Professional Documents
Culture Documents
Materi I
ِ حْي
ل ِ سِتْعَداُد ِلَيْوِم الّر
ْل
ِ ل َو ْا
ِ ل ِبالَتْنْزِي
ُ ل َو اْلَعَم
ِ جِلْي
َ ن اْل
َ ف ِم
ُ خْو
َ َاْل
Materi 2
Hakikat Ramadhan
Disamping itu, Ramadhan juga merupakan sarana yang sangat tepat bagi
kita untuk bercermin diri. Sebuah hadits muttafaq ‘alaih menyatakan bahwa
selama bulan Ramadhan syetan-syetan dibelenggu. Nah, jika syetan-syetan
telah dibelenggu tetapi kita masih saja melakukan dosa dan kemaksiatan
maka seperti itulah diri kita yang sebenarnya.
Puasa yang sejati tidaklah cukup hanya dengan meninggalkan makan, minum
dan hubungan suami isteri pada siang hari. Lebih dari itu, puasa yang sejati
adalah puasa yang bersifat total, yakni mempuasakan seluruh anggota tubuh
kita: akal pikiran, hati, mata, telinga, lidah, tangan, kaki, dan anggota-
anggota tubuh kita yang lainnya. Semuanya harus kita puasakan dari
berbagai bentuk dosa dan kemaksiatan. Rasulullah bersabda, “Barangsiapa
tidak meninggalkan perkataan dan perbuatan yang keji, maka sekali-kali
Allah tidak butuh dengan puasanya yang hanya meninggalkan makan dan
minum saja.”
keluar dari Ramadhan kita telah menjadi pribadi yang jauh lebih bertaqwa,
la’allakum tattaqun.
Materi 3
Ramadhan Bulan Jihad (Bagian Pertama): Memahami Makna Jihad
Materi 4
Inilah jihad muslim yang tiada hentinya, karena nafsu al ammarah bis
suu’ senantiasa menyertainya, baik di kala jaga atau tidur. Namun,
selain jihad melawan hawa nafsu ini, umat Islam diperintahkan juga
berjihad melawan kekafiran dan kesyirikan. Jihad untuk
mempertahankan diri dari serangan kaum kufar ini sering disebut
dengan jihad qitali.
Tahun demi tahun dilewati umat Islam dan Ramadhan penuh dengan
kenangan peristiwa besar yang menggambarkan jihad kaum muslimin.
Sejak Islam datang menembus gelapnya kekufuran dan kesyirikan
menuju cahaya Islam, umatnya telah menghadapi jihad besar melawan
kezhaliman dalam menegakkan keadilan.
Materi 5
Akhlak Mulia
Secara garis besar, akhlak mulia itu dapat dikelompokkan kedalam dua
kelompok yaitu:
1. Akhlak kepada Allah, Akhlak mulia kepada Allah berati mengikuti
seluruh perintah yang telah disampikan Allah kepada Rasul yang Maha
Mulia Muhammad SAW. Seluruh perintah tersebut sudah tercatat
dalam Al-Quran dan Hadist.
2. Akhlak kepada Ciptaan Allah, Akhlak terhadap ciptaan Allah meliputi
segala prilaku, sikap, perbuatan, adab dan sopan santun sesama
ciptaan Allah yang terdiri atas ciptaan Allah yang gaib dan ciptaan
Allah yang nyata, benda hidup dan benda mati.
Walau struktur yang disampaikan masih sangat jauh dari lengkap dan
sempurna, namun diharapkan akan bisa memberikan gambaran
cakupan akhlak mulia yang sudah dicontohkan dan diajarkan
Rasulullah Muhammad SAW. Seluruh sikap dan perilaku serta adab
sopan santun terhadap semua ciptaan Allah sudah termuat dan
tercantum dalam Al-Quran dan Hadist. Tinggal bagaimana kita bisa
mempelajarinya secara benar dan teliti serta mengamalkannya.
Materi 6
Allah SWT Yang Maha Pemurah dan Maha Penyayang, melalui sabda
Nabi saw. tersebut, telah menegaskan kepada kaum Muslim tentang
berita pengampunan pada bulan Ramadhan. Sungguh, ini adalah
bentuk kebesaran dan kasih sayang Sang Pencipta kepada makhluk-
Nya. Bulan Ramadhan merupakan bulan yang penuh dengan
pengampunan. Oleh sebab itu, pada bulan Ramadhan umat Islam
diperintahkan untuk banyak memohon ampunan kepada Allah Yang
Maha Pengampun.
Materi 7
Keutamaan Qiyamullail
Jika Anda ingin mendapat kemuliaan di sisi Allah dan di mata manusia,
amalkanlah qiyamullail secara kontinu. Dari Sahal bin Sa’ad r.a., ia
berkata, “Malaikat Jibril a.s. datang kepada Nabi saw. lalu berkata,
‘Wahai Muhamad, hiduplah sebebas-bebasnya, akhirnya pun kamu
akan mati. Berbuatlah semaumu, pasti akan dapat balasan. Cintailah
orang yang engkau mau, pasti kamu akan berpisah. Kemuliaan orang
mukmin dapat diraih dengan melakukan shalat malam, dan harga
dirinya dapat ditemukan dengan tidak minta tolong orang lain.’”
Orang yang shalat kala orang lain lelap tertidur, diganjar dengan
masuk surga. Kabar ini sampai kepada kita dari hadits yang
diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dari Abdullah bin Salam dari Nabi
saw., beliau bersabda, “Wahai manusia, sebarkanlah salam, berikanlah
makanan, dan shalat malamlah pada waktu orang-orang tidur, kalian
akan masuk surga dengan selamat.”
Materi 8
Ramadhan:Syahrut Tarbiyah
Karena pada bulan ini umat Islam dididik langsung oleh Allah SWT. dan
diajarkan oleh-Nya supaya bisa mengatur waktu dalam kehidupan
secara baik; Kapan waktu makan, kapan waktu bekerja, kapan waktu
istirahat dan kapan waktu ibadah.
Tarbiyah adalah sarana yang sangat urgen bagi kehidupan insan dan
umat, karena dengan tarbiyah akan lahir Syakhshiyah islamiyah
mutakamilah mutawazinah (kepribadian islami yang utuh dan
seimbang) yang siap menjawab tantangan zaman dengan segala
problematika, ujian dan cobaannya.
