Professional Documents
Culture Documents
Oleh,
H. MAS'OED ABIDIN©
MUKADDIMAH
Sudah lama kita mendengar ungkapan, “jadilah kamu berilmu yang mengajarkan
ilmunya ('aaliman), atau belajar (muta’alliman), atau menjadi pendengar (mustami’an), dan
jangan menjadi kelompok keempat (rabi'an), yakni tidak memiliki aktifitias keilmuan sama
sekali, yaitu tidak mengajar, tidak belajar, serta enggan untuk mendengar”. Maka peran
guru atau pendidik adalah sesuatu pengabdian mulia yang terpancar dari keikhlasan
membentuk sumber daya manusia menjadi pintar, berilmu dan mampu mengamalkan
ilmunya, akhirnya menjelmalah kebaikan untuk diri, kerluarga, dan kemaslahatan umat
kelilingnya. Tugas berat ini hanya mungkin dilaksanakan melalui proses pembelajaran
dan pengulangan contoh baik (uswah) terus menerus. Maka, tidak dapat tidak pekerjaan
ini memerlukan ketaletenan dan semangat yang ditopang oleh kearifan dan dibangun
oleh kedalaman pengertian serta pengalaman didalam membaca situasi dan upaya
membentuk kondisi yang mendukung disekitarnya. Pemahaman ini sangat perlu
ditanamkan tatkala kita mulai melangkah ke alaf baru.
Abad keduapuluhsatu (alaf baru) ditandai mobilitas serba cepat dan modern,
persaingan keras dan kompetitif, komunikasi serba efektif dan tanpa batas serta
membawa banyak limbah budaya kebaratan dengan tantangan yang tidak mudah
dicegah. Memang menjadi pertanyaan semua orang, apakah kita sudah siap menghadapi
perubahan cepat dan penuh tantangan ini tanpa kesiapan Sumber Daya Manusia (SDM)
yang berkualitas?” Maka semua elemen masyarakat sangat berkewajiban memper-
siapkan generasi baru yang siap bersaing dalam era global tersebut. Globalisasi memang
banyak tantangan (sosial, budaya, ekonomi, politik) menyangkut semua aspek
kehidupan manusia, dan juga menjanjikan kemajuan seperti pertumbuhan ekonomi yang
menjadi alat menciptakan kemakmuran. Globalisasi membawa perubahan prilaku
generasi muda remaja apabila tidak memiliki kekuatan ilmu, akidah dan budaya luhur.
©
Disampaikan dalam Musyawarah Perencanaan Pembangunan Kabupaten Agam
tahun 2008, oleh Wk. Ketua Dewan Penasehat MUI Sumbar/Ketua Umum FKDM
Prov.Sumbar, pada hari Kamis, tanggal 27 Maret 2008, bertempat di Aula DPRD
Kabupaten Agam, di Lubuk Basung.
1
Ancamannya adalah mereka akan menjadi generasi buih yang terhempas menjadi
dzurriyatan dhi’afan dan berpeluang menjadi “X-G” atau the loses generation dan tidak
berani ikut serta didalam berlomba melawan terjangan globalisasi itu.
Penyimpangan prilaku sejak lama telah menjadi ukuran moral dan akhlak.
Hilangnya kendali para remaja, berakibat ketahanan bangsa akan lenyap dengan
lemahnya remaja. Keadaan ini seringkali terjadi disebabkan rusaknya sistim, pola dan
politik pendidikan, diperparah oleh hilangnya tokoh panutan, berkembangnya kejahatan
orang tua, luputnya tanggung jawab lingkungan masyarakat, impotensi dikalangan
pemangku adat, hilangnya wibawa ulama, bergesernya fungsi lembaga pendidikan
menjadi bisnis, profesi guru (murabbi) dilecehkan akibat interaksi dan ekspansi kebudayaan
asing yang bergerak secara meluas. Pengaruh (penertrasi) budaya asing berkembang
pesat, umumnya karena lahirnya perilaku pengagungan materia secara berlebihan
(materialistik), lahirnya kecenderungan untuk melakukan pemisahan kehidupan
duniawi dari supremasi agama (sekularistik), dan diperparah oleh pemujaan kesenangan
indera mengejar kenikmatan badani (hedonistik). Ketiga perangai ini sebenarnya adalah
penyimpangan prilaku yang sangat jauh dari budaya luhur, yang pada akhirnya dapat
melahirkan kriminalitas, sadisme, dan krisis secara meluas.
2
Pergeseran budaya dengan mengabaikan nilai-nilai agama telah melahirkan
tatanan hidup sosial yang kronis, dengan berkembangnya penyakit gemar berkorupsi,
dibarengi oleh lemahnya aqidah masyarakat bertauhid yang mencerminkan perilaku
yang tidak Islami serta merta melalaikan ibadah.
Ketahanan umat, bangsa dan daerah terletak pada kekuatan ruhaniyah dengan
iman taqwa dan siasah kebudayaan. Intinya adalah tauhid. Implementasinya akhlak.
