You are on page 1of 76

Setiap kematian mendadak harus diperlakukan sebagai kematian yang tidak wajar, sebelum dapat

dibuktikan bahwa tidak ada bukti-bukti yang mendukungnya. Dengan demikian dalam penyelidikan
kedokteran forensik pada kematian yang mendadak atau terlihat seperti wajar, alasan yang sangat
penting dalam otopsi adalah menentukan apakah terdapat tindak kejahatan. Dari sudut kedokteran
forensik, tujuan utama pemeriksaan kasus kematian mendadak adalah menentukan cara kematian
korban.14

Pemeriksaan kasus kematian mendadak perlu beberapa alasan, antara lain:

1. Menentukan adakah peran tindak kejahatan pada kasus tersebut

2. Klaim pada asuransi

3. Menentukan apakah kematian tersebut karena penyakit akibat industri atau merupakan kecelakaan
belaka, terutama pada pekerja industri

4. Adakah faktor keracunan yang berperan

5. Mendeteksi epidemiologi penyakit untuk pelayanan kesehatan masyarakat

Pada kasus kematian yang terjadi seketika atau tak terduga, khususnya bila ada tanda-tanda penyakit
sebelumnya dan kemungkinan sakit sangat kecil, untuk menentukan penyebabnya hanya ada satu cara
yaitu dilakukannya pemeriksaan otopsi pada jenazah, bila perlu dilengkapi dengan pemeriksaan
tambahan lain seperti pemeriksaan toksikologi. Hal ini sangat penting untuk menentukan apakah
termasuk kematian mendadak yang wajar. 14

Adapun kepentingan otopsi antara lain:

1. Untuk keluarga korban, dapat menjelaskan sebab kematian

2. Untuk kepentingan umum, melindungi yang lain agar dapat terhindar dari penyebab kematian yang
sama

Penentuan kasus kematian adalah berdasarkan proses interpretasi yang meliputi:

1. Perubahan patologi anatomi, bakteriologi dan kimia

2. Pemilihan lesi yang fatal pada korban

Pada kasus kematian mendadak yang sering kita hadapi, tindakan yang mampu dilakukan pada kematian
mendadak adalah:

1. Semua keterangan tentang almarhum dikumpulkan dari keluarga, teman, polisi, atau saksi-saksi, yang
meliputi: usia, penyakit yang pernah diderita, pernah berobat dimana, hasil pemeriksaan laboratorium,
tingkah laku yang aneh, dan lain-lain.
2. Keadaan korban dan sekitar korban saat ditemukan, pakaian yang ditemukan, tanda-tanda kekerasan
atau luka, posisi tubuh, temperatur, lebam mayat, kaku mayat, situasi TKP rapi atau berantakan, adanya
barang-barang yang mencurigakan.

3. Keadaan sebelum korban meninggal

4. Bila sebab kematian tidak pasti, sarankan kepada keluarga untuk melapor kepada polisi, jika polisi
tidak meminta visum et repertum dapat diberi surat kematian.

5. Dalam mengisi formulir B, pada sebab kematian bila tidak dketahui sebab kematiannya ditulis tidak
diketahui atau mati mendadak.

6. Bila dilakukan pemeriksaan dalam, buat preparat histopatologi bagian organ-organ tertentu, diperiksa
dan dilakukan pemeriksaan toksikologi

7. Sebaiknya jangan menandatangani surat kematian tanpa memeriksa korban, dan jangan menyentuh
apapun terutama yang dipakai sebagai barang bukti.

Dari hasil pemeriksaan kemungkinan:

1. Korban meninggal secara wajar dan sebab kematian jelas misalnya coronary heart disease, maka
diberi surat kematian dan dikuburkan

2. Sebab kematian tidak jelas, keluarga/dokter lapor ke polisi, kemudian polisi minta visum et repertum,
setelah SPVR datang maka korban diotopsi untuk menentukan sebab kematian korban.

3. Korban meninggal secara tidak wajar, misalnya ditemukan adanya tanda-tanda kekerasan, maka
keluarga atau dokter lapor ke polisi.

4. Korban diduga meninggal secara wajar, misalnya CVA tetapi juga ditemukan tanda-tanda kekerasan,
maka keluarga atau dokter lapor ke polisi

KEMATIAN MENDADAK

(SUDDEN NATURAL UNEXPECTED DEATH)

Erwin Kristanto, Tjahjanegara Winardi


.

PENDAHULUAN

Pada sebagian kematian alamiah, dokter ada di sana untuk memeriksa dan memberikan surat
keterangan kematian, tentunya dengan demikian pada sebagian besar kematian sebab kematian dapat
ditentukan secara klinis. Walau keadaan ini kurang memuaskan, namun harus dipahami bahwa tidak
setiap kematian dapat diautopsi untuk menentukan sebab mati, bahkan terkadang bila keluarga yang
berangkutan menginginkannya.1

Kematian sering terjadi tanpa diduga, terjadi tiba-tiba dan dengan cara yang terkadang tampak
tidak wajar, sehingga penyidik maupun keluarga membawa mayat untuk diperiksa secara kedokteran
forensik. Penentuan sebab kematian menjadi penting terkait dengan kepentingan hukum yang diusung
oleh penyidik dan kepentingan keluarga terkait dengan rasa keadilan, perubahan status almarhum dan
keluarganya, serta hak dan kewajiban yang timbul dari meninggalnya orang tersebut. Autopsi sebagai
suatu jalan penentuan sebab kematian merupakan pilihan solusi saat berhadapan dengan suatu
kematian mendadak.2

Definisi WHO untuk kematian mendadak adalah kematian yang terjadi pada 24 jam sejak gejala-
gejala timbul, namun pada kasus-kasus forensik, sebagian besar kematian terjadi dalam hitungan menit
atau bahkan detik sejak gejala pertama timbul. Kematian mendadak tidak selalu tidak diduga, dan
kemtian yang tak diduga tidak selalu terjadi mendadak, namun amat sering keduanya ada bersamaan
pada suatu kasus.1,3

Terminologi kematian mendadak disini dibatasi pada suatu kematian alamiah yang terjadi tanpa
diduga dan terjadi secara mendadak, mensinonimkan kematian mendadak dengan terminologi ”sudden
natural unexpected death”. Kematian alamiah di sini berarti kematian hanya disebabkan oleh penyakit
dan trauma atau racun tidak memainkan dalam menyebabkan kematian.2

PREVALENSI

Kematian mendadak terjadi empat kali lebih sering pada laki-laki dibandingkan pada perempuan.
Penyakit pada jantung dan pembuluh darah menduduki urutan pertama dalam penyebab kematian
mendadak, dan sesuai dengan kecenderungan kematian kematian mendadak pada laki-laki yang lebih
besar, penyakit jantung dan pembuluh darah juga memiliki kecenderungan serupa. Penyakit jantung dan
pembuluh darah secara umum menyerang laki-laki lebih sering dibanding perempuan dengan
perbandingan 7 :1 sebelum menopause, dan menjadi 1 : 1 setelah perempuan menopause. Di Indonesia,
seperti yang dilaporkan Badan Litbang Departemen Kesehatan RI, persentase kematian akibat penyakit
ini meningkat dari 5,9% (1975) menjadi 9,1% (1981), 16,0% (1986) dan 19,0% (1995).2,4

Tahun 1997 -2003 di Jepang dilakukan penelitian pada 1446 kematian pada kecelakaan lalu lintas
dan dari autopsi pada korban kecelakaan lalu lintas di Dokkyo University dikonfirmasikan bahwa 130
kasus dari 1446 kasus tadi penyebab kematiannya digolongkan dalam kematian mendadak, bukan
karena trauma akibat kecelakaan lalu lintas.5

PENGGOLONGAN KEMATIAN ALAMIAH

Kematian alamiah dapat dibagi menjadi dua kategori besar : (1) Kematian yang terjadi dimana ada
saksi mata dan keadaan dimana faktor fisik dan emosi mungkin memainkan peran, juga dapat terjadi
saat aktivitas fisik, dimana cara mati dapat lebih mudah diterangkan. (2) Keadaan dimana mayat
ditemukan dalam keadaan yang lebih mencurigakan, terdapat kemungkinan hadirnya saksi-saksi yang
mungkin ikut bertanggung jawab terhadap terjadinya kematian.2

Pada kematian alamiah kategori pertama, kematian alamiah dapat dengan lebih mudah
ditegakkan, dan kepentingan dilakukannya autopsi menjadi lebih kecil. Pada kematian alamiah kategori
kedua, sebab kematian harus benar-benar ditentukan agar cara kematian dapat ditentukan. Kematian
alamiah dan tidak wajar sedapat mungkin dipisahkan, ditentukan apakah kekerasan atau racun ikut
berperan dalam menyebabkan kematian.

Pada kematian alamiah kategori pertama, keluarga untuk kepentingan almarhum dan mereka
sendiri dapat meminta dilakukannya autopsi klinik pada almarhum. Autopsi klinik tidak memerlukan
surat permintaan dari kepolisian, karena pada prinsipnya dilakukan atas kehendak keluarga, bukan
untuk kepentingan penyidikan. Persetujuan keluarga dalam tindakan autopsi klinik ini harus dibuat
secara tertulis, dan hasil dari pemeriksaan akan dituangkan dalam sebuah laporan autopsi atau ”autopsy
report”.2,3

Pada kematian alamiah kategori kedua, karena keadaan yang lebih mencurigakan, polisi akan
mengadakan penyidikan dan membuat surat permintaan visum et repertum. Pada keadaan ini hasil
pemeriksaan akan dituangkan dalam visum et repertum, dan persetujuan keluarga akan menjadi
prioritas yang lebih rendah dari kepentingan penegakan hukum.

LESI PENYEBAB

Lesi yang dapat menyebabkan kematian alamiah yang mendadak secara garis besar terdiri dari 3
golongan :2

Grup terbesar adalah lesi yang diakibatkan oleh proses penyakit yang berjalan perlahan atau insidental
berulang yang merusak organ vital tanpa menimbulkan suatu gejala renjatan akut sampai terjadi suatu
penghentian fungsi organ vital yang tiba-tiba. Salah satu contoh yang paling baik untuk golongan ini
adalah kematian mendadak akibat penyakit jantung koroner.

Terjadinya ruptur pembuluh darah yang mendadak dan tak terduga, yang diikuti dengan perdarahan
yang berakibat fatal. Contoh golongan ini adalah pecahnya aneurisma aorta dengan perdarahan ke
dalam pericardial sac atau pecahnya aneurisma pada sirkulus Willisi yang menyebabkan perdarahan
subdural.

Golongan ketiga mencakup infeksi latent atau infeksi hebat yang perjalanan penyakitnya berkembang
tanpa menunjukkan gejala yang nyata atau bermakna sampai terjadi kematian. Contohnya adalah
endokarditis bakterial atau obstruksi mendadak usus karena volvulus.

Pengenalan sebab kematian pada kasus kematian mendadak secara mendasar adalah proses
interpretasi yang mencakup deteksi perubahan patologis yang ditemukan secara anatomis, patologi
anatomi, bakteriologis dan kimiawi serta seleksi lesi yang ditemukan yang dianggap mematikan bagi
korban.

Menurut sistem tubuh, lesi yang menyebabkan kematian mendadak dapat dibagi atas :2

1. Penyakit jantung dan pembuluh darah

a. Penyumbatan arteri koroner

b. Lesi miokard, katup jantung, endocardium dan pericardium

c. Penyakit jantung kongenital

d. Lesi aorta

2. Penyakit respirasi

a. Lesi yang menyebabkan asfiksia

b. Perdarahan dari jalan nafas


c. Pneumothorax

d. Infeksi paru

3. Penyakit otak dan lesi intrakranial lain

4. Penyakit saluran cerna dan urogenital

a. Perdarahan ke dalam saluran cerna

b. Perdarahan intra-abdomen

c. Syok

d. Infeksi peritoneum

e. Lesi urogenital

5. Lain-lain

a. Addison disease

b. Pheochromocytoma dari medula adrenal yang menyebabkan hiperadrenalin


c. Senile marasmus

d. Diabetes melitus

e. Hemochromatosis

f. Discrasias darah

g. Status lymphaticus

h. Hipertiroid

i. Malaria

j. Deformitas berat dari spinal

k Perdarahan dari ulcus varises di kaki

l. Penyebab yang belum dapat ditentukan

6. Anak

a. Anomali kongenital

b. Penyakit infeksi
c. Konvulsi dengan asfiksia

d. Penyakit defisiensi

PENYAKIT JANTUNG DAN PEMBULUH DARAH

Penyakit jantung dan pembuluh darah adalah penyebab terbanyak yang terdeteksi dalam
kematian mendadak, menyebabkan kematian 300.000 sampai 400.000 setahun di Amerika.1,3,6

Penyakit Arteri Koroner

Arteri koroner adalah pembuluh darah yang memberi makan jantung, sehingga kerusakan pada arteri
koroner akan sangat mempengaruhi kinerja dan kelangsungan hidup jantung. Stenosis dari koroner oleh
ateroma sangat sering terjadi, konsekuensinya terjadi pengurangan aliran darah ke otot jantung yang
dapat menyebabkan kematian dengan berbagai cara.1,4

Insufisiensi koroner akibat penyempitan lumen utama yang mengakibatkan iskemia kronik dan hipoksia
dari otot-otot jantung di bawah stenosis. Otot jantung yang mengalami hipoksia mudah menyebabkan
aritmia dan fibrilasi ventrikel, terutama pada adanya beban stress seperti olahraga atau emosi.