Selain itu juga perlu dilihat apakah di dalam masyarakat yang mono-
loyalitas ataukah multi-loyalitas; karena memang tidak mungkin
mengaplikasikan Islam hanya dengan satu model. Oleh karena itu
diperlukan ta-shil syari (pengokohan hukum syar’i’) dalam berinteraksi
dengan orang lain (fiqhu ta’amul ma’al ghoir) dan manhaj tarbiyah
haruslah dibuat di atas landasan ini.
Pada bulan yang sangat istimewa ini, terdapat sekian banyak wahana
yang bisa dimanfaatkan dalam rangka penggemblengan dan
pemanasan diri itu. Dari yang wajib seperti puasa dan zakat fitrah
hingga yang sunaah seperti i’tikaf, tadarus, tarawih, sedekah, dan
sebagainya. Dari yang berbentuk fisik seperti memberi makanan
berbuka kepada fakir miskin hingga yang psikis seperti sabar, tawakal,
amanah, jujur dan sebagainya.
Materi 9
Selain melatih diri, puasa juga memiliki sisi pendidikan sosial, apalagi dalam
kewajiban puasa ramadlan, seluruh umat islam di dunia diwajibkan berpuasa,
tanpa terkecuali; baik yang kaya atau miskin, pria atau wanita, kecuali bagi
mereka yang ada udzur, disinilah letak pendidikan sosial, mereka sama
dihadapan perintah Allah, sama dalam merasakan lapar dan dahaga, dan
sama dalam ketundukan terhadap perintah Allah.
Rasulullah SAW bersabda dalam hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah
r.a.:
Dan berdasarkan hadits ini, Ibnu ‘arabi mengatakan pula bahwa perbuatan-
perbuatan buruk tersebut di atas dapat mengurangi pahala puasa
Dan puncak tarbiyah yang dapat di raih oleh seorang muslim pada bulan
ramadhan adalah mencapai maqam taqwa disisi Allah SWT, sebagaimana
yang telah difirmankan Allah dipenutup perintah-Nya untuk berpuasa, “agar
kamu bertaqwa”, karena dengan puasa kesehatan qalb (hati) dan jasad
(jasmani) terjaga.
Materi 9
Kehidupan Jahiliyah (Bagian I): Gaya hidup Islami Vs Jahiliyah
Ada dua hal yang umumnya dicari oleh manusia dalam hidup ini. Yang pertama ialah
kebaikan (al-khair), dan yang kedua ialah kebahagiaan (as sa’adah). Hanya saja masing-
masing orang mempunyai pandangan yang berbeda ketika memahami hakikat keduanya.
Perbedaan inilah yang mendasari munculnya bermacam ragam gaya hidup manusia.
Dalam pandangan Islam gaya hidup tersebut dapat dikelompokkan menjadi dua golongan,
yaitu: 1) gaya hidup Islami, dan 2) gaya hidup jahiliyah.
Gaya hidup Islami mempunyai landasan yang mutlak dan kuat, yaitu Tauhid.
Inilah gaya hidup orang yang beriman. Adapun gaya hidup jahili, landasannya
bersifat relatif dan rapuh, yaitu syirik. Inilah gaya hidup orang kafir. Setiap
Muslim sudah menjadi keharusan baginya untuk memilih gaya hidup Islami
dalam menjalani hidup dan kehidupan-nya. Hal ini sejalan dengan firman Allah:
“Katakanlah: “Inilah jalan (agama)ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku
mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata, Maha Suci Allah, dan
aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik”. (QS. Yusuf: 108).
“Tidak akan terjadi kiamat sebelum umatku mengikuti jejak umat beberapa
abad sebelumnya, sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi sehasta”. Ada
orang yang bertanya, “Ya Rasulullah, mengikuti orang Persia dan Romawi?”
Jawab Beliau, “Siapa lagi kalau bukan mereka?” (HR. Al-Bukhari dari Abu
Hurairah z, shahih).
َاْلَيُهمْوُد،لم
ِ سمْوَل ا
ُ َيما َر: ُقْلَنما.ب َتِبْعُتُممْوُهْم
ّ ضم
َ حمَر
ْج
ُ خُلمْوا
َ حّتمى َلمْو َد
َ ع
ٍ عما ِبمِذَرا
ً شمْبٍر َوِذَرا
ِ شمْبًرا ِب
ِ ن َقْبَلُكمْم
َ ن َكما
ْ ن َمَ سَن
َ ن
ّ َلَتّتِبَع
.( صحيح، )رواه البخاري عن أبي سعيد الخدري.ن ْ َفَم: َقاَل.صاَرىَ َوالّن
Materi 10
.( )رواه أبو داود وأحمد عن ابن عباس.شّبَه ِبَقْوٍم َفُهَو ِمْنُهْم
َ ن َت
ْ َم
berkata: “Menyerupai suatu kaum artinya secara lahir berpakaian seperti pakaian mereka,
berlaku/ berbuat mengikuti gaya mereka dalam pakaian dan adat istiadat mereka”.
Satu di antara berbagai bentuk tasyabbuh yang sudah membudaya dan
mengakar di masyarakat kita adalah pakaian Muslimah. Mungkin kita boleh
bersenang hati bila melihat berbagai mode busana Muslimah telah mulai
bersaing dengan mode-mode busana jahiliyah. Hanya saja masih sering kita
menjumpai busana Muslimah yang tidak memenuhi standar seperti yang
dikehendaki syari’at. Busana-busana itu masih mengadopsi mode ekspose aurat
sebagai ciri pakaian jahiliyah. Adapun yang lebih memprihatinkan lagi adalah
busana wanita kita pada umumnya, yang mayoritas beragama Islam ini, nyaris
tak kita jumpai mode pakaian umum tersebut yang tidak mengekspose aurat.
Kalau tidak memper-tontonkan aurat karena terbuka, maka ekspose itu dengan
menonjolkan keketatan pakaian. Bahkan malah ada yang lengkap dengan dua
bentuk itu; mempertontonkan dan menonjolkan aurat. Belum lagi kejahilan
ini secara otomatis dilengkapi dengan tingkah laku yang -kata mereka- selaras
dengan mode pakaian itu. Na’udzubillahi min dzalik.
Materi 10
Masa Jahiliyah adalah era ketika kondisi dan situasi masyarakat belum
terjamah oleh risalah dan dakwah Islam. Periode ini sering juga disebut
dengan istilah Pra-Islam. Seiring dengan perkembangan dan akulturasi
bahasa, istilah ini juga melekat erat pada sifat orang-orang yang tidak
taat pada aturan agama yang telah diproyeksikan oleh Al-Qur’an dan As-
Sunnah.
