You are on page 1of 8

TUGAS MAKALAH

MATA KULIAH ASPEK HUKUM BISNIS


PERJANJIAN WARALABA (FRANCHISE)

Oleh :
Shanti Dewi Aprillia
04610222 / Manajemen

FAKULTAS EKONOMI JURUSAN MANAJEMEN


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2008
I. PENDAHULUAN

Wirausaha akan membuat masyarakat menjadi mandiri karena dalam wirausaha masyarakat akan mampu membuka
peluang untuk dirinya sendiri dan menarik keuntungan dari peluang yang tercipta tersebut. Bahkan lebih jauh, wirausaha dapat
menciptakan peluang kerja bagi orang lain yang ada di sekitar usaha tersebut. Itulah sebabnya pemerintah sangat menganjurkan
bagi masyarakat untuk menjadi wirausahawan. Banyak cara untuk menjadi wirausahawan, antara lain mendirikan bisnis sendiri
atau membeli sistem bisnis yang sudah jadi.
Membeli sistem bisnis yang sudah jadi mempunyai kelebihan bahwa sistem bisnis sudah tercipta dan siap pakai, si
pembeli bisnis tinggal menjalankan saja di dalam sistem yang sudah ada itu. Demikian pula pasar sudah ada, sehingga pemilik
bisnis baru ini tidak akan kesulitan dalam memasarkan produknya. Kelemahannya adalah pemilik modal tidak akan bebas dalam
menentukan usahanya, karena semuanya tergantung kepada pihak yang dibeli bisnisnya.
Sehubungan dengan berwirausaha dengan membeli bisnis yang sudah ada, dikenal istilah franchise yang sudah di-
Indonesia-kan menjadi waralaba. Waralaba berasal dari kata “wara” artinya lebih dan “laba” artinya untung. Dari arti secara
harafiah tersebut, maka dapat diketahui bahwa warabala merupakan usaha yang memberikan keuntungan lebih/istimewa
(Musjtari: 2003: 1). Di samping pengertian tersebut, ada pengertian waralaba menurut doktrin, sebagaimana yang dikemukakan
oleh Suharnoko : “Franchise pada dasarnya adalah sebuah perjanjian mengenai metode pendistribusian barang dan jasa kepada
konsumen” (Musjtari: 2003: 1). Selain itu ada pula pengertian waralaba menurut Juajir Sumardi : “Franchise adalah sebuah
metode pendistribusian barang dan jasa kepada masyarakat konsumen, yang dijual kepada pihak lain yang berminat.
Banyak dari pelaku dalam dunia waralaba ini, yang paling berperan dalam menghadirkan waralaba asing tentunya
pengusaha besar dan mapan. Dengan jaringan bisnis yang mereka miliki, kelompok ini bisa lebih cepat membaca peluang dan
melobi franchisor (pewaralaba) untuk mendapatkan hak franchisee (terwaralaba). Dalam proses ini, dukungan modal dan
reputasi bisnis memang akan sangat menentukan. Tak ada yang sanggup membayar fee waralaba mahal kalau bukan mereka para
pengusaha bermodal kuat. Dengan seleksi seperti itu, otomatis waralaba terkenal dari luar negeri hanya akan jatuh ke tangan
pengusaha besar. Sehubungan dengan itu, kita mengenal nama-nama besar yang merajai bisnis waralaba, keagenan dan lisensi
asing, sebut saja PT Mitra Adiperkasa (membawahkan puluhan merek premium seperti Starbucks, Kinokuniya, Sogo,
Debenhams, Nautica, Marks & Spencer, dan Lacoste), Grup MRA (Hard Rock Café, Cosmopolitan, FHM Magazine, Harley-
Davidson, Ferrari, dan lain-lain), Kawan Lama (agen perkakas rumah tangga), dan Kenari Djaya (agen kunci-kunci mewah).
Kemeriahan bisnis yang dapat membuat orang cepat sukses dan terkenal ini tampaknya juga merambah pada waralaba
lokal. Dari segi jumlah gerai, perkembangan waralaba lokal jauh melampaui waralaba asing. Ini karena persyaratan menjadi
terwaralaba lokal jauh lebih ringan dan murah, bahkan ada yang dapat memulai dengan modal sekitar Rp 10 juta (misalnya,
waralaba Fresh Corn, Red Crispy). Hal itulah yang menyebabkan beberapa waralaba lokal berhasil mencatatkan diri karena
mengalami perkembangan yang luar biasa.
Di Indonesia sendiri sudah dapat kita lihat adanya suatu fenomena baru yang menarik untuk dicermati dalam beberapa
