You are on page 1of 19

PEMANFAATAN LIMBAH MINYAK GORENG UNTUK BIODIESEL

( Laporan Praktikum Energi Terbarukan )

Oleh :

1. Bigi Undadraja 0414071021


2. Hendrik M. Saragih 0414071030
3. Moxa Labonardo 0414071041
4. Tulus Widodo 0414071051
5. Erny Herliana Dewi 0514071023
6. Ihwan Nur Sasmito 0514971006

JURUSAN TEKNIK PERTANIAN


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2010
I. PENDAHULUAN

I.1 latar belakang

Krisis minyak bumi di dunia memang tidak mungkin diatasi, karena bahan baker

fosil itu sudah tidak dapat diproduksi lagi. Tapi kita masih bisa mencari Alternatif

dengan menggunakan biodisel yang masih memungkinkan untuk di kembangkan

Oleh karena keterbatasan sumber energi dan juga karena kerusakan lingkungan

hidup yang terjadi di mana-mana dan terus berlanjut, pada akhir tahun 1970-an

minyak nabati di Eropa telah digunakan sebagai bahan bakar motor diesel

menggantikan minyak solar. Namun karena masalah teknis yang sulit diatasi,

sekalipun dengan memodifikasi motor yang akhirnya hanya menambah biaya,

minyak nabati kemudian diolah menjadi biodiesel dan mulai dikembangkan sejak

pertengahan tahun 1980-an. Terutama di Jerman dan Austria, biodiesel diproduksi

dari minyak rapeseed.

Akan tetapi, sampai pertengahan tahun 1990-an produksi biodiesel dari rapeseed

di Jerman dinilai masih belum ekonomis. Tanpa subsidi dari pemerintah, biodiesel

di Jerman tidak mampu bersaing dengan minyak solar (yang sebenarnya sudah

kena pajak hampir 200 persen). Sejak itu, mulailah dikembangkan biodiesel dari

minyak jelantah dan dari sisa lemak hewani.


Perkembangan biodiesel dari minyak jelantah semakin pesat dengan dilarangnya

pemakaian minyak jelantah untuk campuran pakan ternak, karena sifatnya yang

karsinogenik. Sekarang biodiesel dari minyak jelantah telah di produksi di mana-

mana di negara Eropa, Amerika dan Jepang. Biodiesel dari minyak jelantah di

Austria dikenal dengan nama AME (Altfett Methyl Ester), sedang di Jerman selain

dikenal dengan AME juga mendapat nama Frittendiesel atau Ecodiesel, sedang di

Jepang dikenal dengan e-oil.

Sementara di Indonesia, pemanfaatan minyak jelantah masih dinilai kontraversial.

Sampai saat ini sebagian minyak jelantah dari perusahaan besar dijual ke

pedagang kaki lima dan kemudian digunakan untuk menggoreng makanan

dagangannya dan sebagian lain hilang begitu saja ke saluran pembuangan. Bila

ditinjau dari komposisi kimianya, minyak jelantah mengandung senyawa-senyawa

yang bersifat karsinogenik, yang terjadi selama proses penggorengan. Jadi jelas

bahwa pemakaian minyak jelantah yang berkelanjutan dapat merusak kesehatan

manusia dan akibat selanjutnya dapat mengurangi kecerdasan generasi berikutnya.

Biodiesel bisa menggunakan Minyak Jarak, Minyak Kelapa Sawit, Minyak Biji Matahari,

dan lainnya. Bahkan kita juga bisa menggunakan minyak jelantah (minyak goreng bekas

pakai) yang harganya sangat murah. Minyak jelantah bisa didapat dari limbah industri

makanan. Meskipun awalnya terlihat tidak menarik karena kotor dan bau tidak enak,

tetapi setelah diberikan blechhing earth minyak jelantah itu akan menjadi lebih jernih

karena terpisah dari kotorannya.


I.2 tujuan praktikum

1. Mengetahui proses pembuatan biodesel menggunakan bahan minyak goreng.

2. Mengamati perubahan fisik dan kimia minyak jelantah menjadi minyak diesel.
II. TINJAUAN PUSTAKA

Minyak jelantah (waste cooking oil) merupakan limbah dan bila ditinjau dari komposisi

kimianya, minyak jelantah mengandung senyawa-senyawa yang bersifat

karsinogenik, yang terjadi selama proses penggorengan. Jadi jelas bahwa

pemakaian minyak jelantah yang berkelanjutan dapat merusak kesehatan manusia,

menimbulkan penyakit kanker, dan akibat selanjutnya dapat mengurangi

kecerdasan generasi berikutnya. Untuk itu perlu penanganan yang tepat agar

limbah minyak jelantah ini dapat bermanfaat dan tidak menimbulkan kerugian dari

aspek kesehatan manusia dan lingkungan.

