Professional Documents
Culture Documents
I. Latar Belakang
Trauma kapitis dapat merupakan salah satu kasus penyebab kecacatan dan kematian
yang cukup tinggi dalam neurologi dan menjadi masalah kesehatan oleh karena
penderitanya sebagian besar orang muda, sehat dan produktif.
Trauma merupakan penyebab utama kematian pada anak di atas usia 1 tahun di AS.
Dibandingkan dengan trauma lainnya, persentase trauma kapitis adalah yang tertiggi,
yaitu sekitar lebih atau sama dengan 80%. Kira-kira 5% penderita trauma kapitis
meninggal di tempat kejadian. Trauma kapitis mempunyai dampak emosi,
psikososial, dan ekonomi yang cukup besar sebab penderitanya sering mengalami
masa perawatan rumah sakit yang panjang dan 5-10% setelah perawatan rumah sakit
masih membutuhkan fasilitas pelayanan jangka panjang.
Trauma kapitis akan terus menjadi problem masyarakat yang sangat besar, meskipun
pelayanan medis sudah sangat maju pada abad 21 ini. Sebagian besar pasien dengan
trauma kapitis (75-80%) adalah trauma kapitis ringan; sisanya merupakan trauma
dengan kategori sedang dan berat dalam jumlah yang sama.
Di Indonesia, data tentang trauma kapitis ini belum ada. Yang ada barulah data dari
beberapa RS (sporadis).
Prediksi insiden per tahunnya di dunia akan menurun secara signifikan, dengan
adanya adanya UU pemakaian helm dan sabuk pengaman bagi pengaman
motor/mobil. Diperkirakan sebanyak kurang lebih 10 juta orang menderita trauma
kapitis berat dengan angka kematian sekitar separuhnya.
Telah banyak manajemen terapi standar yang berdasarkan evidence based medicine
yang diajukan dan diterapkan di pusat kesehatan di seluruh dunia. Tetapi mengingat
kemampuan dan fasilitas yang tersedia di pusat kesehatan tersebut, terutama di
negara-negara berkembang seperti Indonesia, maka beberapa penyesuaian perlu
dilakukan.
Beberapa penelitian berbasis penderita orang Indonesia perlu dilakukan untuk
mendapatkan gambaran manajemen maksimum dan optimum yang dapat diterapkan
dan yang sesuai dengan karakter serta fasilitas yang tersedia.
Terapi trauma kapitis yang belum berdasarkan evidence based medicine, tidak
dianjurkan dipakai.
II. Definisi
Trauma kapitis adalah trauma mekanik terhadap kepala baik secara langsung ataupun
tidak langsung yang menyebabkan gangguan fungsi neurologis yaitu gangguan fisik,
kognitif, fungsi psikososial baik temporer maupun permanen.
III. Epidemiologi
Cedera kepala sanagt sering dijumpai. Di Amerika setiap tahunnya kejadian cedera
kepala diperkirakan mencapai 500.000 kasus. 10 % dari penderita cedera kepala
meninggal sebelum dating ke Rumah sakit. Labih dari 100.000 penderita menderita
berbagai tingkat kececetan akibat cedera kepala.