tahun terakhir, yaitu makin tumbuh suburnya bisnis waralaba, keagenan dan lisensi di Indonesia. Demam kewirausahaan yang
belakangan melanda kaum mudah tak dapat dilepaskan dari fenomena ini. Mereka menginginkan sesuatu yang cepat kalau tak
mau disebut instan dalam membangun bisnis. Dengan segenggam modal di tangan, tanpa perlu mempermasalahkan apakah itu
hasil keringat sendiri atau pemberian orang tua, tetapi yang pasti ada kecenderungan suatu pola pemikiran seperti “buat apa
bersusah payah merintis usaha dari nol kalau dapat membeli bisnis yang membuatnya langsung berlari. Itulah yang membuat
bisnis “cepat saji” ini booming dan terus mengundang peminat baru.- Contoh, Indomaret yang kini memiliki 926 gerai (450 di
antaranya gerai waralaba), Alfarmart - 730 gerai, Le Monde Baby’s World - 100 gerai, Londre - 122 gerai, Es Teler 77 - 160
gerai, dan Primagama - 380 gerai.
Pemilik dari metode ini disebut “franchisor” sedang pembeli yang berhak untuk menggunakan metode itu disebut
“franchisee”. Berdasarkan pengertian-pengertian di atas, diketahui bahwa waralaba merupakan salah satu bentuk format bisnis
dimana pihak pertama yang disebut pemberi waralaba (franchisor) memberikan hak kepada pihak kedua yang disebut penerima
waralaba (franchisee) untuk mendistibusikan barang/jasa dalam lingkup area geografis dan periode waktu tertentu dengan
mempergunakan merek, logo, dan sistem operasi yang dimiliki dan dikembangkan oleh franchisor. Pemberian hak ini dituangkan
dalam bentuk perjanjian waralaba (franchise agreement).
I.Sejarah dan Perkembangan Franchise / Waralaba
Waralaba atau franchising pada dasarnya bukanlah konsep baru. Lloyd Tarbutton dalam Franchising, The How To Book,
mengungkapkan bahwa konsep rantai pertokoan sudah lahir di Cina setidaknya pada 200 SM ketika Lo Kass, seorang pebisnis
lokal, mulai mengoperasikan beberapa unit ritel di negeri yang berkebudayaan sangat tua itu.
Di Eropa, sistem waralaba digunakan oleh para raja untuk melanggengkan kekuasaan mereka. Yaitu dengan memberikan
hak atas lahan kepada beberapa individu kuat. Sebagai imbalan atas segala kebebasan yang dianugerahkan dari berburu sampai
menarik pajak di daerah seluas properti itu individu-individu yang diangkat jadi bangsawan tadi diwajibkan mempertahankan
teritori kerajaan dengan membangun pasukan. Selain itu, mereka juga harus menyerahkan sebagian hasil pajak kepada raja. Di
Inggris sistem pemerintahan seperti ini berlaku sampai dengan sekitar tahun 1562, ketika The Council of Trent menerbitkan
beleid yang melarang.
Akan tetapi, penemuan dunia baru kemudian membuka peluang perdagangan internasional di tengah maraknya paham
kolonialisme. Untuk memperluas kendali kekuasaan, sekaligus menegakkannya, beberapa pemerintahan di Eropa mengadopsi
kembali sistem waralaba. VOC dibentuk oleh Belanda pada 1602, dan kemudian diberi hak untuk melakukan seluruh
perdagangan antara Tanjung Harapan Baik dan Selat Magellan. Mewakili Negeri Kincir Angin itu, perusahaan yang dimodali
melalui penerbitan saham senilai 6,5 gulden punya kedaulatan tersendiri untuk merebut teritori dari Portugis dan mendirikan
markas besar di Jakarta pada 1619. Dari negeri jajahan ini mereka membangun perdagangan monopoli dengan Jepang pada 1641
dan memerangi Inggris yang berupaya menembus perdagangan rempah. Penjajahan Inggris di Amerika Utara juga dimulai
melalui sistem waralaba ketika pada 1607 hak atas Virginia diberikan kepada The London Company. Pengambilalihan wilayah
tersebut oleh Kerajaan Inggris baru dilakukan pada 1624, setelah perusahaan swasta itu dinilai melakukan mismanajemen dengan
terbantainya 347 pemukim kulit putih oleh Indian Powhatan pada 22 Maret 1622.
