. Infeksi seperti ini harus dipikirkan
hanya setelah menyingkirkan infeksi saluran kemih dan bakteremia. Tabel 6. menunjukan penyebab paling sering kelompok
ini.1 Demam tanpa localizing signs umumnya memiliki awitan akut, berlangsung kurang dari 1 minggu, dan merupakan sebuah
dilema diagnostik yang sering dihadapi oleh dokter anak dalam merawat anak berusia kurang dari 36 bulan. 6

Tabel 6. Penyebab umum demam tanpa localizing signs

Penyebab Contoh Petunjuk diagnosis

Infeksi Bakteremia/sepsis Tampak sakit, CRP tinggi, leukositosis


Sebagian besar virus (HH-6) Tampak baik, CRP normal, leukosit normal
Infeksi saluran kemih Dipstik urine
Malaria Di daerah malaria

PUO (persistent Juvenile idiopathic arthritis Pre-articular, ruam, splenomegali, antinuclear


pyrexia of factor tinggi, CRP tinggi
unknown origin)
atau FUO

Pasca vaksinasi Vaksinasi triple, campak Waktu demam terjadi berhubungan dengan
waktu vaksinasi

Drug fever Sebagian besar obat Riwayat minum obat, diagnosis eksklusi

 Persistent Pyrexia of Unknown Origin (PUO)

Istilah ini biasanya digunakan bila demam tanpa localizing signs bertahan selama 1 minggu dimana dalam kurun waktu
tersebut evaluasi di rumah sakit gagal mendeteksi penyebabnya. Persistent pyrexia of unknown origin, atau lebih dikenal
sebagai fever of unknown origin (FUO) didefinisikan sebagai demam yang berlangsung selama minimal 3 minggu dan tidak ada
kepastian diagnosis setelah investigasi 1 minggu di rumah sakit. 1

Daftar Pustaka

1. El-Radhi AS, Carroll J, Klein N, Abbas A. Fever. Dalam: El-Radhi SA, Carroll J, Klein N, penyunting. Clinical manual of fever in
children. Edisi ke-9. Berlin: Springer-Verlag; 2009.h.1-24.
2. Fisher RG, Boyce TG. Fever and shock syndrome. Dalam: Fisher RG, Boyce TG, penyunting. Moffet’s Pediatric infectious
diseases: A problem-oriented approach. Edisi ke-4. New York: Lippincott William & Wilkins; 2005.h.318-73.
3. El-Radhi AS, Barry W. Thermometry in paediatric practice. Arch Dis Child 2006;91:351-6.
4. Avner JR. Acute Fever. Pediatr Rev 2009;30:5-13.
5. Del Bene VE. Temperature. Dalam: Walker HK, Hall WD, Hurst JW, penyunting. Clinical methods: The history, physical, and
laboratory examinations. Edisi ke-3. :Butterworths;1990.h.990-3.
6. Powel KR. Fever. Dalam: Kliegman RM, Behrman RE, Jenson HB, Stanton BF, penyunting. Nelson textbook of pediatrics. Edisi
ke-18. Philadelphia: Saunders Elsevier; 2007.h.
7. Cunha BA. The clinical significance of fever patterns. Inf Dis Clin North Am 1996;10:33-44
8. Woodward TE. The fever patterns as a diagnosis aid. Dalam: Mackowick PA, penyunting. Fever: Basic mechanisms and
management. Edisi ke-2. Philadelphia: Lippincott-Raven;1997.h.215-36

You might also like