You are on page 1of 17

DEMAM BERDARAH

DENGUE

PENDAHULUAN

Dengue, merupakan penyakit virus yang diperantarai oleh nyamuk, sering


terjadi pada manusia. Gambaran awal gejala mirip dengue pertama sekali
disebutkan dalam Chinese Encyclopedia and Symptoms selama dinasti chin (265-
420 M). Penyakit ini disebut juga dengan “racun air” dan berhubungan dengan
serangga yang terbang dekat air. Sekarang, dengue diketahui disebabkan oleh
virus RNA strain tunggal dengan nucleocapsid icosahedral dan ditutupi oleh
kapsul lipid.1
Dengue merupakan penyakit virus tropis endemik di banyak wilayah di
dunia. Meskipun kasus dapat dideteksi setiap tahun, jumlah kasus jelas
berhubungan dengan perubahan siklik musim: peningkatan jumlah kasus biasanya
terjadi pada musim hujan. Biasanya hal tersebut akan meningkatkan angka
kejadian penyakit tersebut di beberapa wilayah tertentu, termasuk di Kep.
Karibia.3
Dengue atau epidemik seperti dengue dilaporkan terjadi pada abad 19 dan
awal abad 20 di Amerika, Eropa Selatan, Afrika Utara, Mediterania, Asia dan
Australia, dan beberapa pulau di Samudra Hindia, Samudra Pasifik dan Karibia.
DF dan DHF telah meningkat dengan pesat sejak 40 tahun lalu, dan pada tahun
1996, 2500-3000 masyarakat tinggal di daerah dengan risiko potensial transmisi
virus dengue. Tiap-tiap tahun diperkirakan terdapat sekitar 20 juta kasus infeksi
dengue, yang mengakibatkan angka kematian sekitar 24.000.4
Di Indonesia kasus DHF pertama kali ditemukan di Surabaya pada tahun
1968, akan tetapi konfirmasi serologis baru di dapat pada tahun 1972. Sejak itu
penyakit tersebut menyebar ke berbagai daerah . Jumlah penderita menunjukkan
kecenderungan naik dari tahun ke tahun. Penyakit ini banyak terjadi di daerah
kota yang padat penduduknya, akan tetapi dalam tahun-tahun terakhir ini demam
berdarah juga berjangkit di daerah pedesaan. Penyebaran penyakit biasanya

1
dimulai dari sumber-sumber penularan di kota kemudian menjalar ke daerah-
daerah pedesaan. Makin ramai lalu lintas manusia di suatu daerah, makin besar
pula kemungkinan penyebaran penyakit ini.5,7

DEFINISI
Demam Dengue (dengue fever, selanjutnya disingkat DF) adalah penyakit
yang terutama terdapat pada anak remaja atau orang dewasa, dengan tanda - tanda
klinis demam, nyeri otot dan/atau nyeri sendi yang disertai leukopenia,
dengan/tanpa ruam (rash) dan limfadenopati, demam bifasik, sakit kepala yang
hebat, nyeri pada pergerakan bola mata, rasa mengecap yang terganggu,
trombositopenia ringan dan bintik-bintik perdarahan (petekie) spontan.4,5,6,8
Demam Berdarah Dengue (dengue haemorrhagic fever, selanjutnya
disingkat DHF), ialah penyakit yang terdapat pada anak dan dewasa dengan
gejala utama demam, nyeri otot dan sendi, yang biasanya memburuk setelah dua
hari pertama. Uji tourniquet akan positif dengan tanpa ruam disertai beberapa
atau semua gejala perdarahan seperti petekie spontan yang timbul serentak,
purpura, ekimosis, epitaksis. hematemesis, melena, trombositopenia, masa
perdarahan dan masa protrombin memanjang, hematokrit meningkat dan
gangguan maturasi megakariosit.4,5,7
Sindrom renjatan dengue (dengue shock syndrome, selanjutnya disingkat
DSS) ialah penyakit DHF yang disertai renjatan.5

ETIOLOGI
Penyebab dari Dengue adalah virus dengue, bagian dari kelompok
Flavivirus. Ada empat tipe virus dengue yang dikenal, yaitu DEN 1, DEN 2, DEN
3 dan DEN 4. Meskipun keempat tipe memiliki antigen tertentu, antibodi yang
melawan masing-masing antigen tersebut hanya dapat menetralisir tipe antigen
yang sama. Epidemik periodik berhubungan dengan timbulnya serotipe yang
berbeda.1,3,5
Virus dengue ditransmisikan oleh nyamuk yang termasuk dalam
kelompok Aedes. Merupakan jenis nyamuk kecil yang mengambil makanan dari

