Professional Documents
Culture Documents
Kecap ikan
Kecap ikan (fish sauce) adalah cairan yang diperoleh dari fermentasi ikan dengan garam.
Kecap ikan biasanya digunakan sebagai bumbu untuk memasak, pencelupan seafood, dan
makanan orang Timur, dibuat oleh nelayan sepanjang negara Asean. Nama kecap ikan di
negara-negara Asean juga berbeda (Indonesia : petis; Thailand : nam pla, Filipina : patis;
Jepang : shottsuru, dan Vietnam : nước mắm). Keunikan karakteristik kecap ikan adalah
rasanya yang asin dan berbau ikan.
Daftar isi
[sembunyikan]
• 5 Pranala luar
Di Filipina kecap ikan dibuat dengan menggunakan ikan kecil-kecil dan ikan shrimp
(Atya sp). Proses pembuatannya sama dengan nouc mam, walaupun kurang komplet dan
tanpa memerlukan pertimbangan waktu. Patis ini dibuat dengan mengeringkan sebagian
kandungan air dalam fermentasi dengan merebusnya.
Di Thailand kecap ikan (nam pla) dibuat dari ikan-ikan Clupeidae dan dapat pula dari
ikan kecil-kecil. Proses pembuatannya sama dengan nouc-mam tetapi biasanya lebih
sederhana dengan waktu pemeraman 6 bulan, bahkan 2-3 tahun dianjurkan untuk
menghasilkan produk yang lebih baik. Pendekatannya, 1 kg ikan akan menghasilkan 1
liter nam-pla. Di beberapa daerah Thailand, nam-pla juga kadang-kadang dibuat dari ikan
air tawar.
Di Jepang, shottsuru dipersiapkan dari sarden, hering atau sisa-sisa limbah pengolahan
ikan. Pembuatannya hampir sama dengan pembuatan kecap ikan lainnya. Penambahan
antioksidan juga telah direkomendasikan dalam produk tersebut untuk mencegah
ketengikan. Sedangkan petis di Indonesia dibuat dengan memasak dan
mengkonsentratkan cairan fermentasi ikan yang telah digarami tadi dengan
menambahkan sedikit tepung. Produk ini biasanya bermutu rendah dibanding dengan
produk kecap ikan negara-negara Asia Tenggara lainnya karena perbandingan nitrogen
dan garamnya agak rendah.[1]
Pemasakan pada 95-100℃ dapat mereduksi kecernaan protein dan asam amino. Selain
itu, protein terlarut, peptida dengan berat molekul rendah, dan asam amino bebas dapat
larut dalam air perebus, sehingga perebusan sebaiknya dilakukan di bawah 100℃.
Pemanasan yang berlebihan (di atas 90℃ secara berulang-ulang) dapat menyebabkan
pembentukan H2S yang merusak aroma dan mereduksi ketersediaan sistein dalam produk.
Selain itu, pemanasan juga menyebabkan terjadinya reaksi Maillard antara senyawa
amino dengan gula pereduksi yang membentuk melanoidin, suatu polimer berwarna
coklat yang menurunkan nilai kenampakan produk. Pencoklatan juga terjadi karena
reaksi antara protein, peptida, dan asam amino dengan hasil dekomposisi lemak. Reaksi
ini dapat menurunkan nilai gizi protein ikan dengan menurunkan nilai cerna dan
ketersediaan asam amino, terutama lisin.
Secara umum proses pengolahan kecap ikan adalah dengan menggarami ikan yang telah
dihaluskan, kemudian disimpan dalam wadah yang tertutup rapat selama 3 sampai
beberapa bulan. Selanjutnya cairan yang dihasilkan disaring untuk mendapatkan kecap
ikan bebas ampas, lalu dikemas dalam botol steril dan dipasteurisasi.
Mahalnya harga enzim proteolitik yang murni menjadi kendala untuk menghasilkan
kecap ikan yang cepat, mudah dan murah. Namun dengan memanfaatkan getah pepaya
dan ekstrak buah nenas sudah dapat menggantikan peran enzim proteolitik yang murni
tadi.
Dalam getah buah pepaya terdapat enzim proteolitik yang sering disebut papain. Papain
ini memiliki kapasitas yang tinggi untuk menghidrolisis protein. Dalam industri makanan,
papain sudah cukup banyak digunakan antara lain untuk mempertahankan kesegaran bir,
pelunakan daging dan menghilangkan protein pada makanan. sedangkan buah nenas,
khususnya nenas muda juga terdapat enzim proteolitik lain yaitu bromelin.
Kemampuannya dalam menghidrolisis protein juga tidak jauh berbeda dari papain.
Namun masalahnya, kecap ikan yang dihasilkan memiliki aroma dan warna yang jauh
berbeda dari kecap ikan yang dibuat secara tradisional, walaupun kandungan gizinya
tidak jauh berbeda.