Professional Documents
Culture Documents
Disusun Oleh:
JURUSAN KIMIA
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2010
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Varietas : Assamica
1. Teh Hijau
Teh hijau diperoleh tanpa proses fermentasi; daun teh diperlakukan
dengan panas sehingga terjadi inaktivasi enzim. Pemanasan ini dilakukan
dengan dua cara yaitu dengan udara kering dan pemanasan basah dengan
uap panas (steam). Pada pemanasan dengan suhu 85 °C selama 3 menit,
aktivitas enzim polifenol oksidase tinggal 5,49 %. Pemanggangan (pan
firing) secara tradisional dilakukan pada suhu 100-200 °C sedangkan
pemanggangan dengan mesin suhunya sekitar 220-300 °C. Pemanggangan
daun teh akan memberikan aroma dan flavor yang lebih kuat dibandingkan
dengan pemberian uap panas. Keuntungan dengan cara pemberian uap
panas, adalah warna teh dan seduhannya akan lebih hijau terang.
Gambar . via, 2009, Miracle, http://via-
christ.blogspot.com/2009/11/udah-pada-tahu-belum-manfaat-dari-teh.html
2. Teh Hitam
Teh hitam diperoleh melalui proses fermentasi. Dalam hal ini fermentasi
tidak menggunakan mikrobia sebagai sumberenzim, melainkan dilakukan
oleh enzim polifenol oksidase yang terdapat di dalam daun teh itu sendiri.
Pada proses ini, katekin (flavanol) mengalami oksidasi dan akan
menghasilkan thearubigin. Caranya adalah sebagai berikut: daun teh segar
dilayukan terlebih dahulu pada palung pelayu, kemudian digiling sehingga
sel-sel daun rusak. Selanjutnya dilakukan fermentasi pada suhu sekitar 22-
28 °C dengan kelembaban sekitar 90 %. Lamanya fermentasi sangat
menentukan kualitas hasil akhir; biasanya dilakukan selama 2-4 jam.
Apabila proses fermentasi telah selesai, dilakukan pengeringan sampai
kadar air teh kering mencapai 4-6%.
Gambar. Tumiel, 2009, Teh Hitam Cegah Sakit Jantung, Kanker dan
Diabetes, http://tumiel.wordpress.com/category/uncategorized/
Gambar. Tim sehat HNI, 2010, Teh Hitam Kurangi Risiko Jantung,
http://www.hermawan.net/index.php?action=news.detail&id_news=4399
3. Teh Oolong
Teh oolong diproses secara semi fermentasi dan dibuat dengan bahan
baku khusus, yaitu varietas tertentu yang memberikan aroma khusus. Daun
teh dilayukan lebih dahulu, kemudian dipanaskan pada suhu 160-240 °C
selama 3-7 menit untuk inaktivasi enzim, selanjutnya digulung dan
dikeringkan.
Selain dari jenis 3 teh diatas, terdapat juga jenis teh yang lain yaitu teh putih.
Teh ini dalam pengolahannya tidak melalui proses oksidasi. Saat di pohon, daun
teh juga terlindung dari sinar matahari agar tidak menghasilkan klorofil atau zat
hijau daun. Karena diproduksi lebih sedikit, harganya lebih mahal (Joker, 2009,
manfaat minum teh, http://ayodonkbaby.blogspot.com/2009/10/manfaat-minum-
teh.html).
http://ayodonkbaby.blogspot.com/2009/10/manfaat-minum-teh.html.
Tabel di bawah ini menunjukkan komposisi dari teh hitam (Tuminah, 2004):
2.1.2 Kafein
Kafein adalah derivat xantinselain teofiln dan aminofilin yang merupakan dioksi
purin dengan struktur mirip dengan asam urat (Ganiswara dkk,1995). Pembuatan
asam urat dalam tubuh, yang merupakan hasil metabolisme puren yang diawali
dengan pembentukan xantin yang diubah oleh enzim xantin oxidase menjadi asam
urat (Harper,1979). Kafein ialah alkaloid yang tergolong dalam famili methylxanthine
bersama-sama senyawa teofilin dan teobromin. Kafein ialah serbuk putih yang pahit.
