You are on page 1of 24

SISTEM NEUROPSIKIATRI

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN

PELATIHAN KETERAMPILAN KLINIK

PEMERIKSAAN KLINIS NEUROLOGI


PANDUAN PESERTA

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2009

1
PENDAHULUAN

Keterampilan medik adalah keterampilan motorik yang harus dikuasai oleh


seorang tenaga medik agar dapat melaksanakan tugasnya dengan sebaik-baiknya.
Melalui adanya suatu fasilitas berupa skill lab mahasiswa dapat berlatih
keterampilan – keterampilan medik yang mereka perlukan dalam situasi latihan di
laboratorium, bukan suasana dalam kontrak antara dokter-pasien di rumah sakit.
Latihan keterampilan (skill Lab ini) mengajar mahasiswa agar dapat berlatih secara
trial and error, dapat mengulang-ulang kegiatan atau tindakan yang sama (dengan
kadang-kadang melakukan kekeliruan) sampai betul-betul terampil. Keadaan seperti
ini hampir tidak mungkin dilkaukan pada penderita yang sedang dirawat di rumah
sakit.
Apabila keterampilan motorik sudah dikuasai, dilanjutkan dengan latihan
yang mengandung unsur keterampilan motorik dan unsur emosi. Latihan ini
diteruskan sampai menjadi suatu rangkaian keterampilan medik yang kompleks.
Karena mahasiswa telah menguasai keterampilan dalam melakukan
penatalaksanaan, rasa percaya diri menjadi lebih besar, dan mahasiswa dapat bersikap
lebih baik terhadap pasien, serta mengurangi kendal-kendala emosional antara
mahasiswa dengan pasien pada waktu mereka harus kontak dengan pasien/ (koass).

2
TATA TERTIB KEGIATAN CSL (CLINICAL SKILL LABORATORY)

Sebelum Pelatihan
Membaca penuntun belajar (manual) keterampilan Klinik Sistem
Neuropsikiatri dan bahan bacaan rujukan tentang keterampilan yang
akan dilakukan.

Selama Pelatihan
1. Datang 15 menit sebelum CSL dimulai
2. Wajib mengikuti seluruh kegiatan CSL sesuai dengan jadwal rotasi
yang telah ditentukan.
3. Mengenakan jas laboratorium yang bersih dan dikancing rapi pada
setiap kegiatan CSL.
4. Memakai atribut / nama yang ditempelkan pada jas laboratorium
5. Berpartisipasi aktif pada semua kegiatan latihan
6. Bagi kegiatan yang menggunakan model memperlakukan model
tersebut seperti manusia atau bagian tubuh manusia.
7. Tidak diperkenankan menghilangkan, mengambil atau meminjam
tanpa ijin setiap alat / bahan yang ada pada ruang CSL.
8. Setiap selesai kegiatan CSL mahasiswa harus merapikan kembali alat
dan bahan yang telah digunakan.

Pada saat ujian CSL


9. Ujian dapat diikuti apabila kehadiran pada kegiatan CSL minimal
80%.
10. Membawa kartu kontrol yang telah ditandatangani oleh koordinator
instruktur CSL.
11. Bagi yang tidak ikut ujian karena sakit diwajibkan membawa
keterangan bukti diagnosis dari dokter paling lambat 3 hari setelah
tanggal sakit.

SANKSI PELANGGARAN TATA TERTIB CSL

1. Bagi mahasiswa yang tidak mengikuti kegiatan CSL pada materi


tertentu, maka mahasiswa tersebut tidak diperkenankan mengikuti
kegiatan csl pada jadwal berikutnya untuk materi tertentu tersebut.
2. Bagi mahasiswa yang mengikuti kegiatan CSL tidak sesuai dengan
jadwal rotasinya dianggap tidak hadir.
3. Bagi mahasiswa yang presentase kehadiran CSLnya <80% dari
seluruh jumlah tatap muka CSL, maka mahasiswa tidak dapat
mengikuti ujian CSL.

3
PEMERIKSAAN KLINIS NEUROLOGI

TUJUAN PEMBELAJARAN

I. TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM (TIU):


Mahasiswa mampu melakukan:
1. Pemeriksaan derajat kesadaran
2. Pemeriksaan fungsi kortikal luhur
3. Pemeriksaan tanda rangsang menings
4. Pemeriksaan test koordinasi
5. Pemeriksaan fungsi motorik : bentuk otot, kekuatan otot, dan tonus otot
6. Pemeriksaan Sensorik : exteroceptif dan proprioceptif
7. Pemeriksaan saraf kranial :
8. Pemeriksaan refleks fisiologis: refleks bisep, trisep, brachioradialis, patella, dan
achilles.
9. Pemeriksaan refleks patologis : Babinski, Hoffmann – Tromner, Oppenheim
dan variasi lain

II. TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS (TIK)

Setelah melakukan latihan keterampilan ini, mahasiswa mampu :

1. Mempersiapkan klien untuk pemeriksaan derajat kesadaran


2. Melakukan pemeriksaan derajat kesadaran dengan Glasgow Coma Scale
3. Melakukan pemeriksaan fungsi kortikal luhur (kaku kuduk Kernig’s sign)
4. Mempersiapkan klien untuk pemeriksaan tanda rangsang menings
5. Melakukan pemeriksaan tanda rangsang menings
6. Mempersiapkan klien untuk pemeriksaan test koordinasi (hidung jari hidung)
7. Melakukan pemeriksaan fungsi koordinasi
8. Mempersiapkan klien untuk pemeriksaan motorik;
9. Melakukan pemeriksaan motorik secara benar;
10. Mempersiapkan alat dan klien untuk pemeriksaan refleks biseps, refleks triseps;
brakhioradialis, refleks patella dan refleks achilles;
11. Melakukan pemeriksaan refleks biseps, triseps, brakhioradialis, patella,
dan Achilles.
12. Mempersiapkan klien untuk pemeriksaan refleks patologis fungsi kesadaran
13. Melakukan pemeriksaan refleks Babinski, Hoffmann-tromner, dan Oppenheim
14. Melakukan variasi lain dari pemeriksaan refleks patologis

4
INDIKASI :

PERSIAPAN ALAT:

- Kuas halus Kapas


- Bulu Tissue
- Tabung berisi air dingin Tabung berisi air panas
- Jarum tumpul Peniti
- Garpu Tala Frekwensi 128 Hz Garpu Tala Frekwensi 256 HZ
- Hammer

