Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
1.2 Tujuan
Percobaan pengaruh suhu dan disinfektan terhadap pertumbuhan bakteri
ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh faktor luar terhadap pertumbuhan dan
perkembangbiakan bakteri tertentu, serta mengatahui suhu optimum pertumbuhan
suatu bakteri.
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2
anaerob, seperti Clostridium botulinum. Kebanyakan mikroorganisme dapat
tumbuh pada kondisi tanpa dan dengan adanya oksigen. Kelompok ini disebut
fakultatif anaerobik, contohnya Bacillus sp., kebanyakan khamir dan bakteri
lainnya.
2.1.3 Suhu
Suhu adalah salah satu faktor lingkungan terpenting yang mempengaruhi
pertumbuhan dan kehidupan mikroorganisme. Berdasarkan suhu optimum
pertumbuhannya, mikroorganisme dapat dibedakan atas tiga grup, yaitu
psikotropik, mesofilik dan termofilik (Kusnandar et al., Tanpa tahun).
1. Psikrotropik
50oC, bakteri tersebut disebut obligat termofil. Jika tumbuh pada kisaran suhu 50-
66oC atau pada suhu yang lebih rendah (38oC), bakteri ini disebut fakultatif
termofilik. Beberapa obligat termofil dapat tumbuh pada suhu 77oC dan bakteri
3
Gambar 2.1 Grafik pertumbuhan mikroba pada berbagai kisaran suhu pertumbuhan
Sumber : Anonim (2009)
2.1.4 Nilai pH
Setiap organisme mempunyai kisaran nilai pH dimana pertumbuhan masih
memungkinkan dan masing-masing biasanya mempunyai pH optimum.
Kebanyakan organisme tumbuh pada pH sekitar 7,0 (6,6-7,5), dan hanya beberapa
yang dapat tumbuh di bawah pH 4,0. Bakteri mempunyai kisaran pH
pertumbuhan lebih sempit dibandingkan dengan kapang dan khamir. Kebanyakan
bakteri tidak dapat tumbuh pada pH di bawah 4,0 dan di atas 8,0, sedangkan
kapang mempunyai kisaran pH pertumbuhan 1,5-8,5. Oleh karena itu, makanan
yang mempunyai pH lebih rendah akan semakin awet karena semakin sedikit jenis
mikroorganisme yang dapat tumbuh (Kusnandar et al., Tanpa tahun).
4
Pertumbuhan setiap makhluk hidup membutuhkan nutrisi yang mencukupi
serta kondisi lingkungan yang mendukung demi proses pertumbuhan tersebut,
termasuk juga bakteri. Pertumbuhan bakteri pada umumnya akan dipengaruhi oleh
factor lingkungan sepertis uhu. Pengaruh factor ini akan memberikan gambaran
yang memperlihatkan peningkatan jumlah sel yang berbeda dan pada akhirnya
memberikan gambaran pula terhadap kurva pertumbuhannya (Darkuni, 2001).
2.2.1 Perbedaan Kondisi Optimum, Minimum, dan Maksimum
Pertumbuhan bakteri dipengaruhi oleh beberapa factor abiotik antara lain:
suhu, kelembapan, cahaya, pH, Aw dan nutrisi. Pertumbuhan bakteri akan
mencapai kondisi optimum jika faktor-faktor abiotik tersebut memenuhi syarat,
Hastuti (2007) .
2.2.1.1 Nutrisi
Bakteri memerlukan suplai nutrisi sebagais umber energy dan
pertumbuhan selnya. Unsur-unsur dasar tersebut adalah karbon, nitrogen,
hidrogen, oksigen, sulfur, fosfor, zat besi dan sejumlah kecil logam lainnya.
Ketiadaan atau kekurangan sumber-sumber nutrisi ini dapat mempengaruhi
pertumbuhan mikroba hingga pada akhirnya dapat menyebabkan kematian
Anonim (2006).
