You are on page 1of 61

Materi Kultum Ramadhan

Materi I

Merajut Pakaian Taqwa

Pada hakekatnya, pakaian adalah segala yang “melekat” di badan ini;


entah baju, celana, segala aksesoris yang “melekat” lainnya, termasuk
perhiasan. Selaras dengan pengertian ini, bahkan Allah
membahasakan suami sebagai “pakaian” dari istri; dan istri adalah
“pakaian” dari suami (Q.S. Al-Baqarah: 187: hunna libaasul lakum wa
antum libaasun lahunna). Mungkin karena suami dan istri pun
“melekat” satu sama lain, hingga mereka tak ubahnya seperti pakaian.

Setidaknya ada 3 macam fungsi pakaian yang disebut di dalam Al-


Qur’an. Pertama, pakaian sebagai penutup aurat (Q.S. An-Nuur: 58 dan
Al-A’raf: 26). Kedua, pakaian sebagai perhiasan (Q.S. Al-A’raf: 26). Dan
ketiga, pakaian sebagai pelindung, yakni dari panas dan hujan, juga
dari serangan musuh (Q.S. An-Nahl:81).

Tak kurang dari 20 ayat ditemukan di dalam Al-Qur’an yang berbicara


tentang pakaian. Entah memakai bahasa “libaasun”, “kiswatun”,
“saraabil”, maupun “tsiyab”. Namun, semuanya berbicara tentang
pakaian lahiriah. Pakaian dunia. Hanya ada satu yang menyebutkan
tentang pakaian ruhani.

Pakaian ruhani adalah sebenar-benar pakaian, yang menunjukkan baik


buruknya seseorang. Meski seseorang mengenakan pakaian lahiriah
yang mewah dan mahal, tetapi jika pakaian ruhaninya rusak, jelek,
terhina, maka dirinya akan terhina pula. Pakaian lahiriahnya tidak
bermanfaat apa-apa. Pakaian lahiriahnya tak bisa melindungi
kejelekannya. Mungkin ia akan mulia dalam pandangan manusia,
tetapi tidak dalam pandangan Allah.

Apakah pakaian ruhani yang dimaksud? Al-Qur’an menyebutnya


sebagai pakaian taqwa (libaasut taqwa). Sebagaimana firmannya,
“Dan pakaian takwa itulah yang paling baik. Yang demikian itu adalah
sebahagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah, mudah-mudahan
mereka selalu ingat.” (Q.S. Al-A’raf: 26).

Tentang taqwa, imam Ali karramallahu wajhah berkata:

ِ ‫حْي‬
‫ل‬ ِ ‫سِتْعَداُد ِلَيْوِم الّر‬
ْ‫ل‬
ِ ‫ل َو ْا‬
ِ ‫ل ِبالَتْنْزِي‬
ُ ‫ل َو اْلَعَم‬
ِ ‫جِلْي‬
َ ‫ن اْل‬
َ ‫ف ِم‬
ُ ‫خْو‬
َ ‫َاْل‬

(Takut kepada Zat Yang Mahaagung; mengamalkan apa yang


diturunkan (al-Qur’an); dan menyiapkan diri untuk menyambut
datangnya hari yang kekal [akhirat]).

Menuju Kembali Kepada Fitrah 1


Materi Kultum Ramadhan

Ramadan adalah hari-hari dimana kita memintal benang-benang


pakaian takwa itu. Hari demi hari kita memintalnya, dengan harapan
pada akhir Ramadan, hari kemenangan Idul Fitri, pakaian itu telah
sempurnalah sudah dan bisa kita kenakan di hari yang berbahagia itu.
Bukan untuk dipakai sekali, setelah itu dilepas kembali. Bukan. Tetapi,
pakaian takwa itu seharusnya kita pakai seterusnya sampai tiba
kembali Ramadan berikutnya, dimana kita akan memeriksa pakaian
takwa itu kembali barangkali ada lubang, kotor, sobek dsb yang perlu
kita cuci, jahit dan rajut kembali.

Bagaimana kita merajutnya? Barangkali di sinilah relevannya sabda


Nabi Saw., “Jika datang bulan Ramadan, maka dibuka pintu-pintu
syurga, ditutup pintu-pintu neraka, dan dibelenggu semua syaitan.”
(muttafaq ‘alaih).

Semua tidak lain sebagai motivasi buat kita untuk memperbanyak


amal kebaikan kita. Mumpung kesempatan itu dibuka lebar-lebar oleh
Allah. Allah sedang membuka “Big Sale”. Obral besar-besaran.
Tarawih, tadarus, sadaqah, membayar zakat, menolong orang,
memberi ta’jil orang berbuka puasa, menghentikan menggunjing
orang. Semuanya adalah jalan-jalan kebaikan; jalan-jalan merajut
pakaian takwa kita.

Menuju Kembali Kepada Fitrah 2


Materi Kultum Ramadhan

Materi 2

Hakikat Ramadhan

Sudah berapa kali kita berjumpa Ramadhan? Bagaimana kita memaknai


Ramadhan selama ini? Apakah kita biasa melaluinya begitu saja? Ataukah
kita menjalaninya dengan biasa-biasa saja? Ataukah kita benar-benar
mengistimewakan dan mengoptimalkannya untuk mengubah diri kita
menjadi lebih baik lagi?

Jika kita ingin benar-benar mengistimewakan dan mengoptimalkan


Ramadhan, tidak bisa tidak kita harus memahami hakikat Ramadhan. Berikut
ini beberapa makna dan hakikatnya.

Bulan Ramadhan adalah Bulan Bercermin Diri (Syahrul Muhasabah)

Seberapa bersemangat dan seberapa mampu kita memanfaatkan Ramadhan


pada setiap menit dan detiknya, merupakan indikasi ketaqwaan kita kepada
Allah. Dari sini kita bisa menilai diri kita, apakah kita termasuk hamba Allah
yang dzalimun linafsihi (masih suka menganiaya diri sendiri), atau yang
muqtashid (yang pas-pasan saja), ataukah yang sabiqun bil khairat (yang
bergegas dalam melaksanakan berbagai kebaikan).

Disamping itu, Ramadhan juga merupakan sarana yang sangat tepat bagi
kita untuk bercermin diri. Sebuah hadits muttafaq ‘alaih menyatakan bahwa
selama bulan Ramadhan syetan-syetan dibelenggu. Nah, jika syetan-syetan
telah dibelenggu tetapi kita masih saja melakukan dosa dan kemaksiatan
maka seperti itulah diri kita yang sebenarnya.

Bulan Ramadhan adalah Bulan Limpahan Rahmat (Syahrur Rahmah)

Rasulullah bersabda, “Telah datang kepadamu bulan Ramadhan, bulan yang


penuh berkah. Allah telah mewajibkan atas kamu berpuasa di bulan ini …
Barangsiapa tidak mendapat bagian kebaikannya, maka sungguh berarti ia
telah dijauhkan dari rahmat Allah.”

Pada bulan Ramadhan, Allah mencurahkan segenap rahmat-Nya melebihi


pada bulan-bulan lainnya. Pada bulan ini, Allah melipatgandakan pahala amal
kebaikan, memberikan semangat ketaatan kepada hamba-hamba-Nya, dan
bahkan memberikan bonus satu malam yang lebih baik dari seribu bulan
yaitu Lailatul Qadr. Karena itu, rugilah kita jika selama bulan ini kita tidak
memanfaatkan limpahan rahmat Allah yang sedemikian besar.

Bulan Ramadhan adalah Bulan Taubat (Syahrut Taubah)

Rasulullah bersabda, “Barangsiapa berpuasa Ramadhan atas dasar iman dan


berharap pahala dari Allah, maka dosa-dosanya yang telah lalu akan

Menuju Kembali Kepada Fitrah 3


Materi Kultum Ramadhan

diampuni.” Beliau juga bersabda, “Barangsiapa berdiri (menegakkan shalat


malam, shalat tarawih) pada bulan Ramadhan atas dasar iman dan berharap
pahala dari Allah, maka dosa-dosanya yeng telah lalu akan diampuni.” Beliau
bahkan berkata, “Barangsiapa berpuasa lalu tidak berkata-kata buruk dan
tidak mengumpat maka ia akan keluar dari dosa-dosanya seperti keadaannya
pada hari ia dilahirkan oleh ibunya.” Jadi, apa lagi yang kita tunggu. Mari kita
banyak-banyak beribadah dan memohon ampunan kepada Allah, agar
Ramadhan ini dapat menjadi penghapus dosa-dosa kita.

Bulan Ramadhan adalah Bulan Puasa (Syahrush Shiyam)

Puasa yang sejati tidaklah cukup hanya dengan meninggalkan makan, minum
dan hubungan suami isteri pada siang hari. Lebih dari itu, puasa yang sejati
adalah puasa yang bersifat total, yakni mempuasakan seluruh anggota tubuh
kita: akal pikiran, hati, mata, telinga, lidah, tangan, kaki, dan anggota-
anggota tubuh kita yang lainnya. Semuanya harus kita puasakan dari
berbagai bentuk dosa dan kemaksiatan. Rasulullah bersabda, “Barangsiapa
tidak meninggalkan perkataan dan perbuatan yang keji, maka sekali-kali
Allah tidak butuh dengan puasanya yang hanya meninggalkan makan dan
minum saja.”

Bulan Ramadhan adalah Bulan Al-Qur’an (Syahrul Qur’an)

Bulan Ramadhan adalah bulan diturunkannya Al-Qur’an. Pada setiap bulan


ini, Rasulullah selalu melakukan tadarrus Al-Qur’an bersama malaikat Jibril.
Beliau ingin memberikan teladan kepada kita semua agar kita berinteraksi
seakrab mungkin dengan Al-Qur’an selama bulan Ramadhan. Interaksi ini
meliputi banyak hal: membacanya, memahami maknanya, mengamalkannya,
dan mendakwahkannya. Akan lebih baik lagi jika kita juga berusaha untuk
menghafalnya sesuai dengan kemampuan yang kita miliki.

Bulan Ramadhan adalah Bulan Infaq dan Sedekah (Syahrul Infaq


wash Shadaqah)

Ramadhan bukan hanya kesempatan untuk beribadah secara vertikal saja. Ia


juga kesempatan emas untuk beribadah secara horisontal, melakukan
berbagai kebaikan kepada sesama. Di bulan ini kita sangat dianjurkan untuk
banyak berinfak dan bersedekah. Kita telah merasakan bagaimana rasanya
kelaparan dan kehausan. Sudah semestinya kita kemudian mampu
berempati kepada mereka yang selama ini biasa kelaparan dan kehausan,
dengan cara berinfaq dan bersedekah kepada mereka. Demikianlah yang
telah dicontohkan oleh Rasulullah. Sebuah riwayat menyatakan bahwa
kedermawanan beliau di bulan Ramadhan sampai menyerupai angin yang
bertiup.

Demikianlah beberapa makna dan hakikat Ramadhan. Jika kita telah


memahaminya maka selanjutnya kita harus bergegas untuk
mengimplementasikannya dalam hari-hari Ramadhan kita. Harapan kita,

Menuju Kembali Kepada Fitrah 4


Materi Kultum Ramadhan

keluar dari Ramadhan kita telah menjadi pribadi yang jauh lebih bertaqwa,
la’allakum tattaqun.

Materi 3
Ramadhan Bulan Jihad (Bagian Pertama): Memahami Makna Jihad

Rasulullah SAW. selalu memotivasi para sahabat dengan kabar gembira


akan datangnya Ramadhan, sebagaimana sabdanya, “Telah datang
kepada kalian bulan Ramadhan, rajanya bulan, sambut dan hormatilah
Ramadhan.”

Lintasan sejarah Islam berbicara, terdapat hubungan yang penting antara


jihad dan Ramadhan. Selama kehidupan Rasulullah saw., dua buah
peperangan terjadi di bulan Ramadhan, yang pertama adalah Perang
Badar yang terjadi di tahun kedua setelah hijrah, dan yang kedua
Penaklukan Mekkah (futuh Makkah) sekitar 6 tahun kemudian.

Bahkan, setelah kehidupan Rasulullah SAW, bulan Ramadhan tetap


menjadi bulan konfrontasi militer penting bagi kaum muslimin. Beberapa
kejadian penting yang berhubungan antara bulan Ramadhan dan jihad
terus terjadi dalam kehidupan bersejarah kaum muslimin. Tentunya, Allah
SWT yang paling mengetahui hikmah yang besar mengapa bulan
Ramadhan begitu memiliki kaitan erat dengan jihad. Pastinya, Allah SWT
sajalah yang mengetahui hikmah itu semua dan memberikan indikasi dan
tanda-tanda tersebut, yakni kaitan antara Ramadhan dan jihad kepada
kaum muslimin.

Untuk memahami lebih dalam hubungan ini maka seseorang haruslah


memahami esensi jihad sebaik dia memahami esensi shaum. Jihad adalah
aktualisasi dari ibadah seorang muslim untuk membuktikan tidak ada
kecintaan baginya kecuali hanya Allah SWT saja, Rasulullah SAW, dengan
upaya sekuat tenaga untuk menggapai Ridho Ilahi. Seorang Mujahid
dengan bersungguh-sungguh memberikan semua apa pun miliknya di
dunia, termasuk hidupnya, ini merupakan bukti bahwa dia sungguh-
sungguh ikhlas beribadah hanya kepada Allah SWT. semata. Dia tidak
memiliki keinginan lain, selain Allah SWT. Dia tidak menyembah materi
apa pun dalam kehidupannya, keinginannya, dan semua semata-mata
ditujukan untuk menggapai keridloan-Nya. Inilah tujuan seorang Mujahid
dan tidak ada selain itu.

Untuk beberapa alasan, banyak muslim tidak mampu melakukan


keikhlasan dalam beribadah tersebut. Mereka masih membutuhkan atau
mengharapkan sesuatu yang lain meskipun mereka tahu bahwa mereka
adalah hamba Allah SWT, mereka masih lebih mementingkan pekerjaan,
keluarga, kesehatan, dan segala sesuatu yang merupakan kenikmatan
dunia. Salah satu jalan untuk mencapai tingkat ketulusan ibadah tersebut
adalah taqwa, sebagaimana firman Allah SWT.

Menuju Kembali Kepada Fitrah 5


Materi Kultum Ramadhan

“Wahai orang-orang yang beriman diwajibkan atas kamu berpuasa


sebagaimana orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa.” (QS 2 :
183)

Materi 4

Ramadhan Bulan Jihad (Bagian Kedua)

1. Ramadhan Bulan Istimewa,

Ramadhan adalah bulan kesempatan umat Islam untuk membakar


dosa lebih intensif dibandingkan dengan bulan lain. Mengapa
membakar dosa? Pertama, amalan puasa adalah ibadah istimewa dan
berpahala istimewa yang mampu meningkatkan ketakwaan dan
menepis semua bentuk kemunkaran dan maksiat. Kedua, pada bulan
ini umat Islam mendapatkan panen pahala karena ada malam yang
lebih baik dari seribu bulan, yaitu lailatul qadar, dan ketiga,
dilipatgandakannya pahala semua amalan muslim dan muslimah. Yang
wajib dilipatgandakan 70 kali dan yang sunnah disamakan dengan
pahala amalan wajib. Dengan keistimewaan ini, dosa umat Islam
terbakar oleh banyaknya pahala amalan kebajikan yang diraih pada
bulan Ramadhan.

Barangkali, di sinilah rahasianya mengapa Rasulullah senantiasa


menanti bulan Ramadhan, sehingga berdoa, “Allahumma baarik lanaa
fi Rajaba wa Sya’baan wa ballighnaa Ramadlan” (Ya Allah berkati kami
pada bulan Rajab dan bulan Sya’ban dan antarkan kami sampai ke
bulan Ramadhan.).

Selain dari pada itu, Beliau senantiasa berkhutbah ketika menyambut


awal Ramadhan. Di antara isi khutbahnya yang diriwayatkan oleh
Imam Ahmad
dan An Nasa’i adalah sebagai berikut:

“Telah datang kepadamu bulan Ramadhan, penuh berkah. Allah


mewajibkan atas kamu puasa di bulan itu. Pada bulan itu semua pintu
neraka terbuka lebar dan semua pintu neraka Jahim tertutup rapat
serta syetan-syetanpun dibelenggu. Di dalamnya terdapat suatu
malam yang lebih baik dari seribu bulan. Barangsiapa yang tidak
mendapatkan kebaikannya, maka sesungguhnya orang yang tidak
beramal kebaikan pada bulan ini sungguh amat merugi.”

Konotasi “pintu-pintu surga terbuka lebar dan pintu neraka tertutup


rapat dan syetan-syetanpun dibelenggu”, maksudnya bahwa orang
yang berpuasa berkesempatan besar untuk masuk surga dan jauh dari

Menuju Kembali Kepada Fitrah 6


Materi Kultum Ramadhan

neraka. Karena dengan puasanya ia berpahala besar dan pasti tidak


bisa digoda oleh syetan yang terkutuk.

2. Ramadhan dan Jihad

Puasa adalah ibadah yang bernuansa jihad melawan hawa nafsu.


Orang yang tidak bisa menahan nafsu syahwatnya, nafsu amarahnya,
nafsu seksualnya, dan nafsu-nafsu lainnya selama berpuasa, berarti
puasanya akan ditolak Rabbul Izzati. Rasulullah pernah menegaskan
dengan sabdanya: “Barangsiapa yang tidak meninggalkan ucapan dan
perbuatan dusta, maka Allah tidak butuh darinya untuk meninggalkan
makanan dan minumannya.”

Inilah jihad muslim yang tiada hentinya, karena nafsu al ammarah bis
suu’ senantiasa menyertainya, baik di kala jaga atau tidur. Namun,
selain jihad melawan hawa nafsu ini, umat Islam diperintahkan juga
berjihad melawan kekafiran dan kesyirikan. Jihad untuk
mempertahankan diri dari serangan kaum kufar ini sering disebut
dengan jihad qitali.

Allah swt. telah mensyariatkan jihad melawan kekufuran sebagai


sarana ibadah dan perjuangan untuk menyiapkan individu muslim
yang mampu membawa beban untuk mencapai kebahagiaan dunia
dan akhirat. Ibadah puasa penuh dengan kebaikan dan sumber
pengkaderan untuk menyiapkan generasi yang mau berkorban lii’laai
kalimatillah.

Tahun demi tahun dilewati umat Islam dan Ramadhan penuh dengan
kenangan peristiwa besar yang menggambarkan jihad kaum muslimin.
Sejak Islam datang menembus gelapnya kekufuran dan kesyirikan
menuju cahaya Islam, umatnya telah menghadapi jihad besar melawan
kezhaliman dalam menegakkan keadilan.

Jihad yang disyariatkan Islam bertujuan mencapai dua sasaran:

Pertama: Untuk mempertahankan diri dari serangan asing dan


mempertahankan tanah air di mana mereka tinggal.

Kedua: Mempertahankan dakwah Islamiyah dan ajaran-ajaran Ilahi


sekaligus melindungi para pembawa panji-panjinya, demi menebarkan
ajaran Islam dengan al-hikmah, almau’izhah al hasanah dalam suasana
penuh aman dan kedamaian. Jihad disyariatkan Islam agar ajaran
Islam tetap tersebar ke seantero dunia. Dakwah bagaikan air yang
harus dirasakan manfaatnya oleh seluruh umat manusia. Bila tidak
disyariatkan jihad, maka kebatilan akan menggusur yang hak,

Menuju Kembali Kepada Fitrah 7


Materi Kultum Ramadhan

kerusakan akan menghantui dunia, dan panji-panji Islam akan


tumbang diserang kekufuran.

3. Tuntutan Jihad Sekarang Lebih Luas

Ketika musuh-musuh Islam menyerang dengan berbagai macam cara


untuk memadamkan cahaya agama Allah, kondisi ini menuntut umat
Islam agar melakukan jihad dalam berbagai aspek kehidupan. Jihad
terhadap hawa nafsu adalah jihad setiap saat bagi setiap muslim yang
masih waras dan sehat. Jihad qitaali adalah wajib bila umat Islam
diserang dengan senjata seperti di Palestina, Afghanistan, Irak, Bosnia,
dan belahan bumi lainnya. Selain jihad nafsiy dan jihad qitaali, masih
banyak lagi tuntutan jihad lainnya, sebanyak aneka ragam serangan
musuh. Di antara jihad-jihad yang dituntut sekarang adalah:

a. Jihad tablighi, yaitu jihad dengan lisan untuk menyampaikan ajaran


Islam dengan penuh hikmah, kelembutan, dan kesejukan. Kita
diwajibkan tablighi ini sebagai jihad bil-lisan untuk meluruskan
berbagai penyimpangan yang terjadi dalam masyarakat.
b. Jihad ta’limi, yaitu jihad melalui pendidikan, baik formal atau Non
formal. Saat ini umat Islam sangat dituntut untuk menekuni jihad
ta’limi ini, karena sekolah-sekolah unggulan umat Islam masih perlu
peningkatan kualitas dan kuantitas. Apalagi sekolah-sekolah yang
dikelola pendidikan non Islam sarat dengan unsur-unsur yang bisa
memadamkan semangat keislaman siswa.
c. Jihad Maali, yaitu jihad dengan harta dalam rangka menebarkan
Syiar Islam, melindungi kaum fuqara’ dan masakin dari kekufuran
yang mengintai mereka. Jihad maali ini sering disebut Al-Qur’an
lebih daripada jihad binnafsi, karena:

Menuju Kembali Kepada Fitrah 8


Materi Kultum Ramadhan

Materi 5

Akhlak Mulia

Secara garis besar, akhlak mulia itu dapat dikelompokkan kedalam dua
kelompok yaitu:
1. Akhlak kepada Allah, Akhlak mulia kepada Allah berati mengikuti
seluruh perintah yang telah disampikan Allah kepada Rasul yang Maha
Mulia Muhammad SAW. Seluruh perintah tersebut sudah tercatat
dalam Al-Quran dan Hadist.
2. Akhlak kepada Ciptaan Allah, Akhlak terhadap ciptaan Allah meliputi
segala prilaku, sikap, perbuatan, adab dan sopan santun sesama
ciptaan Allah yang terdiri atas ciptaan Allah yang gaib dan ciptaan
Allah yang nyata, benda hidup dan benda mati.