Kafein memiliki berat molekul 194.19 dengan rumus kimia C8H10N8O2 dan pH 6.9
(larutan kafein 1% dalam air) (Siswono, 2007) :
Gambar 1. Struktur Molekul Kafein (NCyberAutism, 2008, Kafein,
http://www.egamesbox.com/viewthread.php?action=printable&tid=5137)
Kafein ialah senyawa kimia yang dijumpai secara alami di dalam makanan
contohya biji kopi, teh, biji kelapa, buah kola (Cola nitida), guarana, dan maté. Ia
terkenal dengan rasanya yang pahit dan berlaku sebagai perangsang sistem saraf
pusat, jantung, dan pernafasan. Kafein juga bersifat diuretik (dapat dikeluarkan
melalui air kencing) (Anonim1,2006)
Kafein adalah zat yang secara alamiah diproduksi dedaunan dan biji-bijian
tumbuhan. Kafein juga diproduksi secara artificial dan ditambahkan kedalam
beberapa produk makanan. Kafein terdapat didalam daun teh, biji kopi, coklat, obat
penghilang rasa sakit. Pada minuman ringan juga sering ditambah kafein. Kafein
merupakan zat stimulant ringan yang dapat menyebabkan jantung menjadi berdebar
dan menghilangkan rasa kantuk. Banyak orang yang setelah mengkonsumsi kafein
menjadi lebih energetic dan besemangat. Dalam bentuk aslinya, kafein itu rasanya
sangat pahit. Namun banyak minuman yang memakai kafein telah melalui proses
yang panjang untuk mengklamufase rasa pahit tersebut. Pada soft drink selain
terdapat kafein, juga terdapat gula dan zat artifisial lainnya (P.T Indointernet,2000).
2.1.3.1 Ekstraksi
Ekstraksi adalah metode pemisahan yang melibatkan proses pemindahan satu
atau lebih senyawa dari satu fasa ke fasa lain dan didasarkan pada prinsip kelarutan,
Jika kedua fasa tersebut adalah zat cair yang tidak saling bercampur, disebut ekstraksi
cair-cair. Dalam ekstrasi ini secara umum prinsip pemisahannya adalah senyawa
tersebut kurang larut dalam pelarut yang satu dan sangat larut dalam pelarut yang
lain. Biasanya air digunakan sebagai pelarut polar, pelarut lainnya adalah pelarut
yang tidak bercampur dengan air. Syarat lainnya adalah pelarut organik harus
memiliki titik didih jauh lebih rendah daripada senyawa terekstrasi, tidak mahal dan
tidak bersifat racun (Anonim3,2009).
Ekstraksi dengan menggunakan pelarut merupakan salah satu metode
pemisahan yang baik dan populer karena dapat dilakukan untuk tingkat mikro
maupun makro. Ekstraksi terdiri dari dua macam yaitu ekstraksi padat-cair dan cair-
cair. Ekstraksi cair-cair merupakan suatu pemisahan yang didasarkan pada perbedaan
kelarutan komponen dua pelarut yang tidak saling bercampur. Alat yang digunakan
adalah alat yang sederhana yaitu corong pisah. Pelarut yang umumnya digunakan
dalam suatu ekstraksi adalah n- heksana, eter, petroleum eter, benzene, toluene, dan
kloroform( Day dan Underwood, 1989).
Pada proses pengisolasian kafein dari daun teh, digunakan beberapa metode ekstraksi
yaitu (Basset, J. dkk, 1994):
a. Pemilihan Pelarut
Kemampuan pelarut dalam ekstraksi berbeda, tergantung pada struktur
kimianya dan struktur kimia zat terlarut.
b. Pemilihan Kondisi
Tergantung pada proses ekstraksi alami, suhu, pH, dan waktu pendiaman
mengakibatkan pada hasil dan selektifitas. Suhu dapat juga digunakan sebagai
variabel untuk mengubah selektifitas. Perubahan pH berari pada ekstraksi
logam dan bio ekstraksi. Waktu pendiaman sangat penting sebagai parameter
dalam proses ekstraksi reaktif dan dalam proses yang melibatkan komponen
yang berumur pendek.
c. Pemilihan Model Operasi
Ekstraktor dapat dioperasikan dalam model erros current or counter current.
d. Pemilihan Tipe Ekstraktor
Ekstraktor dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
2.1.3.2 Sublimasi
Sublimasi adalah perubahan fase suatu zat langsung dari fase padat ke fase
gas tanpa melalui fase cairnya dan bila didinginkan akan langsung berubah menjadi
fase padat kembali. Senyawa padat yang dihasilkan akan lebih murni daripada
senyawa padat semula karena saat dipanaskan hanya senyawa tersebut yang
menyublim, kotoran tetap tinggal dalam tabung ( Sudja, 1990 ).
