Professional Documents
Culture Documents
1Petrus 3 : 8 - 12
"Persekutuan dan persaudaraan yang rukun adalah dambaan setiap orang di dunia ini.
Bagaimanakah agar impian ini menjadi kenyataan? Persektuan dan persaudaraan ini
terwujud jika kita memiliki nilai-nilai hidup seperti: Pertama, Seia sekata. Harus kita akui
bahwa kita memiliki banyak latar belakang yang berbeda-beda menurut suku, bahasa dan
adat istiadat, pendidikan, pekerjaan, cara berpikir dan sebagainya, namun kita harus
benar-benar sehati, seia-sekata, supaya dapat hidup sebagai persekutuan yang mau
mengerti satu dengan yang lain. Situasi yang demikian menggambarkan bahwa jemaat
merupakan organ atau badan yang hidup, di mana terdapat berbagai-bagai anggota atau
suatu badan yang sangat berlainan bentuknya dan sangat beraneka ragam fungsinya. Di
dalam keberanekaragaman itu anggota-anggota dapat saling membantu dan saling
mengisi satu sama lain. Tidak ada yang menganggap dirinya lebih berharga dan lebih
tinggi. Baik Tuhan Yesus maupun rasul-rasul, sering menekankan kesatuan di dalam
persekutuan. Tuhan Yesus dalam doaNya supaya "murid dan pengikutNya, menjadi satu“
(ut omnes unum sint). Rasul Paulus menggarisbawahi dalam surat kirimannya kepada
jemaat di Roma, Korintus, dan Efesus, “meskipun anggota-anggota itu berlainan dan
mempunyai talenta-talenta yang sangat berlainan, namun mereka tetap satu badan, satu
organ yang hidup“.
Kedua, seperasaan (sympathein=sama merasai sakit). Dalam satu organ yang hidup, bila
tangan terluka, sesungguhnya tidak hanya tangan saja yang menderita, melainkan seluruh
tubuh menderita kesakitan. Begitulah sifat organ yang hidup, di mana semua anggota ikut
menderita apabila salah satu anggota mengalami kesakitan dan sama-sama bersukacita
apabila salah satu anggota bersukaria (1Kor.12:26).
Ketiga, mengasihi. Pusat atau azas hidup orang Kristen adalah kasih karena hakikat atau
kesempurnaan Allah adalah mengasihi dunia. Kasih adalah sumber dari segala kebajikan.
Kasih itu panjang sabar, kasih menjauhkan dengki, kasih tidak memegahkan diri dan
tidak sombong dan sebagainya. Artinya kita diharapkan memiliki persekutuan dan
persaudaraan yang rukun (bd.Mzm.133). Jika pada kita tidak ada kasih sudah barang
tentu persaudaraan itu tidak dapat dinikmati.
Keempat, penyayang. Sifat penyayang ini harus didasari atas kepenyayangan Tuhan
kepada kita yang rela berkorban menjadi manusia untuk menyelamatkan manusia. Kita
juga harus mampu menyayangi suami-istri dan anak-anak, serta orang lain tanpa
memandang suku, ras dan budaya.
Kelima, rendah hati. Dengan rendah hati kita mampu mengalahkan kesombongan dan
kecongkakan kita. Karena sifat kesobongan dan kecongkakan inilah yang sering merusak
persekutuan dan persaudaraan di antara kita. Sifat rendah hati akan menjadikan
persekutuan kita akan semakin indah dan bahagia.
1 Pet 3:8-12 Hidup yang mencerminkan berkat Allah
Juli 23, 2008
Kitab 1 Petrus membicarakan pergumulan orang percaya dalam keadaan tertekan. Setelah
mengingatkan mereka tentang identitas mereka sebagai umat Allah dan pewaris janji-
janji Allah (1:1-2:10), dia menasihati mereka tentang bagaimana caranya hidup dengan
baik di dunia yang menentang kepercayaan mereka (2:11-12). 2:13 sampai dengan
perikop ini membahas hubungan pribadi dengan menyoroti hamba (2:18-25) dan istri
(3:1-7). Kristus yang menderita diangkat sebagai teladan dalam hal ini (2:21) sekaligus
mengingatkan pembaca tentang kepedulian Allah (2:25). Bagian berikut (3:13dst) akan
menerapkan hal-hal yang sama secara lebih luas di tengah masyarakat.
Sebagai kesimpulan dari nasihat sebelumnya, Petrus menganjurkan sikap mencari berkat.
