You are on page 1of 16

KEPUSTAKAAN

Permukaan bumi selalu mengalami perubahan bentuk dari waktu ke waktu


sebagai akibat proses geomorfologi, baik tenaga endogen maupun tenaga eksogen. Proses
endogen termasuk kegiatan kegunungapian dan proses-proses pembentukan perbukitan
dan pegunungan, yang akan mengakibatkan perubahan bentuk permukaan bumi karena
aktifitas gunung api, tektonik, maupun gempa bumi sehingga menghasilkan struktur
geologi maupun geomorfologi.
Struktur geologi merupakan faktor penontrol yang dominan di dalam evolusi
bentuk lahan dan sturktur geologi dicerminkan oleh bentuk lahannya. Dalam mempelajari
suatu geomorfologis, harus mempelajari sejarah perkembangannya saat tersier hingga
pleistosen dengan memperhatikan perubahan-perubahan iklim dan geologi.
Geomorfologi dapat didefinisikan sebagai ilmu yang membicarakan tentang
bentuk lahan yang mengukir permukaan bumi baik di atas maupun di bawah permukaan
air laut, menekankan cara pembentukannya serta konteks ke lingkungannya. Di dalam
mempelajari geomorfologis yang sangat penting adalah aspek utama geomorfologi,
antara lain:
a. Aspek Morfologi
mencakup morfometri yaitu aspek ukuran dan bentuk unsur-unsur penyusun
bentuk lahan serta morfografi yang merupakan susunan dan objek alami yang ada di
permukaan bumi sesuai dengan proses pembentukannya.
b. Aspek Morfogenesa
yaitu asal usul pembentukan bentuk lahan dan perkembangannya sehingga
menghasilkan konfigurasi permukaan bumi yang berbeda-beda.
c. Aspek Morfokronologi
merupakan urutan bentuk lahan yang ada di permukaan bumi sebagai hasil proses
geomorfologis sehingga menyebabkan terjadinya perbedan urutan umur bentuk lahan.
d. Aspek Morfo – Asosiasi
merupakan kaitan antara bentuk lahan satu dengan yang lain dalam susunan
keruangan/sebarannya di permukaan bumi. Ini sangat penting karena pembentukan lahan
di permukaan bumi ditentukan oleh berbagai faktor seperti topografi, bahan, iklim,
organisme, vegatasi, dan waktu.
Klasifikasi bentuk lahan yang didasarkan pada genesis, proses, dan batuan,
dikemukakan oleh Versteppen (1985) terdapat 9 bentuk lahan, antara lain:
a. Bentuk lahan asal Volkanis
b. Bentuk lahan asal Strutural
c. Bentuk lahan asal Denudasional
d. Bentuk lahan asal Fluvial
e. Bentuk lahan asal Marine
f. Bentuk lahan asal Eoalian
g. Bentuk lahan asal Pelarutan
h. Bentuk lahan asal Glasial
i. Bentuk lahan asal Aktivitas Oraganisme

Sedangkan bentuk lahan pada daerah sekitar Parangtritis diklasifikasikan menjadi


5 bentuk lahan, antara lain:
a. Bentuklahan Asal Struktural
Bentuklahan struktural terbentuk karena adanya proses endogen yaitu proses
tektonik atau diastropisme yang meliputi pengangkatan, penurunan, dan pelipatan kerak
bumi sehingga terbentuk struktur geologi yaitu lipatan dan patahan. Selain itu, terdapat
pula struktur horizontal, yang mana dengan adanya tenaga endogen maka terjadi
deformasi sikap perlapisan batuan (dip dan strike) yang menjadi miring atau bahkan
tegak dan membentuk lipatan. Selain itu juga, disebabkan tekanan dari lapisan yang ada
di atasnya tebal ke arah vertikal (bawah) sehingga massa sedimen yang lemah dan lunak
di bawahnya tertekan.
Beberapa contoh Bentuklahan asal struktural antara lain:
a. perbukitan c. perbukitan e. pegunungan
antiklinal monoklinal sinklinal
b. perbukitan d. pegunungan f. pegunungan
sinklinal antiklinal monoklinal
g. cuesta
h. hogback dan k. gawir p. nyaris dataran /
flatiron l. igir, lembah peneplain
i. perbukitan sinklinal q. perbukitan
/pegunungan m. igir lembah monoklinal
dome antiklinal r. pegunungan
j. perbukitan/pegun n. graben monoklinal
ungan blok o. sembul