Kebiasaan-kebiasaan kaum jahiliyah yang realitasnya berseberangan
dengan anjuran Rasulullah s.a.w tersebut disebabkan oleh sifat keras
kepala, apriori dan ta’assub (fanatik yang berlebihan) terhadap
peninggalan dan tradisi para leluhur yang mengental rekat dalam ritual
yang selalu disakralkan.
Seperti kebiasaan dahulu orang-orang jahiliyah yang mengitari ka’bah
dengan bertelanjang tanpa busana, akhirnya terwarisi dengan kebiasaan
generasi berikutnya yang tidak malu mempertontonkan auratnya di
depan publik, sehingga hal seperti itu dianggap lumrah bahkan dianggap
sebagai modernisasi.
Syeikh Muhammad ibn Abdul Wahab dalam Masail Al-Jahiliyyah
mengatakan, bahwa agama mereka (orang-orang jahiliyah) terbangun
oleh beberapa pondasi yang menjadi akar dan pijakan. Yang terbesar
diantaranya ialah “TAQLID”, yaitu sebuah sistim yang besar yang selalu
menjadi tumpuan semua orang-orang kafir, sedari dahulu kala hingga
akhir zaman. Sebagaimana Allah SWT berfirman di berbagai ayat di
dalam Al-Qur’an:
“Wa kadzaalika maa arsalna min qablika fi qaryatin min nadziirin illaa
qaala mutrafuuha innaa wajadnaa aabaa-ana ‘ala ummatin wa innaa ‘ala
aatsaarihim muqtaduun”;
“Dan demikianlah, Kami tidak mengutus sebelum kamu seorang pemberi
peringatan pun dalam suatu negeri, melainkan orang-orang yang hidup
mewah di negeri itu berkata: “Sesungguhnya kami mendapati bapak-
bapak kami menganut suatu agama dan sesunguhnya kami adalah
pengikut jejak-jejak mereka”(QS.Az-Zukhruf:23).
“Wa idzaa qiila lahumuttabi’uu maa anzalallahu, qaaluu bal nattabi’u
maa wajadnaa ‘alaihi aabaa’ana, awalaw kaanasy-syaythaanu
yad’uuhum ilaa ‘adzaabis-sa’iir”;
“Dan apabila dikatakan kepada mereka: “Ikutilah apa yang diturunkan
Allah”. Mereka menjawab: “(Tidak), tapi kami (hanya) mengikuti apa
yang kami dapat dari bapak-bapak kami mengerjakannya.” Dan apakah
mereka (akan mengikuti bapak-bapak mereka) walaupun syaithan itu
menyeru mereka ke dalam siksa api yang menyala-nyala (neraka)?
(QS.Luqman:21).
“Ittabi’uu maa unzila ilaikum min rabbikum walaa tattabi’uu min duunihi
awliyaa’a. Qaliilan maa tadzakkaruun”:
“Ikutilah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu, dan janganlah
kamu mengikuti pemimpin-pemimpin selainnya (pemimpin yang
membawa kepada kesesatan). Amat sedikitlah kamu mengambil
pelajaran (dari padanya)” (QS.Al-A’raf:3).
Syeikh DR.Shalih ibn Fauzan ibn Abdillah Al-Fauzan dalam Syarhul
Masaa’il Al-Jahiliyyah menjelaskan bahwa mereka (orang-orang jahiliyah)
tidak menegakkan agama mereka sesuai dengan apa yang telah para
Rasul sampaikan kepada mereka, sesunguhnya mereka mengkonstruksi
agama mereka dengan dasar-dasar yang mereka mengada-adakannya
sendiri sekehendak hati mereka, dan mereka enggan merobah diri serta
beranjak dari kebiasaan itu. Perihal inilah yang dalam dunia Islam disebut
sebagai “at-taqlid”, atau dalam istilah Arab juga akrab dengan sebutan
“al-muhakah”, yaitu sebagian orang meniru cara-cara yang kelompok
individu lain lakukan, sedangkan objek yang ditiru itu tidak sepatutnya
untuk menjadi percontohan (maslahat). Sebagaimana Allah SWT
berfirman:
“Wakadzalika maa arsalna min qablika fi qaryatin min nadziirin illaa
mutrafuuha inna wajadnaa aabaa-ana ‘ala ummatin, wa innaa ‘alaa
aatsaarihim muqtaduun”;
Kata “mutrafuuha” dalam ayat ini adalah “mereka (para penduduk) yang
hidup mewah sejahtera dan bergelimang harta pada umumnya, karena
mereka adalah orang-orang yang cenderung berbuat jahat, sombong,
dan tiada keinginan menerima kebenaran. Berbeda halnya dengan kaum
faqir dan dhuafa, yang pada umumnya bersikap tawadhu’ dan ikhlas
menerima kebenaran.
Kaum yang mengagung-agungkan harta, tahta dan garis keturunan
leluhurnya inilah, yang dahulu ketika para Rasul memberi peringatan dan
mengajak mereka kepada jalan yang benar, mereka selalu membantah
dengan ucapan” “Inna wajadnaa aabaa-ana ‘ala ummatin, wa innaa ‘alaa
aatsaarihim muqtaduun”; “Sesungguhnya kami mendapati bapak-bapak
kami menganut suatu agama dan sesungguhnya kami adalah penganut
jejak-jejak mereka.” Dengan kata lain (secara tidak langsung) mereka
bermaksud: Kami tidak butuh peran dan kehadiranmu wahai Rasul, kami
lebih percaya dengan apa yang telah dibudayakan oleh leluhur kami. Hal
inilah yang di dalam literatur Islam disebut dengan istilah “at-taqlid al-
a’maa” atau dalam istilah kita: “fanatisme buta” (blind obedience), yang
tergolong dalam salah satu perangai kaum jahiliyah.
Materi 11
Pengertian Jahiliyah (Bagian Kedua): Tidak Mau Berpikir
Maka dari itu, hendaknya ini menjadi titik sentral perhatian orang-orang
yang beriman agar cermat memilah dan memilih, yang mana hidayah
(petunjuk) dan yang mana dhalalah (kesesatan), karena tidak sedikit
kesesatan yang terbungkus oleh kamuflase hidayah. Tidak jarang orang-
orang menyangka sesuatu itu hidayah (hal yang benar-benar sesuai
dengan apa yang dituntunkan oleh syariat), namun hakikatnya adalah
kesesatan yang nyata.
