Professional Documents
Culture Documents
Oleh :
Krisis minyak bumi di dunia memang tidak mungkin diatasi, karena bahan baker
fosil itu sudah tidak dapat diproduksi lagi. Tapi kita masih bisa mencari Alternatif
Oleh karena keterbatasan sumber energi dan juga karena kerusakan lingkungan
hidup yang terjadi di mana-mana dan terus berlanjut, pada akhir tahun 1970-an
minyak nabati di Eropa telah digunakan sebagai bahan bakar motor diesel
menggantikan minyak solar. Namun karena masalah teknis yang sulit diatasi,
minyak nabati kemudian diolah menjadi biodiesel dan mulai dikembangkan sejak
Akan tetapi, sampai pertengahan tahun 1990-an produksi biodiesel dari rapeseed
di Jerman dinilai masih belum ekonomis. Tanpa subsidi dari pemerintah, biodiesel
di Jerman tidak mampu bersaing dengan minyak solar (yang sebenarnya sudah
kena pajak hampir 200 persen). Sejak itu, mulailah dikembangkan biodiesel dari
pemakaian minyak jelantah untuk campuran pakan ternak, karena sifatnya yang
mana di negara Eropa, Amerika dan Jepang. Biodiesel dari minyak jelantah di
Austria dikenal dengan nama AME (Altfett Methyl Ester), sedang di Jerman selain
dikenal dengan AME juga mendapat nama Frittendiesel atau Ecodiesel, sedang di
Sampai saat ini sebagian minyak jelantah dari perusahaan besar dijual ke
dagangannya dan sebagian lain hilang begitu saja ke saluran pembuangan. Bila
yang bersifat karsinogenik, yang terjadi selama proses penggorengan. Jadi jelas
Biodiesel bisa menggunakan Minyak Jarak, Minyak Kelapa Sawit, Minyak Biji Matahari,
dan lainnya. Bahkan kita juga bisa menggunakan minyak jelantah (minyak goreng bekas
pakai) yang harganya sangat murah. Minyak jelantah bisa didapat dari limbah industri
makanan. Meskipun awalnya terlihat tidak menarik karena kotor dan bau tidak enak,
tetapi setelah diberikan blechhing earth minyak jelantah itu akan menjadi lebih jernih
2. Mengamati perubahan fisik dan kimia minyak jelantah menjadi minyak diesel.
II. TINJAUAN PUSTAKA
Minyak jelantah (waste cooking oil) merupakan limbah dan bila ditinjau dari komposisi
kecerdasan generasi berikutnya. Untuk itu perlu penanganan yang tepat agar
limbah minyak jelantah ini dapat bermanfaat dan tidak menimbulkan kerugian dari
Hasil ujicoba pada kendaraan Izusu Elf menunjukkan adanya penghematan bahan bakar
dari 1 liter untuk 6 kilometer menjadi 1 liter untuk 9 kilometer dengan menggunakan
biodiesel dari minyak jelantah, demikian juga BBM perahu nelayan berkurang sekitar 20
persen apabila digunakan oleh para nelayan (Gatra 2006). Bahkan telah diuji coba pada
kendaraan bermesin diesel sampai 40% campuran dengan solar selama kurang lebih 3
Dari tabel tersebut terlihat bahwa biodiesel dari minyak jelantah merupakan alternatif
bahan bakar yang ramah lingkungan sebagaimana biodiesel dari minyak nabati lainnya.
