You are on page 1of 12

ALIRAN ALIRAN DALAM

KARYA SASTRA
Oleh
Agustinus Suyoto, S.Pd
Guru Bahasa dan Sastra Indonesia
SMA Stella Duce 2 Yogyakarta
Realisme
• Aliran realisme ialah aliran yang ingin
mengemukakan kenyataan, barang yang lahir
(lawan batin). Sifatnya harus obyektif karena
pengaranag melukiskan dunia kenyataan.
Segala-galanya digambarkan seperti apa yang
tampak, tak kurang tak lebih. Rasa simpati dan
antipati pengarang terhadap obek yang
dilukiskannya, tak boleh disertakannya. Dengan
perkataan lain, pengarang dalam ceritanya itu
tidak ikut bermain, dia hanya penonton yang
obyektif.
Ekspresionisme
• Kalau aliran realisme melukiskan apa yang tampak, yang nyata,
maka seniman ekspresionisme merasakan apa yang bergejolak
dalam jiwanya. Pengarang ekspresionisme menyatakan perasaan
cintanya, bencinya, rasa kemanusiaannya, rasa ketuhanannya yang
tersimpan di dalam dadanya. Baginya, alam hanyalah alat untuk
menyatakan pengertian yang lebih tentang manusia yang hidup.
• Kalau seniman impresionistis menyatakan kesannya sesudah dia
melihat sesuatu, maka seniman ekspresionistis mengeluarkan rasa
yang menyesak padat di dalam kalbunya dengan tak memerlukan
rangsangan dari luar. Sifat lukisannya subyektif. Pernyataan jiwa
sendiri ini terutama dinyatakan dengan bentuk puisi karena puisi
adalah alat utama pujangga sastra untuk melukiskan perasaannya.
Sajak-sajak Chairil Anwar kebanyakan ekspresionistik sifatnya.
• Ke dalam aliran ekspresionisme termasuk juga aliran-aliran:
romantic, idealisme, mistisisme, surealisme, simbolik, dan
psikologisme.
Naturalisme
• Aliran naturalisme ingin melukiskan keadaan
yang sebenarnya, sering cenderung kepada
lukisan yang buruk, karena ingin memberikan
gambaran nyata tentang kebenaran. Untuk
melukiskan kejelekan masyarakat, pengarang
naturalis tidak segan-segan melukiskan
kemesuman. Emelia Zola seorang pengarang
naturalis Perancis yang paling besar di
zamannya. Sering lukisannya dianggap
melampaui batas kesopanan sehingga seolah-
olah tidak ada lagi batas-batas ukuran susila
dan ketuhanan padanya.
Determinisme
• Determinisme ialah cabang aliran naturalisme, bias
diartikan ‘paksaan nasib’. Tetapi bukan nasib yang
ditentukan oleh keadaan masyarakat sekitar seperti
kemiskinan, penyakit, penyakit keturunan, kesukaran
karena akibat peperangan, dan sebagainya. Yang
menjadi soal dalam karangan-karangan aliran ini ialah
penderitaan seseorang: jahatkah, melaratkah, menderita
karena penyakit keturunan, bukan karena Tuhan sudah
menakdirkan dia harus hidup demikian, melainkan
sebagai akibat masyarakat yang bobrok. Masyarakat
yang bobroklah yang melahirkan manusia-manusia
seperti itu. Cara pengarang melukiskan juga naturalistic.
Impresionisme
• Pengarang impresionistis melahirkan kembali
kesan atas sesuatu yang dilihatnya. Kesan itu
biasanya kesan sepintas lalu.Pengarang takkan
melukiskannya sampai mendetail, sampai
kepada yang sekecil-kecilnya seperti dalam
aliran realisme atau naturalisme sipaya
ketegasan, spontanitas penglihatan, dan
perasaan mula pertama tetap tak hilang. Lukisan
seperti itulah lukisan beraliran impresionisme.
Romantisme
• Aliran romantic mengutamakan rasa, sebagai lawan aliran realisme.
Pengarang romantis mengawan kea lam khayal, lukisannya indah
membawa pembaca kea lam mimpi. Yang dilukiskannya mungkin
saja terjadi, tetapi semua dilukiskan dengan mengutamakan
keharuan rasa para pembaca. Bila seseorang berada dalam
keadaan gembira, maka suasana sekitarnya harus pula
memperlihatkan suasana yang serba gembira, hidup, berseri-seri.
Demikian juga sebaliknya. Kata-katanya pilihan dengan
perbandingan-perbandingan yang muluk-muluk.
• Aliran romantic terbagi pula atas aktif romantic dan pasif romantic.