Materi 12
Mengikuti Rasul (Ittiba’ur Rasuul)
Lawan dari istilah “at-taqlid al-a’maa” atau dalam istilah kita: “fanatisme
buta” (blind obedience), yang tergolong dalam salah satu perangai kaum
jahiliyah adalah “at-taqlid fil khair”, yakni mengikuti dalam ruang lingkup
kebaikan, dalam istilah Islam disebut Ittiba’ dan Iqtida’ yakni mengikuti
dan meneladani. Sebagaimana yang termaktub dalam (QS.Yusuf:38),
firman Allah SWT tentang kisah Nabi Yusuf a.s: “Dan aku mengikuti
agama bapak-bapakku Ibrahim, Ishaq dan Ya’qub. Tiadalah patut bagi
kami (para Nabi) mempersekutukan sesuatu apapun dengan
Allah.”(QS.Yusuf:38).
Dan di dalam QS.At-Taubah:10
“Wassaabiquunal awwaluuna minal muhaajiriina wal anshaari
walladziinat-taba’uuhum bi ihsanin, radhiyallahu ‘anhu wa radhuu ‘anhu.
Wa a’adda lahum jannaatin tajrii min tahtihaal anhaaru khaalidiina fiiha
abadan. Dzalikal fawzul adhziim”;
“Orang-orang yang terdahulu yang pertama-tama (masuk Islam) diantara
orang-orang Muhajirin dan Anshar dan orang-orang yang mengikuti
mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha
kepada Allah, dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang
mengalir sungai-sungai di dalamnya; mereka kekal di dalamnya selama-
lamanya. Itulah kemenangan yang besar.”(QS.At-Taubah:100).
Materi 13
Menjaga Diri dan Keluarga dari Api Neraka (Bagian Pertama)
Sebuah seruan dari Dzat Yang Maha Agung kepada orang-orang yang
beriman, berisi perintah dan peringatan berikut kabar tentang bahaya
besar yang mengancam. Seruan ini ditujukan kepada insan beriman,
karena hanya mereka yang mau mencurahkan pendengaran kepada
ajakan Allah Subhanahu wa Ta’ala, berpegang dengan perintah-Nya
dan mengambil manfaat dari ucapan-ucapan-Nya. Allah Subhanahu wa
Ta’ala perintahkan mereka agar menyiapkan tameng untuk diri
mereka sendiri dan untuk keluarga mereka guna menangkal bahaya
yang ada di hadapan mereka serta kebinasaan di jalan mereka.
Bahaya yang mengerikan itu adalah api neraka yang sangat besar,
tidak sama dengan api yang biasa kita kenal, yang dapat dinyalakan
dengan kayu bakar dan dipadamkan oleh air. Api neraka ini bahan
bakarnya adalah tubuh-tubuh manusia dan batu-batu. Ini berbeda
sama sekali dengan api di dunia. Bila orang terbakar dengan api dunia,
ia pun meninggal berpisah dengan kehidupan dan tidak lagi
merasakan sakitnya pembakaran tersebut. Beda halnya bila seseorang
dibakar dengan api neraka, na’udzubillah. Karena Allah Subhanahu wa
Ta’ala berfirman,
“Setiap kali nyala api Jahannam itu akan padam, Kami tambah lagi
nyalanya bagi mereka.” (Al –Isra’:97)
“Setiap kali kulit mereka hangus, Kami ganti kulit mereka dengan kulit
yang lain, supaya mereka terus merasakan azab.” (An-Nisa’: 56)
Orang yang masuk ke dalam api yang sangat besar ini tidak mungkin
dapat lari untuk meloloskan diri, karena yang menjaganya adalah para
malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah
Subhanahu wa Ta’ala terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada
mereka serta selalu mengerjakan apa yang diperintahkan. Allah
Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
Kata ٌ داد
َ شش
ِ maksudnya keras tubuh mereka. Ada yang mengatakan,
para malaikat itu kasar ucapannya dan keras perbuatannya. Ada yang
berpendapat, malaikat tersebut sangat kasar dalam menyiksa
penduduk neraka, keras terhadap mereka. Bila dalam bahasa Arab
dinyatakan: “Fulanun Syadiidun ‘alaa fulaanin” maksudnya Fulan
menguasainya dengan kuat, menyiksanya dengan berbagai macam
siksaan.
Ada pula yang berpendapat bahwa yang dimaksud dengan ظ ٌ ِغَلadalah
sangat besar tubuh mereka, sedangkan maksud ٌ داد
َ ش
ِ adalah kuat.
Materi 14
Jagalah Dirimu dan Keluargamu dari Api Neraka (Bagian Ketiga):
Penjagaan Rasulullah SAW terhadap Keluarganya
Materi 15
“Surga lebih dekat kepada salah seorang dari kalian daripada tali
sandalnya dan neraka pun semisal itu.” (HR. Al-Bukhari dari hadits
Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu)
Maka, marilah kita berbenah diri untuk menjaga diri kita dan keluarga
kita dari api neraka. Bersegeralah sebelum datang akhir hidup kita,
sebelum datang jemputan dari utusan Rabbul Izzah, sementara kita
tak cukup ‘bekal’ untuk bertameng dari api neraka, apatah lagi
Materi 16
Meraih Rahmat Allah
Sebagai manusia apalagi sebagai muslim, kita tentu amat mengharapkan rahmat
dari Allah Swt sehingga kita selalu berdo’a, baik di dalam shalat maupun di luar
shalat untuk bisa memperoleh rahmat Allah. Hal ini karena orang yang mendapat
rahmat Allah tentu saja tergolong kedalam kelompok orang yang beruntung
sebagaimana firman Allah yang artinya: Kemudian kamu berpaling setelah
(adanya perjanjian) itu, maka kalau tidak ada karunia Allah dan rahmt-Nya
atasmu, niscaya kamu tergolong orang-orang yang rugi (QS 2:64). Bahkan di
dalam ayat lain, keuntungan orang yang mendapat rahmat Allah itu akan
dijauhkan dari azab-Nya, Allah berfirman yang artinya: Barangsiapa yang
diajuhkan azab daripadanya pada hari itu, maka sungguh Allah telah
memberikan rahmat kepadanya. Dan itulah keberuntungan yang nyata (QS
6:16).
Pertama, taat kepada Allah dan Rasul-Nya, baik dalam keadaan susah maupun
senang, berat maupun ringan, waktu sendiri atau bersama orang lain. Tegasnya,
kalau mau memperoleh rahmat Allah kita harus taat kepada Allah dan rasul-Nya
dalam situasi dan kondisi yang bagaimanapun juga, hal ini terdapat dalam firman
Allah yang artinya: Dan taatilah Allah dan Rasul supaya kamu diberi rahmat
(3:132).
