You are on page 1of 3

Pergaulan Yang Baik Dalam Perspektif Islam

Oleh Drs. H. As’ad Marlan, M.Ag

Sebagaimana kita ketahui, akhir-akhir ini kita banyak mendapatkan pelajaran dari
fenomena yang terjadi dalam masyarakat, mulai dari persoalan-persoalan yang kecil
sampai pada persoalan yang besar bahkan terkesan sadis dan tidak manusiawi.
Adanya anak mencaci orang tua, anak membunuh orang tua, orang tua membunuh
anak dan lain sebagainya. Kita menyaksikan juga bagaimana hancurnya hati orang
tua yang menyaksikan putranya bersimbah darah ketika diadakan konser musik di
Bandung yang banyak menelan korban jiwa. Mereka mati terinjak-injak akibat
berdesakan diantara penonton. Memang sungguh memilukan dan memprihatinkan
bagi semua pihak, tetapi apapun keadaannya, ini adalah masalah kita, kita merasa
ikut bertanggungjawab atas semua kejadian itu dan sebagai wujud tanggung jawab
itu adalah dengan menegakkan “amar ma’ruf nahi munkar”, sehingga pengorbanan
mereka itu tidak sia-sia.

Allah SWT telah memberikan konsep yang jelas tentang tata cara pergaulan yang
baik di dalam Al-Quran, diantaranya:

Pertama, jangan mengolok-olok orang lain. Maksudnya, dalam hidup bermasyarakat,


kita dilarang mengolok-olok orang lain atau suatu golongan dengan kata-kata atau
perbuatan yang menyakitkan, sehingga menimbulkan permusuhan dan kebencian
diantara mereka, sebab belum tentu orang yang diolok-olok atau yang diremehkan itu
lebih rendah dibanding dia, boleh jadi orang yang diremehkan itu lebih baik dari
orang yang meremehkan. Allah SWT berfirman : “Hai orang-orang yang beriman,
janganlah kamu mengolok-olokkan kaum yang lain, karena boleh jadi mereka (yang
diolok-olokkan) lebih baik dari mereka yang mengolok-olokkan”. (QS. Al-Hujurat :
11). Ketika seseorang menghina atau merendahkan orang lain, sesungguhnya dalam
dirinya telah kemasukan sifat sombong dan ia tidak menyadari dengan perbuatannya
itu dia telah merendahkan dirinya disisi Allah, dan tanpa dia sadari telah meletakkan
dirinya pada posisi sebagai musuh Allah SWT.

Kedua, jangan mencela, maksudnya adalah seorang muslim dilarang mencela muslim
yang lain, walaupun beda partai, karena apabila seorang muslim mencela muslim
lainnya, sesungguhnya dia telah mencela dirinya sendiri. Orang mu’min itu
digambarkan oleh Nabi sebagai suatu bangunan yang kokoh. Rasulullah SAW
bersabda: “Orang mu’min itu terhadap mu’min yang lain seperti suatu bangunan,
yang satu mengokohkan bagian yang lainnya”. (HR. Tirmizi dan Nasa’i).

Ketiga, mendamaikan. Maksudnya, apabila ada dua orang atau lebih atau dua
golongan yang saling bersitegang atau bermusuhan, maka usahakan
mendamaikannya dengan tujuan ingin meluruskan orang yang bersengketa itu. Oleh
karena itu sebagai muslim, apabila kita melihat saudara kita yang sedang bermusuhan
dianjurkan untuk mendamaikan sehingga membawa kepada kemaslahatan bersama.
Allah SWT berfirman : “Dan jika ada dua golongan dari orang-orang mu’min
berperang, maka damaikanlah antara keduanya”. (Q.S. Al-Hujarat : 9) dan dalam
ayat berikut Allah SWT memperingatkan: “Sesungguhnya orang-orang mu’min
adalah bersaudara, karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertakwalah
kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat”. (Q.S. Al-Hujarat : 10).