Hal itu dimulai dengan keharmonisan di jemaat (a.8, seia sekata hanya cocok dengan
orang yang seiman). Kalau bukan di jemaat, di mana lagi? Tetapi dalam a.9 hubungan
dengan musuh dibahas. Sebagai penerima berkat, hidup jemaat semestinya diilhami
berkat. Jemaat dapat mengasihi musuh dengan mengucapkan berkat. Kutipan dari Mzm
34 yang berikut menegaskan hal itu. Pada umumnya kalau kita mencari berkat kita akan
mendapatnya juga. Bahwa itu bukan hal mutlak sudah jelas dalam ayat berikut (a.13).
Memang dugaan Petrus ialah bahwa yang seia sekata adalah jemaat dan yang memusuhi
ada di luar (walau tentu tidak semua di luar memusuhi). Tetapi kadangkala musuh yang
harus diberkati justru di dalam jemaat, bukan di luar. Apakah hal itu adalah gejala
identitas yang kurang berakar dalam berkat Injil, sehingga tidak mencari berkat bagi
orang lain?
S I K A P R E N D A H H A T I
Seorang teman saya yang hampir tertabrak mobil berkata, 'Anak Tuhan
kalau
sudah berada di tengah jalan , lupa siapa jati dirinya sehingga mereka
mudah
terpancing emosi ". Rupanya teman saya tahu persis siapa pengendara
mobil
yang menggertaknya dengan bahasa kebun binatang. Pemilik mobil itu
ternyata
seorang majelis di gereja tempat saya beribadah.
Kawan, mengapa kadang-kadang kita mampu bersikap rendah hati, namun pada
kesempatan lain kita tidak mampu mengendalikan diri? Di saat berada di
tengah-tengah orang yang banyak memberikan dukungan , seringkali sikap
kita
begitu baik dan lemah. Namun begitu berada di antara kepenatan ,
seketika
saja kita menjadi orang yang paling kasar dan kurang sabar. Kita tidak
lagi
mempedulikan jati diri kita yang sebenarnya dan justru berubah menjadi
egois. Egois adalah akar dari sikap kasar , sebaliknya kebaikan yang
keluar
dari dalam hati adalah suatu sikap rendah hati
Kawan, seringkali kita mengalami kesulitan untuk menjadi seorang yang
memiliki sikap kerendahan hati . Baik saat berada di jalan, di tengah
keramaian, di sekolah atau di gereja sekalipun, betapa sulitnya
mengaplikasikan sikap rendah hati.
Teman saya semapat katakan, 'bila kita tidak mampu menjadi orang yang
baik
hati maka kita bukanlah orang yang hidup sesuai firmanNya.
Ketika saya merenungkan perkataan teman saya , ternyata untuk bersikap
rendah hati bukanlah masalah yang sepele , justru hal ini merupakan
masalah
yang erat, karena dibutuhkan ketaatan pada firman Allah.
Kerendahan hati haruslah tetap menjadi suatu tanda yang harus dimiliki
oleh
setiap orang Kristen. Mengapa? Karena Yesus sendiri sebagai Tuhan
memiliki
sikap rendah hati. Kalo Tuhan aja bersikap rendah hati , apakahkita
anak-anakNya tidak bisa bersikap rendah hati? Nah kawan, teladani sikap
rendah hati Yesus, di manapun keberadaan kita.
Amen!
– Diambil dari bacaan AIR HIDUP RENUNGAN HARIAN, EDISI 26 Oktober 2008 -
“Siapa yang mau mencintai hidup dan mau melihat hari-hari baik, ia harus menjaga
lidahnya terhadap yang jahat dan bibirnya terhadap ucapan-ucapan yang menipu.” 1
Petrus 3:10
Ada hal sepele yang seringkali kita abaikan, yang berdampak besar bagi kehidupan kita.
Adalah ucapan kita sendiri yang menjadi salah satu penyebab mengapa berkat atau janji
Tuhan menjadi terhambat dan tidak dapat kita nikmati. Penulis amsal menyatakan,
“Hidup dan mati dikuasai lidah, siapa suka menggemakannya, akan memakan
buahnya.” (Amsal 18:21).
