You are on page 1of 15

Berita Kedokteran Masyarakat Vol. 22, No.

2, Juni 2006 halaman 75-81

PENINGKATAN PENANGGULANGAN PENYAKIT


DEMAM BERDARAH DENGUE BERBASIS MASYARAKAT
DENGAN PENYULUHAN KESEHATAN
Paiman Soeparmanto, Setia Pranata
Pusat Penelitian dan Pengembangan Sistem dan Kebijakan Kesehatan.
Badan Litbang Kesehatan, Departemen Kesehatan RI.
Surabaya
ABSTRACT
Backgrounds: Dengue Disease Fever (DDF) causes of Dengue Virus and
contagious mosquito bite Aedes
Aegypti Overcoming problem expanding of Dengue Disease Fever have been
done through direct health
education by health worker and through media printing and electronic, but still
obtained more occurrence Dengue
disease especially in the big towns. Therefore needed health education
development which can was done by
selfs community. From this background the objective of research is learning
improvement of the prevention to
DDF with health education on the community based.
Methods' Research design is quasi - experimental design pre and post test use
control group. Intervence s^
"Strain the health cadres, Chief Rukun Tetangga (RT) and Chief Rukun Warga-)
to implementahon hea, h
education of DDF. Every family was given leaflet and sticker as overcoming DDF
briefing. Data collecting was
conducted with closed questionnaire and data analyses are T-Test and Chi
square. This considering obtained
data having the character of interval and categories.
Results- Result of research that mostly respondent old age than 41 year, most
have level education SLTP above
and it's most merchant 20% and the other is farmer. PNS/ABRI, and private
sector officer. Age group, and
education level respondent not significant different between study and control
area, and the work s respondent
significant different between the study and control area.
To get information about Dengue Disease directly, most from neighbor what is
obtained by |om to fee and partly,
minimize through health worker, and urban leader formal {Kelurahan Pamong),
Health Cadre and Chief o RT/RW.
Most media which a lot of weared obtaining dengue disease information by
respondent through TV 60 /., at the
study and control area. While using leaflet relative minimize after health
education and also before intervention
especially in the study area. . -c

1
The knowledge level in the pre research at the study and the control area not
significant different (p>0 05)
namely mean value 16 (range 0-100), but in the post research the knowledge
level more high in study area than
in the control area The pre research the behaviors of prevention of Dengue
diseases not significant different
between the study and control area (p>0.05). mean value 23 in the study and 24
in control area. At the post
research prevention to behavior DDF between study and control area also not
significant different p>0,05).
Conclusion' The level of knowledge and behavior prevention DDF increasing in
the study and control in pre and
post intervention. But mean value increasing of knowledge in study area more
high was compared with in the
control area And mean value the increasing of behavior to overcoming DDF but
not significant different beween
study and control area pre and post intervention. This situation causes health
education on community based
not yet were conducted by Health Cadre. Chief RT/RW, Kelurahan Pamong, and
leaflet also sticker not yet was
learned by family especially in study area.
Keywords: dengue disease fever; health education
PENDAHULUAN
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD)
disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan melalui
gigitan nyamuk Aedes Aegypti. Baik virus penyebab
maupun nyamuk penularnya tersebar luas di daerah
pelosok tanah air. Obat untuk pencegahan virus
penyakit demam berdarah belum ada, sehingga satu-
satunya cara pencegahan dengan memberantas
nyamuk Aedes Aegypti sebagai pembawa virusnya.
Strategi pemberantasan DBD lebih ditekankan
pada upaya preventif yaitu melaksanakan penyem-
protan massal sebelum musim penularan penyakit
di desa/kalurahan endemis DBD, yang merupakan
pusat penyebaran ke wilayah lainnya.' Strategi ini
juga diperkuat dengan upaya pemberantasan sarang
nyamuk yaitu dengan penguburan barang-barang
bekas, penutupan dan pembakaran, pemeriksaan
jentik nyamuk dan penyuluhan kepada masyarakat
untuk melaksakan kegiatan tersebut. Kegiatan
penyuluhan dan pelaksanaan pembasmian jentik
nyamuk Aedes Aegypti oleh masyarakat,
khususnya oleh keluarga-keluarga belum kontinyu.
Salah satu faktor penyebabnya karena keter-
batasan petugas-petugas kesehatan untuk melak-