Mengingat sangat luasnya cakupan akhlak ini karena menyangkut


seluruh aspek kehidupan manusia, maka secara garis besar struktur
akhlak mulia terhadap seluruh ciptaan Allah itu dapat digambarkan
seperti struktur sederhana berikut ini. Yang pertama yaitu ciptaan
Allah yang gaib, meliputi gaib dalam arti positif dan gaib dalam arti
negatif. Gaib dalam arti positif di antaranya malaikat, qada dan qadar,
kiamat, alam kubur, padang mashar, sorga dan neraka beserta
penghuninya, dan lain sebagainya. Sedangkan gaib dalam arti negatif
di antaranya iblis, jin, syetan, dan benda serta alam gaib lainnya. Yang
kedua yaitu ciptaan Allah yang nyata. Ciptaan Allah yang nyata
meliputi sesama manusia (nabi dan rasul, diri sendiri, orang tua,
kerabat dekat, kerabat jauh, tetangga dekat dan tetangga jauh,
sesama muslim, non muslim), selain manusia (tumbuhan dan hewan),
serta benda mati (bumi dan segalanya serta benda angkasa).

Walau struktur yang disampaikan masih sangat jauh dari lengkap dan
sempurna, namun diharapkan akan bisa memberikan gambaran
cakupan akhlak mulia yang sudah dicontohkan dan diajarkan
Rasulullah Muhammad SAW. Seluruh sikap dan perilaku serta adab
sopan santun terhadap semua ciptaan Allah sudah termuat dan
tercantum dalam Al-Quran dan Hadist. Tinggal bagaimana kita bisa
mempelajarinya secara benar dan teliti serta mengamalkannya.

Menuju Kembali Kepada Fitrah 9


Materi Kultum Ramadhan

Pembahasan masalah Akhlak adalah pembahasan yang sangat luas,


sama luasnya dengan seluruh asoek kehidupan manusia serta variasi -
variasinya. Secara garis besar fungsi dan tujuan pengamalan akhlak
mulia bagi umat manusia adalah :
1. Sebagai pengamalan syariat Islam. Sebagai pengamalan Syariat
Islam. Islam sebagai agama rahmat bagi seluruh alam semeste telah
,e,berikan tuntunan prilaku dan etika secar sempurna, sehingga
dengan niat karena Allah SWT, pengamalan akhlak yang mulia itu
insya Allah akan menjadi ibadah bagi umat islam yang
mengamalkanya.

2. Sebagai Identitas. Sebagai Identias, Akhlak mulia ini diperuntukkan


oleh Allah kepada manusia yang berakal budi karena dengan tuntunan
akhlak yang mulia akan bisa membedakan antara manusia denga
hewan.

3. Pengatur tatanan Sosial. Akhlak Mulia Sebagai Pengatur Tatanan


Sosial berarti dengan pengamalan akhlak mulia yang sudah
dicontohkan oleh yang Mulia Saydina Muhammad SAW mengukuhkan
bahwa manusia sebagai makhluk sosial tidak akan pernah bisa dan
lepas dari pengaruh lingkungannya. Dengan akhlak mulia ini tatanan
sosial yang terbentuk semakin memberikan makna dan nilai yang
tidak saling merugikan.

4. Rahmat bagi seluruh alam. Akhlak Mulia Sebagai Rahmat Bagi


Seluruh Alam berarti akhlak mulia yang diperuntukkan bagi manusia
tidak hanya mengatur tatanan hubungan manusia dengan manusia
lainnya tetapi juga hubungan antara manusia dengan makhluk –
makluk lain selian manusia dan alam sekitarnya.

5. Perlindungan diri dan HAM. Akhlak Mulia Sebagai Perlindungan Diri


dan Hak Azazi Manusia ( HAM ) berarti dengan menjalin hubungan
yang baik berdasarkan hukum dan syariat agama akan terbentuk
hubungan yang saling menghargai dan saling menguntungkan.

Tidak ada manusia di dunia ini yang memiliki kesamaan seratus


persen. Baik suara, bentuk tubuh, atau pun sifat dan karakter pasti
akan berbeda. Allah SWT telah menciptakan seluruh manusia dalam
keberagaman. Hingga anak-anak yang kembar siam pun tetap
memiliki perbedaan. Perbedaan yang khas dari milyaran umat manusia
di dunia ini seharusnya makin menyadarkan manusia akan Maha
Agung dan Maha Besar-nya Sang Maha Pencipta.

Sebagai seorang muslim, kita adalah makhluk sosial. Allah telah


mewajibkan kita untuk hidup berinteraksi dengan masyarakat. Saat
berinteraksi dengan masyarakat tentu saja kita harus dapat

Menuju Kembali Kepada Fitrah 10


Materi Kultum Ramadhan

menempatkan diri di tengah-tengah masyarakat dengan baik. Agar


tidak terjadi masalah yang akan membuat suasana hubungan yang
harmonis menjadi terganggu.

Materi 6

Meraih Ampunan Di Bulan Ramadhan

Siapa saja yang berpuasa pada bulan Ramadhan dengan penuh


keimanan dan hanya mengharapkan pahala Allah semata maka
diampunilah dosanya yang telah berlalu. (HR al-Bukhari dan
Muslim).

Allah SWT Yang Maha Pemurah dan Maha Penyayang, melalui sabda
Nabi saw. tersebut, telah menegaskan kepada kaum Muslim tentang
berita pengampunan pada bulan Ramadhan. Sungguh, ini adalah
bentuk kebesaran dan kasih sayang Sang Pencipta kepada makhluk-
Nya. Bulan Ramadhan merupakan bulan yang penuh dengan
pengampunan. Oleh sebab itu, pada bulan Ramadhan umat Islam
diperintahkan untuk banyak memohon ampunan kepada Allah Yang
Maha Pengampun.

Dosa merupakan konsekuensi dari perbuatan maksiat kepada Allah


SWT, baik karena mengabaikan kewajiban ataupun melakukan
keharaman. Manusia sering berbuat dosa, siang maupun malam hari.
Di rumah, di masjid, di kantor, di angkot, di bis, di kendaraan pribadi,
di kereta api, di terminal, di stasiun, di bandara, di sekolah, di kampus,
di pabrik dan dimana saja seseorang sangat mungkin berbuat
kesalahan. Berbuat salah memang sudah sunnatullah. Sebab, Rasul
sendiri telah menyatakan bahwa manusia itu tempat salah dan lupa.
Untuk itu, Allah SWT memerintahkan hamba-Nya untuk sering
meminta ampunan kepada-Nya. Allah SWT berfirman:

Orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau


menganiaya diri sendiri, mereka segera mengingat Allah, lalu
memohon ampunan atas dosa-dosa mereka—dan siapa lagi yang
dapat mengampuni dosa selain daripada Allah? Mereka tidak
meneruskan perbuatan kejinya itu, sedangkan mereka mengetahui.
(QS Ali Imran [3]: 135).

Menuju Kembali Kepada Fitrah 11


Materi Kultum Ramadhan

Selain itu, nash di atas juga menggambarkan bahwa kaum Muslim


harus senantiasa memohon ampunan kepada Allah SWT. Memang, jika
Allah SWT menghendaki, dapat saja suatu dosa seseorang langsung
Dia ampuni. Namun, Dia sendiri memerintahkan kepada manusia
untuk sering meminta ampunan kepada-Nya. Baru kemudian, Allah
SWT akan mengampuninya. Allah SWT sendiri pasti akan mengampuni
semua dosa manusia, kecuali dosa syirik, tentu selama manusia tidak
mau bertobat sampai akhir hayatnyaAllah SWT berfirman:
Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik dan Dia
mengampuni segala dosa selain dari syirik itu bagi siapa yang
dikehendaki-Nya. Siapa saja yang mempersekutukan Allah, maka ia
sungguh telah berbuat dosa yang besar. (QS an-Nisa [4]: 48).

Di samping Allah SWT telah menyuruh setiap Muslim untuk sering


memohon ampunan kepada-Nya, Rasulullah saw. juga telah
memberikan teladan kepadanya. Dalam hadisnya, Rasul pernah
bersabda:”Demi Allah, sesungguhnya aku benar-benar meminta
ampunan kepada Allah dan bertobat kepada-Nya lebih dari tujuh puluh
kali sehari. (HR al-Bukhari dan Muslim)

Padahal Rasulullah saw. adalah seorang yang maksum, atau


terpelihara dari dosa. Beliau dijamin masuk surga. Namun, beliau tetap
terus memohon ampunan kepada Allah Yang Maha Pengampun dan
Maha Penyayang. Karena itu, Muslim yang menjadikan Baginda Rasul
sebagai suri teladannya akan berupaya untuk sering meminta
ampunan, khususnya pada bulan Ramadhan. Allah SWT Maha
Penyayang tidak pilih kasih dalam memberikan ampunan kepada
hamba-Nya. Apapun dosanya, berapapun banyaknya, selama hamba
mau bertobat, Dia akan mengampuninya.

Katakanlah, "Hai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap


diri sendiri, janganlah kalian berputus asa dari rahmat Allah.
Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya.
Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang."
(QS az-Zumar [39]: 53).

Untuk itu, pada kesempatan Ramadhan yang penuh ampunan ini,


seorang Muslim sudah seharusnya banyak meminta ampunan kepada
Allah SWT. Di samping itu, dia akan senantiasa melakukan muhâsabah
(instrospeksi diri), dengan mengajukan banyak pertanyaan kepada
dirinya sendiri tentang berbagai hal. ”Berlomba-lombalah kalian
mendapatkan ampunan dari Tuhan kalian dan surga yang luasnya
seluas langit dan bumi, yang disediakan bagi orang-orang yang
beriman kepada Allah dan Rasul-rasul-Nya. Itulah karunia Allah,
diberikannya kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Allah memiliki
karunia yang agung. (QS al-Hadid [57]: 21).

Menuju Kembali Kepada Fitrah 12


Materi Kultum Ramadhan

Materi 7

Keutamaan Qiyamullail

Dari Jabir r.a., ia berkata, “Aku mendengar Rasulullah saw. bersabda,


“Sesungguhnya pada malam hari itu benar-benar ada saat yang
seorang muslim dapat menepatinya untuk memohon kepada Allah
suatu kebaikan dunia dan akhirat, pasti Allah akan memberikannya
(mengabulkannya); dan itu setiap malam.” (HR. Muslim dan Ahmad)

Qiyamullail adalah sarana berkomunikasi seorang hamba dengan


Rabbnya. Sang hamba merasa lezat di kala munajat dengan
Penciptanya. Ia berdoa, beristighfar, bertasbih, dan memuji Sang
Pencipta. Dan Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, sesuai
dengan janjinya, akan mencintai hamba yang mendekat kepadanya.
Kalau Allah swt. mencintai seorang hamba, maka Ia akan
mempermudah semua aspek kehidupan hambaNya. Dan memberi
berkah atas semua aktivitas sang hamba, baik aktivitas di bidang
dakwah, pendidikan, ekonomi, sosial, budaya, maupun politik. Sang
hamba akan dekat dengan Rabbnya, diampuni dosanya, dihormati oleh
sesama, dan menjadi penghuni surga yang disediakan untuknya.

Seorang muslim yang kontinu mengerjakan qiyamullail, pasti dicintai


dan dekat dengan Allah swt. Karena itu, Rasulullah saw. menganjurkan
kepada kita, “Lazimkan dirimu untuk shalat malam karena hal itu
tradisi orang-orang shalih sebelummu, mendekatkan diri kepada Allah,
menghapus dosa, menolak penyakit, dan pencegah dari dosa.” (HR.
Ahmad)

Jika Anda ingin mendapat kemuliaan di sisi Allah dan di mata manusia,
amalkanlah qiyamullail secara kontinu. Dari Sahal bin Sa’ad r.a., ia

Menuju Kembali Kepada Fitrah 13


Materi Kultum Ramadhan

berkata, “Malaikat Jibril a.s. datang kepada Nabi saw. lalu berkata,
‘Wahai Muhamad, hiduplah sebebas-bebasnya, akhirnya pun kamu
akan mati. Berbuatlah semaumu, pasti akan dapat balasan. Cintailah
orang yang engkau mau, pasti kamu akan berpisah. Kemuliaan orang
mukmin dapat diraih dengan melakukan shalat malam, dan harga
dirinya dapat ditemukan dengan tidak minta tolong orang lain.’”

Orang yang shalat kala orang lain lelap tertidur, diganjar dengan
masuk surga. Kabar ini sampai kepada kita dari hadits yang
diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dari Abdullah bin Salam dari Nabi
saw., beliau bersabda, “Wahai manusia, sebarkanlah salam, berikanlah
makanan, dan shalat malamlah pada waktu orang-orang tidur, kalian
akan masuk surga dengan selamat.”

Seorang dai yang ingin berhasil dakwahnya, harus mennabur kasih


sayang kepada seluruh lapisan masyarakat. Hal itu dapat digapai
dengan wajah yang berseri-seri, mengucapkan salam, mengulurkan
bantuan, silaturahim, dan pada malam hari memohon kepada Allah
diawali dengan qiyamulail. Tapi sayang, yang melaksanakan qiyamulail
secara kontinu sangat sedikit jumlahnya. Semoga kita termasuk
kelompok yang sedikit ini dan berhak masuk surga tanpa dihisab.
Rasululah saw. bersabda, “Seluruh manusia dikumpulkan di tanah
lapang pada hari kiamat. Tiba-tiba ada panggilan dikumandangkan
dimana orang yang meninggalkan tempat tidurnya, maka berdirilah
mereka jumlahnya sangat sedikit, lalu masuk surga tanpa hisab. Baru
kemudiaan seluruh manusia diperintah untuk diperiksa.”

Kiat Mudah Qiyamullail

Qiyamullail memerlukan kesungguhan dan kebulatan tekad. Jika ada


tekad, akan sangat mudah merealisasikannya dengan izin Allah.
Berikut ini kiat-kiat pendorong meninggalkan tempat tidur untuk
bermunajat kepada Yang Maha Pengasih.

(1)Programlah aktivitas Anda di hari yang malamnya Anda rencanakan


untuk qiyamulail agar memungkinkan Anda tidak kelelahan.
Sehingga tidak membuat Anda tidur terlalu lelap.
(2)Pahamilah bahwa Anda punya kebutuhan jasmani, aqli, dan ruhani,
serta Anda wajib memenuhinya dengan seimbang.
(3)Hindari maksiat. Sebab menurut pengalaman Sufyan Ats-Tsauri,
“Aku sulit sekali melakukan qiyamullail selama 5 bulan disebabkan
satu dosa yang aku lakukan.”
(4)Ketahuilah fadhilah (keutamaan) dan keistimewaan qiyamulail.
Dengan begitu Anda termotivasi untuk melaksanakannya.
(5)Tumbuhkan perasaan sangat ingin bermunajat dengan Allah yang
Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.

Menuju Kembali Kepada Fitrah 14


Materi Kultum Ramadhan

(6)Makan malam jangan kekenyangan, berdoa untuk bisa bangun


malam, dan jangan lupa pasang alarm sebelum tidur.
(7)Baik juga jika Anda janjian dengan beberapa teman untuk saling
membangunkan dengan miscall melalui telepon atau handphone
yang Anda miliki.
(8)Buat kesepakatan dengan istri dan anak-anak bahwa keluarga
punya program qiyamullail bersama sekali atau dua malam dalam
sepekan.
(9)Berdoalah kepada Allah swt. untuk dipermudah dalam beribadah
kepadaNya.

Materi 8

Ramadhan:Syahrut Tarbiyah

Kenapa bulan Ramadhan disebut dengan syahrut Tarbiyah (bulan


pembinaan dan pendidikan)??

Karena pada bulan ini umat Islam dididik langsung oleh Allah SWT. dan
diajarkan oleh-Nya supaya bisa mengatur waktu dalam kehidupan
secara baik; Kapan waktu makan, kapan waktu bekerja, kapan waktu
istirahat dan kapan waktu ibadah.

Tarbiyah adalah sarana yang sangat urgen bagi kehidupan insan dan
umat, karena dengan tarbiyah akan lahir Syakhshiyah islamiyah
mutakamilah mutawazinah (kepribadian islami yang utuh dan
seimbang) yang siap menjawab tantangan zaman dengan segala
problematika, ujian dan cobaannya.

Dalam kontek tarbiyah itu sendiri; untuk menghasilkan kader-kader


yang memiliki Syakhshiyah islamiyah mutakamilah mutawazinah
(kepribadian islami yang utuh dan seimbang), maka pembinaan dalam
Islam harus mampu merealisasikan tujuan-tujuan berikut ini:

(1) Memahami Islam sebagai manhaj atau pedoman hidup bagi


Manusia yang bersifat syumiliyah (universal), mutawazinah
(seimbang), mutakamilah (integral), alamiyah (global), murunah
(fleksibel) dan waqi’iyyah (realistis) serta robbaniyyah (bersumber
dari Allah).

Menuju Kembali Kepada Fitrah 15


Materi Kultum Ramadhan

(2) Memiliki komitmen pada Islam dalam semua aspeknya; sosial,


politik, ekonomi, pendidikan dan lain-lainnya; sehingga semua
nazhoriyah (teori) dapat teraplikasikan di dalam kehidupan yang
nyata.
(3) Memperhatikan kondisi obyektif masyarakat dalam hal aplikasi,
komunikasi dan interaksi dengan prinsip-prinsip Islam. Semua itu
harus disesuaikan dengan situasi, kondisi, waktu dan tempat.
Apakah dengan kaum muslimin ataukah dengan non muslim dan
baik dalam ta’amul da’awi (interaksi da’wah) maupun ta’amul siyasi
(interaksi politik).

Selain itu juga perlu dilihat apakah di dalam masyarakat yang mono-
loyalitas ataukah multi-loyalitas; karena memang tidak mungkin
mengaplikasikan Islam hanya dengan satu model. Oleh karena itu
diperlukan ta-shil syari (pengokohan hukum syar’i’) dalam berinteraksi
dengan orang lain (fiqhu ta’amul ma’al ghoir) dan manhaj tarbiyah
haruslah dibuat di atas landasan ini.

(4) Memperhatikan tanggung jawab pendidikan Islam. Dalam rangka


mencetak generasi sholih yang bisa bergaul dengan masyarakat
luar; mampu mempengaruhi, menguasai dan tidak menganggap
mereka sebagai musuh walaupun perlakuan mereka keras, kasar
dan menyakitkan.

Dalam bulan romadhan, Allah SWT ingin memberikan tarbiyah kepada


kaum muslimin, agar tercetak sosok yang shalih, meningkat
keimanannya, berakhlak dan berpengetahuan yang lurus serta
komitmen di jalan da’wah untuk menggapai ridho Allah.

Istilah Ramadhan itu sendiri berasal dari kata ramadla-yarmudlu-


ramadlan artinya panas membakar. Panas membakar ini bisa berasal
dari sinar matahari. Orang Arab dahulu ketika memindahkan nama-
nama bulan dari bahasa lama ke bahasa Arab, mereka menamakan
bulan-bulan itu menurut masa yang dilaluinya. Kebetulan bulan
Ramadhan masa itu sedang melalui musim panas akibat sengatan
terik matahari apalagi bagi pejalan kaki di atas padang pasir pada
masa itu.

Ramadhan bermakna panas membakar juga di dasarkan karena perut


orang-orang yang berpuasa tengah terbakar akibat menahan makan
minum seharian. Panas membakar bulan Ramadhan bisa juga berarti
karena bulan Ramadhan memberikan energi untuk membakar dosa-
dosa yang dilakukan manusia.

Pada bulan yang sangat istimewa ini, terdapat sekian banyak wahana
yang bisa dimanfaatkan dalam rangka penggemblengan dan

Menuju Kembali Kepada Fitrah 16


Materi Kultum Ramadhan

pemanasan diri itu. Dari yang wajib seperti puasa dan zakat fitrah
hingga yang sunaah seperti i’tikaf, tadarus, tarawih, sedekah, dan
sebagainya. Dari yang berbentuk fisik seperti memberi makanan
berbuka kepada fakir miskin hingga yang psikis seperti sabar, tawakal,
amanah, jujur dan sebagainya.

Materi 9

Sarana-sarana Tarbiyah Ramadhan

Secara garis besar dapat kita temui bahwa Ramadhan merupakan


sarana tarbiyah yang meliputi :

1. Ramadhan merupakan sarana Tarbiyah Ruhiyah (pembinaan


spiritual)

Pada dasarnya setiap ibadah yang Allah perintahkan kepada hamba-hamba-


Nya, selain merupakan kewajiban dan alasan diciptakannya manusia dan
makhluk lainnya; juga merupakan sarana untuk membersihkan diri manusia
itu sendiri dari kotoran dan dosa yang melumuri jiwa, sehingga tidak ada satu
ibadahpun yang lepas dari arah tersebut; shalat misalnya merupakan sarana
untuk mencegah diri dari perbuatan keji dan mungkar. Zakat yang
dikeluarkan oleh orang kaya merupakan sarana untuk membersihkan diri dan
hartanya dari kotoran yang terdapat dalam hartanya, seperti yang tersirat
dalam surat At-Taubah (9) ayat 103 dan Al-Lail (92) ayat 18. Begitupun
dengan bulan ramadhan yang di dalamnya terdapat ibadah puasa, berfungsi
sebagai sarana tazkiyatunnafs (perbersihan jiwa), dimana orang yang
berpuasa selain menjaga diri untuk tidak makan dan minum, juga dituntut
untuk mematuhi perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya.

