You are on page 1of 27

LAPORAN PENELITIAN

KULIAH KERJA LAPANGAN (KKL) II


DI PULAU MADURA

Laporan Ini Disusun untuk Memenuhi


Tugas Mata Kuliah KKL II
Yang Dibina oleh Dosen Pembimbing KKL II

Disusun Oleh:
Kelompok V:
Nur Isroatul Khusna 106351400636
Candra Novani 106351400680
Anisatu Nadhiroh 106351400645
Wahyu Wardani 106351400649
Dini Afriani 106351400450
Citra Kusumaningtyas 106351400457
Aditya Putra 206351403558
Hannah Nika 206351405973
Sari Agustin 206351405979
Sri Kusrini 607351412854

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
JURUSAN GEOGRAFI
Mei 2008
KATA PENGANTAR

Kami panjatkan Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
berkat limpahan rahmat dan hidayah-Nya laporan KKL II ini dapat terselesaikan
dengan baik dan tepat waktu. Dan tak lupa kami ucapkan ucapan terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam
pelaksanaan KKL II dan penyelesaian laporan KKL II ini, khususnya kepada:
1. Prof. Dr. Edy Purwanto selaku Ketua Jurusan Geografi FMIPA Universitas
Negeri Malang yang telah meberikan ijinnya untuk melaksanaan KKLini.
2. Para Dosen pembimbing KKL II yaitu Bapak Sudarno Herlambang, Bapak
Hendri Purwanto, Bapak Suwardi Rusyanto, Bapak Djoko Sulistyo, serta
Bapak Syamsul Bahri. Terima kasih atas segala bimbingan dan tambahan ilmu
yang diberikan selama perjalanan KKL II, semoga menjadi manfaat dan
barokah buat kami.
3. Teman-teman panitia KKL II yang dengan tulus mengorbankan tenaga dan
waktunya demi kelancaran kegiatan KKL ke Pulau Madura.
4. Teman-teman geografi angkatan 2006 offering A,B, dan K terimakasih atas
kerjasamanya.
5. Teman-teman kelompok 5 yang telah bekerjasama untuk dan turut serta dalam
membantu penyelesaian laporan KKL ini.
Masih banyak kekurangan dalam laporan KKL ini karena jauh dari
sempurna oleh karena itu perbaikan baik krikan dan saran dari pembaca sangat di
perlukan demi kesempurnaan laporan ini. Dan semoga apa yang telah didapatkan
selama perjalanan KKL II dapat bermanfaat bagi kta dan menambah ilmu yang
lebih barokah bagi kehidupan kita. Amin...

Malang, 14 Mei 2008

Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Indonesia merupakan negara kepulauan dengan berbagai macam jenis dan
bentuk pulau. Negara kepulauan Indonesia terdiri dari banyak pulau, salah satu
diantaranya Pulau Madura yang mempunyai ciri khas tersendiri, baik kondisi
fisik, biotis, maupun manusianya.. Pulau Madura terletak di timur laut Jawa
dengan koordinat 7°0′ LS dan113°20′ BT. Pukau madura secara administrasi
termasuk di dalam wilayah Jawa Timur dengan luas Pulau Madura 4.887 Km2 dan
jumlah penduduk 3.525.000 (2005) dengan kepadatan 829/km². Panjangnya kurang
lebih 190 Km dan jarak yang terlebar 40 Km yang secara administrasi di bagi
menjadi empat kabupaten, yaitu Kabupaten Bangkalan, Kabupaten Sampang,
Kabupaten Pamekasan, dan Kabupaten Sumenep (Lihat Lampiran Peta
Perjalanan dan Citra Pulau Madura). Pulau Madura merupakan hasil
pengangkatan dari dasar laut, sehingga Pulau Madura mayoritas terdiri dari batu
Gamping Dolomitan yang tersebar dari barat sampai ujung timur dimana setiap
daerahnya memiliki karakteristik yang unik. Sehingga sangat bagus sekali untuk
dijadikan sebagai objek penelitian baik dari segi fisik, biotis, maupun manusianya
yang berada di Pulau Madura.