2
sanakan penyuluhan secara berkesinambungan dan
Berira Kedokteran Masyarakat, Vol. 22, No. 2, Juni 2006 • 75
Page 2
Raiman Soeparmanlo, dkk.: Peningkatan Penanggulangan Penyakit Demam
Berdarah Dengue
kepedulian masyarakat terhadap hal ini perlu
ditingkatkan, sehingga ada kecenderungan
terjadinya wabah penyakit DBD secara tiba-tiba di
daerah-daerah.
Hasil survei vektor DBD yang dilakukan di
sembilan wilayah perkotaan di Indonesia pada 1997
menunjukkan bahwa jentik Aedes Aegypti terdapat
satu di antara tiga rumah tangga penduduk. Tempat
perindukan nyamuk Aedes Aegypti yang paling
potensial adalah tempat-tempat penampungan air,
bak mandi, tempayan, dan drum-drum minyak tanah.
Dari hasil survei tersebut diketahui bahwa
pengetahuan masyarakat tentang DBD masih
kurang.2 Hal Ini juga ditemukan penelitian yang
dilakukan di Pontianak bahwa pengetahuan oleh
responden penelitian tentang: gejala, tempat
penyakit DBD perkembangbiakan nyamuk dan cara
pemberantasannya dalam tingkatan: kurang 46%,
cukup 40%, dan baik 14%.3 Berdasarkan latar
belakang tersebut maka dalam penelitian ini
dirumuskan masalah penelitian: bagaimana
meningkatkan partisipasi masyarakat dalam
melakukan pembasmian sarang-sarang nyamuk
Aedes Aegypti secara kontinuitas, sebagai usaha
mencegah berkembangnya penyakit DBD?
Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan
upaya pencegahan berkembangnya penyakit DBD
berbasis pada masyarakat dengan penyuluhan
kesehatan kepada masyarakat. Tujuan khusus dari
penelitian ini untuk menganalisis media Informasi
yang digunakan dalam memperoleh informasi ten-
tang cara menanggulangi berkembangnya penyakit
DBD. Menganalisis perubahan pengetahuan dan
kontinuitas perilaku keluarga dalam usaha mem-
basmi berkembangnya nyamuk Aedes Aegypti
dalam lingkungan keluarga dan tempat-tempat umum
tertentu.
BAHAN DAN CARA PENELITIAN
Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian menggunakan rancang-
an kelompok quasi experimental test awal dan akhir

3
peneltian atau (pre and post test) "non randomized
control-group pre-post test design ". "
Intervensi dalam penelitian ini adalah penyuluhan
dengan tatap muka yang dilaksanaan oleh kader
kesehatan desa, ketua RT/RW dan pamong
kalurahan yang terlebih dahulu mendapatkan
pelatihan, leafleat, dan stiker didasarkan pada pen-
dapat Rogers dan Shoemaker5 bahwa" seseorang
dapat berkomunikasi untuk mempelajari sesuatu
dengan baik apabila menggunakan lebih dari satu
Indera". Jadi masyarakat akan dapat lebih mene-
rima Informasi penyuluhan karena dijelaskan oleh
petugas desa, membaca leafleat dan stiker yang
diberikan pada setiap keluarga.
Tempat Penelitian
Daerah penelitian diambil di Kodia Blitar,
Provinsi Tingkat I, Jawa Timur. Penelitian dilakukan
pada dua kecamatan, dua desa studi, dan dua desa
kontrol. Pemilihan kecamatan dan desa diambil
secara purposive yaitu kecamatan dan desa yang
menunjukkan prevalensi kejadian penyakit DBD
cukup tinggi dibandingkan pada kecamatan dan
desa-desa lainnya.
Sasaran Penelitian
Populasi adalah kepala-kepala rumah tangga
(KK) dengan mengambil besar responden secara
acak untuk 100 KK sebagai responden studi dan
100 KK sebagal kontrol. Besar responden disasarkan
pada quota responden yaitu 100 KK.
Cara Pengumpulan Data dan Analisis Data
Cara pengumpulan data dilaksanakan dengan
wawancara berpedoman tertutup kepada kepala
keluarga terpilih. Analisis data dilakukan dengan
analisa i-fesf untuk menganalisis perbandingan
pengetahuan dan perilaku antara daerah studi dengan
kontrol awal dan akhir, juga perbandingan antara
masing-masing desa studi dan kontrol awal dan akhir.
Variabel yang diukur adalah pengetahuan dan
perilaku keluarga sebagal responden dalam
menanggulangi atau mencegah berkembangnya
penyakit DBD. Variabel lain yang diidentifikasi adalah
media informasi yang digunakan dalam menerima
penjelasan masalah DBD.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Responden
Karakteristik responden yang dimaksud adalah