2
manusia. Dominan pada manusia dan sangat jarang pada binatang. Nyamuk
tersebut cenderung menggigit setiap saat dan biasanya ditemukan di tempat-
tempat yang gelap di samping rumah penduduk. Nyamuk tersebut bertelur di air
yang bersih atau di sekitar rumah (dalam pot bunga, dll).1,3,7,8

EPIDEMOLOGI
Epidemi penyakit yang berhubungan dengan demam dengue pertama kali
dilaporkan dalam literatur atau pustaka kedokteran terjadi pada tahun 1779 di
Batavia (sekarang disebut Jakarta). Dan pada tahun 1780 di Philadelphia. Sejak
saat itu epidemik telah dilaporkan di Calcutta (1824, 1853, 1871, 1905), India
Barat (1827), Hongkong (1901), Yunani (1927-1928), Australia (1925-1926,
1942), Amerika Serikat (1922) dan Jepang (1942-1945).5,6
Dengue sering terdapat di daerah tropis terutama di Asia Tenggara, Afrika
dan bagian selatan Amerika. Epidemik DHF yang terbesar terjadi di Kuba pada
tahun 1981 dengan 24.000 kasus DHF dan 10.000 kasus DSS. Pada tahun 1986
dan 1987 angka kejadian Dengue dilaporkan di Brasil. Pada tahun 1988 epidemik
dengue dilaporkan terjadi di Meksiko dan pada tahun 1990 kira-kira seperempat
dari 300.000 penduduk yang tinggal di Iquitos Peru menderita Demam Dengue.6
Data yang terkumpul dari tahun 1968-1993 menunjukkan DHF dilaporkan
terbanyak terjadi pada tahun 1973 sebanyak 10.189 pasien dengan usia pada
umumnya di bawah 15 tahun. Penelitian di Pusat Pendidikan Jakarta, Semarang,
Yogya dan Surabaya menunjukkan bahwa DHF dan DSS juga ditemukan pada
usia dewasa, dan terdapat kecenderungan peningkatan jumlah pasiennya.5
Vektor utama dengue di Indonesia adalah nyamuk Aedes aegypti, di
samping pula Aedes albapidus. Vektor ini bersarang di bejana-bejana yang berisi
air jernih dan tawar seperti bak mandi, drum penampung air, kaleng bekas dan lain-
lainnya3,5,6.
Adanya vektor tersebut berhubungan erat dengan beberapa faktor, antara
lain:
1. Kebiasaan masyarakat menampung air bersih untuk keperluan sehari-hari.
2. Sanitasi lingkungan yang kurang baik.

3
3. Penyediaan air bersih yang langka.

Daerah yang terjangkit DHF adalah wilayah yang ada penduduk, karena:
1. Antar rumah jaraknya berdekatan, yang memungkinkan penularan karena jarak
terbang 40-100 meter.
2. A.aegypti betina mempunyai kebiasaan menggigit berulang (multiple biters),
yaitu menggigit beberapa orang secara bergantian dalam waktu singkat.5

Dengan makin lancarnya hubungan lalu lintas, kota-kota kecil atau daerah
semiurban dekat kota besar pun saat ini menjadi mudah terserang akibat penjalaran
penyakit dan suatu sumber di kota besar.
Kasus DHF cenderung meningkat pada musim hujan, kemungkinan
disebabkan:
1. Perubahan musim mempengaruhi frekuensi gigitan nyamuk; karena pengaruh
musim hujan, puncak jumlah gigitan terjadi pada siang dan sore hari.
2. Perubahan musim mempengaruhi manusia sendiri dalam sikapnya terhadap
gigitan nyamuk, misalnya dengan lebih banyak berdiam di rumah selama
musim hujan.5

