Dokumen ini membahas tentang perspektif politik dalam agama Hindu berdasarkan kitab suci Weda. Politik dijelaskan sebagai cara untuk mencapai tujuan (menegakkan dharma) dengan berlandaskan pada agama, moral, dan etika. Dokumen ini juga menyinggung tentang masalah politisasi agama di Bali dan pentingnya umat Hindu memahami politik agar tidak dipermainkan oleh elite politik.
Dokumen ini membahas tentang perspektif politik dalam agama Hindu berdasarkan kitab suci Weda. Politik dijelaskan sebagai cara untuk mencapai tujuan (menegakkan dharma) dengan berlandaskan pada agama, moral, dan etika. Dokumen ini juga menyinggung tentang masalah politisasi agama di Bali dan pentingnya umat Hindu memahami politik agar tidak dipermainkan oleh elite politik.
Copyright:
Attribution Non-Commercial (BY-NC)
Available Formats
Download as DOC, PDF, TXT or read online from Scribd
Dokumen ini membahas tentang perspektif politik dalam agama Hindu berdasarkan kitab suci Weda. Politik dijelaskan sebagai cara untuk mencapai tujuan (menegakkan dharma) dengan berlandaskan pada agama, moral, dan etika. Dokumen ini juga menyinggung tentang masalah politisasi agama di Bali dan pentingnya umat Hindu memahami politik agar tidak dipermainkan oleh elite politik.
Copyright:
Attribution Non-Commercial (BY-NC)
Available Formats
Download as DOC, PDF, TXT or read online from Scribd
Ajaran politik dalam Agama Hindu (Nitisastra) semuanya bersumber dari kitab suci Veda. Aliran Veda ini mengalir dan dikembangkan dalam suatu kitab- kitab seperti: Smerti, Ithiasa, Purana, Tantra, Darsana, Upanishad, maupun lontar- lontar Tatwa yang ada sekarang ini. Menurut kitab suci Weda, Politik merupakan cara untuk mencapai tujuan (menegakkan dharma). Dimana dalam pelaksanaan untuk mencapai tujuan harus tetap berlandaskan akan agama serta moral dan etika. Karena itu, tidaklah dibenarkan jika massa parpol melakukan persembahyangan di pura-pura dengan tujuan politis apalagi dilengkapi dengan atribut parpol. Kecuali jika massa parpol tersebut ke pura dengan busana yang tepat tanpa tendensi politis melainkan semata-mata hanya untuk memohonkan kerahayuan dan kerahajengan bersama. Terlebih lagi bila disertai dengan dharmawacana yang menyuarakan pesan-pesan moral (bukan pesan sponsor parpol). Masyarakat Bali boleh disebut masyarakat yang mengambang, karena tak punya pemimpin yang mengayomi masalah moral, termasuk masalah agama dan politik. Kalaupun ada tokoh-tokoh agama di pedesaan, seperti pengurus Parisada atau pemimpin warga atau pemuka adat termasuk pemangku dan sulinggih. Namun, kebanyakan dari mereka tak bisa meredam hura-hura yang berbau politik, karena para elite politik sudah memberikan banyak hal yang menggiurkan, uang untuk membeli minuman keras, posko untuk berkumpul, bensin, baju kaos dan atribut partai untuk identitas kelompok. Adanya era multipartai seperti sekarang ini sungguh mencemaskan banyak orang. Kecemasan orang memang beralasan, karena masyarakat Bali yang buta politik tidak paham bagaimana menyalurkan aspirasinya di era multipartai ini. Berbeda partai dianggap musuh. Padahal partai-partai yang beda itu sesungguhnya punya platform yang sama. Semestinya orang Bali yang mayoritas Hindu bersatu, meskipun partainya berbeda namun asasnya sama. Sehingga, orang Bali khususnya umat Hindu perlu belajar politik agar tidak dipermainkan oleh elite politik yang hanya mementingkan kekuasaan. Dan perlu ditekankan agar umat Hindu tetap rukun, saling asah, saling asih dan saling asuh menghadapi perbedaan partai. NAMA : Nyoman Ari Cahyani Damawati NIM : 0813021024 KLS : 3B