DESKRIPSI KEGIATAN

Kegiatan Waktu Deskripsi


1. Pengantar 2 menit Pengantar
2. Bermain Peran 30 1. Mengatur posisi duduk mahasiswa
Tanya & Jawab menit 2. Dua orang dosen memberikan contoh bagaimana
cara melakukan pemeriksaan neurologis.
Mahasiswa mengamati peragaan dengan
menggunakan Penuntun Belajar.
3. Memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk
bertanya dan dosen memberikan penjelasan tentang
aspek-aspek yang penting
# 3. Praktek bermain 100 1. Mahasiswa dibagi menjadi pasangan-pasangan.
peran menit Diperlukan minimal seorang Instruktur untuk
dengan Umpan mengamati setiap langkah yang dilakukan oleh
Balik paling banyak 4 pasangan.
2. Setiap pasangan berpraktek melaku-kan langkah-
langkah pemeriksaan neurologis secara serentak
3. Instruktur berkeliling diantara ma-hasiswa dan
melakukan supervisi menggunakan check list.
4. Instruktur memberikan pertanyaan dan umpan
balik kepada setiap pasangan
# 4. Curah Pendapat/ 15 1. Curah Pendapat/Diskusi : Apa yang dirasakan
Diskusi menit mudah? Apa yang sulit? Menanyakan bagaimana
perasaan mahasiswa yang pada saat melakukan
pemeriksaan Apa yang dapat dilakukan oleh dokter
agar klien merasa lebih nyaman?
2. Instruktur membuat kesimpulan dengan menjawab
pertanyaan terakhir dan memperjelas hal-hal yang
masih belum dimengerti
Total waktu 150
menit

5
PENUNTUN PEMBELAJARAN

KETERAMPILAN PEMERIKSAAN KLINIS NEUROLOGIK


Beri nilai untuk setiap langkah klinik dengan menggunakan kriteria sebagai berikut :
1. Perlu perbaikan: langkah-langkah yang tidak dilakukan dengan benar dan
atau tidak sesuai urutannya, atau ada langkah yang tidak dilakukan.
2. Mampu: Langkah-langkah dilakukan dengan benar dan sesuai urutannya,
tetapi tidak efisien.
3. Mahir: Langkah-langkah dilakukan dengan benar, sesuai dengan urutan dan
efisien.

TS Tidak Sesuai: Langkah tidak perlu dilakukan karena tidak sesuai dengan
keadaan.

NO. LANGKAH / KEGIATAN KASUS


A. MENYIAPKAN KLIEN 1 2 3
1. Sapalah klien atau keluarganya dengan ramah dan perkenalkan diri
anda, serta tanyakan keadaannya.
2. Berikanlah informasi umum pada klien atau keluarganya tentang
pemeriksaan neurologis yang akan dilakukan, tujuan dan manfaat
untuk keadaan klien.
3. Berikanlah jaminan pada klien atau keluarganya tentang keamanan
dari tindakan yang anda lakukan
4. Berikanlah jaminan pada klien atau keluarganya tentang
kerahasiaan yang diperlukan klien
5. Jelaskanlah pada klien tentang hak-hak klien atau keluarganya,
misalnya tentang hak untuk menolak tindakan pemeriksaaan
neurologist yang akan dilakukan, tanpa mengurangi haknya akan
pelayanan kesehatan.
7. Persilahkan klien untuk naik dan berbaring di tempat tidur
B. CUCI TANGAN BIASA (RUTIN) 1 2 3
8. Lepaskanlah cincin, arloji, gelang dan lain-lain perhiasan di
pergelangan tangan dan jari. Simpan ditempat yang aman.
9. Gulunglah lengan baju sampai sebatas siku.
10. Basahilah tangan dengan air mengalir, lalu kecilkan aliran air.
11. Tuangkanlah kira-kira 3 ml sabun cair, dan ratakanlah diseluruh
tangan.
12. Gosokkanlah kedua telapak tangan
13. Gosokkanlah telapak tangan kanan pada punggung tangan kiri
dan sebaliknya silih berganti
14. Gosoklah jari-jari, dengan memasukkan jari-jari tangan kanan
disela-sela jari-jari tangan kiri sambil menggosok. Lakukanlah

6
sebaliknya secara silih berganti.
15. Gosoklah kedua ibu jari dan area sekitarnya.
16. Bersihkanlah dan gosokkanlah ujung jari dan kuku jari kedua
tangan dengan menggosokkan pada telapak tangan yang
sebelahnya. Lakukanlah pada tangan yang lain.
17. Gosoklah kedua pergelangan tangan silih ber-ganti.
18. Bilaslah kedua tangan dengan air mengalir.
19. Tutuplah keran tanpa menyentuh dengan tangan yang sudah
dicuci, yaitu dengan menggunakan siku, kertas tissue atau lap
bersih.
20. Keringkanlah tangan dengan lap bersih atau tissue

FUNGSI KESADARAN

PENGERTIAN
Kesadaran dapat didefinisikan sebagai keadaan yang mencerminkan
pengintegrasian impuls eferen dan aferen, keseluruhan dari impuls aferen disebut
input susunan saraf pusat dan keseluruhan dari impuls eferen dapat disebut output
susunan saraf pusat. Pemeriksaan tingkat kesadaran yang sekarang dipakai adalah
skala dari GLASGOW (Glasgow Coma Scale) yang lebih praktis untuk dokter umum
maupun para medis karena patokan/kriteria yang lebih jelas dan sistematis. Skala dari
Glasgow ini disamping menentukan tingkat kesadaran, juga berguna untuk
menentukan prognosis perawatan suatu penyakit

TUJUAN PEMBELAJARAN

• Memberi pengetahuan dan keterampilan mengenai fungsi kesadaran


• Melakukan pemeriksaan fungsi kesadaran untuk menilai derajat kesadaran
dan mengetahui letak lesi pada susunan saraf pusat serta membantu
menetukan prognosis klien
• Membantu klien untuk memberikan penanganan awal serta persiapan rujukan.

MEDIA DAN ALAT BANTU

Penuntun Belajar.

METODE PEMBELAJARAN
Demonstrasi kompetensi sesuai dengan Penuntun Belajar.

