Professional Documents
Culture Documents
19 tahun 2003 tentang BUMN yang telah secara resmi disahkan pada tanggal 19
Juni 2003 lalu akhirnya menjadi tumpuan harapan banyak kalangan. Harapan muncul
sebagai akibat dari kurang puasnya beberapa kalangan akan pengelolaan BUMN selama
ini. Mereka menilai prinsip good corporate governance dalam beberapa kasus diabaikan
oleh manajemen. Apabila berbicara mengenai good corporate governance, sudah
sewajarnya BUMN sebagai satu motor utama penggerak perekonomian lebih
meningkatkan profesionalisme melalui penerapan prinsip transparansi, kewajaran,
kemandirian dan akuntabilitas.
Namun demikian, tantangan dan hambatan yang dihadapi BUMN tidak bias dipandang
remeh. Adanya globalisasi dengan kebijakan yang dikeluarkan AFTA, APEC dan WTO
serta inkonsistensi kebijakan akibat dari perubahan pemerintahan dan konstelasi politik
hanya segelintir dari sekian banyak tantangan dan hambatan yang dihadapi BUMN.
Menurut Ruru, UU BUMN menjadi dasar hukum yang kuat bagi restrukturisasi,
privatisasi, penerapan GCG serta korporatisasi BUMN. Agar tidak terjadi
kesalahpahaman, semua pihak perlu kiranya memahami karakteristik UU BUMN, yaitu
bahwa UU BUMN bersifat komplementer/melengkapi terhadap UUPT serta hanya
mengatur sistem pengelolaan dan pengawasan serta restrukturisasi dan privatisasi. Hal
yang lebih penting lagi adalah bahwa pengaturan mengenai Persero mengacu kepada
UUPT serta UU BUMN tidak boleh bertentangan dengan Undang-Undang sektoral.
Ia menarik kesimpulan bahwa BUMN harus menjadi kekuatan ekonomi yang tangguh,
menghasilkan barang bermutu tinggi dengan harga bersaing, mampu bersaing di tingkat
local maupun regional serta mampu menyumbang pendapatan bagi Negara. Untuk
pengembangan di masa yang akan datang, Master Plan dan UU BUMN No. 19 Tahun
2003 harus menjadi pedoman dan landasan dengan melakukan restrukturisasi, bila perlu
dilanjutkan dengan privatisasi dengan tetap bertumpu pada pelaksanaan prinsip GCG dan
Korporatisasi.
Ali Mudin memulai pemaparannya dengan menjelaskan penerapan GCG di Bank BRI.
Dipayungi oleh SK Bersama Komisaris dan Direksi, dilakukanlah pengkajian penunjang
keberhasilan GCG. Pengkajian ini meliputi identifikasi tugas dan tanggung jawab
Komisaris dan Direksi, penyusunan struktur organisasi dan tugas/tanggung jawab Komite
dibawah Komisaris, pengembangan organisasi dan tugas/tanggung jawab sekretaris
perusahaan dan implementasi prinsip transparansi dan pengungkapan.
Hasil dari kajian tersebut adalah bahwa meskipun pembagian tugas Komisaris dan
Direksi telah diatur dalam Board Manual, namun perlu penetapan lebih lanjut detail tata
laksananya. Sehubungan dengan rencana Initial Public Offering (IPO) Bank BRI,
dipandang penting penerapan prinsip keterbukaan dan pengungkapan agar Bank BRI
lebih diketahui dan dikenal oleh calon investor. Oleh sebab itu diperlukan detil teknis
pelaksanaan, penjabaran prinsip serta sistem komprehensif yang akan diterapkan
sekaligus strategi penerapannya.
Menurut Dohar Siregar, setidaknya ada enam hal yang menjadi contoh konkrit
implementasi GCG di PT. Aneka Tambang, yaitu :
1. Pembuatan laporan tahunan yang tepat waktu serta menyampaikan secara terbuka
setiap kebijakan yang penting serta kegiatan yang dilaksanakan.
2. Menunjuk komisaris independen melalui proses yang transparan.
3. Membentuk Komite Audit yang diketuai oleh komisaris independen.
4. Menyiapkan suatu mekanisme untuk berkomunikasi dengan stakeholders.
5. Melaksanakan RUPS tepat waktu dengan mengusahakan kehadiran pemegang
saham sekitar 79%.
6. Penerapan manajemen mutu ISO-9002 untuk Pabrik feronikel Pomalaa dan ISO-
14001 lingkungan Unit Bisnis Pertambangan Pongkor.
Tjuk Kasturi Sukiadi mengemukakan kondisi Semen Gresik yang menurutnya unik.
Sebagai BUMN, Semen Gresik terikat pada UU BUMN, juga pada UU PT mengingat
Semen Gresik adalah perusahaan terbuka. Tidak hanya dua peraturan, Semen Gresik juga
terikat pada CSPA antara Pemerintah RI dan Cemex. Dalam kenyataannya, CSPA bisa
lebih tinggi dari Undang-Undang, maksudnya adalah bahwa CSPA dapat melampaui
batasan yang telah ditetapkan oleh UU.
Lebih jauh ia menjelaskan GCG sebagai perpaduan antara etika moral dan budaya.
Budaya yang menurutnya sudah mengakar dan tidak cocok bagi iklim dunia usaha yang
menjunjung tinggi prinsip-prinsip GCG adalah ewuh pakewuh (sungkan) dan naluri
untuk berkuasa. Ia mengusulkan untuk mengangkat kelugasan sebagai budaya yang harus
mendarah daging pada setiap tingkatan manajemen. Praktek yang menurutnya belum
mewakili semangat GCG adalah penunjukan direksi BUMN oleh Kementerian BUMN.
Seharusnya Komite Nominasi yang mencalonkan jajaran direksi karena hal ini sejalan
dengan tuntutan penerapan GCG.
Dalam paparannya, Erry Riyana menyatakan bahwa GCG intinya adalah check and
balances. UU BUMN menurutnya telah memuat pilar-pilar GCG, meskipun ia
menyayangkan mengapa komisaris independen tidak sedikitpun disebutkan dalam UU
tersebut. Namun demikian ia menyoroti hal yang biasanya menjadi persoalan utama,
yaitu masalah implementasi. Senada dengan Tjuk Kasturi, ia menginginkan kelugasan
menjadi budaya Indonesia, bukan hanya budaya verbalistik.
Ia mengangkat masalah fit and proper test yang menurutnya harus diberlakukan untuk
semua komisaris di BUMN, tidak hanya untuk komisaris independent saja, seperti
praktek yang saat ini berlangsung. Yang terpenting menurutnya adalah sustansinya, tidak
hanya sekedar formalitas belaka. Mengenai indemnity agreement, ia menjelaskan bahwa
perjanjian ini penting dibuat antara komisaris independen dan pemegang saham
mayoritas (lebih baik lagi apabila dengan seluruh pemegang saham). Perjanjian ini
sebagai jaminan apabila terjadi sesuatu pada komisaris independen, biaya yang
dikeluarkan akan di-cover oleh perjanjian tersebut.
Beberapa pertanyaan mengemuka dari peserta forum. Salah satunya adalah mengenai
landasan hukum bagi anak perusahaan dari suatu BUMN yang bertindak sebagai holding.
Bacelius Ruru menegaskan bahwa untuk anak perusahaan yang wholly own, jelas bahwa
anak perusahaan tersebut bukanlah BUMN, karena menurut UU BUMN yang disebut
Persero adalah perusahaan yang 51% sahamnya dimiliki oleh Negara.