4
sifat-sifat yang dimiliki oleh responden sehingga
dapat dibedakan antara responden yang satu
terhadap yang lain. Karakteristik yang diidentifikasi
dalam penelitian Ini meliputi: tingkat umur, tingkat
pendidikan, dan jenis pekerjaan.
76 • Berita Kedokteran Masyarakat, Vol. 22, No. 2, Juni 2006
Page 3
Berita Kedokteran Masyarakat
Vol. 22, No. 2, Juni 2006
halaman 75 - 81
Kelompok umur < 41 tahun di daerah studi
35,6% dan di daerah kontrol 37,0% tidak berbeda
bermakna antara kedua kelompok umur tersebut
(p>0,05). Dengan demikian responden total
responden sebagian besar berumur lebih dari 41
tahun kurang lebih 65%.
Tingkat pendidikan responden pada daerah studi
dan kontrol tidak tamat SD hanya 8,2% di daerah
studi dan 7,2% di daerah kontrol, paling besar
persentasenya tamat SD di daerah studi 39,8%
dan di daerah kontrol 44,0%, tamat SLTP 22,4% di
daerah studi dan 20% di daerah kontrol. Bilamana
tingkat pendidikan dikelompokkan paling tinggi tamat
SD dengan kelompok tingkat pendidikan tamat SLTP
ke atas, maka tingkat pendidikan responden daerah
studi dan kontrol tidak berbeda bermakna (p>0,05).
Jenis pekerjaan responden baik pada daerah
studi dan kontrol berjenis-jenis penyebarannya.
Pada daerah studi paling besar persentasenya
sebagai pedagang 26,5% dan pada daerah kontrol
28%. Kelompok petani di daerah studi hanya 5,1%
dan di daerah kontrol 18%, dan jenis pekerjaan yang
lain sebagai pegawai swasta, PNS/Polri, ¡bu rumah
tangga dan buruh. Kelompok jenis pekerjaan
responden berbeda bermakna (p<0,05) antara
daerah studi dengan daerah kontrol.
Sumber Informasi tentang DBD yang diperoleh
responden pada awal penelitian, paling besar per-
sentasenya melalui tetangga 52% di daerah studi
dan 50% di daerah control, sedangkan dari petugas
kesehatan yang cukup besar dari doker di daerah
studi 13% dan 10% di daerah kontrol. Sumber infor-
masi yang diperoleh melalui komunikasi langsung
yang diterima oleh responden tidak berbeda ber-
makana antara daerah studi dan kontrol (p>0,05),
sebagian besar melalui hubungan tetangga,