b. Bentuklahan Asal Karst


Syarat untuk berkembangnya topografi karst sebagai berikut:
• terdapat batuan yang mudah larut
• batu gamping dengan kemurnian tinggi
• mempunyai lapisan batuan yang tebal
• terdapat banyak retakan
• pada daerah tropis basah
• vegetasi penutup yang lebat
Kenampakan topografi karst sangat spesifik, baik yang ada di permukaan maupun
yang ada di bawah permukaan tanah. Batuan yang membentuk daerah karst sangatlah
medah larut di dalam air.
Tektonisme menjadi faktor penentu pula, fault, dan joint menjadi faktor utama.
Menurut Faniran dan Jeje (1983), kekar-kekar yang terdapat pada batuan itu memnerikan
regangan mekanik sehingga memudahkan gerakan air melalui batuan itu. Adanya kekas
maupun sesar ini memudahkan perkembangan pelarutan di dalam batuan.
Adanya karstifikasi yang merupakan proses kerja oleh air terutama secara
kimiawi, meskipun secara mekanik juga, yang menghasilkan kenampakan-kenampakan
topografi karst (Ritter, 1979).
Bentuk lahan karst dapat dikelompokkan menjadi 2 bagian, yaitu
™ Bentuk lahan negatif, yaitu bentuk lahan yang berada di bawah rata-rata permukaan
setempat sebagai akibat proses pelarutan, runtuhan, maupun terban. Bentuk lahan
tersebut antara lain: doline, uvala, polye, cockpit, dan blindvalley.
™ Bentuk lahan positif
Pada prinsipnya ada 2 macam bentuklahan karst positif yaitu
¾ Kygelkarst merupakan satu bentuk lahan karst tropik yang dicirikan oleh sejumlah
bukit berbentuk kerucut, yang kadang-kadang dipisahkan oleh cockpit.
¾ Turmkarst merupakan istilah yang berpadanan dengan menara karst, mogotewill,
pepinohill, atau pinacle karst. Turmkarst terdiri dari perbukitan berlereng curan
atau vertikal yang menjulang tersendiri diantara dataran aluvial

c. Bentuklahan Asal Fluvial


Bentuklahan yang terbentuk karena adanya proses
• Erosi
• Transportasi
• Deposisi/Sedimentasi
Ketiga proses ini tidak dapat terpisahkan sehingga dikenal dengan istilah ”Three Phases
O Single Activity” dengan tenaga geomorfologis yang utama adalah air. Berbagai contoh
bentuklahan asal fluvial adalah sebagai berikut:
1. dataran aluvial 9. teras fluvial
2. dasar sungai 10. kipas alluvial
3. rawa belakang 11. crevasse splaye
4. dataran banjir 12. delta dengan berbagai
5. tanggul alam tipenya
6. lakustrin 13. igir fluvial
7. ledok fluvial
8. gosong lengkung dalam
(ponit bar)