Tanpa sadar kita sering menggemakan sesuatu yang buruk melalui ucapan kita yang
akibatnya benar-benar terjadi menimpa kita. Siapa yang salah? Janganlah ucapan kita
berdasarkan hal buruk yang sedang terjadi, melainkan harus berdasarkan apa yang firman
Tuhan katakan. Saat melihat kesukaran kita harus mengucapkan keberhasilan, saat
melihat penyakit kita harus mengucapkan kesembuhan, saat melihat kegelapan kita harus
mengucapkan terang. Lidah mempunyai kuasa yang sangat besar, sehingga bila perkataan
kita selalu negatif, hidup kita pun akan negatif. sebaliknya bila perkataan kita positif
sesuai firman Tuhan, hidup kita akan menjadi seperti firman Tuhan sampaikan.
Daud menggambarkan, “…lidahku ialah pena seorang jurutulis yang mahir.” (Mazmur
45:2). Pernahkan kita menulis keragu-raguan pada hati kita? Pernahkah kita menulis
kegagalan pada hati kita? Untuk dapat melihat kuasa di dalam hidup kita, kuasa itu harus
ditulis pada loh hati kita untuk dibaca oleh Tuhan. Demikian juga orang lain akan
melihatnya melalui perkataan yang keluar dari mulut kita. Karena itu mulailah
menuliskan firmatn Tuhan pada hati kita, menuliskan kemengangan pada hati kita,
menuliskan kelepasan pada hati kita. Waktu kita membaca dan memperkatakan firman
Tuhan, sesungguhnya kita sedang mengukirnya pada hati kita. Bila Tuhan melihat
firmanNya da di hati kita dan kemudian kita memperkatakannya dengan iman, Tuhan
akan mewujudkannya dalah hidup kita. “Sesungguhnya barangsiapa berkata kepada
gunung ini: Beranjaklah dan tercampaklah ke dalam laut! asal tidak bimbang hatinya,
tetapi percaya, bahwa apa yang dikatakannya itu akan terjadi, maka hal itu akan terjadi
baginya.” (Markus 11:23)
Kunci Berkat ( 1 Petrus 3 : 8-12 )
1) “seia sekata”.
a) Adanya banyak ayat Kitab Suci yang sejalan dengan kata-kata ini
menunjukkan bahwa ini merupakan sesuatu yang ditekankan oleh Kitab
Suci bagi Gereja / orang-orang kristen.
b) Ada beberapa hal yang harus dilakukan untuk bisa mempunyai ‘satu
pikiran’.
Pulpit Commentary: “Divisions, St. Paul says, mean that we are still
carnal (2Cor. 3:4): ... The Christians must long and pray for that
unity for which the blessed Lord prayed in his great high-priestly
prayer” [= Perpecahan, kata St. Paulus, berarti bahwa kita tetap
bersifat daging (2Kor 3:4): ... Orang-orang kristen harus merindukan
dan berdoa untuk kesatuan itu untuk mana Tuhan berdoa dalam doa
imam besarnya] - hal 140.
Catatan: mungkin 2Kor 3:4 itu seharusnya adalah 1Kor 3:4 - “Karena
jika yang seorang berkata: ‘Aku dari golongan Paulus,’ dan yang lain
berkata: ‘Aku dari golongan Apolos,’ bukankah hal itu menunjukkan,
bahwa kamu manusia duniawi yang bukan rohani?”.
Matthew Poole: “be of one mind in the things of faith, and then this
implies the consent of the understanding, and the next, that of the
affections” (= bersatu-pikiranlah dalam hal-hal dari iman, dan lalu ini
secara tidak langsung menunjuk pada persetujuan dari pengertian,
dan setelah itu, persetujuan dari kasih / perasaan) - hal 909.
Karena itu, sebetulnya dalam gereja ajaran harus didominasi oleh satu
orang, yang mengajar sebagian besar ajaran dalam gereja itu. Tetapi
inipun akan sia-sia kalau jemaatnya hanya sebagian yang mau
belajar, karena antara yang belajar dan yang tidak belajar tidak akan
terjadi kesamaan pemikiran! Karena itu ajaklah jemaat yang lain
untuk ikut Pemahaman Alkitab. Khususnya kalau majelis tidak ikut
Pemahaman Alkitab, ini betul-betul gawat, karena nanti akan terjadi
banyak pikiran dalam majelis, dan ini sangat mudah menjadi gegeran.
