You are on page 1of 15

BAB I

PENDAHULUAN

Penelitian terhadap Alquran bukan mempertanyakan kebenaran Alquran sebagai


wahyu, tetapi mengkaji Alquran akan melahirkan sejumlah bidang. Kajian itu meliputi proses
turunnya Alquran, termasuk faktor sosiologis dan kultural masyarakat pada saat Alquran
diturunkan. Kajian ini melibatkan ilmu antropologi, sosiologi, dan sejarah.
Hadits Nabi merupakan sumber ajaran Islam, di samping Al-Qur’an. Dilihat dari
periwayatannya, hadits Nabi berbeda dengan Al-Qur’an. Untuk Al-Qur’an, semua
periwayatan ayat-ayatnya berlangsung secara mutawatir, sedang untuk hadits Nabi, sebagian
periwayatannya berlangsung secara mutawatir dan sebagian lagi berlangsung secara ahad.
Karenanya Al-Qur’an dilihat dari segi periwayatannya mempunyai kedudukan sebagai qat’i
al-wurud, dan sebagian lagi, bahkan yang terbanyak, berkedudukan sebagai zanni al-wurud.
Dengan demikian, dilihat dari segi periwayatannya, seluruh ayat Al-qur’an tidak perlu
dilakukan penelitian tentang orisinalitasnya, sedang hadis Nabi, dalam hal ini yang
berkategori ahad, diperlukan penelitian. Dengan penelitian itu akan diketahui, apakah hadis
yang bersangkutan dapat dipertanggungjawabkan periwayatannya berasal dari Nabi atau
tidak.

ii
BAB II
MATODOLOGI PENELITIAN HADITS

A. KONSEP PENELITIAN HADITS


Penelitian ke-Islaman merupakan suatu keharusan, yaitu meneliti tentang ajaran
Islam dari berbagai aspeknya, termasuk normatif dan aktualitasnya. Pengkajian Islam
normatif dimaksudkan adalah penelaahan lebih jauh ajaran Islam yang bersumber dari
Alquran dan Sunnah Nabi yang berimplikasi pada lahirnya aturan-aturan normatif yang
lain, seperti persoalan fikih, teologi, dan tasawuf. Aspek normatif adalah pengkajian
Islam atas refleksi keagamaan secara fakultas, agar perkembangan masyarakat muslim
semakin maju. Sementara pengkajian non-normatif adalah pengkajian terhadap aspek
antropologis, sosiologis, dan historis umat Islam itu sendiri.
Dampak langsung dari gairah atau kesadaran penelitian ke-Islaman adalah
penyegaran khazanah intelektualitas dalam Islam dengan pengkajian yang sistematis dan
struktur yang berampak pada pencerahan terhadap iklim sportivitas ilmiah dalam Islam.
Hal ini berdampak langsung kepada gairah umat Islam untuk kembali mengkaji Alquran
dan Hadis Nabi sebagai sumber utama ajaran Islam. Dalam keadaan demikian, Alquran
dan Hadis Nabi tidak hanya dipahami sebagai dogma ilahiyah-mabawiyah, tapi dapat
dijadikan sebagai sumber teori.
Demikian halnya dengan penelitian terhadap Hadis Nabi. Riwayat-riwayat hadis
yang tersebar dalam berbagai kitab hadis memerlukan penelitian yang sangat serius
terhadap sanad dan matan-nya untuk membuktikan bahwa riwayat itu betul-betul berasal
dari nabi. Kajian terhadap riwayat-riwayat tersebut membutuhkan pendekatan dari
berbagai disiplin ilmu, seperti sejarah, sosiologi, dan antropologi.
Ada beberapa faktor yang menjadikan penelitian hadits berkedudukan sangat
penting. Berikut ini dikemukakan beberapa faktor tersebut.
1. Hadits Nabi Sebagai Salah Satu Sumber Ajaran Islam
Cukup banyak ayat Al-Qur’an yang memerintahkan orang-orang yang beriman untuk
patuh dan mengikuti petunjuk-petunjuk Nabi Muhammad, utusan Allah SWT.
Sebagian dari ayat-ayat Al-Qur’an itu adalah sebagai berikut :
a. Al-Qur’an, Surah al-Hasyr/59;57
“...Apa yang diberikan oleh Rasul kepadamu, maka hendaklah kamu
menerimanya: dan apa yang dilarangnya bagimu, maka hendaklah kamu
meninggalkannya (apa yang dilarangnya itu)...”