2. Ramadhan merupakan sarana tarbiyah jasadiyah (pembinaan


jasmani)

Menuju Kembali Kepada Fitrah 17


Materi Kultum Ramadhan

Ibadah puasa merupakan ibadah yang tidak hanya membutuhkan


pengendalian hawa nafsu tapi juga membutuhkan kekuatan fisik, karenanya
puasa tidak diwajibkan bagi mereka yang kesehatannya tidak prima, seperti
orang tua yang telah renta, orang sakit, wanita yang sedang hamil tua atau
menyusui serta orang yang sedang musafir (dalam perjalanan); yang mana
kesemua itu merupakan keringanan (rukhsah) bagi mereka; karena ketidak
mampuan, atau karena kesehatan janin dan bayi dan menjaga kesehatan
bagi orang yang sedang musafir. (Lihat surat al-baqarah ayat 184). Selain itu
juga dengan puasa dari segi kesehatan akan membersihkan usus-usus,
memperbaiki kerja pencernaan, membersihkan tubuh dari sisa-sisa endapan
makanan, mengurangi kegemukan dan menenangkan kejiwaan atas aspek
materil yang ada dalam diri manusia.

3. Ramadhan merupakan sarana tarbiyah ijtima’iyah (pembinaan


sosial)

Selain melatih diri, puasa juga memiliki sisi pendidikan sosial, apalagi dalam
kewajiban puasa ramadlan, seluruh umat islam di dunia diwajibkan berpuasa,
tanpa terkecuali; baik yang kaya atau miskin, pria atau wanita, kecuali bagi
mereka yang ada udzur, disinilah letak pendidikan sosial, mereka sama
dihadapan perintah Allah, sama dalam merasakan lapar dan dahaga, dan
sama dalam ketundukan terhadap perintah Allah.

Puasa juga dapat membiasakan umat untuk hidup dalam kebersamaan,


bersatu, cinta keadilan dan persamaan, begitupun juga melahirkan kasih
sayang kepada orang-orang miskin, sehingga orang-orang yang mampu dan
kaya merasakan apa yang di derita oleh orang-orang fakir dan miskin dan
mau memberi dari rizki yang Allah anugrahkan kepadanya. Sehingga dari
sinilah di harapkan timbul rasa persaudaraan dan solidaritas.

4. Ramadhan merupakan sarana tarbiyah khuluqiyah (pembinaan


akhlak)

Rasulullah SAW bersabda dalam hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah
r.a.:

“Apabila seorang dari kamu sekalian berpuasa, maka janganlah ia berkata


kotor dan berteriak. Bila dicela orang lain atau dimusuhi, maka katakanlah:
“Aku ini sungguh sedang puasa”. Dalam hadits lain disebutkan: Rasulullah
SAW bersabda: “Barangsiapa yang tidak mampu meninggalkan perkataan
dusta, dan melakukan perbuatan dusta, maka Allah tidak membutuhkan
lapar dan dahaga mereka” (HR Bukhari dan Abu Dawud).

Mengenai hadits yang terakhir, Al’Allamah Asy-Syaukani berkata: “Menurut


Ibnu Bathal, maksud hadits di atas bukan berarti orang itu disuruh
meninggalkan puasa, tetapi merupakan peringatan agar jangan berkata
bohong atau melakukan perbuatan yang memuat dusta. Sedangkan menurut
Ibnu Arabi, maksud hadits ini ialah bahwa puasa seperti itu tidak berpahala.

Menuju Kembali Kepada Fitrah 18


Materi Kultum Ramadhan

Dan berdasarkan hadits ini, Ibnu ‘arabi mengatakan pula bahwa perbuatan-
perbuatan buruk tersebut di atas dapat mengurangi pahala puasa

5. Ramadhan merupakan sarana tarbiyah jihadiyah

Puasa juga merupakan sarana dalam menumbuhkan semangat jihad


dalam diri umat, terutama jihad dalam memerangi musuh yang ada dalam
jiwa setiap muslim, mengikis hawa nafsu, dan berusaha menghilangkan
dominasi jiwa yang selalu membawanya kepada perbuatan yang
menyimpang. Sebagaimana puasa juga menumbuhkan semangat jihad yang
nyata, karenanya peperangan yang terjadi dan dilakukan oleh Rasulullah dan
para sahabatnya kebanyakan di bulan puasa, dan justru dengan berpuasa
mereka dapat lebih semangat dalam berjihad.

“Barangsiapa yang bersungguh-sungguh dijalan kami maka Kami akan


tunjukkan jalan-jalan Kami (jalan yang lurus)” (QS. 29 ayat 69)

Dan puncak tarbiyah yang dapat di raih oleh seorang muslim pada bulan
ramadhan adalah mencapai maqam taqwa disisi Allah SWT, sebagaimana
yang telah difirmankan Allah dipenutup perintah-Nya untuk berpuasa, “agar
kamu bertaqwa”, karena dengan puasa kesehatan qalb (hati) dan jasad
(jasmani) terjaga.

Materi 9
Kehidupan Jahiliyah (Bagian I): Gaya hidup Islami Vs Jahiliyah

Ada dua hal yang umumnya dicari oleh manusia dalam hidup ini. Yang pertama ialah
kebaikan (al-khair), dan yang kedua ialah kebahagiaan (as sa’adah). Hanya saja masing-
masing orang mempunyai pandangan yang berbeda ketika memahami hakikat keduanya.
Perbedaan inilah yang mendasari munculnya bermacam ragam gaya hidup manusia.
Dalam pandangan Islam gaya hidup tersebut dapat dikelompokkan menjadi dua golongan,
yaitu: 1) gaya hidup Islami, dan 2) gaya hidup jahiliyah.

Gaya hidup Islami mempunyai landasan yang mutlak dan kuat, yaitu Tauhid.
Inilah gaya hidup orang yang beriman. Adapun gaya hidup jahili, landasannya
bersifat relatif dan rapuh, yaitu syirik. Inilah gaya hidup orang kafir. Setiap
Muslim sudah menjadi keharusan baginya untuk memilih gaya hidup Islami
dalam menjalani hidup dan kehidupan-nya. Hal ini sejalan dengan firman Allah:
“Katakanlah: “Inilah jalan (agama)ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku
mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata, Maha Suci Allah, dan
aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik”. (QS. Yusuf: 108).

Menuju Kembali Kepada Fitrah 19


Materi Kultum Ramadhan

Berdasarkan ayat tersebut jelaslah bahwa bergaya hidup Islami hukumnya


wajib atas setiap Muslim, dan gaya hidup jahili adalah haram baginya. Hanya
saja dalam kenyataan justru membuat kita sangat prihatin dan sangat
menyesal, sebab justru gaya hidup jahili (yang diharamkan) itulah yang
melingkupi sebagian besar umat Islam. Fenomena ini persis seperti yang pernah
disinyalir oleh Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam . Beliau bersabda:

ِ ‫ َوَمم‬:‫ َفَقماَل‬.‫س َوالّرْوِم‬


‫ن‬ َ ‫ َكَفاِر‬،‫ل‬
ِ ‫سْوَل ا‬
ُ ‫ َيا َر‬:‫ َفِقْيَل‬.‫ع‬
ٍ ‫عا ِبِذَرا‬
ً ‫شْبٍر َوِذَرا‬
ِ ‫شْبًرا ِب‬
ِ ‫ن َقْبَلَها‬
ِ ‫خِذ اْلُقُرْو‬
ْ ‫ي ِبَأ‬
ْ ‫خَذ ُأّمِت‬
ُ ‫حّتى َتْأ‬
َ ‫عُة‬َ ‫سا‬ّ ‫َل َتُقْوُم ال‬
.(‫ صحيح‬،‫ )رواه البخاري عن أبي هريرة‬.‫ك‬ َ ‫س ِإّل ُأوَلمِئ‬
ُ ‫الّنا‬

“Tidak akan terjadi kiamat sebelum umatku mengikuti jejak umat beberapa
abad sebelumnya, sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi sehasta”. Ada
orang yang bertanya, “Ya Rasulullah, mengikuti orang Persia dan Romawi?”
Jawab Beliau, “Siapa lagi kalau bukan mereka?” (HR. Al-Bukhari dari Abu
Hurairah z, shahih).

‫ َاْلَيُهمْوُد‬،‫لم‬
ِ ‫سمْوَل ا‬
ُ ‫ َيما َر‬:‫ ُقْلَنما‬.‫ب َتِبْعُتُممْوُهْم‬
ّ ‫ضم‬
َ ‫حمَر‬
ْ‫ج‬
ُ ‫خُلمْوا‬
َ ‫حّتمى َلمْو َد‬
َ ‫ع‬
ٍ ‫عما ِبمِذَرا‬
ً ‫شمْبٍر َوِذَرا‬
ِ ‫شمْبًرا ِب‬
ِ ‫ن َقْبَلُكمْم‬
َ ‫ن َكما‬
ْ ‫ن َم‬َ ‫سَن‬
َ ‫ن‬
ّ ‫َلَتّتِبَع‬
.(‫ صحيح‬،‫ )رواه البخاري عن أبي سعيد الخدري‬.‫ن‬ ْ ‫ َفَم‬:‫ َقاَل‬.‫صاَرى‬َ ‫َوالّن‬

“Sesungguhnya kamu akan mengikuti jejak orang-orang yang sebelum kamu,


sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi sehasta, bahkan kalau mereka
masuk ke lubang biawak, niscaya kamu mengikuti mereka”. Kami bertanya,”Ya
Rasulullah, orang Yahudi dan Nasrani?” Jawab Nabi, “Siapa lagi?” (HR. Al-
Bukhari dari Abu Sa’id Al-Khudri z, shahih).
Hadits tersebut menggambarkan suatu zaman di mana sebagian besar umat
Islam telah kehilangan kepribadian Islamnya karena jiwa mere-ka telah terisi
oleh jenis kepribadian yang lain. Mereka kehilangan gaya hidup yang hakiki
karena telah mengadopsi gaya hidup jenis lain. Kiranya tak ada kehilangan yang
patut ditangisi selain dari kehilangan kepribadian dan gaya hidup Islami.

Materi 10

Kehidupan Jahiliyah (Bagian Kedua):

Tasyabbuh (menyerupai suatu kaum)

Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam bersabda:

.(‫ )رواه أبو داود وأحمد عن ابن عباس‬.‫شّبَه ِبَقْوٍم َفُهَو ِمْنُهْم‬
َ ‫ن َت‬
ْ ‫َم‬

Artinya: “Barangsiapa menyerupai suatu kaum, maka ia termasuk


golongan mereka” (HR. Abu Dawud dan Ahmad, dari Ibnu Abbas
Radhiallaahu anhu hasan).
Menurut hadits tersebut orang yang gaya hidupnya menyerupai umat yang lain (tasyabbuh)
hakikatnya telah menjadi seperti mereka. Lalu dalam hal apakah tasyabbuh itu?Al-Munawi

Menuju Kembali Kepada Fitrah 20


Materi Kultum Ramadhan

berkata: “Menyerupai suatu kaum artinya secara lahir berpakaian seperti pakaian mereka,
berlaku/ berbuat mengikuti gaya mereka dalam pakaian dan adat istiadat mereka”.
Satu di antara berbagai bentuk tasyabbuh yang sudah membudaya dan
mengakar di masyarakat kita adalah pakaian Muslimah. Mungkin kita boleh
bersenang hati bila melihat berbagai mode busana Muslimah telah mulai
bersaing dengan mode-mode busana jahiliyah. Hanya saja masih sering kita
menjumpai busana Muslimah yang tidak memenuhi standar seperti yang
dikehendaki syari’at. Busana-busana itu masih mengadopsi mode ekspose aurat
sebagai ciri pakaian jahiliyah. Adapun yang lebih memprihatinkan lagi adalah
busana wanita kita pada umumnya, yang mayoritas beragama Islam ini, nyaris
tak kita jumpai mode pakaian umum tersebut yang tidak mengekspose aurat.
Kalau tidak memper-tontonkan aurat karena terbuka, maka ekspose itu dengan
menonjolkan keketatan pakaian. Bahkan malah ada yang lengkap dengan dua
bentuk itu; mempertontonkan dan menonjolkan aurat. Belum lagi kejahilan
ini secara otomatis dilengkapi dengan tingkah laku yang -kata mereka- selaras
dengan mode pakaian itu. Na’udzubillahi min dzalik.

Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam pernah bersabda: "Dua golongan ahli


Neraka yang aku belum melihat mereka (di masaku ini) yaitu suatu kaum yang
membawa cambuk seperti ekor sapi, mereka memukuli manusia dengan
cambuk itu. (Yang kedua ialah) kaum wanita yang berpakaian (tapi kenyataan-
nya) telanjang (karena mengekspose aurat), jalannya berlenggak-lenggok
(berpenampilan menggoda), kepala mereka seolah-olah punuk unta yang
bergoyang. Mereka itu tak akan masuk Surga bahkan tak mendapatkan baunya,
padahal baunya Surga itu tercium dari jarak sedemikian jauh”. (HR. Muslim, dari
Abu Hurairah z, shahih).
Jika tasyabbuh dari aspek busana wanita saja sudah sangat memporak-
porandakan kepribadian umat, maka tidak ada alasan bagi kita untuk tinggal
diam. Sebab di luar sana sudah nyaris seluruh aspek kehidupan umat
bertasyabbuh kepada orang-orang kafir yang jelas-jelas bergaya hidup jahili.

Materi 10

Pengertian Jahiliyah: Masa Sebelum Islam

Masa Jahiliyah adalah era ketika kondisi dan situasi masyarakat belum
terjamah oleh risalah dan dakwah Islam. Periode ini sering juga disebut
dengan istilah Pra-Islam. Seiring dengan perkembangan dan akulturasi
bahasa, istilah ini juga melekat erat pada sifat orang-orang yang tidak
taat pada aturan agama yang telah diproyeksikan oleh Al-Qur’an dan As-
Sunnah.
Kebiasaan-kebiasaan kaum jahiliyah yang realitasnya berseberangan
dengan anjuran Rasulullah s.a.w tersebut disebabkan oleh sifat keras
kepala, apriori dan ta’assub (fanatik yang berlebihan) terhadap

Menuju Kembali Kepada Fitrah 21


Materi Kultum Ramadhan

peninggalan dan tradisi para leluhur yang mengental rekat dalam ritual
yang selalu disakralkan.
Seperti kebiasaan dahulu orang-orang jahiliyah yang mengitari ka’bah
dengan bertelanjang tanpa busana, akhirnya terwarisi dengan kebiasaan
generasi berikutnya yang tidak malu mempertontonkan auratnya di
depan publik, sehingga hal seperti itu dianggap lumrah bahkan dianggap
sebagai modernisasi.
Syeikh Muhammad ibn Abdul Wahab dalam Masail Al-Jahiliyyah
mengatakan, bahwa agama mereka (orang-orang jahiliyah) terbangun
oleh beberapa pondasi yang menjadi akar dan pijakan. Yang terbesar
diantaranya ialah “TAQLID”, yaitu sebuah sistim yang besar yang selalu
menjadi tumpuan semua orang-orang kafir, sedari dahulu kala hingga
akhir zaman. Sebagaimana Allah SWT berfirman di berbagai ayat di
dalam Al-Qur’an:
“Wa kadzaalika maa arsalna min qablika fi qaryatin min nadziirin illaa
qaala mutrafuuha innaa wajadnaa aabaa-ana ‘ala ummatin wa innaa ‘ala
aatsaarihim muqtaduun”;
“Dan demikianlah, Kami tidak mengutus sebelum kamu seorang pemberi
peringatan pun dalam suatu negeri, melainkan orang-orang yang hidup
mewah di negeri itu berkata: “Sesungguhnya kami mendapati bapak-
bapak kami menganut suatu agama dan sesunguhnya kami adalah
pengikut jejak-jejak mereka”(QS.Az-Zukhruf:23).
“Wa idzaa qiila lahumuttabi’uu maa anzalallahu, qaaluu bal nattabi’u
maa wajadnaa ‘alaihi aabaa’ana, awalaw kaanasy-syaythaanu
yad’uuhum ilaa ‘adzaabis-sa’iir”;
“Dan apabila dikatakan kepada mereka: “Ikutilah apa yang diturunkan
Allah”. Mereka menjawab: “(Tidak), tapi kami (hanya) mengikuti apa
yang kami dapat dari bapak-bapak kami mengerjakannya.” Dan apakah
mereka (akan mengikuti bapak-bapak mereka) walaupun syaithan itu
menyeru mereka ke dalam siksa api yang menyala-nyala (neraka)?
(QS.Luqman:21).
“Ittabi’uu maa unzila ilaikum min rabbikum walaa tattabi’uu min duunihi
awliyaa’a. Qaliilan maa tadzakkaruun”:
“Ikutilah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu, dan janganlah
kamu mengikuti pemimpin-pemimpin selainnya (pemimpin yang
membawa kepada kesesatan). Amat sedikitlah kamu mengambil
pelajaran (dari padanya)” (QS.Al-A’raf:3).
Syeikh DR.Shalih ibn Fauzan ibn Abdillah Al-Fauzan dalam Syarhul
Masaa’il Al-Jahiliyyah menjelaskan bahwa mereka (orang-orang jahiliyah)
tidak menegakkan agama mereka sesuai dengan apa yang telah para
Rasul sampaikan kepada mereka, sesunguhnya mereka mengkonstruksi
agama mereka dengan dasar-dasar yang mereka mengada-adakannya
sendiri sekehendak hati mereka, dan mereka enggan merobah diri serta
beranjak dari kebiasaan itu. Perihal inilah yang dalam dunia Islam disebut

Menuju Kembali Kepada Fitrah 22


Materi Kultum Ramadhan

sebagai “at-taqlid”, atau dalam istilah Arab juga akrab dengan sebutan
“al-muhakah”, yaitu sebagian orang meniru cara-cara yang kelompok
individu lain lakukan, sedangkan objek yang ditiru itu tidak sepatutnya
untuk menjadi percontohan (maslahat). Sebagaimana Allah SWT
berfirman:
“Wakadzalika maa arsalna min qablika fi qaryatin min nadziirin illaa
mutrafuuha inna wajadnaa aabaa-ana ‘ala ummatin, wa innaa ‘alaa
aatsaarihim muqtaduun”;
Kata “mutrafuuha” dalam ayat ini adalah “mereka (para penduduk) yang
hidup mewah sejahtera dan bergelimang harta pada umumnya, karena
mereka adalah orang-orang yang cenderung berbuat jahat, sombong,
dan tiada keinginan menerima kebenaran. Berbeda halnya dengan kaum
faqir dan dhuafa, yang pada umumnya bersikap tawadhu’ dan ikhlas
menerima kebenaran.
Kaum yang mengagung-agungkan harta, tahta dan garis keturunan
leluhurnya inilah, yang dahulu ketika para Rasul memberi peringatan dan
mengajak mereka kepada jalan yang benar, mereka selalu membantah
dengan ucapan” “Inna wajadnaa aabaa-ana ‘ala ummatin, wa innaa ‘alaa
aatsaarihim muqtaduun”; “Sesungguhnya kami mendapati bapak-bapak
kami menganut suatu agama dan sesungguhnya kami adalah penganut
jejak-jejak mereka.” Dengan kata lain (secara tidak langsung) mereka
bermaksud: Kami tidak butuh peran dan kehadiranmu wahai Rasul, kami
lebih percaya dengan apa yang telah dibudayakan oleh leluhur kami. Hal
inilah yang di dalam literatur Islam disebut dengan istilah “at-taqlid al-
a’maa” atau dalam istilah kita: “fanatisme buta” (blind obedience), yang
tergolong dalam salah satu perangai kaum jahiliyah.

Materi 11
Pengertian Jahiliyah (Bagian Kedua): Tidak Mau Berpikir

Allah SWT berfirman: “Qul Innamaa A’idzhukum biwaahidatin. An


taquumuu lillaahi matsnaa wa furaadaa tsumma tatafakkaruu. Maa
bishaahibikum min jinnatin”;
“Katakanlah: “Sesungguhnya aku hendak memperingatkan kepadamu
satu hal saja, yaitu supaya kamu menghadap Allah (dengan ikhlas)
berdua-dua atau sendiri-sendiri; kemudian kamu fikirkan (tentang

Menuju Kembali Kepada Fitrah 23


Materi Kultum Ramadhan

Muhammad), tidak ada penyakit gila sedikitpun pada kawanmu itu”


(QS.Saba’: 46).

Orang-orang Jahiliyah yang mendengar ayat ini tidak mau berpikir


sejenak seraya mempertimbangkan kandungan dan arti dari ayat yang
menarik ini. Mereka lebih memilih untuk menjawab: “Kami telah
berpegang teguh terhadap apa yang telah dilakukan oleh para leluhur
kami. Kami tidak sudi mematuhi orang ini, Muhammad s.a.w.”

Demikianlah kaum jahiliyah, yang senantiasa memutarbalikkan fakta,


menuding bahwa Rasulullah adalah orang gila, pendongeng sejati, dan
orang yang tidak tahu diri, tanpa berpikir terlebih dahulu dan
membuktikan bahwa perkataannya itu sesuai dengan realitas yang
hakiki. Hal ini diakibatkan karena diri mereka yang tidak mau
mendengar, tidak sudi berpikir dengan akal sehatnya, dan senantiasa
menyelimuti diri mereka dengan hawa nafsu, yang mengantarkan
mereka pada kesesatan yang nyata.

Maka dari itu, hendaknya ini menjadi titik sentral perhatian orang-orang
yang beriman agar cermat memilah dan memilih, yang mana hidayah
(petunjuk) dan yang mana dhalalah (kesesatan), karena tidak sedikit
kesesatan yang terbungkus oleh kamuflase hidayah. Tidak jarang orang-
orang menyangka sesuatu itu hidayah (hal yang benar-benar sesuai
dengan apa yang dituntunkan oleh syariat), namun hakikatnya adalah
kesesatan yang nyata.