5
sedangkan pada akhir penelitian sumber informasi
yang diterima oleh responden dengan tatap muka
mengalami perubahan, tetapi melalui hubungan
dengan tetangga merupakan persentase yang besar
yaitu 38% baik pada daerah studi dan daerah kontrol
serta tidak berbeda bermakna (p>0,05). Komunikasi
langsung yang mengalami perubahan yaitu
penyuluhan yang dilakukan oleh masyarakat (pa-
mong kalurahan, ketua RT/RW dan kader kesehatan)
pada daerah studi 18% dan daerah kontrol 10% yang
sebelumnya belum melakukan kegiatan penyuluhan
dari identifikasi dalam penelitian Ini.
Sumber informasi melalui media merupakan
salah satu sumber Informasi tentang DBD. Pada
awal penelitian bahwa sumber ¡nfrmasi melalui TV
60,2% di daerah studi dan 69,0% merupakan
persentase terbesar pada awal penelitian. Melalui
koran dan majalah hanya dilakukan oleh 4% pada
daerah studi dan kontrol serta menggunakan tefleat
3,1% di daerah studi. Di daerah kontrol media
informasi melalui media TV lebih besar secara
bermakna (p<0,05).
Sumber informasi melalui TV merupakan
persentasi yang paling besar baik di daerah studi
40,2% dan di daerah kontrol 57,7% pada akhir
penelitian. Di daerah kontrol persentase melalui TV
lebih besar dari pada di daerah studi (p<0,05),
termasuk yang menggunakan media cetak yang lain
yaitu leafleat walaupun hanya 4% di daerah studi
dan tidak dipakai pada daerah kontrol.
Melalui media koran dan majalah belum diman-
faatkan oleh responden. Hal ini karena majalah dan
koran tidak memuat informasi tentang cara-cara
penanggulangan DBD, dan juga karena kemungin-
an responden kebanyakan tidak berlangganan koran
dan membeli majalah yang memuat materi tentang
cara-cara penaggulangan DBD.
Perubahan Pengetahuan dan Perilaku
Penanggulangan DBD Awal dan Akhir
Penelitian
Dalam menggambarkan peningkatan pengeta-
huan dan perilaku penanggulangan DBD disajikan
dalam Tabel 1.
Tabel 1. Rata-rata perbedaan tingkat pengetahuan dan perilaku responden
penelitian penanggulangan DBD
di daerah studi, kontrol awal dan akhir penelitian di Blitar

6
Jenis karakteristik
Penelitian awal
Peneli
¡an Akhir
Daerah Studi
Daerah Kontrol
Daerah Studi
Daerah Kontrol
Mean SD
Mean SD
Mean SD
Mean
SD
Pengetahuan
Perilaku
16,66 2,72
23,25 3,10
16,11 3.42
24.36 2,20
50,34 13,85
34,08 2,97
46,05
33,97
14,75
2,20
Berita Kedokteran Masyarakat, Vol. 22, No. 2, Juni 2006 • 77
Page 4
Palman Soeparmanto, dkk.: Peningkatan Penanggulangan Penyakit Demam
Berdarah Dengue
Untuk mengukur tingkat pengetahuan dan
perilaku responden tentang DBD digunakan sepuluh
indikator. Dalam menentukan tingginya pegetahuan
digunakan nilai antara 0 sampai dengan 10, 0 tidak
tahu dan 10 mengetahui secara benar. Jumlah total
pengetahun paling tinggi 100 dan paling rendah 0.
Untuk mengukur tingkat perilaku menggunakan
jumlah kegiatan atau frekuensi kegiatan. Jumlah
indikator kegiatan diukur dengan frekuensi dalam
jangka waktu tertentu yaitu antara 0 dan 4 dan ada
11 indikator. 0 tidak melakukan dan 4 melakukan
dengan penuh. Jumlah paling tinggi kegiatan 44 dan
0 tidak melakukan.
Pada awal penelitian tingkat pengetahuan
responden tentang DBD sangat rendah baik pada
daerah studi dan kontrol yaitu rata-rata baru
mencapai nilai 16 dari nilai 100 yang tertinggi.

