Professional Documents
Culture Documents
Ergonomic Assesment
Pemilihan Objek
Observasi Lapangan 1
Identifikasi Masalah
Masalah-masalah di
semua stasiun kerja
Pemilihan stasiun kerja yang paling kritis sebagai objek pengamatan selanjutnya
Observasi Lapangan 2
A
A
Analisis data
ya
n
FINISH
BAB I
PENDAHULUAN
Fasilitas yang kami jadikan objek penelitian pada ergonomic assessment ini adalah Kantin Barat Laut ITB
yang disebut KBL. Kantin ini dinamakan Kantin Barat Laut karena memang posisinya berada di barat laut
dari gerbang utama ITB di jalan Ganesha. Kantin ini berada di antara gedung TI,matematika,dan SBM.
Kantin ini menyediakan berbagai macam menu pilihan yaitu menu pesan dan prasmanan yang dapat
diambil sendiri oleh customer (self service). Khusus pada menu pesan setelah memesan anda akan
diberikan tanda nomor berwarna merah yang relative kecil sebagai penanda pesanan.
KBL terdiri dari dua lantai, lantai bawah untuk dapur makanan,prasmanan dan pemesanan manu pesan
sednagkan di atas untuk dapur minuman. KBL memiliki kurang lebih 12 pegawai. 1 sebagi kasir, 1 untuk
melayani menu pesan, 3 orang untuk mengantar pesanan, 4 bekerja di dapur masak, dan 3 orang untuk
membuat pancake maupun jenis2 minuman. 3 orang yang mengantar pesanan ini selalu bermobilisasi
naik dan turun terutama pada jam-jam sibuk yaitu pukul 11-13 saat istirahat siang. Mereka bisa naik dan
turun tanpa henti.
Kantin ini dapat diakses melalui dua cara yaitu tangga besar yang menuju ke atas maupun ke bawah dan
tangga kecil yang cukup curam untuk akses menuju ke lantai atas saja. KBL berkapasitas kurang lebih
sekitar 100 orang.
1.2 Tujuan
Bab ketiga berisi tentang perancangan, yaitu analisis mengenai kondisi objek penelitian saat ini dari
sisi ergonomi. Misalnya dapat dilihat dari Visual Display, Anthropometri,Biomekanika, dan dianalisis
masing-masing sekaligus dengan saran perbaikannya.
Bab ke-empat akan menjelaskan analisis perbandingan kondisi sekarang dengan saran perbaikan
yang peneliti sarankan pada bab 3 dan masing-masing dianalisis per objek.
Bab ke-lima berisi kesimpulan dari keseluruhan tugas ergonomic asessment ini.
Yang terakhir adalah Daftar Pustaka yang menjelaskan tentang sumber dari literatur dan referensi
bagi peneliti.
BAB II
EVALUASI KONDISI EXISTING
2.1 Antropometri
KBL dibuka dari pagi sekitar pukul 8.00 wib. Dari waktu tersebutlah kasir berada pada tempat kasir
berada, di mana ada meja (dengan laci sebagai tempat penyimpanan uang usaha), tisue, kalkulator,
kursi, dll.
Dari aspek antropometri, kami mengambil tempat duduk / kursi dari kasir Kantin Barat Laut (KBL) ITB
sebagai objek. Kami memilih kursi tersebut karena kami melihat bentuk dan dimensi dari kursi tersebut
yang kurang pas / kurang ideal bagi semua orang pada umumnya, dan bagi kasir KBL khususnya.