Hasil uji gas buang menunjukkan keunggulan AME dibanding solar, terutama penurunan
partikulat/debu sebanyak 65%. Biodiesel dari minyak jelantah ini juga memenuhi
persyaratan SNI untuk Biodiesel. Berikut adalah hasil uji laboratorium perbandingan
berbagai macam parameter antara biodiesel minyak jelantah, solar dan persyaratan SNI
untuk biodiesel :
ASTM Standar
Sifat fisik Unit Hasil SNI Biodiesel
(Minyak Solar)
Flash point ˚C 170 Min.100 Min. 100
Viskositas (40˚C) cSt. 4,9 1,9-6,5 2,3-6,0
Bilangan setana - 49 Min.40 Min.48
Cloud point ˚C 3,3 - Maks.18
Sulfur content % m/m <<> 0.05 max Maks.0,05
Calorific value kJ/kg 38.542 45.343 --
Density (15°C) Kg/l 0,85 0,84 0,86-0,90
Gliserin bebas Wt.% 0,00 Maks.0,02 Maks 0,02
Namun yang menjadi permasalahan utama ialah pengumpulan minyak jelantah yang tidak
mudah, selain karena persebarannya cukup luas dan tidak merata, tapi juga tidak
sedikitnya pengumpul minyak jelantah dari restoran-restoran yang nantinya akan mereka
olah kembali, bisa juga tidak, untuk kemudian dijual ke pedagang kecil maupun untuk
keperluan lain. Disatu sisi berdasarkan pengamatan penulis, para pedagang kecil yang
menggunakan minyak goreng untuk dagangannya akan membuang minyak jelantah sisa
menggoreng ke selokan yang terdekat yang bermuara pada sungai, sehingga dapat
menjadi salah satu sumber polusi pada perairan sungai. Untuk itu perlu adanya dukungan
dari pemerintah pusat maupun pemerintah daerah untuk penanganan limbah minyak
jelantah ini menjadi biodiesel, sebagaimana yang telah dilakukan oleh pemerintah kota
Guangzhou, China. Guangzhou sebagai kota terbesar ketiga di China telah berhasil
mengolah minyak jelantah sebanyak 20.000 ton pertahun untuk diolah menjadi biodiesel
Karakteristik biodiesel
Dari Tabel 1 terlihat bahwa sifat-sifat ester dari minyak jelantah (AME) tidak berbeda
jauh dari sifat biodiesel dari minyak baru dan juga dari sifat minyak solar, kecuali
kemampuan untuk disaring (CFPP) yang tinggi, karena titik bekunya yang tinggi. Hal ini
dapat mempengaruhi penggunaannya terutama pada saat musim dingin. Tingginya titik
beku ini disebabkan oleh tingginya kandungan asam lemak jenuh (mempunyai ikatan
rangkap tunggal) dan terlihat dari rendahnya angka iod yang dibawah nilai standard.
Berbeda dengan standard FAME yang terbuat dari minyak nabati baru, ester minyak
jelantah ini mengandung banyak senyawa peroksida sebagai hasil reaksi dalam proses
penggorengan. Namun, secara umum dapat dikatakan bahwa AME dapat digunakan
Pengujian AME
Pengujian motor dengan tiga jenis bahan bakar, yaitu biodiesel dari minyak jelantah
(AME), biodiesel dari minyak rapeseed (RME) dan solar, dapat memberikan gambaran
lebih detail mengenai kecocokan AME sebagai bahan bakar motor diesel serta dapat
menunjukkan kelebihan dan kekurangan biodiesel pada umumnya. Motor yang digunakan
adalah motor diesel satu silinder, 4 Tak, dan direct injection, yang diproduksi oleh
perusahaan Farymann.
Hasilnya menunjukkan bahwa torsi yang dihasilkan dari ketiga jenis bahan bakar tidak
menunjukkan perbedaan yang berarti. Keunggulan AME dan RME terlihat pada RPM
rendah dan menengah. Pada tingkat RPM yang tinggi (diatas 2800), torsi yang dihasilkan
solar berbeda nyata dari kedua jenis biodiesel. Hal serupa juga ditunjukkan oleh kurva
daya motor. Tingginya daya dari minyak solar pada RPM tinggi terutama disebabkan
oleh kandungan kalori minyak solar yang tinggi dan titik nyala yang rendah. Rendahnya
titik nyala menyebabkan bahan bakar lebih mudah terbakar dan perambatan api yang
lebih cepat. Faktor kecepatan pembakaran ini terlihat jelas terutama pada RPM yang lebih
tinggi.
biodiesel 10 persen lebih tinggi dari konsumsi solar. Hal ini disebabkan selain oleh
kandungan energi yang rendah juga oleh berat jenisnya. Kandungan energi per massa dari
AME (36,5 MJ/kg) tidak berbeda jauh dari RME (37,1 MJ/kg), tetapi sekitar 15 persen
lebih rendah dari solar (42,7 MJ/kg). Namun, masuknya bahan bakar ke dalam motor
dihitung secara volumetris, maka perbedaan antara biodiesel dan solar menjadi lebih
kecil.
