You are on page 1of 13

KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun haturkan ke Tuhan Yang Maha Esa, karena

telah memberikan waktu, dan kesempatan sehingga penyusun dapat

menyelesaikan ‘RESUME NOVEL SALAH ASUHAN” ini, yang masih jauh dari

kesempurnaan.

Resume ini disusun dengan maksud untuk membantu pembaca

dalam pemahaman cerita novel SALAH ASUHAN, karya ABDOEL MOEIS.

Juga menganalisis unsur-unsur instrinsik dalam novel ini, seperti halnya

Tema Cerita, Alur Cerita, Latar Cerita, Perwatakan Tokoh, Gaya Bahasa,

dan Amanat Cerita.

Resume ini masih bersifat sederhana. Untuk itu, kritik dan saran

yang membangun dari pembaca, sangat penyusun harapkan.

Terima Kasih

Penyusun,

Panyabungan, 19 April 2009

Irwan Hadi Pranata


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................... ii

DAFTAR ISI............................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN.................................................................. 1

BAB II RESUME NOVEL “SALAH ASUHAN”

2.1 Ringkasan Cerita............................................................ 2

2.2 Tema Cerita................................................................... 6

2.3 Alur Cerita...................................................................... 6

2.4 Latar Cerita.................................................................... 6

2.5 Perwatakan Tokoh....................................................... 6

2.6 Gaya Bahasa............................................................... 7

2.7 Amanat Cerita............................................................. 7

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan.................................................................. 8

3.2 Saran........................................................................... 8

BIOGRAFI SINGKAT ABDOEL MOEIS.......................................................... 9

DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................10
BAB I

PENDAHULUAN

Bahwa merupakan alat aktifitas yang paling esensial bagi

kehidupan manusia, secara teoritis manusia harus mempunyai

kompetensi agar bahasa yang selama ini kita anggap mudah ternyata

banyak yang harus kita pahami didalamnya. Pengajaran Bahasa Indonesia

di sekolah mencakup dua hal pokok.

Pertama, pengajaran Bahasa Indonesia yang diarahkan kepada

keterampilan berbahasa. Anak mampu menggunakan bahasa itu dengan

tepat sesuai dengan konteksnya secara lancar dimanapun ia berada.

Kedua, pengajaran sastra dengan tujuan anak mampu

meningkatkan penghayatan, pemahaman serta dapat menikmati dan

mencipta sastra.

Bahasa merupakan unsur budaya sehingga tidak bisa lepas dari

kehidupan manusia. Bahasa dapat

melukiskan keberadaan manusia, secara menesis terampil dalam

berbagai aspek sastra seperti puisi, cerpen, novel, dan drama.

Kehidupan manusia walaupun sekelumit dapat tampilm dengan

penuh rupa. Novel merupakan aspek yang dimaksudkan.

Bertitik tolak dari “SALAH ASUHAN” karya “ABDOEL MOEIS”. Ini

dimaksudkan untuk memahami sekelumit kehidupan manusia, untuk

mengikuti tugas perencanaan pembelajaran.


Dengan jalan inilah penulis dapat menambah pengalaman terhadap

apa yang dilukiskan dalam novel tersebut serta hal lain dalam kehidupan

manusia. Resume ini juga diserahkan kepada pembaca supaya dapat

menafsirkan secara logis menurut pandangan yang mereka miliki.

Demikian latar belakang resume ini sebagai satu karya sederhana.

BAB II

RESUME NOVEL “SALAH ASUHAN”

2.1 Ringkasan Cerita

Hanafi adalah pemuda pribumi asal Koto Anau, Solok.

Sesungguhnya, ia termasuk orang yang sangat beruntung dapat

bersekolah di Betawi sampai tamat HBS (Hoogere Burger School). Ibunya

yang sudah janda, memang berusaha agar anaknya kelak menjadi orang

pandai, melebihi sanak saudaranya yang lain. Oleh karena itu, ia tidak

segan-segan menitipkan Hanafi pada keluarga Belanda walaupun untuk

pembiayaannya ia harus meminta bantuan mamaknya, Sutan Batuah.