Kursi yang digunakan untuk kasir KBL ini memiliki beberapa kekurangan dalam aspek Antropometri
sehingga bisa dikatakan tidak Ergonomis untuk penggunanya. Kekurangan / ketidaksesuaian kursi
tersebut, antara lain :
Tinggi polipteal (Ukur jarak vertikal dari lantai sampai bagian bawah paha) yang cukup tinggi
yaitu 51 cm
Tidak memiliki sandaran punggung yang sebenarnya termasuk elemen penting dalam benda
seperti kursi
Lebar alas kursi yang berukuran 26,7 cm yang berarti memiliki ukuran yang cukup kecil jika
dibandingkan dengan lebar pinggul rata-rata orang pada umumnya dan kasir KBL pada
khususnya
Panjang alas kursi yang berukuran 26,7 cm memiliki ukuran yang cukup kecil untuk ukuran tinggi
pantat polipteal rata-rata tiap orang
Kursi dari kasir tersebut memiliki banyak kekurangan yang sangat tidak ergonomis yang dapat
menyebabkan bahaya (unsafety) dan ketidaknyamanan (uncomfort) bagi penggunanya. Kerugian-
kerugian yang mungkin muncul dari akibat penggunaan kursi kasir tersebut adalah :
Kasir beresiko mengalami cedera punggung karena selama duduk berjam-jam, tidak ada yang
menyangga punggungnya
Tempat duduk yang memiliki luas relatif lebih kecil sehingga tidak memadai untuk rata-rata
dimensi tubuh orang-orang pada umumnya dan kasir KBL pada khususnya. Alas kursi yang
seharusnya menjadi penopang tubuh pengguna menjadi kurang nyaman saat digunakan karena
ada sebagian tubuh yang tidak tertopang.
Tinggi kursi yang tidak sesuai dengan ukuran tinggi popliteal juga merugikan pengguna, dalam
hal ini kasir KBL. Kursi yang ada di KBL membuat kaki kasir menggantung saat duduk diatasnya.
Hal ini bisa justru menimbulkan rasa lelah dan pegal karena kedua kaki tidak bisa ditopang oleh
lantai.
Ketidaknyamanan yang kemungkinan besar dirasakan oleh pengguna antara lain, yaitu :
Duduk sering berpindah-pindah posisinya karena pegal pada paha dan bagian pinggul yang tidak
mendapatkan alas kursi secara langsung
Pengguna dalam hal ini kasir, cenderung lebih senang berdiri dalam melayani pembeli maupun
berada di tempat lain saat tidak ada pembeli dari pada duduk di kursi tersebut
Tidak bisa santai dan nyaman jika duduk dalam kursi tersebut karena beberapa dimensinya tidak
sesuai
Kursi tersebut seharusnya menjadi salah satu sarana untuk mengurangi beban kerja kasir yang selama
sekitar 8 jam akan berada di tempat tersebut. Ketidaksesuaian aspek antropometri dalam kursi tersebut
dapat menurunkan tingkat EASNE (Efektif, Aman, Sehat, Nyaman, dan Efisien) yang berarti akan
berdampak kepada kesehatan pekerja dan juga mengurangi produktifitas kasir KBL.
Biomekanika kerja adalah subdisiplin dari biomekanik yang mengkaji interaksi fisik dari pekerja,
worktool, mesin dan meterial sehingga meningkatkan produktifitas kerja dan sekaligus resiko yang
ditimbulkan dari interaksi tersebut.
Objek biomekanika yang kami ambil dari KBL adalah Pak Tata. Pekerjaan yang dilakukan adalah
mencuci semua piring kotor di KBL. Pekerjaan ini sangat penting, terutama saat kantin sedang ramai,
karena piring-piring bersih sangat dibutuhkan untuk menyajikan pesanan berikutnya. Pada saat
seperti itu, Pak Tata harus bekerja extra cepat dan dengan frekuensi yang berulang-ulang. Gerakan
yang dilakukanpun mengandung beberapa risk factor seperti repetitiveness, forceful exertion dan
posture. Risk factor reptitiveness dialami Pak Tata saat mencuci piring karena ia harus melakukan
gerakan yang sama secara berulang-ulang dengan frekuensi hingga 50 kali per menit. Sedangkan risk
factor forceful exertion bisa dialami Pak Tata karena petugas pencuci piring hanya ada satu orang di
KBL sehingga dapat dibayangkan betapa banya piring yang harus dicuci Pak Tata setiap harinya.