d. Bentuklahan Asal Aeolian


Bentang lahan daerah kering terjadi oleh bentukan yang asalnya karena proses
angin (aeolian) dan gabungan pelapukan dengan aliran air. Adapun ciri-ciri alam yang
bisa menyebabkan terbentuknya daerah aride/aeolian:
1 Curah hujan rendah, aride ≤ 250 mm/tahun, semi aride = 250-500 mm/tahun.
2 Fluktuasi temperatur harian besar (10 – 400C)
3 Langit cerah, sehingga terjadi periode kering yang panjang.
4 Penguapan tinggi, yang menyebabkan terjadinya pelapukan mekanik di daerah
bayngan hujan.
5 Vegetasi jarang, sehingga gerakan angin tidak terhalang oleh vegetasi.
Letak geografis daerah kering (daerah aride) di dunia:
• Daerah sekitar 300 LU/LS. Di tempat ini udara turun di garis balik utara dan
selatan menekan lapisan udara di bawahnya sehingga makin panas.
• Daerah bayangan hujan, udara panas di balik pegunungan karena angin turun dari
lereng depan sudah tidak mengandung uap air (proses diabatis kering)
• Daerah pedalaman benua, angin sudah kering karena kehabisan uap air dari laut
• Daerah pantai yang berdekatan dengan arus laut dingin, angin bertiup ke darat
sehingga udara menjadi semakin panas.
Syarat Terbentuknya Lahan Asal Aeolian
1. Tersedianya material berukuran pasir halus-kasar dalam jumlah banyak
2. Adanya periode kering yang panjang dan tegas
3. Adanya angin yang mampu mengangkat dan mengendapkan bahan pasir tersebut
4. Gerakan angin tidak banyak terhalang oleh vegetasi/objek lain
Adapun bentuk-bentuk hasil pengendapan oleh angin ialah:
• Loess, merupakan endapan oleh angin berupa debu, padsa umumnya berwarna
kekuningan, tersusun dari berbagai mineral tidak berlapis-lapis tetapi cukup kuat
terikat
• Endapan pasir
• Gumuk pasir (dunes) dibagi antara lain;
a. Gumuk Pasir Sabit (Barchan)
Gumuk pasir sabit cenderung pada daerah yang vegetasinya berbatas dengan
sedikit vegetasi. Ketinggian 5-15 meter, maksimum 30 m.
b. Gumuk Pasir Melintang (Transversal Dunes)
Gumuk pasir melintang cenderung terbentuk pada daerah yang banyak cadangan
pasirnya dan sedikit tumbuhan. Gumuk ini sering meliputi daerah luas dan
berkembang berbentuk seperti ombak dengan punggung melengkung dan melintang
tegak lurus terhadap arah angin yang umum. Ketinggian pada umumnya antara 5-15
meter, maksimum sekitar 100 meter.

c. Gumuk Pasir Parabolic (Parabolic Dunes)


Gumuk pasir parabolic dapat terbentuk karena blow out.
d. Gumuk Pasir Memanjang (Longitudinal Dunes/Seif)
berupa gundukan pasir yang hampir lurus sejajar arah angin. Terjadi karena
pengaruh angin yang kuat terkumpul dan berhembus dengan arah tetap.
Penampang gumuk simetris, ukuran lebar beberapa kali ketinggian.

e. Whaleback Dunes
adalah Gumuk pasir longitudinal yang sangat besar, puncaknya datar dan di
atasnya dapat berbentuk Barchan dan Seif kecil-kecil.

Salah satu contoh Gumuk Pasir yang terdapat di Indonesia adalah Gumuk Pasir
yang terdapat di Parangtritis. Wisata alam berupa pemandangan alam pantai dengan
gelombang besar dan latar belakang perbukitan batugamping dan gumuk pasir. Gumuk
pasir yang banyak dijumpai di Parangtritis, dekat muara Kali Opak ini merupakan satu-
satunya fenomena di Indonesia bahkan di daerah tropis basah (humid).
Proses terjadinya gumuk-gumuk pasir yang terdapat di Parangtritis ini terjadi dari
dengan proses, yaitu :
1. Pasir yang terbawa ke laut oleh Kali Opak dari material vulkanik hasil letusan
Gunungapi Merapi.
2. Pasir tersebut terendapkan di muka muara sungai terutama pada saat musim hujan.
3. Dengan bantuan arus laut sepanjang pantai (longshore current) pasir ini tersebarkan
di sepanjang pantai dan membentuk gisik (beach).
4. Pasir yang sudah berada di gisik ini dengan bantuan angin yang pada musim kemarau
dimana angin datang dari arah tenggara bergerak ke arah darat dan akhirnya
membentuk gumuk pasir.
Gumuk pasir yang terbentuk ini meluas ke arah barat daya sepanjang pantai selatan
Yogyakarta hingga di wilayah kepesisiran Kulonprogo yang material hasil aktivitas
volkannya dibawa oleh aliran Sungai Progo dan Bogowonto.
Seperti disebutkan di atas bahwa vegetasi juga mempengaruhi terhadap
pembentukan gumuk pasir. Ini terbukti apabila tiupan angin pembawa pasir ini terhalang
oleh vegetasi kecil maka akan terjadi pengendapan butir pasir dibagian teduh angin. Ini
mengakibatkan akan terbentuknya gumuk pasir yang disebut dengan Gumuk lidah.
Tetapi apabila vegetasi tidak menghalangi tiupan angin yang membawa material
penyusun tersebut maka akan terbentuk gumuk yang disebut dengan Gumuk Pasir Sabit
(Barchan). Barchan biasanya hanya terbentuk di daerah gurun (arid) dan ternyata hanya
satu-satunya di daerah tropis dapat terbentuk gumuk pasir barchan yaitu di Parangtritis.