IV. Klasifikasi
1. Patologi
1.1 Komosio serebri
1.2 Kontusio serebri
1.3 Laserasio serebri
2. Lokasi lesi
2.1 Lesi diffus
2.2 Lesi kerusakan vaskule otak
2.3 Lesi fokal
2.3.1 Kontusio dan laserasi serebri
2.3.2 Hematoma intrakranial
2.3.2.1 Hematoma ekstradural
2.3.2.2 Hematoma subdural
2.3.2.3 Hematoma intraparenkim
2.3.2.3.1 Hematoma subarakhnoid
2.3.2.3.2 Hematoma intraserebral
2.3.2.3.3 Hematoma intraserebellar
3. Derajat kesadaran berdasarkan GCS
3.1 CKR (Cedera Kepala Ringan)
3.1.1 GCS > 13
3.1.2 Tidak terdapat kelainan pada CT scan otak
3.1.3 Tidak memerlukan tindakan operasi
3.1.4 Lama dirawat di RS < 48 jam
3.2 CKS (Cedera Kepala Sedang)
3.2.1 GCS 9-13
3.2.2 Ditemukan kelainan pada CT scan otak
3.2.3 Memerlukan tindakan operasi untuk lesi intrakranial
3.2.4 Dirawat di RS setidaknya 48 jam
3.3 CKB (Cedera Kepala Berat)
3.3.1 Bila dalam waktu 48 jam setelah trauma, GCS < 9
V. Diagnosis
1. Minimal (Simple Head Injury)
GCS 15, tidak ada penurunan kesadaran, tidak ada amnesia pasca trauma (APT),
tidak ada defisit neurologis
2. Trauma kapitis ringan (Mild Head Injury)
GCS 13-15, CT scan normal, pingsan < 30 menit, tidak ada lesi operatif, rawat RS
< 48 jam, amnesia pada trauma (APT) < 1 jam
3. Trauma kapitis sedang (Moderate Head Injury)
GCS 9-12 dan dirawat > 48 jam, atau GCS > 12 akan tetapi ada lesi operatif
intrakranial atau abnormal CT scan, pingsan >30 menit – 24 jam, APT 1-24 jam
4. Trauma kapitis berat (Severe Head Injury)
GCS < 9 yang menetap dalam 48 jam sesudah trauma, pingsan > 24 jam, APT > 7
hari
Penegakkan Diagnosis
1. Anamnesis
a. Trauma kapitis dengan/tanpa gangguan kesadaran atau dengan interval lucid
b. Perdarahan/otorrhea/rhinorrhea
c. Amnesia traumatika (retrograd/anterograd)
2. Hasil pemeriksaan klinis neurologis
3. Foto kepala polos, posisi Ap, lateral, tangensial
4. Foto lain dilakukan atas indikasi termasuk foto servikal
5. CT scan otak: untuk melihat kelainan yang mungkin terjadi
HEMATOMA EPIDURAL
Perdarahan yang terjadi diantara tabula interna-duramater. Hematoma massif, akibat pecahnya
a.meningea media atau sinus venosus.
HEMATOMA SUBDURAL
Jenis:
- Sakit kepala
- Kesadaran menurun
Penunjang diagnostik:
HEMATOMA INTRASEREBRAL
Adalah perdarahan parenkhim otak, disebabkan karena pecahnya arteri intraserebral mono- atau
multiple.
FRAKTUR BASIS KRANII
1. Anterior
Gejala dan tanda klinis
- Keluarnya cairan likuor melalui hidung/rhinorrea
- Perdarahan bilaterala periorbital ecchymosis/racoon eye
- Anosmia
2. Media
Gejala dan tanda:
- Keluarnya cairan likuor melalui telinga/otorrhea
- Gangguan N.VII dan VIII
3. Posterior
Gejala dan tanda klinis:
- Bilateral mastoid echymosis
Penunjang diagnostik:
Penunjang diagnostik:
VI. Klasifikasi
1. Cedera kepala tumpul; biasanya berkaitan dengan kecelakaan lalu lintas, jatuh atau
pukulan benda tumpul. Pada cedera tumpul terjadi akselerasi dan deselerasi yang
cepat menyebabkan otak bergerak di dalam rongga cranial dan melakukan kontak
pada tulang tengkorak yang mengakibatkan mekanisme coup dan countrecoup.
Tabrakan pada dua sisi juga dapat terjadi.
1. Cedera tulang; Fraktur tengkorak dapat terjadi pada atap dan dasar tengkorak.
Fraktur dapat berupa garis/ linear, mutlipel dan menyebar dari satu titik (stelata) dan
membentuk fragmen-fragmen tulang (kominutif). Fraktur tengkorak dapat berupa
fraktur tertutup yang secara normal tidak memerlukan perlakuan spesifik dan fraktur
tertutup yang memerlukan perlakuan untuk memperbaiki tulang tengkorak.