7
NO LANGKAH KLINIK PEMERIKSAAN KESADARAN KASUS
DENGAN GLASGOW COMA SCALE
SCORE 1 2 3
Klien diminta berbaring, kemudian pemeriksa melakukan evaluasi
dengan menilai
A. EYE RESPONSE
1. Spontan 4
2. Terhadap suara : Meminta klien membuka mata 3
3. Terhadap rangsang nyeri : tekan pada saraf supraorbital 2
atau kuku jari
4. Tidak ada reaksi : dengan rangsang nyeri klien 1
tidak membuka mata
B. VERBAL RESPONSE 1 2 3
1 Berorientasi baik 5
Menanyakan diamana ia berada, tahu waktu, hari, bulan
2. Bingung (confused). Menanyakan dimana ia berada, 4
kapan opname di Rumah sakit (dapat mengucapkan
kalimat, namun ada disorientasi waktu dan tempat )
3. Tidak tepat 3
Dapat mengucapkan kata-kata, namun
Tidak berupa kalimat dan tidak tepat
4 Mengerang (mengeluarkan suara yang tidak punya arti) 2
tidak mengucapkan kata, hanya suara mengerang
5. Tidak ada jawaban (suara tidak ada) 1
C. MOTORIK RESPONSE
1. Menurut perintah . 6
Menyuruh klien mengangkat tangan misalnya
2. Mengetahui lokasi nyeri. 5
Berikan rangsang nyeri dengan menekan jari pada supra
Orbita.Bila klien mengangkat tangan sampai melewati dagu untuk
menepis rangsang nyeri tersebut berarti dapat
mengetahui lokasi nyeri
3. Reaksi menghindar .Menolak rangsangan nyeri pada 4
anggota gerak
4. Reaksi fleksi (dekortikasi) 3
Berikan rangsang nyeri misal menekan dengan objek
seperti ballpoint pada jari kuku . Bila terdapat reaksi
fleksi berarti ingin menjauhi rangsang nyeri
5 Extensi spontan (decerebrasi) 2
Memberikan rangsang nyeri yang cukup adekuat
Terjadi ekstensi pada siku

6 Tidak ada gerakan/reaksi 1


Rangsang yang diberikan harus cukup adekuat

8
FUNGSI KORTIKAL LUHUR

PENGERTIAN
Pemeriksaan status mental merupakan evaluasi fungsi kognitif dan emosi yang
harus dilakukan secara runtut dan sitematis. Mulai dengan fungsi dasar tingkat
kesadaran, kemudian fungsi kognitif dasar seperti berbahasa dan pemeriksaan yang
lebih kompleks seperti berhitung, pertimbangan dsb.

TUJUAN PEMBELAJARAN


Memberi pengetahuan dan keterampilan mengenai fungsi kortikal luhur

Menekankan pentingnya pemeriksaan fungsi kortikal luhur dilakukan
terutama karena dapat mempertajam pendeteksian kelainan di otak
• Mampu menerapkan pemeriksaan ini dalam praktek klinis untuk mengevaluasi
status mental dan kognitif klien dan merujuk bila diperlukan penanganan lanjut
.
MEDIA DAN ALAT BANTU

Penuntun Belajar.
Manikin organ otak
MMSE
Pensil/pulpen, kertas

METODE PEMBELAJARAN
Demonstrasi kompetensi sesuai dengan Penuntun Belajar.

No LANGKAH KLINIK PEMERIKSAAN KASUS


FUNGSI KORTIKAL LUHUR

I. ORIENTASI 1 2 3
1. Klien dipersilakan duduk
Klien diminta menyebutkan tanggal, hari, bulan,
tahun, musim ruangan, rumah sakit/kampus, kota,
propinsi, negara.
2 Mencatat kesalahan-kesalahan yang dibuat oleh klien
3 Adanya kesalahan-kesalahan menunjukkan gangguan
orientasi.
II. REGISTRASI
1 Meminta klien mengingat 3 kata bola, melati, kursi.
III. ATENSI/KALKULASI
1 Meminta klien mengurangi angka sebanyak lima seri :
100-7 ;
Atau menyebutkan urutan huruf dari belakang kata
WAHYU.
IV. REKOL (MEMORI)
1. Meminta klien mengingat kembali ketiga kata tadi.

9
V. BAHASA
1. Klien diminta menyebutkan jam tangan (arloji),
pensil.
2. Kemudian meminta mengulang kata: namun, tanpa
dan bila.
3. Menilai pengertian verbal : Meminta klien mengambil
kertas ini dengan tangan kanan. Lipatlah menjadi dua
dan letakkan di lantai tutup mata
4. Klien diminta menulis huruf atau angka yang
didiktekan oleh pemeriksa
5. Bila berhasil dilanjutkan dengan menulis kata atau
kalimat
Gangguan menulis disebut agrafia
VI. KONSTRUKSI
Klien dminta meniru gambar ini

TANDA RANGSANG MENINGS

PENGERTIAN
Rangsangan selaput otak adalah gejala yang timbul akibat peradangan pada
selaput otak (meningitis) atau adanya benda asing pada ruang suarachnoid (darah),
zat kimi (kontras) dan invasi neoplasma (meningitis carcinoma). Manifestasi
subyektif adalah sakit kepala, kuduk kaku, fotofobia dll.
Yang perlu diperhatikan adalah timbulnya gejala yang disebut meningismus,
yaitu pada pemeriksaan fisik terdapat rangsangan selaput otak, tetapi tidak ada proses
patologis di daerah selaput otak tersebut melainkan di luar kranium (misalnya
mastoiditis)

TUJUAN PEMBELAJARAN

• Memberi pengetahuan dan keterampilan mengenai gejala dan cara


pemeriksaan tanda rangsang menings.
• Menentukan penyebab timbulnya tanda rangsang menings sehingga dapat
membedakan apakah gejala tersebut adalah suatu meningismus.
• Membantu klien untuk memberikan penanganan awal serta persiapan rujukan
.

10
MEDIA DAN ALAT BANTU
Penuntun Belajar.

METODE PEMBELAJARAN
Demonstrasi kompetensi sesuai dengan Penuntun Belajar.