Komplikasi dari ateroma dapat memperburuk stenosis koroner dan kematian otot jantung yang
mengikutinya. Plak ateroma ulseratif dapat pecah atau hancur, mengisi sebagian atau seluruh pembuluh
darah dengan kolesterol, lemak dan debris fibrosa. Pecahan ini akan terbaca ke arah distal pembuluh
darah dan pada percabangan pembuluh darah menyumbat pembuluh darah dan menyebabkan multipel
mini-infark. Bagian endotel dari plak yang hancur dapat bertindak seperti katup dan menutup total
pembuluh darah. Komplikasi lain adalah perdarahan sub-intima yang terjadi pada plak,
membesarkannya secara tiba-tiba dan menutup lumen pembuluh darah.

Trombosis koroner
Miokard infark, terjadi ketika stenosis berat terjadi atau terjadi oklusi total dari pembuluh darah, bila
pembuluh darah kolateral di tempat bersangkutan tidak cukup memberi darah pada daerah yang
bersangkutan. Infark umumnya baru terjadi bila lumen tertutup lebih dari atau sama dengan 70%.

Lesi pada sistem konduksi jantung. Efek dari infark yang besar adalah mengurangi fungsi jantung karena
kegagalan pompa dan otot yang mati tidak dapat berkontraksi atau menyebabkan aritmia dan fibrilasi
ventrikel. Infark yang dapat dilihat dengan mata secara makroskopik tidak terjadi saat kematian
mendadak, karena perlu beberapa jam agar oklusi jantung menjadi jelas. Tapi efek fatal dari infark dapat
terjadi pada setiap saat setelah otot menjadi iskemik.

Infark miokard yang ruptur dapat menyebabkan kematian mendadak karena hemoperkardium dan
tamponade jantung. Keadaan ini umumnya terjadi pada wanita tua, yang mempunyai miokardium yang
rapuh, namun tidak menutup kemungkinan terjadi pada semua orang. Keadaan ini cenderung terjadi
dua atau tiga hari setelah onset infark dan bagian otot yang infark menjadi lunak. Ruptur terkadang
terjadi pada septum interventrikuler, menyebabkan ”left-right shunt” pada jantung.

Fibrosis miokard, terjadi ketika infark miokard menyembuh karena miokardium tidak dapat
berprofilerasi. Sebuah daerah fibrosis yang besar di ventrikel kiri dapat kemudian membengkak karena
tekanan yang tinggi selama sistole membentuk aneurisma jantung yang mengurangi fungsi jantung.

Ruptur otot papilaris, dapat terjadi karena infark dan nekrosis. Keadaan ini memungkinkan katup mitral
mengalami prolaps dengan gejala insufisiensi mitral dan bahkan kematian.

Hipertensi
Hipertensi dapat menyebabkan kematian mendadak diawali dengan hipertrofi ventrikel kiri. Pada
hipertensi, otot jantung harus bekerja ektra untuk melawan tekanan eksternal dan membesar untuk
dapat menghasilkan dorongan yang lebih kuat.

Jantung normal memiliki berat sekitar 250 sampai 400 gram dan berat jantung dapat meningkat
sampai 600 gr atau lebih dan dengan demikian perkembangan otot melebihi kemampuan suplai darah
arteri koroner, walau pada keadaan dimana arteri koronernya sehat.1,2

Ateroma sering diasosiasikan dengan hipertensi, dan dengan adanya ateroma otot jantung yang
membesar tadi menjadi lebih iskemik dengan menurunnya aliran darah arteri koroner yang disumbat
oleh ateroma. Pada penelitian histokimia, tampak daerah dalam dari ventrikel kiri yang hipertrofi
mengalami defisiensi enzim-enzim dehidrogenase, suatu indikator adanya keadaan hipoksik. Otot-otot
ini menjadi tidak stabil dan dengan dengan mudah membuat rangkaian aritmia dan fibrilasi.1,6

Stenosis Aorta

Stenosis aorta menyebabkan hipertrofi ventrikel kiri, bahkan lebih nyata dibanding pada
hipertensi. Jantung dapat mencapai berat 700 – 1000 gram. Penyebabnya biasanya adalah kalsifikasi
pada katup jantung yang berhubungan dengan aterosklerosis.1

Pada stenosis aorta, problem tidak hanya terletak pada otot jantung yang membutuhkan suplai
darah lebih, tapi juga pada sempitnya katup yang menyebabkan rendahnya tekanan perfusi pada pintu
arteri koroner sehingga alirannya menjadi lemah.

Kematian mendadak umumnya terjadi pada usia di atas 60 tahun, namun terjadi pula pada orang
yang lebih muda dengan kelainan kongenital berupa katup aorta yang bikuspid.
Penyakit Miokard Primer

Miokarditis terjadi karena berbagai penyakit infeksi seperti difteri, dan infeksi virus termasuk influenza.
Sarcoidosis diseminata juga dapat mempengaruhi otot jantung, dan merupakan penyebab kematian
pada kasus seperti ini.

Pada kematian mendadak, miokarditis karena etiologi yang tidak diketahui kadang ditemukan pada
sediaan histologi dari autopsi, miokarditis ini sering disebut sebagai “isolated Fiedler’s” atau “Saphir’s
myocarditis”. Keadaan ini sering menyebabkan kematian pada umur dewasa muda.1,3

Suatu kondisi intrinsik jantung yang lain adalah suatu penyakit yang disebut “cardiomyopathies” dimana
jantung membesar dan menunjukkan abnormalitas histologis. Keadaan ini beberapa disebabkan karena
defek metabolik, sebagian lagi sebabnya tidak diketahui. Jantung yang sangat besar, bahkan sampai
lebih dari 1000 gram dapat ditemukan pada keadaan ini, terjadi penebalan masif dari dinding ventrikel,
kadang-kadang asimetris.

Aneurisma Sifilis

Aneurisma akibat penyakit sifilis saat ini jarang ditemukan karena efektifnya pengobatan sifilis,
namun kadang masih dapat ditemukan pada autopsi rutin pada orang-orang usia lanjut. Aneurisma
memiliki dinding yang tipis dan paling umum terjadi pada aorta thorakal, terutama pada lengkung aorta.
Aneurisma ini dapat ruptur dengan perdarahan masif pada mediastinum atau ke dalam rongga pleura
atau pada kasus yang jarang, ke dalam trakea atau esofagus.1

PENYAKIT SISTEM RESPIRASI


Penyebab utama kematian mendadak karena organ respirasi sebenarnya juga terletak pada
faktor vaskular juga. Emboli pulmonar amat sering terjadi dan bahkan kadang tidak terdiagnosa sebagai
sebab kematian. Pada hampir setiap kasus, sumber emboli berasal dari vena tungkai.

Pada saat terjadi trauma, terutama yang memerlukan imobilisasi, trombosis vena terbentuk. Sebagian
besar terjadi tanpa gejala dan tidak menimbulkan masalah, tapi sebagian lagi emboli ini terlepas dan
menutup pembuluh darah pulmoner dengan ukurannya yang beranek ragam.1

Sekitar 80% dari kematian akibat emboli pulmoner memiliki predisposisi penyebab seperti patah tulang,
trauma jaringan, operasi, imobilisasi, dan lain-lain. Ini membuat hubungan antara kematian dan kejadian
yang terkait dengan trauma menjadi lebih sulit. Dalam penerapan hukum sukar untuk dibuktikan hingga
meyakinkan hakim bahwa trauma yang dibuat tersangka yang menyebabkan kematian.

Penyebab kematian mendadak yang sering pula terjadi di Indonesia adalah haemoptysis masif dari
caverna tuberculosis atau dari yang lebih jarang terjadi haemoptysis masif dari keganasan pada sistem
respirasi. Kematian yang cepat namun tidak mendadak dapat juga terjadi pada infeksi dada yang hebat,
terutama oleh strain virus influensa yang ganas.

Epiglottitis

Saat ini kondisi-kondisi yang menyebabkan obstruksi jalan nafas seperti laringitis lues atau difteri
sudah jarang ditemukan, namun kasus epiglotitis akut sering terlambat ditangani dan menyebabkan
kematian mendadak. Epiglotitis dapat terjadi pada anak dan dewasa. Bila seseorang menderita
epiglotitis akut, selalu terdapat potensial untuk terjadi suatu obstruksi jalan nafas yang fatal yang terjadi
sangat cepat.

Penderita yang mengalami epiglotitis akut mungkin hanya memdapat gejala yang ringan seperti
nyeri tenggorokan, serak, dan kesulitan menelan. Setelah adanya gejala ini, dalam perjalanan
penyakitnya, obstruksi saluran nafas dapat terjadi sangat cepat, bahkan ketika sedang diperiksa dokter.
Epiglotitis akut adalah suatu kegawatdaruratan medis yang memerlukan penanganan segera berupa
tracheostomy atau intubasi bila terjadi obstruksi saluran nafas. Penyebab tersering epiglotitis akut pada
anak-anak dan dewasa adalah H.influenzae.3,7

LESI PADA OTAK DAN LESI INTRAKRANIAL

Ruptur Aneurisma Berry

Sebab kematian mendadak pada orang dewasa muda sampai paruh baya adalah perdarahan
subarachnoid karena pecahnya aneurisma pada arteri basal otak. Keadaan ini dapat terjadi pada laki-laki
dan perempuan, umumnya sebelum umur dimana seseorang sering terserang penyakit jantung
koroner. Aneurisma Berry patut dicurigai sebagai sebab kematian terutama pada perempuan sebelum
menopause yang secara statistik sangat jarang mengalami iskemia jantung yang fatal. Bahkan bila
seorang perempuan yang masih dalam usia produktif (antara usia 15 – 50 tahun) meninggal mendadak,
diagnosa difrensial yang harusnya muncul di kepala kita adalah :1

Komplikasi kehamilan, seperti aborsi atau kehamilan ektopik terganggu

Emboli pulmoner dari trombosis pembuluh darah tungkai.

Pecahnya aneurisma cerebral.

Aneurisma Berry sering salah digolongkan ke dalam penyakit kongenital, namun aneurisma ini tidak
ditemukan ketika lahir atau pada anak-anak. Aneurisma Berry terbentuk pada daerah yang lemah pada
dinding pembuluh darah, biasanya pada percabangannya dan ini terbentuk pada saat orang itu
bertambah dewasa.

Aneurisma ini dapat berukuran beberapa milimeter sampai beberapa sentimeter, dapat tunggal
ataupun multipel. Peningkatan darah yang tiba-tiba atau perubahan emosi atau kombinasi keduanya,
seperti saat berhubungan seks menyebabkan pecahnya aneurisma. Pecahnya aneurisma membuat
darah dapat mengalir ke seluruh dasar otak dan kadang ke dalam ventrikel, bahkan ke dalam jaringan
otak itu sendiri.
Bocornya aneurisma dapat menimbulkan manifestasi beragam, dari sekedar sakit kepala atau
kekakuan tengkuk, sampai pada kematian. Prosesnya kadang berjalan sangat cepat dan mekanismenya
kadang tidak dapat ditentukan. Diasumsikan bahwa perdarahan dalam rongga intrakranial yang tiba-tiba
membentuk tekanan dalam rongga intrakranial dan mempengaruhi pusat pernafasan.

Perdarahan Serebral

Perdarahan tiba-tiba pada jaringan otak umumnya terjadi pada orang tua dengan hipertensi yang
signifikan. Perdarahan maupun penyumbatan pembuluh darah otak dapat menyebabkan timbulnya
manifestasi klinis kerusakan jaringan otak yang oleh orang awam disebut stroke. Perdarahan serebral
menduduki peringkat ketiga di Amerika Serikat sebagai penyebab kematian, dengan 175.000 kasus mati
dari 500.000 kasus setiap tahunnya.8

Perdarahan serebral paling sering terjadi dalam kapsula interna dari salah satu hemisfer,
disebabkan oleh rupturnya arteri lentikulo-striata, atau yang sering disebut “Charcot’s vessels”. Expansi
mendadak dari hematoma akan menekan kapsula interna dan mungkin menyebabkan kerusakan
sebagian dari jaringan otak sehingga menimbulkan hemiparesis. Bila perdarahan menjadi lebih luas
maka lebih luas jaringan otak yang rusak, hingga dapat pula merusak serebelum dan “mid-brain”.
Perdarahan pada batang otak dapat bermanifestasi sebagai hiperpireksia.

Perdarahan ini dapat berakibat fatal, namun umumnya kematian tidak segera terjadi setelah
perdarahan. Kematian dapat terjadi dalam beberapa jam atau bahkan sampai batas yang tak tentu
penderita dapat bertahan hidup.3

Meningitis
Kebanyakan korban kematian mendadak akibat meningitis adalah anak-anak. Tipe yang paling
sering adalah meningitis yang disebabkan oleh Hemophilus influenza, pneumococcus, dan
meningococcus. Pada neonatal, bacilus colliform dan streptococcus grup B merupakan penyebab yang
dominan.

Pada sebagian besar kasus meningitis juga terjadi septikemia sekunder. Hemophilus,
pneumococcal dan meningococcal dalam terjadi dengan perluasan langsung dari infeksi telinga tengah
yang pada anak-anak mudah terjadi karena anatomi telinga mereka.