Juga Sekolah Minggu, kalau ada guru-guru yang tidak pernah
kebaktian ataupun ikut Pemahaman Alkitab di gereja ini, maka guru-
guru itu tidak seharusnya diijinkan mengajar. ‘Ilmu mereka yang
berbeda’ akan menyebabkan anak-anak yang diajar tidak bisa
mempunyai satu pemikiran. Paling banter orang-orang seperti itu
boleh menjadi pembantu guru.
Pulpit Commentary: “the best means for promoting that unity is that
each individual Christian should strive to live in the fellowship of the
Spirit. The more that one Spirit fills all the members of the Church,
the nearer will they be drawn to one another, and to the one Lord
who is the Head of the body which is the Church” [= cara yang
terbaik untuk memajukan kesatuan itu adalah bahwa setiap individu
Kristen berjuang untuk hidup dalam persekutuan Roh. Makin Roh
memenuhi semua anggota-anggota dari Gereja, makin dekat mereka
akan ditarik satu kepada yang lain, dan kepada satu Tuhan yang
adalah Kepala dari tubuh, yang adalah Gereja] - hal 140.
c) Tentu saja ini tidak boleh diartikan bahwa semua orang kristen harus
mempunyai pemikiran yang sama secara persis.
Saya berpendapat bahwa pikiran yang bersifat dasar / pokok, harus sama.
Tetapi detail-detail dan cara pelaksanaannya bisa berbeda-beda.
Misalnya:
3. Semua harus setuju bahwa persekutuan doa itu penting dan harus
diadakan. Tetapi tentang bagaimana caranya mencapai hal itu, bisa
ada perbedaan pendapat. Ada yang menginginkan jamnya dilakukan
sebelum Pemahaman Alkitab, ada yang sesudah Pemahaman Alkitab,
ada yang pada hari Minggu, ada yang mengusulkan supaya diberi
acara makan, dsb.
Jay E. Adams: “When Christians fight one another, they weaken their
war against evil. An army, divided against itself, will lose” (= Pada
waktu orang-orang kristen berkelahi satu dengan yang lain, mereka
melemahkan perang mereka terhadap kejahatan. Suatu pasukan, yang
terpecah terhadap dirinya sendiri, akan kalah) - hal 102.
William Barclay: “One thing is clear, sympathy and selfishness cannot co-
exist. So long as the self is the most important thing in the world, there can
be no such thing as sympathy; sympathy depends on the willingness to
forget self and to identify oneself with the pains and sorrows of others.
Sympathy comes to the heart when Christ reigns there” (= Satu hal adalah
jelas, simpati dan keegoisan tidak bisa ada bersama-sama. Selama ‘si aku’
adalah hal yang terpenting dalam dunia ini, tidak bisa ada simpati; simpati
tergantung pada kerelaan untuk melupakan diri sendiri dan
mengindentikkan diri sendiri dengan rasa sakit dan kesedihan dari orang-
orang lain. Simpati datang pada hati pada waktu Kristus memerintah di
sana) - hal 226-227.
1Kor 12:26 - “Karena itu jika satu anggota menderita, semua anggota turut
menderita; jika satu anggota dihormati, semua anggota turut bersukacita”.
3) “mengasihi saudara-saudara”.
Sekalipun kita memang juga harus mengasihi orang-orang kafir, tetapi jelas
bahwa kasih kepada saudara-saudara seiman harus lebih ditekankan.
Gal 6:10 - “Karena itu, selama masih ada kesempatan bagi kita, marilah kita
berbuat baik kepada semua orang, tetapi terutama kepada kawan-kawan kita
seiman”.
4) “penyayang”.
Calvin: “we are not only to help our brethren and relieve their miseries, but
also to bear with their infirmities” (= kita bukan hanya menolong saudara-
saudara kita dan meringankan kesengsaraan mereka, tetapi juga sabar
dengan kelemahan-kelemahan mereka) - hal 102.
Perhatikan bagian yang saya garis bawahi itu. Kalau kita mempunyai hati
yang baik / lembut / berbelas-kasihan, maka kita bukan hanya menolong
saudara-saudara kita yang ada dalam kesengsaraan, tetapi kita juga sabar
kalau, karena kelemahan-kelemahan mereka, mereka lalu melakukan
kesalahan-kesalahan kepada kita.
b) Juga ada banyak ayat Kitab Suci yang menentang balas dendam.
Catatan: ayat-ayat yang berbicara tentang ‘mata ganti mata, dan gigi
ganti gigi’ bukanlah ayat yang mengijinkan balas dendam. Itu adalah
ayat-ayat yang harus digunakan dalam pengadilan, supaya pengadilan
menjatuhkan hukuman yang adil.