Posture yang buruk adalah risk factor berikutnya. Sebelum kami menilai pekerjaan tersebut dengan
tool tertentu, dalam hal ini RULA, dengan sekilas kami dapat melihat adanya postur yang kurang baik
dalam melakukan pekerjaan tersebut. Dari pengamatan inilah kami menduga adanya bahaya yang
bisa mencederai Pak Tata saat ia melakukan pekerjaannya.
Pak Tata bekerja dengan durasi jam kerja Senin-Jumat jam 09.00 sampai 15.00. Dengan durasi
waktu pekerjaan selama 6 jam, Pak Tata hanya mendapat jatah istirahat 15-20 menit untuk sholat
dan makan siang. Sempitnya waktu istirahat ini dikarenakan tuntutan persediaan piring bersih yang
harus cepat dan bisa dibutuhkan sewaktu-waktu serta jumlah pegawai pencuci piring yang hanya
satu orang. Pada saat sedang kantin sedang ramai (pada jam makan siang), Pak Tata bisa mencuci
piring terus-menerus setiap menitnya. Urut-urutan dari pekerjaannya adalah sebagai berikut :
Keterangan : pekerjaan tahap ke-3 hingga tahap ke-5 dilakukan denga posisi berdiri di tempat yang
sama, yakni di depan bak pencucian. Dari beberapa rincian kegiatan yang dilakukan oleh Pak Tata,
kami mengambil tahap pekerjaan ke-6, yakni: meletakkan piring bersih di tempat pengeringan.
Tahap ini kami ambil karena kami menilai bahwa pekerjaan itu adalah pekerjaan dengan frekuensi
paling tinggi dan gerakan yang paling extrim yang dilakukan Pak Tata. Gerakan meletakkan piring di
bagian pengeringan yang terletak disebelah kiri bak pencucian dikatakan ekstrim karena dengan
posisi berdiri yang sama dengan semula, yakni didepan bak pencucian, Pak Tata yang memiliki
jangkauan tangan sepanjang 69 cm harus menjangkau tempat pengeringan yang berjarak 130.4 cm.
Untuk bisa melakukan itu, Pak Tata harus memutar tubuh bagian atas dan mengulurkan tangan
melebihi posisi normal. Selain itu, gerakan ini tidak hanya dilakukan sekali atau dua kali saja namun
hingga 50 kali per menit. Dari fakta-fakta inilah kami menyimpulkan gerakan pada tahap itulah yang
paling beresiko menimbulkan cedera bagi pekerja dan untuk memastikan hipotesa kami, kami
melakukan analisa menggunakan RULA Employee Assessment Worksheet.
Yang menjadi objek penelitian kami tentang visual display adalah papan nomor pesanan. Papan ini
diberikan untuk customer yang melakukan pemesanan makanan. Setelah memesan makanan yang
diinginkan di kasir, kemudian pelanggan akan ditanya duduk dimana, kemudian baru diberikan
papan pesanan dengan kode A untuk Atas dan B untuk Bawah. Papan ini sendiri berukuran panjang
7cm x lebar 4cm x tinggi 9cm. Berwarna merah dengan tulisan putih. Papan ini berisi informasi
nomor pesanan dengan format X-YY (X adalah penanda tempat duduk di atas atau di bawah, A
adalah atas dan B adalah bawah. sedangkan Y adalah angka nomor pesanan) dengan font ukuran
dimensi lebar 1 cm, tinggi 2 cm, dan tebal tulisan 0,3 cm dengan warna putih. Selain itu ada pula
tulisan KBL atau Kantin barat laut dan beberapa produk sponsor minuman. Setelah sampai di meja
customer meletakkan tanda nomor ini di atas meja. Kemudian pengantar makanan dari dapur akan
mengantarkan pesanan ke meja sesuai nomor yang tertera di papan.