Mengenai langkah yang dilakukan oleh PT. Aneka Tambang untuk menerapkan GCG
dengan melakukan go public, Ruru menilai bahwa langkah tersebut merupakan awal yang
sangat baik. Hal ini diyakini merupakan pemicu transformasi budaya di semua lapisan
perusahaan. Namun demikian, perlu dilakukan langkah berikutnya yang tidak kalah
pentingnya, yaitu assessment secara berkelanjutan terhadap pelaksanaan 5 (lima) pilar
GCG pada semua sektor aktifitas perusahaan.
Dari peserta forum teridentifikasi tiga kunci keberhasilan penerapan GCG, yaitu
kejujuran, kesejahteraan serta reward and punishment secara tegas kepada siapapun tanpa
pandang bulu. Para pembicara sangat menyetujui hal ini karena dalam UU BUMN secara
eksplisit disebutkan bahwa salah satu kriteria pemilihan Dewan Direksi maupun
Komisaris adalah integritas yang terbukti dari waktu ke waktu, tidak hanya pada suatu
periode tertentu saja.
Menanggapi Direksi BUMN yang merangkap jabatan sebagai komisaris pada anak
perusahaannya, Ruru menyatakan bahwa ide dasarnya adalah untuk mengawasi anak
perusahaan tersebut. Namun demikian, sepatutnya mayoritas waktu dan energi
dicurahkan kepada perusahaan dimana ia menjadi direksi. Mengenai adanya fakta di
lapangan bahwa direksi BUMN ada yang menjadi ketua partai politik, ia dengan tegas
tidak memperbolehkan hal tersebut karena sangat berpotensi menimbulkan konflik
kepentingan (conflict of interest).
Dari peserta terlontar pertanyaan mengenai dua prinsip GCG yang cukup fundamental
yaitu transparansi dan akuntabilitas. Pembicara menegaskan bahwa perwujudan
transparansi di perusahaan adalah keterbukaan dan kesetaraan dalam mengakses
informasi perusahaan. Salah satu contoh adalah kemudahan investor atau calon investor
mengakses informasi perusahaan sehingga keputusan yang akan dibuatnya akurat dan
sesuai dengan fakta yang ada pada perusahaan. Prinsip akuntabilitas tercermin dari jelas
dan terbukanya hak dan kewajiban setiap organ dan elemen perusahaan, mulai dari
direksi, komisaris sampai kepada komite-komite dibawah Dewan Komisaris. Hak dan
kewajiban ini tercantum secara eksplisit pada charter masing-masing organ dan elemen
tersebut.
Pada akhir acara, Nani Bermawi selaku Executive Director ISICOM menggarisbawahi
bahwa secara keseluruhan UU BUMN sudah mencakup seluruh aspek penerapan GCG.
Adanya pasal yang mengatur komite audit, pelarangan rangkap jabatan, persyaratan fit
and proper test bagi calon Direksi dengan criteria memiliki keahlian, integritas,
kepemimpinan, pengalaman, jujur, perilaku yang baik merupakan perangkat yang sangat
mendukung terwujudnya GCG, khususnya di lingkungan BUMN.
http://www.isicom.or.id/publikasi_detail.asp?Pub_ID=15&nav=pubdetail
Definisi
Dari segi semantik, "korupsi" berasal dari bahasa Inggris, yaitu corrupt, yang berasal dari
perpaduan dua kata dalam bahasa latin yaitu com yang berarti bersama-sama dan rumpere
yang berarti pecah atau jebol. Istilah "korupsi" juga bisa dinyatakan sebagai suatu
perbuatan tidak jujur atau penyelewengan yang dilakukan karena adanya suatu pemberian.
Dalam prakteknya, korupsi lebih dikenal sebagai menerima uang yang ada hubungannya
dengan jabatan tanpa ada catatan administrasinya.
Secara hukum pengertian "korupsi" adalah tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam
ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang tindak pidana korupsi.
Masih banyak lagi pengertian-pengertian lain tentang korupsi baik menurut pakar atau
lembaga yang kompeten. Untuk pembahasan dalam situs MTI ini, pengertian "korupsi"
lebih ditekankan pada perbuatan yang merugikan kepentingan publik atau masyarakat luas
untuk keuntungan pribadi atau golongan.
Sebab Terjadinya Korupsi
Tindak korupsi bukanlah peristiwa yang berdiri sendiri. Perilaku korupsi menyangkut
berbagai hal yang sifatnya kompleks. Faktor-faktor penyebabnya bisa dari internal pelaku-
pelaku korupsi, tetapi bisa juga bisa berasal dari situasi lingkungan yang kondusif bagi
seseorang untuk melakukan korupsi. Berikut ini adalah aspek-aspek penyebab seseorang
berbuat Korupsi.
M
e
n
u
r
u
t
D
r
.
S
a
r
l
i
t
o
W
.
S
a
r
w
o
n
o
,
t
i
d
a
k
a
d
a
j
a
w
a
b
a
n
y
a
n
g
p
e
r
s
i
s
,
t
e
t
a
p
i
a
d
a
d
u
a
h
a
l
y
a
n
g
j
e
l
a
s
,
y
a
k
n
i
:
Dorongan dari dalam diri sendiri (keinginan, hasrat, kehendak dan sebagainya),
A
.
R
a
n
g
s
a
n
g
a
B.
n
d
a
r
i
l
u
a
r
(
d
o
r
o
n
g
a
n
t
e
m
a
n
-
t
e
m
a
n
,
a
d
a
n
y
a
k
e
s
e
m
p
a
t
a
n
,
k
u
r
a
n
g
k
o
n
t
r
o
l
d
a
n
s
e
b
a
g
a
i
n
y
a
.
D
r
.
A
n
d
i
H
a
m
z
a
h
d
a
l
a
m
d
i
s
e
r
t
a
s
i
n
y
a
m
e
n
g
i
n
v
e
n
t
a
r
i
s
a
s
i
k
a
n
b
e
b
e
r
a
p
a
p
e
n
y
e
b
a
b
k
o
r
u
p
s
i
,
y
a
k
n
i
:
b.
a
.
K
u
r
a
n
g
n
y
a
Latar belakang kebudayaan atau kultur Indonesia yang merupakan sumber atau
sebab meluasnya korupsi;
g
a
j
i
p
e
g
a
w
a
i
n
e
g
e
r
i
d
i
b
a
n
d
i
n
g
k
a
n
d
e
n
g
a
n
k
e
b
u
t
u
h
a
n
y
a
n
g
m
a
k
i
n
m
e
n
i
n
g
k
a
t
;
Manajemen yang kurang baik dan kontrol yang kurang efektif dan efisien, yang
c.
memberikan peluang orang untuk korupsi;
d. Modernisasi pengembangbiakan korupsi
A
n
a
l
i
s
a
y
a
n
g
l
e
b
i
h
d
e
t
i
l
l
a
g
i
t
e
n
t
a
n
g
p
e
n
y
e
b
a
b
k
o
r
u
p
s
i
d
i
u
t
a
r
a
k
a
n
o
l
e
h
B
a
d
a
n
P
e
n
g
a
w
a
s
a
n
K
e
u
a
n
g
a
n
d
a
n
P
e
m
b
a
n
g
u
n
a
n
(
B
P
K
P
)
d
a
l
a
m
b
u
k
u
n
y
a
b
e
r
j
u
d
u
l
"
S
t
r
a
t
e
g
i
P
e
m
b
e
r
a
n
t
a
s
a
n
K
o
r
u
p
s
i
,
"
a
n
t
a
r
a
l
a
i
n
A
s
p
e
k
I
n
d
i
1. v
i
d
u
P
e
l
a
k
u
a
.