PATOFISIOLOGI
Proses patologi infeksi Dengue dimulai ketika adanya hubungan erat
antara host dan vektor yang membawa virus. Manusia terinfeksi dengan virus
setelah nyamuk yang terinfeksi menghisap darah dari host (manusia). Kasus yang
jarang, transmisi virus dari manusia ke manusia melalui luka atau cedera akibat
jarum suntik juga pernah dilaporkan.1
Infeksi dengan virus Dengue mempunyai spektrum gambaran klinis yang
luas. Pada banyak kasus terutama pada anak-anak dibawah 15 tahun, pasien
biasanya asimptomatis atau memiliki riwayat demam yang ringan. Demam
dengue secara khas bersifat self-limited, akut, yang terjadi setelah periode
inkubasi selama 4 – 7 hari. Pada anak lebih muda, dapat disertai dengan ruam
makulo papular. Pada pasien yang lebih tua, penyakit biasanya ringan, dengan
onset demam tinggi yang mendadak, sakit kepala, nyeri retroorbital. Nyeri badan

4
difus, kelemahan, muntah, serak, perubahan sensasi rasa dan ruam
makulopapular. Virus dengue tidak ada di dalam aliran darah pada saat demam
menghilang.1,5
Fenomena patofisiologi utama yang menentukan berat penyakit dan
membedakan DF dengan DHF ialah meningginya permeabilitas dinding kapiler
karena pelepasan zat anafilak-tosin, histamin dan serotonin serta aktivasi sistem
kalikrein yang berakibat ekstravasasi cairan intra-vaskular. Hal ini berakibat
mengurangnya volume plasma, terjadinya hipotensi, hemokonsentrasi,
hipoproteinemia, efusi dan renjatan. Plasma merembes selama perjalanan penyakit
mulai dari saat pemulaan demam dan mencapai puncaknya pada saat renjatan.
Pada pasien dengan renjatan berat, volume plasma dapat menurun sampai lebih dari
30%.5,9
Gambaran utama dari demam berdarah dengue adalah plasma leakage
(kebocoran plasma). Hal ini berasal dari celah endotel dalam pembuluh darah
bagian perifer tanpa adanya nekrosis atau inflamasi dalam endotelium. Demam
berdarah dengue biasanya dimulai berupa gambaran demam dengue. Terjadinya
demam akut (>40C) seperti yang terdapat pada demam dengue dan berakhir
dalam 2 – 7 hari. Meskipun demikian, pada individu dengan demam berdarah
dengue, demam dapat muncul kembali memberikan gambaran kurva demam
bifasik atau “saddle back” yang tidak didapatkan pada individu dengan demam
dengue. Sepanjang demam bifasik tersebut, pasien dengan demam berdarah
dengue mengalami trombositopenia progresif, peningkatan hematokrit (20%
diatas nilai rata-rata) yang menyebabkan haemokonsentrasi, manifestasi
perdarahan yang berat (>50% pasien dengan tes tourniquet positif), dan efusi
progresif (pleura atau peritonium). Syok hipovolemik dapat terjadi sebagai akibat
kehilangan plasma yang besar, bila tidak segera diatasi dapat berakibat anoksia
jaringan, asidosis metabolik dan bahkan kematian.1,5
Syok yang terjadi bersifat akut dan perbaikan klinis yang drastis setelah
pemberian plasma ekspander yang efektif. Sebab lain kematian adalah perdarahan.
Perdarahan pada demam berdarah dengue umumnya berkaitan dengan
trombositopenia, gangguan fungsi trombosit dan kelainan koagulasi.

5
Trombositopenia yang dihubungkan dengan meningkatnya megakariosit muda
dalam sumsum tulang dan pendeknya masa hidup trombosit, hal tersebut
menunjukkan meningkatnya destruksi trombosit. Fungsi trombosit menurun
mungkin disebabkan proses imunologis terbukti dengan terdapatnya kompleks
imun dalam peredaran darah. Kelainan sistem koagulasi disebabkan di antaranya
oleh kerusakan hati yang fungsinya memang terbukti terganggu oleh aktivasi
sistem koagulasi.5,9,10
Masalah terjadi tidaknya DIC pada penderita DHF/DSS terutama penderita
dengan perdarahan hebat sejak lama telah menjadi bahan pertentangan.
Penyelidikan mutakhir Srichaikul dkk. (1977) membuktikan bahwa DIC secara
potensial dapat terjadi juga pada penderita DHF tanpa renjatan, yang dapat
dibuktikan dengan meningkatnya konsumsi fibrinogen disertai perubahan
hematologis lain. Mereka beranggapan bahwa pada masa dini DHF, peranan DIC
tidak menonjol dibandingkan dengan perembesan plasma, tetapi apabila penyakit
memburuk sehingga terjadi renjatan dan asidosis, maka renjatan akan memperberat
DIC sehingga peranannya akan menonjol. Renjatan dan DIC akan saling
mempengaruhi sehingga penyakit akan memasuki renjatan ireversibel disertai
perdarahan hebat, dan terlibatnya organ-organ vital yang biasanya diakhiri dengan
kematian. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa perdarahan kulit penderita
DHF pada umumnya disebabkan oleh faktor kapiler dan trombositopeni,
sedangkan perdarahan masif ialah akibat kelainan mekanisme yang lebih kompleks
lagi, yaitu trombositopeni, gangguan faktor pembekuan dan kemungkinan besar
oleh faktor DIC, terutama pada penderita dengan renjatan lama yang tidak dapat
diatasi disertai komplikasi asidosis metabolik.5,9