Kantin Barat Laut (KBL) ITB melayani dua metode penyajian makanan, yaitu metode prasmanan
dan pesanan. Metode prasmanan mempersilahkan konsumen mengambil makanan yang telah
disediakan dalam meja-meja pemanas. Metode prasmanan mempersilahkan konsumen untuk
memilih makanan yang mereka inginkan sesuai dengan apa yang telah tertera dalam daftar menu
makanan yang dapat dipesan.
Dalam metode pesanan terdapat beberapa pekerja dengan tugas yang berbeda antara lain koki,
pencatat makanan yang dipesan yang sekaligus berperan sebagai kasir, dan pengantar pesanan
makanan ke meja konsumen. Pengantar pesanan makanan inilah yang menjadi objek pengukuran
beban mental pada tugas ini. Pengantar pesanan makanan di KBL terdiri dari dua orang, yaitu Dadan
Handani dan Dede. Dalam metode kerja pengantaran makanan ini, tidak terdapat pembagian shift
kerja yang jelas. Pekerja secara acak mengantar makanan yang dipesan oleh konsumen. Jam bekerja
pengantaran makanan sesuai dengan jam operasional KBL. Dari hasil wawancara dengan pekerja,
rentang jam sibuk pengantaran makanan adalah antara jam 10.00 hingga jam 14.30. Masalah-
masalah yang kadang terjadi saat aktivitas kerja ini adalah ketidakcocokan antara makanan yang
diantar dengan makanan yang sebenarnya dipesan konsumen dan waktu yang dibutuhkan untuk
makanan sampai di meja konsumen.
BAB III
PERANCANGAN
3.1 Antropometri
Dengan bentuk dan ukuran kursi saat ini, sepertinya benar-benar menyebabkan tujuan EASNE tidak
tercapai. Pekerja akan terkena dampaknya begitu juga dengan daya produksi maksimal yang seharusnya
bisa dihasilkan oleh kasir di KBL tersebut.
Beberapa masalah dalam aspek Antropometri dari kursi kasir KBL ini dapat dilihat dari adanya
ketidaksesuaian dimensi-dimensi kursi dan adanya dimensi – dimensi dalam kursi tersebut yang
seharusnya ada karena cukup penting dari segi EASNE untuk pengguna namun karena kursi tersebut
tidak sesuai maka dimensi tersebut tidak ada. Adapun dimensi-dimensi yang kurang tepat ukurannya
dan dimensi-dimensi yang tidak ada dalam kursi tersebut ada dalam tabel di bawah ini :
ada / tidak
dalam kursi
dimensi awal (ukuran) keterangan
lebar Subjek duduk tegak. Ukur jarak horizontal dari bagian terluar pinggul sisi kiri sampai
Ada (26.7 cm) bagian terluar pinggul sisi kanan.
pinggul
tinggi Ukur jarak vertikal dari lantai sampai bagian bawah paha.
Ada (51 cm)
popliteal
Ukur jarak horizontal antara kedua lengan atas. Subjek duduk tegak dengan lengan
tidak atas merapat ke badan dan lengan bawah direntangkan ke depan.
Lebar bahu
tinggi Subjek duduk tegak. Ukur jarak horizontal dari bagian terluar pantat sampai lekukan
pantal Ada (26.7 cm) lutut sebelah dalam (popliteal). Paha dan kaki bagian bawah membentuk sudut siku-
polipteal siku.
tinggi Subjek duduk tegak, ukur jarak vertikal dari permukaan alas duduk sampai pucuk
sandaran tidak belikat bawah.