Kemungkinan orang melakukan korupsi bukan karena orangnya miskin atau
S
penghasilan tak cukup. Kemungkinan orang tersebut sudah cukup kaya, tetapi
i
masih punya hasrat besar untuk memperkaya diri. Unsur penyebab korupsi pada
f
pelaku semacam itu datang dari dalam diri sendiri, yaitu sifat tamak dan rakus.
a
t
t
a
m
a
k
m
a
n
u
s
i
a
b. Moral yang kurang kuat
Seorang yang moralnya tidak kuat cenderung mudah tergoda untuk melakukan
korupsi. Godaan itu bisa berasal dari atasan, teman setingkat, bawahanya, atau
pihak yang lain yang memberi kesempatan untuk itu.
c. Penghasilan yang kurang mencukupi
Penghasilan seorang pegawai dari suatu pekerjaan selayaknya memenuhi
kebutuhan hidup yang wajar. Bila hal itu tidak terjadi maka seseorang akan
berusaha memenuhinya dengan berbagai cara. Tetapi bila segala upaya
dilakukan ternyata sulit didapatkan, keadaan semacam ini yang akan memberi
peluang besar untuk melakukan tindak korupsi, baik itu korupsi waktu, tenaga,
pikiran dalam arti semua curahan peluang itu untuk keperluan di luar pekerjaan
yang seharusnya.
d. Kebutuhan hidup yang mendesak
Dalam rentang kehidupan ada kemungkinan seseorang mengalami situasi
terdesak dalam hal ekonomi. Keterdesakan itu membuka ruang bagi seseorang
untuk mengambil jalan pintas diantaranya dengan melakukan korupsi.
e. Gaya hidup yang konsumtif
Kehidupan di kota-kota besar acapkali mendorong gaya hidup seseong
konsumtif. Perilaku konsumtif semacam ini bila tidak diimbangi dengan
pendapatan yang memadai akan membuka peluang seseorang untuk melakukan
berbagai tindakan untuk memenuhi hajatnya. Salah satu kemungkinan tindakan
itu adalah dengan korupsi.
f. Malas atau tidak mau kerja
Sebagian orang ingin mendapatkan hasil dari sebuah pekerjaan tanpa keluar
keringat alias malas bekerja. Sifat semacam ini akan potensial melakukan
tindakan apapun dengan cara-cara mudah dan cepat, diantaranya melakukan
korupsi.
g. Ajaran agama yang kurang diterapkan
Indonesia dikenal sebagai bangsa religius yang tentu akan melarang tindak
korupsi dalam bentuk apapun. Kenyataan di lapangan menunjukkan bila
korupsi masih berjalan subur di tengah masyarakat. Situasi paradok ini
menandakan bahwa ajaran agama kurang diterapkan dalam kehidupan.
A
s
p
e
k
O
r
2.
g
a
n
i
s
a
s
i
A
s
p
e
k
T
e
m
p
a
t
I
n
d
i
v
i
d
u
3.
d
a
n
O
r
g
a
n
i
s
a
s
i
B
e
r
a
d
a
3. Biaya sosial oleh pembagian kesejahteraan dan pembagian kekuasaan yang tidak
semestinya.
Modus Korupsi
Modus korupsi adalah cara-cara bagaimana korupsi itu dilakukan. Banyak modus-modus
dalam korupsi. Di bawah ini hanyalah sekedar contoh bagaimana modus korupsi itu
dilakukan :
1. Pemerasan Pajak
Pemeriksa pajak yang memeriksa wajib pajak menemukan kesalahan perhitungan
pajak yang mengakibatkan kekurangan pembayaran pajak. Kesalahan-kesalahan
tersebut bisa karena kesengajaan wajib pajak dan bisa juga bukan karena
kesengajaan. Kekurangan tersebut dianggap tidak ada dan imbalannya wajib pajak
harus membayarkan sebagian kekurangan tersebut masuk ke kantong pemeriksa
pajak.
2. Manipulasi Tanah
Berbagai cara dilakukan untuk memanipulasi status kepemilikan tanah termasuk,
memanipulasi tanah negara menjadi milik perorangan/badan, merendahkan
pembebasan tanah dan meninggikan pertanggungjawaban, membebaskan terlebih
dahulu tanah yang akan kena proyek dengan harga murah.
5. Markup Budget/Anggaran
Biasanya terjadi dalam proyek dengan cara menggelembungkan besarnya dana
proyek dengan cara memasukkan pos-pos pembelian yang sifatnya fiktif. Misalnya
dalam anggaran dimasukkan pembelian komputer tetapi pada prakteknya tidak ada
komputer yang dibeli atau kalau komputer dibeli harganya lebih murah.
6. Proses Tender
Dalam proses tender pengerjaan tender seperti perbaikan jalan atau pembangunan
jembatan seringkali terjadi penyelewengan. Pihak yanag sebenarnya memenuhi
persyaratan tender, terkadang tidak memenangkan tender karena telah
dimenangkan oleh pihak yang mampu 'main belakang' dengan membayar lebih
mahal, walaupun tidak memenuhi syarat. Dalam hal ini telah terjadi penyogokan
kepada pemberi tender oleh peserta tender yang sebenarnya tidak qualified
Realisasi dari entry-point tersebut di atas akan menjadi bendera start (starting-flag) untuk
upaya pemberantasan korupsi di Indonesia. Dalam melakukan analisis atas perbuatan-
perbuatan korupsi, dapat didasarkan pada berbagai pilihan pendekatan. Dari pendekatan
yang dipilih, selanjutnya akan dapat dirumuskan strategi untuk pencegahan dan
pemberantasan korupsi yang tepat.
Paling tidak ada tiga strategi untuk pencegahan dan pemberantasan korupsi yakni strategi
Preventif, Detektif dan Represif.
1
Strategi Preventif
.
Strategi ini dibuat dan dilaksanakan dengan diarahkan pada hal-hal yang menjadi
penyebab timbulnya korupsi. Setiap penyebab korupsi yang teridentifikasi harus
dibuat upaya preventifnya, sehingga dapat meminimalkan penyebab korupsi. Di
samping itu, perlu dibuat upaya yang dapat meminimalkan peluang untuk melakukan
korupsi. Dengan dasar pemikiran ini, banyak hal yang harus dilakukan sebagai bagian
dari strategi peventif dan melibatkan berbagai pihak.
2
Strategi Detektif
.
Strategi ini dibuat dan dilaksanakan terutama dengan diarahkan agar apabila suatu
perbuatan korupsi terlanjur terjadi maka perbuatan tersebut akan dapat diketahui dalam
waktu yang sesingkat-singkatnya dan seakurat-akuratnya, sehingga dapat
ditindaklanjuti dengan tepat. Dengan dasar pemikiran ini, banyak sistem-sistem harus
dibenahi sehingga sistem-sistem tersebut akan dapat berfungsi sebagai alarm yang akan
cukup cepat memberikan sinyal apabila terjadi suatu perbuatan korupsi.
3
Strategi Represif
.
Strategi ini dibuat dan dilaksanakan terutama dengan diarahkan untuk memberikan
sanksi hukum yang setimpal secara cepat dan tepat kepada pihak-pihak yang terlibat
dalam korupsi. Dengan dasar pemikiran ini, proses penanganan korupsi sejak dari
tahap penyelidikan, penyidikan dan penuntutan sampai dengan peradilan perlu dikaji
untuk dapat disempurnakan di segala aspeknya sehingga proses penanganan tersebut
akan dapat dilakukan secara cepat dan tepat.
1
Upaya-upaya Strategi Preventif :
.
• Memperkuat Dewan Perwakilan Rakyat.
• Memperkuat Mahkamah Agung dan jajaran Pengadilan di Bawahnya.
• Meneliti sebab-sebab korupsi secara terus-menerus.
• Pembangunan kode etik di sektor publik.