Hal inilah yang menjadi sebab mengapa dahulu Rasulullah s.a.w


melarang para sahabat untuk berziarah kubur, sebelum akhirnya beliau
me-mansukh-kan hadits itu dengan ucapan: “Inni kuntu nahaytukum ‘an
ziyaaratil qubuur, fazuuruhaa fa innahaa tudzakkirukumul aakhirah”;
“Sesungguhnya dahulu aku mencegahmu untuk berziarah kubur,
(sekarang) berziarahlah kamu, sesungguhnya hal itu akan
mengingatkanmu akan kematian (kehidupan akhirat)” (HR.Abu Daud,
Turmudzi, An-Nasa’i, Ibnu Majah, dan Ahmad) (“Al-Ibdaa’u fi Madhaaril
Ibtidaa’ ”, As-Syaikh Ali Mahfudz, Daarul Bayan Al-‘Arabi, Kairo).
Itulah beberapa praktek jahiliyah, yang hanya bersandar pada dugaan-
dugaan dan hawa nafsu, yang turun temurun terwarisi dari para leluhur
mereka, yang dianggap sebagai sebuah petunjuk dan tuntunan yang
benar, padahal pada dasarnya adalah kesesatan yang teramat nyata.
Satu hal yang perlu menjadi perhatian umat Islam, bahwa perangai
Jahiliyah menganut satu kaidah (asas): “Al-Ightirar bil Aktsar”; “Tertipu
oleh Kebanyakan” (deceived by the most). Mereka berhujjah bahwa yang
banyak pelaku dan pengikutnya, itulah yang benar. Mereka mengambil
kesimpulan bahwa sesuatu itu salah (batil) karena asing (aneh) dan

Menuju Kembali Kepada Fitrah 24


Materi Kultum Ramadhan

sedikit penganut atau pengikutnya. Itulah prinsip dasar yang mereka


pegang, dan mereka suka memutarbalikkan fakta yang ada di dalam Al-
Qur’an dengan menukar-nukar kandungan tafsir Al-Qur’an sekehendak
hawa nafsunya.
Sudah menjadi sunnatullah, bahwa kebaikan itu sedikit pengikutnya dan
kesesatan itu banyak peminatnya. Sebagaimana Allah SWT berfirman:
“Wa in tuthi’ aktsara man fil ardhi yudhilluuka ‘an sabiilillah. In
yattabi’uuna illadzh-dzhonna wa in hum illa yakhrushuun”;
“Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang di muka bumi
ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah. Mereka tidak
lain hanyalah mengikuti persangkaan belaka, dan mereka tak lain
hanyalah berdusta (terhadap Allah) (QS.Al-An’am:116).
“Wamaa wajadnaa li aktsarihim min ‘ahdin. Wa in wajadnaa aktsarahum
lafaasiqiin”
“Dan kami tidak mendapati kebanyakan mereka berjanji. Sesungguhnya
kami mendapati kebanyakan mereka orang-orang yang fasik”(QS.Al-
An’am: 102).
Nabi s.a.w bersabda: “Bada-al Islaamu ghariiban, wa saya’uudu
ghariiban kamaa bada-a”; “Islam pada mulanya (hadir) dianggap sebagai
hal yang aneh (asing), dan kelak ia akan kembali sebagai hal yang asing
sebagaimana dahulu ia datang”. Allahu A’lam bishawaab.

Materi 12
Mengikuti Rasul (Ittiba’ur Rasuul)

Lawan dari istilah “at-taqlid al-a’maa” atau dalam istilah kita: “fanatisme
buta” (blind obedience), yang tergolong dalam salah satu perangai kaum
jahiliyah adalah “at-taqlid fil khair”, yakni mengikuti dalam ruang lingkup
kebaikan, dalam istilah Islam disebut Ittiba’ dan Iqtida’ yakni mengikuti
dan meneladani. Sebagaimana yang termaktub dalam (QS.Yusuf:38),

Menuju Kembali Kepada Fitrah 25


Materi Kultum Ramadhan

firman Allah SWT tentang kisah Nabi Yusuf a.s: “Dan aku mengikuti
agama bapak-bapakku Ibrahim, Ishaq dan Ya’qub. Tiadalah patut bagi
kami (para Nabi) mempersekutukan sesuatu apapun dengan
Allah.”(QS.Yusuf:38).
Dan di dalam QS.At-Taubah:10
“Wassaabiquunal awwaluuna minal muhaajiriina wal anshaari
walladziinat-taba’uuhum bi ihsanin, radhiyallahu ‘anhu wa radhuu ‘anhu.
Wa a’adda lahum jannaatin tajrii min tahtihaal anhaaru khaalidiina fiiha
abadan. Dzalikal fawzul adhziim”;
“Orang-orang yang terdahulu yang pertama-tama (masuk Islam) diantara
orang-orang Muhajirin dan Anshar dan orang-orang yang mengikuti
mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha
kepada Allah, dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang
mengalir sungai-sungai di dalamnya; mereka kekal di dalamnya selama-
lamanya. Itulah kemenangan yang besar.”(QS.At-Taubah:100).

Maka dari itu Allah berfirman dalam hal perangai jahiliyah:


“Wa idzaa qiila lahumut-tabi’uu maa anzalallahu qaaluu bal nattabi’u
maa alfayna ‘alaihi aabaa-ana awalaw kaana aabaa-uhum laa ya’qiluuna
syai’an walaa yahtaduun.”
“Dan apabila dikatakan kepada mereka: “Ikutilah apa yang telah
diturunkan Allah,” mereka menjawab: “(Tidak), tatapi kami hanya
mengikuti apa yang telah kami dapat dari (perbuatan) nenek moyang
kami.” (Apakah mereka akan mengikuti juga), walaupun nenek moyang
mereka itu tidak mengetahui suatu apapun, dan tidak mendapat
petunjuk? (QS.Al Baqarah: 170).

Sesungguhnya tidak akan mendatangkan maslahat (kebaikan), jika orang


yang tidak berpikir dan tidak pula mendapat petunjuk (hidayah) dijadikan
sebagai teladan dan panutan. Pada dasarnya teladan itu hanyalah tertuju
pada orang yang mau berpikir dan mendapat hidayah. Maka dari itu,
fanatisme yang berlebihan memantik untuk menolak kebenaran yang
hakiki, karena pada dasarnya, kebenaran yang hakiki dan teladan yang
terbaik hanya ada pada diri Rasulullah dan para pengikutnya.

Materi 13
Menjaga Diri dan Keluarga dari Api Neraka (Bagian Pertama)

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman dalam kitab-Nya yang mulia:

“Wahai orang-orang yang beriman, jagalah diri kalian dan keluarga


kalian dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu,

Menuju Kembali Kepada Fitrah 26


Materi Kultum Ramadhan

penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak


mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada
mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (At-
Tahrim: 6)

Sebuah seruan dari Dzat Yang Maha Agung kepada orang-orang yang
beriman, berisi perintah dan peringatan berikut kabar tentang bahaya
besar yang mengancam. Seruan ini ditujukan kepada insan beriman,
karena hanya mereka yang mau mencurahkan pendengaran kepada
ajakan Allah Subhanahu wa Ta’ala, berpegang dengan perintah-Nya
dan mengambil manfaat dari ucapan-ucapan-Nya. Allah Subhanahu wa
Ta’ala perintahkan mereka agar menyiapkan tameng untuk diri
mereka sendiri dan untuk keluarga mereka guna menangkal bahaya
yang ada di hadapan mereka serta kebinasaan di jalan mereka.
Bahaya yang mengerikan itu adalah api neraka yang sangat besar,
tidak sama dengan api yang biasa kita kenal, yang dapat dinyalakan
dengan kayu bakar dan dipadamkan oleh air. Api neraka ini bahan
bakarnya adalah tubuh-tubuh manusia dan batu-batu. Ini berbeda
sama sekali dengan api di dunia. Bila orang terbakar dengan api dunia,
ia pun meninggal berpisah dengan kehidupan dan tidak lagi
merasakan sakitnya pembakaran tersebut. Beda halnya bila seseorang
dibakar dengan api neraka, na’udzubillah. Karena Allah Subhanahu wa
Ta’ala berfirman,

“Setiap kali nyala api Jahannam itu akan padam, Kami tambah lagi
nyalanya bagi mereka.” (Al –Isra’:97)

“Setiap kali kulit mereka hangus, Kami ganti kulit mereka dengan kulit
yang lain, supaya mereka terus merasakan azab.” (An-Nisa’: 56)

“Mereka tidak dibinasakan dengan siksa yang dapat mengantarkan


mereka kepada kematian (mereka tidak mati dengan siksaan di
neraka bahkan mereka terus hidup agar terus merasakan siksa) dan
tidak pula diringankan azabnya dari mereka.” (Fathir: 36) [Al-
Khuthab Al-Minbariyyah fil Munasabat Al-‘Ashriyyah, Asy-Syaikh
Shalih Al-Fauzan, dengan subjudul Fit Tahdzir minan Nar wa Asbab
Dukhuliha, 2/164-165]

Orang yang masuk ke dalam api yang sangat besar ini tidak mungkin
dapat lari untuk meloloskan diri, karena yang menjaganya adalah para
malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah
Subhanahu wa Ta’ala terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada
mereka serta selalu mengerjakan apa yang diperintahkan. Allah
Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

Menuju Kembali Kepada Fitrah 27


Materi Kultum Ramadhan

“Penjaganya adalah malaikat-malaikat yang kasar, yang keras” (At-


Tahrim: 6)

Al-Imam Al-Qurthubi rahimahullahu menjelaskan, “Penjaganya adalah


para malaikat Zabaniyah yang hati mereka keras, kaku, tidak
mengasihi jika dimohon kepada mereka agar menaruh iba…

Kata ٌ ‫داد‬
َ ‫شش‬
ِ maksudnya keras tubuh mereka. Ada yang mengatakan,
para malaikat itu kasar ucapannya dan keras perbuatannya. Ada yang
berpendapat, malaikat tersebut sangat kasar dalam menyiksa
penduduk neraka, keras terhadap mereka. Bila dalam bahasa Arab
dinyatakan: “Fulanun Syadiidun ‘alaa fulaanin” maksudnya Fulan
menguasainya dengan kuat, menyiksanya dengan berbagai macam
siksaan.

Ada pula yang berpendapat bahwa yang dimaksud dengan ‫ظ‬ ٌ ‫ ِغَل‬adalah
sangat besar tubuh mereka, sedangkan maksud ٌ ‫داد‬
َ ‫ش‬
ِ adalah kuat.

Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma berkata, “Jarak antara dua pundak


salah seorang dari malaikat tersebut adalah sejauh perjalanan
setahun. Kekuatan salah seorang dari mereka adalah bila ia memukul
dengan alat pukul niscaya dengan sekali pukulan tersebut tersungkur
70.000 manusia ke dalam jurang Jahannam.” (Al-Jami’ li Ahkamil
Qur’an, 18/218)

Al-‘Allamah Asy-Syaikh Abdurrahman ibnu Nashir As-Sa’di


rahimahullahu berkata menafsirkan ayat ke-6 surah At-Tahrim di atas,
“Jagalah diri kalian dan keluarga kalian dari api neraka, yang
disebutkan dengan sifat-sifat yang mengerikan. Ayat ini menunjukkan
perintah menjaga diri dari api neraka tersebut dengan ber-iltizam
(berpegang teguh) terhadap perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala,
menunaikan perintah-Nya, menjauhi larangan-Nya, dan bertaubat dari
perbuatan yang Allah Subhanahu wa Ta’ala murkai serta perbuatan
yang menyebabkan azab-Nya. Sebagaimana ayat ini mengharuskan
seseorang menjaga keluarga dan anak-anak dari api neraka dengan
cara memberikan pendidikan dan pengajaran kepada mereka, serta
memberitahu mereka tentang perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Seorang hamba tidak dapat selamat kecuali bila ia menegakkan apa
yang Allah Subhanahu wa Ta’ala perintahkan terhadap dirinya dan
orang-orang yang di bawah penguasaannya, baik istri-istrinya, anak-
anaknya, dan selain mereka dari orang-orang yang berada di bawah
kekuasaan dan pengaturannya.

Dalam ayat ini pula Allah Subhanahu wa Ta’ala menyebutkan neraka


dengan sifat-sifat yang mengerikan agar menjadi peringatan terhadap

Menuju Kembali Kepada Fitrah 28


Materi Kultum Ramadhan

manusia jangan sampai meremehkan perkaranya. Allah Subhanahu wa


Ta’ala berfirman:

“…yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu…” (At-Tahrim: 6)

Sebagaimana Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

“Sesungguhnya kalian dan apa yang kalian sembah selain Allah


(patung-patung) adalah bahan bakar/kayu bakar Jahannam, kalian
sungguh akan mendatangi Jahannam tersebut.”1

Penjaganya malaikat-malaikat yang kasar dan keras. Yaitu akhlak


mereka kasar dan hardikan mereka keras. Mereka membuat kaget
dengan suara mereka dan membuat ngeri dengan penampilan mereka.
Mereka melemahkan penghuni neraka dengan kekuatan mereka dan
menjalankan perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala terhadap penghuni
neraka, di mana Allah Subhanahu wa Ta’ala telah memastikan azab
atas penghuni neraka ini dan mengharuskan azab yang pedih untuk
mereka.

Mereka tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkankan-


Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.
Di sini juga ada pujian untuk para malaikat yang mulia dan terikatnya
mereka kepada perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala serta ketaatan
mereka kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam seluruh perkara
yang diperintahkan-Nya.” (Taisir Al-Karimir Rahman, hal. 874)

Materi 14
Jagalah Dirimu dan Keluargamu dari Api Neraka (Bagian Ketiga):
Penjagaan Rasulullah SAW terhadap Keluarganya

Menuju Kembali Kepada Fitrah 29


Materi Kultum Ramadhan

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam sebagai uswah hasanah bagi orang-orang


yang beriman telah memberikan arahkan dan peringatan kepada kerabat beliau
dalam rangka menjaga mereka dari api neraka. Tatkala turun perintah Allah
Subhanahu wa Ta’ala dalam ayat: “Berilah peringatan kepada kerabatmu yang
terdekat.” (Asy Syu’ara: 214)

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam mendatangi bukit Shafa dan menaikinya,


lalu menyeru manusia untuk berkumpul. Maka orang-orang pun berkumpul di
sekitar beliau. Sampai-sampai yang tidak dapat hadir mengirim utusannya untuk
mendengarkan apa gerangan yang akan disampaikan oleh Muhammad
Shallallahu ‘alaihi wasallam. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam kemudian
memanggil kerabat-kerabatnya, “Wahai Bani Abdil Muththallib! Wahai Bani Fihr!
Wahai Bani Lu’ai! Apa pendapat kalian andai aku beritakan kepada kalian bahwa
ada pasukan berkuda dari balik bukit ini akan menyerang kalian. Adakah kalian
akan membenarkan aku?” Mereka serempak menjawab, “Iya.” Beliau
melanjutkan, “Sungguh aku memperingatkan kalian sebelum datangnya azab
yang pedih.” (HR Al-Bukhari dan Muslim dari hadits Ibnu ‘Abbas radhiyallahu
‘anhuma). Aisyah radhiyallahu ‘anha memberitakan bahwa ketika turun ayat di
atas, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bangkit seraya berkata, “Wahai
Fathimah putri Muhammad! Wahai Shafiyyah putrid Abdul Muththalib! Wahai
Bani Abdil Muththalib! Aku tidak memiliki kuasa sedikit pun di hadapan Allah
Subhanahu wa Ta’ala untuk menolong kalian kelak. (Adapun di kehidupan dunia
ini) maka mintalah harta dariku semau kalian.” (HR. Muslim)

Al-Imam Muslim radhiyallahu ‘anhu meriwayatkan dari hadits Aisyah radhiyallahu


‘anha, istri Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam, bahwa bila hendak shalat witir,
beliau Shallallahu ‘alaihi wasallam membangunkan Aisyah radhiyallahu ‘anha.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam sendiri telah bersabda dalam hadits yang
diriwayatkan oleh Al-Imam Ahmad rahimahullahu: “Semoga Allah merahmati
seorang lelaki yang bangun di waktu malam lalu mengerjakan shalat dan ia
membangunkan istrinya lalu si istri mengerjakan shalat. Bila istrinya enggan
untuk bangun, ia percikkan air di wajah istrinya. Semoga Allah merahmati
seorang wanita yang bangun di waktu malam lalu mengerjakan shalat dan ia
membangunkan suami lalu si suami mengerjakan shalat. Bila suaminya enggan
untuk bangun, ia percikkan air di wajah suaminya.” (Sanad hadits ini shahih kata
Asy-Syaikh Ahmad Syakir rahimahullahu dalam tahqiqnya terhadap Al-Musnad).
Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha mengabarkan, suatu malam Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wasallam terbangun dari tidur beliau. Beliau pun
membangunkan istri-istri beliau untuk mengerjakan shalat. Kata beliau:
“Bangunlah, wahai para pemilik kamar-kamar (istri-istri beliau yang sedang tidur
di kamarnya masing-masing)!” (HR. Al-Bukhari) Tidak luput pula putri dan
menantu beliau juga mendapatkan perhatian beliau. Suatu malam, Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wasallam mendatangi rumah Ali dan Fathima radhiyallahu
‘anhuma. Beliau berkata, “Tidaklah kalian berdua mengerjakan shalat malam?”
(HR. Al-Bukhari dan Muslim dari hadits ‘Ali radhiyallahu ‘anhu)

Materi 15

Menuju Kembali Kepada Fitrah 30


Materi Kultum Ramadhan

Jagalah Dirimu dan Keluargamu dari Api Neraka (Bagian


Ketiga): Suami sebagai Kepala Rumah Tangga

Seorang suami sebagai kepala rumah tangga selain menjaga dirinya


sendiri dari api neraka, ia juga bertanggung jawab menjaga istri, anak-
anaknya, dan orang-orang yang tinggal di rumahnya. Salah satu cara
penjagaan diri dan keluarga dari api neraka adalah bertaubat dari
dosa-dosa. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

“Wahai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kalian kepada Allah


dengan taubat nashuha. Mudah-mudahan Rabb kalian menghapuskan
kesalahan-kesalahan kalian dan memasukkan kalian ke dalam surga-
surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, pada hari ketika
Allah tidak menghinakan Nabi dan orang-orang yang beriman
bersamanya, sedang cahaya mereka memancar di depan dan di
sebelah kanan mereka, seraya mereka berdoa, ‘Wahai Rabb kami,
sempurnakanlah bagi kami cahaya kami dan ampunilah kami,
sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu’.” (At-
Tahrim: 8)

Seorang suami sekaligus ayah ini bertaubat kepada Allah Subhanahu


wa Ta’ala dengan sebenar-benarnya, taubat yang murni, kemudian ia
membimbing keluarganya untuk bertaubat. Taubat yang dilakukan
disertai dengan meninggalkan dosa, menyesalinya, berketetapan hati
untuk tidak mengulanginya, dan mengembalikan hak-hak orang lain
yang ada pada kita. Taubat yang seperti itu tentunya menggiring
pelakunya untuk beramal shalih. Buah yang dihasilkannya adalah
dihapuskannya kesalahan-kesalahan yang diperbuat, dimasukkan ke
dalam surga, dan diselamatkan dari kerendahan serta kehinaan yang
biasa menimpa para pendosa dan pendurhaka.

Seorang kepala rumah tangga menerapkan perkara ini dalam


keluarganya, kepada istri dan anak-anaknya. Ia punya hak untuk
memaksa mereka agar taat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan
tidak berbuat maksiat, karena ia adalah pemimpin mereka yang akan
dimintai pertanggungjawaban di hadapan Allah Subhanahu wa Ta’ala
kelak dalam urusan mereka, sebagaimana sabda Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wasallam,

“Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap kalian akan ditanya


tentang apa yang dipimpinnya.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim dari
hadits Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma)

Ia harus memaksa anaknya mengerjakan shalat bila telah sampai


usianya, berdasar sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam:

Menuju Kembali Kepada Fitrah 31


Materi Kultum Ramadhan

“Perintahkan anak-anak kalian untuk mengerjakan shalat ketika


mereka telah berusia tujuh tahun dan pukullah mereka bila enggan
melakukannya ketika telah berusia sepuluh tahun serta pisahkanlah di
antara mereka pada tempat tidurnya.” (HR. Abu Dawud dari hadits
Abdullah ibnu ‘Amr radhiyallahu ‘anhuma, dikatakan oleh Al-Imam Al-
Albani rahimahullahu dalam Shahih Abi Dawud, “Hadits ini hasan
shahih.”)

Allah Subhanahu wa Ta’ala telah berfirman:

“Perintahkanlah keluargamu untuk mengerjakan shalat dan


bersabarlah dalam mengerjakannya.” (Thaha: 132)

Seorang ayah bersama seorang ibu harus bekerja sama untuk


menunaikan tanggung jawab bersama anak, baik di dalam maupun di
luar rumah. Anak harus terus mendapatkan pengawasan di mana saja
mereka berada, dijauhkan dari teman duduk yang jelek dan teman
yang rusak. Anak diperintahkan untuk mengerjakan yang ma’ruf dan
dilarang dari mengerjakan yang munkar.

Orangtua harus membersihkan rumah mereka dari sarana-sarana yang


merusak berupa video, film, musik, gambar bernyawa, buku-buku yang
menyimpang, surat kabar, dan majalah yang merusak.