Kedua, harus tolong menolong dalam kebaikan, melaksanakan amar ma’ruf dan
nahi munkar, mendirikan shalat sehingga memberi pengaruh yang besar dalam
bentuk menhindari perbuatan keji dan munkar serta menunaikan zakat agar
menjadi suci jiwa kita, terjembatani hubungan antara yang kaya dengan yang
miskin serta kemiskinan bisa diatasi secara bertahap, hal ini difirmankan Allah
yang artinya: Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebagian
mereka adalah menjadi penolong bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh
(mengerjakan yang ma’ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat,
menunaikan zakat dan mereka taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan
diberi rahmat oleh Allah; sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana
(9:71)
Ketiga, Iman yang kokoh sehingga bisa dibuktikan dengan amal shaleh yang
sebanyak-banyak meskipun hambatan, tantangan dan rintangan selalu
menghadang, namun dia tetap Istiqomah dalam keimanannya sehingga dengan
keimanannya yang mantap itu, kesusahan hidup tidak membuatnya harus
berputus asa sedang kesenangan hidup tidak membuatnya menjadi lupa diri, hal
ini difirmankan Allah yang artinya: Adapun orang-orang yang beriman dan
berpegang teguh kepada (agama)-Nya, niscaya Allah akan memasukkan mereka
ke dalam rahmat yang besar dari-Nya (syurga) dan limpahan karunia-Nya. Dan
menunjuki mereka kepada jalan yang lurus (untuk sampai) kepada-Nya (QS
4:175).
Disamping itu, iman dan istiqomah harus disertai dengan hijrah, yakni
meninggalkan segala bentuk larangan Allah dan berjihad dalam arti bersungguh-
sungguh dalam perjuangan menegakkan nilai-nilai Islam dalam segala aspeknya,
hal ini difirmankan Allah yang artinya: Orang-orang yang beriman, berhijrah dan
berjihad adalah lebih tinggi derajatnya di sisi Allah; dan itulah orang-orang yang
mendapat kemenangan. Tuhan mereka menggembirakan mereka dengan
memberikan rahmat daripada-Ny, keridhaan dan syurga, mereka memperoleh di
dalamnya kesenangan yang kekal (QS 9:20-21, lihat juga QS 2:218).
Keempat, berbuat baik, yakni perbuatan apa saja yang tidak bertentangan
dengan nilai-nilai yang datang dari Allah dan Rasul-Nya serta tidak mengganggu
orang lain, bahkan orang lain bisa merasakan manfaat baiknya, sekecil apapun
manfaat yang bisa dirasakannya. Allah berfirman yang artinya: Dan janganlah
kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya dan
berdo’alah kepadanya dengan rasa takut (tidak akan diterima) dan harapan
(akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang
yang berbuat baik (QS 7:56).
Keenam, taubat dari segala dosa yang telah dilakukan, hal ini karena secara
harfiyah, taubat berarti kembali, yakni kembali kepada Allah. Dengan taubat,
manusia berarti mau mendekati Allah lagi dan Allah senang kepada siapa saja
yang mau bertaubat, sebanyak apapun dosa yang sudah dilakukannya,
menyadari terhadap kesalahan yang dilakukan. Menyesali, bertekad untuk tidak
mengulanginya dan membuktikan bahwa dia betul-betul telah meninggalkan
segala perbuatan salahnya dengan menggantinya kepada segala kebaikan.,
inilah yang membuat Allah cinta kepadanya sehingga rahmat Allah akan
diberikan kepadanya, hal ini difirmankan Allah yang artinya: Dia (Nabi Shaleh)
berkata: Hai kaumku mengapa kamu minta disegerakan keburukan sebelum
(kamu minta) kebaikan?. Hendaklah kamu minta ampun kepada Allah, agar
kamu mendapat rahmat (QS 27:46).
Ayat yang menyebutkan kecintaan Allah kepada orang yang bertaubat adalah
yang artinya: “Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertaubat dan
mencintai orang-orang yang membersihkan diri” (QS 2:222).
Materi 17
Ukhuwah Islamiyah
Materi 18
Peringkat-Peringkat Ukhuwah
Peringkat-Peringkat Ukhuwah:
Materi 17
Manfaat Ukhuwah Islamiyah
Ada lagi derajat (tingkatan) yang lebih tinggi dari lapang dada
(Salamatus shadr)) dan cinta, yaitu itsar. Itsar adalah
mendahulukan kepentingan saudaranya atas kepentingan diri
sendiri dalam segala sesuatu yang dicintai. Ia rela lapar demi
kenyangnya orang lain. Ia rela haus demi puasnya prang lain. Ia
rela berjaga demi tidurnya orang lain. Ia rela bersusah payah demi
istirahatnya orang lain. Ia pun rela ditembus peluru dadanya demi
selamatnya orang lain. Islam menginginkan dengan sangat agar
cinta dan persaudaraan antara sesama manusia bisa merata di
semua bangsa, antara sebagian dengan sebagian yang lain. Islam
tidak bisa dipecah-belah dengan perbedaan unsure, warna kulit,
bahasa, iklim, dan atau batas negara, sehingga tidak ada
kesempatan untuk bertikai atau saling dengki, meskipun berbeda-
beda dalam harta dan kedudukan.
Materi 18
Dalam ajaran Islam, salah satu mekanisme distribusi pendapatan dan kekayaan
ini adalah melalui instrumen zakat, infak dan sedekah (ZIS). Rasulullah SAW,
dalam sebuah Hadits riwayat Imam al-Ashbahani dari Imam Thabrani,
menyatakan: “Sesungguhnya Allah SWT telah mewajibkan atas hartawan muslim
suatu kewajiban zakat yang dapat menanggulangi kemiskinan. Tidaklah mungkin
terjadi seorang fakir menderita kelaparan atau kekurangan pakaian, kecuali oleh
sebab kebakhilan yang ada pada hartawan muslim. Ingatlah, Allah SWT akan
melakukan perhitungan yang teliti dan meminta pertanggungjawaban mereka
dan selanjutnya akan menyiksa mereka dengan siksaan yang pedih” (HR.
Thabrani dalam Al Ausath dan Ash Shoghir).