Sebagai konsep bisnis, franchising pertama kali diadopsi dari Inggris dan Eropa oleh industri bir AS. Produsen minuman
ini memberikan bantuan finansial sebagai imbalan dari perjanjian pembelian produk secara eksklusif oleh rumah-rumah minum
yang tersebar luas. Laiknya franchising, produsen minuman tak memiliki kendali atas operasional tavern lokal tersebut, selain
menempatkan diri sebagai pemasok tunggal.
Sekarang, waralaba sukses yang didirikan pebisnis perempuan sudah banyak. Dan bukan hanya di bidang yang terkait
dengan pekerjaan tradisional perempuan, seperti resto dan makanan, lahirnya barisan franchisor, termasuk di bisnis yang
sebelumnya tak terbayangkan.
Beberapa franchisor menawarkan waralaba yang bersifat business-to-business. Karena layanannya B2B, franchisee bisa
melakukan pekerjaan dari rumah sehingga tak perlu membeli atau menyewa tempat dan peralatan berat untuk memulai bisnis.
Salah satunya, yang cukup unik, Bevinco. Diluncurkan pada 1988 oleh dua pengusaha resto di Toronto, waralaba ini menawarkan
layanan memantau pencurian minuman keras di industri resto dan bar. Di masa mendatang, kian beragamnya franchisor membuat
para calon investor yang ingin membeli lisensi waralaba punya pilihan luas yang, sekaligus, membutuhkan kehati-hatian. Namun,
kalau bisa memilih waralaba yang benar, franchisee akan menikmati kebebasan seorang pemilik bisnis tanpa harus bersusah-
payah memulai usahanya dari bawah karena franchisor tidak hanya telah menyediakan sistem yang terbukti andal dan
pelatihannya, tetapi juga merek yang kuat.
II. Perjanjian Waralaba
Dalam hukum perjanjian, perjanjian waralaba merupakan perjanjian khusus karena tidak dijumpai daJam Kitab Undang-
undang Hukum Perdata. Perjanjian ini dapat diterima dalam hukum karena didalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
ditemui satu pasal yang mengatakan adanya kebebasan berkontrak. Pasal itu mengatakan bahwa perjanjian yang dibuat secara sah
berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya (Pasal 1338 Kitab Undang-undang Hukum Perdata).
Perjanjian dibuat secara sah artinya bahwa perjanjian itu telah memenuhi syarat-syarat yang ditentukan dalam undang-
undang. Artinya perjanjian itu tidak bertentangan dengan Agama dan ketertiban umum, dan tidak bertentangan dengan kesusilaan,
dan undang-undang itu sendiri. Perjanjian waralaba dapat dikatakan suatu perjanjian yang tidak bertentangan dengan undang-
undang, agama ketertiban umum dan kesusilaan, karena itu perjanjian waralaba itu sah, dan oleh karena itu perjanjian itu menjadi
undang-undang bagi mereka yang membuatnya, dan mengikat kedua belah pihak.
Pada dasarnya waralaba berkenan dengan pemberian izin oleh seorang pemilik waralaba (franchisor) kepada orang lain
atau beberapa orang untuk menggunakan sistem atau cara pengoperasian suatu bisnis. Pemberian izin ini meliputi untuk
menggunakan hak-hak pemilik waralaba yang berada dibidang hak milik intelektual (intelectual property rights). Pemberian izin
ini kadangkala disebut dengan pemberian izin lisensi.
Perjanjian lisensi biasa tidak sama dengan pemberian (perjanjian) lisensi waralaba. Kalau pada pemberian (perjanjian)
lisensi biasanya hanya meliputi pemberian izin lisensi bagi penggunaan merek tertentu. Sedangkan pada waralaba, pemberian izin
lisensi meliputi pelbagai macam hak milik intelektual, Keseluruhan hak-hak milik intelek bahwa alat-alat dibeli atau disewakan
darinya.
Selain yang disebut diatas perjanjian waralaba (franchising):
Pemberian lisensi hukum tentang nama perniagaan, merek, model, desain dan sebagainya. Bidang-bidang hukum itu dapat
dikelompokkan dalam bidang hukum perjanjian dan dalam bidang hukum tentang hak milik intelektual.