Pada autopsi, otak tampak sembab, selaput otak tampak berkabut pada permukaan ventral dari
otak, dan pada bagian lateral terjadi perkabutan karena eksudat purulen. Eksudat dapat terbentuk
sangat sedikit, sehingga tidak dapat dilihat dengan mata telanjang, atau pada kasus yang berat dapat
tampak dengan mata telanjang terkumpul pada bagian lateral. Pada semua kasus meningitis, telinga
tengah harus dibuka dan diperiksa untuk memastikan sumber dari meningitis.3

SISTEM GASTROINTESTINAL

Kematian mendadak yang terjadi akibat kerusakan sistem gastrointestinal umumnya disebabkan
oleh sistem vaskulernya. Perdarahan masif pada lambung atau ulkus peptik di duodenum dapat
berakibat kematian dalam waktu yang singkat, walaupun kebanyakan kasus perdarahan sistem
gastrointestinal sifatnya moderat dan masih sempat memperoleh penanganan operatif.

Perforasi ulkus peptik dapat berakibat fatal, bila tidak ditangani dengan tepat dalam hitungan
beberapa jam, dan gangren intestinal karena strangulasi hernia dan torsi karena adhesi peritoneal dapat
mematikan dalam waktu yang singkat bila tidak terdiagnosa dan tertangani dengan baik.

Trombosis dan emboli mesenterium yang menyebabkan infark usus memang tidak terjadi segera,
namun dapat terjadi dengan cepat dan tetap tidak terdiagnosa oleh para klinisi.1
SISTEM UROGENITAL

Bila seorang wanita dalam usia subur mati mendadak, diagnosa difrensial komplikasi kehamilan
harus dipertimbangkan. Aborsi merupakan suatu kemungkinan, apalagi di Indonesia dimana aborsi
masih amat sering terjadi. Kematian akibat syok vagal, perdararan, infeksi dari instrumen yang tidak
steril dan kemungkinan emboli udara harus diperhatikan dalam autopsi.1,9

Rupturnya tuba pada kehamilan ektopik tergganggu adalah suatu kegawat daruratan yang dapat
berakhir pada kematian karena perdarahan intraperitoneal, kecuali dapat dilakukan intervensi bedah
dengan cepat dan tepat.1,2

LAIN-LAIN

Kematian Karena Asthma dan Epilepsi

Kedua penyakit ini memiliki kesamaan dimana penderita kedua penyakit ini dapat mati secara tak
terduga dan mendadak karena sebab yang tidak jelas. Epilepsi adalah suatu ketidakteraturan yang
intermiten dari sistem saraf yang terjadi karena impuls yang berlebihan atau tidak teratur dari jaringan
saraf ke otot. Pada epilepsi, seorang pasien yang terkontrol dengan baik dapat mati mendadak, mereka
tidak harus kelelahan karena status asthmaticus atau status epilepticus. Kematian akibat epilepsi
mencapai 1 sampai 2% dari seluruh kematian alamiah di Amerika Serikat. Selain bahaya yang tampak,
seperti kecelakaan, jatuh, tenggelam, atau sufukasi, kecenderungan kematian yang tak terjelaskan
merupakan fenomena yang cukup dikenal diantara para patolog.1,3,8

Beberapa dekade lalu, terjadi peningkatan kematian mendadak pada penderita asthma karena
penggunaan berlebih dari obat-obat adrenergik, terutama inhaler. Kehati-hatian dokter segera
menurunkan angka kejadian ini, namun walau beberapa obat adrenergik telah tidak digunakan,
kematian mendadak masih tetap terjadi yang tidak dapat dijelaskan secara memuaskan mengenai sebab
kematiannya, bahkan setelah autopsi dilakukan.1,3

HUBUNGAN ANTARA TRAUMA DAN PENYAKIT

Salah satu masalah yang paling sulit dalam kedokteran forensik adalah bilamana kematian terjadi
pada seseorang yang mengalami kekerasan namun menderita juga sedang penyakit atau dimana
penyakit telah meningkatkan kerusakan setelah terjadinya kekerasan. Pada keadaan seperti ini
kontribusi penyakit dan kekerasan sebagai sebab kematian dapat menjadi problem medikolegal. Pada
prakteknya, situasi yang paling sering menyebabkan keadaan seperti ini adalah penyakit koroner, emboli
pulmoner dan perdarahan subarachnoid.6

Aterosklerosis Koroner

Perjalanan penyakit aterosklerosis koroner berjalan selama beberapa bulan atau bahkan tahun
sebelum dapat menimbulkan manifestasi, dan karenanya secara tidak meragukan dapat disimpulkan
bahwa kekerasan tidak memiliki hubungan dengan terbentuknya penyakit, walau sebagaian keluarga
korban dan para pengacara terkadang bersusah payah untuk membuktikan atau meyakinkan dirinya dan
pengadilan mengenai adanya hubungan kekerasan dengan terbentuknya penyakit.

Tuduhan bahwa kekerasan memiliki hubungan sebab akibat yang jelas dengan memburuknya
keadaan penyakit korban hampir tidak mungkin dibuktikan, kecuali terjadi trauma yang langsung
mengenai bagian depan rongga dada, yang secara fisik dapat menyebabkan kerusakan pada permukaan
jantung dan menyebabkan lesi traumatik pada sistem koroner dengan menyebabkan terlepasnya plak
ateroma, atau menyebabkan perdarahan subintima. Keadaan di atas secara kedokteran merupakan
keadaan yang jarang dapat terjadi walau bukan berarti tidak mungkin terjadi.

Klaim bahwa stress emosi dan fisik yang diasosiasikan dengan kekerasan meningkatkan kerja
jantung dan menyebabkannya jatuh pada keadaan gagal jantung masih lebih mungkin dibuktikan.
Respon “fight or flight” mungkin terjadi dan telah diterima secara kedokteran bahwa pelepasan
katekolamin endogen seperti noradrenalin dapat menyebabkan jantung yang telah hipoksik secara
kronis mengalami fibrilasi ventrikel dan henti jantung. Pada beberapa kasus bahkan mungkin dapat
ditemukan bukti fisik seperti adanya contraction bands terutama pada lapisan superfisial dari
subepikardial.6

Sebuah pukulan mungkin tidak pernah mengenai korban atau gagal mengenai korban, tapi korban
yang merasa terancam dapat mengalami hipertensi transient atau tachycardia yang dapat menyebabkan
artimia atau perdarahan subarachnoid atau perdarahan subintima yang membawa pada kematian. Perlu
diingat bahwa penderita penyakit jantung koroner dapat meninggal setiap saat tanpa serangan miokard
infark atau kekerasan. Hukum di Indonesia secara ideal menuntut hakim harus dapat memperoleh
keyakinan bahwa kekerasan pada korban memiliki hubungan sebab akibat yang jelas dengan kematian,
agar alat-alat bukti dapat digunakan untuk menjatuhkan hukuman. Suatu tugas yang tidak mudah bagi
polisi,dokter forensik, jaksa dan hakim untuk melakukannya. Pertanyaan sederhana “Apakah korban
akan meninggal pada saat itu jika kekerasan tidak terjadi ?” menjadi sulit dijawab secara kedokteran dan
pengadilanlah yang dengan asas-asas hukumnya yang berhak menentukan.

Perdarahan Subarachnoid

Perdarahan subarachnoid adalah suatu daerah sulit lain dimana manifestasi penyakit dan trauma
berinteraksi. Ruptur merupakan suatu kejadian yang dapat terjadi tanpa kekerasan sebelumnya dan
merupakan sebab kematian yang sudah dikenal terjadi orang dengan usia muda atau paruh baya yang
tidak melakukan aktivitas yang berat. Sekali lagi, suatu elemen poten yang mungkin berperan adalah
respons adrenal. Bila suatu ruptur aneurisma terjadi pada saat atau setelah kondisi “fight or flight” maka
argumen medis terjadi mengenai apakah pukulan pada kepala yang menyebabkan ruptur, ataukah stress
emosional yang merupakan faktor utamanya.

Autopsi pada kasus-kasus ini tidak selalu dapat membantu menentukan faktor mana yang
berperan, apakah kontribusi relatif dari kekerasan atau faktor penyakit yang lebih berperan. Tentunya
ketika aneurisma kecil berukuran beberapa milimeter yang pecah, akan sulit untuk menerima bahwa
kekerasan yang menyebabkan ruptur, namun pada kasus dimana terjadi kekerasan yang cukup kuat
untuk menyebabkan perubahan morfologi dan adanya temuan pecahnya aneurisma yang lebih besar
maka lebih mudah diterima bahwa stress intrakranial mungkin memainkan peranan yang lebih besar.6
Emboli Paru

Emboli paru secara tipikal terjadi sekitar dua minggu setelah adanya luka atau operasi, namun
rentang waktu ini dapat terjadi antara 2 sampai 90 hari. Sejalan dengan makin panjangnya waktu, makin
sulit pula membuktikan hubungan sebab akibatnya.

Secara forensik, merupakan hal yang amat penting bagi dokter untuk dapat membuktikan adanya
trombosis setelah tejadinya kekerasan. Jika korban mengalami embolisme yang fatal seminggu setelah
kekerasan, namun secara histologi trombosis tampak berumur beberapa minggu, maka jelas kekerasan
bukan merupakan penyebabnya.

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Berhadapan dengan kasus kematian mendadak, autopsi harus dilakukan dengan amat teliti,
pemeriksaan histopatologik merupakan suatu keharusan. Sampel diambil dari semua organ yang
dianggap terlibat dengan perjalanan penyakit hingga menyebabkan kematian, juga kelainan pada organ
yang tampak secara makroskopik, walau mungkin kelainan tersebut tidak berhubungan langsung dengan
penyebab kematian. Sebaiknya setiap jenis organ dimasukkan pada wadahnya sendiri, menghindari bias
pembacaan mikroskopik. Eksisi sampel organ haruslah mencakup daerah yang normal dan daerah yang
kita curigai secara mikroskopik terjadi proses patologik. Informasi mengenai temuan-temuan pada
autopsi perlu disertakan dalam permintaan pemeriksaan histopatologi, sehingga dokter ahli patologi
dapat melakukan tugasnya dengan maksimal.1,10

Pada autopsi kasus yang diduga kematian mendadak, hampir selalu pemeriksaan toksikologi
harus dilakukan. Tanpa pemeriksaan toksikologi, penegakan sebab mati menjadi kurang tajam.
Pengambilan sampel untuk pemeriksaan toksikologi beragam sesuai dengan kecurigaan jenis racun pada
kasus secara individual, namun secara umum sampel untuk analisa toksikologi yang dianggap rutin
antara lain :1,10

ü Darah
Tempat terbaik untuk memperoleh sampel darah adalah dari vena femoral atau iliaca, atau dari vena
axilaris. Untuk analisa secara umum, sekitar 15 ml darah dimasukkan ke dalam tabung kosong agar
pembekuan darah dapat terjadi, bersama itu diambil pula 5-10 ml darah dimasukkan ke dalam tabung
berisi antikoagulan seperti EDTA atau potassium oxalat atau heparin. Untuk pemeriksaan alkohol dari
darah diperlukan 5 ml darah yang dimasukkan dalam tabung berisi sodium fluorida untuk mengambat
destruksi alkohol oleh mikro organisme.

ü Urine

20-30 ml urine dimasukkan ke dalam kontainer kosong, kecuali bila ada penundaan pemeriksaan, dapat
dimasukkan sodium azide.

ü Muntahan atau isi lambung

Muntahan dapat dimasukkan ke dalam kantung plastik yang dapat ditutup rapat, pada autopsi isi
lambung dapat dimasukkan ke dalam wadah yang sama dengan membuka kurvatura minor dengan
gunting. Laboratorium tertentu juga akan meminta sampel dinding lambung karena bubuk atau debris
tablet dapat melekat pada lipatan lambung dengan konsentrasi yang tinggi.

ü Faeces

Isi rektum umumnya tidak diperlukan untuk analisa kecuali ada kecurigaan keracunan logam berat,
sampel sebanyak 20-30 gram dapat dimasukkan ke dalam wadah yang dapat tertutup rapat

ü Liver dan organ lain

Hati dapat diperiksa secara utuh untuk analisa toksikologi, bila hanya sebagian hati yang diambil sebagai
sampel (100 gr) maka berat total hati harus dicantumkan dalam lembar permintaan pemeriksaan.
Pada penyalahgunaan bahan pelarut seperti pada penghirup lem, bahan kimia peracun umumnya dapat
ditemukan dalam darah, namun bagi laboratorium dapat membantu bila kita dapat memberikan sampel
paru secara utuh agar gas yang terperangkap dalam paru dapat dianalisa. Pada keadaan ini paru
dimasukkan ke wadah kedap udara seperti kantung nilon atau kantung polyvinyl klorida.

ü Potongan rambut dan kuku

Pada keracunan logam berat sebagian rambut dapat dipotong atau dicabut beserta akarnya, bersama
dengan potongan kuku karena logam berat ini mengendap pada kuku dan dapat dianalisa dengan
analisa aktivasi neutron untuk melihat hubungan pertumbuhan rambut dan paparan racun. Paparan
racun yang paling baru akan terlihat paling dengan dengan akar atau pangkal kuku.

KEPUSTAKAAN

Knight B. Simpson’s Forensic Medicine. Eleventh Edition. New York : Arnold, 1997 : 105 – 20.

Gonzales TA, Vance M, Helpern M, Umberger CJ. Legal Medicine. Pathology and toxicology. 2nd edition.
New York : Appleton century croft. 1954 : 102 – 51.

Di Maio DJ, Di Maio VJM. Forensic Pathology. Florida : CRC Press. 2000 : 43 – 86.

Kusmana D. Kasiat teh dan kesehatan jantung. Jakarta : FKUI, 2003.