Calvin: “In these words every kind of revenge is forbidden; ... though it
is commonly thought that it is an instance of a weak and abject mind,
not to avenge injuries, yet it is counted before God as the highest
magnanimity” (= Dalam kata-kata ini semua jenis balas dendam
dilarang; ... sekalipun pada umumnya dianggap bahwa tidak membalas
suatu luka / rasa sakit / kerugian merupakan contoh dari pikiran yang
lemah dan hina / rendah, tetapi itu diperhitungkan di hadapan Allah
sebagai keluhuran budi yang tertinggi) - hal 102.
Alan M. Stibbs (Tyndale): “The verb EULOGEIN, ‘to bless’, includes the
ideas of speaking well of those who speak ill of us, showing them active
kindness, i.e. bestowing blessings upon them, and praying God’s blessing
upon them” (= Kata kerja EULOGEIN, ‘memberkati’, mencakup gagasan /
pemikiran tentang berbicara secara baik tentang mereka yang berbicara
buruk tentang kita, menunjukkan mereka kebaikan yang aktif, yaitu,
memberikan berkat kepada mereka, dan mendoakan berkat Allah atas
mereka) - hal 130.
Kita dipanggil untuk membalas kejahatan dengan kasih. Tetapi karena hal
ini kelihatan seperti tidak adil, maka Petrus lalu mengarahkan perhatian
mereka kepada upah / pahala, seakan-akan ia mengatakan bahwa tidak ada
alasan bagi kita untuk mengeluh, karena hal itu akan membawa keuntungan
bagi diri kita sendiri. Kesabaran / kasih itu akan menyebabkan Allah
memberikan berkatNya kepada kita (Calvin, hal 103).
Pulpit Commentary: “Christians bless others, not in order that they should
inherit a blessing, but because it is God’s will and their duty; and that duty
follows from the fact that God has made them inheritors of his blessing” (=
Orang-orang kristen memberkati orang-orang lain, bukan supaya mereka
mewarisi suatu berkat, tetapi karena itu adalah kehendak Allah dan
kewajiban mereka; dan kewajiban itu merupakan akibat dari fakta bahwa
Allah telah membuat mereka pewaris-pewaris dari berkatNya) - hal 130-
131.
Ay 10: “‘Siapa yang mau mencintai hidup dan mau melihat hari-hari baik, ia
harus menjaga lidahnya terhadap yang jahat dan bibirnya terhadap ucapan-
ucapan yang menipu.”.
Ay 10-12 diambil dari Maz 34:13-17 - “(13) Siapakah orang yang menyukai
hidup, yang mengingini umur panjang untuk menikmati yang baik? (14)
Jagalah lidahmu terhadap yang jahat dan bibirmu terhadap ucapan-ucapan yang
menipu; (15) jauhilah yang jahat dan lakukanlah yang baik, carilah perdamaian
dan berusahalah mendapatkannya! (16) Mata TUHAN tertuju kepada orang-
orang benar, dan telingaNya kepada teriak mereka minta tolong; (17) wajah
TUHAN menentang orang-orang yang berbuat jahat untuk melenyapkan
ingatan kepada mereka dari muka bumi”.
1) “‘Siapa yang mau mencintai hidup dan mau melihat hari-hari baik”.
a) ‘Mencintai hidup’.
Alan M. Stibbs (Tyndale): “To give up evil in word and deed, to do what
is good, to seek to establish and to maintain peaceful relations with
one’s fellows is the way to enjoy true and satisfying life” (= Membuang
kejahatan dalam kata-kata dan tindakan, melakukan apa yang baik,
berusaha untuk menegakkan dan memelihara hubungan yang damai
dengan sesama adalah cara / jalan untuk menikmati kehidupan yang
sejati dan memuaskan) - hal 131.
‘Mencintai nyawa’ dalam Yoh 12:25 ini dikecam Kristus, karena itu
adalah ‘mencintai nyawa sendiri secara egois’. Sedangkan dalam 1Pet
3:10 ini Petrus mengajar kita untuk hidup dengan baik, sehingga
membuat kita merasakan kehidupan yang sejati.
2) “ia harus menjaga lidahnya terhadap yang jahat dan bibirnya terhadap
ucapan-ucapan yang menipu.”.