• Pembangunan kode etik di sektor parpol, organisasi profesi dan asosiasi bisnis.
• Kampanye untuk menciptakan nilai (value) anti korupsi secara nasional.
• Penyempurnaan manajemen SDM dan peningkatan gaji pegawai negeri.
• Pengharusan pembuatan perencanaan stratejik dan laporan akuntabilitas bagi
instansi pemerintah.
• Peningkatan kualitas penerapan sistem pengendalian manajemen.
• Penyempurnaan manajemen aktiva tetap milik negara.
• Peningkatan kualitas pelayanan kepada masyarakat.
2
Upaya-upaya Strategi Detektif:
.
• Perbaikan sistem dan tindaklanjut atas pengaduan dari masyarakat.
• Pemberlakuan kewajiban pelaporan transaksi keuangan tertentu.
• Pelaporan kekayaan pribadi pemegang jabatan dan fungsi publik.
• Partisipasi Indonesia pada gerakan anti-korupsi dan anti-pencucian uang di
masyarakat internasional.
• Dimulainya penggunaan nomor kependudukan nasional.
• Peningkatan kemampuan APFP dalam mendeteksi tindak pidana korupsi.
3
Upaya-upaya Strategi Represif :
.
• Pembentukan Badan Anti Korupsi.
• Penyidikan, penuntutan, peradilan, penghukuman beberapa koruptor besar.
• Penentuan jenis-jenis atau kelompok-kelompok korupsi yang diprioritaskan
untuk diberantas.
• Pemberlakuan konsep pembuktian terbalik.
• Meneliti dan mengevaluasi proses penanganan perkara korupsi dalam system
peradilan pidana secara terus-menerus.
• Pemberlakuan sistem pemantauan proses penanganan tindak pidana korupsi
secara terpadu.
• Publikasi kasus-kasus tindak pidana korupsi beserta analisisnya.
• Pengaturan kembali hubungan dan standar kerja antara tugas Penyidik Tindak
Pidana Korupsi dengan Penyidik Umum, PPNS, dan Penuntut Umum.
1. Uang Tip: Sama dengan 'budaya amplop' yakni memberikan uang ekstra kepada
seseorang karena jasanya/pelayanannya. Istilah ini muncul karena pengaruh
budaya Barat yakni pemberian uang ekstra kepada pelayan di restoran atau hotel.
3. Uang Administrasi: Pemberian uang tidak resmi kepada aparat dalam proses
pengurusan surat-surat penting atau penyelesaian perkara/kasus agar
penyelesaiannya cepat selesai.
4. Uang Diam: Pemberian dana kepada pihak pemeriksa agar kekurangan pihak yang
diperiksa tidak ditindaklanjuti. Uang diam biasanya diberikan kepada anggota
DPRD ketika memeriksa pertanggung jawaban walikota/gubernur agar
pertanggung jawabanya lolos.
5. Uang Bensin: Uang yang diberikan sebagai balas jasa atas bantuan yang diberikan
oleh seseorang. Istilah ini menggambarkan ketika seseorang yang akrab satu sama
lain, seperti antara temen satu dengan yang lain. Misalnya A minta bantuan B
untuk membeli sesuatu, si B biasanya melontarkan pernyataan, uang bensinya
mana ?
7. Uang Ketok: Uang yang digunakan untuk mempengaruhi keputusan agar berpihak
kepada pemberi uang. Istilah ini biasanya ditujukan kepada hakim dan anggota
legislatif yang memutuskan perkara atau menyetujui/mengesahkan anggaran
usulan eksekutif, dilakukan secara tidak transparan.
8. Uang Kopi: Uang tidak resmi yang diminta oleh aparat pemerintah atau kalangan
swasta. Permintaan ini sifatnya individual dan berlaku di masyarakat umum.
10. Uang Rokok: Pemberian uang yang tidak resmi kepada aparat dalam proses
pengurusan surat-surat penting atau penyelesaian perkara/kasus penyelesaianya
cepat.
11. Uang Damai: Digunakan ketika menghindari sanksi formal dan lebih memberikan
sesuatu biasanya berupa uang/materi_ sebagai ganti rugi sanksi formal.
12. Uang di Bawah Meja: Pemberian uang tidak resmi kepada petugas ketika
mengurus/membuat surat penting agar prosesnya cepat
13. Tahu Sama Tahu: Digunakan di kalangan bisnis atau birokrat ketika meminta
bagian/sejumlah uang. Maksud antara yang meminta dan yang memberi uang
sama-sama mengerti dan hal tersebut tidak perlu diucapkan.
14. Uang Lelah: Menunjuk pada pemberian uang secara tidak resmi ketika melakukan
suatu kegiatan. Uang lelah ini bisanya diminta oleh orang yang diminta bantuanya
untuk membantu orang lain. Istilah ini kemudian sering digunakan oleh birokrat
ketika melayani masyarakat untuk mendapatkan uang lebih
Medan
1. Hepeng parkopi (uang kopi): Uang tambahan yang diberikan ketika melakukan
suatu urusan, misalnya berkaitan dengan urusan administrasi
2. Hepeng par sigaret (uang rokok): Uang yang dibayarkan oleh seseorang untuk
mempercepat penyelesaian suatu urusan. Istilah ini muncul ketika warga harus
berurusan dengan aparat, terutama ketika mengurus administrasi, seperti surat izin.
3. Hepeng pataruon (uang antar): Uang yang diberikan kepada seseorang untuk
meneruskan urusan kepada seseorang. Misalnya uang diberikan oleh warga kepada
pegawai PDAM yang melakukan pencatatan meteran dan menagih pembayaranya.
Warga bersedia melakukan itu karena merasa sudah ditolong sehingga tidak perlu
bersusah payah membayar ke loket.
4. Uang pago-pago: Uang yang diberikan suatu proyek atau kegiatan yang dibagi-
bagikan. Misalnya, ketika mendapatkan proyek, kita harus memberikan uang
pago-pago kepada pemberi proyek.
6. Manulangi: Membuat suatu acara dengan memberi makan kepada seseorang yang
dihormati.
8. Hapeng siram: Uang yang diberikan untuk menyogok seseorang agar urusannya
dipermudah.
Bandung
1. Biong: Makelar tanah yang menjual tanah dengan harga tinggi untuk mendapatkan
keuntungan yang besar meskipun itu tanah negara, dengan cara mempengaruhi
masyarakat untuk menyerobot tanah negara dan dijual oleh makelar tersebut ke
tangan orang lain dengan harga tinggi.
2. CNN (can nulis-nulis acan): Artinya tidak pernah nulis. Merupakan plesetan dari
nama stasion televisi Amerika. Digunakan untuk menggambarkan wartawan yang
suka meminta uang dari para pejabat yang korup dengan mengancam jika
tidakdiberikan maka kedok pejabat tersebut akan dibuka.
4. D3 (duit, duekuet dan dulur): Merupakan akronim dari duit (uang), duekuet
(dekat) dan dulur (saudara). Digunakan untuk menggambarkan suatu kondisi di
mana jika seseorang ingin memperoleh pekerjaan makaia harus mempunyai D-3.
6. Dipancong: Artinya terkena cangkul secara tidak sengaja, istilah ini kemudian
digunakan untuk menggambarkan pemotongan anggaran, baik itu dana proyek
maupun dana perjalanan.
Padang
1. Uang takuik: Uang takut, uang yang dipungut secara liar oleh preman dan agen
liar di terminal atau di daerah-daerah tertentu yang dilewati oleh angkutan umum.
3. Bajalan baaleh tapak: Setiap ada perjalanan harus ada ongkosnya baik uang makan
maupun uang yang diberikan ketika suatu urusan telah selesai.