2.2.1.2 Suhu / Temperatur
MenurutAnonim (2006), suhu merupakan salah satu factor penting di
dalam mempengaruhi dan pertumbuhan mikroorganisme. Suhu dapat
mempengaruhi mikroba dalam dua cara yang berlawanan. Pertama, suhu yang
naik menyebabkan kecepatan metabolism naik dan pertumbuhan dipercepat.
Sebaliknya, apabila suhu turun, maka kecepatan metabolism akan menurun dan
pertumbuhan diperlambat. Kedua, suhu yang naik atau turun secara drastis
menyebabkan tingkat pertumbuhan akan terhenti sehingga kompenen sel menjadi
tidak aktif dan rusak, sehingga sel-sel menjadi mati.
Berdasarkan hal diatas, maka suhu yang berkaitan dengan pertumbuhan
mikroorganisme digolongkan menjadi tiga, yaitu suhu minimum, suhu optimum
dan suhu maksimum. Suhu minimum adalah suhu terendah yang apabila berada di
bawahnya maka pertumbuhan terhenti. Suhu dimana pertumbuhan berlangsung
paling cepat dan disebut juga suhu inkubasi merupakan suhu optimum. Suhu
5
tertinggi dimana pertumbuhan mikroorganisme tidak terjadi merupakan suhu
maksimum.
Tabel 2.1 Pengelompokan Bakteri Berdasarkan Suhu
Kelompok Suhu Minimum Suhu Optimum Suhu Maksimum
Psikrofil - 15o C. 10o C. 20o C.
Psikrotrof - 1o C. 25o C. 35o C.
o
Mesofil 5 – 10 C. 30 – 37o C. 40o C.
o
Thermofil 40 C. 45 – 55o C. 60 – 80o C.
o
Thermotrof 15 C. 42 – 46o C. 50o C.
Sumber: Anonim (2006)
2.2.1.3 pH
Setiap organisme memiliki kisaran pH masing-masing dan memiliki pH
optimum yang berbeda-beda. Kebanyakan mikroorganisme dapat tumbuh pada
kisaran pH 6,0–8,0 dan nilai pH diluar kisaran 2,0 sampai 10,0 biasanya bersifat
merusak (Anonim,2006).
Menurut Wasetiawan (2009), berdasarkan pH-nya mikroba dapat
dikelompokkan menjadi 3 yaitu asidofil, mesofil dan alkalifil. Mikroba asidofil
merupakan mikroba yang dapat hidup pada pH 2,0 sampai 5,0. Mikroba yang
dapat hidup pada pH 5,5-5,8 merupakan mikroba mesofil, sedangkan mikroba
yang dapat bertahan pada pH 8,4-9,5 adalah mikroba alkalifil.
2.2.1.4 Ketersediaan Oksigen
Menurut Anonim (2006), mikroorganisme memiliki karakteristik tertentu
di dalam kebutuhannya akan oksigen. Mikroorganisme dalam hal ini digolongkan
menjadi aerobik, anaerob, anaerob fakultatif dan mikroaerofilik. Mikroorganisme
aerobik merupakan mikrooraganisme yang dapat tumbuh apabila terdapat oksigen
bebas. Mikroorganisme anaerob merupakan mikrooraganisme yang dapat tumbuh
apabila tidak terdapat oksigen bebas. Mikrooraganisme yang dapat tumbuh baik
dengan bantuan oksigen bebas adalah mikroorganisme anaerobic fakultatif,
sedangkan mikroaerofilik merupakan mikroorganisme yang dapat tumbuh dengan
jumlah oksigen yang kecil.
2.2.2 Contoh Bakteri pada Masing-Masing Kondisi
2.2.2.1 E. coli
Menurut Balia (Tanpa tahun), bakteri E. coli termasuk bakteri termofilik.
E. coli tumbuh baik pada suhu 40C sampais uhu 80C. Pada suhu 90C
pertumbuhan E. coli sedikit (+), sedangkan pada suhu 97C tidak terlihat adanya
kehidupan (-). Menurut Wasetiawan (2009), pH minimum E. coli adalah 4,4,
6
sedangkan pH maksimum E. coli adalah 9,0 dan pH optimumnya berkisarantara
6,0 – 7,0 (Wasetiawan, 2009).