Motozawa Y, Yokoyama T, Hitosugi M, et all. Analysis of sudden natural deaths while driving with
forensic autopsy findings. Available from : http: www-nrd.nhtsa.dot.gov/pdf/nrd-01/esv/esv19/05-0112-
W.pdf.

Knight B. Forensic Pathology. Second Edition. New York : Oxford University Press. 1996 : 487 – 516.
"Epiglottitis." Microsoft® Encarta® 2006 [CD]. Microsoft Corporation, 2005.

Victor M, Ropper AH. Adam and Victor’s Principles of Neurology. Sevent Edition. New York : McGraw
Hill. 2001 : 331 - 924

Anshor MU, Nedra W, Sururin, ed. Aborsi dalam Fiqh komtemporer. Jakarta : Penerbit FKUI. 2002.

Bagian Kedokteran Forensik FKUI. Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta : Bagian Kedokteran Forensik
FKUI.1997.

KEMATIAN MENDADAK

Pada kasus-kasus kematian mendadak yang diteliti oleh ahli patologi forensik, setelah dilakukan
pemeriksaan yang sesuai, sekitar 75 persen ditemukan sebagai kematian mendadak yang wajar atau
alamiah.

Banyak kematian mendadak yang tidak wajar mengalami sedikit perubahan yang dapat dikenali
dengan mata telanjang pada pemeriksaan mayat. Oleh karena itu,kecuali jika ahli patologi forensik
mengenal tanda-tanda berbagai penyebab kematian mendadak alamiah secara menyeluruh, dia akan
melalaikan bila ada penyakit yang tidak jelas sebagai penyebab kematian; lebih dari itu, kecuali ia sangat
mengenal dengan berbagai kematian mendadak alamiah yang tidak biasa, ia mungkin salah mengenali
kematian pada penyebab yang tidak wajar, seperti keracunan, saat hal itu adalah kematian yang
alamiah.

Kemungkinan penyebab kesalahan pemeriksaan mayat dengan dugaan penyebab kematian.


Adalah mudah untuk memberikan perhatian, tapi sulit untuk menghindari pemikiran dari riwayat suatu
kasus atau informasi yang diperoleh, seperti dari kamar jenazah. Penting untuk mendapatkan
keterangan dengan pemeriksaan yang tepat pada mayat yang tidak jelas,mungkin tidak ditemukan bila
specimen sudah rusak, seperti pada mayat dengan diabetes.

Meskipun demikian, pada keadaan yang sibuk, ada resiko kesalahan, contohnya mayat dengan
riwayat nyeri dada, dugaan penyebab kematian oklusi koroner, kemudian pembukaan dada dilakukan
pada langkah pertama untuk memeriksa jantung. Hal ini akan meluputkan dari kemungkinan
pneumothorax.
Penyebab kematian fungsional seperti koma hypo/hyperglycemia, epilepsy, asma, dll., harus
diteliti lebih lanjut.

Pada dugaan kasus keracunan, bila dalam pemeriksaan mayat tidak ditemukan tanda-tanda
keracunan, dan bila tidak dilakukan pemeriksaan histologis mungkin tidak dapat ditentukan penyebab
kematian.

Pemeriksaan histology sebaiknya menjadi bagian yang saling terkait dengan pemeriksaan mayat.

Insiden Kematian Akibat Penyakit

Tabel di bawah menunjukkan distribusi macam-macam penyakit penyebab kematian dalam satu
tahun di Departemen Forensik Leeds. Sampel diambil dari daerah industri perkotaan. Pada daerah lain
seperti pelabuhan, pedesaan, mungkin menunjukkan perbedaan dalam kategori penyakit.

Kematian Alamiah 1970

Sistem Kardiovaskular Sistem Pernapasan


Haemopericardium 35 Emboli pulmonalis 31

Trombosis koroner 129 Broncopneumonia 47

Atheroma koroner 325 Pneumonia lobaris 24

Katup aorta/mitral 27 Pneumonia virus 1

Hipertensi 21 Bronkitis akut/kronik 14

Ruptur aneurisma 19 Asma 7

Senilitas 2 Kematian ranjang 39

Atrial myxoma 2 Pneumoconiosis 1

Myocarditis 5 Bronchiectasis 1

Perlemakan jantung 1 Ca bronchus 10

Thrombus 1 Hamman Rich 1

Amyloid 1 TB 1
Sistem Saraf Sentral Lain-lain

Cerebral haemorrhagic 18 Haemorrhagic ulcer 3

Sub arachnoid haemorrhagic 10 Obstruksi intestinal 8

Cerebral trombosis 2 Peritonitis 6

Epilepsy 4 Gastroenteritis 1

Abses otak 1 Trombosis mesenterium 2

Pyloric stenosis 1

Sistem urogenital Ca pancreas 1

Pyelonephritis 3 Ca colon 3

Ca buli-buli 2 Ca gaster 3

Ca ginjal 1 Hepatitis 2

Embpli lemak 1
Thyrotoxicosis 1

Kematian mendadak tidak wajar 1970

Keracunan CO 15 Jatuh 4

Keracunan barbiturate 36 Terbakar 3

Keracunan lain-lain 10 Listrik 5

Gantung diri 6 Pencekikan 2

Tenggelam 11 Intoksikasi 2

Kecelakaan lalu lintas 39 Pembunuhan 4

Eksposure 2 Luka tembak 1

Kantong plastic 2 Penikaman 2

Anoksia 2
Pembunuhan 1970

Penikaman 4 Penembakan 2

Trauma kepala 8 Luka iris 1

Strangulasi ligasi 4 Pembekapan 2

Strangulasi manual 2 hematoma 1

Aborsi 1

Hampir semua penyakit yang dapat mengakibatkan kematian mungkin tidak diotopsi bila tidak
terjadi kematian mendadak.

Penyakit Sistem Kardiovaskular

Penyakit Arteri Koroner


Merupakan penyebab paling banyak kematian mendadak. Penyempitan dan oklusi arteri koroner
oleh atheroma adalah yang paling sering ditemukan, trombosis koroner walaupun sering ditemukan,
hanya seperempat dari seluruh kejadian, emboli arteri koroner, aneurisma, arteritis jarang ditemukan.

Etiologi pembentukan ateroma secara umum, terutama yang mengenai arteri koroner, masih
dalam perdebatan, walaupun sudah dilakukan banyak penelitian. Teori lama mengatakan penumpukan
lemak dalam dinding pembuluh darah dan penimbunan thrombus fibrin.

Lesi ateroma dapat ditentukan dengan faktor hemodinamik. Penyebaran penyakit secara
irregular. Pada usia muda, terjadi secara primer pada arteri koroner kiri, terutama pada cabang yang
menurun, biasanya dalam bentuk plak berwarna kuning keputihan yang menyebabkan penyempitan
pada lumen pembuluh darah berbentuk lancip. Pada usia tua penebalan dinding pembuluh darah
berbentuk bulat dan terjadi secara progresif hingga berukuran sangat kecil.

Lesi kalsifikasi dapat mengganggu pembuluh darah di beberapa tempat, sering pada cabang
menurun pada arteri kiri dan pembuluh darah menjadi sulit untuk dipotong. Walaupun dapat dipotong
dengan pisau, sering dapat menyebabkan kerusakan, pembuluh darah yang rusak dapat
mengindikasikan keadaan pada waktu hidup.

Dalam pengalaman kami, trombosis koronaria ditemukan pada distribusi usia yang sama dengan
atheroma koronaria.

Distribusi usia dari kasus-kasus trombosis koronaria


Usia

40 tahun

2,4

40-50 tahun

9,8

50-60 tahun

14,7

> 60 tahun

73,7

Hanya ditemukan ¼ kematian akibat penyakit arteri koronaria, meskipun penulis lain (Crawford,1969)
telah melaporkan bahwa hal ini lebih sering terjadi pada seri mereka.

Trombosis lebih sering terjadi pada arteri koronaria kiri cabang desendens, berikutnya pada arteri
koronaria kanan dan lalu arteri sirkumfleksa kiri, dan jarang terjadi pada arteri utama kiri. Thrombus
yang baru berwarna merah gelap kecoklatan dan melekat pada dinding pembuluh darah. Kadang-
kadang thrombus yang terutama terdiri dari trombosit, berwarna merah muda pucat.
Walaupun sering terjadi pada pembuluh darah yang dekat dengan atheroma, thrombus tidak jarang
ditemukan pada pembuluh darah, terutama arteri koronaria utama kanan, yang memiliki lumen yang
paten. Seperti thrombus yang terlihat pada beberapa wanita muda yang menggunakan pil kontrasepsi,
akhir-akhir ini.

Dengan berjalannya waktu, trombosis koronaria tidak selalu dengan segera menjadi fatal, thrombus
menjadi teratur, dengan pertumbuhan jaringan penghubung dari dinding pembuluh darah, dan akhirnya
akan terjadi beberapa re-konsiliasi. Thrombus koronaria yang lebih lama, yang masih bertahan, mungkin
dapat dilihat pada orang-orang, kematian akibat serangan jantung, sebagai sumbatan berwarna kuning
atau kelabu homogen pada dinding pembuluh darah.

Pendarahan sub-intima merupakan lesi lain dari arteri koronaria yang sering terjadi, yang mungkin
berkaitan dengan kematian mendadak. Kadang tampak sebagai pita kresentik berwarna merah gelap
pada pertengahan dinding pembuluh darah, namun sering tampak sebagai suatu massa lunak
atheromatous pada plak luas di dinding yang berkaitan dengan perdarahan ke dalam massa. Hal ini lebih
sering terdeteksi dengan pemeriksaan mikroskopik dari bagian luar pembuluh darah.

Diperkirakan bahwa banyak penyakit atheromatous dinding pembuluh darah yang progresif merupakan
perdarahan sub-intima, dengan organisasi dan proliferasi endothelial, arteri penyokong dan pemberi
makanan yang kurang baik pada pembuluh darah (Morgan,1956).

Lesi arteri koronaria yang lain jarang ditemukan. Emboli mungkin merupakan sisa atheroma yang
terjepit dari pembuluh darah yang mengalami ulserasi plak lebih lanjut, sampai fragmen thrombus atau
tumor pada atrium atau vegetasi dari katup jantung pada endokarditis bakterialis, atau substansi emboli
lainnya, seperti lemak.

Perbedaan aneurisma arteri koronaria telah digambarka terutama pada wanita muda pada periode post-
mortem (Burton dan Zawadzki,1962). Aneurisma sakular biasanya jarang terjadi. Hanya satu yang
pernah ada pada Departemen pada tahun-tahun terakhir. Arteritis, terutama polyarteritis nodosa, juga
jarang.

Dari beberapa macam lesi pada arteri, namun terutama oklusi pembuluh darah oleh atheroma,
kematian dapat terjadi tanpa adanya luka yang terdeteksi pada miokardium, meskipun mungkin
terdapat fibrosis atau skar fibrous yang lebih besar mengindikasikan suatu infark sebelumnya.
Kemungkinan cara kematian adalah fibrilasi mendadak, berdasarkan lokasi iskemik pada otot jantung.

Dimana oklusi oleh thrombus dan kematian telah terjadi beberapa jam setelah oklusi tersebut merusak
otot jantung, dapat diketahui. Pada penglihatan mata telanjang, hal ini tampak sebagai kongesti kecil,
daerah kasar pada otot, atau daerah pucat dengan gambaran lilin pada otot. Karakteristik daerah kuning
dari infark miokard yang telah terjadi, biasanya dengan suatu daerah perifer merah, tidak jelas terlihat
untuk sekitar 24 jam setelah oklusi terjadi. Dalam beberapa hari, bagian kecil di tengah infark ini menjadi
lunak, tembus cahaya dan bahkan menjadi kistik. Jaringan yang fibrosis dapat terlihat jelas dengan mata
telanjang setelah sekitar 2 minggu, akhirnya berubah menjadi skar fibrous putih seluruhnya. Meskipun
begitu, tidak jarang tampak daerah pada otot jantung yang menunjukkan campuran perubahan,
misalnya skar fibrous putih yang kecil didalam otot infark berwarna kuning. Agaknya hal ini mewakili
daerah perluasan yang progresif dari iskemia pada daerah distribusi arteri khusus, 12 jam atau lebih
setelah permulaan infark. Secara mikroskopik, kerusakan serabut otot akan tampak tidak jelas dan akan
menunjukkan peningkatan eosin, dalam preparat Hemoksilin-Eosin. Nucleus menjadi kotak dan piknotis.
Bagian kaca gelas dengan asam fosfatungsik hematoksilin yang memperlihatkan garis melintang otot,
akan memberi gambaran penumpukan garis-garis ini dan perubahan warna dari biru-hitam menjadi
coklat kemerahan. Dengan Periodic Acid-Schiffe (PAS), daerah infark berwarna ungu-biru dibandingkan
dengan jaringan otot normal yang pucat. Beberapa perubahan pada serabut otot yang tersebar seluruh
bagian tidak jarang tampak berhubungan dengan anoksia, namun pada infark jantung perubahan yang
terjadi diharapkan tampak pada sebagian besar serabut. Kongesti, dengan diapedesis dan daerah
infiltasi polimorf serabut otot tampak pada sekitar 12 jam.

Connor (1970) telah menunjukkan kegunaan dari kaca gelas yang menggunakan Cresyl violet dan asam
fuchsin, diman ia telah menemukan nilai berharga pada demonstrasi infark miokard awal.