Calvin: “The first thing he points out are the vices of the tongue; which
are to be avoided, so that we may not be contumelious and insolent, nor
speak deceitfully and with duplicity” (= Hal pertama yang
ditunjukkannya adalah kejahatan dari lidah; yang harus dihindarkan,
sehingga kita tidak menjadi seorang yang menghina dan kurang ajar,
juga tidak berbicara secara menipu dan bermuka dua) - hal 104.
Maz 12:3-5 - “(3) Mereka berkata dusta, yang seorang kepada yang lain,
mereka berkata dengan bibir yang manis dan hati yang bercabang. (4)
Biarlah TUHAN mengerat segala bibir yang manis dan setiap lidah yang
bercakap besar, (5) dari mereka yang berkata: ‘Dengan lidah kami, kami
menang! Bibir kami menyokong kami! Siapakah tuan atas kami?’”.
Ay 11: “Ia harus menjauhi yang jahat dan melakukan yang baik, ia harus
mencari perdamaian dan berusaha mendapatkannya.”.
Kalau tadi Petrus menyuruh membuang penggunaan yang salah dari kata-
kata / lidah, maka sekarang ia menyuruh membuang perbuatan yang salah,
dan juga memerintahkan untuk melakukan perbuatan baik.
Bdk. Maz 120:7 - “Aku ini suka perdamaian, tetapi apabila aku berbicara,
maka mereka menghendaki perang”.
Calvin: “It is not enough to embrace it when offered to us, but it ought to be
followed when it seems to flee from us. It also often happens, that when we
seek it as much as we can, others will not grant it to us. On account of these
difficulties and hindrances, he bids us to seek and pursue it” (= Tidak
cukup untuk memeluknya pada waktu itu ditawarkan kepada kita, tetapi itu
harus diikuti / dikejar pada waktu itu lari dari kita. Juga sering terjadi, pada
waktu kita mencarinya dengan sekuat tenaga, orang-orang lain tidak
memberikannya kepada kita. Karena kesukaran-kesukaran dan halangan-
halangan ini, ia meminta kita untuk mencari dan mengejarnya) - hal 104.
Pulpit Commentary: “Let him seek it as a hidden treasure, and pursue it as
if it might escape from him” (= Hendaklah ia mencarinya seperti harta
terpendam, dan mengejarnya seakan-akan itu bisa lolos dari dia) - hal 131.
Ay 12: “Sebab mata Tuhan tertuju kepada orang-orang benar, dan telingaNya
kepada permohonan mereka yang minta tolong, tetapi wajah Tuhan menentang
orang-orang yang berbuat jahat.’”.
Calvin: “when he says, that the ears of the Lord are open to our prayers, he
encourages us to pray” (= pada waktu ia berkata bahwa telinga Tuhan
terbuka terhadap doa-doa kita, ia mendorong kita untuk berdoa) - hal 105.
Pkh 8:14 - “Ada suatu kesia-siaan yang terjadi di atas bumi: ada orang-orang
benar, yang menerima ganjaran yang layak untuk perbuatan orang fasik, dan
ada orang-orang fasik yang menerima pahala yang layak untuk perbuatan orang
benar. Aku berkata: ‘Inipun sia-sia!’”.
Yer 12:1-2 - “(1) Engkau memang benar, ya TUHAN, bilamana aku berbantah
dengan Engkau! Tetapi aku mau berbicara dengan Engkau tentang keadilan:
Mengapakah mujur hidup orang-orang fasik, sentosa semua orang yang berlaku
tidak setia? (2) Engkau membuat mereka tumbuh, dan merekapun juga berakar,
mereka tumbuh subur dan menghasilkan buah juga. Memang selalu Engkau di
mulut mereka, tetapi jauh dari hati mereka”.
Maz 73:1-20 - “(1) Mazmur Asaf. Sesungguhnya Allah itu baik bagi mereka
yang tulus hatinya, bagi mereka yang bersih hatinya. (2) Tetapi aku, sedikit lagi
maka kakiku terpeleset, nyaris aku tergelincir. (3) Sebab aku cemburu kepada
pembual-pembual, kalau aku melihat kemujuran orang-orang fasik. (4) Sebab
kesakitan tidak ada pada mereka, sehat dan gemuk tubuh mereka; (5) mereka
tidak mengalami kesusahan manusia, dan mereka tidak kena tulah seperti orang
lain. (6) Sebab itu mereka berkalungkan kecongkakan dan berpakaian
kekerasan. (7) Karena kegemukan, kesalahan mereka menyolok, hati mereka
meluap-luap dengan sangkaan. (8) Mereka menyindir dan mengata-ngatai
dengan jahatnya, hal pemerasan dibicarakan mereka dengan tinggi hati. (9)
Mereka membuka mulut melawan langit, dan lidah mereka membual di bumi.