B. TUJUAN
1. Untuk menambah wawasan mahasiswa dalam penguasaan materi yang
berkaitan dalam penelitian ini.
2. Untuk memberikan pengalaman kepada mahasiswa mengenai teknik
penelitian dan sistem pembelajaran outdoor study.
3. Untuk menambah pengetahuan mahasiswa mengenai fenomena dan proses
alam yang terjadi di Pulau Madura.
4. Untuk mengetahui proses terbentuknya suatu pulau kususnya, pulau
Madura.
5. Untuk menambah wawasan sosial budaya masyarakat di Pulau Madura.
C. MANFAAT
1. Menambah wawasan mahasiswa dalam penguasaan materi yang berkaitan
dalam penelitian ini.
2. Memberikan pengalaman kepada mahasiswa mengenai teknik penelitian
dan sistem pembelajaran outdoor study.
3. Menambah pengetahuan mahasiswa mengenai fenomena dan proses alam
yang terjadi di Pulau Madura.
4. Mengetahui proses terbentuknya suatu pulau kususnya, pulau Madura.
5. Menambah wawasan sosial budaya masyarakat di Pulau Madura.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Landasan Teori
Madura adalah nama pulau yang terletak di sebelah timur laut Jawa Timur.
Pulau Madura besarnya kurang lebih 5.250 km2 (lebih kecil daripada pulau Bali),
dengan penduduk sekitar 4 juta jiwa. Madura terkenal dengan budaya Karapan
sapinya. Secara politis, Madura selama berabad-abad telah menjadi subordinat
daerah kekuasaan yang berpusat di Jawa. Sekitar tahun 900-1500, pulau ini berada
di bawah pengaruh kekuasaan kerajaan Hindu Jawa timur seperti Kediri,
Singhasari, dan Majapahit. Di antara tahun 1500 dan 1624, para penguasa Madura
pada batas tertentu bergantung pada kerajaan-kerajaan Islam di pantai utara Jawa
seperti Demak, Gresik, dan Surabaya. Pada tahun 1624, Madura ditaklukkan oleh
Mataram. Sesudah itu, pada paruh pertama abad kedelapan belas Madura berada
di bawah kekuasaan kolonial Belanda (mulai 1882), mula-mula oleh VOC,
kemudian oleh pemerintah Hindia-Belanda. Pada saat pembagian provinsi pada
tahun 1920-an, Madura menjadi bagian dari provinsi Jawa Timur.
Madura secara morfologis berbentuk lipatan monoklinal yang kemiringan
lerengnya >11o (hogback) dan dipotong-potong oleh lembah-lembah yang
melintang (transverse grooves). Morfologi dengan karakteristik tersebut
disebabkan oleh tingkat pengikisan yang sangat kuat. Terhadap batuan gamping
dolomitan. Proses dan bentuk lahan yang ada di pulau madura umumnya
disebabkan oleh proses pengendapan atau sedimentasi, serta pelapukan batuan.
Bentuk lahannya berupa bentuk lahan asal proses marin, alluvial, dan solusional
(Lihat lampiran Peta Geologi Madura).
1. Bentuk Lahan Asal Proses Marin/ Gelombang Laut
Proses yang terjadi pada daerah pantai, seperti pengendapan dan bentuk
dataran laut, arus laut, ombak atau gelombang, tektonik dan sebagainya
menyebabkan perubahan pantai dan bentuk pantai yang berbeda-beda. Asosiasi
alami bahwa pantai selalu terletak dibagian tepi dari continental. Secara umum
material penyusunnya berupa pasir dengan segala ukuran tergantung sumber
material sekitar dan struktur horizontal, rona cerah, tekstur halus, dan pola teratur
seragam. Vegetasi jarang sebatas mintakaat pantai seperti pandanus, bakau, dan
beberapa jenis yang lainnya. Relief datar dan proses utama adalah pengendapan
membentuk bentukan khas seperti swale, laguna, bar, bukit pantai, dan dataran
alluvial pantai (coastal alluvial plain). Beberapa bentang alam pantai antara lain:
¾ Dataran Abarasi (Mda), yaitu suatu dataran hasil erosi gelombang laut yang
menghancurkan dinding pantai;
¾ Split (Msp), yaitu endapan pantai dengan suatu bagian tergabung dengan
dataran dan bagian lainnya menjorok ke laut;
¾ Tombolo (Mtb), yaitu suatu endapan tipis yang menghubungkan suatu
pulau dengan dataran utama;
¾ Bars (Mbr), yaitu hampir sama dengan split, namun bars menghubungkan
”headland” satu dengan yang terbentuk di muara sungai;
¾ Beach (Mbc), yaitu pantai yang atas endapan pasir dan kerikil; dan
¾ Gumuk pasir pantai yang terbentuk pada pantai berpasir dengan aktivitas
angin yang kuat membentuk bukit-bukit pasir di depan pantai.
Wilayah pantai merupakan wilayah pertemuan antara daratan dan lautan.
Perubahan-perubahan yang terjadi sebagai akibat proses endogen dan exogen akan
dapat terlihat pada wilayah tersebut, baik perubahan dari geomorfologi, proses-
proses erosi dan sedimentasi, jenis tanah dan batuan sedimen yang terbentuk,
kondisi hidrogeologi, berbagai proses bencana alam, dan perubahan ekosistem
maupun lingkungan manusia.
Wilayah pantai yang umumnya datar, berbatasan dengan laut, banyak
sungai, airtanah yang relatif dangkal, serta terkadang mengandung mineral
ekonomis, berpandangan indah dan mempunyai terumbu karang tentu sangat
menarik dan dapat mendukung berbagai pembangunan. Kota-kota, pelabuhan,
pertanian dan perikanan, wisata bahari, kawasan industri, bahkan kadang-kadang
penambangan mineral dan bahan bangunan dapat berkembang di wilayah pantai.
Banyak kota besar, kota pelabuhan, kota perdagangan, dan ibu kota negara atau
ibu kota daerah berada di sana. Pemanasan global yang berakibat naiknya muka
laut dengan demikian akan dapat menimbulkan dampak yang serius bagi wilayah
pantai tersebut.
Tipe-tipe Gelombang Pantai:

I = >0,070 swl

I = 0,003-0,070 swl

I = 0,003-0,070 swl

I = <0,003 swl

2. Bentuk Lahan Asal Solusional


Bentuk Lahan Asal Solusional mempunyai karakteristik relief dan drainase
alami yang spesifik karena proses solusi atau pelarutan pada batuan yang mudah
larut seperti batu gamping. Beberapa ciri kenampakan solusional antara lain: alur-
alur igir pelarutan yang banyak mengandung kapur. Lapis, solusional pits, facets,
flutes, dan runnels berupa aliran-aliran bawah tanah dan gua kapur dengan
staglatit dan staglatmite.
Bentuk lahan yang berkembang diwilayah ini pada umumnya sangat
dipengaruhi oleh karakteristik litologi dan kondisi iklimnya. Proses pelarutan akan
meninggalkna bekas berupa kubah-kubah gamping yang membulat teratur dan
seragam, dan bentuk-bentuk lubang drainase atau porositas yang berupa doline
atau polve yang menyatu dengan aliran bawah tanah. Retakan yang intensif akan
menyebabkan konsentrasi infiltrasi dan kelurusan dari sinkhole sepanjang retakan.
3. Bentuk Lahan Asal Proses Alluvial
Bentuk lahan asal proses alluvial terbentuk akibat aktivitas aliran sungai
yang berupa pengikisan, pengangkutan, dan pengendapan (sedimentasi) yang
membentuk bentukan deposisional yang berupa bentang dataran alluvial dan
bentukan lain dengan struktur horizontal, tersusun atas material sedimen berbutir
halus. Bentukan-bentukan ini terutama berhubungan dengan daerah-daerah
penimbunan seperti lembah-lembah sungai besar dan dataran alluvial.
Ciri khusus dataran alluvial dibagian bawah adalah adanya pola saluran
yang bekelok-kelok (meanders). Pola ini terbentuk akibat proses penimbunan
pada bagian luar kelokan erosi secara bergantian, sementara kecepatan aliran
berkurang akibat menurunnya kemiringan lereng. Pengendapan cukup besar,
sehingga aliran tidak mampu lagi mengangkut material endapan, yang akhirnya
arah aliran membelok begitu seterusnya membentuk kelokan kelokan tertentu.

