You are on page 1of 28

PERSEKUTUAN DAN PERSAUDARAAN

1Petrus 3 : 8 - 12
"Persekutuan dan persaudaraan yang rukun adalah dambaan setiap orang di dunia ini.
Bagaimanakah agar impian ini menjadi kenyataan? Persektuan dan persaudaraan ini
terwujud jika kita memiliki nilai-nilai hidup seperti: Pertama, Seia sekata. Harus kita akui
bahwa kita memiliki banyak latar belakang yang berbeda-beda menurut suku, bahasa dan
adat istiadat, pendidikan, pekerjaan, cara berpikir dan sebagainya, namun kita harus
benar-benar sehati, seia-sekata, supaya dapat hidup sebagai persekutuan yang mau
mengerti satu dengan yang lain. Situasi yang demikian menggambarkan bahwa jemaat
merupakan organ atau badan yang hidup, di mana terdapat berbagai-bagai anggota atau
suatu badan yang sangat berlainan bentuknya dan sangat beraneka ragam fungsinya. Di
dalam keberanekaragaman itu anggota-anggota dapat saling membantu dan saling
mengisi satu sama lain. Tidak ada yang menganggap dirinya lebih berharga dan lebih
tinggi. Baik Tuhan Yesus maupun rasul-rasul, sering menekankan kesatuan di dalam
persekutuan. Tuhan Yesus dalam doaNya supaya "murid dan pengikutNya, menjadi satu“
(ut omnes unum sint). Rasul Paulus menggarisbawahi dalam surat kirimannya kepada
jemaat di Roma, Korintus, dan Efesus, “meskipun anggota-anggota itu berlainan dan
mempunyai talenta-talenta yang sangat berlainan, namun mereka tetap satu badan, satu
organ yang hidup“.
Kedua, seperasaan (sympathein=sama merasai sakit). Dalam satu organ yang hidup, bila
tangan terluka, sesungguhnya tidak hanya tangan saja yang menderita, melainkan seluruh
tubuh menderita kesakitan. Begitulah sifat organ yang hidup, di mana semua anggota ikut
menderita apabila salah satu anggota mengalami kesakitan dan sama-sama bersukacita
apabila salah satu anggota bersukaria (1Kor.12:26).
Ketiga, mengasihi. Pusat atau azas hidup orang Kristen adalah kasih karena hakikat atau
kesempurnaan Allah adalah mengasihi dunia. Kasih adalah sumber dari segala kebajikan.
Kasih itu panjang sabar, kasih menjauhkan dengki, kasih tidak memegahkan diri dan
tidak sombong dan sebagainya. Artinya kita diharapkan memiliki persekutuan dan
persaudaraan yang rukun (bd.Mzm.133). Jika pada kita tidak ada kasih sudah barang
tentu persaudaraan itu tidak dapat dinikmati.
Keempat, penyayang. Sifat penyayang ini harus didasari atas kepenyayangan Tuhan
kepada kita yang rela berkorban menjadi manusia untuk menyelamatkan manusia. Kita
juga harus mampu menyayangi suami-istri dan anak-anak, serta orang lain tanpa
memandang suku, ras dan budaya.
Kelima, rendah hati. Dengan rendah hati kita mampu mengalahkan kesombongan dan
kecongkakan kita. Karena sifat kesobongan dan kecongkakan inilah yang sering merusak
persekutuan dan persaudaraan di antara kita. Sifat rendah hati akan menjadikan
persekutuan kita akan semakin indah dan bahagia.
1 Pet 3:8-12 Hidup yang mencerminkan berkat Allah
Juli 23, 2008

Kitab 1 Petrus membicarakan pergumulan orang percaya dalam keadaan tertekan. Setelah
mengingatkan mereka tentang identitas mereka sebagai umat Allah dan pewaris janji-
janji Allah (1:1-2:10), dia menasihati mereka tentang bagaimana caranya hidup dengan
baik di dunia yang menentang kepercayaan mereka (2:11-12). 2:13 sampai dengan
perikop ini membahas hubungan pribadi dengan menyoroti hamba (2:18-25) dan istri
(3:1-7). Kristus yang menderita diangkat sebagai teladan dalam hal ini (2:21) sekaligus
mengingatkan pembaca tentang kepedulian Allah (2:25). Bagian berikut (3:13dst) akan
menerapkan hal-hal yang sama secara lebih luas di tengah masyarakat.

Sebagai kesimpulan dari nasihat sebelumnya, Petrus menganjurkan sikap mencari berkat.
Hal itu dimulai dengan keharmonisan di jemaat (a.8, seia sekata hanya cocok dengan
orang yang seiman). Kalau bukan di jemaat, di mana lagi? Tetapi dalam a.9 hubungan
dengan musuh dibahas. Sebagai penerima berkat, hidup jemaat semestinya diilhami
berkat. Jemaat dapat mengasihi musuh dengan mengucapkan berkat. Kutipan dari Mzm
34 yang berikut menegaskan hal itu. Pada umumnya kalau kita mencari berkat kita akan
mendapatnya juga. Bahwa itu bukan hal mutlak sudah jelas dalam ayat berikut (a.13).

Memang dugaan Petrus ialah bahwa yang seia sekata adalah jemaat dan yang memusuhi
ada di luar (walau tentu tidak semua di luar memusuhi). Tetapi kadangkala musuh yang
harus diberkati justru di dalam jemaat, bukan di luar. Apakah hal itu adalah gejala
identitas yang kurang berakar dalam berkat Injil, sehingga tidak mencari berkat bagi
orang lain?
S I K A P R E N D A H H A T I

"Hendaklah kamu semua...mengasihi saudara-saudara, penyayang dan rendah


hati......"
1 Petrus 3 : 8

Seorang teman saya yang hampir tertabrak mobil berkata, 'Anak Tuhan
kalau
sudah berada di tengah jalan , lupa siapa jati dirinya sehingga mereka
mudah
terpancing emosi ". Rupanya teman saya tahu persis siapa pengendara
mobil
yang menggertaknya dengan bahasa kebun binatang. Pemilik mobil itu
ternyata
seorang majelis di gereja tempat saya beribadah.
Kawan, mengapa kadang-kadang kita mampu bersikap rendah hati, namun pada
kesempatan lain kita tidak mampu mengendalikan diri? Di saat berada di
tengah-tengah orang yang banyak memberikan dukungan , seringkali sikap
kita
begitu baik dan lemah. Namun begitu berada di antara kepenatan ,
seketika
saja kita menjadi orang yang paling kasar dan kurang sabar. Kita tidak
lagi
mempedulikan jati diri kita yang sebenarnya dan justru berubah menjadi
egois. Egois adalah akar dari sikap kasar , sebaliknya kebaikan yang
keluar
dari dalam hati adalah suatu sikap rendah hati
Kawan, seringkali kita mengalami kesulitan untuk menjadi seorang yang
memiliki sikap kerendahan hati . Baik saat berada di jalan, di tengah
keramaian, di sekolah atau di gereja sekalipun, betapa sulitnya
mengaplikasikan sikap rendah hati.
Teman saya semapat katakan, 'bila kita tidak mampu menjadi orang yang
baik
hati maka kita bukanlah orang yang hidup sesuai firmanNya.
Ketika saya merenungkan perkataan teman saya , ternyata untuk bersikap
rendah hati bukanlah masalah yang sepele , justru hal ini merupakan
masalah
yang erat, karena dibutuhkan ketaatan pada firman Allah.
Kerendahan hati haruslah tetap menjadi suatu tanda yang harus dimiliki
oleh
setiap orang Kristen. Mengapa? Karena Yesus sendiri sebagai Tuhan
memiliki
sikap rendah hati. Kalo Tuhan aja bersikap rendah hati , apakahkita
anak-anakNya tidak bisa bersikap rendah hati? Nah kawan, teladani sikap
rendah hati Yesus, di manapun keberadaan kita.
Amen!
– Diambil dari bacaan AIR HIDUP RENUNGAN HARIAN, EDISI 26 Oktober 2008 -