Perjanjian-Perjanjian yang Berkaitan dengan Waralaba


Perjanjian-perjanjian yang terdapat dalam waralaba tidak saja tentang perjanjian pemberian lisensi tetapi lebih dari itu.
Masih ada Perjanjian-perjanjian lain yang terkait dengan waralaba tersebut, seperti :
1. Perjanjian tentang hutang piutang. Seorang calon pengguna waralaba memerlukan pinjaman guna pembayaran
“fee"(biaya-biaya). Adakalanya pinjaman ini diperoleh dari pihak lain, tetapi ada kemungkinan waralaba memberikan
pinjaman kepada pengguna waralaba untuk dipergunakan sebagai modal kerja.
2. Penyewaan tempat usaha. Tempat usaha ini memegang peranan penting bagi pemasaran. Kadangkala pemilik waralaba
memiliki bagian yang mengadakan penelitian tentang tempat usaha ini, mencari tempat usaha yang letaknya strategis
lalu membeli atau menyewanya, dan kemudian menyewakannya kepada pengguna waralaba (franchisee).
3. Perjanjian pembangunan tempat usaha. Pada usaha waralaba tertentu masyarakat agar bangunan-bangunan dibuat
secara khas sesuai dengan persyaratan yang diberikan oleh pemilik waralaba (franchisor). Pengguna waralaba
(franchisee) boleh memakai pemborongnya sendiri, tetapi kadang kala pemilik waralaba (frachisor)mempunyai hak
veto dalam hal ini.
4. Penyewaan peralatan. Ada kemungkinan bahwa pihak pemilik waralaba (franchisor) mensyaratkan bahwa alat-alat
dibeli atau disewakan darinya. Salain yang disebut diatas perjanjian waralaba (frachising) :
1. Melibatkan lisensi nama perniagaan, logo type, dan merek jasa.
2. Melibatkan nama baik perusahaan, dan pengguna waralaba memanfaatkan hal ini.
3. Melibatkan pemberian informasi rahasia dan keterampilan atau kecakapan tehnik. Informasi rahasia
ini memegang peranan penting dalam waralaba.
Perlindungan Hukum Usaha Waralaba/ Franchise di Indonesia