GAMBARAN KLINIS

6
Infeksi virus dengue pada manusia mengakibatkan suatu spektrum
manifestasi klinis yang bervariasi antara penyakit paling ringan (mild
undifferentiated febrile illness), dengue fever, dengue haemorrhagic fever dan
dengue shock syndrome; yang terakhir dengan mortalitas tinggi yang disebabkan
renjatan dan perdarahan hebat (Nimmanitya dkk., 1969; Pongpanich dkk., 1973)
Gambaran manifestasi klinis yang bervariasi ini dapat disamakan dengan sebuah
gunung es.. DHF dan DSS sebagai kasus-kasus yang dirawat di rumah sakit
merupakan puncak gunung es yang kelihatan di atas permukaan laut, sedangkan
kasus-kasus dengue ringan (dengue klasik atau demam dengue, selanjutnya
disebut.demam dengue dan silent dengue infection; merupakan dasar gunung es.
Diperkirakan untuk setiap kasus renjatan yang dijumpai di rumah sakit telah terjadi
150 sampai 200 kasus silent dengue infection (WHO, 1980a).5,9

Demam Dengue
Masa tunas berkisar antara 3-15 hari, pada umumnya 5-8 hari. Pcrmulaan
penyakit biasanya mendadak. Gejala prodromal meliputi nyeri kepala, nyeri
berbagai bagian tubuh, anoreksia, menggigil dan malaise. Pada umumnya
ditemukan sindrom trias, yaitu demam tinggi, nyeri pada anggota badan dan
timbulnya ruam. Ruam biasanya timbul 5 - 12 jam sebelum naiknya suhu pertama
kali, yaitu pada hari ketiga sampai hari kelima dan biasanya berlangsung selama 3
- 4 hari. Ruam bersifat makulopapular yang menghilang pada tekanan. Ruam
mula-mula dilihat di dada, tubuh serta abdomen dan menyebar ke anggota gerak
dan muka. Pada lebih dari separuh penderita gejala klinis timbul dengan
mendadak, disertai kenaikan suhu, nyeri kepala hebat, nyeri di belakang bola
mata, punggung, otot dan sendi disertai rasa menggigil.
Pada beberapa penderita dapat dilihat kurve yang menyerupai pelana kuda atau
bifasik, tetapi pada penelitian selanjutnya bentuk kurve ini tidak ditemukan pada
semua penderita sehingga tidak dapat dianggap patognomonik. Anoreksia dan
obstipasi sering dilaporkan; di samping itu perasaan tidak nyaman di daerah
epigastrium disertai nyeri kolik dan perut lembek sering ditemukan. Pada stadium
dini penyakit sering timbul perubahan dalam indra pengecap. Gejala klinis lain
yang sering terdapat ialah fotofobia, keringat yang bercucuran, suara serak, batuk,

7
epistaksis dan disuria. Demam menghilang secara lisis, disertai keluamya banyak
keringat. Lama demam berkisar di antara 3,9 dan 4,8 hari. Kelenjar getah bening
servikal dilaporkan membesar pada penderita; beberapa sarjana menyebutnya
sebagai tanda Castelani, sangat patognomonik dan merupakan patokan berguna
untuk membuat diagnosis banding. Manifestasi perdarahan tidak sering
dijumpai.9,10,11