Baca: 1 Petrus 3:8-12

“Siapa yang mau mencintai hidup dan mau melihat hari-hari baik, ia harus menjaga
lidahnya terhadap yang jahat dan bibirnya terhadap ucapan-ucapan yang menipu.” 1
Petrus 3:10

Ada hal sepele yang seringkali kita abaikan, yang berdampak besar bagi kehidupan kita.
Adalah ucapan kita sendiri yang menjadi salah satu penyebab mengapa berkat atau janji
Tuhan menjadi terhambat dan tidak dapat kita nikmati. Penulis amsal menyatakan,
“Hidup dan mati dikuasai lidah, siapa suka menggemakannya, akan memakan
buahnya.” (Amsal 18:21).
Tanpa sadar kita sering menggemakan sesuatu yang buruk melalui ucapan kita yang
akibatnya benar-benar terjadi menimpa kita. Siapa yang salah? Janganlah ucapan kita
berdasarkan hal buruk yang sedang terjadi, melainkan harus berdasarkan apa yang firman
Tuhan katakan. Saat melihat kesukaran kita harus mengucapkan keberhasilan, saat
melihat penyakit kita harus mengucapkan kesembuhan, saat melihat kegelapan kita harus
mengucapkan terang. Lidah mempunyai kuasa yang sangat besar, sehingga bila perkataan
kita selalu negatif, hidup kita pun akan negatif. sebaliknya bila perkataan kita positif
sesuai firman Tuhan, hidup kita akan menjadi seperti firman Tuhan sampaikan.
Daud menggambarkan, “…lidahku ialah pena seorang jurutulis yang mahir.” (Mazmur
45:2). Pernahkan kita menulis keragu-raguan pada hati kita? Pernahkah kita menulis
kegagalan pada hati kita? Untuk dapat melihat kuasa di dalam hidup kita, kuasa itu harus
ditulis pada loh hati kita untuk dibaca oleh Tuhan. Demikian juga orang lain akan
melihatnya melalui perkataan yang keluar dari mulut kita. Karena itu mulailah
menuliskan firmatn Tuhan pada hati kita, menuliskan kemengangan pada hati kita,
menuliskan kelepasan pada hati kita. Waktu kita membaca dan memperkatakan firman
Tuhan, sesungguhnya kita sedang mengukirnya pada hati kita. Bila Tuhan melihat
firmanNya da di hati kita dan kemudian kita memperkatakannya dengan iman, Tuhan
akan mewujudkannya dalah hidup kita. “Sesungguhnya barangsiapa berkata kepada
gunung ini: Beranjaklah dan tercampaklah ke dalam laut! asal tidak bimbang hatinya,
tetapi percaya, bahwa apa yang dikatakannya itu akan terjadi, maka hal itu akan terjadi
baginya.” (Markus 11:23)
Kunci Berkat ( 1 Petrus 3 : 8-12 )

Dengan mulut kita bisa maju ataupun hancur.

Lidah yang bermasalah adalah lidah yang:

1. Suka mengutuk (diri sendiri, sesama, maupun Tuhan)


2. Putus asa
3. Kata-katanya menyakitkan
4. Suka menuduh orang atau menghakimi
5. Merendahkan
6. Menghasut

Hal-hal yang harus dilakukan untuk memiliki lidah yang baik:

1. Pikirkan perkataan-perkataan sebelum keluar dari mulut


2. Bergaulah dengan Firman Tuhan
3. Miliki kesadaran untuk tidak membalas
4. Miliki lidah seorang murid ( Yesaya 50:4 ), yaitu lidah yang:
mendorong, membangun, memberi semangat, ucapannya
memberikan kesenangan dan kenyamanan, serta memberikan
hiburan.
5. Kata yang harus menjadi bagian dari mulut kita: HELP (tolong),
SORRY (maaf), THANKS (terima kasih), YOU'RE
GREAT (kau hebat -> kata pujian), I LOVE YOU (aku
mengasihi engkau)

Kesimpulan : Perkataan kita akan


sangat menentukan kehidupan kita.
Khotbah Eksposisi
1 Petrus 3:8-12
Pdt. Budi Asali, M.Div.

Ay 8: “Dan akhirnya, hendaklah kamu semua seia sekata, seperasaan,


mengasihi saudara-saudara, penyayang dan rendah hati,”.

Sekarang Petrus memberikan perintah umum yang berlaku untuk semua.

1) “seia sekata”.

Ini merupakan terjemahan yang kurang tepat.

KJV/Lit: ‘of one mind’ (= dari satu pikiran).

a) Adanya banyak ayat Kitab Suci yang sejalan dengan kata-kata ini
menunjukkan bahwa ini merupakan sesuatu yang ditekankan oleh Kitab
Suci bagi Gereja / orang-orang kristen.

Ro 12:16 - “Hendaklah kamu sehati sepikir dalam hidupmu bersama;


janganlah kamu memikirkan perkara-perkara yang tinggi, tetapi
arahkanlah dirimu kepada perkara-perkara yang sederhana. Janganlah
menganggap dirimu pandai!”.

2Kor 13:11 - “Akhirnya, saudara-saudaraku, bersukacitalah, usahakanlah


dirimu supaya sempurna. Terimalah segala nasihatku! Sehati sepikirlah
kamu, dan hiduplah dalam damai sejahtera; maka Allah, sumber kasih
dan damai sejahtera akan menyertai kamu!”.

Fil 4:2 - “Euodia kunasihati dan Sintikhe kunasihati, supaya sehati


sepikir dalam Tuhan”.

b) Ada beberapa hal yang harus dilakukan untuk bisa mempunyai ‘satu
pikiran’.

1. Berdoa untuk tercapainya kesatuan pemikiran tersebut.

Pulpit Commentary: “Divisions, St. Paul says, mean that we are still
carnal (2Cor. 3:4): ... The Christians must long and pray for that
unity for which the blessed Lord prayed in his great high-priestly
prayer” [= Perpecahan, kata St. Paulus, berarti bahwa kita tetap
bersifat daging (2Kor 3:4): ... Orang-orang kristen harus merindukan
dan berdoa untuk kesatuan itu untuk mana Tuhan berdoa dalam doa
imam besarnya] - hal 140.

Catatan: mungkin 2Kor 3:4 itu seharusnya adalah 1Kor 3:4 - “Karena
jika yang seorang berkata: ‘Aku dari golongan Paulus,’ dan yang lain
berkata: ‘Aku dari golongan Apolos,’ bukankah hal itu menunjukkan,
bahwa kamu manusia duniawi yang bukan rohani?”.

2. Pengajaran dan pengertian Firman Tuhan yang seragam.

Matthew Poole: “be of one mind in the things of faith, and then this
implies the consent of the understanding, and the next, that of the
affections” (= bersatu-pikiranlah dalam hal-hal dari iman, dan lalu ini
secara tidak langsung menunjuk pada persetujuan dari pengertian,
dan setelah itu, persetujuan dari kasih / perasaan) - hal 909.

Alan M. Stibbs (Tyndale): “they should have a common mind, a


mind informed by God’s Word and Spirit. What Peter describes and
desires, therefore, is not just human agreement together, but
agreement reached by each and all receiving the truth of God (cf.
Eph. 4:13-15)” [= mereka harus mempunyai pikiran yang sama,
suatu pikiran yang diberi informasi oleh Firman Allah dan Roh.
Karena itu, apa yang Petrus gambarkan dan inginkan, bukanlah hanya
persetujuan manusia bersama-sama, tetapi persetujuan yang dicapai
oleh setiap dan semua yang menerima kebenaran Allah (bdk. Ef 4:13-
15)] - hal 128-129.