B. Hasil Penelitian
Lokasi I
Pantai Camplong
Wilayah Pantai Camplong merupakan wilayah pertemuan antara daratan
dan lautan. Perubahan-perubahan yang terjadi sebagai akibat proses endogen dan
eksogen dapat terlihat pada wilayah ini, baik perubahan dari geomorfologi,
proses-proses erosi dan sedimentasi, jenis tanah dan batuan sedimen yang
terbentuk, kondisi hidrogeologi, berbagai proses bencana alam, dan perubahan
ekosistem maupun lingkungan manusia.
Wilayah pantai yang umumnya datar, berbatasan dengan laut, banyak
sungai, airtanah yang relatif dangkal, serta terkadang mengandung mineral
ekonomis, berpandangan indah dan mempunyai terumbu karang tentu sangat
menarik dan dapat mendukung berbagai pembangunan. Kota-kota, pelabuhan,
pertanian dan perikanan, wisata bahari, kawasan industri, bahkan kadang-kadang
penambangan mineral dan bahan bangunan dapat berkembang di wilayah pantai.
Banyak kota besar, kota pelabuhan, kota perdagangan, dan ibu kota negara atau
ibu kota daerah berada di sana. Pemanasan global yang berakibat naiknya muka
laut dengan demikian akan dapat menimbulkan dampak yang serius bagi wilayah
pantai tersebut.
Letak astronomis Pantai Camplong adalah 7o12’55,8’’ LS-113o20’31,2’’.
Wilayah pantai, seperti juga wilayah-wilayah lain di bumi, terbentuk oleh
berbagai proses geologi yaitu proses endogen yang diprakarsai oleh proses yang
terjadi dari dalam bumi, dan proses exogen yang dimotori oleh kegiatan dari luar
bumi.
Proses endogen bermula dari gerak-gerak dari dalam bumi seperti gempa
bumi, letusan gunungapi; proses tersebut membentuk benua, lautan, deretan
pegunungan, dsb. Proses exogen diprakarsai oleh pancaran sinar matahari,
kegiatan atmosfir tanah, erosi oleh air/angin/es, transport sediment, dan
sedimentasi di berbagai tempat.
Daerah Pantai Camplong merupakan lipatan monoklinal yang memiliki
kemiringan sudut sebesar 11o. Pada mulanya wilayah Madura merupakan lembah
Antiklinal yang memiliki puncak kombe. Tanah yang mendominasi wilayah pantai
di Madura adalah tanah gamping dolomitan yang menyebar disekitar pantai dan
pada pemukiman penduduknya. Pantai Selatan Berlumpur, awal mulanya adanya
lumpur berasal dari endapan lumpur yang dibawa oleh aliran Sungai Brantas yang
kemudian mengendap di sekitar pantai di kawasan Madura bagian Selatan. Pantai
berlumpur juga dikarenakan vegetasi yang berupa hutan mangrove mulai hilang.
Tipe gelombang di pantai Madura adalah tipe gelombang paling lemah, hal ini
dikarenakan morfologi pantainya, kedalaman laut Madura, posisi Pulau Madura
yang merupakan pulau terisolir di bagian timur pulau Jawa, dan keadaan angin
yang berhembus di Pulau Madura. Vegetasi di kawasan pantai Camplong sangat
sedikit sekali, yaitu hutan bakau dan tumbuhan pandan-pandanan masuk dalam
golongan kelas tumbuhan Ephomea yang telah gundul akibat penebangan atau
karena arus pasang.
Selama masa Holosen hingga sekarang dikenal beberapa kali perubahan
iklim global. Setelah masa glasiasi selesai diikuti dengan menaiknya suhu udara
kira-kira pada 8000 tahun yang lalu dan berjalan selama 3000 tahun; suhu udara
diperkirakan 2,5o C di atas suhu sekarang. Periode tersebut diikuti oleh periode
glasiasi dari 5000 – 2000 tahun yang lalu, dengan penurunan muka laut jauh di
bawah muka laut sekarang. Dari periode 2000 tahun yang lalu hingga sekarang
dapat dilacak kondisi iklim/cuaca dengan lebih baik karena adanya pencatatan
pada waktu sejarah di berbagai tempat. Tahun 1000 – 1200 merupakan periode
hangat; tahun 1450 – 1850 udara sedikit mendingin dan terdapat perluasan sedikit
dari zaman es. Dari tahun 1880 – 2000 terdapat gejala kenaikan suhu udara.
Proses geologi dari Pulau Madura adalah karena adanya pengangkatan dasar oleh
karena tanga tektonik. Terdapat lembah transversal dari selatan ke utara Madura.
Karena pengikisan dan pelarutan wilayah bagian utara sulit untuk mencari air
tawar. Pantai utara Madura terjadi akibat rombakan gelombang. Bentuk-bentuk
pantai ada berbagai macam sebagai akibat dari berbagai proses geologi yang
membentuknya dan batuan serta struktur geologi yang mengendalikannya. Ada
pantai yang berbentuk dataran yang landai baik yang sempit maupun yang lebar,
atau pantai yang bertebing terjal dan berbatu-batu, dan berteluk-teluk. Berikut ini
beberapa ulasan mengenai hal tersebut.
Pantai Camplong merupakan pantai yang memiliki genesa pantai
berdataran yang luas dan panjang. Pantai ini mempunyai ciri adanya dataran yang
luas. Banyak yang lurus, dasar laut yang relatif dangkal dan merupakan hasil
endapan sedimen dari daratan, dengan kemiringan kearah laut dalam secara
gradual. Kerja gelombang di Pantai Camplong yang lemah atau bertipe surging di
wilayah pantai menghasilkan berbagai morfologi seperti pematang pantai (barrier
bars) laguna (lagoon) dengan “tidal inlet”, dan banyak dari gejala tersebut di atas
dibentuk karena munculnya dasar laut, ke permukaan. Yang dalam
perkembangannya pantai ini berkembang menjadi pantai berlumpur karena
endapan Lumpur yang dibawa air laut dari endapan lumpur Sungai Brantas.
Wilayah pantai ini sangat bagus sekali Untuk di kembangkan khusunya
untuk budidaya tumbuhan bakau karena wilayah Pantai Camplong merupakan
tempat berbagai ekosistem seperti wilayah hutan bakau, terumbu karang, laguna,
dan pantai landai berlumpur yang juga merupakan habitat berbagai macam biota
laut.
Lokasi II
Api Tak Kunjung Padam
Lokasi Api tak kunjung padam yang biasa dikenal dengan sebutan
"Dhangka" terletak di Desa Larangan Tokol Kecamatan Tlanakan berjarak lebih
kurang 4 km dari pusat kota. Titik pengamatan kedua berada di objek penelitian
Api Tak Kunjung Padam. Titik ini berlokasi di koordinat 7˚ 12' 17,7" LS dan 113˚
27' 39,7" BT Jika dilihat morfologi daerah tersebut merupakan daerah dataran
dengan kemiringan lereng sekitar 25˚ dengan strike 15˚ magnetic north (utara
magnet) ke arah timur sedangkan arangementnya berupa gamping dolomitan.
Bentuk lahan Solusional. Tekstur tanah di daerah ini termasuk dalam tekstur
lempung atau liat. Dengan tingkat pelapukan lanjut. pH tanah di daerah ini sebesar
5 yang menujukan daerah ini memiliki kondisi tanah yang bersifat asam karena
pengaruh bahan induknya yang berupa gamping dolomitan. Wilayah api tak
kunjung padam memiliki drainase baik hal ini berdasarkan pada pengetesan tanah
dengan menggunakan Alfa Bipirimidil tidak menimbulkan bercak merah.
Ketinggian atau elevasi daerah ini adalah 27 meter, dengan landuse
sebagai lahan pertanian campuran serta lahan kosong. Vegetasi yang ada di titik
pengamatan kedua ini adalah kelapa dan kacang hijau. Jenis vegetasi yang tidak
bervariasi ini merupakan akibat dari kandungan bahan organik yang rendah
sehingga dalam pertumbuhan tanaman juga rendah. hal ini diperkuat dengan
adanya pengetesan tanah dengan menggunakan H2O2 yang tidak menghasilkan
buih. Namun uniknya setelah pengetesan dengan menggunakan HCl tidak
mengeluarkan buih, sehingga tanah di sini tidak memberi kesan adanya bahan
yang mengandung kapur.
Api tak kunjung padam terbentuk karena adanya gas metan yang berada
pada lapisan ideogeosinklinal keluar melalui rekahan-rekahan kerak bumi.
Dimana rekahan-rekahan tersebut terbentuk karena adanya tumbukan lempeng
samudra hindia yang berada di bagian selatan Pulau Madura pada masa meosen
sehingga menimbulkan rekahan terhadap lempeng di Pulau Madura khusunya
dibagian lapisan ideogeosinklinal yang merupakan sumber minyak atau gas alam.
Gas metan yang keluar dari rekahan tersebut kemudian terkena sinar matahari dan
terbakar karena sifat gas metan sangat mudah terbakar pada suhu > 13o Celcius.
Sehingga terbentuklah api abadi yang akan terus menyala selama gas metan di
dalam bumi masih tersedia untuk dikeluarkan.
Jalan masuk menuju lokasi dari pinggir jalan raya sejauh 1 km rusak
parah. Begitu juga fasilitas penunjang wisata, seperti tempat beristirahat tidak
tersedia. Tempat lesehan sementara bagi pengunjung terletak di utara Api Abadi,
kotor tak terawat. Di sekelilingnya malah dipadati sekitar 18 warung makanan dan
suvenir. Di sekitar lokasi terdapat beberapa tempat istirahat dan pohon yang
rindang. Begitu juga di sekitar api yang terus menerus menyala dipagari dan diberi
jalan beton berbentuk lingkaran, sehingga pengunjung yang ingin melihat api dari
jarak dekat tak perlu menginjak tanah. Tetapi sejak beberapa tahun belakangan
ini, lingkaran beton itu sudah tidak ada. Begitu juga gelembung air yang mendidih
di kolam di sebelah barat Api Abadi sudah mongering, lantaran airnya diambil
penduduk buat menyiram sawah. Tanah yang mengeluarka api banyak tercongkel,
bongkahan batu berserakan dan tungku milik warga sekitar (pemilik warung
makanan dan suvenir) dipasang di atas bara api untuk masak air dan menanak
nasi.