Setamat HBS, Hanafi kembali ke Koto Anau, dan bekerja sebagai klerek di

kantor Asisten Residen Solok. Tak lama kemudian, ia diangkat menjadi

komis.

Pendidikan dan pergaulan yang serba Belanda, memungkinkan

Hanafi berhubungan erat dengan Corrie Du Busse, gadis Indo-Prancis.

Hanafi kini telah merasa bebas dari kungkungan tradisi dan adat istiadat

negerinya. Sikap, pemikiran, dan cara hidupnya, juga sudah kebarat-

baratan. Ketika Corrie datang ke Solok dalam rangka mengisi liburan


sekolahnya, bukan main senangnya hati Hanafi. Ia dapat berjumpa

kembali dengan sahabat dekatnya.

Hanafi mulai merasakan tumbuhnya perasaan asmara. Sikap Corrie

terhadapnya juga dianggap sebagai ’’gayung bersambut kata berjawab’’.

Maka, betapa terkejutnya Hanafi ketika membaca surat dari Corrie. Corrie

mengingatkan bahwa perkawinan campuran bukan hanya tidak lazim

untuk ukuran waktu itu, tetapi juga akan mendatangkan berbagai

masalah.’’...Timur tinggal Timur, Barat tinggal Barat, tak akan dapat

ditimbuni jurang yang membasahi kedua bahagian itu ”. Perasaan Corrie

sendiri mengatakan lain. Namun, mengingat dirinya yang Indo__dan

dengan sendirinya perilaku dan sikap hidupnya juga berpihak pada

kebudayaan Barat__serta Hanafi yang pribumi, yang tidak akan begitu


saja melepas akar budaya leluhurnya.
Dalam surat Corrie selanjutnya, ia meminta agar Hanafi mau

memutuskan pertalian hubungannya itu. Surat itu membuat Hanafi patah

semangat. Kemudian, ia pun sakit. Ibunya berusaha menghibur anak satu-

satunya itu. Tak berapa lama, Hanafi sembuh dari sakitnya. Di saat itu

pula ibunya menyarankan agar Hanafi bersedia menikah dengan Rapiah,

anak mamaknya, Sutan Bartuah. Ibunya menerangkan bahwa segala

biaya selama ia bersekolah di Betawi, tidak lain karena berkat uluran

tangan mamaknya, Sutan Bartuah. Hanafi dapat mengerti dan ia

menerima Rapiah sebagai istrinya.

Kehidupan rumah tangga Hanafi dan Rapiah, rupanya tak berjalan

lempang. Hanafi tidak merasa bahagia, sungguhpun dari hasil

perkawinannya dengan Rapiah, dikarunia seorang anak laki-laki, Sjafei.

Lagi pula, semua teman-temannya menjauhi dirinya. Dalam anggapan

Hanafi, penyebab semua itu tak lain adalah Rapiah. Rapiah kemudian
menjadi tempat segala kemarahan Hanafi. Walupun diperlakukan begitu

oleh Hanafi, Rapiah tetap bersabar.

Suatu ketika, setelah mendamprat Rapiah, ia duduk termenung

seorang diri di kebun. Ibunya menghampiri anaknya dan berusaha untuk

menyadarkan kembali kelakuan anaknya yang sudah kelewatan batas itu.

Namun, Hanafi justru menanggapinya dengan cara cemooh. Di saat yang

sama, tiba-tiba seekor anjing gila menggigit tangan Hanafi.

Dokter segera memeriksa gigitan anjing gila pada tangan Hanafi.

Dokter menyarankan agar Hanafi berobat ke Betawi. Anjuran dokter itu

sangat menyenangkan hatinya. Sebab, bagaimanapun, kepergiannya ke

Betawi itu sekaligus memberi kesempatan kepadanya untuk bertemu

kembali dengan Corrie.

Suatu peristiwa yang sangat kebetulan terjadi. Dalam suatu

kecelakaan yang dialami Corrie, Hanafi yang berada di Betawi, justru jadi

penolong Corrie. Pertemuan itu sangat menggembirakan keduanya. Corrie

yang sudah ditinggal ayahnya, mulai menyadari bahwa sebenarnya ia

sangat memerlukan seorang sahabat. Pertemuan itu telah membuat

Hanafi mengambil suatu keputusan. Ia bermaksud tetap tinggal di Betawi.