Ef 4:11-15 - “(11) Dan Ialah yang memberikan baik rasul-rasul


maupun nabi-nabi, baik pemberita-pemberita Injil maupun gembala-
gembala dan pengajar-pengajar, (12) untuk memperlengkapi orang-
orang kudus bagi pekerjaan pelayanan, bagi pembangunan tubuh
Kristus, (13) sampai kita semua telah mencapai kesatuan iman dan
pengetahuan yang benar tentang Anak Allah, kedewasaan penuh, dan
tingkat pertumbuhan yang sesuai dengan kepenuhan Kristus, (14)
sehingga kita bukan lagi anak-anak, yang diombang-ambingkan oleh
rupa-rupa angin pengajaran, oleh permainan palsu manusia dalam
kelicikan mereka yang menyesatkan, (15) tetapi dengan teguh
berpegang kepada kebenaran di dalam kasih kita bertumbuh di dalam
segala hal ke arah Dia, Kristus, yang adalah Kepala”.

Dalam hampir semua gereja jaman sekarang, dimana gembala sidang


berkhotbah hanya 1 x sebulan (dan bahkan ada yang gembala
sidangnya tidak pernah berkhotbah sama sekali), dan lalu setiap
minggu mereka berganti-ganti pengkhotbah, jelas tidak mungkin bisa
ada kesatuan pandangan / pengertian tentang Firman Tuhan. Yang
terjadi adalah suatu jemaat dengan pemikiran / pengertian yang
seperti ‘gado-gado’.

Karena itu, sebetulnya dalam gereja ajaran harus didominasi oleh satu
orang, yang mengajar sebagian besar ajaran dalam gereja itu. Tetapi
inipun akan sia-sia kalau jemaatnya hanya sebagian yang mau
belajar, karena antara yang belajar dan yang tidak belajar tidak akan
terjadi kesamaan pemikiran! Karena itu ajaklah jemaat yang lain
untuk ikut Pemahaman Alkitab. Khususnya kalau majelis tidak ikut
Pemahaman Alkitab, ini betul-betul gawat, karena nanti akan terjadi
banyak pikiran dalam majelis, dan ini sangat mudah menjadi gegeran.
Juga Sekolah Minggu, kalau ada guru-guru yang tidak pernah
kebaktian ataupun ikut Pemahaman Alkitab di gereja ini, maka guru-
guru itu tidak seharusnya diijinkan mengajar. ‘Ilmu mereka yang
berbeda’ akan menyebabkan anak-anak yang diajar tidak bisa
mempunyai satu pemikiran. Paling banter orang-orang seperti itu
boleh menjadi pembantu guru.

3. Persekutuan dengan Roh Kudus / Tuhan.

Pulpit Commentary: “the best means for promoting that unity is that
each individual Christian should strive to live in the fellowship of the
Spirit. The more that one Spirit fills all the members of the Church,
the nearer will they be drawn to one another, and to the one Lord
who is the Head of the body which is the Church” [= cara yang
terbaik untuk memajukan kesatuan itu adalah bahwa setiap individu
Kristen berjuang untuk hidup dalam persekutuan Roh. Makin Roh
memenuhi semua anggota-anggota dari Gereja, makin dekat mereka
akan ditarik satu kepada yang lain, dan kepada satu Tuhan yang
adalah Kepala dari tubuh, yang adalah Gereja] - hal 140.

c) Tentu saja ini tidak boleh diartikan bahwa semua orang kristen harus
mempunyai pemikiran yang sama secara persis.

Pulpit Commentary: “That does not mean unanimity of sentiment and


action in all matters; for that is manifestly impossible. Variety of thought
and feeling and action there must obviously be; but there is, of course, a
limit to this variety. The Church cannot fulfil her calling as the ‘pillar
and ground of the truth’ unless there be a consent of opinion as to what
that truth in its essential features is. We have different work, different
positions in the Church, and sometimes different views as to the best
things to do; but if Christian love is to be maintained, as the different
colours into which the prism diverges the light - red, and purple, and
orange, and the rest - all blend and are lost in the pure white ray they
form, so we must learn the secret of blending our differences in a holy
unanimity” (= Itu tidak berarti kebulatan suara dari perasaan dan
tindakan dalam semua persoalan; karena itu jelas tidak mungkin. Pasti
ada beraneka-ragam pemikiran dan perasaan dan tindakan; tetapi tentu
saja harus ada batas terhadap keaneka-ragaman ini. Gereja tidak dapat
memenuhi panggilannya sebagai ‘tiang / pilar dan dasar dari kebenaran’
kecuali di sana ada persetujuan pandangan berkenaan dengan apa
kebenaran itu dalam ciri-ciri hakikinya. Kita mempunyai pekerjaan yang
berbeda, posisi yang berbeda dalam Gereja, dan kadang-kadang
pandangan yang berbeda berkenaan dengan hal-hal terbaik yang harus
dilakukan; tetapi jika kasih Kristen harus dipelihara, sebagaimana
warna-warna yang berbeda ke dalam mana prisma menyebarkan cahaya
- merah, dan ungu, dan oranye, dan sisanya - semua bercampur dan
hilang dalam sinar berwana putih yang mereka bentuk, demikian juga
kita harus belajar tentang rahasia dari pencampuran dari perbedaan-
perbedaan dalam kebulatan / kesatuan yang kudus) - hal 154-155.

Saya berpendapat bahwa pikiran yang bersifat dasar / pokok, harus sama.
Tetapi detail-detail dan cara pelaksanaannya bisa berbeda-beda.

Misalnya:

1. Semua harus setuju bahwa penambahan jemaat harus dilakukan


dengan penginjilan. Tetapi cara melakukan bisa berbeda-beda,
misalnya: ada yang ingin mengadakan KKR besar-besaran, ada yang
menginginkan jemaat dilatih dengan metode penginjilan E. E., dan
ada juga yang mengusulkan untuk membeli banyak traktak dan
semua jemaat harus membagi-bagikannya, dan sebagainya.

2. Semua harus setuju bahwa jemaat harus diakrabkan. Tetapi tentang


cara mencapai hal itu, bisa ada bermacam-macam pandangan, seperti
mengadakan perjamuan kasih, mengadakan camp, mengadakan
piknik, mengadakan acara makan pada saat Natal / HUT gereja, dsb.

3. Semua harus setuju bahwa persekutuan doa itu penting dan harus
diadakan. Tetapi tentang bagaimana caranya mencapai hal itu, bisa
ada perbedaan pendapat. Ada yang menginginkan jamnya dilakukan
sebelum Pemahaman Alkitab, ada yang sesudah Pemahaman Alkitab,
ada yang pada hari Minggu, ada yang mengusulkan supaya diberi
acara makan, dsb.

Kalau pikiran dasarnya sama, maka perbedaan kecil-kecil itu lebih


mudah diharmoniskan. Tetapi kalau pikiran pokok / dasarnya sudah lain,
maka akan sukar mengharmoniskannya.
d) Tidak adanya kesatuan pikiran menyebabkan kita gegeran, dan itu pasti
melemahkan kita dalam pertempuran melawan setan / kejahatan.

Jay E. Adams: “When Christians fight one another, they weaken their
war against evil. An army, divided against itself, will lose” (= Pada
waktu orang-orang kristen berkelahi satu dengan yang lain, mereka
melemahkan perang mereka terhadap kejahatan. Suatu pasukan, yang
terpecah terhadap dirinya sendiri, akan kalah) - hal 102.

2) “seperasaan”. Ini kurang tepat terjemahannya.

KJV: ‘having compassion one of another’ (= mempunyai belas kasihan satu


terhadap yang lain). Ini juga agak kurang tepat terjemahannya.

RSV: ‘sympathy’ (= simpati).

NIV: ‘be sympathetic’ (= bersikap / mempunyai simpati).

NASB: ‘sympathetic’ (= bersimpati).

William Barclay: “One thing is clear, sympathy and selfishness cannot co-
exist. So long as the self is the most important thing in the world, there can
be no such thing as sympathy; sympathy depends on the willingness to
forget self and to identify oneself with the pains and sorrows of others.
Sympathy comes to the heart when Christ reigns there” (= Satu hal adalah
jelas, simpati dan keegoisan tidak bisa ada bersama-sama. Selama ‘si aku’
adalah hal yang terpenting dalam dunia ini, tidak bisa ada simpati; simpati
tergantung pada kerelaan untuk melupakan diri sendiri dan
mengindentikkan diri sendiri dengan rasa sakit dan kesedihan dari orang-
orang lain. Simpati datang pada hati pada waktu Kristus memerintah di
sana) - hal 226-227.