ii
b. Al-Qur’an, Surah Ali Imran/3;32
Katakanlah : “Taatilah Allah dan Rasul-Nya; apabila engkau berpaling, maka
(ketahuilah bahwa) sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang
kafir”.
c. Al-Qur’an, Surah an-Nisa’/4;80
Barangsiapa yang mematuhi Rasul itu, maka sungguh orang itu telah
mematuhi Allah ...
d. Al-Qur’an, Surah al-Ahzab/33;21
Sungguh telah ada pada diri Rasulullah keteladanan yang baik bagimu, (yakni)
bagi orang yang mengharap (akan rahmat) Allah, (meyakini akan kedatangan)
hari kiamat, dan banyak menyebut (dan ingat akan) Allah.
Dengan petunjuk ayat-ayat di atas maka jelaslah bahwa hadis atau sunnah Nabi
Muhammad merupakan sumber ajaran Islam, di samping al-Qur’an. Orang yang menolak
hadis sebagai salah satu sumber ajaran Islam berarti orang itu menolak petunjuk Al-
Qur’an.
Dengan meyakini bahwa hadis Nabi merupakan bagian dari sumber ajaran Islam,
maka penelitian hadis khususnya hadis ahad sangat penting. Penelitian itu dilakukan
untuk upaya menghindarkan diri dari pemakaian dalil-dalil hadis yang tidak dapat
dipertanggungjawabkan sebagai sesuatu yang berasal dari Rasulullah SAW.Sekiranya
hadis Nabi hanya berstatus sebagai data sejarah belaka, niscaya penelitian hadis tidaklah
begitu penting. Hal itu tampak jelas pada sikap ulama ahli kritik hadis dalam menghadapi
berbagai kitab sejarah (siratun-Nabi). Kritik yang diajukan ulama hadis terhadap apa
yang termuat dalam berbagai kitab-kitab sejarah tidaklah seketat kritik yang mereka
ajukan kepada berbagai hadis yang termuat dalam kitab-kitab hadis, khususnya yang
berkaitan erat dengan pokok-pokok ajaran agama.
2. Tidaklah Seluruh Hadits Tertulis pada Zaman Nabi
Nabi pernah melarang para sahabat untuk menulis hadits Beliau. Selain itu, Nabi juga
pernah menyuruh para sahabat untuk menulis hadits Beliau.
Kebijakan Nabi tersebut telah menimbulkan terjadinya perbedaan pendapat di
kalangan ulama, bakhan di kalangan para sahabat nabi, tentang boleh atau tidaknya
penulisan hadits.
Dengan kenyataan tersebut maka memang sangat logis bila dinyatakan bahwa
tidaklah seluruh hadits nabi telah tertulis pada zaman nabi. Hal itu membawa akibat
bahwa hadis nabi tidak terhindar dari kemungkinan salah dalam periwayatannya. Itu