Cara kerja sublimasi adalah zat yang akan disublimasi dimasukkan dalam
cawan / gelas piala untuk keperluan sublimasi, ditutup dengan gelas arloji, corong /
labu berisi air sebagai pendingin, kemudian dipanaskan dengan api kecil pelan –
pelan. Zat padat akan menyublim berubah menjadi uap, sedangkan zat pencampur
tetap padat. Uap yang terbentuk karena adanya proses pendinginan berubah lagi
menjadi padat yang menempel pada dinding alat pendingin. Bila sudah tidak ada lagi
zat yang menyublim, dihentikan proses pemanasan dan dibiarkan dingin supaya uap
yang terbentuk menyublim semua kemudian zat yang terbentuk dikumpulkan, dikerok
dan diperiksa kemurniannya. Bila kurang murni ulang proses sublimasi sampai
didapatkan zat yang murni ( Sudja, 1990 ).
Pada umumnya suat senyawa organik yang berbentuk kristal memiliki suatu titk
lebur yang tertentu dan tepat. Suhu tetap disaat zat padat berada dalam
keseimbangan dengan fase cairnya pada tekanan standart. Disaat suhu itulah zat
padat akan melebur. Zat-zat padat ionik umumnya memiliki titk leleh tinggi, jauh lebih
tinggi dari titk leleh zat padat yang gaya-gayanya kovalen. Range titik lebur
(perbedaan antara temperatur dimana kristal tersebut mulai melebur dan temperatur
dimana sampel menjadi cairan sempurna) tidak lebih dari 0,5ºC. Titik lebur
dipengaruhi oleh hadirnya zat-zat pencemar yang akan menekan titik leleh, serta
kriteria kemurnian. Sedikit saja diintervensi oleh impuritis sudah mampu memperlebar
irayel, titik leburnya menyebabkan suhu awal terjadinya pelelehan lebih rendah/tinggi
dari pada titik lebur sebenarnya (Arsyad,2001)
Pelaksaanan kromatografi lapis tipis menggunakan sebuah lapis tipis silika atau
alumina yang seragam pada sebuah lempeng gelas atau logam atau plastik yang
keras. Jel silika (atau alumina) merupakan fase diam. Fase diam untuk kromatografi
lapis tipis seringkali juga mengandung substansi yang mana dapat berpendarflour
dalam sinar ultra violet, alasannya akan dibahas selanjutnya. Fase gerak merupakan
pelarut atau campuran pelarut yang sesuai ( Jim, Clark, 2007).
Dengan jelas senyawa hanya dapat bergerak ke atas pada lempengan selama
waktu terlarut dalam pelarut. Ketika senyawa diserap pada jel silika untuk sementara
waktu proses penyerapan berhenti dimana pelarut bergerak tanpa senyawa. Itu
berarti bahwa semakin kuat senyawa dijerap, semakin kurang jarak yang ditempuh ke
atas lempengan. Hal ini memungkinkan senyawa-senyawa tidak terpisahkan dengan
baik ketika anda membuat kromatogram. Dalam kasus itu, perubahan pelarut dapat
membantu dengan baik termasuk memungkinkan perubahan pH pelarut.
Harga Rf= jarak yang ditempuh oleh senyawajarak yang ditempuh oleh pelarut
2.1.3.2Spektrofotometri UV-Vis
Spektrofotometri UV-Vis didasarkan pada interaksi antara energi elektromagetik
dengan moleku l. Interaksi tersebut menyebabkan penyerahan energi radiasi
elektromagnetik, dimana serapan ini bersifat spesifik untuk setiap molekul tersebut
(suatu aspek kualitatif). Disamping itu banyaknya serapan berbanding lurus dengan
banyaknya zat kimia (aspek kuantitatif) (Pescock, et all,1970).