Calvin: “every one condoles with us in adversity as well as rejoices with us


in prosperity, so that every one not only cares for himself, but also regards
the benefit of others” (= setiap orang turut berdukacita dengan kita dalam
kemalangan dan juga bersukacita dengan kita dalam kemakmuran, sehingga
setiap orang bukan hanya memperhatikan dirinya sendiri, tetapi juga
mempedulikan kepentingan orang-orang lain) - hal 102.

Ro 12:15 - “Bersukacitalah dengan orang yang bersukacita, dan


menangislah dengan orang yang menangis!”.

1Kor 12:26 - “Karena itu jika satu anggota menderita, semua anggota turut
menderita; jika satu anggota dihormati, semua anggota turut bersukacita”.

3) “mengasihi saudara-saudara”.

Ini kasih yang khusus untuk saudara seiman.

Sekalipun kita memang juga harus mengasihi orang-orang kafir, tetapi jelas
bahwa kasih kepada saudara-saudara seiman harus lebih ditekankan.

Gal 6:10 - “Karena itu, selama masih ada kesempatan bagi kita, marilah kita
berbuat baik kepada semua orang, tetapi terutama kepada kawan-kawan kita
seiman”.

4) “penyayang”.

KJV: ‘be pitiful’ (= berbelas kasihanlah).

RSV: ‘a tender heart’ (= hati yang lembut).

NIV: ‘be compassionate’ (= berbelas kasihanlah).

NASB: ‘kindhearted’ (= baik hati).

Calvin: “we are not only to help our brethren and relieve their miseries, but
also to bear with their infirmities” (= kita bukan hanya menolong saudara-
saudara kita dan meringankan kesengsaraan mereka, tetapi juga sabar
dengan kelemahan-kelemahan mereka) - hal 102.

Perhatikan bagian yang saya garis bawahi itu. Kalau kita mempunyai hati
yang baik / lembut / berbelas-kasihan, maka kita bukan hanya menolong
saudara-saudara kita yang ada dalam kesengsaraan, tetapi kita juga sabar
kalau, karena kelemahan-kelemahan mereka, mereka lalu melakukan
kesalahan-kesalahan kepada kita.

William Barclay: “There is a sense in which pity is in danger of becoming a


lost virtue. The conditions of our own age tend to blunt the edge of the mind
to sensitiveness in pity. As C. E. B. Cranfield puts it: ‘We got used to
hearing on the radio of a thousand-bomber raid as we ate our breakfast.
We have got used to the idea of millions of people becoming refugees.’ We
can read of the thousands of casualties on the roads with no reaction within
our hearts, forgetting that each means a broken body or a broken heart for
someone. It is easy to lose the sense of pity and still easier to be satisfied
with a sentimentalism which feels a moment’s comfortable sorrow and does
nothing. Pity is the very essence of God and compassion of the very being of
Jesus Christ; a pity so great that God sent his only Son to die for men, a
compassion so intense that it took Christ to the Cross. There can be no
Christianity without compassion” (= Ada arti tertentu dalam mana belas
kasihan ada dalam bahaya untuk menjadi sifat baik / kebaikan yang hilang.
Keadaan dari jaman kita cenderung untuk menumpulkan pikiran kita kepada
kepekaan dalam belas kasihan. Seperti C. E. B. Cranfield mengatakannya:
‘Kita terbiasa mendengar radio tentang ribuan pembom yang melakukan
serangan udara pada waktu kita makan pagi. Kita telah terbiasa dengan
gagasan / pemikiran tentang jutaan manusia menjadi pengungsi’. Kita bisa
membaca tentang ribuan korban di jalan tanpa ada reaksi dalam hati kita,
melupakan bahwa setiap hal itu berarti tubuh yang patah / rusak atau hati
yang patah untuk seseorang. Adalah mudah untuk kehilangan perasaan belas
kasihan, dan lebih mudah lagi untuk merasa puas dengan sentimentalisme
yang merasa untuk sesaat kesedihan yang secukupnya, dan tidak melakukan
apa-apa. Belas kasihan adalah inti / hakekat dari Allah dan belas kasihan
adalah inti dari Yesus Kristus; suatu perasaan kasihan yang begitu besar
sehingga Allah mengutus AnakNya untuk mati bagi manusia, suatu belas
kasihan yang begitu hebat sehingga menyebabkan Kristus tersalib) - hal
227.
5) “rendah hati”.

KJV: ‘be courteous’ (= sopanlah).

RSV/Lit: ‘a humble mind’ (= suatu pikiran yang rendah hati).

NIV: ‘humble’ (= rendah hati).

NASB: ‘humble in spirit’ (= rendah hati dalam roh).

Di sini ada problem text. KJV menggunakan manuscript yang dianggap


sebagai manuscript yang kurang bisa dipercaya (Pulpit Commentary, hal
130).

Kerendahan hati merupakan sesuatu yang penting, karena kesombongan dan


kebanggaan

menyebabkan kita merendahkan sesama kita.

1Pet 5:5 - “Demikian jugalah kamu, hai orang-orang muda, tunduklah


kepada orang-orang yang tua. Dan kamu semua, rendahkanlah dirimu
seorang terhadap yang lain, sebab: ‘Allah menentang orang yang congkak,
tetapi mengasihani orang yang rendah hati.’”.

Ay 9: “dan janganlah membalas kejahatan dengan kejahatan, atau caci maki


dengan caci maki, tetapi sebaliknya, hendaklah kamu memberkati, karena
untuk itulah kamu dipanggil, yaitu untuk memperoleh berkat. Sebab:”.

1) “dan janganlah membalas kejahatan dengan kejahatan, atau caci maki


dengan caci maki”.
a) Ada banyak cerita tentang balas dendam dalam Kitab Suci, seperti:

1. Kej 4:23-24 - “(23) Berkatalah Lamekh kepada kedua isterinya itu:


‘Ada dan Zila, dengarkanlah suaraku: hai isteri-isteri Lamekh,
pasanglah telingamu kepada perkataanku ini: Aku telah membunuh
seorang laki-laki karena ia melukai aku, membunuh seorang muda
karena ia memukul aku sampai bengkak; (24) sebab jika Kain harus
dibalaskan tujuh kali lipat, maka Lamekh tujuh puluh tujuh kali
lipat.’”.

2. Absalom membalas dendam kepada Amnon yang telah memperkosa


adiknya, yaitu Tamar (2Sam 13).

3. Yoab membunuh Abner untuk membalas dendam atas kematian


adiknya, yaitu Asael (2Sam 3:22-27).

4. Juga Yohanes dan Yakobus ingin membalas perlakuan jahat dari


orang-orang Samaria, yang melarang mereka melewati daerahnya
(Luk 9:51-56).

b) Juga ada banyak ayat Kitab Suci yang menentang balas dendam.

Amsal 24:29 - “Janganlah berkata: ‘Sebagaimana ia memperlakukan


aku, demikian kuperlakukan dia. Aku membalas orang menurut
perbuatannya.’”.

Ro 12:14,17-21 - “(14) Berkatilah siapa yang menganiaya kamu,


berkatilah dan jangan mengutuk! ... (17) Janganlah membalas kejahatan
dengan kejahatan; lakukanlah apa yang baik bagi semua orang! (18)
Sedapat-dapatnya, kalau hal itu bergantung padamu, hiduplah dalam
perdamaian dengan semua orang! (19) Saudara-saudaraku yang kekasih,
janganlah kamu sendiri menuntut pembalasan, tetapi berilah tempat
kepada murka Allah, sebab ada tertulis: Pembalasan itu adalah hakKu.
Akulah yang akan menuntut pembalasan, firman Tuhan. (20) Tetapi, jika
seterumu lapar, berilah dia makan; jika ia haus, berilah dia minum!
Dengan berbuat demikian kamu menumpukkan bara api di atas
kepalanya. (21) Janganlah kamu kalah terhadap kejahatan, tetapi
kalahkanlah kejahatan dengan kebaikan!”.
Luk 6:27-28 - “(27) ‘Tetapi kepada kamu, yang mendengarkan Aku,
Aku berkata: Kasihilah musuhmu, berbuatlah baik kepada orang yang
membenci kamu; (28) mintalah berkat bagi orang yang mengutuk kamu;
berdoalah bagi orang yang mencaci kamu”.