Diagnosis
- Komosio
PTA 1 hari atau kurang Perbaikan yang cepat dan sepenuhnya dengan terapi
yang sesuai. Pada beberapa kasus ditemukan
disabilitas yang menetap, biasanya post-ok
syndrome
PTA lebih dari 1 hari, tapi kurang Masa penyembuhan lebih panjang, biasanya
dari seminggu beberapa minggu sampai bulan. Penyembuhan
sepenuhnya sangat mungkin dengan perawatan
yang baik
PTA 1-2 minggu Penyembuhan memerlukan waktu beberapa bulan,
pada beberapa pasien masih terdapat gejala sisa.
Pada umumnya dapat kembali berkerja, pasien
dapat melakukan aktivitas social dengan perawatan
yang baik.
PTA 2-4 minggu Proses penyembuhan berlangsung lama, biasanya 1
tahun atau lebih. Didapatkan deficit permanen,
sebagian tidak dapat melakukan aktivitas fungsional
(bekerja atau melakukan aktivitas social)
PTA lebih dari 4 minggu Terdapat defisit dan disabilitas yang permanen,
dibutuhkan pelatihan dan perawatan jangka panjang
- Paralisis n.fasialis
Pemeriksaan Penunjang
- Foto polos kepala :foto polos kepala atau otak memiliki sensitivitas dan spesifisitas
yang rendah dalam mendeteksi perdarahan intracranial. Pada era CT scan foto polos
setelah cedera. Semua pasien dengan GCS <15 sebaiknya menjalani pemeriksaan
CT Scan sedangkan pada pasien dengan GCS 15, CT scan dilakukan hanya dengan
indikasi tertentu seperti : nyeri kepala hebat, adanya tanda-tanda fraktur basis kranii,
adanya riwayat cedera yang berat, muntah lebih dari 1 kali, penderita lansia (usia
>65 tahun) dengan penurunan kesadaran atau amnesia, kejang, riwayat gangguan
membaca dan menulis, rasa baal pada tubuh, gangguan keseimbangan atau berjalan,
Interpretasi CT scan kepala harus diakukan secara sistemik agar tidak ada yang
atau dijumpai hematom subgaleal. Retak atau garis fraktur dapat tampak jelas pada
pemeriksaan teknik bone window. Penemuan penting pada CT scan kepala adalah
adanya perdarahan intracranial dan pergeseran garis tengah (efek masa). Septum
berada di tengah-tengah. Garis tengah dapat ditarik antara Krista galli di anterior
dan inion di bagian posterior. Pada CTscan tidak selalu dapat dibedakan perdarahan
epidural atau subDural tetapi dapat dilihat khas pada perdarahan epidural gumpalan
- MRI kepala, adalah tehnik pencitraan yang lebih sensitif dibandingkan dengan CT
scan, kelainan yang tidak tampak pada CT scan dapat dilihat oleh MRI. Namun
abnormalitas pada fase akut dan kronis meskipun CT scan atau MRI dan
atau SPECT pada fase awal kasus CKR masih belum direkomendasikan.
Penderita cedera kepala berat tidak mampu melakukan perintah-perintah sederhana walaupun
status kardiopulmonernya telah distabilisasi. GCS pada cedera kepala berat adalah 3-8.Penderita
cedera kepala berat mempunyai risiko besar menderita morbiditas dan mortalitas yang berat.