ii
berarti saksi-saksi sejarah yang terlibat dalam periwayatan harus dilakukan penelitian.
Dengan demikian, kedudukan penelitian yang mampu menerangkan tingkat
kebenaran suatu riwayat menjadi sangat penting.
3. Telah Timbul Berbagai Pemalsuan Hadits
Pada mulanya, faktor yang mendorong seseorang melakukan pemalsuan hadis adalah
kepentingan politik. Pada masa itu telah terjadi pertentangan politik antara Ali bin Abi
Thalib dan Mu’awiyah bin Abi Sufyan. Para pendukung masing-masing tokoh telah
melakukan berbagai upaya untuk memenangkan perjuangan mereka. Salah satu upaya
yang telah dilakukan oleh sbagian dari mereka itu ialah pembuatan hadis-hadis palsu.
Selanjutnya, faktor-faktor kepentingan ekonomi, keinginan menyenangkan hati
pejabat (“menjilat” kepada penjabat), dan lain-lain telah ikut pula dalam
“menyemarakkan” pembuatan hadis-hadis palsu.
Dengan telah terjadinya pemalsuan-pemalsuan hadis tersebut, maka kegiatan
penelitian hadis menjadi sangat penting, tanpa dilakukan penelitian, maka hadis nabi
akan bercampur aduk dengan yang bukan hadis dan ajaran Islam akan dipenuhi oleh
berbagai hal yang menyesatkan umatnya.
4. Proses Penghimpunan Hadits yang Memakan Waktu Lama
Jarak waktu antara masa penghimpunan hadis dan kewafatan Nabi cukup lama. Hal
itu membawa akibat bahwa berbagai hadis yang dihimpun dalam berbagai kitab
menuntut penelitian yang seksama untuk menghindarkan diri dari penggunaan dalil
hadis yang tidak dapat dipertanggungjawabkan validitasnya.
5. Jumlah Kitab Hadits yang Banyak dengan Metode Penyusunan yang Beragam
Jumlah kitab hadis yang telah disusun oleh ulama periwayat hadis cukup banyak.
Jumlah itu sangat sulit dipastikan angkanya sebab mukharrijul-hadis (ulama yang
meriwayatkan hadis dan sekaligus melakukan penghimpunan hadis) tidak terhitung
banyaknya. Apalagi, sebagian dari para penghimpun hadis itu ada yang menghasilkan
karya himpunan hadis lebih dari satu kitab.
Metode penyusunan kitab-kitab himpunan hadis tersebut ternyata tidak seragam. Hal
itu memang logis sebab yang lebih ditekankan dalam kegiatan penulisan itu bukanlah
metode penyusunannya, melainkan penghimpunan hadisnya.
Masing-masing mukharrijul-hadis memiliki metode sendiri-sendiri, baik dalam
penyusunan sistematikanya dan topik yang dikemukakan oleh hadis yang
dihimpunnya, maupun kriteria kualitas hadisnya masing-masing. Karena itu tidaklah

ii
mengherankan bila pada masa sesudah kegiatan penghimpinan itu, ulama menilai dan
membuat kriteria tentang peringkat kualitas kitab-kitab himpunan hadis tersebut.
Dalam kriteria kegiatan yang beragam terhadap hadis-hadis yang dihimpun dalam
kitab-kitab hadis tersebut, maka kualitas hadis-hadisnya menjadi tidak selalu sama.
Untuk mengetahui apakah hadis-hadis yang termuat dalam berbagai kitab himpunan
itu berkualitas sahih ataukah tidak, diperlukan kegiatan penelitian. Dengan
melaksanakan kegiatan penelitian tersebut akan dapat terhindar sedapat mungkin
penggunaan dalil hadis yang tidak memenuhi kriteria sebagai hujjah.
6. Telah Terjadi Periwayatan Hadits Secara Makna
Pada umumnya para sahabat nabi membolehkan periwayatan hadis secara makna.
Walaupun ada juga sahabat yang melarang periwayatan hadis secara makna.
Perbedaan pandangan tentang periwayatan hadis secara makna itu terjadi juga
dikalangan ulama sesudah zaman sahabat. Ulama yang membolehkan periwayatan
secara makna menekankan pentingnya pemenuhan syarat-syarat yang cukup ketat,
misalnya periwayat yang bersangkutan harus mendalam pengetahuannya tentang
bahasa Arab, hadis yang diriwayatkan bukanlah bacaan yang bersifat ta’abbudi.