1Tes 5:15 - “Perhatikanlah, supaya jangan ada orang yang membalas


jahat dengan jahat, tetapi usahakanlah senantiasa yang baik, terhadap
kamu masing-masing dan terhadap semua orang”.

Catatan: ayat-ayat yang berbicara tentang ‘mata ganti mata, dan gigi
ganti gigi’ bukanlah ayat yang mengijinkan balas dendam. Itu adalah
ayat-ayat yang harus digunakan dalam pengadilan, supaya pengadilan
menjatuhkan hukuman yang adil.

c) Balas dendam dilarang, baik itu dilakukan dengan kata-kata atau


perbuatan.

Pulpit Commentary: “He forbids revenge in word, as well as in deed” (=


Ia melarang balas dendam dengan kata-kata maupun dengan perbuatan) -
hal 130.

Calvin: “In these words every kind of revenge is forbidden; ... though it
is commonly thought that it is an instance of a weak and abject mind,
not to avenge injuries, yet it is counted before God as the highest
magnanimity” (= Dalam kata-kata ini semua jenis balas dendam
dilarang; ... sekalipun pada umumnya dianggap bahwa tidak membalas
suatu luka / rasa sakit / kerugian merupakan contoh dari pikiran yang
lemah dan hina / rendah, tetapi itu diperhitungkan di hadapan Allah
sebagai keluhuran budi yang tertinggi) - hal 102.

2) “tetapi sebaliknya, hendaklah kamu memberkati”.


Kitab Suci tidak hanya mengajar untuk tidak melakukan hal yang negatif
(membalas dendam). Kitab Suci juga mengharuskan kita melakukan sesuatu
yang positif (memberkati).

Calvin: “Nor is it indeed enough to abstain from revenge; but Peter


requires also that we should pray for those who reproach us; for to ‘bless’
here means to pray, as it is set in opposition to the second clause. But Peter
teaches us in general, that evils are to be overcome by acts of kindness. This
is indeed very hard, but we ought to imitate in this case our heavenly
Father, who make his sun to rise on the unworthy” (= Tidak cukup untuk
hanya tidak membalas; tetapi Petrus mengharuskan juga bahwa kita berdoa
untuk mereka yang mencela kita; karena ‘memberkati’ di sini artinya
‘berdoa’, karena itu dipertentangankan dengan anak kalimat yang kedua.
Tetapi Petrus mengajar kita secara umum bahwa kejahatan-kejahatan harus
dikalahkan oleh tindakan kebaikan. Ini memang sangat sukar, tetapi dalam
kasus ini kita harus meniru Bapa surgawi kita, yang menerbitkan matahari
bagi orang-orang yang tidak berharga) - hal 102-103.

Alan M. Stibbs (Tyndale): “The verb EULOGEIN, ‘to bless’, includes the
ideas of speaking well of those who speak ill of us, showing them active
kindness, i.e. bestowing blessings upon them, and praying God’s blessing
upon them” (= Kata kerja EULOGEIN, ‘memberkati’, mencakup gagasan /
pemikiran tentang berbicara secara baik tentang mereka yang berbicara
buruk tentang kita, menunjukkan mereka kebaikan yang aktif, yaitu,
memberikan berkat kepada mereka, dan mendoakan berkat Allah atas
mereka) - hal 130.

3) “karena untuk itulah kamu dipanggil, yaitu untuk memperoleh berkat”.

Kita dipanggil untuk membalas kejahatan dengan kasih. Tetapi karena hal
ini kelihatan seperti tidak adil, maka Petrus lalu mengarahkan perhatian
mereka kepada upah / pahala, seakan-akan ia mengatakan bahwa tidak ada
alasan bagi kita untuk mengeluh, karena hal itu akan membawa keuntungan
bagi diri kita sendiri. Kesabaran / kasih itu akan menyebabkan Allah
memberikan berkatNya kepada kita (Calvin, hal 103).
Pulpit Commentary: “Christians bless others, not in order that they should
inherit a blessing, but because it is God’s will and their duty; and that duty
follows from the fact that God has made them inheritors of his blessing” (=
Orang-orang kristen memberkati orang-orang lain, bukan supaya mereka
mewarisi suatu berkat, tetapi karena itu adalah kehendak Allah dan
kewajiban mereka; dan kewajiban itu merupakan akibat dari fakta bahwa
Allah telah membuat mereka pewaris-pewaris dari berkatNya) - hal 130-
131.

Ay 10: “‘Siapa yang mau mencintai hidup dan mau melihat hari-hari baik, ia
harus menjaga lidahnya terhadap yang jahat dan bibirnya terhadap ucapan-
ucapan yang menipu.”.

Ay 10-12 diambil dari Maz 34:13-17 - “(13) Siapakah orang yang menyukai
hidup, yang mengingini umur panjang untuk menikmati yang baik? (14)
Jagalah lidahmu terhadap yang jahat dan bibirmu terhadap ucapan-ucapan yang
menipu; (15) jauhilah yang jahat dan lakukanlah yang baik, carilah perdamaian
dan berusahalah mendapatkannya! (16) Mata TUHAN tertuju kepada orang-
orang benar, dan telingaNya kepada teriak mereka minta tolong; (17) wajah
TUHAN menentang orang-orang yang berbuat jahat untuk melenyapkan
ingatan kepada mereka dari muka bumi”.

1) “‘Siapa yang mau mencintai hidup dan mau melihat hari-hari baik”.

a) ‘Mencintai hidup’.

Pulpit Commentary: “Perhaps the meaning is best given by Bengel, ...


‘Who wishes to live so that he will not weary of life;’ so that he may love
it, so that he may have a life really worth living” (= Mungkin artinya
secara terbaik diberikan oleh Bengel, ... ‘Yang ingin untuk hidup
sehingga tidak bosan akan kehidupan’; sehingga ia mencintai kehidupan
itu, sehingga ia mempunyai kehidupan yang sungguh-sungguh layak /
berharga untuk dihidupi) - hal 131.

Alan M. Stibbs (Tyndale): “To give up evil in word and deed, to do what
is good, to seek to establish and to maintain peaceful relations with
one’s fellows is the way to enjoy true and satisfying life” (= Membuang
kejahatan dalam kata-kata dan tindakan, melakukan apa yang baik,
berusaha untuk menegakkan dan memelihara hubungan yang damai
dengan sesama adalah cara / jalan untuk menikmati kehidupan yang
sejati dan memuaskan) - hal 131.

Bandingkan kontrasnya dengan orang yang digambarkan dalam Pkh


2:17-18,20 - “(17) Oleh sebab itu aku membenci hidup, karena aku
menganggap menyusahkan apa yang dilakukan di bawah matahari, sebab
segala sesuatu adalah kesia-siaan dan usaha menjaring angin. (18) Aku
membenci segala usaha yang kulakukan dengan jerih payah di bawah
matahari, sebab aku harus meninggalkannya kepada orang yang datang
sesudah aku. ... (20) Dengan demikian aku mulai putus asa terhadap
segala usaha yang kulakukan dengan jerih payah di bawah matahari”.

Kata-kata ‘mencintai hidup’ dalam 1Pet 3:10 ini berbeda dengan


‘mencintai nyawa’ yang merupakan tindakan yang dikecam oleh Kristus
dalam Yoh 12:25.

Yoh 12:25 - “Barangsiapa mencintai nyawanya, ia akan kehilangan


nyawanya, tetapi barangsiapa tidak mencintai nyawanya di dunia ini, ia
akan memeliharanya untuk hidup yang kekal”.