Perlindungan hukum bagi usaha franchise (“waralaba”) lokal masih didasarkan pada :
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor: 16 Tahun 1997 tentang Waralaba (Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 49 Tahun 1997, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3690). Disamping Peraturan baru berupa :
Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor: 12/M-DAG/PER/3/2006 Tentang Ketentuan dan Tata Cara
Penerbitan Surat Tanda Pendaftaran Usaha Waralaba.
Pemerintah menerbitkan peraturan dalam rangka bisnis waralaba/franchise ini, dengan dasar pertimbangan bahwa kegiatan
usaha waralaba/franchise perlu dikembangkan dalam rangka mendorong pertumbuhan dan pengembangan usaha Waralaba
Nasional dan meningkatkan peran serta pengusaha kecil dan menengah baik sebagai franchisor, franchisee maupun sebagai
pemasok barang dan/atau jasa; Sehingga kewajiban pendaftaran bagi usaha waralaba/franchise adalah merupakan tindakan
preventif dari Pemerintah, yang dilakukan Pemerintah dalam bentuk : sebelum membuat perjanjian, pemberi waralaba wajib
memberikan keterangan tertulis atau prospektus mengenai data atau informasi usahanya dengan benar kepada penerima waralaba
(Pasal 5). Adanya ketentuan yang mengatur mengenai klausul minimum dalam perjanjian waralaba antara pemberi waralaba
dengan penerima waralaba (Pasal 6). Kewajiban untuk mendaftarkan perjanjian waralaba beserta keterangan tertulis atau
prospektus kepada instansi terkait. (Pasal 11). Kewajiban untuk melakukan pelaporan berkala atas perkembangan kegiatan usaha
waralaba (Pasal 18). Dicantumkannya sanksi bagi kegiatan usaha waralaba yang tidak mentaati ketentuan tersebut (Pasal 19).
Aspek Legal Waralaba di Indonesia
Format bisnis waralaba merupakan format bisnis yang telah terbukti mampu meningkatkan akselerasi perkembangan
perekonomian, dan merupakan sistem yang tepat bagi terciptanya pemerataan kesempatan berusaha. Umumnya format bisnis
waralaba berkembang di sektor yang padat karya,sehingga sangat cocok dikembangkan di Indonesia, yang saat ini memiliki lebih
dari 40 juta pengangguran.
Agar waralaba dapat berkembang dengan pesat, maka persyaratan utama yang harus dimiliki satu teritori adalah
kepastian hukum yang mengikat baik bagi franchisor mau pun franchisee. Karenanya kita dapat melihat bahwa di negara yang
memiliki kepastian hukum yang jelas, waralaba berkembang pesat, misalnya di Amerika Serikat dan Jepang.
Bagaimana dengan kepastian berusaha dalam bidang waralaba di Indonesia? Banyak orang masih skeptis dengan kepastian
hukum terutama dalam bidang waralaba di Indonesia. Namun saat ini kepastian hukum berusaha dengan format bisnis waralaba
jauh lebih baik dari sebelum tahun 1997. Tonggak kepastian hukum akan format waralaba di Indonesia dimulai pada tanggal 18
Juni 1997, yaitu dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah RI No. 16 Tahun 1997 tentang waralaba. Selanjutnya ketentuan-
ketentuan lain yang mendukung kepastian hukum dalam format bisnis waralaba adalah sebagai berikut:
1. Keputusan Menteri perindustrian dan perdagangan RI No. 259/MPP/KEP/7/1997 Tgl 30 Juli 1997 Tentang Ketentuan Tata
Cara Pelaksanaan Pendaftaran Usaha Waralaba.
2. Undang-Undang No. 14 Tahun 2001 tentang Paten.
3. Undang-Undang No. 15 Tahun 2001 tentang Merek.
4. Undang-Undang No. 30 tahun 2000 tentang Rahasia Dagang.
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIANOMOR 42 TAHUN 2007 TENTANG WARALABA

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksudkan dengan :

1. Waralaba adalah hak khusus yang dimiliki oleh orang perseorangan atau badan usaha terhadap sistem bisnis dengan ciri
khas usaha dalam rangka memasarkan barang dan/atau jasa yang telah terbukti berhasil dan dapat dimanfaatkan
dan/atau digunakan oleh pihak lain berdasarkan perjanjian waralaba.
2. Pemberi Waralaba adalah orang perseorangan atau badan usaha yang memberikan hak untuk memanfaatkan dan/atau
menggunakan Waralaba yang dimilikinya kepada Penerima Waralaba.

3. Penerima Waralaba adalah orang perseorangan atau badan usaha yang diberikan hak oleh Pemberi Waralaba untuk
memanfaatkan dan/atau menggunakan Waralaba yang dimiliki Pemberi Waralaba.
4. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan tugas pemerintahan di bidang perdagangan.
Pasal 2
Waralaba dapat diselenggarakan di seluruh wilayah Indonesia.