Materi 19
Al Qur’an Terjaga Keasliannya
Materi 20
Pengertian Al Qur’an
Adalah Kalam Allah ta’ala yang diturunkan kepada Rasul dan penutup
para Nabi-Nya, Muhammad shallallaahu ‘alaihi wasallam, diawali
dengan surat al-Fatihah dan diakhiri dengan surat an-Naas.
Allah ta’ala telah menjaga al-Qur’an yang agung ini dari upaya
merubah, menambah, mengurangi atau pun menggantikannya. Dia
ta’ala telah menjamin akan menjaganya sebagaimana dalam firman-
Nya, “Sesunggunya Kami-lah yang menurunkan al-Qur’an dan
sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.” (al-Hijr:9)
Dan firman-Nya, “Dan al-Qur’an itu adalah kitab yang Kami turunkan
yang diberkati, maka ikutilah dia dan bertakwalah agar kamu diberi
rahmat.” (al-An’am:155)
Materi 21
Oleh karena bagi anda yang ingin memaksimalkan peran al-Qur'an dalam
kehidupan, nampaknya harus lebih banyak lagi mengetahui manfaat dan
perannya, terutama untuk kehidupan. Di antara manfaat itu adalah:
1. Ayat-ayat al-Qur'an yang dibaca setiap hari akan memberikan motivasi
dan penyemangat bagi si pembacanya.
2. Ketika membaca al-Qur'an, Allah menegur diri kita pada setiap ayat-ayat
Nya.
3. Bacaan al-Qur'an yang melibatkan emosi akan memberikan kedamaian
dan ketenangan yang tidak bisa dilukiskan, seperti yang dialami dan
dirasakan oleh Sayyid Quthb Rahimahullah.
4. Orang yang membaca al-Qur'an akan senantiasa ingat Allah dan kembali
kepada-Nya.
5. Orang yang membaca al-Qur'an akan selalu berada dalam kecukupan dan
nikmat Allah meski ia merasakan serba kurang di dunia.
6. Ayat-ayat Alloh akan menjadi penjaganya selama ia hidup di dunia, karena
ia telah menjaga ayat-ayat-Nya.
7. Orang yang paham al-Qur'an adalah orang yang memiliki banyak ilmu.
Materi 22
Al Qur’an Mu’jizat (Bagian Pertama): Membaguskan Bacaan Al
Qur’an
Para ulama balaghah dan para sastrawan bangsa Arab sejak masa Abdul
Qahir sampai Ar-Raf"i dan Sayyid Quthb dan selain mereka pada zaman
kita ini telah menjelaskan sisi I'jaz bayani (kejelasan mu'jizat) atau sisi
keindahan dalam kitab ini. Yang dituntut di dalam membaca Al Qur'an
adalah bertemunya antara keindahan suara dan tajwidnya sampai
keindahan bayan dan susunannya, oleh karena itu Allah SWT berfirman:
"Dan bacalah Al Qur'an itu dengan perlahan-lahan." (Al Muzzammil:4)
Rasulullah SAW juga bersabda: "Apa yang diizinkan Allah pada sesuatu,
apa yang dizinkan Allah kepada Nabinya (adalah) untuk membaguskan
dalam melagukan Al Qur'an yang dia baca dengan keras." (HR. Ahmad,
Bukhari dan Muslim)
Dalam Al Qur'an terkandung unsur agama, ilmu, sastra dan seni secara
bersamaan. Dia mampu memberikan siraman ruhani, memberikan
kepuasan akal, membangunkan perasaan, memberikan kenikmatan pada
perasaan dan memperlancar lisan.
Materi 23
Al Qur’an Mu’jizat (Bagian Kedua): Kalamullah
Di permulaan surat " Abasa " juga teguran kepada Rasulullah kerena
beliau bermuka masam kepada Ibn Ummi Maktum yang pada waktu itu
minta Rasulullah untuk mengajarkannya Al-Qur'an, sementara
Rasulullah sedang sibuk dalam sebuah pertemuan dengan pemuka-
pemuka Quraisy. Masuk akalkah seorang menegur dirinya senidiri
dalam buku yang dikarangnya? Kalau memang benar Al-Qur'an
karangan Muhammad SAW. Ketiga, Al-Qur'an sendiri menyuruh
Rasulullah SAW untuk menantang siapa saja yang dari mahluk yang
ada, jin dan manusia untuk membuat sepertinya. Dalam (QS: Hud:13)
perintah untuk Nabi agar menantang mereka supaya mendatangkan
sepuluh surah. Dalam (QS:Yunus:38) perintah agar menantang mereka
untuk mendatangkan satu surah. Pada (QS:Al Baqarah:23) juga
demikian.
Materi 24
Al Qur’an Membentuk Umat Mulia
"Segala puji bagi Allah yang telah menurunkan kepada hamba-Nya Al Kitab
(Al Qur'an) dan Dia tidak mengadakan kebengkokan di dalamnya; sebagai
bimbingan yang lurus, untuk memperingatkan akan siksaan yang sangat
pedih dari sisi Allah dan memberi berita gembira kepada orang-orang yang
beriman, yang mengerjakan amal saleh, bahwa mereka akan mendapat
pembalasan yang baik, mereka kekal di dalamnya untuk selama-lamanya."
( Al Kahfi: 1-3)
terakhir, yang diberikan untuk menjadi petunjuk bagi umat manusia. Dan
anugerah itu terus terpelihara dari perubahan dan pemalsuan kata maupun
makna. Karena Allah SWT. telah menjamin untuk memeliharanya, dan tidak
dibebankan tugas itu kepada siapapun dari sekalian makhluk-Nya:
Al Qur'an adalah kitab Ilahi seratus persen: "(Inilah) suatu kitab yang ayat-
ayatnya disusun dengan rapi serta dijelaskan secara terperinci yang
diturunkan dari sisi (Allah) yang Maha Bijaksana lagi Maha Tahu." (Huud: 1)
"Dan sesungguhnya Al Qur'an itu adalah kitab yang mulia. Yang tidak datang
kepadanya (Al Qur'an) kebatilan baik dari depan maupun dari belakangnya,
yang diturunkan dari Tuhan Yang Maha Bijaksana lagi Maha Terpuji." ( Fush-
shilat: 41-42)
Tidak ada di dunia ini, suatu kitab, baik itu kitab agama atau kitab biasa,
yang terjaga dari perubahan dan pemalsuan, kecuali Al Qur'an. Tidak ada
seorangpun yang dapat menambah atau mengurangi satu hurup-pun
darinya.