Dinamakan aktif romantic apabila lukisannya menimbulkan
semangat untuk berjuang, mendorong keinginan untk maju.
Dinamakan pasif romantic, apabila lukisannya berkhayal-khayal,
bersedih-sedih, melemahkan semangat perjuangan.
Idealisme
• Idealisme ialah aliran romantic yang
didasarkan pada ide pengarang semata-
mata. Pengarang memandang ke masa
yang dapat memberikan bahagia
kepadanya atau kepada nusa dan
bangsanya. Seolah-olah pengarang
seorang juru ramal yang merasa bahwa
ramalannya (fantasinya) pasti atau
sekurang-kurangnya mungkin terjadi.
Mistisisme
• Dalam aliran ini terasa ciptaan yang
bernapaskan rasa ketuhanan. Pengarang
selalu mencari dan mendekatkan dirinya
kepada Zat Yang Mahatinggi. Aliran ini
melahirkan ciptaan yang didasarkan pada
ketuhanan, pada filsafat, dan alam gaib.
Contohnya dapat dilihat pada karangan-
karangan Hamzah Fansuri (pujangga
lama), Amir Hamzah (Pujangga baru),
Taslim Ali (Angkatan 45).
Surealisme
• Dalam aliran ini lukisan realitasnya bercampur angan-
angan, mala angan-angan amat mempengaruhi bentuk
lukisan. Di dalamnya ada pernyataan jiwa, pemasakan
dalam jiwa. Kalau dalam film semua hal (gerak-gerik,
suara, musik, pemandangan) dapat dinyatakan serentak,
maka di dalam tulisan, hal-hal seperti itu harus
dinyatakan satu demi satu. Itu sebabnya, lukisan tampak
melompat-lompat dari yang satu kepada yang lain, justru
untuk menyatakan keseluruhan itu sekaligus.
• Payah pembaca mengikuti karangan yang bercorak surealisme.
Pembaca harus menyatukan dalam pikirannya segala lukisan yang
seakan-akan bertaburan itu. Jalan atau aturan tata bahasa seolah-
olah diabaikan oleh pengarang karena pikiranna meloncat-loncat
dengan cepat. Logika seakan-akan hilang, alam benda dan alam
pikiran bercampur aduk menjadi satu. Kebanyakan sajak-sajak Sitor
Situmorang beraliran surealisme.
Simbolisme
• Lukisan secara simbolik ialah lukisan yang menganbil sesuatu sebagai
pelambang, sering kelihatan seperti sindiran. Pada masa jepang berkuasa
di tanah air kita, sensor atas karangan-karangan amat keras. Untuk
mencoba melepaskan diri dari jaringan sensor itu, dibuatlah karangan yang
simbolis. Jika tidak, maka karangan ditambah lagi dengan kalimat-kalimat
yang tak berarti sekedar untuk mengelabuhi mata sensor Jepang.
• Dalam karangan yang simbolis biasanya binatang atau tumbuhan dilukiskan
sebagai manusia dengan sifat-sifatnya. Misalnya Hikayat Kalilah dan
dimnah, Hikayat Panca Tantra, Syair si Burung Pungguk.
• Dalam kesusastraan Indonesia, kita lihat misalnya karangan Maria Amin
Tinjaulah Dunia Sana. Tokohnya ikan-ikannya dalam akuarium. Gerak-gerik
dan sifat-sifat ikan itu dilukiskannya sebagai lukisan manusia yang beraneka
ragam sifatnya. Aliran simbolik sejalan dengan surealisme, yakni bahwa ala
mini hanyalah sebagai batu loncatan untuk menyatakan pengertian yang
lebih tentang manusia yang hidup.
Psikologisme
• Aliran ini mengutamakan penguraian psiko (jiwa). Itu sebabnya
pengarang harus mempunyai pengetahuan tentang dasar-dasar
jiwa manusia berdasarkan teori-teori para ahli ilmu jiwa umpamanya
Freud dan Kunkel, mengetahui teeori serta mendalami jiwa manusia
seperti tokoh cerita yang akan ditampilkannya. Harus tahu
bagaimana jiwa orang Islam, Kristen, Budha, Hindu, sehubungan
dengan agama anutan masing-masing. Harus tahu bagaimana jiwa
manusia yang berpaham Marxisme, anarchisme, dan sebagainya.
Dengan tak memiliki pengetahuan tersebut, sukarlah bagi
pengarang melukiskan jiwa tokoh-tokoh ceritanya setepat mungkin.
Contoh kaangan yang beraliran psikologisme dalam kesusastraan
kita adalah Atheis karya Achdiat Kartamihardja dan Jalan tak Ada
ujung karya Mochtar Lubis.

You might also like