7
Sedangkan pada akhir penelitian nilai rata-rata
tingkat pengetahuan responden meningkat di daerah
studi 50 dan di daerah kontrol 46 berbeda bermakna
(p<0,05). Dari informasi ini dapat disimpulkan bahwa
tingkat pengetahuan di daerah kontrol juga
mengalami peningkatan yang cukup tinggi walaupun
peningkatannya masih lebih tinggi dibandingkan pada
daerah studi.
Selanjutnya perilaku menanggulangi DBD pada
awal penelitian di daerah studi mencapai 23 dan pada
akhir penelitian mencapai 34 berbeda bermakna
(p<0,05). Pada daerah kontrol perilaku
menanggulangi DBD juga terdapat peningkatan dari
nilai 24 naik menjadi rata-rata nilai 33 berbeda
bermakna (p<0,05). Jadi perilaku penanggulangan
DBD meningkat tinggi pada daerah studi dan kontrol.
Peningkatan perilaku penanggulangan DBD pada
daerah studi dan kontrol tidak berbeda bermakna
(p>0,05) yaitu rata-rata nilainya naik 10 baik di
daerah studi dan kontrol.
PEMBAHASAN
Dalam rangka peningkatan penanggulangan
penyebaran penyakit DBD yang penularannya melalui
gigitan nyamuk Aedes Aegyptl, yang dilaksanakan
dalam penelitian ini adalah peningkatan penyuluhan
yang berbasis masyarakat yaitu oleh pamong
kalurahan, ketua RT/RW dan kader kesehatan. Oleh
karena itu, pertama kali supaya penyuluhan dapat
berjalan lancar dilaksanakan oleh orang-orang kunci
setempat yaitu dipilih perwakilan dari masing-masing
RW satu orang petugas penyuluh kader DBD,
berdasarkan atas usulan dari lurah masing-masing
desa penelitian. Pengambilan penyuluh didasarkan
pada suatu pernyataan bahwa "berkomunikasi
dengan RT/RW memantapkan pengalaman
seseorang dalam bertatap muka, sehingga orang itu
bisa memutuskan apakah seseorang itu bisa
memutuskan memerlma pesanya dan
perasaannya".6
Sebelum calon penyuluh yaitu pamong
kalurahan, ketua RT/RW dan kader kesehatan atau
dalam kegiatan ini disebut kader DBD dari masing-
masing RW melaksanakan penyuluhan terlebih
dahulu mendapatkan tambahan bekal pengetahuan
cara-cara penyuluhan kelompok dan pengetahuan
tentang hal-hal yang berhubungan dengan DBD.

8
Dipilih kader-kader dari masing-masing RW
bermaksud supaya pelaksanakan penyuluhan dapat
dilaksanakan secara mudah baik secara resmi
dengan mengumpulkan warga RW atau secara tidak
resmi dengan cara-cara anjang sana, sehingga
penyuluhan dapat dilaksanakan secara
berkesinambungan setelah penelitian ini selesai. DI
samping juga dilandasi dasar bahwa dalam
pembinaan perilaku penyuluhan dapat mengguna-
kan pendekataan "model pengembangan lokal,
perencanaan sosial dan tindakan sosial.
Pengembangan lokal yaitu menekankan adanya
kepercayaan dan inisiatif masyarakat setempat,
pengembangan kepemimpinan setempat dan
partisipasi masyarakat.7 Pelaksanaan penyuluhan
atau intervensi dalam penelitian ini memang dirasa-
kan sangat singkat yaitu selama dua bulan saja,
jadi ada kecenderungan masyalat belum melaku-
kan perencanaan penyuluhan secara bersama-sama
antara pengurus RT/RW.
Selain penyuluhan dilaksanakan kader DBD
untuk meningkatkan pengetahuan keluarga juga
diberikan leafleat singkat tentang DBD. Guna men-
jamin kontlnyultas penanggulangan DBD dilaksana-
kan oleh keluarga - keluarga di daerah penelitian
diberikan juga stiker tentang bahaya DBD yang
dapat ditempelkan di rumah-rumah keluarga.
Karakteristik responden yaitu kepala keluarga
yang diidentifikasi dalam penelitian Ini meliputi:
tingkat umur, tingkat pendidikan dan jenis pekerjaan-
nya. Dari hasil penelitian yang telah ditampilkan di
muka bahwa nampaknya tidak ada beda tingkat umur
responden penelitian di daerah studi dan kontrol,
tentang kelompok umur, tingkat pendidikan,
sedangkan jenis pekerjaan responden berbeda
bermakna antara daerah studi dan kontrol.
78 • Berita Kedokteran Masyarakat, Vol. 22, No. 2, Juni 2006
Page 5
Berita Kedokteran Masyarakat
Vol. 22, No. 2, Juni 2006
halaman 75-81
Dalam menerima informasi secara tatap muka,
justru paling besar persentasenya melalui hubung-
an tetangga, baik pada daerah studi dan kontrol
kurang lebih 50% pada penelitian awal dan kurang
lebih 38% pada penelitian akhir pada daerah studi