B. LANDASAN NORMATIF PENELITIAN HADITS


Sebagian dari ayat-ayat Al-Qur’an yang menjadi landasan dalam penelitian hadis
adalah sebagai berikut :
a. Al-Qur’an, Surah al-Hasyr/59;57

... ‫ َفان َتهُوا َع ْن ُه َن َها ُك ْم َو َما َف ُخ ُذوهُ الرَّ سُو ُل آ َتا ُك ُم َو َما‬...
“...Apa yang diberikan oleh Rasul kepadamu, maka hendaklah kamu
menerimanya: dan apa yang dilarangnya bagimu, maka hendaklah kamu
meninggalkannya (apa yang dilarangnya itu)...”
Menurut ulama, ayat tersebut memberi petunjuk secara umum, yakni bahwa
semua perintah dan larangan yang berasal dari Nabi wajib dipatuhi oleh orang-
orang yang beriman. Dengan demikian, kewajiban patuh kepada Rasulullah
merupakan konsekuensi logis dari keimanan seseorang.
b. Al-Qur’an, Surah Ali Imran/3;32

ii
Katakanlah : “Taatilah Allah dan Rasul-Nya; apabila engkau berpaling, maka
(ketahuilah bahwa) sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang
kafir”.
Menurut penjelasan utama, ayat tersebut memberi petunjuk bahwa bentuk
ketaatan kepada Allah adalah dengan mematuhi petunjuk Al-Qur’an, sedang
bentuk ketaatan kepada Rasulullah adalah dengan mengikuti sunnah atau hadis
beliau.
c. Al-Qur’an, Surah an-Nisa’/4;80

......
Barangsiapa yang mematuhi Rasul itu, maka sungguh orang itu telah
mematuhi Allah ...
Ayat tersebut mengandung petunjuk bahwa kepatuhan kepada Rasulullah
merupakan salah satu tolak ukur kepatuhan seseorang kepada Allah.
d. Al-Qur’an, Surah al-Ahzab/33;21

Sungguh telah ada pada diri Rasulullah keteladanan yang baik bagimu, (yakni)
bagi orang yang mengharap (akan rahmat) Allah, (meyakini akan kedatangan)
hari kiamat, dan banyak menyebut (dan ingat akan) Allah.
Ayat tersebut memberi petunjuk bahwa Nabi Muhammad adalah teladan hidup
bagi orang-orang beriman. Bagi mereka yang sempat bertemu langsung dengan
Rasulullah, maka cara meneladani Rasulullah dapat mereka lakukan secara langsung,
sedang bagi mereka yang tidak sezaman dengan Rasulullah, maka cara meneladani
Rasulullah adalah dengan mempelajari, memahami, dan mengikuti berbagai petunjuk
yang termuat dalam sunnah atau hadis Beliau.

C. PERKEMBANGAN HISTORIS PENELITIAN HADITS


Dalam sejarah dan bahkan sampai saat ini, ada sekelompok kecil orang-orang
yang mengaku diri mereka sebagai orang Islam, tetapi mereka menolak hadis atau
sunnah Rasulullah sebagai sumber ajaran Islam. Mereka dikenal sebagai orang-orang

ii
yang berpaham inkarus-sunnah. Cukup banyak alasan yang mereka ajukan untuk
menolak hadis Nabi sebagai sumber ajaran Islam. Alasa-alasan yang mereka ajukan itu
ada yang berupa dalil-dalil naqli, dalil-dalil ‘aqli, argumen-argumen sejarah dan lain-
lain. Semua alasan yang mereka ajukan itu ternyata sangat lemah. Mereka yang
berpaham inkarus-sunnah itu pada umumnya orang-orang yang tidak memiliki
pengetahuan yang kuat tentang bahasa Arab, ‘ulumul-tafsir, ‘ulumul-hadis, khususnya
berkenaan dengan sejarah penghimpunan sejarah Islam, dan bahkan dasar-dasar pokok
dari pengetahuan Islam.
Untuk itu penelitian hadis sampai sekarang ini masih terus dilakukan. Dengan
melaksanakan kegiatan penelitian tersebut akan dapat terhindar sedapat mungkin
penggunaan dalil hadis yang tidak memenuhi kriteria sebagai hujjah.