5. Sumbar: Merupakan akronim dari semua uang masuk bagi rata. Misalnya, dalam
suatu proyek ada dana sisa hasil proyek maka dana tersebut harus dibagi rata
kepada semua orang yang terlibat dalam proyek tersebut.
6. Uang danga: Uang dengar, yakni uang yang didapat dari kehadiran dan mendengar
suatu transaksi yang bernilai jual.
Makassar
1. Pamalli kaluru: Tindakan yang dilakukan oleh petugas yang meminta imbalan
uang kepada warga yang mengurus suatu urusan/surat-surat. Pihak-pihak yang
terlibat adalah petugas suatu instansi pemerintah yang berurusan dengan surat-
surat resmi, seperti imigrasi, keluruhan dan ditlantas
4. Pa'bere: Pemberian kepada seseorang yang berjasa membantu urusan seperti KTP,
SIM atau STNK sehingga proses pembuatanya cepat dan mudah.
6. Amapo (uang amplop): Digunakan oleh wartawan yang biasa meminta amapo
kepada pejabat yang diwawancarainya. Istilah ini menggambarkan praktek
penyuapan.
Regulasi Anti Korupsi
TAP MPR
• TAP MPR No. XI Tahun 1998 tentang penyelenggaraan Negara yang bebas KKN
Undang - Undang
Peraturan Pemerintah
INPRES
KEPRES
Surat Edaran
• Surat edaran Jaksa Agung tentang percepatan penanganan kasus korupsi tahun
2004
• Surat edaran Dirtipikor Mabes Polri, tentang pengutamaan penanganana kasus
korupsi
• Surat Keputusan Jaksa Agung tentang Pembentukan Tim Gabungan
Pemberantasan Tindak Pidana korupsi Tahun 2000
• Keputusan Bersama KPK-Kejaksaan Agung dalam Kerjasama Pemberantasan
korupsi
PERDA
Konvensi Internasional
Rancangan Undang-Undang/Draft
KOMITE AUDIT
“Suatu komite yang beranggotakan satu atau lebih anggota Dewan Komisaris dan dapat
meminta kalangan luar dengan berbagai keahlian, pengalaman, dan kualitas lain yang
dibutuhkan untuk mencapai tujuan Komite Audit.”
Menurut Hiro Tugiman (1995, 8), pengertian Komite Audit adalah sebagai berikut:
“Komite Audit adalah sekelompok orang yang dipilih oleh kelompok yang lebih besar
untuk mengerjakan pekerjaan tertentu atau untuk melakukan tugas-tugas khusus atau
sejumlah anggota Dewan Komisaris perusahaan klien yang bertanggungjawab untuk
membantu auditor dalam mempertahankan independensinya dari manajemen.”
Komite Audit dibentuk oleh Dewan Komisaris/Dewan Pengawas, yang bekerja secara
kolektif dan berfungsi membantu Komisaris dalam melaksanakan tugasnya. Komite
Audit bersifat mandiri baik dalam pelaksanaan tugasnya maupun dalam pelaporan, dan
bertanggungjawab langsung kepada Komisaris. Lebih jelas Undang-Undang Republik
Indonesia No.19 Tahun 2003
Tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN), dan Keputusan Ketua Bapepam Nomor:
Kep-41/PM/2003 menyatakan:
1.BUMN maupun Emiten atau Perusahaan Publik wajib membentuk Komite Audit yang
bekerja secara kolektif dan berfungsi membantu Komisaris dan Dewan Pengawas.
2.Komite Audit dipimpin oleh seorang ketua yang bertanggungjawab kepada Komisaris
dan Dewan Pengawas.
3.Komite Audit terdiri dari sekurang-kurangnya satu orang Komisaris Independen dan
sekurang-kurangnya dua orang lainnya berasal dari luar perusahaan.
Komite Audit dituntut untuk dapat bertindak secara independen, independensi Komite
Audit tidak dapat dipisahkan moralitas yang melandasi integeritasnya. Hal ini perlu
disadari karena Komite Audit merupakan pihak yang menjembatani antara eksternal
auditor dan perusahaan yang juga sekaligus menjembatani antara fungsi pengawasan
Dewan Komisaris dengan Internal Auditor.
Tujuan Komite Audit sebenarnya sudah ada dalam definisi Komite Audit itu sendiri.
Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI) mengemukakan bahwa Komite
Audit mempunyai tujuan membantu Dewan Komisaris untuk memenuhi tanggungjawab
dalam memberikan pengawasan secara menyeluruh.
Sedangkan manfaat Komite Audit dikemukakan oleh Hiro Tugiman (1995, 11), adalah:
a.Dewan Komisaris dan Direksi akan banyak terbantu dalam pengelolaan perusahaan.
b.Bagi external auditor adalah keberadaan Komite Audit sangat diperlukan sebagai forum
atau media komunikasi dengan perusahaan, sehingga diharapkan semua aktivitas dan
kegiatan eksternal auditor dalam hal ini akan mengadakan pemeriksaan, disamping secara
langsung kepada objek pemeriksaan juga dibantu dengan mengadakan konsultasi dengan
Komite Audit.
Dari penjelasan tersebut, maka dapat diketahui adanya suatu indikasi bahwa Komite
Audit dibentuk karena belum memadainya peran pengawasan dan akuntabilitas Dewan
Komisaris perusahaan. Pemilihan anggota Dewan Komisaris yang berdasarkan
kedudukan dan kekerabatan menyebabkan mekanisme check and balance terhadap
direksi tidak berjalan sebagaimana mestinya. Fungsi audit internal belum berjalan
optimal mengingat secara struktural, auditor tersebut berada pada posisi yang sulit untuk
bersikap independen dan objektif. Oleh karena itu, muncul tuntutan adanya auditor
independen, maka Komite audit timbul untuk memenuhi tuntutan tersebut
“Mengaudit kegiatan manajemen perusahaan dan auditor (intern dan ekstern). Mereka
yang berwenang meminta informasi tambahan dan memperoleh penjelasan dari
manajemen dan karyawan yang bersangkutan. Komite Audit juga mengevaluasi seberapa
jauh peraturan telah mematuhi standar akunting dan prinsip akuntansi yang diterima di
Australia.”
Menurut Hasnati (2003) yang dikutip oleh Indra Surya dan Ivan Yustiavandana (2006,
149), Komite audit memiliki wewenang, yaitu:
Kewenangan Komite Audit dibatasi oleh fungsi mereka sebagai alat bantu Dewan
Komisaris sehingga tidak memiliki otoritas eksekusi apapun (hanya sebatas rekomendasi
kepada Dewan Komisaris) kecuali untuk hal spesifik yang telah memperoleh hak kuasa
eksplisit dari Dewan Komisaris misalnya mengevaluasi dan menentukan komposisi
auditor eksternal dan memimpin satu investigasi khusus. Selain itu Keputusan Ketua
Bapepam Nomor: Kep-41/PM/2003 menyatakan bahwa Komite Audit memiliki
wewenang mengakses secara penuh, bebas dan tak terbatas terhadap catatan, karyawan,
dana, aset, serta sumber daya perusahaan dalam rangka tugasnya serta berwenang untuk
bekerjasama dengan auditor internal.
Menurut Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI) dan YPPMI Institute,
yang dikutip oleh Indra Surya dan Ivan Yustiavandana (2006, 148) Komite Audit pada
umumnya mempunyai tanggungjawab pada tiga bidang, yaitu:
1. Laporan Keuangan (Financial Reporting)
Komite Audit bertanggungjawab untuk memastikan bahwa laporan yang dibuat
manajemen telah memberikan gambaran yang sebenarnya tentang kondisi keuangan,
hasil usaha, rencana dan komitmen perusahaan jangka panjang.