9
dan kontrol, sedangkan yang dilaksanakan oleh
kader dan pamong kalurahan pada awal penelitian
belum berjalan.
Sumber informasi melalui media elektronika dan
media cetak sebagian besar menyatakan melalui
media elektronika TV merupakan persentase ter-
besar pada daerah kontrol dan studi kurang lebih
60%.Walaupun persentasenya berubah pada pe-
nelitian akhir, tetapi persentase terbesar menerima
informasi tantang DBD oleh responden melalui TV
pada daerah studi dan kontrol yaitu kurang lebih
50%.
Tingkat pengetahuan awal penelitian berda-
sarkan pada setiap indikator nilai paling rendah 0
dan paling tinggi 100, sehingga total nilai seluruh
indikator tingkat pengetahuan paling tinggi 100 dan
paling rendah 0, maka tingkat pengetahuan rata-
rata responden penelitian hanya mencapai 25 dengan
rentang nilai antara 10 dan tertinggi 50. Antara daerah
studi dan daerah kontrol tidak berbeda bermakna
tingkat pengetahuan responden penelitian, mencapai
nilai rata-rata rendah. Walaupun dari seluruh
responden penelitian pada awal penelitian baik pada
daerah kontrol dan studi yang menyatakan tidak
pernah mendengar DBD relatif kecil kurang lebih 4%,
tetapi ternyata tingkat pengetahuan responden relatif
rendah. Hal ini karena informasi yang ditayangkan
melalui TV atau sumber lain tidak rinci dan hanya
sedikit informasi tentang hal-hal yang berhubungan
dengan cara penanggulangan DBD.
Demikian juga pada penelitian akhir bahwa
tingkat pengetahuan tetap masih menunjukkan nilai
yang rendah pada daerah kontrol dan srudi, tetapi
nilai rata-ratanya di daerah studi mencapai rata-rata
50 dan di daerah kontrol 46 berbeda bermakna. Hal
Ini kalau dikaitkan dengan peningkatan pola sum-
ber informasi yang diterima oleh responden belum
banyak mengalami perubahan. Dalam penelitian
akhir belum nampak adanya peningkatan kesertaan
penyuluhan yang dilakukan oleh kader-kader DBD
yang telah dilatih melakukan penyuluhan walaupun
relatif kecil persentasenya. Di samping itu, juga
belum diperoleh gambaran bahwa responden
membaca isi lef/eat yang diberikan pada setiap
keluarga pada daerah studi, karena bersamaan
dengan pelatihan kader DBD mereka telah diberikan

10
leafleat untuk disampaikan kepada seluruh keluarga
di dua desa penelitian. Menurut pengakuan kader,
hal tersebut telah dibagikan kepada keluarga pada
dua kelurahan penelitian, maka terdapat
kemungkinan karena waktu pelaksanaan intervensi
hanya berlangsung dua bulan.
Selanjutnya dalam melakukan penanggulangan
berkembangnya nyamuk pada dua daerah penelitian,
sebagian kecil masyarakat telah melakukan kegiatan
pemberantasan sarang nyamuk, baik yang dilakukan
untuk seluruh kalurahan misalnya foging. Foging
biasanya dilakukan jika daerah itu ada penderita DBD,
dilakukan oleh dinas kesehatan kota atau oleh
puskesmas atas dasar laporan dari warga tentang
kejadian DBD. Hal ini karena sebagian besar
masyarakat Indonesia belum menyadari pentingnya
hygiene lingkungan dan diri masyarakat itu sendiri.
Rendahnya keasadaran masyarakat akan penting-
nya menjaga lingkungan agar tidak ada genangan
air di sekeliling rumah merupakan salah satu faktor
penghambat yang paling sering dijumpai'.8
Perilaku penaggulangan DBD yang mengalami
perubahan pada daerah studi adalah dalam
melakukan Menimbun, Membakar dan Membasmi
(3 M) dan memelihara ikan, sedangkan pada daerah
kontrol terdapat perilaku penanggulangan DBD
dengan foging, tetapi persentasenya lebih besar
dibandingkan pada daerah studi. Secara keseluruhan
bahwa nilai perilaku penanggulangan DBD pada
daerah studi dan kontrol pada awal penelitian tidak
berbeda bermakna dan rata-rata nilainya rendah
yaitu hanya sekitar 23, dari nilai tertinggi 45,
sedangkan pada akhir penelitian perilaku
penanggulangan DBD pada daerah studi dan kontrol
mengalami peningkatan yaitu mencapai nilai rata-
rata 33 pada daerah studi dan 34 pada daerah kontrol
tidak berbeda bermakna.
Secara keseluruhan Indikator tentang tidak
adanya perbedaan perilaku responden keluarga
dalam penanggulangan DBD, nampaknya bahwa
penangulangan DBD sudah dilaksanakan oleh
keluarga-keluarga baik pada daerah kontrol dan
studi, tetapi pada perilaku khusus dalam masalah
3M dan pemeliharaan ikan pembasmi jentik, per-
sentase di daerah studi jauh lebih besar diban-
dingkan pada daerah kontrol. Memelihara ikan dapat