D. OBYEK, SASARAN DAN KEMUNGKINAN HASIL PENELITIAN HADITS


1. Obyek Penelitian Hadits
Obyek penelitian hadis ada 2 macam, yaitu rangkaian para periwayat yang
menyampaikan riwayat hadis, yang dikenal dengan istilah sanad, dan materi atau
matan hadis itu sendiri.
2. Sasaran Penelitian Hadits
Tujuan pokok penelitian hadis, baik dari segi sanad maupun dari segi matan adalah
untuk mengetahui kualitas hadis yang diteliti. Kualitas hadis sangat perlu diketahui
dalam hubungannya dengan kehujahan hadis yang bersangkutan. Hadis yang
kualitasnya tidak memenuhi syarat tidak dapat digunakan sebagai hujjah. Pemenuhan
syarat itu diperlukan karena hadis merupakan salah satu sumber ajaran Islam.
Penggunaan hadis yang tidak memenuhi syarat akan dapat mengakibatkan ajaran
Islam tidak sesuai dengan apa yang seharusnya.
Hadis yang diteliti adalah hadis yang berstatus ahad. Untuk hadis yang berstatus
mutawatir, ulama menganggap tidak perlu untuk melakukan penelitian lebih lanjut
sebab hadis mutawatir telah menimbulkan keyakinan yang pasti bahwa hadis yang
bersangkutan berasal dari Nabi.
Pernyatan ulama tersebut tidaklah berarti bahwa terhadap hadis yang berstatus
mutawatir tidak dapat dilakukan penelitian lagi. Penelitian terhadap hadis mutawatir
tetap saja dapat dilakukan,, hanya saja yang menjadi tujuan penelitian bukanlah untuk
mengetahui bagaimana kualitas sanad dan matan hadis yang bersangkutan, melainkan

ii
untuk mengetahui atau untuk membuktikan apakah benar hadis tersebut berstatus
mutawatir.
Ulama hadis sesungguhnya telah melakukan penelitian terhadap seluruh hadis yang
ada, baik yang ternuat dalam berbagai kitab hadis maupun yang termuat dalam kitab
non-hadis. Namun penelitian hadis masih diperlukan pada saat sekarang karena
beberapa hal berikut :
 Hasil penelitian yang dikemukakan oleh ulama pada dasarnya tidak terlepas
dari 2 kemungkinan, yakni benar dan salah. Jadi hadis tertentu yang
dinyatakan berkualitas sahih oleh seorang ulama hadis masih terbuka
kemungkinan ditemukannya kesalahan setelah dilakukan penelitian kembali
secara lebih cermat.
 Pada kenyataannya, tidak sedikit hadis yang dinilai sahih oleh ulama hadis
tertentu, tetapi dinilai tidak sahih oleh ulama tertentu lainnya. Padahal, suatu
berita itu tidak terlepas dari 2 hal, yaitu benar dan salah. Dengan begitu,
penelitian kembali masih perlu dilakukan, minimal untuk mengetahui sebab-
sebab terjadinya perbedaan hasil penelitian itu.
 Pengetahuan manusia berkembang dari masa ke masa. Perkembangan
pengetahuan itu sudah selayaknya dimanfaatkan untuk melihat kembali hasil-
hasil penelitian yang telah lama ada.
 Ulama hadis adalah manusia biasa, yang tidak terlepas dari berbuat salah.
Karenanya tidak mustahil bila hasil penelitian yang telah mereka kemukakan,
masih dapat ditemukan letak kesalahannya setelah dilakukan penelitian
kembali.
 Penelitian hadis mencakup penelitian sanad dan matan. Dalam penelitian
sanad, pada dasarnya yang diteliti adalah kualitas pribadi dan kapasitas
intelekttual para periwayat yang terlibat dalam sanad, di samping metode
periwayatan yang digunakan oleh masing-masing periwayat itu. Menilai
seseorang tidaklah semudah menilai benda mati. Dapat saja seseorang yang
dinyatakan baik pribadinya, padahal kenyataan adalah sebaliknya. Kesulitan
menilai pribadi seseorang ialah karena pada diri seseorang terdapat berbagai
dimensi yang dapat mempengaruhi pribadinya. Karena itu tidaklah
mengherankan bila dalam menilai periwayat hadis, tidak jarang ulama
berbeda pendapat. Ini berarti, penelitian memang tidak hanya diperlukan