Hendaknya ia tahu bahwa neraka itu dekat dengan seorang hamba,


sebagaimana surga pun dekat. Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam
bersabda:

“Surga lebih dekat kepada salah seorang dari kalian daripada tali
sandalnya dan neraka pun semisal itu.” (HR. Al-Bukhari dari hadits
Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu)

Maksud hadits di atas, siapa yang meninggal di atas ketaatan maka ia


akan dimasukkan ke dalam surga. Sebaliknya, siapa yang meninggal
dalam keadaan bermaksiat maka ia akan dimasukkan ke dalam
neraka. (Al-Khuthab Al-Minbariyyah, 2/217)

Bagaimana seseorang dapat menjaga keluarganya dari api neraka


sementara ia membiarkan mereka bermaksiat kepada Allah
Subhanahu wa Ta’ala dan meninggalkan kewajiban?

Maka, marilah kita berbenah diri untuk menjaga diri kita dan keluarga
kita dari api neraka. Bersegeralah sebelum datang akhir hidup kita,
sebelum datang jemputan dari utusan Rabbul Izzah, sementara kita
tak cukup ‘bekal’ untuk bertameng dari api neraka, apatah lagi

Menuju Kembali Kepada Fitrah 32


Materi Kultum Ramadhan

meninggalkan ‘bekal’ yang memadai untuk keluarga yang


ditinggalkan. Allahumma sallim!

Materi 16
Meraih Rahmat Allah

Sebagai manusia apalagi sebagai muslim, kita tentu amat mengharapkan rahmat
dari Allah Swt sehingga kita selalu berdo’a, baik di dalam shalat maupun di luar
shalat untuk bisa memperoleh rahmat Allah. Hal ini karena orang yang mendapat
rahmat Allah tentu saja tergolong kedalam kelompok orang yang beruntung
sebagaimana firman Allah yang artinya: Kemudian kamu berpaling setelah
(adanya perjanjian) itu, maka kalau tidak ada karunia Allah dan rahmt-Nya
atasmu, niscaya kamu tergolong orang-orang yang rugi (QS 2:64). Bahkan di
dalam ayat lain, keuntungan orang yang mendapat rahmat Allah itu akan
dijauhkan dari azab-Nya, Allah berfirman yang artinya: Barangsiapa yang
diajuhkan azab daripadanya pada hari itu, maka sungguh Allah telah
memberikan rahmat kepadanya. Dan itulah keberuntungan yang nyata (QS
6:16).

Kiat Meraih Rahmat

Pertama, taat kepada Allah dan Rasul-Nya, baik dalam keadaan susah maupun
senang, berat maupun ringan, waktu sendiri atau bersama orang lain. Tegasnya,
kalau mau memperoleh rahmat Allah kita harus taat kepada Allah dan rasul-Nya
dalam situasi dan kondisi yang bagaimanapun juga, hal ini terdapat dalam firman
Allah yang artinya: Dan taatilah Allah dan Rasul supaya kamu diberi rahmat
(3:132).

Kedua, harus tolong menolong dalam kebaikan, melaksanakan amar ma’ruf dan
nahi munkar, mendirikan shalat sehingga memberi pengaruh yang besar dalam
bentuk menhindari perbuatan keji dan munkar serta menunaikan zakat agar
menjadi suci jiwa kita, terjembatani hubungan antara yang kaya dengan yang
miskin serta kemiskinan bisa diatasi secara bertahap, hal ini difirmankan Allah
yang artinya: Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebagian
mereka adalah menjadi penolong bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh
(mengerjakan yang ma’ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat,
menunaikan zakat dan mereka taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan
diberi rahmat oleh Allah; sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana
(9:71)

Ketiga, Iman yang kokoh sehingga bisa dibuktikan dengan amal shaleh yang
sebanyak-banyak meskipun hambatan, tantangan dan rintangan selalu
menghadang, namun dia tetap Istiqomah dalam keimanannya sehingga dengan
keimanannya yang mantap itu, kesusahan hidup tidak membuatnya harus
berputus asa sedang kesenangan hidup tidak membuatnya menjadi lupa diri, hal
ini difirmankan Allah yang artinya: Adapun orang-orang yang beriman dan
berpegang teguh kepada (agama)-Nya, niscaya Allah akan memasukkan mereka
ke dalam rahmat yang besar dari-Nya (syurga) dan limpahan karunia-Nya. Dan
menunjuki mereka kepada jalan yang lurus (untuk sampai) kepada-Nya (QS
4:175).

Menuju Kembali Kepada Fitrah 33


Materi Kultum Ramadhan

Disamping itu, iman dan istiqomah harus disertai dengan hijrah, yakni
meninggalkan segala bentuk larangan Allah dan berjihad dalam arti bersungguh-
sungguh dalam perjuangan menegakkan nilai-nilai Islam dalam segala aspeknya,
hal ini difirmankan Allah yang artinya: Orang-orang yang beriman, berhijrah dan
berjihad adalah lebih tinggi derajatnya di sisi Allah; dan itulah orang-orang yang
mendapat kemenangan. Tuhan mereka menggembirakan mereka dengan
memberikan rahmat daripada-Ny, keridhaan dan syurga, mereka memperoleh di
dalamnya kesenangan yang kekal (QS 9:20-21, lihat juga QS 2:218).

Keempat, mengikuti Al-Qur’an dan selalu bertaqwa kepada Allah serta


menunaikan zakat, hal ini karena Al-Qur’an merupakan petunjuk bagi manusia
apabila ia ingin memperolah ketaqwaan kepada Allah Swt, karenanya untuk
meraih rahmat Allah manusia harus bertaqwa kepada-Nya, sedang untuk bisa
bertaqwa harus mengikuti petunjuk-petunjuk yang terdapat di dalam Al-Qur’an.
Ini berarti, amat mustahil bagi manusia untuk bisa bertaqwa kepada Allah
apabila Al-Qur’an tidak diikutinya. Dalam kaitan ini Allah berfirman yang artinya:
Dan Al-Qur’an itu adalah kitab yang Kami turunkan yang diberkati, maka ikutilah
dia dan bertakwalah agar kamu diberi rahmat (QS 6:155). Maka Aku akan
tetapkan rahmat-Ku untuk orang-orang yang bertaqwa, yang menunaikan zakat
dan orang-orang yang beriman kepada ayat-ayat Kami QS 7:156)

Keempat, berbuat baik, yakni perbuatan apa saja yang tidak bertentangan
dengan nilai-nilai yang datang dari Allah dan Rasul-Nya serta tidak mengganggu
orang lain, bahkan orang lain bisa merasakan manfaat baiknya, sekecil apapun
manfaat yang bisa dirasakannya. Allah berfirman yang artinya: Dan janganlah
kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya dan
berdo’alah kepadanya dengan rasa takut (tidak akan diterima) dan harapan
(akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang
yang berbuat baik (QS 7:56).

Kelima, mendengarkan bacaan Al-Qur’an apabila sedang dibacakan, hal ini


karena, Al-Qur’an merupakan kalamullah atau perkataan Allah, sebab jangankan
Allah, pembicaraan sesama manusia saja harus kita dengarkan atau kita
perhatikan, apalagi kalau ucapan Allah yang tentu harus lebih kita perhatikan.
Manakala seorang muslim telah mendengarkan Al-Qur’an bila dibacakan, maka
Allah senang pada orang tersebut sehingga Allah mau memberi rahmat
kepadanya. Allah berfirman yang artinya: Dan apabila dibacakan Al-Qur’an,
maka dengarkanlah baik-baik, dan perhatikanlah dengan tenang agar kamu
mendapat rahmat (QS 7:204).

Keenam, taubat dari segala dosa yang telah dilakukan, hal ini karena secara
harfiyah, taubat berarti kembali, yakni kembali kepada Allah. Dengan taubat,
manusia berarti mau mendekati Allah lagi dan Allah senang kepada siapa saja
yang mau bertaubat, sebanyak apapun dosa yang sudah dilakukannya,
menyadari terhadap kesalahan yang dilakukan. Menyesali, bertekad untuk tidak
mengulanginya dan membuktikan bahwa dia betul-betul telah meninggalkan
segala perbuatan salahnya dengan menggantinya kepada segala kebaikan.,
inilah yang membuat Allah cinta kepadanya sehingga rahmat Allah akan
diberikan kepadanya, hal ini difirmankan Allah yang artinya: Dia (Nabi Shaleh)
berkata: Hai kaumku mengapa kamu minta disegerakan keburukan sebelum
(kamu minta) kebaikan?. Hendaklah kamu minta ampun kepada Allah, agar
kamu mendapat rahmat (QS 27:46).

Menuju Kembali Kepada Fitrah 34


Materi Kultum Ramadhan

Ayat yang menyebutkan kecintaan Allah kepada orang yang bertaubat adalah
yang artinya: “Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertaubat dan
mencintai orang-orang yang membersihkan diri” (QS 2:222).

Materi 17
Ukhuwah Islamiyah

“Tidaklah dua orang muslim berjumpa, lalu keduanya berjabat tangan,


kecuali keduanya diampuni sebelum keduanya bepisah.” (H.R. Abu
Daud)

Diriwayatkan oleh Imam Malik dalam Al Muwatha’ dari abi Idris Al


Khaulany rahimahullah bahwa ia berkata: “Aku pernah masuk Masjid
Damaskus. Tiba-tiba aku jumpai seorang pemuda yang murah senyum
yang dikerumuni banyak orang. Jika Mereka berselisih tentang sesuatu
maka mereka mengembalikan kepada pemuda tersebut dan meminta
pendapatnya. Aku bertanya tentang dia, lalu dikatakan oleh
mereka,’Ini Muadz bin Jabal.’ Keesokan harinya , pagi-pagi sekali aku
dating ke masjid itu lagi dan kudapati dia telah berada di sana tengah
melakukan shalat. Kutunggu ampai dia selesai melakukan shalat
kemudian aku temui dan kuucapkan salam kepadanya. Aku
berkata,’Demi Alloh aku mencintaimu. Lalu ia bertanya.’Apakah Alloh
tidak lebih kau cintai?’ Aku jawab,’Ya Alloh aku cintai’. Lalu ia
memegang ujung selendangku dan menariknya seraya
berkata,’Bergembiralah karena sesungguhnya aku pernah mendengar
Rasulullah saw, berabda,”Alloh berfirman, cinta-Ku pasti akan mereka
peroleh bagi orang yang saling memadu cinta karena Aku, saling
mengunjungi karena Aku, dan saling memberi karena Aku.”

Makna Ukhuwah Islamiyah


Kata ukhuwah berakar dari kata kerja akha, misalnya dalam kalimat
“akha fulanun shalihan”, (Fulan menjadikan Shalih sebagai saudara).
Makna ukhuwah menurut Imam Hasan Al Banna: Ukhuwah Islamiyah
adalah keterikatan hati dan jiwa satu sama lain dengan ikatan aqidah.
Hakekat Ukhuwah Islamiyah:
1.Nikmat Allah (Q.S. 3:103)
2.Perumpamaan tali tasbih (Q.S.43:67)
3.Merupakan arahan Rabbani (Q.S. 8:63)
4.Merupakan cermin kekuatan iman (Q.S.49:10)

Ukhuwah Islamiyah bersifat abadi dan universal karena berdasarkan


akidah dan syariat Islam. Ukhuwah Jahiliyah bersifat temporer

Menuju Kembali Kepada Fitrah 35


Materi Kultum Ramadhan

(terbatas waktu dan tempat), yaitu ikatan selain ikatan akidah


(missal:ikatan keturunan orang tua-anak, perkawinan, nasionalisme,
kesukuan, kebangsaan, dan kepentingan pribadi)

Materi 18
Peringkat-Peringkat Ukhuwah

Peringkat-Peringkat Ukhuwah:

1. Ta’aruf adalah saling mengenal sesama manusia. Saling mengenal antara


kaum muslimin merupakan wujud nyata ketaatan kepada perintah Allah
SWT (Q.S. Al Hujurat: 13)
2. Tafahum adalah saling memahami. Hendaknya seorang muslim
memperhatikan keadaan saudaranya agar bisa bersegera memberikan
pertolongan sebelum saudaranya meminta, karena pertolongan
merupakan salah satu hak saudaranya yang harus ia tunaikan. Abu
Hurairah r.a., dari Nabi Muhammad saw., beliau bersabda, “Barangsiapa
menghilangkan kesusahan seorang muslim, niscaya Allah akan
menghilangkan satu kesusahannya di hari kiamat. Barang siapa menutupi
aib di hari kiamat. Allah selalu menolong seorang hamba selama dia
menolong saudaranya.” (H.R. Muslim)
3. Ta’awun adalah saling bekerja sama dan membantu tentu saja dalam
kebaikan dan meninggalkan kemungkaran
4. Takaful, adalah saling menanggung kesulitan yang dialami saudaranya

Hal-hal yang menguatkan ukhuwah islamiyah:


1. Memberitahukan kecintaan kepada yang kita cintai. Hadits yang
diriwayatkan oleh Anas bin Malik bahwa Rasulullah bersabda: “ Ada
seseorang berada di samping Rasulullah lalu salah seorang sahabat
berlalu di depannya. Orang yang disamping Rasulullah tadi berkata: ‘Aku
mencintai dia, ya Rasullah.’ Lalu Nabi menjawab: ‘Apakah kamu telah
memberitahukan kepadanya?’ Orang tersebut menjawab: ‘Belum.’
Kemudian Rasulullah bersabda: ‘Beritahukan kepadanya.’ Lalu orang
tersebut memberitahukan kepadanya seraya berkata: ‘ Sesungguhnya
aku mencintaimu karena Allah.’ Kemudian orang yang dicintai itu
menjawab: ‘Semoga Allah mencintaimu karena engkau mencintaiku
karena-Nya.”
2. Memohon didoakan bila berpisah “Tidak seorang hamba mukmin berdo’a
untuk saudaranya dari kejauhan melainkan malaikat berkata: ‘Dan
bagimu juga seperti itu” (H.R. Muslim)
3. Menunjukkan kegembiraan dan senyuman bila berjumpa “Janganlah
engkau meremehkan kebaikan (apa saja yang dating dari saudaramu),
dan jika kamu berjumpa dengan saudaramu maka berikan dia senyum
kegembiraan.” (H.R. Muslim)
4. Berjabat tangan bila berjumpa (kecuali non muhrim) “Tidak ada dua orang
mukmin yang berjumpa lalu berjabatan tangan melainkan keduanya
diampuni dosanya sebelum berpisah.” (H.R Abu Daud dari Barra’)

Menuju Kembali Kepada Fitrah 36


Materi Kultum Ramadhan

5. Sering bersilaturahmi (mengunjungi saudara)


6. Memberikan hadiah pada waktu-waktu tertentu
7. Memperhatikan saudaranya dan membantu keperluannya
8. Memenuhi hak ukhuwah saudaranya
9. Mengucapkan selamat berkenaan dengan saat-saat keberhasilan

Materi 17
Manfaat Ukhuwah Islamiyah

Manfaat Ukhuwah Islamiyah

1. Merasakan lezatnya iman


2. Mendapatkan perlindungan Allah di hari kiamat (termasuk dalam
7 golongan yang dilindungi)
3. Mendapatkan tempat khusus di surga (Q.S. 15:45-48)

Di antara unsur-unsur pokok dalam ukhuwah adalah cinta.


Tingkatan cinta yang paling rendah adalah husnudzon yang
menggambarkan bersihnya hati dari perasaan hasad, benci, dengki,
dan bersih dari sebab sebab permusuhan. Al-Qur’an menganggap
permusuhan dan saling membenci itu sebagai siksaan yang
dijatuhkan Allah atas orang0orang yang kufur terhadap risalahNya
dan menyimpang dari ayat-ayatNya. Sebagaiman firman Allah Swt
dalam Q.S. Al-Ma’idah:14

Ada lagi derajat (tingkatan) yang lebih tinggi dari lapang dada
(Salamatus shadr)) dan cinta, yaitu itsar. Itsar adalah
mendahulukan kepentingan saudaranya atas kepentingan diri
sendiri dalam segala sesuatu yang dicintai. Ia rela lapar demi
kenyangnya orang lain. Ia rela haus demi puasnya prang lain. Ia
rela berjaga demi tidurnya orang lain. Ia rela bersusah payah demi
istirahatnya orang lain. Ia pun rela ditembus peluru dadanya demi
selamatnya orang lain. Islam menginginkan dengan sangat agar
cinta dan persaudaraan antara sesama manusia bisa merata di
semua bangsa, antara sebagian dengan sebagian yang lain. Islam
tidak bisa dipecah-belah dengan perbedaan unsure, warna kulit,
bahasa, iklim, dan atau batas negara, sehingga tidak ada
kesempatan untuk bertikai atau saling dengki, meskipun berbeda-
beda dalam harta dan kedudukan.

Menuju Kembali Kepada Fitrah 37


Materi Kultum Ramadhan

Materi 18

Mengatasi Kesenjangan Sosial Dalam Islam

Adalah sudah menjadi fakta, bahwa kegiatan ekonomi sekarang adalah


melahirkan kesenjangan pendapatan yang semakin lebar dan semakin besar.
Misalnya, sebagaimana dikemukakan dalam Human Development Report 2006
yang diterbitkan oleh UNDP (United Nations Development Programme).
Berdasarkan laporan tersebut, 10% kelompok kaya dunia menguasai 54% total
kekayaan dunia. Sedangkan sisanya 90% masyarakat dunia menguasai 46% total
kekayaan dunia (Beik, 2006). Salah satu faktor utama yang menyebabkan
besarnya kesenjangan pendapatan tersebut adalah karena ketiadaan mekanisme
distribusi kekayaan yang mencerminkan prinsip keadilan dan keseimbangan,
sehingga kekayaan terkonsentrasi di tangan segelintir kelompok. Padahal Allah
SWT sangat menentang perputaran harta di tangan kelompok elit masyarakat
saja, sebagaimana yang dinyatakan-Nya dalam QS Al-Hasyr: 7: “....supaya harta
itu jangan hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu...”
(QS. al-Hasyr: 7).

Dalam ajaran Islam, salah satu mekanisme distribusi pendapatan dan kekayaan
ini adalah melalui instrumen zakat, infak dan sedekah (ZIS). Rasulullah SAW,
dalam sebuah Hadits riwayat Imam al-Ashbahani dari Imam Thabrani,
menyatakan: “Sesungguhnya Allah SWT telah mewajibkan atas hartawan muslim
suatu kewajiban zakat yang dapat menanggulangi kemiskinan. Tidaklah mungkin
terjadi seorang fakir menderita kelaparan atau kekurangan pakaian, kecuali oleh
sebab kebakhilan yang ada pada hartawan muslim. Ingatlah, Allah SWT akan
melakukan perhitungan yang teliti dan meminta pertanggungjawaban mereka
dan selanjutnya akan menyiksa mereka dengan siksaan yang pedih” (HR.
Thabrani dalam Al Ausath dan Ash Shoghir).

Hadits tersebut memberikan dua isyarat. Pertama, kemiskinan bukanlah


semata-mata disebabkan oleh kemalasan untuk bekerja (kemiskinan kultural),
akan tetapi juga akibat dari pola kehidupan yang tidak adil (kemiskinan
struktural) dan merosotnya kesetiakawanan sosial, terutama antara kelompok
kaya dan kelompok miskin. Lapoe dan Colin (1978) serta George (1981)
menyatakan bahwa penyebab utama kemiskinan adalah ketimpangan sosial
ekonomi akibat adanya sekelompok kecil orang-orang yang hidup mewah di atas
penderitaan orang banyak, dan bukannya disebabkan oleh semata-mata
kelebihan jumlah penduduk (over population). Kedua, jika zakat, infak, dan
sedekah dapat dilaksanakan dengan penuh kesadaran dan dikelola dengan baik,

Menuju Kembali Kepada Fitrah 38


Materi Kultum Ramadhan

apakah dalam aspek pengumpulan ataupun dalam aspek pendistribusian,


kemiskinan dan kefakiran ini akan dapat ditanggulangi, paling tidak dapat
diperkecil (Hafidhuddin, 1998). Dalam Alquran dan Hadits, zakat, infaq dan
sedekah di samping sering digandengkan dengan salat, juga digandengkan
dengan kegiatan riba, misalnya dalam QS. Ar-Rum: 39 dan QS. Al-Baqarah: 276.
Hal ini mengisyaratkan bahwa optimalisasi ZIS akan memperkecil kegiatan
ekonomi yang bersifat ribawi.

Karena itu, gerakan penyadaran zakat hakikatnya adalah gerakan untuk


menghilangkan kesenjangan, baik kesenjangan pendapatan maupun
kesenjangan sosial, yang berbahaya bagi kehidupan bermasyarakat dan
berbangsa.