Demam berdarah dengue


Kasus demam berdarah dengue ditandai dengan empat manifestasi klinis
yaitu demam tinggi, perdarahan, terutama perdarahan kulit, hepatomegali dan
kegagalan peredaran darah.
Fenomena patofisiologi utama yang menentukan beratnya penyakit dan
membedakan demam berdarah dengue dari demam dengue adalah meningginya
permeabilitas kapiler pembuluh darah, menurunnya volume plasma, hipotensi,
trombositopenia, dan diatesis hemoragik. Halstead mengemukakan gejala yang
harus dipertimbangkan dalam diferensiasi demam berdarah dengue dengan
demam dengue, adalah:
1. DHF biasanya disertai dengan pembesaran hati.
2. leukositosis seringkali ditemukan pada DHF, berlainan dengan demam
dengue yang pada umumnya disertai dengan leukopenia berat.
3. manifestasi perdarahan seperti petekhie, echimosis, uji tornikuet positif
dan trombositopenia lebih menonjol pada DHF.
4. limfadenopati, ruam makulopapular dan mialgia bersifat lebih ringan pada
DHF.

Dengue shock syndrome


Disfungsi sirkulasi pada DBD, dengue shock syndrom, biasanya terjadi sesudah
hari 2-7, disebabkan oleh peningkatan permeabilitas vaskuler sehingga terjadi
plasma leakage, efusi cairan ke rongga interstisial sehingga terjadi disfungsi
sirkulasi dan penurunan perfusi organ. Gangguan perfusi ginjal ditandai oleh

8
oliguria atau anuria dan gangguan perfusi susunan saraf pusat ditandai oleh
penurunan kesadaran.
Pada fase awal sindrom syok dengue fungsi organ vital dipertahankan dari
hipovolemia oleh sistem hemostatis dalam bentuk; takikardia, vasokonstriksi,
penguatan kontraktilitas miokard, takipnea, hiperpnea, dan hiperventilasi.
Vasokonstriksi perifer mengurangi perfusi perfusi non-esensial di kulit dan
mneyebabkan sianosis, penurunan suhu permukaan tubuh dan pemanjangan waktu
pengisian kapiler(>5 detik). Perbedaan suhu kulit dan suhu tubuh yang >20C
menunjukkan mekanisme hemostatis masih utuh. Paad tahap SSD kompensasi
curah jantung dan tekanan darah “normal” kembali.
Penurunan tekanan darah merupakan manifestasi lambat SSD, berarti
sistem hemostatis sudah terganggu dan kelainan hemodinamik sudah berat, sudah
terjadi dekompensasi. Mula-mula tekanan nadi turun, < 20 mmHg misalnya
100/90, karena tekanan sistolik turun sesuai dengan penurunan venous return dan
volume sekuncup, dan tekanan diastolik meninggi sesuai dengan peningkatan
tonus vaskuler.SSD berlanjut dengan kegagalan mekanisme hemostatis, terjadi
iskemia jaringan yang irreversibel dan pasien akan meninggal dalam 12-24 jam.12

DIAGNOSIS
Infeksi virus dengue dapat bersifat asimtomatik, atau dapat
menyebabkan demam yang tak terdiferensiasi, demam dengue dan demam
berdarah dengue dengan kebocoran plasma (plasma leakage) dapat
menyebabkan syok hipovolemik.11,12
Kriteria klinis demam dengue
1. Suhu badan yang tiba-tiba meninggi
2. Demam yang berlangsung hanya dalam beberapa hari
3. Kurva demam yang menyerupai pelana kuda
4. Nyeri tekan terutama di otot-otot dan persendian
5. Adanya ruam-ruam pada kulit
6. Leukopenia.

9
Dalam menegakkan diagnosis DBD, beberapa indikator penting yang perlu
mendapat perhartian antara lain:

Tanda dini infeksi dengue Indikator fase syok


- demam tinggi - hari sakit ke4-5
- facial flushing - suhu turun
- tidak ada tanda ISPA - nadi cepat tanpa demam
- tidak tampak fokal infeksi -tekanan nadi turun/hipotensi
- uji tornikuet positif - leukopenia<5000/mm3
- trombositopenia
- hemtokrit naik
WHO (1997) memberikan pedoman untuk membantu menegakkan
diagnois DBD secara dini, disamping menentukan derajat beratnya penyakit :