Tidak ada di dunia ini suatu kitab yang dihapal oleh ribuan dan puluhan ribu
orang, di dalam hati mereka, kecuali Al Qur'an ini, yang telah dimudahkan
oleh Allah SWT untuk diingat dan dihapal. Maka tidak aneh jika kita
menemukan banyak orang, baik itu lelaki maupun perempuan, yang
menghapal Al Qur'an dalam mereka. Ia juga dihapal oleh anak-anak kecil
kaum Muslimin, dan mereka tidak melewati satu hurup-pun dari Al Qur'an itu.
Demikian juga dilakukan oleh banyak orang non Arab, namun mereka tidak
melewati satu hurup-pun dari Al Qur'an itu. Dan salah seorang dari mereka,
jika Anda tanya: "siapa namamu?" --dengan bahasa Arab-- niscaya ia tidak
akan menjawab! (Karena tidak paham bahasa Arab!, penj.). Ia menghapal
Kitab Suci Rabbnya semata untuk beribadah dan mendekatkan diri kepada
Allah SWT, meskipun ia tidak memahami apa yang ia baca dan ia hapal,
karena ia tertulis dengan bukan bahasanya.
Hingga rasam (metode penulisan) Al Qur'an, masih tetap tertulis dan tercetak
hingga saat ini, seperti tertulis pada era khalifah Utsman bin Affan r.a.,
meskipun metode dan kaidah penulisan telah berkembang jauh. Hingga saat
ini, tidak ada suatu pemerintah muslim atau suatu organisasi ilmiah pun,
yang berani merubah metode penulisan Al Qur'an itu, dan menerapkan
kaidah-kaidah penulisan yang berlaku bagi seluruh buku, media cetak, koran
dan lainnya yang ditulis dan dicetak, bagi Al Qur'an.
Materi 25
Al Qur’an Cahaya
Materi 26
Inilah yang berusaha dilakukan buku ini dalam empat bab utamanya,
dengan bertumpu --terutama-- pada Al Qur'an itu sendiri, karena ia
adalah objek kita, namun ia juga petunjuk itu.
"Dan Al Qur'an itu adalah kitab yang Kami turunkan yang diberkati,
maka ikutilah dia dan bertakwalah agar kamu diberi rahmat." (Al
An'aam: 155)
Materi 27
Bahaya Rumor/Ghibah (Bagian Pertama): Pengertian Ghibah
Tahukah anda apa itu ghibah? Sesungguhnya kata ini tidak asing lagi
bagi kita. Ghibah ini erat kaitannya dengan perbuatan lisan, sehingga
sering terjadi dan terkadang di luar kesadaran.
Materi 28
Bahaya Ghibah (Bagian Kedua): Kriteria Ghibah
“Barang siapa yang mencegah terbukanya aib saudaranya niscaya Allah akan
mencegah wajahnya dari api neraka pada hari kiamat nanti.” (H.R. At Tirmidzi
no. 1931 dan lainnya)
Demikian juga semestinya ia tidak ridha melihat saudaranya terjatuh dalam
kemaksiatan yaitu berbuat ghibah. Semestinya ia menasehatinya, bukan justru
ikut larut dalam perbuatan tersebut. Kalau sekiranya ia tidak mampu menasehati
atau mencegahnya dengan cara yang baik, maka hendaknya ia pergi dan
menghindar darinya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman (artinya):
“Dan orang-orang yang beriman itu bila¬ mendengar perkataan yang tidak
bermanfaat, mereka berpaling darinya, dan mereka berkata: “Bagi kami amal-
amal kami dan bagimu amal-amalmu, semoga kesejahteraan atas dirimu, kami
tidak ingin bergaul dengan orang-orang jahil.” (Al Qashash: 55)
Dari shahabat Abu Sa’id Al Khudri radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah
Shallallahu’alaihi wasallam bersabda:
“Barang siapa yang melihat kemungkaran hendaknya dia mengingkarinya
dengan tangan. Bila ia tidak mampu maka cegahlah dengan lisannya. Bila ia
tidak mampu maka cegahlah dengan hatinya, yang demikian ini selemah-
lemahnya iman.” (Muttafaqun ‘alaihi)
Namun bila ia ikut larut dalam perbuatan ghibah ini berarti ia pun ridha terhadap
kemaksiatan, tentunya hal ini pun dilarang dalam agama.
Bertaubat dari Ghibah
Lalu bagaimana cara bertaubat dari perbuatan ghibah? Apakah wajib baginya
untuk memberi tahu kepada yang dighibahi? Sebagian para ulama’ berpendapat
wajib baginya untuk memberi tahu kepadanya dan meminta ma’af darinya.
Pendapat ini ada sisi benarnya jika dikaitkan dengan hak seorang manusia.
Misalnya mengambil harta orang lain tanpa alasan yang benar maka dia pun
wajib mengembalikannya.
Tetapi dari sisi lain, justru bila ia memberi tahu kepada yang dighibahi
dikhawatirkan akan terjadi mudharat yang lebih besar. Bisa jadi orang yang
dighibahi itu justru marah yang bisa meruncing pada percekcokan dan bahkan
perkelahian. Oleh karena itu sebagian para ulama lainnya berpendapat tidak
perlu ia memberi tahukan kepada yang dighibahi tapi wajib baginya beristighfar
(memohan ampunan) kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan menyebutkan
kebaikan-kebaikan orang yang dighibahi itu di tempat-tempat yang pernah ia
berbuat ghibah kepadanya. Insyaallah pendapat terakhir lebih mendekati
kebenaran. (Lihat Nashiihatii linnisaa’: 31)
Materi 29
Menggapai Keberkahan Hidup
Bentuk Keberkahan
Secara umum, keberkahan yang diberikan Allah SWT kepada orang-orang
yang beriman bisa kita bagi kedalam tiga bentuk. Pertama, berkah dalam
keturunan, yakni dengan lahirnya generasi yang shaleh.
Generasi yang shaleh adalah yang kuat imannya, luas ilmunya dan banyak
amal shalehnya, ini merupakan sesuatu yang amat penting, apalagi
terwujudnya generasi yang berkualitas memang dambaan setiap manusia.
Kelangsungan Islam dan umat Islam salah satu faktornya adalah adanya
topangan dari generasi yang shaleh.
Generasi semacam itu juga memiliki jasmani yang kuat, memiliki
kemandirian termasuk dalam soal harta dan bisa menjalani kehidupan
dengan sebaik-baiknya.