BAB II
KRITERIA
Pasal 3
Waralaba harus memenuhi kriteria sebagai berikut:
a. memiliki ciri khas usaha;
b. terbukti sudah memberikan keuntungan;
c. memiliki standar atas pelayanan dan barang dan/atau jasa yang ditawarkan yang dibuat secara tertulis;
d. mudah diajarkan dan diaplikasikan;
e. adanya dukungan yang berkesinambungan; dan
f. Hak Kekayaan Intelektual yang telah terdaftar.
BAB III
PERJANJIAN WARALABA
Pasal 4
1. Waralaba diselenggarakan berdasarkan perjanjian tertulis antara Pemberi Waralaba dengan Penerima Waralaba dengan
memperhatikan hukum Indonesia.
2. Dalam hal perjanjian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditulis dalam bahasa asing, perjanjian tersebut harus
diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia.
Pasal 5
Perjanjian Waralaba memuat klausula paling sedikit :
a. nama dan alamat para pihak;
b. jenis Hak Kekayaan Intelektual;
c. kegiatan usaha;
d. hak dan kewajiban para pihak;
e. bantuan, fasilitas, bimbingan operasional, pelatihan, dan pemasaran yang diberikan Pemberi Waralaba kepada Penerima
Waralaba
f. wilayah usaha;
g. jangka waktu perjanjian;
h. tata cara pembayaran imbalan;
i. kepemilikan, perubahan kepemilikan, dan hak ahli waris;
j. penyelesaian sengketa; dan
k. tata cara perpanjangan, pengakhiran, dan pemutusan perjanjian.
Pasal 6
1. Perjanjian Waralaba dapat memuat klausula pemberian hak bagi Penerima Waralaba untuk menunjuk Penerima
Waralaba lain.
2. Penerima Waralaba yang diberi hak untuk menunjuk Penerima Waralaba lain, harus memiliki dan melaksanakan sendiri
paling sedikit 1 (satu) tempat usaha Waralaba.

BAB IV
KEWAJIBAN PEMBERI WARALABA
Pasal 7
1. Pemberi Waralaba harus memberikan prospektus penawaran Waralaba kepada calon Penerima Waralaba pada saat
melakukan penawaran.
2. Prospektus penawaran Waralaba sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat paling sedikit mengenai :
a. data identitas Pemberi Waralaba;
b. legalitas usaha Pemberi Waralaba;
c. sejarah kegiatan usahanya;
d. struktur organisasi Pemberi Waralaba;
e. laporan keuangan 2 (dua) tahun terakhir;
f. jumlah tempat usaha;
g. daftar Penerima Waralaba; dan
h. hak dan kewajiban Pemberi Waralaba dan Penerima Waralaba.

Pasal 8
Pemberi Waralaba wajib memberikan pembinaan dalam bentuk pelatihan, bimbingan operasional manajemen, pemasaran,
penelitian, dan pengembangan kepada Penerima Waralaba secara berkesinambungan.
Pasal 9
1. Pemberi Waralaba dan Penerima Waralaba mengutamakan penggunaan barang dan/atau jasa hasil produksi dalam
negeri sepanjang memenuhi standar mutu barang dan/atau jasa yang ditetapkan secara tertulis oleh Pemberi Waralaba.
2. Pemberi Waralaba harus bekerjasama dengan pengusaha kecil dan menengah di daerah setempat sebagai Penerima
Waralaba atau pemasok barang dan/atau jasa sepanjang memenuhi ketentuan persyaratan yang ditetapkan oleh Pemberi
Waralaba.

BAB V
PENDAFTARAN
Pasal 10
1. Pemberi Waralaba wajib mendaftarkan prospektus penawaran Waralaba sebelum membuat perjanjian Waralaba dengan
Penerima Waralaba.
2. Pendaftaran prospektus penawaran Waralaba sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan oleh pihak lain yang
diberi kuasa.
Pasal 11
1. Penerima Waralaba wajib mendaftarkan perjanjian Waralaba.
2. Pendaftaran perjanjian Waralaba sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan oleh pihak lain yang diberi
kuasa.
Pasal 12
1. (1) Permohonan pendaftaran prospektus penawaran Waralaba sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 diajukan dengan
melampirkan dokumen :
a. fotokopi prospektus penawaran Waralaba; dan
b. fotokopi legalitas usaha.
2. Permohonan pendaftaran perjanjian Waralaba sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 diajukan dengan melampirkan
dokumen:
a. fotokopi legalitas usaha;
b. fotokopi perjanjian Waralaba;
c. fotokopi prospektus penawaran Waralaba; dan
d. fotokopi Kartu Tanda Penduduk pemilik/pengurus perusahaan.
3. Permohonan pendaftaran Waralaba sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diajukan kepada Menteri.