11
digunakan sebagai bahan penambah gizi keluarga
dan dapat juga sebagai bahan perdagangan untuk
menambah pendapatan keluarga.
Berita Kedokteran Masyarakat, Vol. 22, No. 2, Juni 2006 • 79
Page 6
Palman Soeparmanto, dkk.: Peningkatan Penanggulangan Penyakit Demam
Berdarah Dengue
Dalam pelaksanaan penyuluhan pada dua bulan
terakhir pada daerah studi dan kontrol relatif kecil
persentasenya, tetapi pada daerah studi lebih besar
persentasenya yang mengikuti penyuluhan.
Pelaksana penyuluhan pada daerah studi sebagian
besar dilaksanakan oleh pamong kalurahan dan
bukan oleh kader DBD yang dilatih. Dengan
demikian, dapat dikatakan bahwa kader-kader DBD
belum banyak yang melaksanakan penyuluhan
seperti yang diharapkan yaitu menyuluhan pada
masing-masing RW.
Kalau dilihat pada yang diharapkan melakukan
penggerakan DBD seperti didasarkan pada
Keputusan Menteri Kesehatan No: 581/Menkes/SK/
VII/19929 bahwa ketua RT/RW dan pengusaha
sebagai anggota seksi penggerakan peran serta
masyarakat masih belum dapat disosialisasikan
kepada keluarga-keluarga secara luas dan berkesi-
nambungan. Hal ini dapat dikatakan bahwa dalam
dua bulan terakhir persentase warga yang meng-
ikuti penyuluhan yang diselenggarakan sebagian
kecil kader-kader yang diambil dari RW-RW dan
pamong kalurahan setempat yang mempunyai
peranan besar.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Karakteristik responden penelitian pada
kelompok-kelompok umurtldak berbeda bermakna,
sebagian besar berumur di atas 41 tahun, dengan
tingkat pendidikan tamat SD ke bawah lebih kecil
persentasenya dibandingkan dengan tamat SLTP ke
atas baik pada daerah studi dan kontrol, sedangkan
jenis pekerjaan responden daerah studi dan kontrol
berbeda bermakna.
Dalam memperoleh Informasi tentang DBD
sebagian besar secara langsung dari tetangga dan
juga melalui media TV baik pada daerah studi dan
kontrol, baik pada awal dan akhir penelitian.
Pada masa penyuluhuan atau pada masa