Kematian dapat terjadi dalam beberapa jam awal atau hari setelah infark dan penyebab segeranya
adalah fibrilasi ventrikel. Penyebab lain dari kematian mendadak segera setelah onset dari infark adalah
rupture dinding ventrikal pada daerah infark dan kematian akibat tamponade jantung. Kuantitas cairan
dan darah beku dalam kantung pericardium pada autopsy biasanya berjumlah 10-15 ons. Beberapa
rupture dapat terjadi pada bagian tengah daerah infark, tampak sebagai suatu robekan lurus kecil pada
epikardium, sekitar ½-1 inchi, dan jejak perdarahan dapat tampak pada otot yang infark. Kematian pada
beberapa kasus terjadi dalam 2-3 hari setelah onset dari infark dan rupanya suatu rupture bagian tengah
yang lunak pada daerah nekroptik infark.
Pada beberapa kasus rupture jantung dan kematian terjadi lebih cepat setelah onset dari infark. Yang
kemudian dapat memperlihatkan suatu oklusi arteri yang menyuplai daerah atheroma atau thrombus,
namun tidak ada daerah infark pada otot yang tepat mengelilingi daerah rupture, miokardium dapat
menjadi pucat pada daerah tersebut.

Dalam pengalaman kami, rupture hemoperikardium hanya ditemukan pada dinding ventrikel kiri.

Komplikasi yang jarang dari infark miokard yang dapat menyebabkan kematian mendadak adalah
rupture otot yang telah infark dengan kegagalan mendadak fungsi katup mitral dengan atau tanpa
rupture septum interventrikuler, menciptakan defek septum interventrikuler. Otot yang mengalami
infark tidak mengkerut dan biasanya suatu lapisan thrombus pada endokardium melapisi daerah yang
infark, dengan nodul kecil thrombus diantara kolumna karnae. Fragmen-fragmen lepas dan
menyebabkan emboli arteri koronaria atau organ yang jauh, seperti otak.

Biasanya ketika suatu infark bertahan untuk waktu yang lama, skar fibrosis pada bagian yang infark
dapat menggembung dan dapat terjadi suatu aneurisma jantung yang terdiri dari lapisan thrombus yang
berasal dari emboli. Sakus dapat melebihi ukuran ventrikal kiri normal. (Polson,1941)

Kematian akibat oklusi koronaria atau trombosis secara variable berhubungan dengan edema pulmonal,
berkaitan dengan kegagalan ventrikal kiri akut, dimana kegagalan yang berlangsung lama menyebabkan
edema yang hebat, dalam jumlah besar pada pru bagian bawah, pada kematian koronaria akut dengan
kolaps mendadak, biasanya dapat ditemukan edema yang lebih prominen pada lobus atas.

Penyakit jantung hipertensi

Hipertrofi jantung yang melebihi berat yang ditemukan pada usia almarhum, terutama melebihi
400gram, merupakan penemuan yang sering pada kematian mendadak akibat penyakit jantung.
Beberapa hipertrofi biasanya berhubungan dengan penyakit arteri koronaria mendadak dan kematian
tampak sebagai akibat dari iskemia otot. Tidak biasa jika ditemukan kasus dimana terdapat gagal
ventrikel kiri, dengan edema pulmonal, dengan hipermetrofi jantung tanpa komplikasi.
Penyebab dari hipertensi jarang ditemukan. Biasanya penyakit ginjal, misalnya hidronefrosis, obstruksi
ureter oleh batu atau stenosis arteri renalis. Sangat jarang suatu feokromositoma diungkap.

Penyakit katup jantung

Lesi katup tidak jarang ditemukan pada kasus-kasus kematian mendadak dan tampak pada banyak kasus
dapat ditoleransi baik hingga akhir hidup (Hargreavis,1961)

Suatu lesi katup spesifik yang terjadi pada kelompok usia lanjut adalah stenosis aorta kalsifikasi (sklerosis
anular), yang tampak sebagai degenerasi atheromatosa daun katup dan cincinnya, dan bukan suatu
akibat dari penyakit jantung reumatik pada usia muda. Beberapa katup yang stenosis menjadi kaku,
sering tampak menjadi bicuspid yang mengalami kontraksi pada batas daun katup (dapat memberikan
kesan yang salah dari katup bawaan yang abnormal)

Hal ini mungkin berkaitan dengan hipertrofi ventrikel kiri. Stenosis aorta jarang ditemukan, mungkin
berhubungan dengan menurunnya insidens sifilis tersier. Stenosis mitral pada derajat ringan dapat
ditemukan pada kelompok usia pertengahan, dan mungkin berkaitan dengan thrombus katup pada
aurikel kiri atau tanda-tanda fibrilasi atrium, thrombus pada aurikuler kiri tambahan dan episode emboli
sebelumnya pada limpa, ginjal atau otak.

Endokarditis bakterialis sekarang jarang menjadi penyebab kematian mendadak sejak hampir semua
kasus terutama endokarditis bakterialis sub-akut, didiagnosa dan diterapi, namun endokarditis
bakterialis fulminan kadang-kadang terjadi (F.M 9439).

Kardiomiopati
Kardiomiopati mewakili kelompok yang jarang menyebabkan kematian mendadak, banyak yang tidak
menyatakan kehadiran mereka dapat mengakibatkan perubahan yang nyata pada otot jantung. Pada
setiap otopsi dimana penyebab dari kematian tidak nyata pada seluruh jantung, atau setidaknya
mewakili blok tersebut, harus diambil untuk pemeriksaan histologi. Hal ini harus mencakup blok dari tiap
dinding lateral dari ventrikel kanan dan kiri, dan dari septum interventrikel.

Lesi dapat tersebar dan jarang, dan mungkin tidak ada pada potongan jaringan. Miokarditis yang
terisolasi sebagai penyebab kematian mendadak telah dilaporkan oleh Corby (1960).

Kardiomiopati asimetris, atau hipertrofi jantung, pertama kali digambarkan oleh Teare (1958), dan kasus
yang terjadi di Irlandia Utara telah dilaporkan oleh Marshall (1970).

Kondisi ini dapat mempengaruhi seseorang pada setiap kelompok usia, dan menurut pengalaman kami,
usia mereka berkisar 13-60 tahun. Hal ini biasanya tidak didiagnosa atau didiagnosa sebagai stenosis
sub-aorta sepanjang hidup. Lebih sering, yang menjadi penyebab mendadak, kolaps yang tidak
diharapkan dan kematian.

Dilihat dari luar, jantung tampak normal, atau hipertrofi ringan, namun ketika dibuka dengan sikap yang
biasa, gambaran karakteristiknya adalah suatu pembengkakan bagian kanan septum interventrikel.
Kolumna karnae di atas septum sangat lebar, menjadi 3-4 kali ukuran normal; berwarna pucat dan
kuning-coklat. Kolumna yang abnormal ini mempunyai perbedaan yang mencolok dengan berkas otot
normal yang berdekatan dengannya, berada pada permukaan dalam ventrikel. Penampilan sama-sama
mencolok dengan sisi kiri septum, namun dikarenakan kolumna normalnya lebih besar pada sisi
tersebut, perbedaan lebih sedikit antara otot normal dengan yang tidak normal. Septum menebal, dan
otot pada permukaan yang dipotong menjadi pucat, kasar, dan kadang berbintik-bintik oleh daerah
fibrosis putih. Septum yang membesar, menonjol kedalam kavitas ventrikel, terutama kiri, dan membuat
jaringan yang nyata dibawah katup aorta.

Pada pemeriksaan mikroskopik, jaringan abnormal terdiri dari serat otot yang hipertrofi tersusun
ireguler, dan berhubungan dengan fibrosis intersisiel.
Penyebab keadaan ini tidak diketahui. Penyebab kematian mendadak pada ketidaknormalan ini juga
tidak diketahui, namun mungkin hyperplasia otot berperan sebagai focus ektopik dari irama yang
abnormal, dan mungkin dapat mengawali fibrilasi ventrikel.

Jenis lain dari kardiomiopati yang terjadi pada latihan forensic normal dari waktu ke waktu adalah
infiltrasi amiloid pada jantung seorang berusia lanjut, kadang diatas 80 tahun (McKeown, 1965). Otot
jantung mempunyai gambaran seperti lilin, tembus pandang. Pada pemeriksaan mikroskopik didapatkan
infiltrasi yang tersebar luas oleh helaian-helaian merah muda, bahan amorf diantara serat-serat otot dan
beberapa serat otot atrofi, dan telah dipindahkan oleh bahan amiloid. Keadaan ini mudah dilihat, tapi
jika didalam pikiran saat memeriksa tubuh orang berusia lanjut, hal ini tidak luar biasa. Hal yang nyata
dari keadaan amiloidisme primer pada orang berusia muda, menyerang jantung, lidah, dsb.

Penyakit arteri

Sebagai penyebab kematian mendadak, satu-satunya penyakit arteri yang penting adalah yang dapat
menjadi aneurisma, dimana mudah rupture. Saat ini, yang paling sering adalah aneurisma atheromatosa
dari aorta abdominal, biasanya pada laki-laki dan di atas usia 50 tahun. Biasanya fusiform, terjadi
diantara arteri renalis dan bifurkasio aorta, dan kadang berhubungan dengan dilatasi aneurisma dari
arteri iliaka komunis. Bersama dengan dilatasi dinding aorta, mereka diliputi dengan lapisan multiple
dari bekuan darah berwarna kuning-coklat yang lunak. Akhirnya, tampak jejak darah melalui suatu defek
pada lapisan thrombus ini untuk diraih, dan rupture, dinding luar pembuluh darah, dan mentebabkan
perdarahan massif di retroperitoneal, terutama berjalan pada mesenterium dan saluran para-kolik;
darah yang didapat berjumlah ½-1 liter. (hal ini bukan suatu kematian mendadak yang sesungguhnya,
dapat terjadi berjam-jam, dan lesi telah didiagnosa). Aneurisma atheromatosa, kecuali arteri serebri dan
aorta, jarang terjadi.

Pembedahan aneurisma aorta, meskipun agak sering daripada aneurisma atheromatosa abdominal,
biasanya terjadi pada aorta bagian toraks. Mulanya terjadi rupture lapisan intima pembuluh darah pada
daerah yang paling lemah, plak atheroma atau pada daerah yang tertekan. Hal ini tampaknya dapat
terjadi pada arkus aorta, dan pemotongan diantara lapisan intima dan adventisia pembuluh darah,
biasanya meluas secara proksimal, dapat menyebabkan rupture dari lapisan adventisia yang dekat
dengan katup aorta didalam pericardium dapat menyebabkan kematian akibat tamponade jantung.
Panjang total dari pemotongan hanya beberapa sentimeter. Pemotongan ini agak sering meluas ke
bawah, bahkan sampai ke arteri iliaka komunis. Kadang dapat dimasuki sampai lumen pembuluh darah
pada level yang lebih rendah,

Suatu kondisi dimana pasien dapat hidup untuk beberapa bulan atau beberapa tahun, ketika aneurisma
ditemukan secara kebetulan pada autopsy.

Pada orang muda rupture dinding pembuluh darah memberikan petunjuk pada pembedahan yang lebih
mungkin dihubungkan dengan keadaan nekrosis medial kistik, yang sebaliknya mungkin salah satu
kelainan yang berhubungandengan sindroma marfan. Potongan mikroskopik dari sumbatan dinding
aorta yang utuh diambil dari region pemotongan, jika daerah yang baik didapatkan, seharusnya diwarnai
untuk jaringan elastin (Voerhoff-Van Geison), dan mukopolisakarida (Alcian blue), supaya
memperlihatkan daerah kistik ini dihubungkan dengan kerusakan lamina elastin dan terkandung
mukopolisakarida.

Kadang-kadang dinding aorta ascenden tanpa menjadi rapuh, lebar dan tipis, tepat diatas pembuluh
aorta dan mungkin rupture di dalam selaput perikardium, tanpa pemotongan lapisan dindingnya atau
pembentukan thrombus. Ruptur tidak jarang menyebabkan hemoperikardium, dan harus dicari
meskipun rupture infark miokard tidak dapat ditemukan. Tempat dari rupture dinding aorta mungkin
sulit diperlihatkan, hal itu mungkin diletakkan dibelkang aorta atau pada dinding yang berbatasan
dengan arteri pulmonalis. Pemeriksaan mikroskopik dari dinding aorta yang berbatasan memperlihatkan
penyakit ateroma sedang..

Aneurisma pada sifilis tertier sekarang ini jarang ditemukan. Penyakit-penyakit lain yang mempengaruhi
dinding pembuluh darah seperti Giant-Cell arteritis, Temporal arteritis, sindroma lengkung aorta
penyakit Takayashu, dsb, sangat berhubungan dengan kematian mendadak. Bagaimanapun , saat luka
ringan pada kaki dapat menyebabkan rupture varikosa, dengan perdarahan yang dalam yang pada orang
tua, khususnya jika sebelah kiri mereka, besar kemungkinan menyebabkan keadaan yang fatal.

Jumlah darah yang ada pada kematian dan kenyataan bahwa lumuran darah pada tubuh biasanya
terbatas pada tangan dan kaki yang memberi kesan pada diagnosa, tetapi sebenarnya lubang pada
kulitberhubungan dengan varikositas yang biasanya sangat kecil---1/8 nya.atau pada diameter—dan
dengan mudah diabaikan masa dari darah kering dan bekuan darah yang melekat di tungkai. (F.M.
11,896A)
Vena-vena varikosa juga merupakan salah satu factor predisposisi dari trombosis vena, yang mungkin
sebaliknbya menunjukan kematian mendadak dari emboli paru. Emboli udara sesuai aktivitas sexual
yang luar biasa (Arason dan Campbell,1960); dengan sendirinya menyebabkan emboli udara (Cooke
1961), menurut luka vakum pada penis (fox dan Barret, 1960) dan Hendry (1964) adalah contoh hebat
dari kematian menbdadak akibat emboli udara (lihat emboli amnion, hal 584).