Untuk itu, ia telah pula mengurus kepindahan pekerjaannya. Setelah itu, ia

mengurus surat hak sebagai bangsa Eropa. Dengan demikian, terbukalah

jalan untuk segera menceraikan Rapiah, sekaligus meluruskan jalan

baginya untuk mengawini Corrie.

Semua rencana Hanafi berjalan lancar. Namun, kini justru Corrie

yang menghadapi berbagai persoalan. Tekadnya untuk menikah dengan

Hanafi mendapat antipati dari teman-teman sebangsanya. Akhirnya,

dengan cara diam-diam mereka melangsungkan pernikahan.


Sementara itu, Rapiah yang resmi dicerai lewat surat yang dikirim

Hanafi, tetap tinggal di Koto Anau, bersama anaknya, Syafei, dan ibu

Hanafi.

Adapun kehidupan rumah tangga Hanafi dan Corrie tidaklah

seindah yang mereka bayangkan. Teman-teman mereka yang mengetahui

perkawinan itu, mulai menjauhi. Di satu pihak menganggap Hanafi besar

kepala dan angkuh; tidak menghargai bangsanya sediri. Di lain pihak, ia

menganggap Corrie telah menjauhkan diri dari pergaulan dan kehidupan

Barat. Jadi, keduanya tidak lagi mempunyai status yang jelas; tidak ke

Barat, tidak juga ke Timur. Inilah awal malapetaka dalam kehidupan

rumah tangga mereka.

Kehidupan rumah tangga mereka kini terasa bagai bara api neraka

dunia. Corrie yang semula supel dan lincah, kini menjadi nyonya yang

pendiam. Kemudian Hanafi, kembali menjadi suami yang kasar dan

bengis. Bahkan, Hanafi selalu diliputi perasaan syak wasangka dan curiga.

Lebih-lebih lagi, Corrie sering dikunjungi Tante Lien, seorang mucikari.

Puncak bara api itu pun terjadi. Tanpa diselidiki terlebih dahulu,

Hanafi telah menuduh istrinya berbuat serong. Tentu saja, Corrie tidak

mau dituduh dan diperlakukan sekehendak hati suaminya. Maka, dengan

ketetapan hati, Corrie minta diceraikan. ”Sekarang kita bercerai, buat

seumur hidup.....Bagiku tidak menjadi kepentingan, karena aku tidak sudi

menjadi istrimu lagi dan habis perkara”

Setelah itu, Corrie meninggalkan Betawi dan berangkat ke

Semarang; Ia bekerja di sebuah panti asuhan. Segala kejadian itu

membuat Hanafi menyadari bahwa sebenarnya istrinya tidak bersalah. Ia

menyesal dan mencoba menyusul Corrie. Namun, sia-sia. Corrie tetap

pada pendiriannya.
Perasaan berdosa makin menambah beban penderitaan Hanafi. Di

tambah lagi, teman-temanya makin menjauhinya. Hanafi dipandang

sebagai seorang suami yang kejam dan tidak bertanggung jawab. Dalam

keadaan demikian, barulah ia menyesal sejadi-jadinya. Ia juga ingat

kepada ibu, istri, anaknya di Koto Anau.

Akibat tertekan batin yang berkelanjutan, Hanafi jatuh sakit. Pada

saat itu datang seorang temannya yang mengatakan tentang pandangan

orang terhadapnya. Ia sadar dan menyesal. Ia kembali bermaksudminta

maaf kepada Corrie dan mengajaknya rujuk kembali. Ia pergi ke

Semarang. Namun rupanya, pertemuannya dengan Corrie di Semarang

merupakan pertemuan terakhir. Corrie terserang penyakit kolera yang

kronis. Sebelum menghembuskan nafasnya, Corrie bersedia memaafkan

keslahan Hanafi. Perasaan sesal dan berdosa tetap membuat Hanafi

sangat menderita. Batinnya goncang.

Untuk menghilangkan kenangannya kepada isteri yang sangat

dicintainya itu, Hanafi meninggalkan pulau Jawa kembali ke kampung

halamannya, Koto Anau. Ternyata selama ia di Jawa jandanya Rapiah dan

anaknya tetap tinggal bersama ibunya sebab ibunya sangat kasih kepada

mereka. Tetapi sejak kedatangannya, Rapiah dan Sjafei ditahan

mamaknya di Bonjol.