Materi 19
Al Qur’an Terjaga Keasliannya

Walaupun terjadi penyimpangan di sana-sini terhadap Al-qur’an, tetapi pada


akhirnya penyimpangan tersebut akan terkalahkan dan Allah akan
meluruskan kembali. Sungguh Allah telah menentukan hal demikian, sebagai
sunatullah, agar kita berlomba-lomba dalam beramal dan nyata antara yang
benar dan yang salah. “Sesungguhnya Kami telah menurunkan Al-Quran, dan
Kami tentu menjaganya.” (QS 15:9)
Di satu sisi banyak umat mendustakan, di satu sisi lain akan banyak umat
yang membenarkan. Telah dibuktikan secara ilmiah oleh ilmuwan-ilmuwan
kaliber dunia bahwa Al-qur’an adalah ayat-ayat yang berlaku sepanjang masa
dan penemuan-penemuan ilmiah mereka ternyata hanya membenarkan dan
memperjelas kandungan-kandungan dan hukum-hukum yang telah
dicantumkan dalam Al-qur’an.
”Dia-lah yang menjadikan matahari bersinar (sumber sinar) dan bulan
bercahaya (memantulkan cahaya) dan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah
(tempat-tempat, garis edar yang tetap) bagi perjalanan bulan itu, supaya
kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Allah tidak
menciptakan yang demikian itu melainkan dengan hak. Dia menjelaskan
tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada orang-orang yang mengetahui
(berilmu)”. (Surat 10: Yunus ayat 5).
Al-qur’an adalah proyek Allah berisi tuntunan keselamatan kehidupan
universal, dan dengan keterbatasan manusia yang hanya diberikan ilmu dan
kemampuan sedikit dan dipenuhi nafsu serakah dan selalu dikelilingi setan
(manusia dan jin) akan menjadi tersesat jika menafsirkan Al-qur’an dengan
hawa nafsunya.
Banyak cara Allah menjaga Al-Qur’an. Sejak zaman rosulullah, ada ribuan
penghafal-penghafal Al-qur’an sehingga tidak akan ada kekeliruan
penyalinan ayat, dan jika ada akan langsung terbongkar. Apalagi sekarang,
ada jutaan penghafal Al-Qur’an. Disamping itu, telah ditemukan rumus-rumus
matematika sangat menakjubkan, jelas diluar kemampuan manusia

Menuju Kembali Kepada Fitrah 39


Materi Kultum Ramadhan

apalagi Muhammad yang buta huruf, dengan temuan tersebut akan


menjadikan sangat memudahkan “menemukan Al-Qur’an Palsu”.
Setiap muslim pasti meyakini kebenaran Quran sebagai kitab suci yang tidak
ada keraguan sedikitpun, sebagai petunjuk bagi orang-orang yang bertaqwa.
Namun kemukjizatan Quran tidak hanya dibuktikan lewat kesempurnaan
kandungan, keindahan bahasa, ataupun kebenaran ilmiah yang sering
mengejutkan para ahli. Suatu kode matematik yang terkandung di dalamnya
misalnya, tak terungkap selama berabad-abad lamanya sampai seorang
sarjana pertanian Mesir bernama Rashad Khalifa berhasil menyingkap tabir
kerahasiaan tersebut. Hasil penelitiannya yang dilakukan selama bertahun-
tahun dengan bantuan komputer ternyata sangat mencengangkan. Betapa
tidak, ternyata didapati bukti-bukti surat-surat/ayat-ayat dalam Quran serba
berkelipatan angka 19.

Penemuannya tersebut berkat penafsirannya pada surat ke-74 ayat : 30-31,


yang artinya :
" Di atasnya ada sembilanbelas (malaikat penjaga). (QS. 74:30)

Materi 20
Pengertian Al Qur’an

Secara Bahasa (Etimologi)

Merupakan mashdar (kata benda) dari kata kerja Qoro-’a (‫ )قققرأ‬yang


bermakna Talaa (‫[ )تل‬keduanya bererti: membaca], atau bermakna
Jama’a (mengumpulkan, mengoleksi). Anda dapat menuturkan, Qoro-’a
Qor’an Wa Qur’aanan (‫ )قققرأ قققرءا وقرآنققا‬sama seperti anda menuturkan,
Ghofaro Ghafran Wa Qhufroonan (‫)غفققر غفققرا وغفرانققا‬. Berdasarkan makna
pertama (Yakni: Talaa) maka ia adalah mashdar (kata benda) yang
semakna dengan Ism Maf’uul, ertinya Matluw (yang dibaca).
Sedangkan berdasarkan makna kedua (Yakni: Jama’a) maka ia adalah
mashdar dari Ism Faa’il, ertinya Jaami’ (Pengumpul, Pengoleksi) kerana
ia mengumpulkan/mengoleksi berita-berita dan hukum-hukum.*

Secara Syari’at (Terminologi)

Adalah Kalam Allah ta’ala yang diturunkan kepada Rasul dan penutup
para Nabi-Nya, Muhammad shallallaahu ‘alaihi wasallam, diawali
dengan surat al-Fatihah dan diakhiri dengan surat an-Naas.

Allah ta’ala berfirman, “Sesungguhnya Kami telah menurunkan al-


Qur’an kepadamu (hai Muhammad) dengan beransur-ansur.” (al-
Insaan:23)

Menuju Kembali Kepada Fitrah 40


Materi Kultum Ramadhan

Dan firman-Nya, “Sesungguhnya Kami menurunkannya berupa al-


Qur’an dengan berbahasa Arab, agar kamu memahaminya.” (Yusuf:2)

Allah ta’ala telah menjaga al-Qur’an yang agung ini dari upaya
merubah, menambah, mengurangi atau pun menggantikannya. Dia
ta’ala telah menjamin akan menjaganya sebagaimana dalam firman-
Nya, “Sesunggunya Kami-lah yang menurunkan al-Qur’an dan
sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.” (al-Hijr:9)

Oleh kerana itu, selama berabad-abad telah berlangsung namun tidak


satu pun musuh-musuh Allah yang berupaya untuk merubah isinya,
menambah, mengurangi atau pun menggantinya. Allah SWT pasti
menghancurkan tabirnya dan membuka tipudayanya.

Allah ta’ala menyebut al-Qur’an dengan sebutan yang banyak sekali,


yang menunjukkan keagungan, keberkatan, pengaruhnya dan
keuniversalannya serta menunjukkan bahawa ia adalah pemutus bagi
kitab-kitab terdahulu sebelumnya.

Allah ta’ala berfirman, “Dan sesunguhnya Kami telah berikan


kepadamu tujuh ayat yang dibaca berulang-ulang dan al-Qur’an yang
agung.” (al-Hijr:87)

Dan firman-Nya, “Qaaf, Demi al-Quran yang sangat mulia.” (Qaaf:1)

Dan firman-Nya, “Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan


kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka memerhatikan ayat-
ayatnya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang
mempunyai fikiran.” (Shaad:29)

Dan firman-Nya, “Dan al-Qur’an itu adalah kitab yang Kami turunkan
yang diberkati, maka ikutilah dia dan bertakwalah agar kamu diberi
rahmat.” (al-An’am:155)

Dan firman-Nya, “Sesungguhnya al-Qur’an ini adalah bacaan yang


sangat mulia.” (al-Waqi’ah:77)

Dan firman-Nya, “Sesungguhnya al-Qur’an ini memberikan petunjuk


kepada (jalan ) yang lebih lurus dan memberi khabar gembira kepada
orang-orang Mu’min yang menjajakan amal saleh bahawa bagi mereka
ada pahala yang benar.” (al-Isra’:9)

Dan firman-Nya, “Kalau sekiranya kami menurunkan al-Qur’an ini


kepada sebuah gunung, pasti kamu akan melihatnya tunduk terpecah
belah disebabkan takut kepada Allah. Dan perumpamaan-

Menuju Kembali Kepada Fitrah 41


Materi Kultum Ramadhan

perumpamaan itu Kami buat untuk manusia supaya mereka berfikir.”


(al-Hasyr:21)

Dan firman-Nya, “Dan apabila diturunkan suatu surah maka di antara


mereka (orang-orang munafik) ada yang berkata, ‘Siapakah di antara
kamu yang bertambah imannya dengan (turunnya) surat ini.? ‘ Adapun
orang-orang yang beriman, maka surah ini menambah imannya
sedang mereka merasa gembira. Dan adapun orang-orang yang di
dalam hati mereka ada penyakit, maka dengan surah ini bertambah
kekafiran mereka, di samping kekafirannya (yang telah ada) dan
mereka mati dalam keadaan kafir.” (at-Taubah:124-125)

Dan firman-Nya, “Dan al-Qur’an ini diwahyukan kepadaku supaya


dengannya aku memberi peringatan kepadamu dan kepada orang-
orang yang sampai al-Qur’an (kepadanya)…” (al-An’am:19)

Dan firman-Nya, “Maka janganlah kamu mengikuti orang-orang kafir,


dan berjihadlah terhadap mereka dengan al-Qur’an dengan jihad yang
benar.” (al-Furqan:52)

Dan firman-Nya, “Dan Kami turunkan kepadamu al-Kitab (al-Qur’an)


untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan
khabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri.” (an-Nahl:89)

Dan firman-Nya, “Dan Kami telah turunkan kepadamu al-Qur’an


dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya,
iaitu kitab-kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan batu ujian*
terhadap kitab-kitab yang lain itu; maka putuskanlah perkara mereka
menurut apa yang Allah turunkan…” (al-Maa’idah:48)

Al-Qur’an al-Karim merupakan sumber syari’at Islam yang kerananya


Muhammad shallallaahu ‘alaihi wasallam diutus kepada seluruh umat
manusia. Allah ta’ala berfirman,

Dan firman-Nya, “Maha suci Allah yang telah menurunkan al-Furqaan


(al-Qur’an) kepada hamba-Nya, agar dia menjadi pemberi peringatan
kepada seluruh alam (jin dan manusia).” (al-Furqaan:1)

Sedangkan Sunnah Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam juga merupakan


sumber Tasyri’ (legislasi hukum Islam) sebagaimana yang dikukuhkan
oleh al-Qur’an. Allah ta’ala berfirman, “Barangsiapa yang menta’ati
Rasul itu, sesungguhnya ia telah menta’ati Allah. Dan barangsiapa
yang berpaling (dari keta’atan itu), maka Kami tidak mengutusmu
untuk menjadi pemelihara bagi mereka.” (an-Nisa’:80)

Menuju Kembali Kepada Fitrah 42


Materi Kultum Ramadhan

Dan firman-Nya, “Dan barangsiapa yang mendurhakai Allah dan Rasul-


Nya, maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata.” (al-
Ahzab:36)

Dan firman-Nya, “Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka


terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka
tinggalkanlah…” (al-Hasyr:7)

Dan firman-Nya, “Katakanlah, ‘Jika kamu (benar-benar) mencintai


Allah, ikutilah aku, nescaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-
dosamu.’ Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Ali
‘Imran:31)

Materi 21

Manfaat Membaca Al Qur’an

Sebagai wahyu yang Allah turunkan kepada nabi-Nya, tentu al-Qur'an


memiliki keutamaan dan keistimewaan tersendiri bagi para pembaca dan
penggemarnya. Ayat-ayat al-qur'an yang kita baca sehari-sehari tidak lepas
dari karunia Allah untuk setiap muslim yang demikian besar. Karena saking
istimewanya al-Qur'an ini dari kitab-kitab samawi lainnya, Allah memberikan
tempat istimewa bagi para pecintanya.

Oleh karena bagi anda yang ingin memaksimalkan peran al-Qur'an dalam
kehidupan, nampaknya harus lebih banyak lagi mengetahui manfaat dan
perannya, terutama untuk kehidupan. Di antara manfaat itu adalah:
1. Ayat-ayat al-Qur'an yang dibaca setiap hari akan memberikan motivasi
dan penyemangat bagi si pembacanya.
2. Ketika membaca al-Qur'an, Allah menegur diri kita pada setiap ayat-ayat
Nya.
3. Bacaan al-Qur'an yang melibatkan emosi akan memberikan kedamaian
dan ketenangan yang tidak bisa dilukiskan, seperti yang dialami dan
dirasakan oleh Sayyid Quthb Rahimahullah.
4. Orang yang membaca al-Qur'an akan senantiasa ingat Allah dan kembali
kepada-Nya.
5. Orang yang membaca al-Qur'an akan selalu berada dalam kecukupan dan
nikmat Allah meski ia merasakan serba kurang di dunia.
6. Ayat-ayat Alloh akan menjadi penjaganya selama ia hidup di dunia, karena
ia telah menjaga ayat-ayat-Nya.
7. Orang yang paham al-Qur'an adalah orang yang memiliki banyak ilmu.

Menuju Kembali Kepada Fitrah 43


Materi Kultum Ramadhan

8. Orang yang membaca al-Qur'an bagaikan orang yang sedang menyelami


samudera kehidupan, dan mengambil manfaat darinya.
9. Orang yang selalu akrab dengan ayat-ayat akan diberikan jiwa yang sejuk,
hati yang damai dan pikiran yang jernih, sehingga membuatnya ingin selalu
beramal, kreatif, inovatif dan produktif.
10. Orang yang membaca al-Qur'an akan selalu berada dalam kegembiraan
dan penuh harapan, di saat orang lain merasakan kesedihan, kecemasan dan
rasa pesimis. Karena diri mereka selalu dipompa dengan siraman ayat-ayat-
Nya yang lembut.
11. Orang yang rajin membaca al-Qur'an akan selalu diberikan jalan
kemudahan dan petunjuk sehingga tidak mudah untuk menyimpang dan
menyerah karena ayat-ayat Allah akan selalu mengingatkan dirinya ketika
dirinya 'tersandung dosa dan maksiat.'
12. Orang yang membaca dan menjaga al-Qur'an selalu berada dalam
lindungan dan penjagaan Allah. Ayat-ayat al-Qur'an mengajak pembacanya
untuk senantiasa berpikir, merenung dan beramal sebanyak-banyaknya.

Dan masih banyak manfaat-manfaat lainnya yang terus update dengan


kondisi kehidupan kita...Semoga kita termasuk orang-orang yang selalu
belajar dan meningkatkan diri untuk lebih dekat lagi dengan al-Qur'an...Amiin

Materi 22
Al Qur’an Mu’jizat (Bagian Pertama): Membaguskan Bacaan Al
Qur’an

Al Qur'an Al Karim merupakan mu'jizat Rasul yang agung termasuk


mu'jizat yang indah selain juga mu'jizat yang logis. Ia telah membuat
bangsa Arab tidak mampu berkutik, yaitu dengan keindahan bayannya,
kerapian susunan dan uslubnya, dan keunikan suaranya apabila dibaca,
sehingga sebagian mereka menamakannya "Sihir."

Para ulama balaghah dan para sastrawan bangsa Arab sejak masa Abdul
Qahir sampai Ar-Raf"i dan Sayyid Quthb dan selain mereka pada zaman
kita ini telah menjelaskan sisi I'jaz bayani (kejelasan mu'jizat) atau sisi
keindahan dalam kitab ini. Yang dituntut di dalam membaca Al Qur'an
adalah bertemunya antara keindahan suara dan tajwidnya sampai
keindahan bayan dan susunannya, oleh karena itu Allah SWT berfirman:
"Dan bacalah Al Qur'an itu dengan perlahan-lahan." (Al Muzzammil:4)

Rasulullah SAW bersabda "Bukanlah termasuk ummatku orang yang tidak


melagukan Al Qur'an." (HR. Bukhari)

Tetapi dengan lagu yang khusyu' bukan main-main atau merubah.


"Hiasilah Al Qur'an itu dengan suaramu." (HR. Muslim)

Dalam riwayat lainnya disebutkan "Sesungguhnya suara yang baik itu


menambah Al Qur'an menjadi baik." (HR. Ahmad, Abu Dawud dan An-
Nasa'i)

Menuju Kembali Kepada Fitrah 44


Materi Kultum Ramadhan

Rasulullah SAW juga bersabda kepada Abu Musa Al Asy'ari RA,


"Seandainya kamu melihatku, aku mendengarkan suaramu tadi malam,
sungguh kamu telah diberi seruling dari seruling keluarga Dawud." Abu
Musa berkata, "Seandainya aku mengetahui hal itu, maka aku akan
membacakan untukmu dengan bacaan yang lebih baik." (HR. Muslim)

Rasulullah SAW juga bersabda: "Apa yang diizinkan Allah pada sesuatu,
apa yang dizinkan Allah kepada Nabinya (adalah) untuk membaguskan
dalam melagukan Al Qur'an yang dia baca dengan keras." (HR. Ahmad,
Bukhari dan Muslim)

Dalam Al Qur'an terkandung unsur agama, ilmu, sastra dan seni secara
bersamaan. Dia mampu memberikan siraman ruhani, memberikan
kepuasan akal, membangunkan perasaan, memberikan kenikmatan pada
perasaan dan memperlancar lisan.

Materi 23
Al Qur’an Mu’jizat (Bagian Kedua): Kalamullah

Bagaimanakah kita membuktikan Al-Quran itu adalah Kalam Allah?


Pertama, Al-Qur’an merupakan mu’jizat ( tidak ada seorangpun yang
bisa mendatangkan sepertinya, atau seperti surah di antara surah-
surahnya ). Mu’jizat ini hanya diberikan oleh Allah, kepada seorang
rasulNya, sebagai bukti yang membenarkan bahwa ia benar-benar
utusan Allah. Sebagai Mu'jizat Al-Qur'an tentu dari Allah. Dan memang
sampai sekarang tidak ada seorangpun yang bisa mengarang
sepertinya, sampai seperti surah yang paling pendek pun masih belum
ada yang bisa mendatangkannya.

Pada waktu Al-Qur'an diturunkan, orang-orang Arab berada di puncak


kefasihan berbahasa.Tapi ternyata tidak seorang pun dari mereka
yang bisa membuat seperti Al-Qur'an. Berbagai usaha telah dilakukan
oleh sebagian penyair mereka. Tapi usaha mereka gagal. Bahkan
mereka sendiri mengakui bahwa Al-Qur'an memang bukan karangan
manusia. Imam Az Zarkasyi menyebutkan bahwa mu’jizat Al-Qur'an
nampak dari segala sisi ( lihat Al Burhan fi ulumil Qur'an, oleh Az
Zarkasyi :Jilid:2,hal:237, Darul Ma'rifah, Bairut1990) : dari rangkaian
katanya yang indah " balaghah ", susunan ayat-ayat dan surah-
surahnya, kebenaran isinya, kesesuaian informasinya dengan
penemuan final ilmu pengetahuan.

Menuju Kembali Kepada Fitrah 45


Materi Kultum Ramadhan

Kedua, memang ada tuduhan bahwa Al-Qur'an karangan Nabi


Muhammad SAW, namun kemudian Imam Al-Baqillani dalam bukunya
Ijazul Qur'an, mencoba membandingkan antara hadits-hadits Nabi dan
ayat-ayat Al-Qur'an, hasilnya sebuah kesimpulan bahwa Al-Qur'an
bukan karangan Nabi. Al-Qur'an kalam Allah. Sampai-sampai Al
Baqillani menantang. Kalau masih belum percaya silahkan kumpulkan
hadits-hadits Nabi – ujar Al Baqillani -, lalu susunlah sebagaimana
susunan Al-Qur'an, anda akan menemukan susunan yang tidak
berkaitan antara satu hadits dengan lainnya.

Bandingkan dengan Al-Qur'an, teliti susunan ayatnya, sunan surah-


surahnya, anda akan menemukan suatu keterpaduan, saling berkaitan
dari awal sampai akhir. Padahal ia diturunkan secara berangsur-
angsur. Para Ulama sepanjang sejarah telah membuktikan hakikat
kesatuan Al-Qur'an dengan susunannya yang ada. Di tambah lagi
bahwa di dalam Al-Qur'an banyak " khitab " yang ditujukan kepada
Rasulullah. Bahkan ada yang berupa teguran seperti yang terdapat
dalam surat " Al Tahrim ", Rasulullah ditegur langsung karena
mengharamkan madu pada dirinya, untuk menjaga perasaan istrinya
yang tidak suka bau madu yang diminumnya.

Di permulaan surat " Abasa " juga teguran kepada Rasulullah kerena
beliau bermuka masam kepada Ibn Ummi Maktum yang pada waktu itu
minta Rasulullah untuk mengajarkannya Al-Qur'an, sementara
Rasulullah sedang sibuk dalam sebuah pertemuan dengan pemuka-
pemuka Quraisy. Masuk akalkah seorang menegur dirinya senidiri
dalam buku yang dikarangnya? Kalau memang benar Al-Qur'an
karangan Muhammad SAW. Ketiga, Al-Qur'an sendiri menyuruh
Rasulullah SAW untuk menantang siapa saja yang dari mahluk yang
ada, jin dan manusia untuk membuat sepertinya. Dalam (QS: Hud:13)
perintah untuk Nabi agar menantang mereka supaya mendatangkan
sepuluh surah. Dalam (QS:Yunus:38) perintah agar menantang mereka
untuk mendatangkan satu surah. Pada (QS:Al Baqarah:23) juga
demikian.

Bahkan dalam (QS:Al Isra':88) Al-Qur'an menegaskan bahwa sekalipun


jin dan manusia berkumpul untuk mengarang seperti Al-Qur'an tidak
akan bisa. Dan sampai sekarang Al-Qur'an masih terus menantang,
tapi tidak ada seorangpun yang bisa menjawab. Kalau memang
karangan Nabi Muhammad SAW, mengapa pakai perintah? Dan bentuk
perintah kepada Nabi Muhammad SAW, di dalam Al-Qur'an begitu
banyak. Perhatikan saja tiga surah terkahir : Al Ikhalsh, Al Falaq dan An
Nas. Semuanya dimulai dengan perintah " qul " ( katakan hai
Muhammad ). Ini semua menunjukkan bahwa Al-Qur'an kalam Allah.

Menuju Kembali Kepada Fitrah 46


Materi Kultum Ramadhan

Dan kalau Al-Qur'an karangan manusia, tentu tidak akan sampai


sejauh ini berani menantang. Sementara Al-Qur'an akan terus
menantang sampai hari Kiamat. Suatu bukti bahwa ia kalam Allah yang
mu'jiz. Keempat, Silahakan anda bandingkan antara penemuan ilmu
pengetahuan yang sudah final ( bukan teori ), tentang alam, atau
tentang tubuh manusia dan lain sebagianya, lalu bandingkan dengan
penegasan Al-Qur'an, anda pasti akan mendapatkan hakikat yang
sama. Mengapa, karena alam ini ciptaan Allah, dan Al-Qur'an
kalamNya. Sudah demikian banyak para ulama mengungkap hal ini
dalam pembahasan "al i'jazul ilmi lilqur'an".

Adakah akal manusia sejak sekian abad silam, bisa menjangkau


penemuan ilmu yang baru saja didapatkan tanpa sebuah penelitian?
Kelima, di dalam Al-Qur'an banyak informasi mengenai alam ghaib,
seperti adanya surga dengan segala keindahannya, dan neraka
dengan segala kepedihannya, adanya hari kiamat, dan seterusnya
yang semuanya ini tidak mungkin dijangkau oleh akal manusia. Suatu
bukti bahwa yang mempunyai informasi seperti ini hanya Dia yang
menciptakan alam, dan yang menentukan akhir hidup manusia, yang
mengatur kehidupan setelah matinya semua mahluk, dan yang
membagi ada yang ke surga dan yeng ke neraka.