Sistem respirasi

Relatifnya beberapa penyakit dari system respirasi menyebabkan kematian yang mendadak dan tidak
diharapkan meskipun banyak kasus terlihat pada patologi forensic, khususnya pada musim dingin,
termasuk bronchitis akut atau bronkopneumonia, kompleks penyakit yang lebih hebat dari bronchitis
kronik, fibrosis pulmonary, dan emfisema, keadaannya yang lebih dikenal oleh praktisi kesehatan,
seseorang yang bagaimanapun keadaannya tidak dapat mengeluarkan surat kematian sesuai kenyataan
yang tidak ia lihat pada diri pasien selama 14 hari sebelum kematian.

Bagaimanapun, infeksi-infeksi akut dapat terjadi dengan cepat dan menyebabkan kematian hanya
sesudah waktu yang singkat dari penyakit, kemungkinan 1 atau 2 hari sebelum pasien mendapat banyak
perlakuan. Hal ini terutamma pada kasus-kasus pneumonia lobaris. Seperti infeksi yang sudah mencapai
tingkat hepatisasi kelabu ketika dilihat pada auopsi, dan pneumokokus dapat dikultur dengan dengan
sangat mudah dari swab permukaan paru atau dari mukopus bronkus yang lebih kecil. Stafilokokus
bronkopneumonia dapat juga membunuh dengan sangat cepat, khususnya ketika berhubungan dengan
trakeobronkitis fulminant. Seperti satu asus yang selam ini terlihat di departemen menyebabkan
kematian mendadak dalam 36 jam dari onset gejala-gejala sedang, yang tidak dianggap cukup berat
membutuhkan pengobatan kesehatan.

Penampilan dari pneumonia inhalsi, yang nyata dari hal itu berdasarkan infeksinya dideskripsikan oleh
Macgregor (1939) dan Rhainey & Macgregor (1948).

Pneumonia influenza dengan keganasan dan bentuk penyebaran yang menyebabkan pandemic pada
1920an, dengan sianosis violaseus dan kematian dalam beberapa jam, sudah tidak ada lagi sejak ada
pengobatan ulang. Meskipun demikian kasus sporadic dari pneumonia virus akut terjadi mereka
dihubungkan dengan trakeo-bronkitis akut tipe hemoragik ; paru-paru yang padat dan penuh daerah
konsolodasi hemoragik yang hebat, yang digambarkan dengan adanya ongestidan udm yang hebat , dan,
sebagai tambahan infiltrasi sel sekeliling dinding bronkus berhubungan dengan nekrosis dan deskuamasi
epitel. Dinding alveolus tidak nyata dan kabur. Kadang-kadang mungkin untuk mengisolasi virus dari
bagian jaringan paru atau dari garis dinding trakea. Bahan tersebut harus disimpan tanpa ke virologist
atau menjaga dalam frozen yang dalam atau medium transport yang sesuai, misalnya Dubos media.
Pada saat kasus dating untuk autopsy infeksi bakteri sekunder yang luas membuat isolasi virus sulit jika
tidak memungkinkan. Infeksi virus ini kadang-kadang berhubungan dengan gejala neurologist, seperti
koma, yang mungkin memberi petunjuk awal keracunan sebagai penyebab kematian. Interpretasi yang
benar dibuat dengan mata telanjang dari potongan yang sangat kecil dari perdarahan sub arakhnoid
dan gambaran mikroskopis dari perdsarahan leukoensefalopati.

Sebagian penyakit infeksi pada prinsipnya menyebabkan kematian mendadak dari system respirasi yaitu
emboli paru oleh thrombus, yang berasal dari system vena perifer. Hal ini tentunya ditemukan dengan
baik sebagai komplikasi dari ……mengikuti trauma, khususnya fraktur dan operasi-operasi bedah (Sevitt
dan Gallagher, 1959), atau pada kasus-kasus yang berbaring cukup lama , bagaimanapun hal itu
seringkali terjadi sebagai kasus kematian mendadak yang tidak berhubungan dengan beberapa keadaan
yang tidak alami (Knight 1966). Predisposisi menyebabkan mungkin apapun yang mengurangi jumlah
sirkulasi, seperti tromboflebitis, Gagal jantung kongestif atau obesitas atau beberapa penyakit pembuluh
darah seperti vena varikosa dari kaki, pelebaran dari varikositas dari pembuluh darah yang ada di
pleksus prostatikus.

Jumlah yang sedikit ditemukan pada karsinoma paru yang tidak diharapkan , yang mengikis pembuluh
darah, memberikan kenaikan pada hemoptisis yang massif.

Pada keadaan ketika darah meluas distribusinya pada kematian dan tidak ada orang lain yang ada pada
waktu itu menggambarkan ……., awal anggapan ini pertama kali dtemukan pada tubuh yang mungkin
kematiannya akibat dibunuh, rupture bula emfisema, dengan hasil kematian pneumotorak yang
spontan, jarang menimbulkan kematian mendadak

Meskipun asma bronchial biasanya bukan merupakan penyakit fatal, kematian yang disebabkan oleh
penyakit ini dalam 2 dan 3 tahun meningkat dalam bidang forensic, seperti kematian yang biasanya
terjadi pada pendrita asma usia muda dan pertengahan, kolaps selama dalam serangan yang berat dan
setelah masa serangan menunjukkan overdistensi dari paru yang cukup besar, pucat, melapisi kantong
pericardial anterior , tampak elastis dan mudah berlubang jika ditekan. Pada pemotobngan permukaan
paru, dinding bronkus terlihat padat dan terjadi penyumbatan karena perlengketan yang berwarna krem
dengan lender abu-abu, hal ini merupakan tanda kelainan dari bronkus. Di tempat lain jaringan bronkus
tampak lebih pucat dan tampak berisi udara. Pemeriksaan mikroskopik dari dinding bronkus
menunjukkan hipertrofi jaringan otot halus dan perluasan infiltrate eosinofil dan lumen mengandung
masa, yang lebih sering mengelilingi permukaan luar, debris mukoid eosinofil tidak berbentuk gumpalan
eosinofil. Kadang-kadang pembuluh darah kecil dan paru-paruakan juga mengandung sejumlah besar
eosinofil. Mekanisme kematian di sejumlah kasus diduga disebabkan oleh kegagalan ventrikel kanan dan
kelainan pernapasan menunjukkan overdistensi dari paru yang menetap.

Beberapa tanda dari serangan asma akut yang dapat menyebabkan kematian karena overdosis
isoprenaline terlihat dari sejumlah inhaler yang telah digunakan. Hal ini mungkin ditemukan pada
genggaman atau dari inhaler kosong yang berada disebelah pasien. Penyelidikan telah mengunkapkan
bahwa inhaler telah dirsepkan bru sehari atau sebalum terjadi kematian, dan kematian tersebut
dikarenakan mengkonsumsi sejumlah inhaler selama 24-48 jam dimana dosis tinggi telah dilampaui dari
dosis yang diperkirakan aman. Kedaruratan dari serangan asma mungkin disebabkan oleh penggunaan
inhaler lebih dari dosis yang diresepkan untuk penyembuhan. Dosis yang berlebihan ini dapat
menyebabkan aritmia jantung yang tiba-tiba.

Obat inhaler yang ditinggalkan tidak menunjukkan tanda yang jelas dari overdosis, diagnosis riwayat
asma serta tanda bahwa terjadi serangan akut asma, dan resep dari sejumlah isoprenaline inhaler.
Analisa diperlukan dan mungkin dapat memperlihatkan sejumlah obat atau bahan dalam paru.

Isoprenaline dapat cepat hancur dalam jaringan tubuh. Hal ini mungkin diperlukan untuk mendapatkan
contoh kematian post mortal tanpa penundaan, dan kadar keasamannya dengan N/10 HCL, penundaan
pengiriman ke analis. Sekarang ini, obat inhaler tidak menunjukkan adanya kasus kematian mendadak
dengan cara ini. (Greenberg dan Pines, 1967; Price,1967)

Kasus yang jarang dari kematian mendadak akibat pengaruh system respirasi adalah epiglititis akut
(Leading Article Brit.Med.J.,Aug. 1969). Hal itu juga menyebabkan kematian mendadak pada orang
dewasa. Pemeriksaan bakteri pada kasus-kasus yang dilaporkan biasanya karena infeksi H.Influensa tipe
B. Kadang-kadng meningitis juga dapat ditemukan.

Oedem pulmonal yang berat, keberadaannya yang nyata pada jantung atau otak, meningkatnya
kemungkinan keracunan. Jika keracunan akut barbiturat, sedatif dan narkotik diserap oleh perut , dapat
menimbulkan oedem pulmonal yang berat yang ditemukan saat autopsy. Sedikit banyak, dan biasanya
mudah terlihat, adalah racun inhalasi, misalnya cadmium fume (Winston,1971) atau Phosegene (Polson
dan Tattersall, 1971). Akhirnya kematian mendadak dapt disebabkan leh oleh obstruksi akut dari jalan
nafas dengan menghirup benda asing : Hal ini tentu saja membuktikkan bahwa kematian mendadak
merupakan merupakan akibat dari menelan (lihat halaman 497).

SSP

Kematian yang tidak terduga & relatif cepat karena penyakit ssp merupakan akibat dari haemorrhage
(perdarahan). Biasanya hal ini secara kasar dibagi antara perdarahan intrasereberal berhubungan
dengan hipertensi atau perdarahan sub-arachnoid berhubungan rupture aneurisma dari satu pembuluh
darah yang menekan sirkulasi willis di basis otak.sedikit banyak perdarahan mendadak pada jaringan
tumor nekrosis pada otak dapat menyebabkan perdarahan fatal pada TIK (tekanan intrakranial). Pada
percobaan kami, kematian menfdadak ok. Perdarahan intrasereberal lebih sering terjadi pada
perempuan daripada laki-laki dengan rasio 3 : 2 dengan rata-rata umur 66 tahun. Biasanya ditemukan
rongga yang besar pada bagian tengah hemisfer serebral, berisi darah beku dengan disertai perluasan
perdarahan sampai sistem ventrikuler & pembengkakan otak sehingga meratakan sulcus otak. Kadang
kadang perdarahan dapat memenuhi sampai cortex serebral pada satu titik, bahkan sering melewati
permukaan lateral dari lobus frontal atau temporal lalu masuk ruang subdural. Hal ini dapat dibedakan
dari perdarahan subdural ok trauma apabila alami biasanya terdapat kasus hipertensi contohnya
hipertrofi dari ventrikel kiri jantung yang biasanya menjadi sebab dari hipertensi. Pembuluh darah otak
biasanya tidak menunjukan ateroma yang mencolok sampai terlihat pada pemeriksaan mata dengan
mata telanjang. Tiadak ada tanda-tanda luka atau jika ringan & kolaps yang konsisten.

Sedikit lebih sering perdarahan intra- cranial adalah hemoragi pontine. Perdarahan pontin acap kali
diasosiasikan dengan hipertensi dan timbul pada umur sekitar 69 tahun, dua kali lebih sering terjadi
pada wanita daripada pria. Juga sering ditemukan rongga yang lebar dalam pons yang diisi oleh bekuan
darah segar, tetapi pada irisan tranversal pons sering nampak nyata perdarahan kecil sebagai tambahan
pada jaringan sekeliling derah perdarahan mayor, bisa nampak nyata sebab ada jejak darah diantara
buntelan serat saraf.

Hal itu biasanya hampir nyata bahwa perdarahan terjadi secara spontan, jika tidak ada fakta atau
riwayat trauma, tetapi pada kesempatan timbulnya perdarahan mungkin diasosiasikan dengan jatuh
atau kecelakaan berkendara, yang menghasilkan trauma pada kepala seperti luka memar atau laserasi di
scalf atau fraktur tengkorak. Ini mungkin menjadi sulit untuk diputuskan apakah trauma sebagai sebab
atau konsekwensi dari perdarahan, tetapi pada kasus terdahulu truma biasanya dalam sebuah daerah
hemoragi yang berbeda di kepala dan tak ada luka memar pada korteks melebihi bagian dari hemoragi.
Hemoragi trauma cerebral biasanya dipertimbangkan dalam detil yang lebih besar pada bagian 4
halaman 179.

Perdarahan subarachnoid spontan sering menunjukkan ruptur aneurisma cerebral, tapi kadang-kadang
hal ini sulit dideteksi jika ruptur & perdarahan merusak sebagian sebagian besar dari aneurisma yang
kecil. Meskipun gambaran yang ada dari etiologi seperti “berry” aneurisma, pada pembuluh darah di
sirkulasi Willis pada basis otak, dimana mereka meningkat pada dinding pembuluh darah yang lemah,
menunjukkan kelemahan lapisan otot pada bagian pembuluh darah

& abnormal kongenital menyebabkan perdarahan subarachnoid pada dewasa muda, yang kemudian
menyebabkan kematian mendadak yang biasanya ditemukan pada orang tua. Saat ini yang meninggal
rata-rata berumur 60 tahun & frekuensi wanita dua kali lebih sering daripada pria. Pada kasus dini
ditemukan pad umur lebih rendah yaitu 30-50 tahun.ateroma aneurisma pada orang tua lebih sering
ditemukan.