Hasil ujicoba pada kendaraan Izusu Elf menunjukkan adanya penghematan bahan bakar

dari 1 liter untuk 6 kilometer menjadi 1 liter untuk 9 kilometer dengan menggunakan

biodiesel dari minyak jelantah, demikian juga BBM perahu nelayan berkurang sekitar 20

persen apabila digunakan oleh para nelayan (Gatra 2006). Bahkan telah diuji coba pada

kendaraan bermesin diesel sampai 40% campuran dengan solar selama kurang lebih 3

tahun tanpa masalah sadikit pun.


Tabel berikut adalah perbandingan emisi yang dihasilkan oleh biodiesel dari minyak

jelantah (Altfett Methyl Ester/AME) dan Solar :

Hal AME Solar


Emisi NO 1005,8ppm 1070ppm
Emisi CO 209ppm 184ppm
Emisi CH 13,7ppm 18,4ppm
Emisi partikulat/debu 0,5 0,93
Emisi SO2 tidak ada ada

Dari tabel tersebut terlihat bahwa biodiesel dari minyak jelantah merupakan alternatif

bahan bakar yang ramah lingkungan sebagaimana biodiesel dari minyak nabati lainnya.

Hasil uji gas buang menunjukkan keunggulan AME dibanding solar, terutama penurunan

partikulat/debu sebanyak 65%. Biodiesel dari minyak jelantah ini juga memenuhi

persyaratan SNI untuk Biodiesel. Berikut adalah hasil uji laboratorium perbandingan

berbagai macam parameter antara biodiesel minyak jelantah, solar dan persyaratan SNI

untuk biodiesel :

ASTM Standar
Sifat fisik Unit Hasil SNI Biodiesel
(Minyak Solar)
Flash point ˚C 170 Min.100 Min. 100
Viskositas (40˚C) cSt. 4,9 1,9-6,5 2,3-6,0
Bilangan setana - 49 Min.40 Min.48
Cloud point ˚C 3,3 - Maks.18
Sulfur content % m/m <<> 0.05 max Maks.0,05
Calorific value kJ/kg 38.542 45.343 --
Density (15°C) Kg/l 0,85 0,84 0,86-0,90
Gliserin bebas Wt.% 0,00 Maks.0,02 Maks 0,02
Namun yang menjadi permasalahan utama ialah pengumpulan minyak jelantah yang tidak

mudah, selain karena persebarannya cukup luas dan tidak merata, tapi juga tidak

sedikitnya pengumpul minyak jelantah dari restoran-restoran yang nantinya akan mereka

olah kembali, bisa juga tidak, untuk kemudian dijual ke pedagang kecil maupun untuk

keperluan lain. Disatu sisi berdasarkan pengamatan penulis, para pedagang kecil yang

menggunakan minyak goreng untuk dagangannya akan membuang minyak jelantah sisa

menggoreng ke selokan yang terdekat yang bermuara pada sungai, sehingga dapat

menjadi salah satu sumber polusi pada perairan sungai. Untuk itu perlu adanya dukungan

dari pemerintah pusat maupun pemerintah daerah untuk penanganan limbah minyak

jelantah ini menjadi biodiesel, sebagaimana yang telah dilakukan oleh pemerintah kota

Guangzhou, China. Guangzhou sebagai kota terbesar ketiga di China telah berhasil

mengolah minyak jelantah sebanyak 20.000 ton pertahun untuk diolah menjadi biodiesel

karena adanya dukungan dari pemerintah lokal (Y Wang et al, 2006).

Karakteristik biodiesel

Dari Tabel 1 terlihat bahwa sifat-sifat ester dari minyak jelantah (AME) tidak berbeda

jauh dari sifat biodiesel dari minyak baru dan juga dari sifat minyak solar, kecuali

kemampuan untuk disaring (CFPP) yang tinggi, karena titik bekunya yang tinggi. Hal ini

dapat mempengaruhi penggunaannya terutama pada saat musim dingin. Tingginya titik

beku ini disebabkan oleh tingginya kandungan asam lemak jenuh (mempunyai ikatan

rangkap tunggal) dan terlihat dari rendahnya angka iod yang dibawah nilai standard.