Gumuk Pasir di Parangkusumo

Pembentukan gumuk pasir di Parangtritis juga dipengaruhi oleh Gelombang laut.


Gelombang laut yang terjadi di Parangtritis tersebut mempunyai karakteristik yang
khusus, yaitu adanya rip current.
Fenomena rip current tersebut terbentuk oleh adanya gelombang di tengah lautan dengan
gerakan air turun naik membentuk puncak dan lembah gelombang. Jarak puncak
gelombang yang satu ke puncak gelombang yang lain disebut panjang gelombang (L).
Jika kedalaman laut kurang dari setengah panjang gelombang maka gelombang akan
pecah dan jatuh ke arah pantai, maka terjadilah breaker yang nampak sebagai buih
sepanjang pantai. Setelah gelombang pecah kemudian bergerak ke arah pantai yang
sering disebut surf. Surf yang telah mencapai daratan akan bergerak diatas pasir sebagai
swash yang kemudian mengalir kembali ke arah laut sebagai back swash. Kalau proses
ini terjadi di bagian pantai yang cekung maka back swash akan mengumpul dan
membentuk arus ke arah laut yang bergerak sangat cepat yang disebut rip current (arus
yang membelah jalur breaker). Hal ini menunjukkan bahwa dimana ada rip current justru
disana tidak akan kelihatan ada breaker, tetapi ada arus menuju laut dengan kecepatan
tinggi. Arus inilah yang biasa menghanyutkan orang yang mandi di bagian pantai itu.
Swash dan back swash dalam gerakannya akan membawa pasir dan batu pantai
dengan cara bergeser sehingga pasir atau batu pantai berbentuk pipih. Pasir yang digeser
oleh swash dan back swash sepanjang pantai, dibagian muara-muara sungai di sepanjang
pantai selatan ini akan tertimbun di bagian tepi timur yang menyebabkan sungai-sungai di
sepanjang pantai selatan ini dipaksa membelok ke barat.
Selain itu, pembentukan gumuk pasir juga dipengaruhi adanya cliff di sebelah
timur Parangtritis. Dinding terjal (cliff) ini terbentuk akibat hempasan gelombang ke
dinding batugamping. Di depan cliff terbentuk rataan yang disebut flat form ke arah darat.
Ini dapat diperhatikan dengan adanya sesar engsel.
Sehingga cliff dan sesar engsel mempunyai pengaruh yang sangat penting dalam
pembentukan gumuk pasir di daerah Parangtritis tersebut. Dengan adanya cliff dan sesar
engsel di sebelah timur Parangtritis ini menyebabkan angin yang bertiup dari tenggara
pada musim kemarau terkumpul di daerah Parangtritis dengan kecepatan tinggi dan
memungkinkan terbentuknya gumuk pasir.

e. Bentuklahan asal Pantai dan Laut


sebagian Indonesia khususnya di pesisir selatan Jawa Tengah, proses Marine yang
terbentuk ini merupakan hasil dari kombinasi dengan proses aeolian. Medan yang
terbentuk dari kombinasi ini mempunyai sifat lahan yang karakteristik.
Terdapat enam tipe pantai di Indonesia :
1. Wave Erosion Coast
Pantai dengan tipologi Wave Erosion Coast merupakan pantai yang umumnya terbentuk
akibat aktivitas erosi gelombang. Karakteristik fisik (abiotik) ditandai dengan bentuk
morfologi pantai yang terjal (cliff), lereng berteras dan berbukit. Pantai dengan tipologi
Wave Erosion Coast dapat dijumpai di Pura Uluwatu yang berbukit terjal

2. Coast Built by Organism


Tipe pantai ini dibentuk oleh organisme laut, sehingga terlihat dataran pantai yang relatif
luas, berwarna keputihan, dan diselang-seling oleh bongkahan organisme laut yang sudah
membatu. Tanaman bakau relatif banyak ditemui. Tipe pantai ini dapat dijumpai di
Tanjung Panto, wilayah Kecamatan Malingping, Propinsi Jawa Barat.

3. Volcanic Coast
Tipologi pantai Volcanic Coast merupakan pesisir yang terbentuk sebagai akibat
proses volkanik. Tipe pantai seperti ini biasanya platform-nya landai dan memungkinkan
tumbuhnya karang, sehingga lautnya cukup jernih seperti dijumpai di Pantai Pasir Putih,
Situbondo. Air laut relatif tenang dengan ketersedian airtanah yang cukup baik dan tidak
asin.