2. Tata Kelola Perusahaan (Corporate Governance)
Komite Audit bertanggungjawab untuk memastikan bahwa perusahaan telah dijalankan
sesuai undang-undang dan peraturan yang berlaku dan etika, melaksanakan pengawasan
secara efektif terhadap benturan kepentingan dan kecurangan yang dilakukan oleh
karyawan perusahaan.
3. Pengawasan Perusahaan (Corporate Control)
Komite Audit bertanggungjawab untuk pengawasan perusahaan termasuk didalamnya
hal-hal yang berpotensi mengandung risiko dan sistem pengendalian intern serta
memonitor proses pengawasan yang dilakukan oleh auditor internal.
a.Menilai pelaksanaan kegiatan serta hasil audit yang dilakukan oleh Satuan Pengawasan
Intern maupun Auditor Ekstern sehingga dapat dicegah pelaksanaan dan pelaporan yang
tidak memenuhi standar.
b.Memberikan rekomendasi mengenai penyempurnaan sistem pengendalian manajemen
perusahaan serta pelaksanaannya.
c.Memastikan bahwa telah terdapat prosedur review yang memuaskan terhadap informasi
yang dikeluarkan BUMN, termasuk brosur, laporan keuangan berkala, proyeksi/forecast
dan lain-lain informasi keuangan yang disampaikan kepada pemegang saham.
d.Mengidentifikasi hal-hal yang memerlukan perhatian Komisaris/Dewan Pengawas.
e.Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh Komisaris/Dewan Pengawas sepanjang
masih dalam lingkup tugas dan kewajiban Komisaris/Dewan Pengawas berdasarkan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Komite Audit bertugas untuk memberikan pendapat kepada Dewan Komisaris terhadap
laporan atau hal-hal yang disampaikan oleh direksi kepada Dewan Komisaris,
mengidentifikasi hal-hal yang memerlukan perhatian Komisaris, dan melaksanakan
tugas-tugas lain yang berkaitan dengan tugas Dewan Komisaris.
Komite Audit biasanya terdiri dari dua hingga tiga orang anggota. Dipimpin oleh seorang
Komisaris Independen. Seperti komite pada umumnya, Komite audit yang beranggotakan
sedikit cenderung dapat bertindak lebih efisien. Akan tetapi, Komite Audit beranggota
terlalu sedikit juga menyimpan kelemahan yakni minimnya ragam pengalaman anggota.
Sedapat mungkin anggota Komite Audit memiliki pemahaman memadai tentang
pembuatan laporan keuangan dan prinsip-prinsip pengawasan internal.
Agar mampu bekerja efektif, Komite Audit dibantu staff perusahaan dan auditor
eksternal. Komite juga harus memiliki akses langsung kepada stand dan penasehat
perusahaan seperti keuangan dan penasehat hukum.
Keberadaan Komite Audit diatur melalui Surat Edaran Bapepam Nomor: SE/03 PM/2002
(bagi perusahaan publik) dan keputusan Menteri BUMN Nomor: Kep-103/MBU/2002
(Bagi BUMN) Komite Audit sedikitnya terdiri dari tiga orang, diketuai oleh seorang
Komisaris Independen perusahaan dengan dua orang eksternal yang independen serta
menguasai dan memiliki latar belakang akuntansi dan keuangan.
Menurut Sarbanes-Oxley act jumlah anggota Komite Audit perusahaan yang dikutip
Siswanto Sutojo dan E. John Aldridge (2005, 132) mengharuskan bahwa:
“ Komite Audit harus beranggotakan lima orang, diangkat untuk masa jabatan lima tahun.
Mereka harus memiliki pengetahuan dasar tentang manajemen keuangan. Dua diantara
lima orang anggota tersebut pernah menjadi akuntan publik. Tiga orang anggota yang
lain bukan akuntan publik. Ketua Komite Audit dipegang oleh salah seorang anggota
Komite Akuntan Publik, dengan syarat selama lima tahun terakhir mereka tidak
berprofesi sebagai akuntan publik. Ketua dan anggota Komite Audit tidak diperkenankan
menerima penghasilan dari perusahaan akuntan publik kecuali uang pensiun.”
Menurut Subur (2003) yang dikutip I Putu Sugiartha Sanjaya, syarat-syarat yang harus
dipenuhi untuk menjadi anggota Komite Audit adalah sebagaiberikut:
Pustaka
Hasnati, SH., MH., (2005), Analisis Hukum Komite dalam Organ Perseroan Terbatas
Menuju Good Corporate Governance, Jurnal Hukum Bisnis 2, 16-24
Hiro Tugiman, (1995), Komite audit, PT. Eresco, Bandung
, (1999), Sekilas: Komite Audit, PT. Eresco, Bandung.
Indra Surya, S.H., LLM., dan Ivan Yustiavandana, S.H., LLM, (2006), Penerapan Good
Corporate Governance: Mengesampingkan Hak Istimewa Demi Kelangsungan Usaha,
Kencana, Jakarta.
Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal Nomor: Kep-41/PM/2003
Keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara Nomor: Kep-103/MBU/2002.
Komite Nasional Kebijakan Governance, (2006), Pedoman Umum Good Corporate
Governance Indonesia, www.governance-indonesia.or.id, diakses Agustus 2008.
Siswanto Sutojo dan E. John Aldridge, (2005), Good Corporate Governance (Tata Kelola
Perusahaan Yang Sehat), cetakan pertama, PT. Damar Mulia Pustaka.
http://firmsstat.blogspot.com/2009/05/komite-audit.html
PENDAHULUAN
Dari diskusi-diskusi yang telah banyak dilakukan oleh IKAI, khususnya pembahasan
mengenai fungsi dan tanggung jawab Komite Audit, IKAI dapat menyimpulkan bahwa
masih banyak terdapat variasi-variasi yang sangat tinggi di dalam praktek-praktek
Komite Audit dan juga kerancuan pemahaman tentang fungsi, tugas, dan tanggung jawab
Komite Audit. Kerancuan dan variasi pemahaman yang begitu tinggi di Komite Audit,
seringkali di lapangan, menduplikasi dengan tugas-tugas lainnya. Mungkin saja ini
disebabkan Komite Audit terlalu banyak terlibat dalam kegiatan-kegiatan rutin yang
bersifat operasional. Padahal kalau kita mengkaji kembali pembentukan Komite Audit,
dapat dipastikan Komite Audit memiliki fungsi menjalankan tugas oversight.
Kerancuan atau kebingungan mengenai peranan Komite Audit, juga sering dipicu oleh
tidak jelasnya kedudukan Komite Audit didalam governance structure. Seringkali IKAI
mendapatkan pertanyaan-pertanyaan mengenai hal tersebut. Memang didalam UU PT,
hal tersebut belum dijelaskan secara eksplisit. Demikian pula halnya di UU Pasar Modal.
Hanya BAPEPAM saja yang telah memulai menerbitkan ketentuan pada tahun 2000
dimana emiten diwajibkan memiliki Komite Audit yang merupakan tonggak eksistensi
Komite Audit. Sedangkan di Bank Indonesia (BI), badan regulator ini, pada tahun 1995
sudah memulai mewajibkan pembentukan Komite Audit. Lalu kemudian di tahun 1999,
BI kembali tidak mewajibkan perbankan untuk membentuk Komite Audit. Baru-baru ini
BI melalui peraturan barunya PBI No.: 8/14/PBI/2006, kembali mewajibkan Bank-bank
di Indonesia untuk wajib memiliki Komite Audit.
Berangkat dari kebingungan dan ketidakjelasan inilah, IKAI terdorong untuk menyusun
Manual Komite Audit, yang ditujukan dalam upaya menyamakan persepsi atau
paradigma mengenai fungsi Komite Audit, disamping tentunya merujuk kepada
International Best Practices dan juga kondisi-kondisi yang berkembang di Indonesia.