Lokasi III
Tambak Garam
Tambak garam ini terletak di Desa Pesisir, Kecamatan Kalianget
Kabupaten Sumenep dengan jarak ke kota kecamatan ± 8 Km. Wilayah ini
merupakan dataran rendah dengan ketinggian rata-rata 10-40 m dpl. Suhu 15o-45o
Celcius dan kelembapan rata-rata 20o Celcius. Sedangkan curah hujan 1400
m/tahun. Tanahnya gersang dan gundul dan sangat sedikit vegetasi yang dapat
tumbuh. Adapun vegetasi yang tumbuh misalnya kelapa, tapi kelapa inipun tidak
berbuah dan kalaupun berbuah rasanya asin dan pohonnya kerdil. Selain itu juga
ada pohon pisang tapi pohonnya kerdil. Sebagian besar lahannya digunakan unuk
tambak garam.
Penduduk ± 3000 orang dengan mata pencaharian utama petani garam.
Agama mayoritas islam dan hampir 100 % yang beragam islam. Prosentase mata
pencaharian penduduk:
• Petani garam 53,08 %
• Buruh garam 35,04 %
• Pedagang 4,47 %
• PNS 3,37 %
• ABRI/Polri 1,88 %
• Jasa transportasi 1,78 %
Pendidikan rata-rata SMA, para pemuda didaerah ini ada yang masih
bekerja di daerahnya masing-masing sebagi petani garam, tetapi ada juga yang
bekerja merantau ke Surabaya. Jumlah anak dalam keluarga rata-rata dua orang.
Di desa ini hanya ada 1 SD, 2 SMP, da m 1 SMA. Untuk SD terletak di
Karanganyar sedangkan SMP dan SMA terletak di luar desa tetapi masih dalam
satu kecamatan. Untuk sumber air bersih berasal dari PDAM dari Taman Lekok.
Pada musim kemarau, penduduknya bekerja sebagai petani garam sedangkan pada
musim hujan bekerja sebagai nelayan karena tambak garamnya digunakan sebagai
tambak ikan, seperti ikan bandeng, udang, dan lain-lain pada saat musim hujan.
Pulau madura khusunya sumenep merupakn penghasil garam terbesar di
Indonesia. Pembuat garam pertama kali di Madura adalah Syech Abdurrahman
Nagasuta. Cara membuat garam ditambak adalah sebagai berikut:
• Air ditambak dikeringkan kemudian dialiri air asin dari air laut melalui
saluran irigasi.
• Tanggul diberbaiki lalu dikeringkan lagi airnya.
• Setelah kering 15 hari diisi air laut lagi.
• Setelah 5 hari dikeringkan berpetak lalu diisi air lagi.
• Kemusian digledek atau diselender dengan kayu.
• Setelah kering diisi air lagi sampai kadar airnya 23 %.
• Setelah itu baru jadi garam.
Jadi waktu yang diperlukan dari awal-panen ± 40 hari. Panen awal normal
10 hari dengan ukuran tambak 50x17 m menghasilkan ± 7 ton dengan ketinggian
air 5 cm. Harga @ ton = Rp 200.000,- k1 (kwalitas 1) pada panen awal. Kalau
dipanen lagi kwalitasnya turun jadi k2 (kwalitas 2) dan k3 (kwalitas 3). K1 lebih
baik digunakan sebagai garam dapur karena lebih kasar dan putih. Jenis garam ada
garam super, putih biasa, dan putih umum. Yang mempengaruhi baik buruknya
garam adalha faktor cuaca yaitu angin, suhu, kelembapan yang mana saling
mempengaruhi.