4. Marine Deposition Coast


Tipologi pantai Marine Deposition Coast adalah pantai atau pesisir yang dibentuk
oleh proses deposisi material sedimen marin. Termasuk dalam kategori ini adalah pesisir
berpenghalang (barrier coast), seperti barrier beaches, barrier island, barrier spits and
bays, cuspate foreland, beach plains, coastal sand plains tanpa lagoon, dan rataan
lumpur (mud flat) atau rawa garam (salt marsh).

5. Structurally Shaped Coast


Tipologi structurally shaped coast yaitu pesisir yang terbentuk akibat proses
patahan, lipatan, atau intrusi batuan sedimen, seperti kubah garam atau kubah lumpur
dangkal (salt domes atau mud lumps). Karakteristik fisik tipe pantai structurally shaped
coast, ditandai dengan bentuk morfologi pantai yang tidak teratur dan terjal.
Tipologi pantai ini dapat dijumpai di Probolinggo (Gunung Bentar)

6. Sub-aerial deposition Coast


Pantai dengan tipologi sub-aerial depositon coast, merupakan pantai yang umumnya
terbentuk akibat akumulasi bahan-bahan sedimen sungai yang membentuk delta dengan
rataan pasang surut (tidal flat).

Berdasarkan bentang alamnya tersebut serta pemahaman mengenai geomorfologi


pantai menurut Villes & Spencer (1995, dengan modifikasi), maka lingkungan fisik
wilayah Pantai Parangtritis dan sekitarnya, dapat diklasifikasikan menjadi 4 subbentang
alam geologi pantai (coastal geological landscape) antara lain:
1 Tectonic cliffts coastal geological landscape
2 Coastal wateshed – floodplain geological landscape
3 Coastal – marine geological landscape
4 Coastal sanddune geological landscape
PEMBAHASAN

Dalam jurnal yang berjudul “Kondisi Geologi Untuk Penanganan Permasalahan


Lingkunagn Fisik Pantai Parangtritis, Yogyakarta” yang ditulis dengan
1. Agus Hendratno, Mahasiswa Program Studi Teknik Geologi –
Pascasarjana UGM
2. Sukandarrumidi, Guru Besar Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik
UGM
3. Dwikorita Karnawati, Staf Pengajar Jurusan Teknik Geologi, Fakultas
Teknik UGM

ABSTRAK
Pada bagian abstrak, penulis telah memaparkan secara jelas dan detail dari isi
jurnal tersebut sehingga pembaca dapat memahami isi jurnal tersebut secara garis besar.

PENGANTAR
Dalam bagian pengantar, penulis menjelaskan tentang latar belakang penelitian
tersebut beserta tujuan dan harapan dari penelitian tersebut sehingga dapat dirasakan
manfaat penelitian tersebut nantinya baik mahasiswa, penulis, instansi yang terkait,
pemerintah ataupun universitas itu sendiri.

WAKTU DAN LOKASI PENELITIAN


Secara deskripsi, penulis telah berhasil menjabarkan waktu dan lokasi penelitian,
tetapi untuk lebih baiknya penulis melampirkan peta lokasi penelitian secara rinci dengan
skala yang sesuai disertai dengan titik lokasi penelitian secara rinci. Ini bertujuan agar
pembaca mengerti tentang lokasi penelitian tersebut secara jelas.

TINJAUAN PUSTAKA
Dalam bagian ini, penulis telah mendeskripsikan secara jelas baik secara geologi
maupun geomorfologis Pantai Parangtritis sehingga nantinya dapat dikaji untuk
pengembangan lingkungan fisik. Tetapi tinjauan pustaka yang ditulis penulis kurang
lengkap sehingga masih diperlukan referensi-referensi lainnya mengenai penelitian
tersebut. Sehingga pembaca dapat mengetahui tentang dasar penelitian yang terdapat di
jurnal tersebut sehingga nantinya dalam pembahasan ataupun hasil penelitian di jurnal
tersebut dapat dengan mudah dimengerti.

HIPOTESIS
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini telah sesuai dengan permasalahan
yang diangkat dalam judul penelitian dalam jurnal ini.

CARA PENELITIAN
Cara penelitian dalam jurnal tersebut telah dideskripsikan dengan jelas hingga
analisis penelitian juga telah lengkap dijabarkan secara terperinci.