KETERAMPILAN PEMERIKSAAN
TANDA RANGSANG SELAPUT OTAK

NO. LANGKAH KLINIK PEMERIKSAAN KASUS


TANDA RANGSANG SELAPUT OTAK
KAKU KUDUK 1 2 3
1. Pemeriksa berada di sebelah kanan klien. Klien
berbaring telentang tanpa bantal.
2 Tempatkan tangan kiri pemeriksa di bawah kepala
klien yang sedang berbaring, tangan kanan berada
diatas dada klien.
3. Rotasikan kepala klien ke kiri dan ke kanan untuk
memastikan klien sedang dalam keadaan rileks .
4. Kemudian tekukkan (fleksikan) kepala secara pasif
dan usahakan agar dagu mencapai dada.
5 Interpretasi: normal bila kaku kuduk negatif.
Abnormal bila terdapat tahanan atau dagu tidak
mencapai dada (kaku kuduk positif).
KERNIG’S SIGN
1. Klien berbaring telentang
2. Fleksikan paha klien pada persendian panggul sampai
membuat sudut 90 derajat
3. Tungkai bawah diekstensikan pada persendian lutut
sampai membuat sudut 135 derajat atau lebih.
4. Interpretasi: normal bila ektensi lutut mencapai
minimal 135 derajat (kernig’s sign negatif) , abnormal
bila tidak dapat mencapai 135 derajat atau terdapat
rasa nyeri (kernig’s sign positif)
BRUDZINSKI I
1. Klien berbaring telentang
2. Tangan kiri diletakkan di bawah kepala, tangan kanan
di atas dada kemudian dilakukan fleksi kepala dengan
cepat kearah dada klien sejauh mungkin.
3. Tangan yang satunya lagi ditempatkan di dada klien
untuk mencegah di angkatnya badan
4. Interpretasi : Tanda ini positif bila kedua tungkai

11
mengalami fleksi involunter
BRUDZINSKI II
1. Klien berbaring telentang
2. Satu tungkai difleksikan secara pasif pada persendian
panggul, sedangkan tungkai yang satu berada dalam
kedaan ekstensi (lurus).
3 Interpretasi : tanda ini positif bila tungkai yang satu
terjadi fleksi involunter pada sendi panggul dan lutut
kontraleteral.
BRUDZINSKI III
1. Klien berbaring telentang
2. Tekan os zygomatikus
3. Terjadi fleksi involunter pada kedua ekstremitas
superior
( Brudzinski III positif )

BRUDZINSKI IV
1. Klien berbaring telentang
2. Tekan os sympisis os pubis
3. Terjadi fleksi involunter pada kedua ekstremitas
inferior (Brudzinski IV positif)

FUNGSI KOORDINASI
PENGERTIAN
Kemampuan mensinergiskan secara normal faktor motorik, sensorik dalam
melakukan gerakan normal. Serebelum digunakan untuk gerakan sinergistik tersebut,
oleh sebab itu serebelum adalah pusat koordinasi. Gangguan koordinasi dapat
disebabkan oleh disfungsi serebelum, sistem motorik, sistem ekstrapiramidal,
gangguan psikomotor, gangguan tonus, gangguan sensorik (fungsi proprioseptik),
sistem vestibular, dll. Gangguan koordinasi dibagi menjadi gangguan equilibratory
dan non equilibratory.
TUJUAN PEMBELAJARAN
Mahasiswa memilki pengetahuan dan keterampilan mengenai cara pemeriksaan
fungsi koordinasi.
SASARAN PEMBELAJARAN
Setelah melakukan latihan keterampilan ini, mahasiswa :
1. Dapat mempersiapkan klien dengan baik
2. Dapat memberikan penjelasan pada klien atau keluarganya tentang apa yang
akan dilakukan, alat yang dipakai, bagaimana melakukan, apa manfaatnya,
serta jaminan atas aspek keamananan dan kerahasiaan data klien.
3. Dapat melakukan pemeriksaan fungsi koordinasi dengan benar dan tepat

MEDIA DAN ALAT BANTU


Penuntun Belajar.

12
METODE PEMBELAJARAN
Demonstrasi kompetensi sesuai dengan Penuntun Belajar.
No. LANGKAH KLINIK KASUS
PEMERIKSAAN FUNGSI KOORDINASI
A. TES-TES EQUILIBRIUM 1 2 3
1.TES ROMBERG
1. Klien diminta berdiri dengan kedua kaki saling merapat,
pertama kali dengan mata terbuka, kemudian dengan mata
tertutup.
Tes ini untuk membedakan lesi propriseptif (sensori ataxia)
atau lesi cerebellum. Pada gangguan propsrioseptif jelas
sekali terlihat perbedaan antara membuka dan menutup mata.
Pada waktu membuka mata klien masih sanggup berdiri
tegak, tetapi begitu menutup mata klien langsung kesulitan
mempertahankan diri dan jatuh. Pada lesi cerebellum waktu
membuka dan menutup mata klien kesulitan berdiri tegak dan
cenderung berdiri dengan kedua kaki yang lebar (wide base)
2. TANDA WALKING
1 Klien diminta berjalan pada satu garis lurus di atas lantai,
2 Tempatkan tumit yang satu didepan jari-jari kaki
berlawanan, baik dengan mata terbuka maupun mata tertutup
TES-TES NON EQUILIBRIUM
Finger to finger tes
1 Dengan posisi duduk/berbaring meminta klien
mengekstensikan lengannya.
2. Mintalah klien menyentuh ujung hidungnya dengan jari
telunjuknya dengan gerakan perlahan kemudian dengan
gerakan yang cepat.
Diadokinesia
1. Klien diminta menggerakkan kedua tangannya bergantian,
pronasi dan supinasi dengan posisi siku diam
2. Mintalah klien melakukan gerakan tersebut secepat
mungkin, baik dengan mata terbuka maupun dengan mata
terututup
Gangguan diadokinesia disebut disdiadokinesia
SETELAH SELESAI PEMERIKSAAN
1. Jelaskanlah pada klien apa yang anda dapatkan pada semua
pemeriksaan yang telah dilakukan.
2. Ucapkanlah kata perpisahan dengan klien dan usahakanlah
membesarkan hati klien dengan harapan-harapan.
3. Lakukanlah cuci tangan rutin.

13
SISTEM MOTORIK

PENGERTIAN

Gangguan pergerakan meliputi kelainanan yang bersifat primer misalnya


pada lesi UMN atau LMN dan sekunder misalnya pada ganglia basalis dan
serebellum. Klien sering datang ke dokter karena tubuh bagian tertentu tidak bisa
bekerja dengan baik. Sebagian besar manifestasi obyektif kelainan saraf tampak
dalam bentuk gangguan gerak otot. Oleh karena itu memeriksa sistem motorik harus
dilakukan dengan mahir.