ii
kepada periwayat saja, tetapi juga kepada ulama yang menilai para periwayat
tersebut.
Dengan beberapa alasan di atas, maka dapatlah dinyatakan bahwa penelitian ulang
terhadap hadis yang telah pernah dinilai oleh ulama tetap saja memiliki manfaat.
Penelitian ulang merupakan salah satu upaya untuk selain mengetahui seberapa
jauh tingkat akurasi penelitian ulama terhadap hadis yang mereka teliti, juga untuk
menghindarkan diri dari penggunaan dalil hadis yang tidak memenuhi syarat
dilihat dari segi kehujahan.
Dengan adanya manfaat untuk mengadakan penelitian ulang tersebut bukan berati
bahwa seluruh hasil penelitian ulama terhadap hadis harus diragukan. Kenyataan
sering menunjukkan bahwa setelah penelitian ulang dilakukan, ternyata banyak
hasil penelitian yang telah dilakukan ulama pada masa lalu memiliki tingkat
keakuratan yang tinggi, bahkan sangat tinggi. Yang menentukan tingkat akurasi
hasil penelitian tidak berkaitan dengan masalah metodologi saja, tetapi juga
masalah kecerdasan dan penguasaan pengetahuan yang dimiliki oleh peneliti.
3. Kemungkinan Hasil Penelitian Hadits
a. Dilihat dari jumlah periwayat hadits
Hadis yang diteliti mungkin memiliki sanad yang banyak dan mungkin tidak.
Yang memiliki sanad yang banyak mungkin melibatkan periwayat yang
banyak. Yang melibatkan periwayat yang banyak mungkin termasuk hadis
mutawatir dan mungkin tidak termasuk hadis mutawatir.
Apabila hadis yang diteliti berstatus mutawatir, maka telah berakhirlah
kegiatan penelitian terhadap hadis yang bersangkutan.
Apabila hadis yang diteliti tidak berstatus mutawatir, jadi berstatus ahad, maka
kegiatan penelitian masih belum berakhir. Kegiatan penelitian terhadap hadis
ahad baru dinyatakan berakhir bila sanad dan matan hadis yang bersangkutan
telah diteliti dan diketahui kualitasnya.
b. Dilihat dari kualitas sanad dan matan hadits
Suatu hadis dinyatakan berstatus ahad bila sejumlah periwayat hadis tersebut,
baik pada sebagian maupun seluruh tingkat sanadnya tidak banyak sehingga
tidak tergolong dalam hadis mutawatir.
Untuk mempermudah pengenalan berbagai macam hadis dilihat dari sanad dan
matannya masing-masing, maka ulama menciptakan berbagai istilah (misal
hadis masyhur,hadis gharib,dll).