Manual ini juga dimaksudkan sebagai sarana untuk sharing best practices. Oleh karena
itu, diperlukan suatu publikasi Manual yang tujuan akhirnya adalah penyempurnaan
manual dari waktu ke waktu sehingga terdapat suatu referensi atau acuan bagi praktisi
Komite Audit dalam menjalankan tugasnya.
Kedua, bab III sampai dengan bab VI menjelaskan tentang fungsi oversight dari Komite
Audit. Ditegaskan bahwa Komite Audit tidak terlibat dalam kegiatan-kegiatan rutin yang
dapat menyebabkan hilangnya fungsi oversightnya. Masing-masing bab membahas
mengenai fungsi oversight dari Komite Audit dalam menjamin terselenggaranya
mekanisme check and balances. Fungsi-fungsi oversight Komite Audit mencakup fungsi
oversight dalam mendorong penegakan prinsip-prinsip Good Corporate Governance,
memastikan dihasilkannya high quality financial reporting, memastikan berlangsungnya
risk management process didalam perseroan dan dipatuhinya ketentuan yang berlaku.
Ketiga, pada setiap bab ditegaskan mengenai beberapa hal yang kiranya perlu
mendapatkan perhatian. Kunci keberhasilan Komite Audit salah satunya adalah
pemilihan anggotanya. Anggota Komite Audit disarankan harus financial literate, paling
tidak, dapat membaca laporan keuangan. Laporan keuangan merupakan objek oversight
Komite Audit. Aspek independensi Komite Audit juga ditekankan karena Komite Audit
harus dapat menjamin terselenggaranya mekanisme check and balances. Dengan
independensinya maka diharapkan Komite Audit dapat melakukan penilaian terhadap
efektifitas fungsi Internal Audit, dan independensi dan obyektifitas Eksternal Auditor
yang melakukan audit.
PEMBAHASAN
I. Harapan Bank Indonesia terhadap Peran Komite Audit di Perbankan dan Strategi
Pengoptimalan Fungsi Komite Audit – Bapak Muliaman Hadad (Direktur Bank
Indonesia)
Melalui Peraturan Bank Indonesia No. 8/14/PBI/2006 dapat dilihat bahwa terdapat 3
(tiga) Komite yang diatur dalam PBI yaitu Komite Audit, Komite Kebijakan Resiko, dan
Komite Remunerasi dan Nominasi. Beberapa concern yang disampaikan Bank Indonesia
terkait dengan keberadaan Komite Audit adalah :
• Tugas Komite Audit tidak sama dengan Audit Internal Bank yang dilakukan oleh
Satuan Kerja Audit Intern (SKAI) yang bertanggung jawab kepada Presiden Direktur.
Dalam hal ini Komite Audit harus mampu melakukan koordinasi dan evaluasi terhadap
hasil Audit Internal maupun Eksternal Bank, kesesuaian laporan dengan standard
akuntansi yang berlaku serta evaluasi tindak lanjut hasil audit.
• Untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas kerja Komite Audit, Bank perlu
menetapkan tugas dan tanggung jawab Komite Audit secara jelas, agar keberadaan
Komite Audit tersebut tidak hanya sebagai asesoris untuk memenuhi ketentuan yang
telah ditetapkan, namun mampu berperan aktif, bekerja secara optimal dan mampu
memberikan rekomendasi kepada Dewan Komisaris yang berhasil guna (substance over
form).
• Good Corporate Governance merupakan suatu hal yang wajib dan perlu dilaksanakan di
semua organisasi, apalagi di kalangan perbankan dimana diemban amanah yang sangat
besar dari para nasabah penyimpan dana di perbankan. Dalam rangka mempercepat
penerapan ketentuan Good Corporate Governance dimaksud, keberadaan Forum
Komunikasi Good Corporate Governance Perbankan dan atau Forum Komite Audit
Perbankan perlu didayagunakan sehingga tercipta komunikasi yang berkelanjutan
diantara para anggota industri dan regulator.
• Bank Indonesia berharap agar anggota Komite Audit selalu berupaya untuk dapat
menjadi mitra strategis bagi para stakeholders maupun bagi perusahaan dan regulator
II. BAPEPAM Memiliki Kepentingan yang Sangat Besar dalam Memastikan Good
Corporate Governance Diterapkan dan Dilaksanakan oleh Para Pelaku Pasar Modal –
Bapak Fuad A. Rahmany (Ketua Bapepam)
• Komite Audit merupakan bagian dari Good Corporate Governance. Inti dari Good
Corporate Governance adalah independen audit. Pada kenyataannya hingga saat ini
governance seringkali sulit diterapkan dengan baik. Ini lebih banyak disebabkan karena
belum atau tidak jelasnya tugas dan fungsi dari masing-masing elemen, baik
pemerintahan, organisasi public (seperti pemerintah) dan juga korporasi.
• BAPEPAM sangat menghargai upaya IKAI untuk membuat manual. Karena dengan
adanya Manual, hal-hal yang belum jelas mengenai tugas dan fungsi Komite Audit,
menjadi lebih jelas baik bagi anggota Komite Audit maupun bagi mitra kerjanya
Komisaris dan Direksi.
• Governance bukan hanya masalah pemenuhan elemen-elemen governance secara
formalitas saja seperti ada tidaknya Komisaris Independen, Komite Audit dan lain
sebagainya. Tetapi yang terpenting dari adalah bahwa semua pihak memiliki pemahaman
yang sama tentang peranan dari masing-masing unit yang dijalankan sehingga
pelaksanaan governance dapat berjalan dengan efektif.
• Pedoman bagi Komite Audit adalah sangat penting. Tetapi yang terpenting adalah
bagaimana mendapatkan pengakuan. Bagaimana meyakinkan manajemen termasuk
Internal Audit dapat menerima keberadaan Komite Audit. Karena bagi sebagian pihak
yang tidak memahami manfaat keberadaan Komite Audit, keberadaan Komite Audit
menimbulkan ketidakenakan atau ketidaknyaman. Penekanan lainnya adalah bagaimana
membuat fungsi Komite Audit menjadi efektif dan bagaimana independensi benar-benar
menjadi bagian dari Komite Audit, sehingga independennya bukan independent just in
appearance tetapi independent in fact.
III. Komite Audit dan Good Corporate Governance, Kerja Komite Audit – Bapak
Hotbonar Sinaga (Direktur Utama PT. Jamsostek)
a. Salah satu tugas utama Komite Audit dalam fungsi pengawasannya adalah memastikan
kinerja fungsi auditor internal. Bagaimana menilainya? Setiap bulan, secara rutin Komite
Audit mengadakan meeting dengan dipimpin oleh Komisaris Independen. Setiap 3 bulan
kami diskusi dengan Auditor Internal. Dalam diskusi tersebut, Komite Audit dapat
menilai kinerja Auditor Internal. Salah satu tugas Internal Auditor adalah menyampaikan
temuan-temuan. Temuan-temuan dibuat dalam garis besar, kemudian secara rutin
dilaporkan kepada Komite Audit perkembangannya.
c. Dapat disimpulkan bahwa fungsinya Komite Audit adalah seperti staff function.
Karena Komite Audit berada di bawah Dewan Komisaris maka Dewan Komisaris akan
menyampaikan kepada Direksi apa saja yang diminta dan diharapkan Komite Audit
dalam rangka melaksanakan fungsi pengawasannya. Untuk jumlah anggota Komite Audit
sebaiknya harus disesuaikan dengan kompleksitas perusahaan, dengan tetap
memperhatikan efektifitas dalam pengambilan keputusan.