Lokasi IV
Pantai Slopeng
Pantai Slopeng terletak ± 22 km ke arah utara kota Sumenep tepatnya di
Desa Kartobarat, Kecamatan Dasuk Kabupaten Sumenep dengan koordinat
6o53’10” LS dan 113o47’36,6”. Pantai Slopeng ini berpasir putih yang lembut
yang membentang luas dan terdapat bukit-bukit pasir (Gumuk Pasir) atau sand
dunes di sepanjang pesisir pantai dengan mempunya landscape sehingga pantai ini
mempunyai daya tarik yang berbeda.
Untuk daerah yang membelakangi pantai Dip adalah sebesar 13 % dan
strike sebesar 25 % dan wilayah yang menghadap pantai memiliki dip sebesar 5%
dan strikenya sebesar 70 %. Hal ini berbeda dengan pantai utara Madura pada
umumnya yang lebih didominasi endapan lumpur. Perbedaan ini merupakan
akibat dari adanya aktivitas gelombang dan arus laut dimana pada saat angin
musim barat laut tiba, maka akumulasi bahan endapan terbawa hingga ke Madura
bagian timur.
Di Pantai Slopeng terdapat beting gisik karena pengaruh tiupan angin barat
laut, arus sepanjang pantai dan bergelombang. Selain faktor tersebut tidak adanya
cliff atau tebing di daerah ini juga mendukung terkonsentrasinya pasir tersebut
terbawa hingga membentuk suatu beting gisik. Beting gisik yang ada didaerah ini
suplai materialnya berasal dari lautan dan di zona litoral shore menjadi back shore
terbawa oleh angin sehingga terendapkan di sepanjang pantai. Selain itu tidak
adanya Cliff atau penghalang tersebut mengakibatkan beting gisik didaeah ini
terendapkan dimana-mana atau tak teratur. Beting gisik ini membentuk gundukan
psir yang lebih besar dan disebut gumuk pasir yang mempunyai variasi tertinggi
karena dihasilkan oleh gelombang arus laut, angin, pasir yang lembut karena
materinya gamping tiuvial tidak berperan aktif. Bentuk pasir di pantai ini ada dua
yaitu oval sebagai akibat hasil dari arus di sepanjang pantai dan bulat yaitu pasir
yang terbentuk oleh pengaruh angin. Tipe gelombang dipantai ini surging atau
ombak beralun lemah.
Semula Pantai Slopeng ini terbentuk turun naik karena bentukan yang luas
dan sebagian gamping tererosi sedikit demi sedikit. Kemudian mengalami
perubahan bentuk akibat erosi misalnya tanah yang putih menjadi kemerahan
karena dipengaruhi oleh hujan asam sehingga batuan elapuk sedangkan tanah
merah disebabkan oleh vulkan karena pengaruh Fe yang besar. Topografi di
pantai ini mengarah ke Barat dan Selatan.