*Klinis *beratnya penyakit


- Demam mendadak tinggi - Derajat I: demam dengan uji tor-
- Perdarahan termasuk uji bendung(+) nikuet (bendung)(+).
seperti petekie, epistaksi, hematemesis. - Derajat II:derajat I dengan per-
- Hepatomegali darahan spontan
- syok : nadi kecil dan cepat dengan - Derajat III: nadi cepat dan lemah
tekanan nadi<20mmHg, atau hipotensi tekanan nadi <20mmHg,hipotensi
disertai gelisah dan akral dingin akral dingin.
- Derajat IV: syok berat, nadi tak
teraba, tekanan darah tak terukur
*Laboratoris
- Trombositopenia (<100.000/mm3)
- Hemokosentrasi(kadar Ht>20% dari normal)
Dua gejala klinis pertama ditambah 2 gejaal laboratoris dianggap cukup
untuk menengakkan diagnosis kerja DBD.
Trombositopenia dan hemokosentrasi merupakan dua hal utama yang
sering dijumpai pada DBD. Jumlah trombosit yang berada dibawah 100 000 per
mm3 sering dijumpai pada hari ketiga dan kedelapan sakit, sering sebelum atau

10
berbarengan dengan perubahan hematokrit. Peningkatan kadar hematokrit,
menunjukkan adanay kebocoran plasma, selalu dapat muncul, bahkan pada kasus
non-shock, akan tetapi lebih sering pada kasus shock. Hemokosentrasi dengan
peningkatan hematokrit lebih dari 20% merupakan bukti nyata adanya
peningkatan permeabilitas kapiler dan plasma leakage. Harus diingat pula bahwa
kadar hematokrit dapat dipengaruhi oleh penggantian volume atau perdarahan.
Hubungan waktu yang erat antara menurunnya kadar trombosit dan peningkatan
hematokrit merupakan tanda khas dari DBD; kejadian tersebut terjadi bisanya
sebelum onset syok.
Pada DBD, angka hitung leukosit dapat bervariasi selama perjalanan
penyakit, dari leukopenia hingga leukositosis, akan tetapi penurunan kadar
leukosit akibat penurunan kadar neutrofil sering dijumpai pada waktu akhir dari
fase demam. Limfositosis relatif , dengan adanya limfosit atipikal, merupakan
gambaran yang sering ditemukan sebelum syok terjadi. Albuminuria transien
kadang dapat dijumpai, dan bekuan darah dapat dijumpai di dalam feses. Pada
banyak kasus pemeriksaan koagulasi dan fibrinolisis menunjukkan adanya
penurunan kadar fibrinogen, prothrombin, factor VIII, factor XII, and
antithrombin III. Penurunan antiplasmin ( plasmin inhibitor) telah dijumpai pada
beberapa kasus. Pada kasus yang berat dengan tanda disfungsi hepar berat,
penurunan faktor protrombin vitamin-K dependent juga dapat dijumpai seperti,
factors V, VII, IX and X. Partial thromboplastin time dan prothrombin time
mengalami pemanjangan pada sekitar sepertiga dari pasien. Berlawanan halnya,
Thrombin time memanjang pada kasus-kasus yang berat. Fungsi paltelet juga
mengalami gangguan.kadar komplemen serum terutama C3 juga berkurang. 11
Gambaran lain yang sering dijumapai adalah hiponatremia,
hipoproteinemia, dan peningkatan kadar aspasrtat amino transferase. Asidosi
metabolik dapat juga terjadia kibat syok yang berlangsung lama. BUN meningkat
pada tahap akhir syok.
Pemeriksaan foto polos didaptkan adanya efusi pleura terutama pada sisi
kanan, karena sebagai temuan yang konstant, efusi pleura yang meningkat

11
berhubungan dengan memberatnya penyakit. Pada syok efusi pleura bilateral
dapat dijumpai.11

DIFFERENTIAL DIAGNOSA

Etiologi demam pada awal penyakit umumnya sulit diketahui, karenanya perlu
dite-liti infeksi pada alat-alat tubuh baik yang dise-babkan bakteri maupun virus,
seperti bronko-pneumonia, kolesistitis, pielonefritis, demam tifoid, malaria dan
sebagainya. Adanya mam yang akut seperti pada morbili perlu dibedakan dengan
DHF. Biasanya pada morbili ruamnya lebih banyak, adanya bintik-bintik Koplik
pada selaput lendir mulut dan selalu ditemukan koriza. Adanya pembesaran hati
perlu dibedakan dengan hepatitis akut dan leptospirosis. Pada hari ke 3-4 demam
dengan adanya manifestasi perdarahan, kemungkinan diagnosis DHF akan lebih
besar.
Perdarahan di kulit ditemukan pula pada meningitis meningokok dan
keadaan sepsis Pe/neriksaan saraf dan fungsi lumbal serta darah tepi dan biakan
darah, dapat mem-bedakan hal ini dengan DHF.
Penyakit-penyakit darah seperti idiopathic thrombocytopenic purpura (ITP),
leukemia pada stadium lanjut dan anemia aplastik dapat pula memberikan gejala-
ge|ala yang mirip DHF. Pemeriksaan sumsum tulang akan dapat memberi
kepastian mengenai diagnosis.5