punggung
Walaupun secara sekilas sudah dapat dilihat bahwa kursi tersebut tidaklah ergonomis, namun analisa
harus dilakukan dengan data-data yang valid. Oleh karena itu, kami mencari berapa ukuran atau dimensi
kursi yang seharusnya digunakan untuk mendesain kursi yang ergonomis. Hal itu dilakukan dengan
berbagai tahap, antara lain :
1. Menentukan dimensi tubuh apa saja yang berkaitan dengan perancangan sebuah kursi
Dimensi-dimensi yang berkaitan antara lain :
Lebar pinggul untuk menentukan lebar alas duduk
Tinggi popliteal untuk menentukan tinggi kaki kursi
Lebar bahu untuk menetukan lebar sandaran
Tinggi pantat popliteal untuk menentukan panjang alas duduk
Tinggi sandaran punggung untuk menentukan panjang sandaran
Setiap dimensi memiliki persentil-persentil tertentu, tergantung pada penggunaannya, ada yang 5, 50
dan 95. Persentil 5 memiliki makna jika suatu ukuran / dimensi diperbesar maka ketidaksesuaian terjadi
bagi orang yang memilki dimensi yang kecil (disesuaikan dengan dimensi yang dibandingkan), ini berarti
memperhatikan orang kecil. Persentil 50 memiliki arti bahwa suatu dimensi diperbesar maka orang kecil
(dalam jenis dimensi yang sama)akan tidak sesuai dengan dimensi tersebut dan juga jika dimensi
diperkecil maka ketidaksesuaian terjadi pada orang besar (memperhatikan orang besar dan kecil).
Terakhir persentil 95 berarti jika suatu dimensi produk diperkecil akan menyebabkan ketidaksesuaian
pada orang yang besar ( memperhatikan orang besar saja).
Dari penjelasan tentang persentil-persentil di atas, didapat data-data seperti di bawah ini :
dimensi Persentil
lebar pinggul 95%
tinggi popliteal 50%
Lebar bahu 95%
tinggi pantal popliteal 50%
tinggi sandaran
95%
punggung
3. Menentukan ukuran yang seharusnya dengan menggunakan data-data yang ada dan persentil
yang sudah ditentukan
Berikut adalah data – data dari lima dimensi yang dikaji, diantaranya ada dalam tabel di bawah
ini :
Keterangan :
Lb = lebar bahu
Lp = lebar pinggul
Tpo = tinggi polipteal
Tpp = tinggi pantat polipteal
Tsp = tinggi sandaran punggung
1. Uji seragam
Urutkan data, asumsikan data berdistribusi normal (jelaskan pada praktikan bahwa seharusnya
data harus diuji normal terlebih dahulu), maka prosedur yang digunakan adalah:
2. Uji cukup
Hitung persentil untuk keseluruhan data antropometri. Masukkan hasil perhitungan persentil
terhadap dua poin data antropometri (ditentukan asisten) ke dalam laporan.
Dari prosedur di atas, didapat bahwa seharusnya ukuran yang sesuai adalah sebagai berikut :
t
Dime
lb lp tpo p tsp
nsi
p
4
Ukur 46, 41, 40, 47,
7
an(c 152 397 722 895
,
m) 34 66 77 71
1
Dari kelima ukuran yang diperoleh, benar dugaan kami bahwa ukuran kursi yang ada sekarang tidak
layak untuk dipergunakan. Ukuran alas yang seharusnya adalah 46,15234 x 47,1 sedangkan yang
ada sekarang adalah 26.7 x 26.7. Sangat jauh perbedaan yang ada diantara keduanya, oleh karena
itu, luas kursi harus segera diubah. Selain itu, tinggi kursi lama lebih tinggi sekitar 9 cm dibanding
ukuran yang seharusnya. Perbedaan ini juga cukup signifikan, oleh karena itu, ketinggian kursi juga
perlu diperbaiki. Berikutnya adalah mengenai sandaran duduk, kami menilai bahwa guna sandaran
sangat penting mengingat pekerjaan kasir yang cenderung statis selama 8 jam. Sandaran
dibutuhkan untuk mengurangi rasa lelah pada punggung.