‘Mencintai nyawa’ dalam Yoh 12:25 ini dikecam Kristus, karena itu
adalah ‘mencintai nyawa sendiri secara egois’. Sedangkan dalam 1Pet
3:10 ini Petrus mengajar kita untuk hidup dengan baik, sehingga
membuat kita merasakan kehidupan yang sejati.

b) ‘Melihat hari-hari baik’.


1. Ini tidak ada hubungannya dengan ‘hari baik’ yang dipilih orang
untuk menikah, pindah rumah dsb, yang semuanya hanya didasarkan
pada takhyul.

2. Kata-kata ‘melihat hari-hari baik’ tidak harus diartikan secara


jasmani, tetapi dalam pandangan Allah. Jadi bisa saja apa yang bagi
manusia kelihatan sebagai ‘hari yang buruk’, bagi Allah merupakan
hari yang baik yang Ia anugerahkan kepada kita.

Pulpit Commentary: “days of suffering may be good days in the


truest sense” (= hari-hari penderitaan bisa merupakan hari-hari baik
dalam arti yang paling benar) - hal 131.

2) “ia harus menjaga lidahnya terhadap yang jahat dan bibirnya terhadap
ucapan-ucapan yang menipu.”.

a) Bagian ini dan selanjutnya (sampai dengan ay 11) merupakan hal-hal


yang harus dilakukan supaya kita bisa mencintai hidup dan melihat hari-
hari baik.

b) Yang pertama ditekankan adalah ‘membuang dosa dengan lidah’.

Calvin: “The first thing he points out are the vices of the tongue; which
are to be avoided, so that we may not be contumelious and insolent, nor
speak deceitfully and with duplicity” (= Hal pertama yang
ditunjukkannya adalah kejahatan dari lidah; yang harus dihindarkan,
sehingga kita tidak menjadi seorang yang menghina dan kurang ajar,
juga tidak berbicara secara menipu dan bermuka dua) - hal 104.

c) Contoh dari orang-orang yang menggunakan lidahnya secara salah.

Maz 12:3-5 - “(3) Mereka berkata dusta, yang seorang kepada yang lain,
mereka berkata dengan bibir yang manis dan hati yang bercabang. (4)
Biarlah TUHAN mengerat segala bibir yang manis dan setiap lidah yang
bercakap besar, (5) dari mereka yang berkata: ‘Dengan lidah kami, kami
menang! Bibir kami menyokong kami! Siapakah tuan atas kami?’”.

Ay 11: “Ia harus menjauhi yang jahat dan melakukan yang baik, ia harus
mencari perdamaian dan berusaha mendapatkannya.”.

1) “Ia harus menjauhi yang jahat dan melakukan yang baik,”.

Kalau tadi Petrus menyuruh membuang penggunaan yang salah dari kata-
kata / lidah, maka sekarang ia menyuruh membuang perbuatan yang salah,
dan juga memerintahkan untuk melakukan perbuatan baik.

2) “ia harus mencari perdamaian dan berusaha mendapatkannya.”.

Bdk. Ibr 12:14a - “Berusahalah hidup damai dengan semua orang”.

Kata ‘mencari’ dan ‘berusaha’ menunjukkan bahwa tidak mudah untuk


mendapatkan perdamaian. Pada waktu kita mencari / mengusahakannya,
‘perdamaian’ itu bisa justru ‘lari’ dari diri kita.

Bdk. Maz 120:7 - “Aku ini suka perdamaian, tetapi apabila aku berbicara,
maka mereka menghendaki perang”.

Jadi, dibutuhkan ketekunan untuk mencari / mengusahakan perdamaian ini!

Calvin: “It is not enough to embrace it when offered to us, but it ought to be
followed when it seems to flee from us. It also often happens, that when we
seek it as much as we can, others will not grant it to us. On account of these
difficulties and hindrances, he bids us to seek and pursue it” (= Tidak
cukup untuk memeluknya pada waktu itu ditawarkan kepada kita, tetapi itu
harus diikuti / dikejar pada waktu itu lari dari kita. Juga sering terjadi, pada
waktu kita mencarinya dengan sekuat tenaga, orang-orang lain tidak
memberikannya kepada kita. Karena kesukaran-kesukaran dan halangan-
halangan ini, ia meminta kita untuk mencari dan mengejarnya) - hal 104.
Pulpit Commentary: “Let him seek it as a hidden treasure, and pursue it as
if it might escape from him” (= Hendaklah ia mencarinya seperti harta
terpendam, dan mengejarnya seakan-akan itu bisa lolos dari dia) - hal 131.

Ay 12: “Sebab mata Tuhan tertuju kepada orang-orang benar, dan telingaNya
kepada permohonan mereka yang minta tolong, tetapi wajah Tuhan menentang
orang-orang yang berbuat jahat.’”.

Ada 3 penghiburan di sini:

1) “mata Tuhan tertuju kepada orang-orang benar”.

Orang-orang benar di sini adalah orang-orang yang dibenarkan karena iman


kepada Kristus, dan hidup benar.

2) “telingaNya kepada permohonan mereka yang minta tolong”.

Ini menunjukkan bahwa Tuhan mau mendengar doa orang-orang benar!

Calvin: “when he says, that the ears of the Lord are open to our prayers, he
encourages us to pray” (= pada waktu ia berkata bahwa telinga Tuhan
terbuka terhadap doa-doa kita, ia mendorong kita untuk berdoa) - hal 105.

3) “wajah Tuhan menentang orang-orang yang berbuat jahat”.

Ini merupakan sikap yang bertolak-belakang dengan sikap yang Tuhan


tunjukkan terhadap orang-orang benar.
Tetapi perlu juga diketahui bahwa dalam pandangan mata kita yang cupet, hal-
hal ini bisa kelihatan seperti terbalik. Kita hidup benar, tetapi seakan-akan
Tuhan tidak peduli kepada kita maupun doa-doa kita. Sedangkan orang-orang
yang jahat, seakan-akan diberkati sehingga hidup enak.

Pkh 8:14 - “Ada suatu kesia-siaan yang terjadi di atas bumi: ada orang-orang
benar, yang menerima ganjaran yang layak untuk perbuatan orang fasik, dan
ada orang-orang fasik yang menerima pahala yang layak untuk perbuatan orang
benar. Aku berkata: ‘Inipun sia-sia!’”.

Yer 12:1-2 - “(1) Engkau memang benar, ya TUHAN, bilamana aku berbantah
dengan Engkau! Tetapi aku mau berbicara dengan Engkau tentang keadilan:
Mengapakah mujur hidup orang-orang fasik, sentosa semua orang yang berlaku
tidak setia? (2) Engkau membuat mereka tumbuh, dan merekapun juga berakar,
mereka tumbuh subur dan menghasilkan buah juga. Memang selalu Engkau di
mulut mereka, tetapi jauh dari hati mereka”.

Maz 73:1-20 - “(1) Mazmur Asaf. Sesungguhnya Allah itu baik bagi mereka
yang tulus hatinya, bagi mereka yang bersih hatinya. (2) Tetapi aku, sedikit lagi
maka kakiku terpeleset, nyaris aku tergelincir. (3) Sebab aku cemburu kepada
pembual-pembual, kalau aku melihat kemujuran orang-orang fasik. (4) Sebab
kesakitan tidak ada pada mereka, sehat dan gemuk tubuh mereka; (5) mereka
tidak mengalami kesusahan manusia, dan mereka tidak kena tulah seperti orang
lain. (6) Sebab itu mereka berkalungkan kecongkakan dan berpakaian
kekerasan. (7) Karena kegemukan, kesalahan mereka menyolok, hati mereka
meluap-luap dengan sangkaan. (8) Mereka menyindir dan mengata-ngatai
dengan jahatnya, hal pemerasan dibicarakan mereka dengan tinggi hati. (9)
Mereka membuka mulut melawan langit, dan lidah mereka membual di bumi.
(10) Sebab itu orang-orang berbalik kepada mereka, mendapatkan mereka
seperti air yang berlimpah-limpah. (11) Dan mereka berkata: ‘Bagaimana Allah
tahu hal itu, adakah pengetahuan pada Yang Mahatinggi?’ (12) Sesungguhnya,
itulah orang-orang fasik: mereka menambah harta benda dan senang
selamanya! (13) Sia-sia sama sekali aku mempertahankan hati yang bersih, dan
membasuh tanganku, tanda tak bersalah. (14) Namun sepanjang hari aku kena
tulah, dan kena hukum setiap pagi. (15) Seandainya aku berkata: ‘Aku mau
berkata-kata seperti itu,’ maka sesungguhnya aku telah berkhianat kepada
angkatan anak-anakmu. (16) Tetapi ketika aku bermaksud untuk
mengetahuinya, hal itu menjadi kesulitan di mataku, (17) sampai aku masuk ke
dalam tempat kudus Allah, dan memperhatikan kesudahan mereka. (18)
Sesungguhnya di tempat-tempat licin Kautaruh mereka, Kaujatuhkan mereka
sehingga hancur. (19) Betapa binasa mereka dalam sekejap mata, lenyap, habis
oleh karena kedahsyatan! (20) Seperti mimpi pada waktu terbangun, ya Tuhan,
pada waktu terjaga, rupa mereka Kaupandang hina”.