PENATALAKSANAAN
Setiap pasien tersangka DF atau DHF sebaiknya dirawat di tempat
terpisah dengan pasien penyakit lam, seyogyanya pada kamar yang bebas nyamuk
(berkelambu). Penatalaksanaan pada DF atau DHF tanpa penyukit adalah:

1. Tirah baring
2. Makanan lunak.
Bila belum ada nafsu makan dianjurkan untuk minum banyak 1,5-2 liter dalam
24 jam (susu, air dengan gula atau sirop) atau air tawar ditambah dengan
garam saja.
3. Medikamentosa yang bersifat simtomatis. Untuk hiperpireksia dapat diberikan

12
kompres di kepala, ketiak dan inguinal. Antipiretik sebaiknya dari golongan
asetami-nofen, eukinin atau dipiron. Hindan pema-kaian asetosal karena
bahaya perdarahan.
4. Antibiotik diberikan bila terdapat kekhawatiran infeksi sekunder
Pasien DHF pertu diobservasi teliti terhadap penemuan dini tanda renjatan,
yaitu:
1 Keadaan umum memburuk
2 Hati makin membesar
3. Masa perdarahan memanjang Karena trom-bositopenia
4. Hematokrit meninggi pada pemeriksaan berkala

Dalam hal ditemukan tanda-tanda dini tersebut, infus harus disiapkan dan
terpasang pada pasien. Observasi meliputi pemeriksaan tap jam terhadap keadaan
umum, nadi, tekanan darah, suhu dan pernafasan; serta Hb dan Ht setiap 4-6 jam
pada hari-hari pertama pengamatan, selanjutnya tiap 24 jam.
Terapi untuk DSS bertujuan utama untuk mengembalikan volume cairan
intravaskular ke tingkat yang normal, dan hal ini dapat tercapai dengan pemberian
segera cairan intravena. Jenis cairan dapat berupa NaCI faali, laktat Ringer atau
bila terdapat renjatan yang berat dapat dipakai plasma atau ekspander plasma.
Jumlah cairan dan kecepatan pemberian cairan disesuaikan dengan perkembangan
klinis.
Kecepatan permulaan tetesan ialah 20 ml/ kg berat badan, dan bila
renjatan telah diatasi, kecepatan tetesan dikurangi menjadi 10 ml/kg berat
badan/jam.
Pada kasus dengan renjatan berat, cairan dibenkan dengan diguyur, dan
bila tak tampak perbaikan, diusahakan pemberian plasma atau ekspander plasma
atau dekstran atau preparat hemasel dengan jumlah 15-29 ml/kg berat badan.
Dalam ha) ini perlu diperhatikan ke-ada-an asidosis yang harus dikoreksi dengan
Na-bi-karbonas. Pada umumnya untuk menjaga ke-seimbangan volume
intravaskular, pemberian cairan intravena baik dalam bentuk elektrolit maupun

13
plasma dipertahankan 12-48 jam se-telah renjatan teratasi. Transfusi darah
dilakukan pada:
1. Pasien dengan perdarahan yang mem-bahayakan (hematemesis dan melena)
2. Pasien DSS yang pada pemeriksaan berkala, menunjukkan penurunan kadar Hb
dan Ht.

Pemberian kortikosteroid dilakukan telah ter-bukti tidak terdapat


perbedean yang bermakna antara terapi tanpa atau dengan kortikosteroid. Pada
pasien denqan renjatan yang lama(prolonged shocK), DIC diperkirakan merupa-
kan penyebab utama perdarahan. Bila dengan pemeriksaan hemostatis terbukti
adanya DIC, heparin perlu diberikan.5,12

PENCEGAHAN

Untuk memutuskan rantai penularan, pemberantasan vektor dianggap cara


paling memadai saat ini. Vektor dengue khususnya A.aegypti sebenarnya mudah
diberantas karena sarang-sarangnya terbatas di tempat yang berisi air bersih dan
jarak terbangnya maksi-mum 100 meter. Tetapi karena vektor terbesar luas, untuk
keberhasilan pemberantasan diperlukan total coverage (meliputi seluruh wilayah)
agar nyamuk tak dapat berkembang biak lagi.