Luas alas kursi disesuaikan dengan lebar pinggul x tinggi pantat polipteal menjadi 41,39766 cm x
47,1 cm
Tinggi alas kursi dari tanah disesuaikan dengan ketinggian popliteal menjadi 40,72277 cm x
40,72277 cm
Dipasang / dibangunnya sandaran punggung dengan ketinggian 47,89571 cm dari alas kursi
Dengan adanya penyesuaian tiga ukuran dimensi agar sesuai dengan semua orang pada umunya
dan kasir pada khususnya. Serta dua dimensi tambahan yang digunakan untukmenambah
komponen pada kursi yaitu sandaran punggung yang gunanya juga cukup penting, yaitu menahan
tubuh penggunanya.
Diharapkan proses perbaikan kursi tersebut dapat dipertimbangkan karena aspek antropometri ini
sangatlah berpengaruh bagi kondisi pekerja atau pemakainya serta produktivitasnya dalam
melakukan pekerjaan sehari-hari.
Analisis kondisi existing dilakukan dengan menggunakan bantuan tool RULA Employee Assessment
Worksheet. Kami memilih menggunkan tool ini karena kami mengamati bahwa pekerjaan mencuci
piring seperti yang dilakukan Pak Tata seluruhnya menggunakan tubuh bagian atas. Tubuh bagian
bawah statis dan hanya berfungsi untuk menopang.
Kondisi Existing
Tempat
Bak Penyabunan Bak Pembilasan
Pengeringan
Keterangan :
Perpindahan piring
pertama
Perpindahan piring
kedua
Pada metoda RULA, tubuh bagian atas dibagi menjadi 2 bagian utama yaitu :
Nilai 6 menunjukan bahwa pekerjaan itu harus ditinjau lebih lanjut dan diubah secepatkan karena
beresiko terhadap kesehatan pekerja.
Melihat dari permasalahan yang ada, kami mengajukan beberapa saran perbaikan yang mungkin
dilakukan untuk menghindari dampak yang lebih buruk pada masa yang akan datang.
Saran Perbaikan 1
Perbaikan pertama yang kami ajukan sangatlah sederhana, yakni dengan menggeser posisi berdiri
dari Pak X. Jika mula-mula Pak X selalu berdiri di depan bak penyabunan yang mengakibatkan ia
harus melakukan usaha lebih untuk meletakkan piring di tempat pengeringan, yakni mengulurkan
tangan dan melakukan perputaran badan (twisting) demi menjangkau lokasi tersebut. Maka,
perbaikan yang dilakukan adalah memindahkan posisi berdiri Pak X menjadi di depan bak
pembilasan. Hal ini bertujuan agar bak penyabunan dan tempat pengeringan masih berada dalam
jangkauan tangan normal Pak X.
Kondisi Setelah
Perbaikan 1
Tempat
Bak Penyabunan Bak Pembilasan
Pengeringan
Keterangan :
Perpindahan piring
pertama
Perpindahan piring
kedua
Saran Perbaikan 2
Alternatif perbaikan lainnya adalah dengan cara memindahkan lokasi tempat pengeringan tidak lagi
disebelah kiri bak pembilasan melainkan tepat di depan bak pembilasan. Hal ini bertujuan agar Pak X
tidak melakukan perputaran posisi tubuh (twisting) berkali-kali selain itu, jangkauan tangan yang
harus dicapai juga tidak begitu jauh.
Kondisi Setelah
Perbaikan 2
Tempat
Bak Penyabunan Bak Pembilasan
Pengeringan
Keterangan :
Perpindahan piring
pertama
Perpindahan piring
kedua
Saran Perbaikan 3
Alternatif yang ketiga adalah menambah jumlah pekerja pencucian piring. Hal ini bertujuan untuk
menurunkan frekuensi Pak Tata dalam melakukan gerakan-gerakan beresiko yang bisa
mengakibatkan cedera pada tubuhnya.