(10) Sebab itu orang-orang berbalik kepada mereka, mendapatkan mereka
seperti air yang berlimpah-limpah. (11) Dan mereka berkata: ‘Bagaimana Allah
tahu hal itu, adakah pengetahuan pada Yang Mahatinggi?’ (12) Sesungguhnya,
itulah orang-orang fasik: mereka menambah harta benda dan senang
selamanya! (13) Sia-sia sama sekali aku mempertahankan hati yang bersih, dan
membasuh tanganku, tanda tak bersalah. (14) Namun sepanjang hari aku kena
tulah, dan kena hukum setiap pagi. (15) Seandainya aku berkata: ‘Aku mau
berkata-kata seperti itu,’ maka sesungguhnya aku telah berkhianat kepada
angkatan anak-anakmu. (16) Tetapi ketika aku bermaksud untuk
mengetahuinya, hal itu menjadi kesulitan di mataku, (17) sampai aku masuk ke
dalam tempat kudus Allah, dan memperhatikan kesudahan mereka. (18)
Sesungguhnya di tempat-tempat licin Kautaruh mereka, Kaujatuhkan mereka
sehingga hancur. (19) Betapa binasa mereka dalam sekejap mata, lenyap, habis
oleh karena kedahsyatan! (20) Seperti mimpi pada waktu terbangun, ya Tuhan,
pada waktu terjaga, rupa mereka Kaupandang hina”.
Kalau hal ini terjadi, mungkin Tuhan sedang menguji kita. Kita harus tetap
beriman, bahwa apa yang dikatakan Firman Tuhan dalam bagian ini adalah
benar.
MENJAGA LIDAH
I Petrus 3:8-12
Amsal 18:21
I. PENDAHULUAN
Kemudian di ayat 11 dijelaskan, ”Ia harus menjauhi yang jahat dan melakukan yang baik, ia
harus mencari perdamaian dan berusaha mendapatkannya”. Yesus memberitahukan kuncinya
bahwa agar lidah kita terjaga dari yang jahat dan yang menipu, kita harus menjauhi yang jahat
dan melakukan yang baik. Karena apa yang keluar dari mulut, sesungguhnya itu berasal dari
hati. Kalau kehidupan kita belum benar di hadapan Tuhan, hubungan dengan Tuhan belum
benar, maka di hati kita masih ada kepahitan dan luka, sehingga dari mulut akan keluar yang
hal-hal yang tidak baik.
Di dalam Amsal 18:20 dijelaskan bahwa, ”Perut orang dikenyangkan oleh hasil mulutnya, ia
dikenyangkan oleh hasil bibirnya.”. Jadi bibir dapat membuat orang kenyang dan bibir juga
dapat membuat orang lapar. Sehingga di ayat 21 ditekankan bahwa ”hidup dan mati dikuasai
lidah, siapa suka menggemakannya, akan memakan buahnya”. Jadi rumah tangga bisa bahagia
atau hancur, karir bisa maju atau mundur, semua tergantung lidah kita.
Perkataan dapat menentukan banyak hal dalam kehidupan kita (Yak. 3:2). Di bagian lain
Alkitab dijelaskan bahwa dengan perkataan kita dibenarkan dan dengan perkataan juga kita
bisa dihukum.
Perkataan kita akan sangat menentukan apakah kita akan mengalami hidup yang diberkati dan
menjadi berkat atau justru sebaliknya yaitu mengalami hidup yang penuh penderitaan.
Refleksi :
Tuhan merancangkan agar hidup kita menjadi berkat dan diberkati. Tuhan minta satu hal kalau
kita mau melihat hari-hari yang baik dalam hidup kita, yaitu jaga lidah kita. Karena dengan
lidah kita bisa melihat kemuliaan Tuhan, tetapi dengan lidah juga kita bisa mempermalukan
nama Tuhan. Dengan lidah, kita bisa menyatakan bahwa Yesus hidup, tetapi dengan lidah juga
dapat menghambat orang untuk datang kepada Kristus. Biarlah lidah kita memuji Tuhan,
memperdamaikan dengan manusia dan menuntun kita pada hal-hal yang baik.