TUJUAN PEMBELAJARAN

• Memberi pengetahuan dan keterampilan mengenai gejala dan cara


pemeriksaan sistem motorik..
• Mampu melakukan pemeriksaan motorik secara sistematik
• Menentukan letak lesi kelumpuhan otot.
.

MEDIA DAN ALAT BANTU


Penuntun Belajar.
Manikin otot dan saraf

METODE PEMBELAJARAN
Demonstrasi kompetensi sesuai dengan Penuntun Belajar.

LANGKAH KLINIK PEMERIKSAAN MOTORIK


A. UKURAN OTOT 1 2 3
Mintalah klien berbaring dengan santai
1. Lakukanlah observasi pada semua otot,
2. Periksalah perubahan bentuk otot (eutrofi, hipertrofi, hipotrofi )
3. Carilah ada atau tidaknya fasikulasi otot
B. TONUS OTOT 1 2 3
4. Mintalah klien berbaring dengan santai.
5. Alihkanlah perhatian klien dengan mengajaknya berbicara.
6. Gunakan kedua tangan untuk menggerakkan lengan bawah klien
di sendi siku secara pasif, lakukan berulang kali secara perlahan
dan kemudian secara cepat
7. Nilai tahanan yang dirasakan sewaktu menekukkan dan
meluruskan tangan
8. Lakukanlah pemeriksaan juga pada sendi lutut, pada anggota
gerak kanan dan kiri,
Cara pemeriksaan lain:

14
Lakukan fleksi dan ekstensi pada sendi siku, lutut, pergelangan
tangan dan kaki.
1 2 3

C. KEKUATAN OTOT
1. Meminta klien berbaring, kemudian pemeriksa berdiri disamping
kanan tempat tidur klien. Suruhlah klien mengangkat kedua
lengan ke atas sampai melewati kepala. Nilailah kekuatan lengan
dengan membandingkan kiri dan kanan. Kelemahan dapat dilihat
bila lengan yang satu lebih berat atau lebih lambat bergerak
dibandingkan lengan yang lainnya.

2. Berikan tahanan ringan sampai berat pada lengan klien dan


nilailah besar kekuatan yang dimilki oleh klien.
Hal yang sama dilakukan pada kedua tungkai.

2. Interpretasi : Kekuatan otot dinilai dalam derajat :


5 : Kekuatan normal Seluruh gerakan dapat dilakukan
berulang-ulang tanpa terlihat adanya kelelahan
4 : Seluruh gerakan otot dapat dilakukan dengan benar dan
dapat melawan tahan ringan dan sedang dari pemeriksa
3 : Dapat mengadakan gerakan melawan gaya berat
2 : Di dapatkan gerakan tetapi gerakan ini tidak mampu
melawan gaya berat (gravitasi)
1 : Kontaksi minimal dapat terasa atau teraba pada otot yang
bersangkutan tanpa mengakibatkan gerakan
0 : Tidak ada kontaksi sama sekali. Paralisis total.

3. Lakukan cuci tangan rutin

SISTEM SENSORIK

Sistem sensorik adalah sistem yang mengubungan manusia dengan dunia luar.
Informasi yang diterima oleh reseptor menjadi petanda bagi tubuh untuk
memberikan respon. Sistem sensorik dibagi menjadi 2 yaitu exteroceptif dan
proprioceptif.

Gejala sensorik dapat diklasifikasikan dalam 5 golongan yaitu :

1. Hilang perasaan kalau dirangsang (anestesia)


2. Perasaan terasa berelebihan kalau dirangsang (hipersetesia)
3. Perasaan yang timbul secara spontan, tanpa adanya perangsangan (parestesia)
4. Nyeri

15
NO. LANGKAH KLINIK PEMERIKSAAN SENSORIK KASUS

A. PEMERIKSAAN SENSASI TAKTIL


1. Menerangkan cara dan tujuan pemeriksaan
2. Memilih dengan benar alat yang akan digunakan
3. Memberikan rangsangan secara ringan tanpa memberi tekanan
jaringan subkutan
4. Meminta penderita untuk menyatakan “YA” atau “TIDAK” pada
setiap perangsangan
5. Meminta penderita untuk menyebutkan daerah yang dirangsang
6. Meminta penderita untuk membedakan dua titik yang dirangsang

B. SENSASI NYERI SUPERFISIAL


1. Mata penderita tertutup
2. Pemeriksa terlebih dahulu mencoba jarum tadi terhadap dirinya
sendiri
3 Tekanan terhadap kulit penderita seminiml mungkin, jangan sampai
menimbulkan perlukaan.
4. Penderita jangan ditanya: apakah Anda merasakan ini atau apakah ini
runcing?
5. Rangsangan terhadap kulit dikerjakan dengan ujung jarum dan kepala
jarum secara bergantian, sementara itu penderita diminta untuk
menyatakan sensasinya sesuai dengan pendapatnya.
6. Penderita juga diminta untuk menyatakan apakah terdapat perbedaan
intensitas ketajaman rangsangan di daerah yang berlainan.
7. Apabila dicurigai ada daerah yang sensasinya menurun maka
rangsangan dimulai dari daerah tadi menuju ke arah yang normal.

C. PEMERIKSAAN SENSASI SUHU


1. Penderita lebih baik dalam posisi berbaring.
2. Mata penderita tertutup
3. Tabung dingin/panas terlebih dahulu dicoba terhadap diri pemeriksa.
Tabung ditempelkan pada kulit penderita, dan penderita diminta untuk
menyatakan apakah terasa dingin atau panas.
4. Sebagai variasi, penderita dapat diminta untuk menyatakan adanya
rasa hangat.
5. Pada orang normal, adanya perbedaan suhu 2-5 oC sudah mampu
untuk mengenalinya.