3.3 Visual Display
Analisis dari kondisi yang sekarang adalah Tulisan pada nomor pemesanan ini sulit dilihat oleh
pegawai pembawa pesanan. Karena menurut mereka ukuran font tanda itu terlalu kecil, terutama
pada jam-jam sibuk sekitar pukul 11.00-13.00 yang pengunjungnya sedang padat, dengan tinggi
penanda yang 9cm, dianggap terlalu pendek. Sehingga penanda nomor pesanan tertutup oleh
pengunjung, hal ini menyebabkan pembawa pesanan harus berputar-putar mencari nomor
pesanannya. Hal ini menyebabkan pesanan lama sampai ke meja pengunjung atau bahkan pesanan
diantarkan ke meja yang salah. Ini menyebabkan banyak terjadi complain dari pelanggan bahkan
terkadang ada pelanggan yang bosan menunggu lama lalu pergi begitu saja meninggalkan makanan
pesannannya. Tentu saja hal ini merugikan KBL maupun customer itu sendiri. Lalu kontras warna
antara tulisan dan latar belakang yang kurang. Warna merah memang memungkinkan untuk terlihat
dari jauh namun tulisan warna bening di atas warna merah akan sulit jika dibaca dari jauh.
Deskripsi perbaikan adalah dengan mengganti desain papan nomer pemesanan. Desain yang baru
adalah dengan menggunakan tiang setinggi 20cm. Dibuat tinggi adalah supaya pembawa pesanan
dapat melihat tanda nomor tersebut dari jauh dan tidak tertutupi oleh pengunjung jika sedang
ramai. Lalu di atas tiang itu dijepitkan kertas yang dilaminating bertuliskan nomor pesanan. Kertas
tersebut berukuran lebar 17cm dan tinggi 20cm.Selain itu tulisan pada papan tersebut diubah
menjadi lebih besar dan tebal. Kami menyarankan warna hitam dengan dasar putih. Dengan dimensi
tulisan tinggi 10cm, lebar 3cm, dan tebal 0,6 cm sehingga lebih mudah dilihat dari jauh dan tidak
membuat pembawa pesanan bingung dengan lokasi pemesanan.
Gambar rancangan :
Pengukuran beban mental pada aktivitas pengantaran makanan di KBL dilakukan dengan
menggunakan kuesioner NASA TLX. Langkah-langkah yang dilakukan adalah :
Untuk mendapatkan skor beban mental NASA TLX, bobot dan rating untuk setiap indikator dikalikan
kemudian dijumlahkan dan dibagi 15 ( jumlah perbandingan berpasangan ).
Berikut ini adalah pengukuran beban mental yang telah dilakukan terhadap pekerja pengantar pesanan
makanan di KBL.
Pemberian Rating
Pembobotan
PD / MD TD / PD TD / FR OP / MD FR / PD OP / FR
TD / MD OP / PD TD / EF FR / MD EF / PD OP / EF
EF / MD TD / OP EF / FR
Kategori Tally Jumlah
MD I 1
PD III 3
TD III 3
OP I 1
FR IIII 4
EF III 3
Rating
PERTANYAAN SKALA
Menurut anda seberapa besar usaha mental yang MD
dibutuhkan untuk pekerjaan ini?
Low High
Nilai yang diberikan : 100
Menurut anda seberapa besar usaha fisik yang PD
dibutuhkan untuk pekerjaan ini?
Low High
Nilai yang diberikan : 100
Menurut anda seberapa besar tekanan yang anda TD
rasakan berkaitan dengan waktu untuk melakukan
pekerjaan ini? Low High
Nilai yang diberikan : 100
Menurut anda seberapa besar tingkat keberhasilan OP
anda dalam melakukan pekerjaan ini?
Low High
Nilai yang diberikan : 60
Menurut anda seberapa besar kecemasan, perasaan FR
tertekan, dan stress yang anda rasakan dalam
melakukan pekerjaan ini? Low High
Nilai yang diberikan : 100
Menurut anda seberapa besar kerja mental dan fisik EF
yang dibutuhkan untuk menyelesaikan pekerjaan ini?