Kalau hal ini terjadi, mungkin Tuhan sedang menguji kita. Kita harus tetap
beriman, bahwa apa yang dikatakan Firman Tuhan dalam bagian ini adalah
benar.
MENJAGA LIDAH

I Petrus 3:8-12

Amsal 18:21

I. PENDAHULUAN

Di dalam 1 Petrus 3:9 dijelaskan, “…hendaklah kamu


memberkati, karena untuk itulah kamu dipanggil, yaitu
untuk memperoleh berkat”. Jadi menurut kebenaran
Firman Tuhan, kita tidak dipanggil untuk hidup susah atau
miskin tetapi dipanggil untuk memperoleh berkat, karena
kita harus memberkati. Orang yang tidak mendapat
berkat, tidak mungkin bisa memberkati. Jadi orang yang
mau memberkati orang lain, terlebih dahulu harus
diberkati.

Pertanyaannya, “Apa berkat terbesar dari Tuhan bagi


kita?”. Berkat terbesar yang diberikan Tuhan dalam
kehidupan kita adalah keselamatan. Keselamatan
mengandung 3 hal penting, yaitu :

- Disayang oleh Tuhan.

Tuhan menyelamatkan kita bukan karena kebaikan atau


kesempurnaan kita atau karena kita tidak ada kekurangan, tetapi
karena kita disayang. Karena memang kenyataannya, kita banyak
sekali kekurangan, kita banyak mengecewakan Tuhan dalam
perbuatan-perbuatan kita. Tetapi karena kita disayang oleh Tuhan
maka Tuhan menyelamatkan kita. Sebagai contoh: bila seseorang
sedang jatuh cinta, apapun kesalahan yang dibuat oleh
pasangannya, tidak akan diperhitungkan.

- Dipandang berharga oleh Tuhan.

Tuhan menyelamatkan kita karena kita berharga di mata Tuhan.


Sebagai contoh : orang yang sedang jatuh cinta, apapun yang
dilakukan atau apapun kekurangan pasangannya, akan selalu
dipuji. Dia akan selalu bangga akan pasangannya.

- Dijamin oleh Tuhan.

Artinya walaupun ekonomi tidak menentu dan keadaan politik


sedang tidak pasti, tetapi kita tidak perlu kuatir karena kita punya
jaminan yaitu Tuhan sendiri yang akan memelihara kehidupan kita.

Jadi setelah kita menerima keselamatan, dimana kita sudah


disayang Tuhan, kita berharga di mata Tuhan dan sudah dijamin
oleh Tuhan, maka berarti kita bisa menjadi berkat bagi orang lain.

Lebih lanjut dalam ay. 10 dijelaskan, “Siapa yang mau mencintai


hidup dan mau melihat hari-hari baik, ia harus menjaga lidahnya
terhadap yang jahat dan bibirnya terhadap ucapan-ucapan yang
menipu”. Artinya bahwa setiap orang pasti ingin melihat hari-hari
yang baik di dalam kehidupannya. Oleh sebab itu, untuk mewujudkannya, kita
harus menjaga lidah terhadap yang jahat dan yang menipu. Karena walaupun lidah bentuk
fisiknya hanya kecil tetapi bisa membawa masalah yang besar.

Kemudian di ayat 11 dijelaskan, ”Ia harus menjauhi yang jahat dan melakukan yang baik, ia
harus mencari perdamaian dan berusaha mendapatkannya”. Yesus memberitahukan kuncinya
bahwa agar lidah kita terjaga dari yang jahat dan yang menipu, kita harus menjauhi yang jahat
dan melakukan yang baik. Karena apa yang keluar dari mulut, sesungguhnya itu berasal dari
hati. Kalau kehidupan kita belum benar di hadapan Tuhan, hubungan dengan Tuhan belum
benar, maka di hati kita masih ada kepahitan dan luka, sehingga dari mulut akan keluar yang
hal-hal yang tidak baik.

Di dalam Amsal 18:20 dijelaskan bahwa, ”Perut orang dikenyangkan oleh hasil mulutnya, ia
dikenyangkan oleh hasil bibirnya.”. Jadi bibir dapat membuat orang kenyang dan bibir juga
dapat membuat orang lapar. Sehingga di ayat 21 ditekankan bahwa ”hidup dan mati dikuasai
lidah, siapa suka menggemakannya, akan memakan buahnya”. Jadi rumah tangga bisa bahagia
atau hancur, karir bisa maju atau mundur, semua tergantung lidah kita.

Perkataan dapat menentukan banyak hal dalam kehidupan kita (Yak. 3:2). Di bagian lain
Alkitab dijelaskan bahwa dengan perkataan kita dibenarkan dan dengan perkataan juga kita
bisa dihukum.

Jadi hal-hal mengenai lidah yang dapat menentukan kehidupan kita :

- Lidah dapat menuntun kita untuk memuji-muji Tuhan.


Lewat lidah kita dapat memilih, apakah kita mau ”jengkel” dan mengutuk hari-hari kita
atau mau memuji Tuhan walau apapun yang terjadi!. Di tengah masalah yang paling berat
sekalipun, kita tidak harus bersungut-sungut. Tergantung pilihan kita, bersungut-sungut
atau memuji Tuhan. Waktu Paulus dan Silas dipenjarakan, mereka tidak bersungut-sungut
tetapi malah memuji-muji Tuhan sehingga semua orang yang di dalam penjara diberkati.
Dan kemudian tiba-tiba sendi-sendi penjara mulai goyah dan semua pintu penjara terbuka.
Artinya ikatan seberat apapun, jika kita menghadapinya sambil memuji Tuhan, maka kita
akan memperoleh kelegaan.
- Lidah dapat memperdamaikan dengan menusia.
Walaupun kita ada masalah dengan orang lain, tetapi waktu kita mulai berbicara dengan
rendah hati dan saling memaafkan, maka akan terjadi perdamaian.
- Lidah dapat memberi semangat untuk menggapai masa depan.
Kalau setiap hari kita berkata ”tolol” kepada anak kita, lama-kelamaan, anak itu akan
benar-benar menjadi ”tolol”. Tetapi kalau setiap hari kita mengucapkan kata-kata yang
menguatkan, membangun, mendorong semangat, memuji dan memberkati, maka
dikemudian hari, anak itu akan menjadi anak yang percaya diri, pintar, mempunyai prinsip
hidup yang kuat dan tidak mudah terpengaruh lingkungan. Atau segagal apapun suami/istri
kita, kalau kita selalu memberi semangat, maka masa depan kita akan berhasil.
- Lidah dapat menyelesaikan persoalan-persoalan di depan kita
Dalam pepatah bahasa Inggris ada istilah, ”nothing to big to talk to”. Artinya kalau sesuatu
masih bisa dibicarakan, semua persoalan bisa selesai. Tetapi seringkali kita sudah tidak
mau bicara lagi, tetapi langsung bertindak. Itu sangat berbahaya.
II. LIDAH BERMASALAH

