You are on page 1of 9

REFERAT

HAK DAN KEWAJIBAN


DOKTER-PASIEN DITINJAU
DARI ASPEK HUKUM

JESSIE WIDYASARI
2005730037

Pembimbing:
dr. Budi Suhendar, Sp. F

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KEDOKTERAN FORENSIK


RUMKIT POLPUS RADEN SAID SOEKANTO
PERIODE APRIL-MEI 2010
KRAMAT JATI – JAKARTA TIMUR
A. Pendahuluan

Seringkali kita sebagai pasien hanya bisa menerima saja apapun yang

disampaikan oleh dokter tentang penyakit serta tindakan yang diambil untuk

penyembuhan penyakit tersebut. Namun apakah lantas dokter dan tenaga medis lain

dapat bertindak semena-mena terhadap tubuh kita? Tentu jawabannya adalah tidak.

Karena pada dasarnya dokter dalam melakukan praktek kedokteran berada di bawah

sumpah dokter dan kode etik kedokteran yang mengharuskan mereka memberikan

pelayanan yang terbaik bagi pasiennya.

Pasien sebagai konsumen kesehatan memiliki perlindungan diri dari kemungkinan

upaya pelayanan kesehatan yang tidak bertanggung jawab seperti penelantaran. Pasien

juga berhak atas keselamatan, keamanan dan kenyamanan terhadap pelayanan jasa

kesehatan yang diterimanya. Dengan hak tersebut maka konsumen akan terlindungi dari

praktek profesi yang mengancam keselamatan atau kesehatan.

Hak pasien yang lainnya sebagai konsumen adalah hak untuk didengar dan

mendapatkan ganti rugi apabila pelayanan yang didapatkan tidak sebagaimana

mestinya. Masyarakat sebagai konsumen dapat menyampaikan keluhannya kepada

pihak rumah sakit sebagai upaya perbaikan rumah sakit dalam pelayanannya. Selain itu

konsumen berhak untuk memilih dokter yang diinginkan dan berhak untuk

mendapatkan opini kedua (second opinion), juga berhak untuk mendapatkan rekam

medik (medical record) yang berisikan riwayat penyakit dirinya.

Hubungan dokter-pasien sudah ada sejak zaman nenek moyang kita. Saat itu yang

disebut dokter adalah orang yang memiliki kemampuan untuk menyembuhkan penyakit.

Sumpah Hipokrates merupakan salah satu bentuk hukum yang mengatur hubungan

dokter-pasien. Dalam sumpah hipokrates, dokter diingatkan untuk berperilaku baik

sesuai dengan norma yang berlaku dalam masyarakat. Hukum lainnya adalah kitab
undang-undang Hammurabi dimana dalam kitab tersebut seorang dokter harus

bertanggung jawab terhadap kerugian pasien yang diakibatkan oleh tindakannya.

Hukum yang mengatur kelalaian yang dibuat seorang professional, termasuk

didalamnya tindakan malpraktik kedokteran, semakin berkembang sempurna dengan

mengadaptasi hukum dari undang-undang Inggris dan hukum lainnya yang serupa

dengan hukum yang terkandung dalam sumpah hipokrates dan kitab undang-undang

Hammurabi.

Hubungan dokter-pasien dianggap sebagai sebuah kontrak, walaupun biasanya

sebuah kontrak ditujukan terhadap tindakan dari sekelompok orang yang mencari dan

menawarkan nasihat dan perawatan / perhatian. Dokter dianggap telah menjanjikan

terselenggaranya pelayanan kedokteran yang baik dengan tidak memberikan jaminan

apapun mengenai kesembuhan pasien kecuali jika memang dokter tersebut secara sadar

menjanjikan sesuatu. Oleh karena itu, pengadilan tidak akan menyalahkan dokter

mengenai berhasil atau tidaknya suatu pengobatan. Kontrak tersebut juga menyangkut

kewajiban penuh dokter untuk merawat pasien walaupun pasien tersebut tidak mampu

membayar jasa dokter.