Gas buang dari pembakaran AME, RME dan minyak solar menunjukkan kelebihan AME
dalam hal emisi NO yang sekitar 6 persen lebih rendah dari RME dan solar (1.070 ppm).
Namun emisi CO dari AME (209 ppm) sekitar 25 ppm lebih tinggi dari RME dan solar,
atau sekitar 12 persen. Perbedaan yang sangat menyolok terjadi pada emisi CxHy dan
partikulat/debu.
Minyak solar menghasilkan gas buang dengan kandungan karbonhidrat tak terbakar yang
tertinggi (18,4 ppm), sementara AME hanya 13,7 ppm atau sekitar 25 persen lebih rendah
dari solar dan bahkan RME 52 persen lebih rendah (8,8 ppm). Emisi partikulat/debu dari
AME-yang diukur dengan derajat kekeruhan gas buang-sebesar 0,5 dan RME 0,56 berarti
sekitar 46 persen dan 40 persen lebih rendah dari minyak solar (0,93). Kelebihan lain
yang lebih menyolok yaitu bahwa biodiesel tidak mengandung belerang sehingga dalam
a. Hari : Jumat
a. Bahan-bahan:
3. 110 mL Methanol
b. Alat-alat :
1. Masker
2. Termometer
4. Erlenmeyer 250 mL
5. Pengaduk
6. Pemanas
Hasil praktikum:
Praktikum kali ini kelompok kami berhasil membuat biodiesel dari minyak goreng
IV.2 Pembahasan
Biodiesel merupakan bahan bakar yang terdiri dari campuran mono-alkyl ester
dari rantai panjang asam lemak, yang dipakai sebagai alternatif bagi bahan bakar
dari mesin diesel dan terbuat dari sumber terbaharui seperti minyak sayur atau
lemak hewan.
dasar menjadi ester yang diinginkan dan membuang asam lemak bebas. Setelah
melewati proses ini, tidak seperti minyak sayur langsung, biodiesel memiliki sifat
pembakaran yang mirip dengan diesel (solar) dari minyak bumi, dan dapat
yang memecah molekul minyak menjadi asam. Proses ini bertambah besar dengan
pemanasan yang tinggi dan waktu yang lama selama penggorengan makanan.
Adanya asam lemak bebas dalam minyak goreng tidak bagus pada kesehatan.
FFA dapat pula menjadi ester jika bereaksi dengan methanol, sedang jika bereaksi
dengan soda akan mebentuk sabun. Produk biodiesel harus dimurnikan dari
produk samping, gliserin, sabun sisa methanol dan soda. Sisa soda yang ada pada
kemudian terlarut dalam biodiesel itu sendiri. Kandungan FFA dalam biodiesel
tidak bagus karena dapat menyumbat filter atau saringan dengan endapan dan
meningkatkan kualitas dan kuantitas produk dan juga dapat menurunkan jumlah
residu yang dihasilkan. Ada tiga tipe dari proses catalytic cracking yaitu :
Yaitu proses perengkahan dimana minyak dipecah dengan adanya katalis yang
ada didalam reaktor dengan jalan menjaga aliran fluida dalam proses tersebut.
Proses ini hampir sama dengan proses fluid catalytic cracking. Perbedaannya
Proses ini dilakukan dengan cara memanaskan minyak terlebih dahulu, kemudian
Sehingga didapatkan hasil dengan perbandingan 2:1 atau 60% biodiesel, 40%
endapan.
Pembuatan biodiesel ini dapat dilakukan masyarakat sendiri tanpa bantuan mesin
canggih.
3. Hasil yang diperoleh perbandingan biodiesel dengan endapan yaitu 1:3 atau
http://id.wikipedia.org/wiki/Biodiesel
http://www.che.itb.ac.id/sntki2009/daftar/prosiding/ETU13.pdf