D. PEMERIKSAAN SENSASI GERAK DAN POSISI


1. Mata penderita tertutup
Penderita dapat duduk atau berbaring.
2. Jari-jari penderita harus benar-benar dalam keadaan relaksasi dan

16
digerakkan secara pasif oleh pemeriksa, dengan sentuhan seringan
mungkin sehingga dihindari adanya tekanan terhadap jari-jari tadi.
3. Jari yang diperiksa harus ’’dipisahkan’’ dari jari–jari di sebelah kiri/
kanannya sehingga tidak bersentuhan, sementara itu jari yang
diperiksa tidak boleh melakukan gerakan aktif seringan apapun.
4. Penderita diminta untuk menyatakan apakah ada perubahan posisi jari
ataupun apakah ada gerakan pada jarinya.
5. Apabila diperoleh kesan adanya gangguan sensasi gerak dan posisi,
maka dianjurkan untuk memeriksa bagian tubuh lain yang ukurannya
lebih besar, misalnya tungkai bawah atau lengan bawah.
6. Cara lain ialah dengan menempatkan jari-jari salah satu tangan
penderita pada posisi tertentu, sementara itu, mata penderita tetap
tertutup; kemudian penderita diminta untuk menjelaskan posisi jari-
jari tadi ataupun menirukan posisi tadi pada tangan yang satunya lagi.

E. PEMERIKSAAN SENSASI GETAR / VIBRASI


1. Getarkan garpu tala terlebih dahulu, dengan jalan ujung garpu tala
dipukulkan pada benda padat/keras yang lain.
2. Kemudian pangkal garpu tala segera ditempelkan pada bagian tubuh
tertentu.
3. Yang dicatat ialah tentang intensitas dan lamanya vibrasi.
4. Kedua hal tersebut bergantung pada kekuatan penggetaran garpu tala
dan interval antara penggetaran garpu tala tadi dengan saat peletakan
garpu tala pada bagian tubuh yang diperiksa.

F. PEMERIKSAAN SENSASI TEKAN


1. Penderita dalam posisi terbaring dan mata tertutup.
2. Ujung jari atau benda tumpul ditekankan atau disentuhkan lebih kuat
terhadap kulit.
3 Di samping itu, dapat diperiksa dengan menekankan struktur
subkutan, misalnya massa otot, tendo, dan saraf itu sendiri, baik
dengan benda tumpul atau dengan ’’cubitan’’ dengan skala yang lebih
besar.
4. Penderita diminta untuk menyatakan apakah ada tekanan dan
sekaligus diminta untuk mengatakan daerah mana yang ditekan tadi.

G. PEMERIKSAAN SENSASI NYERI DALAM ATAU NYERI TEKAN


Massa otot, tendo atau saraf yang dekat permukaan ditekan dengan
ujung jari atau dengan “mencubit” (menekan di antara jari telunjuk
dan ibu jari). Penderita diminta untuk menyatakan apakah ada
perasaan nyeri atau tidak; pernyataan ini dicocokkan dengan intensitas
tekanan atau cubitan.

17
SISTEM REFLEKS

PENGERTIAN
Refleks adalah jawaban terhadap suatu perangsangan. Gerakan yang timbul
namanya gerakan reflektorik. Semua gerakan reflektorik merupakan gerakan yang
bangkit untuk penyesuaian diri, baik untuk menjamin ketangkasan gerakan volunter,
maupun untuk membela diri. Bila suatu perangsangan dijawab dengan bangkitnya
suatu gerakan, menandakan bahwa daerah yang dirangsang dan otot yang bergerak
secara reflektorik terdapat suatu hubungan.. Lintasan yang menghubungkan reseptor
dan efektor itu dikenal sebagai busur refleks. Refleks dibagi dalam dua kelompok
yaitu refleks fisiologis dan refleks patologis. Pemeriksaan refleks yang akan dilakukan
adalah : refleks bisep, refleks trisep, refleks patella dan refleks achilles. Untuk refleks
patologis adalah refleks babinski, hoffman-tromner dan refleks openheim.

TUJUAN PEMBELAJARAN
Mahasiswa memilki pengetahuan dan keterampilan mengenai cara pemeriksaan
refleks baik refleks fisiologis maupun refleks patologis..

SASARAN PEMBELAJARAN
Setelah melakukan latihan keterampilan ini, mahasiswa :
1. Dapat melakukan persiapan alat/bahan dengan benar
2. Dapat memberikan penjelasan pada klien atau keluarganya tentang apa yang akan
dilakukan, alat yang dipakai, bagaimana melakukan, apa manfaatnya, serta
jaminan atas aspek keamananan dan kerahasiaan data klien.
3. Dapat melakukan pemeriksaan refleks fisiologis dengan benar dan tepat
4. Dapat melakukan pemeriksaan refleks patologis dengan benar dan tepat

MEDIA DAN ALAT BANTU


Penuntun Belajar.
Hammer Refleks

METODE PEMBELAJARAN
Demonstrasi kompetensi sesuai dengan Penuntun Belajar.

PENUNTUN PEMBELAJARAN
KETERAMPILAN PEMERIKSAAN REFLEKS FISIOLOGIS

NO. LANGKAH / KEGIATAN KASUS


A. PEMERIKSAAN REFLEK BISEPS 1 2 3
1. Mintalah klien berbaring telentang dengan santai
2. Fleksikanlah lengan bawah klien di sendi siku
3. Letakkanlah tangan klien di daerah perut di bawah umbilikus
4. Letakkanlah ibu jari pemeriksa pada tendo biseps klien lalu
ketuklah tendo tersebut palu

18
B. PEMERIKSAAN REFLEKS TRISEPS 1 2 3
5. Mintalah klien berbaring dengan santai
6. Fleksikan lengan bawah klien di sendi siku dan tangan
sedikit dipronasikan
7. Letakkanlah tangan klien di daerah perut di atas umbilikus
8. Ketuklah tendo otot triseps pada fosa olekrani
C. PEMERIKSAAN REFLEKS BRAKHIORADIALIS 1 2 3
9. Mintalah klien berbaring dengan santai
10. Posisikan lengan bawah klien dalam posisi setengah fleksi dan
tangan sedikit dipronasikan
12. Mintalah klien untuk merelaksasikan lengan bawahnya
sepenuhnya
13. Ketuklah pada processus styloideus
D. PEMERIKSAAN REFLEKS PATELLA 1 2 3
14.
intalah klien berbaring telentang dengan santai
15.
etakkan tangan pemeriksa di belakang lutut
16. 1 2 3
leksikan tungkai klien pada sendi lutut
17
etuklah pada tendon muskulus kuadriseps femoris di bawah
patella
E. PEMERIKSAAN REFLEKS ACHILLES
17.
intalah klien berbaring dengan santai
18.
leksikan tungkai bawah sedikit, kemudian pegang kaki pada
ujungnya untuk memberikan sikap dorsofleksi ringan pada
kaki
19. Ketuklah pada tendo achilles
20. Lakukan cuci tangan rutin