Sadarlah ia, bahwa kehadirannya hanya merusak hubungan ketiga

orang itu saja. Setelah ditimbangnya masak-masak, akhirnya

diputuskannya bahwa anaknya lebih berharga daripada dirinya sendiri.

Dengan menelan 4 butir sublimat, Hanafi pun mengakhiri riwayatnya . . .

Ibu Hanafi dan Rapiah berjanji akan mendidik Sjafei dengan jalan

yang sebaik-baiknya, agar riwayat salah asusan jangan sampai terulang

lagi. Pertama Sjafei jangan sampai putus hubungannya dengan bangsanya


sendiri. Kedua supaya pengajaran agama diresapkan kepadanya sejak

masa kanak-kanaknya.

***

2.2 Tema Cerita

Cerita dalam novel ini bertemakan cinta anak manusia yang

bertentangan dengan adat dan agama, cinta dua perempuan yang

mencintai seorang laki-laki dari sudut pandang yang berbeda. Akibatnya

ketiga anak manusia ini jadi korban perasaan.

Dalam novel ini tergambar ambisi seorang laki-laki yang terlalu

mencintai sesuatu dari lahirnya saja. Tanpa berpikir lebih dewasa akibat-

akibat yang akan terjadi di kemudian hari. Dia mengorbankan dirinya,

orangtuanya, keluarganya, bangsa dan agamanya. Demikianlah tema

yang dilukiskan.

2.3 Alur Cerita

Alur cerita ini dilukiskan sangat luar biasa. Dari awal diceritakan

pengalaman dan pengorbanan tokoh dan sangat sulit dijangkau apa

yang akan terjadi antara bab dengan bab dalam cerita berikutnya,

sehingga membuat kita ingin membacanya lebih mendalam.

Diceritakan mulai dari masa kecil sampai dewasa, jadi alur cerita ini

adalah alur maju.

2.4 Latar Cerita

Contoh latar tempat pada cerita ini adalah Solok, Jakarta,

Probolinggo, Surabaya, Semarang, dsb. Contoh latar waktu pada cerita

ini adalah ” waktu jam membunyikan pukul satu’’ , tiga hari sesudah

itu, tiga bulan sudah terlampau, dua tahun sesudahnya, dsb.


2.5 Perwatakan Tokoh

Perwatakan tokoh dalam cerita ini dapat dilihat dengan jelas, secara

singkat dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Hanafi yang lupa diri akibat pengaruh kebarat-baratan

akhirnya sadar setelah mendapat ujian demi ujian.

2. Corrie yang bimbang tapi berprinsip akhirnya menjadi korban

kekerasan hatinya.

3. Rapiah yang jadi korban dapat menerima keputusan dengan

lapang dada.

4. Ibu Hanafi yang sayang kepada anak, menantu, dan cucunya.

Dan selalu bersikap bijaksana dan sabar menghadapi perilaku

anaknya.

2.6 Gaya Bahasa

Gaya bahasa yang dipakai didominasi oleh gaya bahasa hiperbola,

sarkasme, dan sinisme sehingga suasana dalam cerita ini makin

mengharukan

2.7 Amanat Cerita

Novel ini menceritakan tentang percintaan dua insan yang berbeda

kebangsaan dan seorang ibu yang salah mengasuh anaknya sehingga

anaknya menjadi anak yang lupa diri, keras kepala, dan tidak

bertanggung jawab. Ini merupakan peringatan bagi kita agar lebih

mengerti arti kehidupan yang sebenarnya. Sejalan dengan cerita pada

novel ini, beberapa amanat yang dapat ditarik oleh pembaca adalah

sebagai berikut :
1. Jalani hidup apa adanya sesuai nilai dan norma yang berlaku dalam

masyarakat.

2. Patuhi aturan-aturan yang ada dalam agama.

3. Jangan memandang enteng pada orangtua.

4. Setinggi apapun pendidikan kita, tetap menghargai orang di

sekeliling kita.