Lokasi V
Desa Larangan Kec. Manding, Sumenep
Lokasi penelitian ini berada dibagian timur jalan raya di Desa Larangan,
Kecamatan Manding, Kabupaten Sumenep. Dengan Koordinat 6o59’7,5” LS dan
113o51’37,4” yang merupakan daerah yang beriklim tropis dimana suhu di daerah
ini sangat tinggi sekitar 34o-37o celcius, sehingga kondisi daerahnya sangat panas
sekali. Lokasi penelitian merupakan wilayah dataran yang digunakan sebagai
lahan pertanian bagi penduduk sekitarnya dengan kemiringan lereng 0,9o.
Lahannya merupakan daerah lahan asal solusional yang mempunyai karakteristik
relief dan drainase yang alami yang spesifik karena proses solusi atau pelarutan
pada batuannya yang mudah larut yaitu gamping dolomitan yang merupakan hasil
pengangkatan akibat tumbukan lempeng samudra hindia pada masa eosen yaitu
sekitar 25 juta tahun yang lalu.
Wilayah penelitian ini berada pada bagian tengah hockback sehingga
kemiringannya tidak terlalu besas karena merupakan dataran yaitu sebesar 0,9o
dengan elevasi sekitar 41 m dpl yang juga menakibatkan daerah ini sangat panas
karena dipengaruhi oleh angina laut yang bertiup kedaerah ini, sehingga dengan
keadaan iklim seperti ini maka tingkat pelapukan di daerah ini sangat tinggi atau
sangat lapuk hal ini karena batuan induknya yang merupakan gamping dolomitan
warnanya sudah berubah dari cerah yaitu putih pucat menjadi agak gelap yaitu
berwarna merah dan batuannya agak lunak atau mudah hancur yang terdapat di
dalam tanah karena beberapa mineral batuan sudah terdekomposisi dan atau
terdisentegrasi menjadi tanah. Dengan pelapukan yang tinggi tersebut maka
tingkat erosi di daerah ini juga tinggi atau berat.
Tekstur tanah diwilayah ini merupakan tanah lempung berpasir karena
kandungan liat dan pasir sebagai akibat hasil pelapukan batuan gamping masih
sangat banyak, dengan struktur tanah yang sedang. Untuk drainasenya wilayah ni
sangat baik karena pada saat dilakukan uji coba dengan meneteskan larutan
Alfabifirimidin warna tanah tidak menimbulkan perubahan warna. Tanah di
wilayah ini bersifat asam dengan pH sebesar 5,2 hal ini dikarenakan wilayah ini
mengandung gamping yang sangat tinggi sebagai akibat proses solusional, hal ini
terbukti pada saat tanahnya ditetesi HCl menimbulkan buih yang menunjukan
adanya reaksi dari kandungan gamping yang ada dalam tanah tersebut.
Kandungan organik yang terdapat dalam tanah diwilayah ini sangat sedikit,
terbukti pada saat ditetesi H2O2 tidak menimbulkan buih. Hal ini disebabkan
karena wilayah ini memiliki sifat yang asam yang umumnya kandungan mineral
yang di perlukan oleh mkhluk hidup sangat sedikit, sehingga pelapukan bahan
organik sangat kecil karena jumlah makhluk hidup pengurai diwilayah ini pada
umumnya sangat sedikit sekali diwilayah ini dan agar pelapukan di wilayah ini
dapat berlangsung dengan cepat maka sampah-sampah organik yang ada di
wilayah ini harus dibakar terlebih dahulu.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Pantai Camplong
Letak astronomis Pantai Camplong adalah 7o12’55,8” LS - 113o20’31,2” BT.
Daerah Pantai Camplong merupakan lipatan monoklinal yang memiliki
kemiringan sudut sebesar 11o. Pantai Camplong merupakan pantai yang memiliki
genesa pantai berdataran yang luas dan panjang. Pantai ini berkembang menjadi
pantai berlumpur karena endapan Lumpur yang dibawa air laut dari endapan
lumpur Sungai Brantas. Wilayah pantai ini sangat bagus sekali Untuk di
kembangkan khusunya untuk budidaya tumbuhan bakau karena wilayah Pantai
Camplong merupakan tempat berbagai ekosistem seperti wilayah hutan bakau,
terumbu karang, laguna, dan pantai landai berlumpur yang juga merupakan habitat
berbagai macam biota laut.
Api Tak Kunjung Padam
Titik ini berlokasi di koordinat 7˚ 12' 17,7" LS dan 113˚ 27' 39,7" BT Jika dilihat
morfologi daerah tersebut merupakan daerah dataran dengan kemiringan lereng
sekitar 25˚ dengan strike 15˚ magnetic north (utara magnet) ke arah timur
sedangkan arangementnya berupa gamping dolomitan. Ketinggian atau elevasi
daerah ini adalah 27 meter, dengan landuse sebagai lahan pertanian campuran
serta lahan kosong. Api tak kunjung padam terbentuk karena adanya gas metan
yang berada pada lapisan ideogeosinklinal keluar melalui rekahan-rekahan kerak
bumi.
Tambak garam
Tambak garam ini terletak di Desa Pesisir, Kecamatan Kalianget
Kabupaten Sumenep dengan jarak ke kota kecamatan ± 8 Km. Wilayah ini
merupakan dataran rendah dengan ketinggian rata-rata 10-40 m dpl. Suhu 15o-45o
Celcius dan kelembapan rata-rata 20o Celcius. Sedangkan curah hujan 1400
m/tahun. Penduduk ± 3000 orang dengan mata pencaharian utama petani garam.
Agama mayoritas islam dan hampir 100 % yang beragam islam dengan
pendidikan rata-rata SMA. Jumlah anak dalam keluarga rata-rata dua orang.
Untuk sumber air bersih berasal dari PDAM dari Taman Lekok. Pada musim
kemarau, penduduknya bekerja sebagai petani garam sedangkan pada musim
hujan bekerja sebagai nelayan.
Pantai Slopeng
Terletak pada koordinat 6o53’10” LS dan 113o47’36,6”. Di pantai ini
terdapat bukit-bukit pasir (Gumuk Pasir) atau sand dunes di sepanjang pesisir
pantai Untuk daerah yang membelakangi pantai Dip adalah sebesar 13 % dan
strike sebesar 25 % dan wilayah yang menghadap pantai memiliki dip sebesar 5%
dan strikenya sebesar 70 %. Di Pantai Slopeng terdapat beting gisik karena
pengaruh tiupan angin barat laut, arus sepanjang pantai dan bergelombang. Selain
faktor tersebut tidak adanya cliff atau tebing di daerah ini juga mendukung
terkonsentrasinya pasir tersebut terbawa hingga membentuk suatu beting gisik.
Desa Larangan Kec. Manding, Sumenep
Koordinat 6o59’7,5” LS dan 113o51’37,4” yang merupakan daerah yang beriklim
tropis dimana suhu di daerah ini sangat tinggi sekitar 34o-37o celcius, kemiringan
lereng 0,9o. Lahannya merupakan daerah lahan asal solusional dengan elevasi
sekitar 41 m dpl. Tekstur tanah diwilayah ini merupakan tanah lempung berpasir
karena kandungan liat dan pasir yang banyak. Tanah di wilayah ini bersifat asam
dengan pH sebesar 5,2 dan kandungan organik yang terdapat dalam tanah
diwilayah ini sangat sedikit.
DAFTAR PUSTAKA
Bammelan, RW. Van. 1970. An Outline of The Geology of Indonesia.
Amsterdam: Physiography, The Hague Publishing Co.
Herlambang, Sudarno. 2002. Dasar-dasar Geomorfologi Indonesia.
Malang: FMIPA UM.
Herlambang, Sudarno. 2003. Dasar-dasar Geomorfologi Umum.
Malang: FMIPA UM.
http://www.pamekasan.info/wisatadetail.asp?subPotensi_ID=3 Di download
tanggal 10 Mei 2008 jam 8.30 wib
http://www.wikipedia.org/indonesia/pulau madura.asp Di download tanggal 13
Mei 2008 jam 10.30 wib
Lampiran 1
Lampiran 2
Lampiran 3