Materi 24
Al Qur’an Membentuk Umat Mulia

"Segala puji bagi Allah yang telah menurunkan kepada hamba-Nya Al Kitab
(Al Qur'an) dan Dia tidak mengadakan kebengkokan di dalamnya; sebagai
bimbingan yang lurus, untuk memperingatkan akan siksaan yang sangat
pedih dari sisi Allah dan memberi berita gembira kepada orang-orang yang
beriman, yang mengerjakan amal saleh, bahwa mereka akan mendapat
pembalasan yang baik, mereka kekal di dalamnya untuk selama-lamanya."
( Al Kahfi: 1-3)

Rabb kita telah memberikan kemuliaan kepada kita --sebagai kaum


Muslimin-- dengan menganugerahkan kitab suci yang terbaik yang
diturunkan kepada manusia. Rabb kita juga, telah memuliakan kita dengan
mengutus nabi yang terbaik yang pernah diutus kepada manusia. Sesuai
firman Allah SWT:

"Sesungguhnya telah Kami turunkan kepada kamu sebuah kitab yang di


dalamnya terdapat sebab-sebab kemuliaan bagimu. Maka apakah kamu tiada
memahaminya?" (Al Anbiyaa: 10).

Kitalah, kaum muslimin, satu-satunya umat yang memeliki manuskrip langit


yang paling autentik, yang mengandung firman-firman Allah SWT yang

Menuju Kembali Kepada Fitrah 47


Materi Kultum Ramadhan

terakhir, yang diberikan untuk menjadi petunjuk bagi umat manusia. Dan
anugerah itu terus terpelihara dari perubahan dan pemalsuan kata maupun
makna. Karena Allah SWT. telah menjamin untuk memeliharanya, dan tidak
dibebankan tugas itu kepada siapapun dari sekalian makhluk-Nya:

"Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Qur'an, dan sesungguhnya


Kami benar-benar memeliharanya." (Al Hijr: 9).

Al Qur'an adalah kitab Ilahi seratus persen: "(Inilah) suatu kitab yang ayat-
ayatnya disusun dengan rapi serta dijelaskan secara terperinci yang
diturunkan dari sisi (Allah) yang Maha Bijaksana lagi Maha Tahu." (Huud: 1)

"Dan sesungguhnya Al Qur'an itu adalah kitab yang mulia. Yang tidak datang
kepadanya (Al Qur'an) kebatilan baik dari depan maupun dari belakangnya,
yang diturunkan dari Tuhan Yang Maha Bijaksana lagi Maha Terpuji." ( Fush-
shilat: 41-42)

Tidak ada di dunia ini, suatu kitab, baik itu kitab agama atau kitab biasa,
yang terjaga dari perubahan dan pemalsuan, kecuali Al Qur'an. Tidak ada
seorangpun yang dapat menambah atau mengurangi satu hurup-pun
darinya.

Ayat-ayatnya dibaca, didengarkan, dihapal dan dijelaskan, sebagaimana


bentuknya saat diturunkan oleh Allah SWT kepada nabi Muhammad Saw,
dengan perantaraan ruh yang terpercaya (Jibril).

Al Quran berisikan seratus empat belas surah. Seluruhnya dimulai dengan


basmalah (bismillahirrahmanirrahim). Kecuali satu surah saja, yaitu surah at
Taubah. Ia tidak dimulai dengan basmalah. Dan tidak ada seorang pun yang
berani untuk menambahkan basmalah ini pada surah at Taubah, baik dengan
tulisan atau bacaan. Karena, dalam masalah Al Qur'an ini, tidak ada tempat
bagi akal untuk campur tangan.

Perhatian kaum muslimin terhadap Al Quran sedemikian besarnya, hingga


mereka juga menghitung ayat-ayatnya --bahkan kata-katanya, dan malah
hurup-hurupnya--. Maka bagaimana mungkin seseorang dapat menambah
atau mengurangi suatu kitab yang dihitung kata-kata dan hurup-hurupnya
itu?!

Tidak ada di dunia ini suatu kitab yang dihapal oleh ribuan dan puluhan ribu
orang, di dalam hati mereka, kecuali Al Qur'an ini, yang telah dimudahkan
oleh Allah SWT untuk diingat dan dihapal. Maka tidak aneh jika kita
menemukan banyak orang, baik itu lelaki maupun perempuan, yang
menghapal Al Qur'an dalam mereka. Ia juga dihapal oleh anak-anak kecil
kaum Muslimin, dan mereka tidak melewati satu hurup-pun dari Al Qur'an itu.
Demikian juga dilakukan oleh banyak orang non Arab, namun mereka tidak
melewati satu hurup-pun dari Al Qur'an itu. Dan salah seorang dari mereka,
jika Anda tanya: "siapa namamu?" --dengan bahasa Arab-- niscaya ia tidak
akan menjawab! (Karena tidak paham bahasa Arab!, penj.). Ia menghapal

Menuju Kembali Kepada Fitrah 48


Materi Kultum Ramadhan

Kitab Suci Rabbnya semata untuk beribadah dan mendekatkan diri kepada
Allah SWT, meskipun ia tidak memahami apa yang ia baca dan ia hapal,
karena ia tertulis dengan bukan bahasanya.

Al Qur'an tidak semata dijaga makna-makna, kalimat-kalimat serta lafazh-


lafazhnya saja, namun juga cara membaca dan makhraj hurup-hurupnya.
Seperti kata mana yang harus madd (panjang), mana yang harus ghunnah
(dengung), izhhar (jelas), idgham (digabungkan), ikhfa (disamarkan) dan
iqlab (dibalik). Atau seperti yang digarap oleh suatu ilmu khusus yang dikenal
dengan "ilmu tajwid Al Qur'an".

Hingga rasam (metode penulisan) Al Qur'an, masih tetap tertulis dan tercetak
hingga saat ini, seperti tertulis pada era khalifah Utsman bin Affan r.a.,
meskipun metode dan kaidah penulisan telah berkembang jauh. Hingga saat
ini, tidak ada suatu pemerintah muslim atau suatu organisasi ilmiah pun,
yang berani merubah metode penulisan Al Qur'an itu, dan menerapkan
kaidah-kaidah penulisan yang berlaku bagi seluruh buku, media cetak, koran
dan lainnya yang ditulis dan dicetak, bagi Al Qur'an.

Materi 25

Al Qur’an Cahaya

Allah menurunkan Al Qur'an untuk memberikan kepada manusia


tujuan yang paling mulia, dan jalan yang paling lurus."Sesungguhnya
Al Qur'an ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih lurus."(Al
Israa: 9)

"Sesungguhnya telah datang kepadamu cahaya dari Allah, dan kitab


yang menerangkan. Dengan kitab itulah Allah menunjuki orang-orang
yang mengikuti keredhaan-Nya ke jalan keselamatan, dan (dengan
kitab itu pula) Allah mengeluarkan orang-orang itu dari gelap gulita
kepada cahaya yang terang benderang dengan seizin-Nya, dan
menunjuki mereka ke jalan yang lurus." ( Al Maaidah: 15-16)

Al Qur'an adalah "cahaya" yang dianugerahkan Allah SWT kepada


hamba-hamba-Nya, di samping cahaya fithrah dan akal: "Cahaya di

Menuju Kembali Kepada Fitrah 49


Materi Kultum Ramadhan

atas cahaya (berlapis-lapis)." (An Nuur: 35). Dan Al Qur'an


mendeskripsikan dirinya sendiri sebagai cahaya, dalam banyak ayat.

Seperti dalam firman Allah SWT: "Hai manusia, sesungguhnya telah


datang kepadamu bukti kebenaran dari Tuhanmu, (Muhammad dengan
mu'jizatnya) dan telah Kami turunkan kepadamu cahaya yang terang
benderang (Al Qur'an)." (An Nisaa: 174)

"Maka berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya dan kepada


cahaya (Al Qur'an) yang telah Kami turunkan." (At Taghaabun: 8).

Dan berfirman kepada para sahabat Rasulullah Saw dengan firman-


Nya: "Dan mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya
(Al Qur'an)." (Al A'raaf: 157)

Di antara karakteristik cahaya adalah: Dirinya sendiri telah jelas,


kemudian ia memperjelas yang lain. Ia membuka hal-hal yang samar,
menjelaskan hakikat-hakikat, membongkar kebatilan-kebatilan,
menolak syubhat (kesamaran), menunjukkan jalan bagi orang-orang
yang sedang kebingungan saat mereka gamang dalam menapaki jalan
atau tidak memiliki petunjuk jalan, serta menambah jelas dan
menambah petunjuk bagi orang yang telah mendapatkan petunjuk.
Dan jika Al Qur'an mendeskripsikan dirinya sebagai "cahaya", dan dia
adalah "cahaya yang istimewa", ia juga mendeskripsikan Taurat
dengan kata yang lain: "Di dalamnya (ada) petunjuk dan cahaya (yang
menerangi)."

Seperti dalam firman Allah SWT: "Sesungguhnya Kami telah


menurunkan Kitab Taurat di dalamnya (ada) petunjuk dan cahaya
(yang menerangi)". (Al Maaidah: 44)

Demikian juga mendeskripsikan Injil seperti itu, seperti dalam firman


Allah SWT tentang Nabi 'Isa: "Dan Kami telah memberikan kepadanya
Kitab Injil sedang di dalamnya (ada) petunjuk dan cahaya (yang
menerangi) ." (Al Maidah: 46)

Perbedaan dalam dua pengungkapan itu menunjukkan perbedaan


antara Al Qur'an dengan kitab-kitab suci lainnya. Seperti diungkapkan
oleh Al Bushiry dalam Lamiah-nya: "Maha Besar Allah, sesungguhnya
agama Muhammad Dan kitab sucinya adalah kitab suci yang paling
lurus dan paling teguh Jangan sebut kitab-kitab suci lainnya di
depannya Karena, saat mentari pagi telah bersinar, ia akan
memadamkan pelita-pelita".

Hal itu karena Al Qur'an ini datang untuk membenarkan kitab-kitab


suci yang telah turun sebelumnya. Yaitu yang berkaitan dengan pokok-

Menuju Kembali Kepada Fitrah 50


Materi Kultum Ramadhan

pokok aqidah dan akhlak, sebelum kitab-kitab itu dipalsukan dan


diubah tangan manusia. Al Qur'an juga mengungguli kitab-kitab suci
sebelumnya, yaitu dengan mengoreksi dan meluruskan tambahan-
tambahan dan perubahan-perubahan yang telah disisipkan oleh
manusia dalam kitab-kitab itu. Tentang hal ini Allah SWT berfirman:
"Dan Kami telah turunkan kepadamu Al Qur'an dengan membawa
kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab
(yang diturunkan sebelumnya) dan batu ujian terhadap kitab-kitab
yang lain itu." (Al Maaidah: 48)

Al Qur'an juga mempunyai maksud dan tujuan diturunkanya, di


antaranya: meluruskan kepercayaan-kepercayaan dan pola pandang
manusia tentang Tuhan, kenabian, dan balasan atas amal perbuatan,
serta meluruskan pola pandangan tentang manusia, kemuliaannya dan
menjaga hak-haknya, menghubungkan manusia dengan Rabbnya,
membersihkan jiwa manusia, membentuk keluarga, membangun umat
yang saleh, yang dianugerahkan amanah untuk menjadi saksi bagi
manusia, mengajak untuk menciptakan dunia manusia yang saling
kenal mengenal dan tidak saling mengisolasi diri, saling memberi maaf
dan tidak saling membenci secara fanatik, serta untuk bekerja sama
dalam kebaikan dan ketaqwaan, bukan dalam kejahatan dan
permusuhan.

Kita berkewajiban untuk memperlakukan Al Qur'an ini secara baik:


dengan menghapal dan mengingatnya, membaca dan
mendengarkannya, serta mentadabburi dan merenungkannya.

Materi 26

Interaksi Dengan Al Qur’an

Sebagai seorang Muslim kita berkewajiban untuk berlaku baik dan


benar terhadap Al Qur’an dalam memahami dan menafsirkannya.
Tidak ada yang lebih baik dari usaha kita untuk mengetahui kehendak
Allah SWT terhadap kita. Dan Allah SWT menurunkan kitab-Nya agar
kita mentadabburinya, memahami rahasia-rahasianya, serta
mengeksplorasi mutiara-mutiara terpendamnya. Dan setiap orang
berusaha sesuai dengan kadar kemampuannya.

Namun yang disayangkan, dalam bidang ini telah terjadi kerancuan


yang berbahaya, yaitu dalam memahami dan menafsirkan Al Qur'an.
Oleh karena itu harus dibuat rambu-rambu dan petunjuk yang mampu

Menuju Kembali Kepada Fitrah 51


Materi Kultum Ramadhan

menjaga dari kekeliruan dalam usaha ini, serta perlu diberikan


peringatan tentang ranjau-ranjau yang menghadang di jalan, yang
dapat berakibat patal jika dilanggar.

Tidak selayaknya umat Al Qur'an mengalami hal yang sama yang


pernah terjadi dengan umat Taurat, yang diungkapkan oleh Al Qur'an
dalam firman-Nya: "Perumpamaan orang-orang yang dipikulkan
kepadanya Taurat kemudian mereka tiada memikulnya adalah seperti
keledai yang membawa kitab-kitab yang tebal." (Al Jumu'ah: 5).

Kita juga harus berlaku baik terhadap Al Qur'an dengan mengikuti


petunjuknya, mengerjakan ajarannya, menghukum dengan syari'atnya
serta mengajak manusia mengikuti petunjuknya. Ia adalah manhaj
bagi kehidupan individu, undang-undang bagi aturan politik, serta
petunjuk dalam berdakwah kepada Allah SWT.

Inilah yang berusaha dilakukan buku ini dalam empat bab utamanya,
dengan bertumpu --terutama-- pada Al Qur'an itu sendiri, karena ia
adalah objek kita, namun ia juga petunjuk itu.

Umat kita pada abad-abad pertama --yang merupakan abad-abad yang


paling utama-- telah berinteraksi dengan baik terhadap Al Qur'an.
Mereka berlaku baik dalam memahaminya, mengetahui tujuan-
tujuannya, berlaku baik dalam mengimplementasikannya secara
massive dalam kehidupan mereka, dalam bidang-bidang kehidupan
yang beragam, serta berlaku baik pula dalam mendakwahkannya.
Contoh terbaik hal itu adalah para sahabat. Kehidupan mereka telah
diubah oleh Al Quran dengan amat drastis dan revolusioner. Al Qur'an
telah merubah mereka dari perilaku-perilaku jahiliyah menuju kesucian
Islam, dan mengeluarkan mereka dari kegelapan ke dalam cahaya.
Kemudian mereka diikuti oleh murid-murid mereka dengan baik, untuk
selanjutnya murid-murid generasi berikutnya mengikuti murid-murid
para sahabat itu dengan baik pula. Melalui mereka itulah Allah SWT
memberikan petunjuk kepada manusia, membebaskan negeri-negeri,
memberikan kedudukan bagi mereka di atas bumi, sehingga mereka
kemudian mendirikan negara yang adil dan baik, serta peradaban ilmu
dan iman.

Kemudian datang generasi-generasi berikutnya, yang menjadikan Al


Qur'an terlupakan, mereka menghapal hurup-hurupnya, namun tidak
memperhatikan ajaran-ajarannya. Mereka tidak mampu berinteraksi
secara benar dengannya, tidak memprioritaskan apa yang menjadi
prioritas Al Qur'an, tidak menganggap besar apa yang dinilai besar
oleh Al Qur'an serta tidak menganggap kecil apa yang dinilai kecil oleh
Al Qur'an. Di antara merek ada yang beriman dengan sebagiannya,
namun kafir dengan sebagiannya lagi, seperti yang dilakukan oleh Bani

Menuju Kembali Kepada Fitrah 52


Materi Kultum Ramadhan

Israel sebelum mereka terhadap kitab suci mereka. Mereka tidak


mampu berinteraksi secara baik dengan Al Qur'an, seperti yang
dikehendaki oleh Allah SWT. Meskipun mereka mengambil berkah
dengan membawanya serta menghias dinding-dinding rumah mereka
dengan ayat-ayat Al Qur'an, namun mereka lupa bahwa keberkahan
itu terdapat dalam mengikut dan menjalankan hukum-hukumnya.
Seperti difirmankan oleh Allah SWT:

"Dan Al Qur'an itu adalah kitab yang Kami turunkan yang diberkati,
maka ikutilah dia dan bertakwalah agar kamu diberi rahmat." (Al
An'aam: 155)

Tidak ada jalan untuk membangkitkan umat dari kelemahan,


ketertinggalan dan keterpecah-belahan mereka selain dari kembali
kepada Al Qur'an ini. Dengan menjadikannya sebagai panutan dan
imam yang diikuti. Dan cukuplah Al Qur'an sebagai petunjuk:

"Dan siapakah yang lebih benar perkataannya daripada Allah?." (An


Nisaa: 122)

Materi 27
Bahaya Rumor/Ghibah (Bagian Pertama): Pengertian Ghibah

Islam merupakan agama sempurna yang Allah Subhanahu wa Ta’ala


anugerahkan kepada umat Nabi Muhammad Shallallahu’alaihi
wasallam. Kesempurnaan Islam ini menunjukkan bahwa syariat yang
dibawa Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam itu adalah rahmatal
lil’alamin. Sebagaimana Allah Subhanahu wa Ta’ala telah
mengkhabarkan di dalam firman-Nya (artinya): “Tidaklah Aku
mengutusmu melainkan sebagai rahmatal lil’alamin.” (Al Anbiya’: 107)

Diantara wujud kesempurnaan agama Islam sebagai rahmatal


lil’alamin, adalah Islam benar-benar agama yang dapat menjaga,
memelihara dan menjunjung tinggi kehormatan, harga diri, harkat dan

Menuju Kembali Kepada Fitrah 53


Materi Kultum Ramadhan

martabat manusia secara adil dan sempurna. Kehormatan dan harga


diri merupakan perkara yang prinsipil bagi setiap manusia.

Setiap orang pasti berusaha untuk menjaga dan mengangkat harkat


dan martabatnya. Ia tidak rela untuk disingkap aib-aibnya atau pun
dibeberkan kejelekannya. Karena hal ini dapat menjatuhkan dan
merusak harkat dan martabatnya di hadapan orang lain.

Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda:

“Setiap muslim terhadap muslim lainnya diharamkan darahnya,


kehormatannya, dan juga hartanya.” (H.R Muslim no. 2564)

Hadits di atas menjelaskan tentang eratnya hubungan persaudaraan


dan kasih sayang sesama muslim. Bahwa setiap muslim diharamkan
menumpahkan darah (membunuh) dan merampas harta saudaranya
seiman. Demikian pula setiap muslim diharamkan melakukan
perbuatan yang dapat menjatuhkan, meremehkan, atau pun merusak
kehormatan saudaranya seiman. Karena tidak ada seorang pun yang
sempurna dan ma’shum (terjaga dari kesalahan) kecuali para Nabi dan
Rasul. Sebaliknya selain para Nabi dan Rasul termasuk kita tidak lepas
dari kekurangan dan kelemahan.

Suatu fenomena yang lumrah terjadi di masyarakat kita dan cenderung


disepelekan, padahal akibatnya cukup besar dan membahayakan,
yaitu ghibah (menggunjing). Karena dengan perbuatan ini akan
tersingkap dan tersebar aib seseorang, yang akan menjatuhkan dan
merusak harkat dan martabatnya.

Tahukah anda apa itu ghibah? Sesungguhnya kata ini tidak asing lagi
bagi kita. Ghibah ini erat kaitannya dengan perbuatan lisan, sehingga
sering terjadi dan terkadang di luar kesadaran.

Ghibah adalah menyebutkan, membuka, dan membongkar aib


saudaranya dengan maksud jelek. Al Imam Muslim meriwayatkan
dalam kitab Shahihnya dari shahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu,
sesungguhnya Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda:
“Apakah kalian mengetahui apa itu ghibah? Para shahabat berkata:
“Allah dan Rasul-Nya yang lebih tahu.” Kemudian beliau
Shallallahu’alaihi wasallam bersabda:

“Engkau menyebutkan sesuatu yang ada pada saudaramu yang dia


membecinya, jika yang engkau sebutkan tadi benar-benar ada pada
saudaramu sungguh engkau telah berbuat ghibah, sedangkan jika itu
tidak benar maka engkau telah membuat kedustaan atasnya.”