12
Intervensi ini dilakukan yaitu dengan penyuluhan
langsung oleh kader-kader DBD, ketua RT/RW dan
pamong desa yang telah dilatih belum dapat
melaksanakan penyuluhan seperti yang diharapkan.
Hal ini kemungkinan waktu intervensi relatif pendek.
Di samping itu, leafleatyang diberikan kepada setiap
keluarga nampaknya juga belum banyak
dimanfaatkan oleh keluarga-keluarga daerah
penelitian.
Tingkat pengetahuan pada awal penelitian rata-
ratanya mencapai nilai 16 dari nilai terendah 0 dan
tertinggi 100 baik pada studi dan kontrol. Pada
awal akhir penlitian nilai rata-rata 50 di daerah studi
dan nilai rata-rata 45 di daerah control berbeda
bermakna.
Perilaku responden penelitian pada awal
penelitian nilai rata-ratanya 23 di daerah studi dan
24 di daerah kontrol tidak berbeda bemakna relatif
juga masih rendah dari nilai rata-rata terndah 0 dan
tertinggi 44 tertinggi. Pada akhir penelitian ada
peningkatan menjadi nilai rata-rata 34 pada daerah
studi dan kontrol 33 tidak berbeda bermakna. Hal
ini berarti bahwa bahwa telah terjadi peningkatan
pengetahuan penaggulangan BDD baik pada daerah
studi dan kontrol secara bermakna, juga terjadi
peningkatan perilaku cara-cara penanggulangan DBD
pada kedua daerah studi dan kontrol, tetapi
peningkatan perilaku pada daerah studi dan kontrol
tidak berbeda bermakna.
Saran
Diperlukan peningkatan penyuluhan dalam
penanggulangan penyakit DBD, melalui media masa
TV secara intensif dan rinci, frekuensi dan
kedalaman penyuluhan melalui media tersebut,
karena masyarakat nampaknya senang mengikuti
iniformasi melalui media TV.
Diperlukan peningkatan penyuluhan melalui or-
ang-orang kunci setempat yang dapat mengembang-
kan penyuluhan secara sambung rasa melalui
keluarga-keluarga/tetangga dekat dan perlu
dukungan dari swasta dalam penggandaan media
cetak dan dukungan Pemda setempat untuk kader-
kader melaksanakan penyuluhan secara inteslf.
UCAPAN TERIMA KASIH
Ucapan terima kasih saya tujukan kepada
Kepala Dinas Kesehatan Kota Blitar, Kepala

13
Kalurahan, Ketua RW/RT dan Kader Kesehatan di
empat kalurahan tempat penelitian di Kota Blitar,
yang telah membantu lancarnya penelitian Ini.
KEPUSTAKAAN
1. Sungkar, S. Pemberatasan vektor demam
berdarah dengue. Majalah Kedokteran
Indonnesia (The Journal of the Indonesia Medi-
cal Association), 2005; 55(5) Mei: 408.
80 • Berita Kedokteran Masyarakat. Vol. 22, No. 2, Juni 2006
Page 7
Berita Kedokteran Masyarakat
Vol. 22, No. 2, Juni 2006
halaman 75-81
Achmad, H.H. Variabel yang mempengaruhi
partisipasi ¡bu rumah tangga dalam pelaksanaan
pemberantasan sarang nyamuk. Majalah Cermin
Dunia Kedokteran. 1997; 119(September):9.
Arief, W. dan Nuswantoro, D.J. Sanitasi
lingkungan dan perilaku masyarakat terhadap
penyakit demam berdarah di Kalurahan
Sidokumpul Kabupaten Sidoarjo. Media IDI.
1994; 19(2): 27.
Isaac, St., and Micahael, B.W. Handbook in
research and evaluation for Education the Be-
havioral Sciences, Fourth Printing, Library of
Congress in the United states of
America. 1984:43.
Liliweri, A. Komunikasi antar pribadi. Penerbit
Citra Aditya Bakti, Bandung.1991: 70.
Liliweri, A. Komunikasi antar pribadi. Penerbit
Citra Aditya Bakti, Bandung.1991:72.
Ross, H.S. and Mico, PR. Theory and practice
in health education. Mayfield Publishing Com-
pany. 1980: 90-108.
Lestari, C, dan Sungkar, S.S. Upaya mengatasi
faktor-faktor penghambat pemberantasan
demam berdarah dengue. Majalah Kedokteran
Indonesa (The Journal of the Indonesia Medical
Association), 2005; 55(11) Nopember: 687.
Departemen Kesehatan RI, Direktorat Jenderal
Pemberantasan Penyakit Menular dan
Penyehatan Lingkungan Pemukiman. Petunjuk
teknis penemuan, pertolongan dan pelaporan
penderita penyakit demam berdarah den-
gue. 1992:1.
Berita Kedokteran Masyarakat, Vol. 22. No. 2. Juni 2006 »81

14
15

You might also like