Keberkahan semacam ini telah diperoleh Nabi Ibrahim as dan keluarganya
yang ketika usia mereka sudah begitu tua ternyata masih dikaruniai anak,
bahkan tidak hanya Ismail yang shaleh, sehat dan cerdas, tapi juga Ishak dan
Ya’kub. Di dalam Al- Qur’an keberkahan semacam ini diceritakan oleh Allah
yang artinya: “Dan isterinya berdiri (di balik tirai) lalu dia tersenyum. Maka
Kami sampaikan kepadanya berita gembira tentang kelahiran Ishak dan dari
Ishak (akan lahir puteranya) Ya’kub. Isterinya berkata: "Sungguh
mengherankan, apakah aku aka melairkan anak, padahal aku adalah
perempuan seorang perempuan tua, dan ini suamikupun dalam keadaan
yang sudah tua pula?. Sesungguhnya ini benar-benar suatu yang sangat
aneh". Para malaikat itu berkata: "Apakahkamu merasa heran tentang
ketetapan Allah? (itu adalah) rahmat Allah dan keberkatan-Nya, dicurahkan
atas kamu, hai ahlul bait. Sesungguhnya Allah Maha Terpuji lagi Maha
Pemurah" (QS 11:71-73).
Kedua, keberkahan dalam soal makanan yakni makanan yang halal dan
thayyib, hal ini karena ulama ahli tafsir, misalnya Ibnu Katsir menjelaskan
bahwa keberkahan dari langit dan bumi sebagaimana yang disebutkan dalam
firman surat Al A’raf: 96 di atas adalah rizki yang diantara rizki itu adalah
makanan. Yang dimaksud makanan yang halal adalah disamping halal
jenisnya juga halal dalam mendapatkannya, sehingga bagi orang yang
diberkahi Allah, dia tidak akan menghalalkan segala cara dalam memperoleh
nafkah.
Di samping itu, makanan yang diberkahi juga adalah yang thayyib, yakni
yang sehat dan bergizi sehingga makanan yang halal dan tayyib itu tidak
hanya mengenyangkan tapi juga dapat menghasilkan tenaga yang kuat
untuk selanjutnya dengan tenaga yang kuat itu digunakan untuk
melaksanakan dan menegakkan nilai-nilai kebaikan sebagai bukti dari
ketaqwaannya kepada Allah Swt, Allah berfirman yang artinya: Dan makanlah
makanan yang halal lagi baik dari apa yang telah Allah rizkikan kepadamu,
dan bertaqwalah kepada Allah yang kamu beriman kepada-Nya (QS 5:88).
Karena itu, agar apa yang dimakan juga membawa keberkahan yang lebih
banyak lagi, meskipun sudah halal dan thayyib, makanan itu harus dimakan
sewajarnya atau secukupnya, hal ini karena Allah sangat melarang manusia
berlebih-lebihan dalam makan maupun minum, Allah Swt berfirman yang
artinya: “Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indak di setiap memasuki
masjid, makan dan minumlah dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya
Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan” (7:31).
Ketiga, berkah dalam soal waktu yang cukup tersedia dan dimanfaatkannya
untuk kebaikan, baik dalam bentuk mencari harta, memperluas ilmu maupun
memperbanyak amal yang shaleh, karena itu Allah menganugerahi kepada
kita waktu, baik siang maupun malam dalam jumlah yang sama, yakni 24 jam
setiap harinya, tapi bagi orang yang diberkahi Allah maka dia bisa
memanfaatkan waktu yang 24 jam itu semaksimal mungkin sehingga
pencapaian sesuatu yang baik ditempuh dengan penggunaan waktu yang
efisien, karena salah satu karakteristik waktu adalah tidak akan bisa kembali
lagi bila sudah berlalu, Allah berfirman yang artinya: “Demi masa.
Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang
yang beriman dan mengerjakan amal shaleh dan nasihat menasihati supaya
mentaati kebenaran dan nasihat menasihati supaya menetapi kesabaran”
(QS 103:1-3).
Karena itu, bagi seorang muslim yang diberkahi Allah, waktu digunakan
untuk bisa membuktikan pengabdiannya kepada Allah Swt, meskipun dalam
berbagai bentuk usaha yang berbeda, Allah berfirman yang artinya: “Demi
malam apabila menutupi, dan siang apabila terang benderang, dan
penciptaan laki-laki dan perempuan. Sesungguhnya usaha kamu memang
berbeda-beda. Adapun orang yang memberikan (harta di jalan Allah) dan
bertaqwa dan membenarkan adanya pahala yang terbaik (syurga), maka
Kami kelak akan menyiapkan baginya jalan yang mudah.” (92:1-7).
Materi 30
Kunci Keberkahan
Karena harus kita jalankan dan pedomani dalam kehidupan ini, maka setiap
kita harus mengimani kebenaran Al-Qur’an bahwa dia merupakan wahyu dari
Allah Swt sehingga tidak akan kita temukan kelemahan dari Al-Qur’an,
selanjutnya bisa dan suka membaca serta menjalankannya dalam kehidupan
sehari-hari, baik menyangkut aspek pribadi, keluarga, masyarakat maupun
bangsa. Akhirnya menjadi jelas bagi kita bahwa, keberkahan dari Allah yang
kita dambakan itu, memperolehnya harus dengan berdo’a dan berusaha
yang sungguh-sungguh, yakni dalam bentuk memantapkan iman dan taqwa
serta selalu menjadikan Al- Qur’an sebagai pedoman dalam hidup ini.
Materi Tambahan
Halal Bi Halal
Para ulama kita terdahulu mendasarkan kegiatan halal bihalal tersebut pada
sebuah hadits shahih dari Imam Bukhari seperti di bawah ini:
Selain dasar hadits tersebut, bahwa al-yauma itu tidak lain adalah hari raya
Idul Fitri, para ulama mendasarkan juga pada QS. Al-Baqarah: 133-134,
bahwa ciri orang yang bertakwa (sebagai output dari ibadah ramadhan) salah
satunya adalah al-kaazhimiinal gaidh, yakni ‘memaafkan kesalahan manusia.’
Karena itu, ketika pada ramadhan kita memperbaiki hubungan vertikal
dengan Allah (hablun minallah), maka ketika Syawal tiba saatnya kita
melengkapinya dengan memperbaiki hubungan horisontal dengan sesama
manusia (hablun minannas), yakni dengan cara saling memaafkan; saling
meminta halal atas kesalahan kita masing-masing. Maka jadilah tradisi
halalbihalal sebagaimana berkembang seperti sekarang ini; yang khas
Indonesia.