5. Harus pandai menimbang perasaan orang lain.

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Abdoel Meis adalah penarang pembaharu dalam kesastrawan lama

Indonesia. Abdoel Moeis adalah pengarang angkatan Balai Pustaka. Cerita

yang dikarangnya ini berbentuk roman tentang kehidupan masyarakat.

Novel Salah Asuhan telah dikenal luas oleh masyarakat, dan telah

mengalami pencetakan ulang berkali-kali karena banyak peminat yang

ingin memahami maknanya. Novel ini kerap kali menjadi bacaan yang

digunakan di sekolah-sekolah, agar siswa siswi dapat memahami jelas

bagaimana kehidupan campuran antara orang Timur dengan orang Barat.

Novel Salah ini dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan bagi

remaja yang hendak mengadakan pernikahan campuran, untuk lebih

mempertimbangkan untung ruginya ke depan akibat pernikahan tersebut.

Dengan demikian novel ini layak untuk dipahami.

3.2 Saran

Resume novel ini hanyalah bersifat sederhana. Untuk itu, penyusun

berharap semoga pembaca dapat mengambil pesannya dan mempelajari


novel lain sebagai perbandingan, sehingga pembaca lebih memahami

isinya.

BIOGRAFI SINGKAT ABDOEL MOEIS

Abdoel Moeis (lahir di Sungai Puar, Bukittinggi,


Sumatera Barat, 3 Juli 1883 – wafat di Bandung, Jawa Barat,
17 Juni 1959 pada umur 75 tahun) adalah seorang sastrawan
dan wartawan Indonesia. Pendidikan terakhirnya adalah di
Stovia (sekolah kedokteran, sekarang Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia), Jakarta akan tetapi tidak tamat. Ia
juga pernah menjadi anggota Volksraad yang didirikan pada
tahun 1916 oleh pemerintah penjajahan Belanda. Ia
dimakamkan di TMP Cikutra - Bandung dan dikukuhkan
sebagai pahlawan nasional oleh Presiden RI, Soekarno, pada
30 Agustus 1959 (Surat Keputusan Presiden Republik
Indonesia No. 218 Tahun 1959, tanggal 30 Agustus 1959).

Karir

Dia pernah bekerja sebagai klerk di Departemen Buderwijs en Eredienst dan menjadi
wartawan di Bandung pada surat kabar Belanda, Preanger Bode, harian Kaum Muda dan
majalah Neraca pimpinan Haji Agus Salim. Selain itu ia juga pernah aktif dalam Syarikat
Islam dan pernah menjadi anggota Dewan Rakyat yang pertama (1920-1923). Setelah
kemerdekaan, ia turut membantu mendirikan Persatuan Perjuangan Priangan.

Riwayat Perjuangan
Mengecam tulisan orang-orang Belanda yang sangat menghina bangsa Indonesia melalui
tulisannya di harian berbahasa Belanda, De Express
Pada tahun 1913, menentang rencana pemerintah Belanda dalam mengadakan perayaan
peringatan seratus tahun kemerdekaan Belanda dari Perancis melalui Komite Bumiputera
bersama dengan Ki Hadjar Dewantara
Pada tahun 1922, memimpin pemogokan kaum buruh di daerah Yogyakarta sehingga ia
diasingkan ke Garut, Jawa Barat
Mempengaruhi tokoh-tokoh Belanda dalam pendirian Technische Hooge School - Institute
Teknologi Bandung (ITB)

Karya Sastra
Salah Asuhan (novel, 1928, difilmkan Asrul Sani, 1972)
Pertemuan Jodoh (novel, 1933)
Surapati (novel, 1950)
Robert Anak Surapati(novel, 1953)

Terjemahannya
Don Kisot (karya Cerpantes, 1923)
Tom Sawyer Anak Amerika (karya Mark Twain, 1928)
Sebatang Kara (karya Hector Melot, 1932)
Tanah Airku (karya C. Swaan Koopman, 1950

DAFTAR PUSTAKA

Moeis, Abdoel. 1983. Salah Asuhan. Jakarta: Balai Pustaka.

Surana,S.Pd. 2001. Pengantar Sastra Indonesia. Solo:Tiga Serangkai

http://id.wikipedia.org

You might also like