Gugus yamg diserap pada daerah UV adalah kromofor yang menyatakan gugus
tak jenuh kovalen yang dapat menyerap radiasi dalam daerah UV dan tampak.
Penyerapan sejumLah energi menimbulkan percepatan dari elektron dalam orbital
berenergi yang lebih tinggi dalam keadaan tereksitasi (Sastrohamidjojo, 1985).
Radiasi UV-Vis berada pada daerah panjang gelombang 200-700 nm, dimana
absorbansi molekul dalam daerah ini sangat tergantung struktur elektronik dari
molekul-molekul itu sendiri. Energi yang diserap tergantung pada perbedaan energi
antara tingkat energi dasar dengan energi tingkat eksitasi, makin kecil beda energi
maka semakin besar panjang gelombang dari molekul tersebut (Sastrohamidjojo,
1985).
2.1.3.3Spektrofotometri Infra Merah
Spektrofotometri Infra Red atau Infra Merah merupakan suatu metode yang
mengamati interaksi molekul dengan radiasi elektromagnetik yang berada pada
daerah panjang gelombang 0,75 – 1.000 µm atau pada Bilangan Gelombang 13.000 –
10 cm-1. Radiasi elektromagnetik dikemukakan pertama kali oleh James Clark
Maxwell, yang menyatakan bahwa cahaya secara fisis merupakan gelombang
elektromagnetik, artinya mempunyai vektor listrik dan vektor magnetik yang
keduanya saling tegak lurus dengan arah rambatan (Febri, 2007). Spektroskopi Infra
Merah merupakan teknik analisis kimia yang metodenya berdasarkan pada
penyerapan sinar infra merah (IR) oleh molekul senyawa. Panjang gelombang IR
tergolong pendek, yakni sekitar 0.78-1000 µm, sehingga tidak mampu mentransisikan
elektron, melainkan hanya menyebabkan molekul bergetar (vibrasi) (Khopkar, 1984).
Bagian Molekul yang sesuai bila berinteraksi dengan sinar IR adalah ikatan di
dalam molekul. Proses interaksi menghaslkan proses interaksi energi vibrasi. Dalam
aturan seleksi, proses interksi positif (yang menyerap sinar IR hanya terjadi pada
molekul yang perubahan momen dipolnya sama dengan nol misalnya nitrogen tidak
menyerap sinar IR atau disebut IR tidak aktif (Hendayana, 1994).
2.2.1 Kloroform
Merupakan larutan tak berwarna yang sangat reaktif, volatine dan berbau khas.
Titik didih 61,2 °C, densitas 1,48 gr/mL, Konstanta dielektrik 4,806 dapat larut dalam
alcohol, eter dan benzen, sedikit larut dalam air, tidak mudah terbakar, terbakar
padasuhu yang tinggi. Berbahaya untuk peernafasan, anestesi, karsinogen.
Digunakan sebagai pelarut, industri plastik, insektisida dan fumigant ( Sax and Lewis,
1987 ).
2.2.2 Na2CO3
Merupakan bubuk kristal putih yang tidak berbau, berasa pahit, larut dalam air
dan gliserol, tidak larut dalam alkohol dan tidak mudah terbakar. Densitas 2,671
gr/mL, titik lelehnya 888 °C. Digunakan dalam industri pembuatan kertas, papan
kertas, aditif makanandan gelas ( Sax and Lewis, 1987 ).
2.2.4 Aquades
Merupakan larutan elektrolit lemah, cairan tidak berwarna, tidak berasa,
tidak berbau, bersifat polar dengan konstanta dielektrik 81 pada suhu 17 °C.
Viskositas 0,01002 poise. Digunakan sebagai pelarut universal ( Sax and Lewis,
1987 ).
2.2.5Etanol
Merupakan cairan yang mudah menguap, mudah terbakar, tidak berwarna,dan
memiliki rumus molekul C2H5OH, densitas 0,789 g/cm3, titik leleh -114,3 °C dan titik
didih 78,4° C (Sax and Lewis, 1987).