PENUNTUN BELAJAR
KETERAMPILAN PEMERIKSAAN REFLEKS PATOLOGIS

KETERAMPILAN MEMERIKSAAN REFLEKS PATOLOGIS


NO. LANGKAH / KEGIATAN KASUS
PEMERIKSAAN REFLEKS BABINSKI 1 2 3
1. Meminta klien berbaring dengan tungkai di luruskan.
2. Pegang pergelangan kaki supaya kaki tetap pada tempatnya
3. Dengan sebuah benda yang berujung agak runcing, telapak kaki
digores dari tumit menyusur bagian lateral menuju pangkal ibu
jari

19
PEMERIKSAAN REFLEKS OPPENHEIM 1 2 3
4. Meminta klien berbaring dengan tungkai di luruskan.
5. Mengurut dengan kuat tulang tibialis anterior ke arah distal
dengan ibu jari, jari telunjuk dan jari tengah .
PEMERIKSAAN REFLEKS HOFFMANN-TROMNER 1 2 3
6. Mintalah klien berbaring
7. Peganglah pergelangan tangan klien dengan jari-jari difleksikan.
8 Jepitlah jari tangan klien di antara telunjuk dan jari tengah
pemeriksa
9. Gunakalah ibu jari untuk menggores dengan kuat ujung jari
tengah klien (Snap)
10. Lakukan cuci tangan rutin

NERVUS KRANIALIS

Saraf otak atau saraf kranialis adalah saraf perifer yang berpngkal pada otak
dan batang otak. Fungsinya motorik, sensorik dan khusus. Kita mempunyai 12 pasang
saraf otak.

1.
LANGKAH KLINIK PEMERIKSAAN NERVI CRANIALIS
NERVUS OFTALMICUS (Nn.Cranialis I)

1. Menerangkan tujuan pemeriksaan kepada penderita


Syarat Pemeriksaan : Tidak ada penyakit intranasal :
Meminta penderita duduk atau berbaring, sambil menutup matanya
2. Menaruh salah satu bahan/zat di depan salah satu lubang hidung
penderita sementara lubang hidung yang lain ditutup
3. Meminta penderita mencium bahan/ zat yang dikenalnya :
penderita mengenal zat dengan baik disebut normosmia
bila daya cium berkurang : hiposmia
tidak dapat mencium sama sekali ; anosmia
NERVUS OPTIKUS (Nn.Cranialis II)
a. Ketajaman penglihatan
Syarat Pemeriksaan : Tidak ada kelainan organic pada bola mata,
tidak ada fotofobia :
1. Meminta penderita duduk atau berdiri dengan 3 jarak meter dari
pemeriksa
2. Penderita diminta menghitung jari dari jarak tersebut.
Normal : ketajaman penglihatan 3/60 (60 adalah jarak orang normal
dapat menghitung jari)

20
3. Bila penderita hanya mampu menghitung jari dengan jarak kurang
dari 3 meter maka ketajaman penglihatan (visus) menurun
Cara lain : Gerakan tangan : Orang normal membedakan gerak
tangan pada jarak 300 meter.
Pemeriksaan senter : bila penderita hanya dapat membedakan
gelap dan terang, maka ketajaman penglihatan adalah 1/tak
terhingga. Ketajaman penglihatan nol (0) bila tidak dapat melihat
cahaya.

b. lapangan penglihatan
1. Tes konfrontasi

1. Syarat Pemeriksaan : Pemeriksa harus normal :


Meminta penderita duduk atau berdiri menghadap pemeriksa dengan jarak 60-100
cm ( duduk atau berdiri berhadapan)

2. Mata penderita yang akan diperiksa berhadapan dengan mata pemeriksa, biasanya
mata yang berlawanan, mata kiri berhadapan dengan mata kanan pada garis dan
ketinggian yang sama. Mata yang lain ditutup obyek (jari, benda)
3. Menggerakkan jari/polpen dari kuadran perifer menuju ke arah sentral sampai
penderita melihat obyek. Obyek digerakkan dari segala jurusan.

4. Meminta penderita memberi respon jika mulai melihat gerakan jari dan hal ini
dibandingkan dengan pemeriksa apakah ia juga sudah melihatnya.
Bila ada gangguan lapangan penglihatan maka pemeriksa akan lebih dahulu melihat
gerakan obyek tersebut.

NO. LANGKAH KLINIK PEMERIKSAAN NERVI CRANIALIS KASUS

A. PEMERIKSAAN NERVI CRANIALIS III, IV, VI


1. Pemeriksa memperhatikan celah mata penderita untuk menilai apakah
terdapat ptosis : kelopak mata terjatuh, mata tertutup dan tidak dapat
dibuka.
2. Pemeriksa memperhatikan posisi mata penderita, untuk menilai
apakah terdapat exopthalmus, enopthalmus, strabismus (divergen dan
konvergen) atau salah satu mata dalam posisi melihat ke atas atau
bawah (skew deviation).
3. Perhatikan dan catat pupil penderita : bentuk (bundar/lonjong),
ukuran (mm), sama besar (isokor)
Meminta penderita melihat jauh(fiksasi pada benda yang jauh
letaknya), senter pupil penderita dari arah luar ke sentral, dan pupil
yang disenter akan kontriksi pada keadaan normal (refleks cahaya
langsung positif). Bila tidak terjadi konstriksi, refleks cahaya
langsung negatif.
Meminta penderita melihat jauh (fiksasi pada benda yang jauh

21
letaknya), senter pupil penderita dari arah luar ke sentral, dan lihat
pupil sebelah kontralateral. Normal, pupil kontralateral ikut
berkontriksi (refleks cahaya tidak langsung/refleks konsensual
positif). Bila tidak terjadi konstriksi pupil kontralateral, refleks
cahaya tidak langsung/refleks konsensual negatif.