Keempat, jangan buruk sangka, maksudnya seorang muslim dilarang berburuk


sangka kepada orang lain, buruk sangka kepada Allah yang telah melimpahkan
segala karunia-Nya. Seorang muslim harus berbaik sangka kepada orang lain, apalagi
kepada Allah. Allah SWT berfirman : “Hai orang-orang yang beriman, jauhilah
kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa”.
(Q.S. Al-Hujarat : 12). Berprasangka baik kepada sesama artinya dalam hati dan
pikiran kita tidak boleh terlintas adanya pikiran yang menyatakan orang lain itu akan
mencelakakan kita dengan perkataan atau dengan perbuatannya, sebaliknya apa yang
dilakukan orang lain itu adalah yang terbaik untuk mereka dan tidak bermaksud
untuk menyakiti kita sebelum ada indikasi yang mengarah kepada usaha untuk
menyakiti kita, namun kita juga harus tetap waspada terhadap segala kemungkinan
yang akan menimpa diri kita.

Kelima, jangan mencari-cari kesalahan orang lain. Maksudnya seorang muslim


dilarang mencari-cari kesalahan orang lain. Hal ini juga akan menimbulkan
ketidakseimbangan dalam pergaulan, apabila seseorang mencari-cari kesalahan orang
lain dengan tujuan untuk menjatuhkannya dan ia merasa bangga kalau sudah mampu
menjatuhkannya dengan berbagai kesalahan yang telah berhasil ia sebarkan kepada
orang lain, sehingga muncul ketidaksimpatisan masyarakat pada orang tersebut,
maka terjadilah permusuhan diantara mereka. Biasanya hal ini muncul ketika
seseorang sudah saling memperebutkan jabatan dalam organisasi, para kandidat
sudah merancang strategi bagaimana bisa menjatuhkan kandidat lain, yang mereka
sengaja mengungkapkan kesalahan-kesalahan lawannya, agar simpatisan mereka
berpindah mendukung kepadanya. Allah SWT mengingatkan dalam hal ini : “Dan
janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain”. (Q.S. Al-Hujarat : 12). Apabila
memang benar ada kesalahan orang lain, tapi itu merupakan aib bagi orang itu, maka
Rasulullah melarang untuk mengungkit-ungkit aib tersebut, bahkan dianggap sebagai
salah satu yang mengakibatkan terhapusnya amal kebaikan seorang hamba.
Rasulullah SAW besabda : “Ada enam macam sikap yang dapat menghapuskan
segala amal kebaikan, yaitu sibuk dengan meneliti aib orang lain, keras hati, cinta
dunia, sedikit rasa malu, panjang angan-angan dan perbuatan zalim yang tak henti-
hentinya”. (HR. Dailani)

Keenam, memanggil dengan panggilan yang buruk. Maksudnya seseorang dilarang


memanggil orang lain dengan mengganti nama yang menyakitkan, misalnya dengan
menyebut seseorang sebagai kafir, murtad, fasik, munafik, syirik atau dengan
panggilan lain yang menyakitkan. Allah SWT berfirman : “Dan janganlah kamu
panggil memanggil dengan gelar-gelar yang buruk, seburuk-buruk panggilan ialah
panggilan yang buruk sesudah iman dan siapa saja yang tidak bertaubat, maka
mereka itulah orang-orang yang zalim”. (QS. Al-Hujarat : 11). Disamping itu
panggilan dengan gelar-gelar itu dapat menimbulkan permusuhan diantara mereka,
tidak jarang sebuah permusuhan itu diawali oleh perkataan-perkataan yang saling
merendahkan di antara mereka, apalagi kalau sampai melontarkan kata-kata kafir,
sungguh merupakan kezaliman yang besar. Rasulullah SAW telah mengingatkan
dengan tegas : “Siapa yang memanggil seseorang dengan kalimat, hai kafir atau
musuh Allah, padahal yang dikatakan tu tidak demikian, maka akan kembali pada
dirinya (kekafiran itu kembali pada orang yang mengatakan)”. (HR. Bukhari dan
Muslim).

Penutup
Pergaulan dan persahabatan yang baik tidak sampai putus karena permasalahan yang
tidak prinsip dan sepele atau karena informasi negatif yang belum jelas kebenarannya
terhadap sahabat kita. Sebab sebagai sahabat sesama muslim mempunyai kewajiban
terhadap saudaranya untuk saling tolong menolong. Allah SWT berfirman : “Dan
tolong menolonglah kamu dalam kebajikan dan takwa dan jangan saling menolong
dalam perbuatan dosa dan permusuhan”. (Q.S. Al-Maidah : 2). Wallahu A’lam.

You might also like