4. Menteri menerbitkan Surat Tanda Pendaftaran Waralaba apabila permohonan pendaftaran Waralaba telah memenuhi
persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2).

5. Surat Tanda Pendaftaran Waralaba sebagaimana dimaksud pada ayat (4) berlaku untuk jangka waktu 5 (lima) tahun.

6. Dalam hal perjanjian Waralaba belum berakhir, Surat Tanda Pendaftaran Waralaba dapat diperpanjang untuk jangka
waktu 5 (lima) tahun.
7. Proses permohonan dan penerbitan Surat Tanda Pendaftaran Waralaba tidak dikenakan biaya.
Pasal 13
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pendaftaran Waralaba diatur dengan Peraturan Menteri.
BAB VI
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Pasal 14
1. Pemerintah dan Pemerintah Daerah melakukan pembinaan Waralaba.

2. Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara lain berupa pemberian :
a. pendidikan dan pelatihan Waralaba;
b. rekomendasi untuk memanfaatkan sarana perpasaran;
c. rekomendasi untuk mengikuti pameran Waralaba baik di dalam negeri dan luar negeri;
d. bantuan konsultasi melalui klinik bisnis;
e. penghargaan kepada Pemberi Waralaba lokal terbaik; dan/atau
f. bantuan perkuatan permodalan.

Pasal 15
1. Menteri melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan Waralaba.
2. Menteri dapat melakukan koordinasi dengan instansi terkait dalam melaksanakan pengawasan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1).

BAB VII
SANKSI

Pasal 16
1. Menteri, Gubernur, Bupati/Walikota sesuai kewenangannya masing-masing dapat mengenakan sanksi administratif bagi
Pemberi Waralaba dan Penerima Waralaba yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, Pasal 10,
dan/atau Pasal 11.
2. Sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa:
a. peringatan tertulis;
b. denda; dan/atau
c. pencabutan Surat Tanda Pendaftaran Waralaba.

Pasal 17
1. Sanksi administratif berupa peringatan tertulis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (2) huruf a, dikenakan
kepada Pemberi Waralaba dan Penerima Waralaba yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8,
Pasal 10, dan Pasal 11.
2. Peringatan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan paling banyak 3 (tiga) kali dalam tenggang
waktu 2 (dua) minggu terhitung sejak tanggal surat peringatan sebelumnya diterbitkan.

Pasal 18
1. Sanksi administratif berupa denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (2) huruf b, dikenakan kepada Pemberi
Waralaba yang tidak melakukan pendaftaran prospektus penawaran Waralaba sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10
atau Penerima Waralaba yang tidak melakukan pendaftaran perjanjian Waralaba sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11
setelah diterbitkannya surat peringatan tertulis ketiga.
2. Denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenakan paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

3. Sanksi administratif berupa pencabutan Surat Tanda Pendaftaran Waralaba sebagaimana dimaksud dalam pasal 16 ayat
(2) huruf c, dikenakan kepada Pemberi Waralaba yang tidak melakukan pembinaan kepada Penerima Waralaba
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 setelah diterbitkannya surat peringatan tertulis ketiga.

Bagaimana Mendaftarkan Usaha Waralaba


Jika kita memiliki usaha waralaba, maka kita wajib melaporkannya kepada kantor menperindag setempat. Prosedur
pendaftarannya adalah sebagai berikut:
1. Bagi Franchisee/Master Franchisee/Franchisor yang berasal dari luar negeri, permohonan diajukan kepada Direktorat
Jenderal Perdagangan Dalam Negeri up. Direktur Bina Usaha Dalam Negeri, Direktorat Perdagangan Dalam Negeri.
Sedangkan bagi waralaba dalam negeri cukup mengajukannya kepada Kepala kantor Wilayah Depperindag setempat.
2. Surat pendaftaran dilampiri dengan dokumen berikut:
- Daftar Isian Permintaan (DIP). Formulir DIP dapat diperoleh di kantor Deperindag.
- Franchise Agreement (Perjanjian Waralabaa).
- Keterangan tertulis dari Franchisor (Profil, Neraca 2 tahun kebelakang dan HAKI).
- Copi Standar Operations Procedures.
- SIUP dan Surat Izin Usaha dari instansi teknis terkait.
- Tanda Daftar Perusahaan (TDP).
- Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).
- Alamat Cabang disertai :
a. Copy Surat Ijin Domisili.
b. Copy Surat Ijin Gangguan.
c. Copy NPWP jika terpisah.
d. Susunan manajemen.