HASIL PENELITIAN
Hasil penelitian yang telah ditulis oleh tiga penulis tersebut telah menjawab dan
menjelaskan tentang permasalahan yang diteliti dalam penelitian tersebut baik secara
kondisi geologis dan geomorfologis serta pengembagan wilayah/lokasi penelitian
tersebut.
Dalam penelitian juga telah memberikan hasil penelitian tentang kondisi geologis
dan geomorfologis tentang bentang alam maupun bentuk lahan Pantai Parangtritis serta
pengembangan Pantai Parangtritis tersebut.
Selain itu juga telah dijelaskan tentang ciri-ciri/karakteristik subbentang alam
geologi Pantai Parangtritis, dasar klasifikasi dan penamaan karakteristik geomorfologi
wilayah pantai sekitar Pantai Parangtritis, Yogyakarta, profil Pantai Parangtritis meliputi
arus gelombang pantai dan litologi pantai, serta manajemen pantai yang dibahas secara
mendetail sesuai dengan kondisi geologi Pantai Parangtritis. Dari itulah semua, maka
permasalahan yang diangkat peneliti yaitu tentang permasalahan lingkungan fisik di
sekitar wilayah Pantai Parangtritis dapat diketahui solusi atau alternatif penanganan dari
berbagai macam permasalahan yang timbul. Sehingga nantinya dapat dijadikan
rekomendasi untuk pengembangan wilayah daerah tersebut baik untuk pemerintah
maupun instansi yang terkait dengan hak tersebut.
KESIMPULAN
Dengan adanya kesimpulan maka dapat diketahui secara jelas mulai dari awal
hingga akhir penelitian tersebut sehingga dapat membantu pembaca dalam memahami
dan mengetahui hasil akhir dari penelitian ini.

SARAN TINDAK LANJUT


Dengan adanya bagian daran tindak lanjut, maka pembaca dapat mengetahui
harapan penulis untuk merekomendasikan hasil penelitian tersebut dengan dijadikan
salah satu referensi dalam pembangunan dan pengelolaan pantai di Daerah Istimewa
Yogyakarta.

KEPUSTAKAAN
Daftar pustaka yang diambil untuk mendukung dalam penulisan penelitian
tentang jurnal tersebut sangatlah lengkap sehingga dapat membantu dengan mudah,
cepat, dan lengkap secara detail. Dengan adanya daftar pustaka trsebut nantinya dapat
dijadikan salah satu pilihan referensi untuk berbagai macam penulisan yang berkaitan
dengan bidang ini.
PENUTUP

Kesimpulan
Dalam jurnal yang berjudul “Kondisi Geologi Untuk Penanganan Permasalahan
Lingkungan Fisik Pantai Parangtritis, Yogyakarta” yang ditulis dengan
4. Agus Hendratno, Mahasiswa Program Studi Teknik Geologi –
Pascasarjana UGM
5. Sukandarrumidi, Guru Besar Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik
UGM
6. Dwikorita Karnawati, Staf Pengajar Jurusan Teknik Geologi, Fakultas
Teknik UGM
Pembaca dapat mengetahui dengan lengkap, kronologis, komunikatif tentang
pembahasan dalam penelitian tersebut. Pembaca juga dapat menambah pengetahuan
tentang bentang alam maupun bentuklahan dalam Pantai Parangtritis, Yogyakarta serta
pengembangan fisik Pantai Parangtritis tersebut. Dari penelitian tersebut, banyak manfaat
yang dapat diperoleh untuk berbagai pihak khususnya dalam pengembangan fisik Pantai
Parangtritis.

Saran Dan Kritik


1. Agar para penulis ataupun peneliti dapat melampirkan peta lokasi penelitian serta
titik - titik lokasi yang diteliti sehingga dapat mempermudah dalam memahami
jurnal tersebut.
2. Agar penulis untuk lebih melengkapi kajian pustaka dalam jurnal tersebut.
DAFTAR PUSTAKA

Dibyosaputro, Suprapto, Drs, M.Sc. 1998. Geomorfologi Dasar. Yogyakarta:


Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada.
Herlambang, Sudarno. 1995. Dasar – Dasar Geomorfologi Bagian I. Malang:
Institut Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Malang.
Herlambang, Sudarno. 2006. Geomorofologi Umum. Malang: UM Press.

You might also like