ii
Dalam hubungannya dengan kemungkinan hasil penelitian hadis dilihat dari
kedaan sanad dan matannya, serta dengan melihat adanya sanad dan matan
hadis yang bermacam-macam, maka harus dimaklumi bila kualitas hadis yang
diperoleh akan cukup bervariasi. Misalnya, hadis yang diteliti ternyata
sanadnya sahih, tetapi matannya da’if; atau sanadnya da’if, tetapi matannya
sahih; atau sanadnya sahih dan matannya juga sahih; atau sanadnya da’if dan
matannya juga da’if. Variasi tersebut akan bertambah lagi dengan adanya
kualitas hasan.
Dengan diketahuinya kualitas hadis yang bersangkutan, maka selesailah
penelitian hadis dilihat dari keadaan sanad dan matannya itu.

ii
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Obyek penelitian hadis ada 2 macam, yaitu rangkaian para periwayat yang
menyampaikan riwayat hadis, yang dikenal dengan istilah sanad, dan materi atau matan
hadis itu sendiri.
Tujuan pokok penelitian hadis, baik dari segi sanad maupun dari segi matan
adalah untuk mengetahui kualitas hadis yang diteliti.
Kemungkinan hasil penelitian hadist dibagi 2 yaitu :
1. Dilihat dari jumlah periwayat hadits
Hadis yang diteliti mungkin memiliki sanad yang banyak dan mungkin tidak. Yang
memiliki sanad yang banyak mungkin melibatkan periwayat yang banyak. Yang
melibatkan periwayat yang banyak mungkin termasuk hadis mutawatir dan mungkin
tidak termasuk hadis mutawatir.
Apabila hadis yang diteliti tidak berstatus mutawatir, jadi berstatus ahad, maka
kegiatan penelitian masih belum berakhir. Kegiatan penelitian terhadap hadis ahad
baru dinyatakan berakhir bila sanad dan matan hadis yang bersangkutan telah diteliti
dan diketahui kualitasnya.
2. Dilihat dari kualitas sanad dan matan hadits
Suatu hadis dinyatakan berstatus ahad bila sejumlah periwayat hadis tersebut, baik
pada sebagian maupun seluruh tingkat sanadnya tidak banyak sehingga tidak
tergolong dalam hadis mutawatir.
Dengan diketahuinya kualitas hadis yang bersangkutan, maka selesailah penelitian
hadis dilihat dari keadaan sanad dan matannya itu.

ii
DAFTAR PUSTAKA

Ismail, Syuhudi. 1992. “Metodologi Penelitian Hadis Nabi”. Bulan Bintang : Jakarta

ii
METODOLOGI PENELITIAN HADITS

DISUSUN OLEH :
Rustam Ipindi 07.14.0008

JURUSAN :
Tafsir Hadist

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM DARUSSALAM


MARTAPURA
2009

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT karena hanya berkat rahmat,
hidayah dan karunia-Nya penulis berhasil mengerjakan makalah ini tepat pada waktunya.
Pada Kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih setulus-tulusnya atas segala
dukungan dan bantuan dari beberapa pihak selama proses pengerjaan.
1. H.Abdul Kadir Syukur,M.Ag sebagai dosen pengajar Tafsir C.
2. Orang tua yang selalu memberikan doa dan dukungan.
3. Teman-teman yang terus membantu dan tidak bisa disebutkan satu persatu.
Tiada gading yang tak retak, penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari
sempurna. Oleh sebab itu, saran dan kritik yang membangun sangat diharapkan untuk
perbaikan di masa mendatang.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat dan berguna bagi banyak pihak.

Martapura, Desember 2009

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................... i


DAFTAR ISI .................................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................ 1
BAB II MENYOGOK ATASAN
A. KONSEP PENELITIAN HADITS .................................................................... 2
B. LANDASAN NORMATIF PENELITIAN HADITS ........................................ 5
C. PERKEMBANGAN HISTORIS PENELITIAN HADITS ............................... 6
D. OBYEK, SASARAN DAN KEMUNGKINAN
HASIL PENELITIAN HADITS ........................................................................ 7
BAB III PENUTUP
A. KESIMPULAN .................................................................................................. 11
DAFTAR PUSTAKA

ii

You might also like