Beberapa aneurisma menunjukkan kelemahan yang mencolok, dengan menggunakan pewarnaan coklat
yang kerjanya mengubah darah dari Pia Arakhnoid dan permukaan di sekeliling otak dari aneusisma.
Beberapa menunjukkan dasar histology dari pembedahan dinding aneirisma, dengan reaksi leukosit,
tampak terjadi dalam beberapa jam atau beberapa hari sebeum terjadinya perdarahan yang fatal,
Seringnya perdarahan dimulai dengan perdarahan intra serebral karena aneurisma terjadi karena
adanya kontak tertutup pada permukaan otak, dan ruptur dari aneurisma yang terjadi, tempat keluar
darah melewati jaringan otakdan menyebabkan hematom intraserebral.

Seperti kasus perdarahan intraserebral, perdarahan sub arakhnoid sangat nyata. Ini sering terjadi tetapi
bukan pada keadaan hipertensi pada hepertrofi kjantung. Dengan dasar degenerasi , biassanya berasal
dari ateroma dinding aneurisma, hal ini cukup untuk menyebabkan ruptur akhir. Meskipun demikian
harus lihat dari fisik dan emosi, yang mempengaruhi peningkatan tekanan darah yang menyebabkan
aneurisma pecah, sehingga pada beberapa keadaan kadang terjadi selama perubahan suhu dimana
tidak ada tserangan, atau seangan yang ringan. Secara relatif, pukulan ringan pada pada kepala
beberapa jam atau hari lebih awal dapat menyebabkam pemotongan sebagian atau robekan dinding
aneurisma, dan menjadi predisposisi ruptur akhir.

Meskipun bahaya dari banyak interaksi obat sekarang banyak diketahui dan beberapa obat seperti
mono amine oksidase inhibitor sedikit banyak sering diresepkan, mungkin belum membaik, ketika
menemukan perdarahan serebral pada kasus kematian mendadak untuk mengetahui apakah keadaan
pasien dapat berkembang menjadi krisis hipertensi akibat efek kombinasi, misalnya mono amin oksidase
inhibitor dan tyramine terkandung dalam makanan seperti keju dan marmit.
Bentuk lain dari penyakit SSP alami sedikit banyak sering menyebabkan kematian mendadak. Meskipun
trombosis cerebral bukan diagnosis yang tak jarang sebelum autopsi, seperti oklusi dari pembuluh darah
yang jarang tampak pada post mortal, dan meskipun daerah kistik tua pada daerah otak yang halus
bukan hal yang luar biasa, daerah merah segar dari infark serebral jarang. Tempat yang lebih sering dari
obstruksi dinding pembuluh darah mensuplai otak melalui arteri carotis di leher dimana lumen mungkin
terganggu oleh plak ateroma pada dinding pembuluh darah, atau diatasnya, biforcatio dari arteri carotis
dan sisa lumen mungkin melengkapi oklusi oleh trombus.

Beberapa obstruksi arteri dapat menyebabkan iskemi cerebral, tetapi infark sesungguhnya jarang
terlihat, dan lebih sering menemukan otak pada keadaan ruang kistik kecil yang multipel sekitar
7/16nya. Atau kurang dari diameter, pada prinsipnya di kelompokkan pada sub carotis.

Beberapa cara dijelaskan oleh demonstrasi makroskofik dari infark serebral baru. Perubahan Ph pada
jaringan infark ditunjukkan dengan menuangkan cairan indikator yang umum dipakai di atas potongan
otak, Jaringan infark seharusnya mengambil warna pink , dengan kontrasnya hijau kekuningan dari
jaringan normal. Secara makroskopik cara enzimatis mirip dengan ini, menjelaskan pendeteksian infark
miokard lebih awal yang mungkin terjadi (Knight,1968)

Infeksi SSP jarang menyebabkan kematian mendadak.

Dengan cara yang sama demielinisasi biasanya terdiagnosis lama setelah kematian, tapi harus
dipertimbangkan jika autopsy tidak dapat menemukan penyebab kematian dengan mata telanjang.
Degenerasi akut pada batang otak dapat menimbulkan gangguan pernapasan mendadak atau gangguan
jantung.

Epilepsy sebagai penyebab kematian mendadak seringkali sulit untuk ditentukan kecuali sudah
diketahui adanya riwayat sebelumnya atau ada saksi yang melihat saat sedang timbul serangan.

Kematian dapat terjadi dari asfiksia atau gagal jantung selama proses serangan atau status
epileptikus atau korban mengalami kecelakaan saat serangan, misalnya terbekap oleh selimut atau
bantal, jatuh, terbakar, tenggelam dan lainnya.
SISTEM PENCERNAAN

Penyebab umum kematian mendadak adalah terjadinya perdarahan. Dalam kasus ini ditimbulkan oleh
hematemesis massif, melena di mana terjadi erosi pembuluh-pembuluh darah besar pada ulkus gaster
atau duodenum yang kronik dan berukuran besar. Pembuluh darah yang terkikis dapat dilihat pada
dasar ulkus dan menimbulkan sumbatan berupa thrombus.

Penyebab ini juga terdapat pada rupture esophagus pada kasus sirosis hepatic atau perdarahan pada
tumor gaster atau pada karsinoma ulserasi besar atau, atau juga terjadi karena erosi apeks dari
lieomyoma besar pada dinding abdomen. Seperti halnya pada hemoptisis, hematemesis massif
menyebabkan terdapatnya jumlah darah yang banyak pada tempat kejadian perkara sehingga bisa
timbul dugaan adanya pembunuhan.

Komplikasi besar dari ulkus seperti misalnya perforasi bukan penyebab yang umum menyebabkan
kematian mendadak namun peritonitis akut dapat menyebabkan kematian dalam beberapa jam
sebelum dilakukan perawatan. Pada kasus pasien yang lanjut usia penyebab peritonitis akut dapat
disebabkan perforasi divertikel pada kolon.

Rupture appendiks sangat jarang ditemukan oleh karena lebih banyak terjadi pada kelompok usia muda
dan umumnya lebih cepat mendapatkan perawatan.

Penyebab lain dari peritonitis yang umumnya terjadi pada orang yang lebih tua adalah obstruksi
intestinal akut, dapat dikarenakan hernia strangulasi ataupun karsinoma kolon. Pada kasus kematian
segera sering diakibatkan pneumonia inhalasi akut akibat terjadinya regurgitasi dari isi intestinal.
Sering terjadi suatu contoh kasus terjadinya peritonitis yang mengakibatkan infark intestinal yang
menimbulkan trombosis pembuluh darah mesenterika, khususnya arteri. Hal ini berkaitan dengan
adanya penyakit ateromatosa dari aorta dan arteri mesenterika ataupun dengan suatu karsinoma, tetapi
hal ini dapat terjadi pada kelompok usia muda tanpa factor presdiposisi yang jelas. Pada kelompok usia
yang lebih tua, saat dilakukan otopsi ditemukan gambaran plum-coloured coil yang menonjol pada usus.

Penyakit organ-organ abdominal secara individual tidak mengakibatkan kematian. Kecuali pada
pankreatitis hemoragik akut yang dapat menyebabkan syok berat hingga kematian mendadak yang lebih
cepat. Variasi pankreatitis yang lebih umum dalam lingkup forensic dialami pada kelompok usia yang
lebih tua dengan pancreas yang putih padat berkaitan dengan nekrosis lemak pada permukaan kelenjar
tanpa disertai perdarahan dan biasanya disertai dengan penyakit lain yang menimbulkan hipotensi dan
kematian, seperti pada penyakit jantung iskemik.

Penyakit-penyakit lain pada pancreas, terpisah dari pankreatititis hemoragik akut, satu-satunya yang
dapat dikaitkan dengan kematian mendadak ataupun kematian yang tidak dapat dijelaskan adalah
diabetes mellitus. Koma hipoglikemik akibat overdosis insulin ataupun adenoma sel islet dapat
menyebabkan gangguan kesadaran dan segera menimbulkan kerusakan otak yang ireversibel. Menurut
Courville(1963), hal ini berkaitan dengan terjadinya kongesti otak akut dan jika episode akut dapat
terlewatin maka oleh fokal dan laminar nekrosis

Koma hiperglikemik biasanya butuh beberapa saat sebelum terjadi kematian akibat gangguan
biokimia, namun jarang kematian terjadi pada usia-usia awal khususnya anak-anak. Gangguan akibat
kadar kalium pada plasma dapat menyebabkan terjadinya cardiac arrest. Diabetes hampir tidak pernah
menimbulkan gangguan anatomi. Pancreas umumnya normal, jarang didapati kecil dan menunjukkan
infiltrasi lemak yang banyak. Pada pemeriksaan mikroskopik sel islet normal atau ada perubahan kadar
hyaline atau terjadi fibrosis, juga pada jaringan muda dapat memperlihatkan defisiensi sel beta
penghasil insulin pada pemeriksaan secara histochemical. Koma diabetikum sulit ditegakkan sebagai
diagnosis post mortem, kecuali sudah diketahui adanya diabetes sebelumnya. Sample urine yang
disimpan dengan baik seharusnya dapat menunjukkan adanya kadar gula dan keton bodies, kecuali pada
koma diabetikum tipe non-glikosuri. Gula darah sulit ditentukan bila tidak segera dilakukan pengambilan
sample darah setelah kematian dan dari jantung kiri, bukan kanan dikarenakan kadar gula darah
meningkat cepat pada jantung kanan pada beberapa jam setelah kematian oleh karena menurunnya
kadar glikogen pada hepar. Bila sample tidak dapat dianalisa segera sebaiknya diberikan natrium
fluoride sebagai pengawet.
Jarang sekalli pada kasus forensic ditemukan pingsan mendadak dan kematian akibat gangguan
pada organ seperti hepar. Nekrosis hepar fulminan berkaitan dengan infeksi virus, dapat mengakibatkan
kerusakan hepar karena keracunan.

Kematian mendadak dihubungkan dengan perubahan kadar lemak pada hepar yang parah,
mekanisme kematian diakibatkan adanya emboli lemak. Dikatakan hanya sekali pernah terjadi
perubahan kadar lemak pada hati diakibatkan adanya diabetes mellitus yang tidak diketahui
sebelumnya.

Kematian dengan cepat juga terjadi pada perubahan kadar lemak hepar yang berat pada seorang
pecandu alkohol. Hepar menunjukkan gejala hepatitis alkoholik hepatitis akut dan setelah banyak
minum pasien akan mengalami hipoglikemi dan akan fatal akibatnya bila tidak ditangani dengan segera.

SYSTEM HEMOPOIESIS

Penyakit pada limpa hanya dapat mengakibatkan kematian mendadak apabila terjadi rupture
limpa. Hal ini diakibatkan adanya trauma pada penyakit seperti malaria atau Leishmaniasis atau banyak
ditemui pada negara kawasan timur di mana banyak terjadi pembunuhan dengan menggunakan tradisi
tertentu.

Demam kelenjar juga dapat menyebabkan rupture limpa secara spontan pada beberapa pasien,
juga pada ibu-ibu hamil namun jarang terjadi.

Penyakit pada darah dan sumsum tulang jarang menyebabkan kematian mendadak kecuali pada
kasus degenerasi miokard berkaitan dengan anemia. Pada negara-negara non Eropa pernah ditemukan
kematian mendadak akibat gangguan lain pada darah di mana seorang pria Indian dengan anemia sickle-
cell mengalami gangguan yang fatal.
SYSTEM GENITO-URINARIUS

Penyakit pada ginjal-traktus genitalis sangat jarang menyebkan kematian mendadak walaupun
bisa didapati adanya kelainan saat dilakukan otopsi. Onset kolik renal akibat batu mengakibatkan
pingsan dan kematian saat berendam pernah ditemukan oleh Simpson, 1965. Pada seseorang yang
hidup sendiri dan ditemukan telah mati 1-2 hari, pada otopsi didapatkan toksemia akibat pielonefritis
akut dan pada pemeriksaan ginjal menunjukkan gambaran nekrosis papilaris renal akut yang biasanya
berhubungan dengan diabetes atau kadang-kadang obstruksi pada traktus urinarius akibat tumor atau
batu. Uremia adalah diagnosis sewaktu hidup namun sering terjadi tanpa diduga dan biasanya disertai
dengan perikarditis, menunjukkan sedikit reaksi pada pemeriksaan dengan mata telanjang atau
pemeriksaan histology dan juga didapat edema pulmoner dengan pneumonitis uremi dengan reaksi sel
bundar dan banyak membrane hyaline dan bercak perdarahan. Rongga tubuh cenderung memiliki bau
seperti bau semir sepatu.

SYSTEM ENDOKRIN

Meskipun sangat jarang , penyakit pada organ endokrin dapat menyebabkan kematian tak
terduga karena efek dari organ atau system lain. Thyrotoxicosis (Goodbody, 1963) dan miksedema dapat
menyebabkan kematian mendadak akibat efeknya pada jantung. Pada pemeriksaan jantung mungkin
dapat ditemukan adanya dilatasi. Penyakit tiroid dapat menyebabkan kematian mendadak jika terjadi
perdarahan pada nodul tiroid yang menyebabkan trakea tertekan.
Kelenjar adrenal pada otopsi medikolegal kerap menunjukkan perubahan patologik akibat
penyakit lain dibandingkan penyebab utama kematian itu sendiri. Pada feokromositoma, gangguan pada
medulla adrenal, dapat mempercepat gagal jantung oleh karena timbul hipertensi paroksismal. Korteks
yang mengalami atrofi jarang sekali ditemukan pada kematian mendadak yang tidak dapat dijelaskan.
Hal ini lebih umum terjadi pada kasus mati akibat asma pada penggunaan terapi steroid. Voigt (1966)
telah melakukan survey gangguan adrenal pada otopsi medikolegal.