Penuntutan terhadap kelalaian dokter termasuk didalamnya malpraktik harus

memenuhi empat syarat. Pertama harus terjalin adanya hubungan dokter-pasien. Kedua

dokter tidak melaksanakan kewajibannya. Ketiga dokter tidak melaksanakan tugasnya

sesuai dengan standar profesi yang ada. Keempat tindakan yang tidak sesuai standar

profesi tersebut menyebabkan terjadi kerugian/cedera yang sebetulnya dapat dicegah.

Setiap persyaratan diatas harus dapat dibuktikan terjadi oleh pihak penuntut agar dapat

memenangkan perkara. Kelalaian yang dimaksud diatas juga berlaku terhadap profesi

lainnya.
Hukum yang mengatur dokter atau para penyedia tenaga kesehatan lainnya pada

dasarnya sama dengan hukum yang mengatur profesi arsitek, insinyur, dan pengacara.

Dalam semua profesi, kewajiban ada setelah terciptanya hubungan professional antara

kedua belah pihak. Oleh karena itu, pembuktian adanya hubungan dokter dengan pasien

yang mengalami kerugian harus dapat dibuktikan dari setiap tindakan malpraktik.

Menurut hukum dari COBRA, kewajiban dapat timbul akibat adanya hubungan

rumah sakit dengan pasien sehingga jika seorang dokter bekerja di rumah sakit tersebut

maka dokter dibebankan kewajiban terhadap pasien. Jika seorang dokter terlibat

masalah hukum akibat hubungan rumah sakit dengan pasien maka hal tersebut terjadi

karena hubungan khusus antara rumah sakit dan dokter.

B. Pembahasan

Undang-undang praktek kedokteran RI no 29 thn 24 mengatur hak dan kewajiban

dokter dan pasien

Hak dokter

1. Memperoleh perlindungan hukum sepanjang melaksanakan tugas sesuai

dengan standart profesi dan standar prosedur operasional

2. Memberikan pelayanan medis menurut standart profesi dan standart prosedur

operasional

3. Memperoleh informasi yang lengkap dan jujur dari pasien dan keluarganya

4. Menerima imbalan jasa


Kewajiban dokter

1. Memberikan pelayanan medis sesuai dengan standart profesi dan standart

prosedure operasional

2. Merujuk pasien kedokter yang mempunyai keahlian atau kemampuan lebih

baik apabila tidak mampu melakukan pemeriksaan atau pengobatan

3. merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang pasien, bahkan setelah

pasien meninggal dunia

4. melakukan pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaan, kecuali bila ia

yakin ada orang lain yang bertugas dan mampu melaksanakannya dan

5. Menambah ilmu pengetahuan dan mengikuti perkembangan ilmu kedokteran

Hak Pasien

Adalah hak-hak pribadi yang dimiliki manusia sebagai pasien

1. Hak memperoleh informasi mengenai tata tertib dan peraturan yang

berlaku di rumah sakit. Hak atas pelayanan yang manusiawi, adil

dan jujur.

2. Hak untuk mendapatkan pelayanan medis yang bermutu sesuai dengan

standar profesi kedokteran/kedokteran gigi dan tanpa diskriminasi.

3. Hak memperoleh asuhan keperawatan sesuai dengan standar profesi

keperawatan.
4. Hak untuk memilih dokter dan kelas perawatan sesuai dengan

keinginannya dan sesuai dengan peraturan yang berlaku di rumah sakit.

5. Hak dirawat oleh dokter yang secara bebas menentukan pendapat klinik

dan pendapat etisnya tanpa campur tangan dari pihak luar.

6. Hak atas ”second opinion” / meminta pendapat dokter atau dokter gigi

lain.

7. Hak atas ”privacy” dan kerahasiaan penyakit yang diderita termasuk

data-data medisnya kecuali apabila ditentukan berbeda menurut peraturan

yang berlaku.

8. Hak untuk memperoleh informasi /penjelasan secara lengkap tentang

tindakan medik yg akan dilakukan terhadap dirinya.