Berbeda dengan standard FAME yang terbuat dari minyak nabati baru, ester minyak

jelantah ini mengandung banyak senyawa peroksida sebagai hasil reaksi dalam proses

penggorengan. Namun, secara umum dapat dikatakan bahwa AME dapat digunakan

sebagai bahan bakar motor diesel.

Pengujian AME
Pengujian motor dengan tiga jenis bahan bakar, yaitu biodiesel dari minyak jelantah

(AME), biodiesel dari minyak rapeseed (RME) dan solar, dapat memberikan gambaran

lebih detail mengenai kecocokan AME sebagai bahan bakar motor diesel serta dapat

menunjukkan kelebihan dan kekurangan biodiesel pada umumnya. Motor yang digunakan

adalah motor diesel satu silinder, 4 Tak, dan direct injection, yang diproduksi oleh

perusahaan Farymann.

Hasilnya menunjukkan bahwa torsi yang dihasilkan dari ketiga jenis bahan bakar tidak

menunjukkan perbedaan yang berarti. Keunggulan AME dan RME terlihat pada RPM

rendah dan menengah. Pada tingkat RPM yang tinggi (diatas 2800), torsi yang dihasilkan

solar berbeda nyata dari kedua jenis biodiesel. Hal serupa juga ditunjukkan oleh kurva

daya motor. Tingginya daya dari minyak solar pada RPM tinggi terutama disebabkan

oleh kandungan kalori minyak solar yang tinggi dan titik nyala yang rendah. Rendahnya

titik nyala menyebabkan bahan bakar lebih mudah terbakar dan perambatan api yang

lebih cepat. Faktor kecepatan pembakaran ini terlihat jelas terutama pada RPM yang lebih

tinggi.

Perbandingan konsumsi bahan bakar menunjukkan, bahwa secara keseluruhan konsumsi

biodiesel 10 persen lebih tinggi dari konsumsi solar. Hal ini disebabkan selain oleh

kandungan energi yang rendah juga oleh berat jenisnya. Kandungan energi per massa dari

AME (36,5 MJ/kg) tidak berbeda jauh dari RME (37,1 MJ/kg), tetapi sekitar 15 persen

lebih rendah dari solar (42,7 MJ/kg). Namun, masuknya bahan bakar ke dalam motor

dihitung secara volumetris, maka perbedaan antara biodiesel dan solar menjadi lebih

kecil.

Gas buang dari pembakaran AME, RME dan minyak solar menunjukkan kelebihan AME

dalam hal emisi NO yang sekitar 6 persen lebih rendah dari RME dan solar (1.070 ppm).

Namun emisi CO dari AME (209 ppm) sekitar 25 ppm lebih tinggi dari RME dan solar,
atau sekitar 12 persen. Perbedaan yang sangat menyolok terjadi pada emisi CxHy dan

partikulat/debu.

Minyak solar menghasilkan gas buang dengan kandungan karbonhidrat tak terbakar yang

tertinggi (18,4 ppm), sementara AME hanya 13,7 ppm atau sekitar 25 persen lebih rendah

dari solar dan bahkan RME 52 persen lebih rendah (8,8 ppm). Emisi partikulat/debu dari

AME-yang diukur dengan derajat kekeruhan gas buang-sebesar 0,5 dan RME 0,56 berarti

sekitar 46 persen dan 40 persen lebih rendah dari minyak solar (0,93). Kelebihan lain

yang lebih menyolok yaitu bahwa biodiesel tidak mengandung belerang sehingga dalam

pembakarannya tidak menimbulkan emisi SO2.


III. METODE PELAKSANAAN

III.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Praktikum

a. Hari : Jumat

b. Pukul : 11.00 WIB s.d selesai

c. Tempat : Leb.Teknik Pertanian

III.2 Alat dan Bahan

Adapun alat dan bahan yang digunakan adalah:

a. Bahan-bahan:

1. 100 ml minyak goreng


2. 1,5 gr NaOH

3. 110 mL Methanol

b. Alat-alat :

1. Masker
2. Termometer

3. Gelas ukur 100 mL dan 50 mL

4. Erlenmeyer 250 mL
5. Pengaduk

6. Pemanas

7. Kertas alumunium foil

III.3 Prosedur Percobaan


Untuk kegiatan praktikum ini langkah langkah yang harus dilakukan adalah:

1. Mengukur minyak makan kedalam gelas ukur 100 mL

2. Menimbang NaOH sebanyak 1,5 gr

3. Mengukur methanol kedalam erlenmeyer sebanyak 110 mL

4. Memasukan NaOH kedalam erlenmeyer yang berisi methanol

5. Melarutkan NaOH dengan methanol hingga NaOH larut

6. Memanaskan 100 mL minyak makan dengan suhu 45°C

7. Memasukkan minyak makan yang sudah dipanaskan kedalam erlenmeyer

dengan campuran NaOH dan methanol dan diaduk hingga merata.