Umat kini akan menjadi baik dan berjaya, apabila sebab-sebab kejayaan umat terdahulu
dikembalikan serta bertindak atas dasar mengajak orang lain untuk menganut dengan
"memulai dari diri sendiri, mencontohkannya kepada masyarakat lain", (Al Hadist). Inilah cara
yang tepat. Allah mengingatkan, apabila penduduk negeri beriman dan bertaqwa
dibukakan untuk mereka keberkatan langit dan bumi (QS.7,al-A’raf:96). Konsekwensinya
adalah mengajak Umat mempelajari dan mengamalkan Ajaran Islam. Ajakan dimaksud
tidak lain adalah seruan kepada Islam. Yaitu agama yang diberikan Khaliq untuk
manusia, yang sangat sesuai dengan fithrah manusia itu. Islam adalah agama Risalah,
yang ditugaskan kepada Rasul, dan penyebaran serta penyiarannya dilanjutkan oleh
da'wah, untuk keselamatan dan kesejahteraan hidup manusia.
3
seruan ini merata ditujukan kepada setiap muslim yang pada hakikatnya adalah umat
da'wah pelanjut Risalah Rasulullah yakni Risalah Islam. Umat yang menjadi harapan
masyarakat dunia, mesti meniru watak yang ditunjukkan oleh pendakwah pertama,
Rasulullah SAW . Meneladani pribadi Muhammad SAW bermakna mendalami upaya
membentuk effectif leader di Medan Da'wah dalam menuju kepada inti dan isi Agama
Islam (QS. Al Ahzab, 33 : 21). Keberhasilan gerak dakwah dengan pengorganisasian
(nidzam) yang rapi. Perangkat dalam organisasi selain dari orang-orang, adalah juga
peralatan, dan satu dari peralatan terpenting adalah penguasaan kondisi umat,
pengenalan tingkat sosial dan budaya mereka, yang dapat dibaca dalam peta dakwah
yang bagaimanapun kecilnya, memuat data-data tentang keadaan umat yang akan diajak
tersebut.
Generasi baru yang mampu mencipta akan menjadi syarat utama keunggulan.
Keutuhan budaya bertumpu kepada individu dan masyarakat yang mampu
mempersatukan seluruh potensi yang ada. Generasi muda harus menjadi aktor utama
dalam pentas era globlisasi yang dibina dengan budaya yang kuat berintikan "nilai-nilai
dinamik" yang relevan dengan realiti kemajuan di era globalisasi. Generasi masa depan
(era globalisasi) yang diminta lahir dengan budaya luhur (tamaddun) berlandaskan
tauhidi, kreatif dan dinamik, memiliki utilitarian ilmu berasaskan epistemologi Islam
4
yang jelas, tasawwur (world view) yang integratik dan umatik sifatnya (bermanfaat untuk
semua, terbuka dan transparan), dan hanya dapat dikembangkan melalui pendidikan
akhlak, budi pekerti. Maka akhlak karimah (budi pekerti sempurna) adalah tujuan
sesungguhnya dari proses pendidikan, dan menjadi wadah diri dalam menerima ilmu-
ilmu lainnya, karena pada akhirnya ilmu yang benar membimbing umat kearah amal
karya, kreasi, inovasi, motivasi yang shaleh (baik). Dengan demikian dapatlah diyakini
bahwa Akhlak adalah jiwa pendidikan, inti ajaran agama, buah dari keimanan.
5
Kita berkewajiban membentuk SDM menjadi sumber daya umat (SDU) yang
bercirikan kebersamaan dengan nilai asas "gotong royong", berat sepikul ringan sejinjing,
atau prinsip ta'awunitas. Untuk itu, beberapa model perlu dikembangkan dikalangan
para pendidik, antara lain pemurnian wawasan fikir disertai kekuatan zikir, penajaman
visi, perubahan melalui ishlah atau perbaikan, mengembangkan keteladanan/uswah
hasanah, sabar, benar, dan memupuk rasa kasih sayang melalui pengamalan warisan
spiritual religi serta menguatkan solidaritas beralaskan pijakan iman dan adat istiadat
luhur, “nan kuriak kundi nan sirah sago, nan baik budi nan indah baso”, dan akhirnya intensif
menjauhi kehidupan materialistis, “dahulu rabab nan batangkai kini langgundi nan babungo,
dahulu adat nan bapakai kini pitih nan paguno”.
Generasi penerus harus taat hukum. Upaya ini dapat dilakukan dengan cara
memulai dari lembaga keluarga dan rumah tangga, memperkokoh peran orang tua, ibu
bapak, fungsionalisasi peranan ninik mamak dan unsur masyarakat secara efektif,
memperkaya warisan budaya, setia, cinta dan rasa tanggung jawab patah tumbuh hilang
berganti, menanamkan aqidah shahih (tauhid), dan istiqamah pada agama yang dianut,
menularkan ilmu pengetahuan yang segar dengan tradisi luhur (Apabila sains dipisah dari
aqidah syariah dan akhlak akan melahirkan saintis tak bermoral agama, konsekwensinya
ilmu banyak dengan sedikit kepedulian ). Disamping itu perlu pula menanamkan
kesadaran, tanggung jawab terhadap hak dan kewajiban asasi individu secara amanah,
penyayang dan adil dalam memelihara hubungan harmonis dengan alam, melazimkan
musyawarah dengan disiplin dan teguh politik, kukuh ekonomi serta bijak memilih
6
prioritas pada yang hak sebagai nilai puncak budaya Islam yang benar. Sesuatu akan
selalu indah selama benar. Kita juga sewajarnya menyadari bahwa budaya adalah
wahana kebangkitan bangsa. Maju mundurnya suatu bangsa ditentukan oleh kekuatan
budayanya. Demikianlah semoga Allah senantiasa Meridhai.