2.2.6Asam Asetat Glasial
Merupakan senyawa kimia dengan rumus molekul CH3COOH, termasuk cairan
higroskopis tak berwarna, dan memiliki titik beku 16,7°C. Digunakan sebagai pemberi
rasa asam dan aroma dalam makanan (Sax and Lewis, 1987).
2.3.1 Kafein
Kafein adalah komponen minor dari sejumLah makanan termasuk kopi, teh, soft
drink dan coklat. Merupakan stimulan yang bertindak sebagai “Appatite Suppresant”
dan efek “Diuretic”. Kafein diklafisifikasikan sebagai alkaloid. Dapat diisolasi dari
tanaman. Ekstraknya harus memperhatikan keasaman, ekstraksi kafein kedalam
pelarut organik dan anion pada lapisan air (Williamson, 1999).
BAB III
METODOLOGI
3.1 Bahan
Bahan-bahan yang digunakan antara lain teh hijau dan the hitam, aquadest,
Na2CO3, Na2SO4 anhidrat, kloroform, etanol, asam asetat glacial, serta pasir silica.
3.2Alat
Alat-alat yang digunakan antara lain neraca analitik, spatula, gelas beaker 500
ml, corong Buchner, corong pisah, botol semprot, serangkaian alat sublimator,
serangkaian alat kondensor, gelas arloji, pipit ukur 10 ml, karet penghisap, water
bath, spektrofotometri UV –Vis, spektrofotometri IR, melting point apparatus, dan
kromatografi lapis tipis.
3.3Skema Kerja
3.3.1 Ekstraksi Kafein
Daun Teh
Filtrat Residu
Filtrat Residu
Filtrat
Dingin
– Diekstrak dengan 25 mL Kloroform sebanyak 3 kali
Cairan
Padatan Kafein
– Ditimbang
– Dilakukan perhitungan
Prosentase Kafein
Padatan
Kafein
– Ditimbang sebanyak 20 – 30 gram dengan neraca analitik
– Dimasukan pada tabung dasar diluar tabung kondensor
Padatan Kafein
Dalam Rangkain
Alat
– Dialiri air es pada kondensor
– Dicelupkan pada penangas minyak sedalam 2 – 2,5 cm
– Dibiarkan hingga dingin
Padatan Pada
Tabung
Kondensor
– Dikerok
– Ditimbang dengan neraca analitik
– Dilakukan perhitungan
Prosentase
Kafein
Murni
Padatan
Kafein
– diambil sedikit
– dimasukan ke dalam pipa kapiler
– ditentukan titik leburnya dengan melting point apparatus
Hasil
0,01 g Padatan
Kafein
– dilarutkan dalam 10 mL kloroform
Larutan
Kafein
– dimasukan dalam kuvet
– dibuat spectrum pada daerah 200 – 800 nm
– dibuat spectrum untuk kafein standard
Hasil
Padatan
Kafein
– Digerus dengan mortar hingga halus
– Dicampur dengan serbuk KBR (KBr : Kafein = 3:1)
Campuran
Kafein +
Alat
Pembuat
Hasil
BAB III
4.1.Hasil Pengamatan
4.1.1 Teh Hijau
4.2.Pembahasan
4.2.1 Analisa Prosedur
4.2.1.1 Isolasi Kafein dari Daun Teh
Prinsip percobaan ini adalah menentukan persentase kafein murni dari daun teh
hijau dan teh hitam dengan cara mengisolasi kafein dari daun teh yaitu dengan
mengekstraksi filtrat daun teh dengan kloroform sehingga kafein berada pada fasa
organiknya lalu diuapkan seluruh kloroform sehingga diperoleh padatan yang
selanjutnya disublimasi. Selanjutnya dilakukan identifikasi sifat fisik yaitu pengujian
titik leleh padatan kafein menggunakan melting point apparatus, serta identifikasi
padatan kafein menggunakan kromatografi lapis tipis (KLT), spektrofotometri UV-Vis,
dan spektrofotometri IR.