4. Meminta penderita melihat jauh, kemudian penderita diminta melihat


dekat dengan menempatkan pen di dekat mata penderita. Perhatikan
apakah pupil berkontriksi. Refleks akomodasi positif, bila pupil
berkontriksi dan sebaliknya negatif bila pupil tidak berkontriksi.
5. Penderita tidur terlentang, pemeriksa menempatkan pen pada posisi
vertikal sejauh 50 cm dari mata penderita dalam arah penglihatan
sentral. Tangan yang lain memegang kelopak mata atau dagu
penderita untuk fiksasi kepala.
Pemeriksa menggerakkan pen secara perlahan ke arah lateral, medial,
atas, bawah, dan ke arah yang miring yaitu atas-lateral, bawah-
medial, atas-medial dan bawah-lateral. Perhatikan apakah mata
penderita dapat mengikuti gerakan itu dan tanyakan apakah penderita
melihat ganda (diplopia). Bila penderita tidak dapat menggerakkan
mata ke arah lateral, parese m rectus lateralis yang dipersarafi N
cranialis VI. Bila penderita tidak dapat menggerakkan mata ke arah
medial bawah, parese m obliqus superior yang dipersarafi N cranialis
IV. Bila penderita tidak dapat menggerakkan mata ke arah selain
lateral dan medial-bawah, parese N cranialis III.

B. PEMERIKSAAN NERVUS CRANIALIS VII


1. Perhatikan muka penderita : simetris atau tidak. Perhatikan kerutan
dahi, pejaman mata, sulcus nasolabialis, dan sudut mulut.
2. Meminta penderita mengangkat alis dan mengerutkan dahi.
Perhatikan simetris atau tidak. Kerutan dahi menghilang pada sisi
yang lumpuh.
3 Meminta penderita memejamkan mata dan kemudian pemeriksa
mencoba membuka mata penderita. Pada sisi yang lumpuh, penderita
tidak dapat/sulit memejamkan mata (lagopthalmus) dan lebih mudah
dibuka oleh pemeriksa.
4. Meminta penderita menyeringai atau menunjukkan gigi, mencucurkan
bibir atau bersiul, dan mengembungkan pipi. Perhatikan sulcus
nasolabialis akan mendatar, sudut mulut menjadi lebih rendah, dan
tidak dapat mengembungkan pipi pada sisi lumpuh.
5. Bedakan kelumpuhan nervus VII tipe UMN dan tipe LMN. Tipe
UMN, bila kelumpuhan hanya terdapat pada daerah mulut (m.
orbicularis oris). Tipe LMN, bila kelumpuhan terjadi baik pada
daerah mulut maupun pada mata (m. orbicularis oculi) dan dahi (m.
frontalis).
6. Menjelaskan penderita tentang pemeriksaan fungsi pengecapan.
Pemeriksa menulis rasa larutan yang disediakan.

22
Meminta penderita menjulurkan lidah.
Mengeringkan lidah dengan tissue.
Meminta penderita tutup mata dan meneteskan larutan yang telah
disediakan.
Meminta penderita buka mata, tetap menjulurkan lidah, dan
menunjuk rasa larutan yang telah tertulis di kertas.
NERVUS CRANIALIS VIII, IX DAN X DIPERIKSA PADA SISTEM
SPESIAL SENSE
C. PEMERIKSAAN NERVUS CRANIALIS XII
1. Penderita disuruh membuka mulut dan perhatikan lidah dalam
keadaan istirahat : besar lidah, kesamaan bagian kiri dan kanan, atrofi,
berkerut, dan fasikulasi.
2. Penderita disuruh menjulurkan lidah untuk memeriksa adanya parese
- Perhatikan apakah ada tremor dan fasikulasi
- Perhatikan apakah ada deviasi lidah ke satu sisi. Sebagai
patokan dapat dipakai garis diantara kedua seri (incisivus).
Bila ada parese satu sisi, lidah berdeviasi ke sisi parese.
- Meminta penderita menyentuhkan lidah ke pipi kiri dan kanan.
Saat bersamaan, tangan pemeriksa ditempatkan di pipi sisi luar
untuk merasakan kekuatan sentuhan lidah penderita.
3. Meminta penderita mengucapkan huruf R atau kata-kata yang
mengandung huruf R, misalnya ular lari lurus. Pemeriksaan ini untuk
menilai apakah ada disartria (cadel atau pelo).

PENUNTUN PEMBELAJARAN
KETERAMPILAN PEMERIKSAAN
FUNGSI KOORDINASI

No. LANGKAH KLINIK KASUS


PEMERIKSAAN FUNGSI KOORDINASI
A. TES-TES EQUILIBRIUM 1 2 3
1.TES ROMBERG
1. Klien diminta berdiri dengan kedua kaki saling merapat,
pertama kali dengan mata terbuka, kemudian dengan
mata tertutup.
Tes ini untuk membedakan lesi propriseptif (sensori
ataxia) atau lesi cerebellum. Pada gangguan
propsrioseptif jelas sekali terlihat perbedaan antara
membuka dan menutup mata. Pada waktu membuka mata
klien masih sanggup berdiri tegak, tetapi begitu
menutupo mata klien langsung kesulitan
mempertahankan diri dan jatuh . pada lesi cerebellum
waktu membuka dan menutp mata klien kesulitan berdiri
tegak dan cenderung berdiri dengan kedua kaki yang

23
lebar (wide base)
2. TANDA WALKING
1 Klien diminta berjalan pada satu garis lurus di atas lantai,
2 Tempatkan tumit yang satu didepan jari-jari kaki
berlawanan, baik dengan mata terbuka maupun mata
tertutup
TES-TES NON EQUILIBRIUM
Finger to finger tes
1 Dengan posisi duduk/berbaring meminta klien
mengekstensikan lengannya.
2. Mintalah klien menyentuh ujung hidungnya dengan jari
telunjuknya dengan gerakan perlahan kemudian dengan
gerakan yang cepat.
Diadokinesia
1. Klien diminta menggerakkan kedua tangannya
bergantian,pronasi dan supinasi dengan posisi siku diam
2. Mintalah klien melakukan gerakan tersebut secepat
mungkin, baik dengan mata terbuka maupun dengan mata
terututup
Gangguan diadokinesia disebut disdiadokinesia
SETELAH SELESAI PEMERIKSAAN
1. Jelaskanlah pada klien apa yang anda dapatkan pada
semua pemeriksaan yang telah dilakukan.
2. Ucapkanlah kata perpisahan dengan klien dan
usahakanlah membesarkan hati klien dengan harapan-
harapan.
3. Lakukanlah cuci tangan rutin.

24

You might also like