9. Hak untuk memberikan persetujuan atas tindakan yang akan dilakukan

oleh dokter sehubungan dengan penyakit yang dideritanya.

10. Hak untuk menolak tindakan yang hendak dilakukan terhadap dirinya dan

mengakhiri pengobatan serta perawatan atas tanggung jawab sendiri

sesudah memperoleh informasi yang jelas tentang penyakitnya.

11. Hak didampingi keluarga dan atau penasehatnya dalam beribadat dan atau

masalah lainya (dalam keadaan kritis atau menjelang kematian).

12. Hak beribadat menurut agama dan kepercayaannya selama tidak

mengganggu ketertiban & ketenangan umum / pasien lainya.


13. Hak atas keamanan dan keselamatan selama dalam perawatan di rumah

sakit.

14. Hak untuk mengajukan usul, saran, perbaikan atas pelayanan rumah sakit

terhadap dirinya.

15. Hak menerima atau menolak bimbingan moril maupun spiritual.

16. Hak transparansi biaya pengobatan/tindakan medis yang akan dilakukan

terhadap dirinya (memeriksa dan mendapatkan penjelasan pembayaran).

17. Hak akses /’inzage’ kepada rekam medis/ hak atas kandungan isi rekam

medis miliknya.

Hak-hak pasien juga dijelaskan pada Undang-Undang Nomor 23 tahun 1992

Tentang Kesehatan. Pasal 14 tersebut mengungkapkan bahwa setiap orang berhak

untuk mendapatkan kesehatan optimal. Pasal 53, menyebutkan bahwa setiap

pasien berhak atas informasi, rahasia kedokteran dan hak opini kedua. Pasal 55

menyebutkan bahwa setiap pasien berhak mendapatkan ganti rugi karena

kesalahan dan kelalaian petugas kesehatan.

Kewajiban Pasien

Kewajiban pasien adakah sesuatu yang harus diperbuat atau yang harus

dilakukan oleh pasien

1. Memberikan informasi yang lengkap dan jujur tentang

masalah kesehatannya kepada dokter yang merawat


2. Mematuhi nasihat dan petunjuk dokter atau dokter gigi dan perawat dalam

pengobatanya.

3. Mematuhi ketentuan/peraturan dan tata-tertib yang berlaku di rumah sakit 

4. Memberikan imbalan jasa atas pelayanan yang diterima. Berkewajiban

memenuhi hal-hal yang telah disepakati/perjanjian yang telah dibuatnya.

Ikatan Dokter Indonesia (IDI) pada akhir Oktober tahun 2000 juga telah berikrar

tentang hak dan kewajiban pasien dan dokter, yang wajib untuk diketahui dan dipatuhi

oleh seluruh dokter di Indonesia. Salah satu hak pasien yang utama dalam ikrar tersebut

adalah hak untuk menentukan nasibnya sendiri, yang merupakan bagian dari hak azasi

manusia, serta hak atas rahasia kedokteran terhadap riwayat penyakit yang dideritanya.

Hak menentukan nasibnya sendiri berarti memilih dokter, perawat dan sarana

kesehatannya, serta hak untuk menerima, menolak atau menghentikan

pengobatan atau perawatan atas dirinya, tentu saja setelah menerima informasi yang

lengkap mengenai keadaan kesehatan atau penyakitnya.

Sementara itu pasien juga memiliki kewajiban yaitu memberikan informasi yang

benar kepada dokter dengan i’tikad baik, mematuhi anjuran dokter atau perawat baik

dalam rangka diagnosis, pengobatan maupun perawatannya dan kewajiban memberi

imbalan jasa yang layak. Pasien juga mempunyai kewajiban untuk tidak memaksakan

keinginannya agar dilaksanakan oleh dokter apabila ternyata berlawanan dengan

keabsahan dan keluhuran profesi dokter


Daftar Pustaka

Ilmu Kedokteran Forensik. Bagian Kedokteran Forensik FKUI. Jakarta: 1997.


Mun’im, Abdul. Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik Edisi Pertama. Binarupa Aksara.
Jakarta: 1997.

You might also like