Langkah pertama yang dilakukan pada percobaan ini adalah mengisolasi kafein
yang berasal dari daun teh. Langkah awal adalah mendidihkan 500 mL air lalu
memasukkan 60 gram daun teh hitam dan daun teh hijau masing-masing ke dalam air
yang telah mendidih pada wadah yang berbeda kemudian dipanaskan sambil diaduk
selama ± 10 menit. Proses ini disebut dengan proses maserasi, atau proses ekstraksi
padat-cair. Pada proses pemanasan, kafein yang terkandung dalam daun teh akan
larut karena kafein larut pada temperatur 80oC. Selanjutnya campuran terssebut
disaring dengan corong Buchner dalam keadaan panas.
Pada proses sublimasi ini, padatan kafein dari teh hijau dan teh hitam
dimasukkan ke dalam tabung secara terpisah di luar tabung kondensor yang dialiri air
yang berfungsi untuk mempercepat proses pengkondensasian (membentuk padatan).
Kemudian sublimator dimasukkan ke dalam wadah yang berisi pasir ang telah
dipanaskan. Diusahakan agar 3/4 dari tabung sublimator terendam dalam pasir. Pasir
ini memiliki titik leleh yang cukup tinggi daripada kafein dan mampu mengalirkan
energi kalor ( panas ) sehingga kafein akan lebih cepat tersublimasi. Hasil sublimasi
yang diperoleh berupa padatan putih yang menempel di tabung kondensor. Setelah
itu padatan tersebut dikerok dan ditimbang serta diuji titik lelehnya dengan melting
point aparatus untuk mngetahui titik leleh kafein setelah dimurnikan. Selanjutnya
padatan ini disebut sebagai kafein murni.
Pellet yang telah terbentuk dipadatkan dengan menjepit kedua sisi pellet die
menggunakan scrup besar dengan arah yang berlawanan, sehingga akan diperoleh
pelet yang kokoh dan memiliki ketebalan yang cukup. Pellet tersebut diletakkkan
dalam kompartemen secara tegak lurus dan dipastikan dapat terkenai sinar
inframerah. Selanjutnya dilakukan analisis sampel secara komputerisasi
menggunakan software yang khusus untuk menganalisis spektra inframerah. Terdapat
dua menu utama dalam analisis spektroskopi inframerah, yakni menu BKG dan menu
sampel. Pada menu BKg dihgunakan untuk penentuan energi radiasi inframerah yang
digunakan. Sedangkan pada menu sampel digunakan untuk analisi sampel. Menu
perintah (command) yang digunakan adalah pemilihan besarnya persen transmitansi
yang digunakan sebagai data output, pemilihan resolusi dimana dipilih sebesar 2,0
dengan range bilangan gelombang sebesar 4000-400 cm-1. Setelah pengaturan secara
komputerisasi selesai dilakukan, maka diperoleh spektra hubungan antara bilangan
gelombang dan %T.
Langkah pertama yang dilakukan adalah volume kecil (0,01 g) dari padatan
hasil sublimasi yang akan diidentifikasi dilarutkan dalam 10 ml pelarut yang mudah
menguap yakni kloroform, dan kemudian ditotolkan dengan pipa kapiler pada 1-2 cm
dari ujung kertas whatman-40 sebagai fase diam. Kloroform digunakan karena sama
halnya dengan kafein yang merupakan senyawa non-polar sehingga kafein dapat larut
dalam kloroform sesuai dengan prinsip like-dissolve-like. Lalu kertas whatman
tersebut dimasukkan dalam wadah lapis tipis yang telah diisi dengan 3 macam pelarut
sesuai dengan variasi volume yang telah dijenuhkan selama sehari. Kemudian
dibiarkan selama kurang lebih 30 menit agar pemisahan dapat terjadi. Selanjutnya
kertas whatman dikeluarkan dan diletakkan dibawah lampu sinar UV karena kafein
dan pelarutnya merupakan larutan yang tak berwarna sehingga tidak dapat dilihat
pemisahannya melalui kasat mata. Sehingga dapat terlihat apakah terdapat noda
yang menunjukkan pemisahan yang terjadi antara fase gerak dan fase diam.
Graham, H.N., 1984, Tea: Teh Plant And Its Manufacture: Chemistry And
Consumption Of Teh Beverage, In Liss Ar. Teh Methylxanthine
Beverages And Foods: Chemistry, Consumption, and Health Effects. Prog Clin
Biol Rev