Low High
Nilai yang diberikan : 100
Skor rata-rata =
∑ (bobot ×rating) = 1460 = 97.33
15 15
Pekerja II ( Dede )
Pemberian Rating
Pembobotan
PD / MD TD / PD TD / FR
TD / MD OP / PD TD / EF
OP / MD FR / PD OP / FR
FR / MD EF / PD OP / EF
EF / MD TD / OP EF / FR
Rating
PERTANYAAN SKALA
Menurut anda seberapa besar usaha mental yang MD
dibutuhkan untuk pekerjaan ini?
Low High
Nilai yang diberikan : 50
Menurut anda seberapa besar usaha fisik yang PD
dibutuhkan untuk pekerjaan ini?
Low High
Nilai yang diberikan : 75
Menurut anda seberapa besar tekanan yang anda TD
rasakan berkaitan dengan waktuuntuk melakukan
pekerjaan ini? Low High
Nilai yang diberikan : 80
Menurut anda seberapa besar tingkat keberhasilan OP
anda dalam melakukan pekerjaan ini?
Low High
Nilai yang diberikan : 75
Menurut anda seberapa besar kecemasan, perasaan FR
tertekan, dan stress yang anda rasakan dalam
melakukan pekerjaan ini? Low High
Nilai yang diberikan : 60
Menurut anda seberapa besar kerja mental dan fisik EF
yang dibutuhkan untuk menyelesaikan pekerjaan ini?
Low High
Nilai yang diberikan : 75
Dari pengukuran beban mental untuk kedua pekerja tersebut, diperoleh skor rata-rata untuk pekerja I
yaitu Sdr. Dadan Handani sebesar 97.33 dan untuk pekerja II yaitu Sdr. Dede sebesar 71.
Dari angka di atas, dapat diperoleh informasi bahwa pekerja I yaitu Sdr. Dadan Handani menerima
beban mental yang lebih berat. Hal ini dapat disebabkan karena beberapa hal yaitu :
Tidak adanya pembagian proporsi pekerjaan yang pasti sehingga memungkinkan pekerja I
bekerja lebih berat daripada pekerja II.
Berkaitan dengan hal diatas, karena pekerjaan yang lebih berat, pekerja I mengalami lebih
banyak tekanan dalam melakukan aktivitas kerjanya. Hal ini disebabkan adanya tekanan dari
konsumen. Sebagai contoh adalah saat pekerja mengantar pesanan makanan yang ternyata
tidak sesuai dengan makanan yang sebenarnya dipesan oleh konsumen, konsumen akan
melayangkan komplain kepada pekerja yang akan menyebabkan adanya tekanan kepada
pekerja tersebut. Selain itu juga adanya kendala dalam pengantaran makanan karena papan
nomor makanan yang kurang jelas atau tidak terlihat sehingga pekerja harus bolak-balik mencari
konsumen yang memesan.
KESIMPULAN
Visual Display
Setelah menganalisis di lokasi KBL kami menganggap bahwa objek papan pesanan adalah
suatu masalah. Hal ini diindikasikan banyak terjadi keluhan diakibatkan oleh lamanya
pengantaran pesanan dikarenakan papan pesanan yang tidak terlihat. Setelah dianalisis hal
ini terjadi karena ukuran papan pesanan itu sendiri yang kurang memadai untuk dilihat dari
jauh baik ukuran maupun kontras warnanya. Kemudian kami memberikan saran perbaikan
yaitu mengubah desain dari papan itu sendiri caranya dengan memperbesar ukuran papan
itu sendiri dan jenis tulisannya sehingga dari jauh mudah terlihat, serta mengubah kontras
warna menjadi hitam-putih sehingga lebih kontras dan mudah terbaca dari jauh. Hal ini
dilakukan supaya dari sisi visual display menjadi lebih ergonomis.