PETA CITRA SATELIT PULAU MADURA


Lampiran 4

PETA CITRA SATELIT PERJALANAN KKL II


Lampiran 5

Gambar 1. Citra Pantai Camplong Gambar 2 Citra Api Tak Kunjung Padam

Gambar 3. Citra Desa Larangan Gambar 4. Citra Pantai Selompeng


Lampiran 6

Gambar 1. Vegetasi hutan bakau di Gambar 2. Pantai Camplong dengan Gambar 3. Api Tak Kunjung Padam
Pantai Camplong vegetasinya

Gambar 4. Pemanfaatan Api Tak Kunjung Gambar 5. Kondisi Tambak Garam yang Gambar 6. Pendudu menjemur gabah di
Padam sebagai tempat memasak dikeringkan area dekat Tambak Garam
Lampiran 7

Gambar 7. Tambak ikan yang ada di Gambar 8. Pengguanaan lahan di area Gambar 9. Gumuk Pasir yang ada di
sekitar area Tambak Garam Api Tak Kunjung Padam oleh penduduk daerah Pantai Slompeng

Gambar 10. Tipe gelombang di Pantai Gambar 11. Beting Gisik yang terdapat Gambar 12. Sungai yang berada di
Slompeng di pesisir Pantai Slompeng seberang lokasi observasi 5 Desa Larangan
Lampiran 8

Gambar 13. Beting gisik yang menghadap daerah Gambar 14. Beting Gisik yang membelakangingi
Pantai Slompeng Pantai Slompeng dengan vegetasinya

Gambar 15. Kondisi pasir di Pantai Lombang sebagai Gambar 16. Biota laut yang terdampar di Pantai
akibat aktivitas angin Lombang

You might also like