Menuju Kembali Kepada Fitrah 54


Materi Kultum Ramadhan

Di dalam Al Qur’anul Karim Allah Subhanahu wa Ta’ala sangat mencela


perbuatan ghibah, sebagaimana firman-Nya (artinya):

“Dan janganlah kalian mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah


sebagian kalian menggunjing (ghibah) kepada sebagian yang lainnya.
Apakah kalian suka salah seorang diantara kalian memakan daging
saudaramu yang sudah mati? Maka tentulah kalian membencinya. Dan
bertaqwalah kalian kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima
taubat dan Maha Pengasih.” (Al Hujurat: 12)

Al Imam Ibnu Katsir Asy Syafi’i berkata dalam tafsirnya: “Sungguh


telah disebutkan (dalam beberapa hadits) tentang ghibah dalam
konteks celaan yang menghinakan. Oleh karena itu Allah Subhanahu
wa Ta’ala menyerupakan orang yang berbuat ghibah seperti orang
yang memakan bangkai saudaranya. Sebagaimana firman Allah
Subhanahu wa Ta’ala … (pada ayat di atas). Tentunya itu perkara yang
kalian benci dalam tabi’at, demikian pula hal itu dibenci dalam syari’at.
Sesungguhnya ancamannya lebih dahsyat dari permisalan itu, karena
ayat ini sebagai peringatan agar menjauh/lari (dari perbuatan yang
kotor ini -pent). ” (Lihat Mishbahul Munir)

Materi 28
Bahaya Ghibah (Bagian Kedua): Kriteria Ghibah

1. Menggambarkan keburukan bentuk tubuh seseorang


Suatu hari Aisyah radhiyallahu’anha pernah berkata kepada Rasulullah
Shallallahu’alaihi wasallam tentang Shafiyyah bahwa dia adalah wanita yang
pendek. Maka beliau Shallallahu’alaihi wasallam bersabda: “Sungguh engkau
telah berkata dengan suatu kalimat yang kalau seandainya dicampur dengan air
laut niscaya akan merubah air laut itu.” (H.R. Abu Dawud 4875 dan lainnya)
Asy Syaikh Salim bin Ied Al Hilali berkata: “Dapat merubah rasa dan aroma air
laut, disebabkan betapa busuk dan kotornya perbutan ghibah. Hal ini
menunjukkan suatu peringatan keras dari perbuatan tersebut.” (Lihat Bahjatun
Nazhirin Syarah Riyadhush Shalihin 3/25)
2. Membicarakan keburukan orang lain
Dari shahabat Anas bin Malik radhiyallahu’anhu, bahwa Rasulullah
Shallallahu’alaihi wasallam bersabda: “Ketika aku mi’raj (naik di langit), aku
melewati suatu kaum yang kuku-kukunya dari tembaga dalam keadaan

Menuju Kembali Kepada Fitrah 55


Materi Kultum Ramadhan

mencakar wajah-wajah dan dada-dadanya. Lalu aku bertanya: “Siapakah mereka


itu wahai malaikat Jibril?” Malaikat Jibril menjawab: “Mereka adalah orang-orang
yang memakan daging-daging manusia dan merusak kehormatannya.” (H.R. Abu
Dawud no. 4878 dan lainnya). Yang dimaksud dengan ‘memakan daging-daging
manusia’ dalam hadits ini adalah berbuat ghibah (menggunjing), sebagaimana
permisalan pada surat Al Hujurat ayat: 12.
Dari shahabat Ibnu Umar radhiyallahu’anhu, bahwa beliau Shallallahu’alaihi
wasallam bersabda: “Wahai sekalian orang yang beriman dengan lisannya yang
belum sampai ke dalam hatinya, janganlah kalian mengganggu kaum muslimin,
janganlah kalian menjelek-jelekkannya, janganlah kalian mencari-cari aibnya.
Barang siapa yang mencari-cari aib saudaranya sesama muslim niscaya Allah
akan mencari aibnya. Barang siapa yang Allah mencari aibnya niscaya Allah akan
menyingkapnya walaupun di dalam rumahnya.” (H.R. At Tirmidzi dan lainnya)
Dari shahabat Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata: “Suatu ketika
kami pernah bersama Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam mencium bau
bangkai yang busuk. Lalu Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam berkata: ‘Apakah
kalian tahu bau apa ini? (Ketahuilah) bau busuk ini berasal dari orang-orang yang
berbuat ghibah.” (H.R. Ahmad 3/351)
Dari shahabat Sa’id bin Zaid radhiyallahu ‘anhu sesungguhnya Rasulullah
Shallallahu’alaihi wasallam bersabda:
“Sesungguhnya termasuk riba yang paling besar (dalam riwayat lain: termasuk
dari sebesar besarnya dosa besar) adalah memperpanjang dalam membeberkan
aib saudaranya muslim tanpa alasan yang benar.” (H.R. Abu Dawud no. 4866-
4967)
Dari ancaman yang terkandung dalam ayat dan hadits-hadits di atas
menunjukkan bahwa perbuatan ghibah ini termasuk perbuatan dosa besar, yang
seharusnya setiap muslim untuk selalu berusaha menghindar dan menjauh dari
perbuatan tersebut.
Asy Syaikh Al Qahthani dalam kitab Nuniyyah hal. 39 berkata:
Janganlah kamu tersibukkan dengan aib orang lain, justru kamu lalai
Dengan aib yang ada pada dirimu, sesungguhnya itu dua keaiban
(Lihat Nashihati linnisaa’ hal. 32)
3. Membicarakan sesuatu yang tidak disukai saudaranya
Konteks dalam hadits: “Engkau menyebutkan sesuatu pada saudaramu yang dia
membecinya.” Hadits di tersebut secara zhahir mengandung makna yang umum,
yaitu mencakup penyebutan aib dihadapan orang tersebut atau diluar
sepengetahuannya. Namun Al Hafizh Ibnu Hajar menguatkan bahwa ghibah ini
khusus di luar sepengetahuannya, sebagaimana asal kata ghibah (yaitu dari kata
ghaib yang artinya tersembunyi-pent) yang ditegaskan oleh ahli bahasa.
Kemudia Al Hafizh berkata: “Tentunya membeberkan aib di hadapannya itu
merupakan perbuatan yang haram, tapi hal itu termasuk perbuatan mencela dan
menghina.” (Fathul Bari 10/470 dan Subulus Salam hadits no. 1583, lihat
Nashihati linnisaa’ hal. 29)
4. Mendengar pembicaraan ghibah tapi tidak melarangnya
Demikian pula bagi siapa yang mendengar dan ridha dengan perbuatan ghibah
maka hal tersebut juga dilarang. Semestinya dia tidak ridha melihat saudaranya
dibeberkan aibnya. Dari shahabat Abu Dzar radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah
Shallallahu’alaihi wasallam bersabda:

Menuju Kembali Kepada Fitrah 56


Materi Kultum Ramadhan

“Barang siapa yang mencegah terbukanya aib saudaranya niscaya Allah akan
mencegah wajahnya dari api neraka pada hari kiamat nanti.” (H.R. At Tirmidzi
no. 1931 dan lainnya)
Demikian juga semestinya ia tidak ridha melihat saudaranya terjatuh dalam
kemaksiatan yaitu berbuat ghibah. Semestinya ia menasehatinya, bukan justru
ikut larut dalam perbuatan tersebut. Kalau sekiranya ia tidak mampu menasehati
atau mencegahnya dengan cara yang baik, maka hendaknya ia pergi dan
menghindar darinya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman (artinya):
“Dan orang-orang yang beriman itu bila¬ mendengar perkataan yang tidak
bermanfaat, mereka berpaling darinya, dan mereka berkata: “Bagi kami amal-
amal kami dan bagimu amal-amalmu, semoga kesejahteraan atas dirimu, kami
tidak ingin bergaul dengan orang-orang jahil.” (Al Qashash: 55)
Dari shahabat Abu Sa’id Al Khudri radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah
Shallallahu’alaihi wasallam bersabda:
“Barang siapa yang melihat kemungkaran hendaknya dia mengingkarinya
dengan tangan. Bila ia tidak mampu maka cegahlah dengan lisannya. Bila ia
tidak mampu maka cegahlah dengan hatinya, yang demikian ini selemah-
lemahnya iman.” (Muttafaqun ‘alaihi)
Namun bila ia ikut larut dalam perbuatan ghibah ini berarti ia pun ridha terhadap
kemaksiatan, tentunya hal ini pun dilarang dalam agama.
Bertaubat dari Ghibah
Lalu bagaimana cara bertaubat dari perbuatan ghibah? Apakah wajib baginya
untuk memberi tahu kepada yang dighibahi? Sebagian para ulama’ berpendapat
wajib baginya untuk memberi tahu kepadanya dan meminta ma’af darinya.
Pendapat ini ada sisi benarnya jika dikaitkan dengan hak seorang manusia.
Misalnya mengambil harta orang lain tanpa alasan yang benar maka dia pun
wajib mengembalikannya.
Tetapi dari sisi lain, justru bila ia memberi tahu kepada yang dighibahi
dikhawatirkan akan terjadi mudharat yang lebih besar. Bisa jadi orang yang
dighibahi itu justru marah yang bisa meruncing pada percekcokan dan bahkan
perkelahian. Oleh karena itu sebagian para ulama lainnya berpendapat tidak
perlu ia memberi tahukan kepada yang dighibahi tapi wajib baginya beristighfar
(memohan ampunan) kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan menyebutkan
kebaikan-kebaikan orang yang dighibahi itu di tempat-tempat yang pernah ia
berbuat ghibah kepadanya. Insyaallah pendapat terakhir lebih mendekati
kebenaran. (Lihat Nashiihatii linnisaa’: 31)
Materi 29
Menggapai Keberkahan Hidup

Setiap orang tentu saja ingin memperoleh keberkahan dalam hidupnya di


dunia ini. Karena itu kita selalu berdo’a dan meminta orang lain mendo’akan
kita agar segala sesuatu yang kita miliki dan kita upayakan memperoleh
keberkahan dari Allah Swt. Secara harfiyah, berkah berarti an nama’ waz
ziyadah yakni tumbuh dan bertambah, ini berarti Berkah adalah kebaikan
yang bersumber dari Allah yang ditetapkan terhadap sesuatu sebagaimana
mestinya sehingga apa yang diperoleh dan dimiliki akan selalu berkembang
dan bertambah besar manfaat kebaikannya. Kalau sesuatu yang kita miliki
membawa pengaruh negatif, maka kita berarti tidak memperoleh keberkahan
yang diidamkan itu.

Menuju Kembali Kepada Fitrah 57


Materi Kultum Ramadhan

Namun, Allah Swt tidak sembarangan memberikan keberkahan kepada


manusia. Ternyata, Allah SWT hanya akan memberi keberkahan itu kepada
orang yang beriman dan bertaqwa kepada-Nya. Janji Allah SWT untuk
memberikan keberkahan kepada orang yang beriman dan bertaqwa
dikemukakan dalam firman-Nya yang artinya: “Jikalau sekiranya penduduk
negeri-negeri beriman dan bertaqwa, pastilah Kami akan melimpahkan
kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan
(ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya”
(QS 7:96).
Apabila manusia, baik secara pribadi maupun kelompok atau masyarakat
memperoleh keberkahan dari Allah Swt, maka kehidupannya akan selalu
berjalan dengan baik, rizki yang diperolehnya cukup bahkan melimpah,
sedang ilmu dan amalnya selalu memberi manfaat yang besar dalam
kehidupan. Disilah letak pentingnya bagi kita memahami apa sebenarnya
keberkahan itu agar kita bisa berusaha semaksimal mungkin untuk
meraihnya.

Bentuk Keberkahan
Secara umum, keberkahan yang diberikan Allah SWT kepada orang-orang
yang beriman bisa kita bagi kedalam tiga bentuk. Pertama, berkah dalam
keturunan, yakni dengan lahirnya generasi yang shaleh.
Generasi yang shaleh adalah yang kuat imannya, luas ilmunya dan banyak
amal shalehnya, ini merupakan sesuatu yang amat penting, apalagi
terwujudnya generasi yang berkualitas memang dambaan setiap manusia.
Kelangsungan Islam dan umat Islam salah satu faktornya adalah adanya
topangan dari generasi yang shaleh.
Generasi semacam itu juga memiliki jasmani yang kuat, memiliki
kemandirian termasuk dalam soal harta dan bisa menjalani kehidupan
dengan sebaik-baiknya.
Keberkahan semacam ini telah diperoleh Nabi Ibrahim as dan keluarganya
yang ketika usia mereka sudah begitu tua ternyata masih dikaruniai anak,
bahkan tidak hanya Ismail yang shaleh, sehat dan cerdas, tapi juga Ishak dan
Ya’kub. Di dalam Al- Qur’an keberkahan semacam ini diceritakan oleh Allah
yang artinya: “Dan isterinya berdiri (di balik tirai) lalu dia tersenyum. Maka
Kami sampaikan kepadanya berita gembira tentang kelahiran Ishak dan dari
Ishak (akan lahir puteranya) Ya’kub. Isterinya berkata: "Sungguh
mengherankan, apakah aku aka melairkan anak, padahal aku adalah
perempuan seorang perempuan tua, dan ini suamikupun dalam keadaan
yang sudah tua pula?. Sesungguhnya ini benar-benar suatu yang sangat
aneh". Para malaikat itu berkata: "Apakahkamu merasa heran tentang
ketetapan Allah? (itu adalah) rahmat Allah dan keberkatan-Nya, dicurahkan
atas kamu, hai ahlul bait. Sesungguhnya Allah Maha Terpuji lagi Maha
Pemurah" (QS 11:71-73).
Kedua, keberkahan dalam soal makanan yakni makanan yang halal dan
thayyib, hal ini karena ulama ahli tafsir, misalnya Ibnu Katsir menjelaskan
bahwa keberkahan dari langit dan bumi sebagaimana yang disebutkan dalam
firman surat Al A’raf: 96 di atas adalah rizki yang diantara rizki itu adalah
makanan. Yang dimaksud makanan yang halal adalah disamping halal
jenisnya juga halal dalam mendapatkannya, sehingga bagi orang yang

Menuju Kembali Kepada Fitrah 58


Materi Kultum Ramadhan

diberkahi Allah, dia tidak akan menghalalkan segala cara dalam memperoleh
nafkah.

Di samping itu, makanan yang diberkahi juga adalah yang thayyib, yakni
yang sehat dan bergizi sehingga makanan yang halal dan tayyib itu tidak
hanya mengenyangkan tapi juga dapat menghasilkan tenaga yang kuat
untuk selanjutnya dengan tenaga yang kuat itu digunakan untuk
melaksanakan dan menegakkan nilai-nilai kebaikan sebagai bukti dari
ketaqwaannya kepada Allah Swt, Allah berfirman yang artinya: Dan makanlah
makanan yang halal lagi baik dari apa yang telah Allah rizkikan kepadamu,
dan bertaqwalah kepada Allah yang kamu beriman kepada-Nya (QS 5:88).
Karena itu, agar apa yang dimakan juga membawa keberkahan yang lebih
banyak lagi, meskipun sudah halal dan thayyib, makanan itu harus dimakan
sewajarnya atau secukupnya, hal ini karena Allah sangat melarang manusia
berlebih-lebihan dalam makan maupun minum, Allah Swt berfirman yang
artinya: “Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indak di setiap memasuki
masjid, makan dan minumlah dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya
Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan” (7:31).

Ketiga, berkah dalam soal waktu yang cukup tersedia dan dimanfaatkannya
untuk kebaikan, baik dalam bentuk mencari harta, memperluas ilmu maupun
memperbanyak amal yang shaleh, karena itu Allah menganugerahi kepada
kita waktu, baik siang maupun malam dalam jumlah yang sama, yakni 24 jam
setiap harinya, tapi bagi orang yang diberkahi Allah maka dia bisa
memanfaatkan waktu yang 24 jam itu semaksimal mungkin sehingga
pencapaian sesuatu yang baik ditempuh dengan penggunaan waktu yang
efisien, karena salah satu karakteristik waktu adalah tidak akan bisa kembali
lagi bila sudah berlalu, Allah berfirman yang artinya: “Demi masa.
Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang
yang beriman dan mengerjakan amal shaleh dan nasihat menasihati supaya
mentaati kebenaran dan nasihat menasihati supaya menetapi kesabaran”
(QS 103:1-3).

Karena itu, bagi seorang muslim yang diberkahi Allah, waktu digunakan
untuk bisa membuktikan pengabdiannya kepada Allah Swt, meskipun dalam
berbagai bentuk usaha yang berbeda, Allah berfirman yang artinya: “Demi
malam apabila menutupi, dan siang apabila terang benderang, dan
penciptaan laki-laki dan perempuan. Sesungguhnya usaha kamu memang
berbeda-beda. Adapun orang yang memberikan (harta di jalan Allah) dan
bertaqwa dan membenarkan adanya pahala yang terbaik (syurga), maka
Kami kelak akan menyiapkan baginya jalan yang mudah.” (92:1-7).
Materi 30
Kunci Keberkahan

Sebagai seorang muslim, keberkahan dari Allah untuk kita merupakan


sesuatu yang amat penting. Karena itu, ada kunci yang harus kita miliki dan
usahakan dalam hidup ini. Sekurang-kurangnya, ada dua faktor yang menjadi
kunci keberkahan itu.
1. Iman dan Taqwa Yang Benar

Menuju Kembali Kepada Fitrah 59


Materi Kultum Ramadhan

Di dalam ayat di atas, sudah dikemukakan bahwa Allah akan


menganugerahkan keberkahan kepada hamba-hambanya yang beriman dan
bertaqwa kepada-Nya. Semakin mantap iman dan taqwa yang kita miliki,
maka semakin besar keberkahan yang Allah berikan kepada kita. Karena itu
menjadi keharusan kita bersama untuk terus memperkokoh iman dan taqwa
kepada Allah Swt. Salah satu ayat yang amat menekankan peningkatan
taqwa kepada orang yang beriman adalah firman Allah yang artinya: Hai
orang-orang yang beriman, bertaqwalah kamu kepada Allah dengan sebenar-
benar taqwa dan jangan sampai kamu mati kecuali dalam keadaan berserah
diri/muslim (QS 3:102).
Keimanan dan ketaqwaan yang benar selalu ditunjukkan oleh seorang
mu’min dalam bentuk melaksanakan perintah Allah dan meninggalkan
larangan-Nya, baik dalam keadaan senang maupun susah, dalam keadaan
sendiri maupun bersama orang lain. Tegasnya keimanan dan ketaqwaan itu
dibuktikan dalam situasi dan kondisi yang bagaimananpun juga dan
dimanapun dia berada.

2. Berpedoman kepada Al-Qur’an


Al-Qur’an merupakan sumber keberkahan sehingga apabila kita menjalankan
pesan-pesan yang terkandung di dalam Al-Qur’an dan berpedoman
kepadanya dalam berbagai aspek kehidupan, nicaya kita akan memperoleh
keberkahan dari Allah Swt, Allah berfirman yang artinya: Dan Al-Qur’an ini
adalah suatu kitab (peringatan) yang mempunyai berkah yang telah kami
turunkan. Maka mengapakah kamu mengingkarinya? (QS 21:50, lihat juga QS
38:29.6:155).

Karena harus kita jalankan dan pedomani dalam kehidupan ini, maka setiap
kita harus mengimani kebenaran Al-Qur’an bahwa dia merupakan wahyu dari
Allah Swt sehingga tidak akan kita temukan kelemahan dari Al-Qur’an,
selanjutnya bisa dan suka membaca serta menjalankannya dalam kehidupan
sehari-hari, baik menyangkut aspek pribadi, keluarga, masyarakat maupun
bangsa. Akhirnya menjadi jelas bagi kita bahwa, keberkahan dari Allah yang
kita dambakan itu, memperolehnya harus dengan berdo’a dan berusaha
yang sungguh-sungguh, yakni dalam bentuk memantapkan iman dan taqwa
serta selalu menjadikan Al- Qur’an sebagai pedoman dalam hidup ini.

Materi Tambahan
Halal Bi Halal

Sebenarnyalah istilah Halalbihalal tidak dikenal oleh kalangan bangsa Arab,


tidak pula ada pada zaman Nabi saw. dan para sahabat. Karenanya, kamus
bahasa Arab juga tak mengenal istilah itu. Justru ‘halalbihalal’ masuk dan
diserap Bahasa Indonesia dan diartikan sebagai “hal maaf-memaafkan

Menuju Kembali Kepada Fitrah 60


Materi Kultum Ramadhan

setelah menunaikan ibadah puasa Ramadhan, biasanya diadakan di sebuah


tempat (auditorium, aula, dsb) oleh sekelompok orang dan merupakan suatu
kebiasaan khas Indonesia.”

Para ulama kita terdahulu mendasarkan kegiatan halal bihalal tersebut pada
sebuah hadits shahih dari Imam Bukhari seperti di bawah ini:

Artinya: “Barangsiapa yang berbuat kezhaliman (kesalahan) kepada


saudaranya sehingga merendahkan derajatnya, maka hendaklah ia meminta
halal hal tersebut dari saudaranya itu pada hari ini.”

Ada dua hal yang perlu digarisbawahi di sini:

1. falyatahallal, yakni meminta halal, itu berarti bukan sekedar meminta


maaf, tetapi juga harus mengembalikan hak saudaranya yang telah ia
langgar. Jika itu berupa barang, hendaknya dikembalikan. Ketika orang
saling meminta halal, maka terjadilah ‘halal-halalan’; yang kemudian di-
Arab-kan menjadi ‘halal-bi-halal’. Halal dengan halal. Acara ini kemudian
berkembang menjadi sangat bervariasi ragam bentuk dan acaranya
hingga saat ini.
2. al-yauma, yakni pada hari ini. ‘Hari ini’ yang dimaksud tidak lain
adalah hari raya Idul Fitri, karena menurut sebagian riwayat, Rasulullah
saw. mengucapkan hadits itu saat hari raya Idul Fitri. Ada pula yang
mengartikan ‘pada hari ini (juga)’. Yakni bahwa ketika kita membuat
kesalahan pada seseorang, hendaknya kita meminta halal kepadanya hari
ini juga, jangan ditunda-tunda.

Mengapa halalbihalal dilaksanakan pada Syawal selepas Ramadhan?

Selain dasar hadits tersebut, bahwa al-yauma itu tidak lain adalah hari raya
Idul Fitri, para ulama mendasarkan juga pada QS. Al-Baqarah: 133-134,
bahwa ciri orang yang bertakwa (sebagai output dari ibadah ramadhan) salah
satunya adalah al-kaazhimiinal gaidh, yakni ‘memaafkan kesalahan manusia.’
Karena itu, ketika pada ramadhan kita memperbaiki hubungan vertikal
dengan Allah (hablun minallah), maka ketika Syawal tiba saatnya kita
melengkapinya dengan memperbaiki hubungan horisontal dengan sesama
manusia (hablun minannas), yakni dengan cara saling memaafkan; saling
meminta halal atas kesalahan kita masing-masing. Maka jadilah tradisi
halalbihalal sebagaimana berkembang seperti sekarang ini; yang khas
Indonesia.

Menuju Kembali Kepada Fitrah 61

You might also like