2.2.2.2 Lactobacillus
Menurut Balia (Tanpa Tahun), bakteri Lactobacillus termasuk pada
bakteri psikrofilik. Bakteri ini hidupa pada suhu rendah, seperti di dalam lemari
pendingin dan mudah merusak makanan seperti daging dan ikan. Menurut
Wasetiawan (2009), pH minimum Lactobacillus acidophilus adalah sekitar 4,0–
4,6 sedangkan pH maksimumnya adalah 6,8 dan pH optimumnya berkisar antara
5,8–6,6 (Wasetiawan, 2009).
2.3 Desinfektan
Terdapat 2 cara untuk membebaskan produk makanan dari kuman, yaitu
sterilisasi dan pasteurisasi. Sterilisasi sendiri merupakan proses bebas kuman,
virus, spora dan jamur yang dapat dilakukan dengan cara alami maupun kimiawi.
Secara kimiawi dapat dilakukan dengan menggunakan antiseptik maupun
desinfektan. Selama ini, masyarakat sering memiliki persepsi yang salah. Mereka
menanggap keduanya merupakan alat sterilisasi yang sama. Padahal terdapat
perbedaan antara keduanya. Desinfektan berarti senyawa untuk mencegah infeksi
dengan jalan penghancuran atau pelarutan jasad renik patogen dikenakan pada
jaringan tak hidup sedangkan antiseptic berarti senyawa untuk mencegah infeksi
yang dikenakan pada jaringan hidup (Rahayu, Tanpa tahun).
2.3.1 Macam-macam Desinfektan
Desinfektan dibagi menjadi 2 yaitu yang berbentuk fisik dan kimia.
Disinfektan fisik dapat berupa panas dan sinar. Panas tersebut berasal dari proses
melewatkan ke pemanas atau penyemprotan dengan air panas. Disinfektan fisik
juga dapat berasal dari sinar, seperti sinar UV dan gamma (Rahayu, Tanpa
tahun).
Menurut Rahayu (Tanpa tahun), desinfektan yang berasal dari bahan kimia
dapat berupa spray, sabun, aerosol, serta fumigasi. Kresol, fenol, ammonium
kuarterner, klorin, asam HOCl, formalin dan iodofor merupakan contoh dari
desinfektan kimia. Kresol efektif membunuh bakteri, virus tetapi tidak membunuh
spora. Bahan ini bersifat korosif, toksik dan pada konsentrasi tinggi dapat
7
meninggalkan warna sehingga tidak boleh digunakan sebagai desinfektan bahan
pangan. Fenol dapat digunakan untuk membunuh bakteri, virus, dan fungi.
Ammonium kuarterner tersusun atas bagian yang hidrofobik dan hidrofilik.
Ammonium kuarterner efektif melawan bakteri gram negatif dan positif, fungi,
serta virus, tetapi tidak efektif untuk virus PMK dan bakteri Mycobacterium
tuberculosis (Rahayu, Tanpa tahun).
Klorin merupakan desinfektan kimia yang mampu melawan bakteri dan
banyak virus. Efektivitas klorin menurun apabila terdapat materi organik, seperti
amoniak dan senyawa-senyawa amino. Asam HOCl merupakan desinfektan yang
dapat bereaksi dengan berbagai senyawa, baik senyawa organik maupun senyawa
anorganik. Formalin dapat digunakan untuk fumigasi telur dlm almari yg
dirancang khusus korosif dan berpotensi karsinogenik. Iodofor merupakan
antiseptik dan desinfektan. Iodofor tersusun atas iodin dan zat-zat yang larut di
dalamnya. Bahan penyusun tersebut dilarutkan dalam air iodin bebas. Iodofor
bersifat kurang toksik dibanding dengan desinfektan lain, tetapi tidak efektif
digunakan pada materi organik. Iodofor merupakan antiseptik untuk kulit dan
dapat menginaktivasi protein mikroba. Pada konsentrasi iodofor yang tinggi,
efektivitas bahan ini untuk menghambat mikroba akan menurun (Rahayu, Tanpa
tahun).