Perlindungan Merek dan Kekayaan Intelektual


Keberadaan UU berkaitan dengan perlindungan terhadap rahasia dagang yaitu UU No 30 tahun 2000 dan UU yang
berkaitan dengan paten dan merek yaitu UU No 14 dan 15 Tahun 2001; menjamin dilindunginya paten dan merek yang terdaftar
dari tindakan pemakaian tanpa hak dan atau penjiplakan atribut merek untuk keuntungan pihak yang tidak memiliki hak atas
paten/merek terdaftar tersebut.
Pengajuan hak atas merek atau paten diajukan kepada Departemen Hukum dan Perundang-undangan cq Dirjen HAKI.
Persyaratan bagi pengajuan pendaftaran merek dagang/jasa dan hak cipta/paten di Indonesia adalah sebagai berikut:
1. Copy KTP Pemohon/Direktur Perusahaan.
2. Copy NPWP Pemohon/Perusahaan.
3. Contoh etiket merek sebanyak 30 lembar ukuran minimal 2x2 cm dan maksimal 9x9 cm.
4. Copy akte perseroan (jika atas nama perusahaan).
5. Memberitahukan barang/jasa yang didaftarkan, disertai copy gambar desain atau spesifikasi produk/jasa yang dipatenkan.

Dengan telah diberlakukannya peraturan utama yang berkaitan dengan waralaba, yaitu peraturan tentang merek dan HAKI,
diharapkan dapat memberikan dorongan bagi dunia usaha di Indonesia untuk mulai terjun menggeluti dunia waralaba yang
dikenal sebagai "The Great Inventions of Capitalism".

Kesimpulan
Berdasarkan hal-hal yang telah kami kemukakan di atas, maka ditarik kesimpulan bahwa hukum bisnis waralaba
(franchise) sangat tergantung kepada kesesuaian bidang usaha bisnis franchise dan system serta mekanisme kerjasamanya dengan
prinsip syariah dan ketiadaan dari segala tantangan syariah dalam bisnis tersebut namun secara umum. Berbisnis melalui
waralaba adalah suatu jalan yang baik untuk dicoba, karena metode ini selain membawa keuntungan bagi para pihak, juga tidak
bertentangan dengan nilai nilai islamnya.
DAFTAR PUSTAKA

Hadiyanto. Aspek-Aspek Hukum Dalam Usaha Franchise, Makalah Pada Pertemuan


Tentang Franchise di Jakarta, 1993

Harjowidigdo, Roeseno. Perspektif Peraturan Perjanjian Franchise di Jakarta, 1993

Baros, Wan Sadjaruddin. Beberapa Sendi Tentang Hukum Perikatan. Medan: USU
Press Medan, 1985

Surbekti, R., Tjitrosudibio, R. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Jakarta:


Pradnya Paramita, 1985

Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1992: Tentang Merek

Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1986: Tentang Paten

Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1982: Tentang Hak Cipta

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1987: Tentang Perubahan Undang-Undang


Nomor 6 Tahun 1982

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983: Tentang Pajak Penghasilan

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1993: Tentang Pajak Pertambahan Nilai Tahun

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1982: Tentang Wajib Daftar Perusahaan

Keputusan Menteri Perdagangan: Nomor:1458/Kp/XII/84: Tentang; Surat Izin


Usaha Perdagangan (SIUP)

Howard Schultz dan Dori Jones Yang, Pour Your Heart Into It,
Bagaimana STARBUCKS Membangun Sebuah Perusahaan Secangkir Demi Secangkir, Gramedia, Jakarta, 2003

Warren J. Keegan, Manajemen Pemasaran Global, Edisi


Revisi, PT. Prenhallindo, Jakarta, 1996

Danny Moss and Barbara deSanto (edt), Public Relations Cases, International Perspectives, Routledge, London and New York,
2002

You might also like