IV. Pedoman dan Manual yang Berhubungan dengan Good Corporate Governance Bisa
Saling Bersinergi dan Tidak Saling Bertentangan – Bapak Gunawan Tjokro (Wakil Ketua
Asosiasi Emiten Indonesia)
a. Menekankan jabatan Komisaris dan Komite Audit harus diduduki oleh orang-orang
yang kompeten pada bidangnya. Dan sebaiknya Komite Audit tidak didominasi oleh
orang keuangan saja, tetapi bisa diwakili oleh berbagai macam disiplin ilmu. Kombinasi
ini bisa menciptakan fertilization of ideas dengan ide yang bermacam-macam sehingga
pandangan yang berbeda-beda itu dapat memberikan hasil yang lebih maksimal.
b. Komite Audit diharapkan bisa memberikan suatu statement mengenai apa yang telah
dilakukan selama satu tahun berjalan, dan ini dilampirkan dalam annual report. Ini sangat
baik karena merupakan bentuk tanggung jawab dari Komite Audit.
c. Baik dari peraturan yang dikeluarkan oleh BAPEPAM maupun dalam Manual ini, ada
beberapa hal yang sudah sejalan. Satu contoh adalah mengenai independensi dari auditor
baik Internal Auditor maupun Eksternal Auditor. Dalam manual, Komite Audit sangat
berperan didalam pemilihan atau menentukan kinerja dari Internal dan Eksternal Auditor
d. Mengapa Komite Audit penting bagi perusahaan? Banyak yang berpendapat bahwa
suatu perusahaan itu akan bisa tumbuh secara sustainable kalau memperhatikan pertama
adalah prinsip-prinsip Good Corporate Governance dan kedua, kalau program CSRnya
juga harus berjalan dengan baik. Ini suatu hal yang penting yang bisa membantu kinerja
perusahaan bertumbuh secara sustainable untuk masa-masa mendatang.
e. Masalah remunerasi merupakan hal yang perlu diperhatikan. Karena ada istilah ”ada
harga ada barang”. Tidak mungkin kita mendapatkan barang yang bagus dengan harga
yang kurang bagus. Walaupun sampai saat ini tidak ada standar, karena setiap perusahaan
mempunyai kebijakan yang berbeda-beda, tapi itu juga akan tergantung pada fungsi dan
kemampuan perusahaan. Faktor remunerasi penting diperhatikan agar perusahaan bisa
mendapatkan orang yang qualified.
f. Harapan yang disampaikan oleh AEI terhadap Komite Audit adalah sebagai berikut :
(1). Adanya rapat regular yang dapat diadakan bulanan atau tiga bulanan, dan juga
laporan mengenai pandangan-pandangan apa yang terjadi di perusahaan selama 6 bulan
terakhir.
(2). Selalu menjaga obyektifitas dalam menjalankan fungsi pengawasan, baik analisa
maupun opininya dilakukan secara obyektif.
http://www.komiteaudit.org/informasi_displayartikel.asp?idi=109
Pentingnya Satuan Pengawas Internal
OPINI
Rakyatjelata
| 11 Maret 2010 | 07:51
303
6
1 dari 2 Kompasianer menilai Menarik.
Ada peraturan tidak tertulis di perusahaan / institusi / lembaga di seluruh dunia apabila
ingin MAJU maka Satuan Pengawas Internalnya (SPI )/ internal Auditnya haruslah kuat.
Kenapa SPI haruslah kuat ? karena apabila SPI berfungsi sesuai peran dan fungsinya
maka perusahaan dapat mencegah terjadinya kehilangan keuangan perusahaan dan
menjaga aset perusahaan dari tindakan korupsi, kelalaian, kebiasaan salah yang
dibenarkan, penyimpangan kecurangan dan pemborosan.
Pengawasan internal merupakan alat yang baik untuk membantu manajemen dalam
menilai operasi perusahaan guna dapat mencapai tujuan usaha. Maka dalam arti sistem
pengawasan internal mecakup pengawasan yang dapat dibedakan atas pengawasan yang
bersifat akuntansi dan administratif.
a. Pengawasan akuntansi meliputi rencana organisasi dan semua cara dari prosedur yang
terutama menyangkut dan berhubugan langsung dengan pengamanan harta benda dan
dapat dipercayainya catatan keuangan (pembukuan). Pada umumnya pengawasan
akuntansi meliputi sistem pemberian wewenang (otorisasi) dan sistem persetujuan
pemisahaan antara tugas operasional, tugas penyimpanan harta kekayaan dan tugas
pembukuan, pengawasan fisik dan pemeriksaan internal (internal audit).
b. Pengawasan administratif meliputi rencana organisasi dan semua cara dan prosedur
yang terutama menyangkut efisiensi usaha dan ketaatan terahadap kebijaksanaan
pimpinan perusahaan yang pada umumnya tidak lansung berhubungan dengan
pembukuan (akuntansi). Dalam pengawasan administratif termasuk analisa statistik, time
and motion study, laporan kegiatan, program latihan pegawai dan pengawasan mutu.
(Drs. MANAHAN NASUTION, Ak)
Pengawasan internal mempunyai peranan yang sangat penting bagi suatu organisasi
perusahaan, apabila ada dewan direksi / komisiaris yang menganggap Satuan Pengawas
Internal (SPI) bukanlah sesuatu yang penting maka tinggal tunggulah kehancuran
perusahaan. Memperkuat SPI seharusnya berawal dari itikad baik top manajemen untuk
memajukan perusahaan. SPI bukanlah unit kerja yang berhubungan langsung dengan
penghasilan perusahaan, tetapi ketika peran dan fungsi SPI berjalan sesuai treknya maka
berhubungan tidak langsung dengan peningkatan penghasilan.
Peningkatan penghasilan ini berasal dari tertibnya pembukuan keuangan sehingga tidak
terjadinya kehilangan keuangan perusahaan, menjaga aset perusahaan dari tangan-tangan
jail dan mencegah peningkatan nilai barang yang tidak sesuai dengan harga pasar,
prosudure berjalan sesuai yang di tetapkan sehingga meningkatkan kepuasan pelanggan,
terjaganya mutu pelayan pelanggan, serta efisiensi usaha.
SPI bukanlah unit kerja yang mencari kesalahan, tetapi unit kerja yang membantu top
manajemen dalam mengawasi dan mengevaluasi sistem pengendalian manajemen
sehingga mengarahkan jalan-nya perusahaan dalam jalur yang benar. Temuan SPI tidak
selalu negatif tetapi juga ada temuan positif, temuan positif ini sebaiknya di sebarluarkan
sehingga dapat menjadi contoh bagi unit kerja yang lain.
SPI bagaikan sebuah obat bagi seseorang yang sakit. Ketika orang yang sakit itu membeli
obat, apakah obat itu di anggap kerugian !!!!!! pembelian obat itu adalah ongkos yang
harus dibayar dan jangan di hitung untung-rugi walaupun obat itu mahal harganya.
Karena keuntungannya akan lebih besar apabila badan ini sehat. Jadi jangan menganggap
membayar auditor itu sebuah kerugian walaupun ada biaya dalam tanda kutip “khusus”
bagi pekerja yang bersifat independence ini. Bagi pengelola institusi Pemerintah, SPI
adalah tameng pertama / bemper top manajemen ketika BPK beraksi. Apabila bempernya
saja sudah penyok / tidak ada / keropos bagaimana bisa menyelamatkan bila terjadi
benturan.
Catatan :
Dari sudut pandang hukum, tindak pidana korupsi secara garis besar mencakup unsur-
unsur sebagai berikut:
http://edukasi.kompasiana.com/2010/03/11/pentingnya-satuan-pengawas-internal/