8. Tunggu dan mencatat hasilnya selama 24 jam.


IV. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

IV.1 Hasil Pengamatan

Hasil praktikum:

Praktikum kali ini kelompok kami berhasil membuat biodiesel dari minyak goreng

(jelantah) dengan proses-proses tertentu. Di peroleh perbandingan biodiesel

dengan endapan yaitu 1:3 atau 25% biodiese, 75 % endapan.

IV.2 Pembahasan
Biodiesel merupakan bahan bakar yang terdiri dari campuran mono-alkyl ester

dari rantai panjang asam lemak, yang dipakai sebagai alternatif bagi bahan bakar

dari mesin diesel dan terbuat dari sumber terbaharui seperti minyak sayur atau

lemak hewan.

Sebuah proses dari transesterifikasi lipid digunakan untuk mengubah minyak

dasar menjadi ester yang diinginkan dan membuang asam lemak bebas. Setelah

melewati proses ini, tidak seperti minyak sayur langsung, biodiesel memiliki sifat

pembakaran yang mirip dengan diesel (solar) dari minyak bumi, dan dapat

menggantikannya dalam banyak kasus. Namun, dia lebih sering digunakan

sebagai penambah untuk diesel petroleum, meningkatkan bahan bakar diesel

petrol murni ultra rendah belerang yang rendah pelumas.

Ketika minyak digunakan untuk menggoreng terjadi peristiwa oksidasi, hidrolisis

yang memecah molekul minyak menjadi asam. Proses ini bertambah besar dengan

pemanasan yang tinggi dan waktu yang lama selama penggorengan makanan.

Adanya asam lemak bebas dalam minyak goreng tidak bagus pada kesehatan.

FFA dapat pula menjadi ester jika bereaksi dengan methanol, sedang jika bereaksi

dengan soda akan mebentuk sabun. Produk biodiesel harus dimurnikan dari

produk samping, gliserin, sabun sisa methanol dan soda. Sisa soda yang ada pada

biodiesel dapat henghidrolisa dan memecah biodiesel menjadi FFA yang

kemudian terlarut dalam biodiesel itu sendiri. Kandungan FFA dalam biodiesel

tidak bagus karena dapat menyumbat filter atau saringan dengan endapan dan

menjadi korosi pada logam mesin diesel.


Catalytic cracking atau perengkahan berkatalis adalah suatu cara untuk memecah

hidrokarbon kompleks menjadi molekul yang lebih sederhana yang dapat

meningkatkan kualitas dan kuantitas produk dan juga dapat menurunkan jumlah

residu yang dihasilkan. Ada tiga tipe dari proses catalytic cracking yaitu :

1. Fluid catalytic cracking

Yaitu proses perengkahan dimana minyak dipecah dengan adanya katalis yang

ada didalam reaktor dengan jalan menjaga aliran fluida dalam proses tersebut.

2. Moving-bed catalytic cracking

Proses ini hampir sama dengan proses fluid catalytic cracking. Perbedaannya

terletak pada perlakuan katalis yang dipindahkan secara kontinyu untuk

dijatuhkan kedalam reaktor dan kemudian diregenerasi.

4. Thermofor catalytic cracking

Proses ini dilakukan dengan cara memanaskan minyak terlebih dahulu, kemudian

dialirkan hingga mencapai reaktor bed katalitik.

Sehingga didapatkan hasil dengan perbandingan 2:1 atau 60% biodiesel, 40%

endapan.

Pembuatan biodiesel ini dapat dilakukan masyarakat sendiri tanpa bantuan mesin

yang canggih. Biayanya yang diperlukan pun sangat terjangkau.


IV. KESIMPULAN

1. Minyak goreng dapat menjadi produk biodiesel dengan cara

perengkahan menggunakan katalis NaOH.

2. Pembuatan biodiesel dapat dilakukan sendiri tanpa bantuan mesin yang

canggih.

3. Hasil yang diperoleh perbandingan biodiesel dengan endapan yaitu 1:3 atau

25% biodiese, 75 % endapan.


DAFTAR PUSTAKA

http://id.wikipedia.org/wiki/Biodiesel

http://www.che.itb.ac.id/sntki2009/daftar/prosiding/ETU13.pdf

You might also like