Ada 2 cara pemberantasan vektor:


1. Menggunakan insektisida.
Yang lazim dipakai dalam program pemberantasan demam berdarah
dengue adalah malathion untuk membunuh nyamuk dewasa (adultisida) dan
temephos (abate) untuk membunuh jentik (larvasida). Cara penggu-naan
malathion ialah dengan pengasapan (thermal fogging) atau pengabutan (cold
fogging).
Untuk pemakaian rumah tangga dapat digunakan berbagai jenis
insektisida yang disemprotkan di dalam kamar/ruangan, misalnya golongan
organofosfat, karbamat atau pyrethroid.

14
Cara penggunaan ternephos (abate) ialah dengan pasir abate (sand
granules) ke dalam sarang-sarang nyamuk aedes, yaitu bejana tempat
penampungan air bersih
3. Tanpa insektisida
Caranya adalah dengan :
-
Menguras bak mandi, tempayan dan temapt penampungan air minimal 1
kali seminggu.
-
Menutup tempat penampungan air dengan rapat.
-
Membersihkan halaman rumah dari tempat/kaleng-kaleng bekas, botol-
botol pecah dan benda lain yang memungkinkan nyamuk bersarang.2,5

PROGNOSIS

Kematian oleh demam dengue hampir tidak ada, sebaliknya pada DHF/DSS
mortalitasnya cukup tinggi. Penelitian pada orang dewasa di Surabaya, Semarang,
dan Jakarta memperlihatkan bahwa prognosis dan perjalanan penyakit umumnya
lebih ringan dari pada anak-anak.
Dan penelitian tahun 1993 dijumpai keadaan penyakit yang terbukti
bersama-sama muncul dengan DHF yaitu demam tifoid, bronkopneumonia,
anemia dan kehamilan.5

KESIMPULAN
Dengue, merupakan penyakit virus yang diperantarai oleh nyamuk, sering
terjadi pada manusia. Infeksi virus dengue pada manusia mengakibatkan suatu
spektrum manifestasi klinis yang bervariasi antara penyakit paling ringan (mild
undifferentiated febrile illness), dengue fever, dengue haemorrhagic fever dan
dengue shock syndrom. Penatalaksanaannya adalah dengan mengatasi
gejala/keluhan yang dirasakan pasien hingga pemberian replacement volume
untuk mengatasi gangguan sirkulasi yang terjadi. Usaha pencegahan adalah
dengan memutuskan rantai penularan dan terutama pemberantasan
pemberantasan vektor. Prognosis penyakit buruk pada keadaan-keadaan dengan
terjadinya sindoma shock dengue.

15
DAFTAR PUSTAKA

16
12. Hadinegoro S.R, Demam berdarah dengue Dalam : naskah lengkap
pelatihan bagi dokter spesialis anak dan dokter spesialis penyakit dalam
dalam tata laksana DBD, Penerbit FKUI, Jakarta, 2005. hal
1. vani, demam berdarah dengue dalam: http:/ www.bmjournals.com , may
2005.
2. Caribbean Epidemiologi Center (CAREC) Dengue dalam:
http://www.carec.org/publications/DENGUIDE_lab.htm
3. WHO, Clinical Diagnosis of Dengue dalam: http://
www.who.int/entity/csr/resources/publications/dengue/12-23.pdf
4. Hagop Isnar,MD, Dengue dalam : http://www.emedicine.com
5. WHO, Clinical Diagnosis of Dengue dalam: http://
www.who.int/entity/csr/resources/publications/dengue/1-11.pdf
6. Scott B.Halstead, Dengue Haemorragic Fever dalam Textbook of
Pediatrics
7. WHO, Dengue and Dengue Haemorragic Fever dalam:
http://w3.whosect.org/en/section10/section332/section1631.htm
8. BHJ, Dengue, Dengue Haemorragic Fever, Dengue Shock Syndrome
dalam: http://www.bhj.org/journal/2001_4303_july01/review_380.htm

17

You might also like