Primary Survey
dalam posisi netral menggunakan stiffneck collar, head block dan diikat pada alas yang
gerakan dinding dada, penggunaan otot-otot pernapasan tambahan, dan auskultasi bunyi
Pada cedera kepala berat sering terjadi gangguan terhentinya pernapasan sementara.
hiperventilasi harus dilakukan hati-hati pada penderita cedera kepala berat. Tindakan ini
dapat digunakan sementara untuk mengkoreksi asidosis dan menurunkan secara cepat
tekanan intrakranial. pCO2 harus dipertahankan antara 35-40 mmHg sehingga terjadi
intrakranial
2. Sirkulasi dilakukan pemberian resusitasi cairan intravena, yaitu cairan isotonic, seperti
Ringer Laktat atau Normal Salin (20ml/kgBB) jika pasien syok, tranfusi darah 10-15
3. Defisit Neurologis. Status neurologis dinilai dengan menilai tingkat kesadaran, ukuran
dan reaksi pupil. Tingkat kesadaran dapat diklasifikasikan menggunakan GCS. Anak
dengan kelainan neurologis berat seperti anak dengan nilai GCS ≤ 8 harus diintubasi.
Semua pakaian harus dilepaskan sehingga semua luka dapat terlihat. Anak-anak sering
datang dengan keadaan hipotermia ringan karena permukaan tubuh mereka lebih luas.
Pasien dapat dihangatkan dengan alat pemancar panas, selimut hangat, maupun
Secondary survey
Observasi ketat penting pada jam-jam pertama sejak kejadian cedera. Bila telah dipastikan
penderita CKR tidak memiliki masalah dengan jalan napas, pernapasan dan sirkulasi darah,
maka tindakan selanjutnya adalah penanganan luka yang dialami akibat cedera disertai observasi
tanda vital dan deficit neurologis. Selain itu pemakaian penyangga leher diindikasikan jika :
- Kelemahan umum
rumah. Namun apabila tanda-tanda di atas ditemukan pada observasi 24 jam pertama, penderita
harus dirawat di rumah sakit dan observasi ketat. Status cedera kepala yang dialami menjadi
Jarak antara rumah dan rumah sakit juga perlu dipertimbangkan sebelum penderita
diizinkan pulang, sehingga bila terjadi perubahan keadaan penderita, dapat langsung dibawa
Bila pada CT scan kepala ditemukan hematom epidural (EDH) atau hematom subdural
- Pada hematom epidural : EDH simtomatik, EDH asimtomatik akut berukuran paling tebal >
1 cm (EDH yang lebih besar daripada ini akan sulit diresorpsi), EDH pada pasien pediatric
- Pada hematom subdural (SDH) : SDH simtomatik, SDH dengan ketebalan > 1 cm pada
Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi bila cedera kepala merupakan cedera yang berat atau cedera
- Gangguan neurologik, cedera saraf otak dapat berupa anosmia, gangguan visus,
- Sindrom pascatrauma, biasanya pada cedera kepala ringan, atau pingsan yang tidak lebih
dari 20 menit. Keluhan dapat berupa nyeri kepala, kepala terasa berat, mudah lupa, daya
konsentrasi menurun, dan lain-lain.
- Ensefalopati pascatrauma, gambaran klinis tampak sebagai demensia, penurnan
kesiagaan, dan yang lainnya.
- Epilepsi pascatrauma, biasanya terjadi karena cedera koortikal
- Koma,penderita dengan trauma kepala berat dapat berakhir dengan keadaan korteks
serebrum tidak berfungsi lagi semua rangsangan dari luar dapat diterima namun tidak
disadari. Penderita biasanya dalam keadaan tutup mata dan terdapat siklus banngun tidur.
Penderita dapat bersuara, gerakan ototnya lemah atau tidak ada sama sekali.
- Mati otak, pada keadaan mati otah selain henti napas, semua refleks batang otak tidak
dapat ditimbulkan, seperti refleks, pupil, kornea, refleks muntah dan batuk.
Prognosis
Prognosis ditetapkan berdasarkan keadaan kesadaran pada saat pasien masuk semua penderita
mendapat terapi agresif menurut konsultasi dari ahli bedah saraf. Terutama pada anak-anak yang
mempunyai daya pemulihan yang baik. Penderita usia lanjut biasanya mempunyai kemungkinan
yang lebi rendah untuk pemulihan dari cedera kepala. Pasien dengan GCS yang rendah pada 6-
24 jam setelah trauma, prognosisnya lebih buruk daripada pasien dengan GCS 15.
DAFTAR PUSTAKA