1 Lidah yang mengutuk-ngutuk (Tuhan, orang, diri sendiri)


. Ini adalah lidah yang sangat bermasalah. Di dalam Alkitab disebutkan, ”hidup dan mati
dikuasai lidah”. Jadi lidah yang bisa membuat kita mati adalah lidah yang suka mengutuk.
Baik mengutuk Tuhan, mengutuk orang lain dan mengutuk diri sendiri.
2 Lidah yang putus asa.
. Orang yang sering mengucapkan hal-hal yang menggambarkan keputusasaan misalnya,
“saya sudah tidak kuat”, “saya sudah tidak sanggup”, dll berarti tidak punya iman. Jangan
berteman dengan orang-orang seperti itu, karena walaupun kita punya semangat untuk
melakukan sesuatu, tetapi ketika kita mendengar kata-kata dari orang-orang tersebut, kita
juga akan menjadi malas untuk melakukannya.
3 Lidah yang menyakitkan.
. Ada orang yang lidahnya seperti pedang. Apapun yang dikatakan, selalu menyakitkan
orang lain.
4 Lidah yang menuduh.
. Ada orang yang selalu mengucapkan hal-hal yang menuduh setiap kali berbicara. Semua
hal yang diucapkannya hanya “assumption” (perkiraan). Ini semua berasal dari hati yang
masih ada “luka”, masih ada kepahitan, dll.
5 Lidah yang kasar dan memaki.
. Orang yang ”lidah”nya selalu kasar dan sering memaki dan biasanya orang-orang seperti
ini mempunyai pembelaan seperti ”saya orangnya apa adanya, kalau marah, saya ”bom”
habis-habisan, tetapi setelah itu, selesai dan saya tidak punya perasaan dendam atau kesal
lagi”. Memang bagi orang yang marah tersebut sudah selesai, tetapi bagi yang menerima
amarah tersebut, belum selesai karena akan menimbulkan sakit hati dan luka hati.
6 Lidah yang merendahkan dan menyudutkan.
. Orang yang selalu merendahkan orang lain setiap kali berbicara. Apa saja tanggapan yang
keluar dari mulutnya mengenai sesuatu tidak pernah memuji atau memberi dorongan
kepada orang lain. Orang seperti ini selalu menganggap dirinya lebih hebat.
7 Lidah yang menghasut.
. Ini juga adalah “lidah” yang bermasalah dan berbahaya sehingga orang dengan ”lidah”
seperti ini harus dihindari.
III LIDAH SEORANG MURID (Yes. 50:4)
.
1 Memperkatakan kata-kata yang menjadikan seorang berharga.
.
Di dalam Yesaya 50:4 dijelaskan, “Tuhan ALLAH telah memberikan kepadaku lidah seorang
murid, supaya dengan perkataan aku dapat memberi semangat baru kepada orang yang
letih lesu. Setiap pagi Ia mempertajam pendengaranku untuk mendengar seperti seorang
murid”. Jadi kalau kita banyak mendengar Firman Tuhan, maka hasilnya lidah kita akan
menjadi lidah seorang murid. Karena pada saat kita mendengar Firman Tuhan, maka hati
kita akan menjadi bersih dan kalau hati kita bersih, maka lidah kitapun menjadi lidah
seorang murid. Lidah seorang murid itu memperkatakan hal-hal baik yang selalu membuat
orang lain merasa berharga.
2 Memperkatakan kata-kata yang membangun dan mendorong.
.
Selain memperkatakan kata-kata yang membuat orang lain merasa berharga, kita juga
harus memperkatakan kata-kata yang membangun dan mendorong orang lain. Sehingga
orang lain merasa sejahtera, damai, nyaman dan tenang berada di dekat kita.
3 Memperkatakan kata-kata yang tenang dan nyaman.
.
Kalau ada orang sedang berselisih, janganlah kita menjadi orang yang turut memanas-
manaskan suasana, tetapi hendaklah kita menjadi orang yang memberi damai dengan
perkataan-perkataan yang tenang dan nyaman.
4 Memperkatakan kata-kata yang mengingatkan tentang kasih Tuhan.
.
“Lidah” yang selalu memperkatakan atau mengucapkan kata-kata untuk mengingatkan
tentang kasih Tuhan adalah “lidah” yang dahsyat.
5 Memperkatakan kata-kata yang mengandung humor.
.
Kita tidak selalu harus menjadi pelawak untuk membuat orang lain tertawa dan
bersukacita. Hidup ini tidak selalu harus dihadapi dengan serius, karena kadangkala
masalah kita tidak seserius yang kita pikirkan. Tetapi hendaknya semua masalah kita
hadapi dengan sukacita dan ditanggapi dengan humor (take it easy) sehingga masalah itu
tidak terasa berat.
6 The five magic words:
.
- Tolong.
Dengan kata ”tolong”, orang merasa dihargai, dijadikan sebagai teman/sahabat bukan
sebagai bawahan.
- Maaf.
Biasakan mengucapkan kata ”maaf” dalam setiap percakapan, apalagi jika ada
kesalahpahaman. Karena kata maaf adalah kata jembatan yang baik untuk
menjembatani kesalahpahaman (sorry is the best bridge of comunication).
- Terima kasih.
Dengan kata ”terima kasih” membuat orang lain merasa dihargai.
- Kamu hebat.
Kata ”kamu hebat” adalah kata pujian yang diharapkan banyak orang. Karena semua
orang, pada prinsipnya senang menerima pujian.
- I love you.
Kata ini adalah kata yang diucapkan untuk memberi kesan bahwa kita bersama dengan
dia. Misalnya : ”saya mengasihi kamu, dan saya merasa ada hal yang Tuhan
percayakan kepada kamu”, dll. Kepada istri atau suami atau kepada anak-anak, kata ini
tetap harus diucapkan. Tetapi jangan diucapkan kepada sembarangan orang.
IV MEMILIKI LIDAH YANG BAIK
.
1 Pikirkanlah perkataan-perkataan sebelum keluar dari mulut.
. Lidah yang baik adalah mengucapkan kata-kata yang dipikirkan sebelumnya. Karena ada
orang yang mengucapkan dahulu baru dipikirkan. Hal ini sangat berbahaya karena selalu
akan menyakiti hati orang lain.
2 Bergaullah selalu dengan Firman.
. Karena orang yang selalu bergaul dengan Firman akan mempunyai hati yang bersih, dan
hati akan mempengaruhi lidah.
3 Hiduplah selalu dalam kasih.
. Kalau kita punya komitmen untuk mengasihi, lidah kita pasti baik.
4 Memiliki kesadaran untuk tidak membalas.
. Milikilah juga komitmen untuk tidak membalas yang jahat dengan yang jahat, karena kita
tahu kita dipanggil bukan untuk membalas kejahatan tetapi untuk memberkati.
5 Jangan melakukan kepada orang lain hal-hal yang tidak kita suka.
. Misalnya, kalau kita tidak suka dibohongi, jangan bohong, kalau kita tidak suka dicemburui,
jangan mencemburui, dll.
6 Selalu mau belajar dan mendengar nasihat.
. Kita harus tetap belajar, karena hidup ini adalah sebuah pelajaran.
V. PENUTUP

Perkataan kita akan sangat menentukan apakah kita akan mengalami hidup yang diberkati dan
menjadi berkat atau justru sebaliknya yaitu mengalami hidup yang penuh penderitaan.

Refleksi :

Tuhan merancangkan agar hidup kita menjadi berkat dan diberkati. Tuhan minta satu hal kalau
kita mau melihat hari-hari yang baik dalam hidup kita, yaitu jaga lidah kita. Karena dengan
lidah kita bisa melihat kemuliaan Tuhan, tetapi dengan lidah juga kita bisa mempermalukan
nama Tuhan. Dengan lidah, kita bisa menyatakan bahwa Yesus hidup, tetapi dengan lidah juga
dapat menghambat orang untuk datang kepada Kristus. Biarlah lidah kita memuji Tuhan,
memperdamaikan dengan manusia dan menuntun kita pada hal-hal yang baik.

You might also like