Desinfektan ada yang bersifat asam dan alkali. Desinfektan yang bersifat
asam terdapat 2 jenis, yaitu desinfektan asam organik dan anorganik. Desinfektan
asam organik berupa asam salisilat dan benzoat salep yang dapat melunakkan
tanduk dan membunuh jamur. Desinfektan asam anorganik berupa HCl dan
H2SO4 0,1 N dan bersifat korosif (Rahayu, Tanpa tahun).
Desinfektan yang berupa alkali adalah caustic soda (NaOH), CaO,
chlorhexidine dan alkohol. Caustic soda (NaOH) merupakan bahan yang sangat
aktif jika dicampur air panas. Penggunanya harus menggunakan sarung tangan,
pakaian khusus dan sepatu karet. CaO dikenal juga dengan lime atau quiclime.
CaO berubah menjadi Ca(OH)2 apabila ditambahkan dengan air. Ca(OH)2 dapat
digunakan untuk melarutkan kuman. Kelemahan CaO adalah ketidakmampuannya
untuk membunuh spora anthrax dan Clostridium (Rahayu, Tanpa tahun).
8
Chlorhexidine merupakan bahan yang tidak bersifat toksik. Chlorhexidine
efektif melawan bakteri gram negatif dan positif. Chlorhexidine juga
dikombinasikan dengan surfaktan, zat warna atau bahan lain, seperti gliserin.
Alkohol mampu membunuh sel vegetatif bakteri dan jamur, tetapi tidak
sporosidal. Alkohol yang biasa digunakan sebagai desinfektan ialah etil dan
isopropil alkohol. Keduanya efektif pada konsentrasi 70%. Konsentrasi yang lebih
besar atau sama dengan 90% serta kurang dari 50%, efektifitasnya akan menurun.
Penurunan efektifitas pada alkohol 90% disebabkan oleh berkurangnya jumlah air
(Rahayu, Tanpa tahun).
9
BAB III
METODE KERJA
10
4. Cawan tersebut diinkubasi pada suhu 370C selama 48 jam, kemudian daerah
pengahambatannya dihitung.
Tabel 3.2 Perlakuan Pengaruh Konsentrasi Disinfektan
Kelompok Konsentrasi Kultur
1 0%, 50% Bacillus subtilis
2 0%, 70%
3 0%, 96%
Escherichia
4 0%, 50%
coli
5 0%, 70%
6 0%, 96%
11
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
12
45oC, namun mulai menurun pada suhu 50oC. Hal ini menunjukkan bahwa
Esherichia coli merupakan bakteri mesofilik dengan suhu optimum pertumbuhan
18oC – 45oC.
4.2.2 Faktor Desinfektan
Pada praktikum ini, desinfektan yang digunakan sama yaitu alkohol
dengan empat macam konsentrasi, yaitu 0%, 50%, 70% dan 96%. Hasil praktikum
menunjukkan bahwa desinfektan alkohol 0%, 50%, 70%, maupun 96% tidak ada
yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri Escherichia coli.
13
berdasarkan literatur, luas area penghambatan bakteri Eschericia coli seharusnya
lebih kecil daripada luas area penghambatan bakteri Bacillus subtilis (Sarles,
1956). Resistensi bakteri Gram negatif yang lebih tinggi terhadap desinfektan
dibandingkan dengan resistensi bakteri Gram positif berkaitan dengan adanya
jaringan peptidoglikan pada dinding sel bakteri Gram negatif yang mampu
menyerap sebagian besar desinfektan sehingga tidak mampu membunuh koloni
bakteri tersebut secara menyeluruh. Pada bakteri Gram positif yang dinding
selnya tidak dilapisi peptidoglikan, desinfektan akan langsung menyerang ke inti
sel bakteri dan mematikan bakteri tersebut.
14
BAB V
KESIMPULAN
15