BIOKIMIA POST-MORTEM

Kematian mendadak akibat gangguan endokrin dan gangguan metabolic misalnya akibat diabetes
membutuhkan analisa biokimia post-mortem. Satu kesulitan utama adalah kurangnya pengetahuan
akan tipe dan kadar pada perubahan konstituensi biokimiawi normal pada cairan tubuh dengan waktu
pasase setelah terjadi kematian.

RACUN DAN KEMATIAN MENDADAK

Substansi yang bersifat iritatif dan korosif seperti asam mineral, natrium dan kalium hidroksida,
ammonia, dan substansi-substansi fenol akan menimbulkan reaksi seperti inflamasi akut atau korosi
pada abdomen dan akan tercium bau yang khas seperti pada fenol dan ammonia. Sianida dalam jumlah
besar juga akan mengeluarkan bau yang khas atau bisa juga pada abdomen tercium bau ammonia dalam
kasus keracunan substansi sianida alkalin dan pada abdomen akan tampak kongesti akut. Oksalat,
fluoride dan substansi oksidasi seperti permanganate dan klorat akan menunjukkan kerusakan secara
kimiawi.
Racun pada hepar seperti phosphorus akan menimbulkan perubahan lemak yang akut, nekrosis
dan perdarahan jaringan, menyerupai gejala infeksi hepatitis akut. Sama halnya dengan mono-amine
oksidator inhibitor dan fenotiazin yang akan menyebabkan hepatitis atau nekrosis hepatica akut, yang
menyerupai hepatitis akibat virus. Pada pemeriksaan histology dan toksikologi biasanya penting untuk
menentukan diagnosis pasti. Alkoholisme juga dapat menyebabkan perlemakan hati, di mana ada
riwayat banyak minum minuman keras, ditunjukkan dengan ditemukannya materi hyaline Mallory.

Peradangan ginjal atau pada traktus urinarius dapat diakibatkan garam-garam metalik seperti
merkuri yang berkaitan dengan inflamasi pada usus, khususnya kolon. Keracunan cantharide dapat
menyebabkan perdarahan pada pelvis renal dan hematuri yang gejala ini dapat diringankan dengan
adanya riwayat leukemia. Kejadian yang lebih sulit adalah nefritis kronik dan fibrosis renal dikaitkan
dengan penggunaan analgesic yang berkepanjangan seperti fenacetin atau keracunan lama.

KEMATIAN TAK TERDUGA PADA ANAK-ANAK

Kematian tak terduga jarang terjadi pada anak-anak, jika ada penyebabnya adalah infeksi
fulminan khususnya pada system respirasi dan system saraf.
Epiglotitis akut, laryngitis, trakeo-bronkitis dan bronkopneumoni dapat menyebabkan kematian
dalam beberapa jam, apalagi jika berkaitan dengan eksantem akut seperti pada campak. Meningitis,
terutama septikemi meningokok akut dengan gejala purpura rash, encephalitis viral dan encephalo-
myelitis dapat menyebabkan kolaps hingga kematian dalam beberapa jam. Infeksi akut sering
menimbulkan kejang pada awalnya dan dapat menimbulkan kematian mendadak akibat asfiksia dengan
inhalasi muntah selama serangan. Demikian juga halnya dengan obstruksi intestinal akut.

Kelainan jantung bawaan yang tak terduga seperti fibro-elastosis endokardial atau kelainan
kardiomyopati seperti hipertrofi asimetris merupakan presdiposisi kematian mendadak. Dilaporkan
pernah terjadi pada anak usia di bawah 13 tahun.

Gangguan metabolic akut, koma diabetikum, asidosis akut dapat berperan dalam menyebabkan
kematian mendadak seperti halnya pada hyperplasia adrenal congenital.

Penyebab lain kematian mendadak pada anak-anak adalah perdarahan internal dan trombosis
pulmonary.

COT DEATH : “SINDROM KEMATIAN JANIN MENDADAK”

Banyak terjadi pada bayi usia 2 bulan – 1 tahun, dengan usia rata-rata 4 bulan. Biasanya setelah
diberikan susu, bayi kemudian ditidurkan di tempat tidur bayi, keadaan tampaknya baik-baik saja sampai
pada pagi harinya orang tua menemukan bayi tersebut telah meninggal dengan muka menghadap
tempat tidurnya. Kematian bayi diakibatkan asfiksia, bahkan dalam beberapa kasus bayi mengalami
terbekap bantal. Pada kasus lain ditemukan kasus kematian akibat muntah yang terinhalasi. Didapatkan
sedikit perdarahan pada hidung namun tidak ditemukan tanda-tanda eksternal asfiksia dalam bentuk
sembab muka atau petechia perdarahan.
Pada pemeriksaan internal, pada kelenjar timus ditemukan banyak petechia perdarahan
berukuran besar yang memberi gambaran seperti gigitan kutu dan pada potongan pada permukaan
juga tampak perdarahan. Paru-paru berwarna merah muda kemerah-merahan disertai adanya area
ungu yang luas yang tertekan meliputi 1/8 area, juga terdapat petechia perdarahan pada permukaan
pleural. Pada potongan, jaringan paru tampak seragam dan sembab. Saluran bronkus dan trakea tampak
pucat dan ada cairan berbuih, atau bisa juga didapat regurgitasi susu. Jantung normal kecuali didapatkan
adanya petechia perdarahan pada permukaan posterior. Pada ruang telinga tengah didapatkan pus.
Pada otopsi didapatkan jaringan yang normal. Jarang ditemukan usus kecil yang mengalami intususepsi
dan abdomen biasanya berisi gumpalan susu, hasil cerna post-mortem pada fundus lambung ke cavum
peritoneal atau melewati diafragma menuju ke rongga pleura kiri. Secara mikroskopik jaringan normal.
Pada paru menunjukkan gambaran kolaps yang bervariasi, edema, penebalan dan infiltrasi leukosit pada
dinding alveolar dan deskuamasi eksplosif dari epitel bronkus di mana pada lumen bronkus terisi dengan
kumpulan sel epithelial yang bercampur dengan mukus.

Otak mengalami sembab dan ginjal menunjukkan kelainan nefrosklerosis yang jelas (Emery,
1964).

Pada pemeriksaan bakteriologik pada swab usus jarang ditemukan organic pathogen dan pada
studi virology tidak menunjukkan adanya agen yang infeksius.

The Proceedings Of The Second International Conference On Cases Of Sudden Death In Infants
(1970) membuat daftar hipotesa penyebab sindrom yaitu stress, kekurangan kortisol, imbalans
elektrolit, refleks hiperaktif, inadekuat paratiroid, infeksi bakteri, perdarahan epidural, pembunuhan
janin dan obstruksi nasal.

James,1970 mengungkapkan kematian akibat aritmia yang disebabkan perubahan degeneratif


yang terjadi pada proses maturasi jaringan penghubung kardiak fetal
Forensic - Kekerasan Rumah Tangga

Filed Under (Forensic) by ayumee-chan on 13-01-2009

BAB I

PENDAHULUAN

Kekerasan dalam rumah tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan,
yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau
penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau
perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga (pasal 1 ayat 1). 1,2,3

Dari semua jenis kekerasan terhadap wanita, jenis kekerasan yang paling sering ditemukan adalah
kekerasan dalam rumah tangga (kekerasan domestik). Perempuan lebih sering didera, diperkosa atau
dibunuh oleh pasangannya atau mantan pasangannya daripada oleh laki-laki lain. Walaupun perempuan
juga dapat melakukan kekerasan terhadap sesama jenis, namun sebagian dilakukan oleh laki-laki
terhadap pasangan perempuannya. Tindak kekerasan ini tidak terduga dan tidak terkait dengan perilaku
korban. Hal ini dapat terjadi berminggu-minggu, bahkan bertahun-tahun, sehingga sering menimbulkan
ketakutan dan rasa cemas yang hebat pada korban. 4

Keprihatinan sebagian warga masyarakat terutama kaum perempuan dan relawan lembaga swadaya
masyarakat terhadap banyaknya kasus-kasus kekerasan dalam rumah tangga merupakan salah satu
faktor pendorong dibentuknya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan
Dalam Rumah Tangga (UU PKDRT). Kelahiran undang-undang ini memang tidak dapat dilepaskan dari
semangat zaman yang bersifat mengglobal tentang tuntutan perlunya penghapusan kekerasan terhadap
kaum perempuan dan anak. Kedua kelompok warga masyarakat ini, yakni kaum perempuan dan anak,
dipandang sebagai kelompok warga masyarakat yang paling rentan (berisiko tinggi) terhadap perlakuan
kekerasan. 5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI

Kekerasan dalam Rumah Tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan,
yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau
penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau
perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga (Pasal 1 ayat 1). 1,2,3

Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga adalah jaminan yang diberikan oleh negara untuk
mencegah terjadinya kekerasan dalam rumah tangga, menindak pelaku kekerasan dalam rumah tangga,
dan melindungi korban kekerasan dalam rumah tangga (Pasal 1 ayat 2).Lingkup rumah tangga dalam
Undang-Undang ini meliputi (Pasal 2 ayat 1): 1,2,3

suami, isteri, dananak;

orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga dengan orang sebagaimana dimaksud ada huruf a
karena hubungan darah, perkawinan, persusuan, pengasuhan, dan perwalian, yang menetap dalam
rumah tangga; dan/atau

orang yang bekerja membantu rumah tangga dan menetap dalam rumah tangga tersebut.

2.2. INSIDENS
Kekerasan dalam rumah tangga dapat terjadi pada berbagai tingkat sosial masyarakat, berbagai tingkat
usia, pada masyarakat di seluruh level profesi dan pendapatan. Kekerasan bukan sesuatu yang bisa
ditolerir atau diterima secara normal.

Di Indonesia, umumnya korban kekerasan adalah perempuan dan anak-anak. Komnas Perempuan
mencatat bahwa kekerasan terhadap perempuan meningkat terus dari tahun ke tahun. Tahun 2004
misalnya, menyebut sebanyak 5.934 kasus kekerasan menimpa perempuan. Angka ini meningkat
dibandingkan tahun 2001 (3.169 kasus) dan tahun 2002 (5.163 kasus).Dari keseluruhan 5.934 kasus
kekerasan terhadap perempuan, 2.703 adalah kasus KDRT. Tercakup dalam kategori ini adalah
kekerasan terhadap istri sebanyak 2.025 kasus (75%), kekerasan terhadap anak perempuan 389 kasus
(14%), kekerasan dalam pacaran 266 kasus (10%), dan kekerasan dalam keluarga lainnya 23 kasus
(1%).Pelaku kekerasan umumnya adalah orang yang dekat dengan korban seperti suami, ayah, anggota
keluarga besar (dalam laporan oleh aktivis perempuan tidak disebutkan siapa anggota keluarga besar,
pelaku kekerasan sesama perempuan yang lebih kuat dan berkuasa jarang disebutkan. Padahal banyak
juga kasus yang menimpa anak2 atau orang dewasa perempuan yang dilakukan oleh orang dewasa
perempuan juga). 6

Di Makassar pada tahun 2002 terdapat 3 kasus Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang dilaporkan,
tahun 2003 terdapat 2 kasus KDRT, tahun 2004 terdapat 3 kasus, tahun 2005 terdapat 17 kasus, tahun
2006 terdapat 37 kasus. 7

Bagai fenomena gunung es, data kekerasan yang tercatat itu jauh lebih sedikit dari yang seharusnya
dilaporkan karena tidak semua perempuan yang mengalami kekerasan bersedia melaporkan kasusnya. 8

2.3. FAKTOR PENCETUS

Pemahaman terhadap faktor yang mempengaruhi kekerasan terhadap perempuan sangat penting
diketahui agar para penentu kebijaksanaan dan pengelola program dapat membuat upaya preventif dan
advokasi secara tepat Hal ini juga memberikan gambaran tentang pihak- pihak yang perempuan (KDRT).
Faktor yang berperan di tiap tingkatan dalam penyalahgunaan pasangan oleh laki-laki sebagai berikut:
1.Tingkat individu

Termasuk ke dalamnya adalah pernah mengalami kekerasan semasa kanak- kanak, menyaksikan
kekerasan dalam rumah tangga antar suami- isteri, tidak adanya penolakan terhadap figure ayah, atau
kebiasaan minum alkohol.

2.Tingkat hubungan/interaksi dengan pasangan

Faktor penentunya antara lain konflik perkawinan dan kendali laki- laki terhadap harta dan pengambilan
keputusan dalam keluarga.

3.Tingkat lingkungan kecil

Pengisolasian perempuan dan kurangnya dukungan social, di samping kelompok laki-laki sebaya yang
menerima budaya kekerasan sangat berpengaruh terhadap terjadinya kekerasan.

4.Tingkat masyarakat luas

Faktor yang berpengaruh antara lain kakunya dan dipaksakannya peran gender, diterapkannya konsep
maskulinitas yang berkaitan dengan kekerasan, kehormatan laki- laki dan dominasi atas perempuan,
toleransi terhadap hukuman fisik bagi perempuan dan anak, menerima kekerasan sebagai sarana untuk
mengacaukan hubungan dengan pasangan dan persepsi bahwa laki-laki mempunyai kepemilikan
terhadap perempuan. 4

2.4. BENTUK-BENTUK KDRT


Menurut UU No. 23 tahun 2004 pasal 5, bentuk-bentuk Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) adalah:

a.Kekerasan fisik

Kekerasan fisik adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat (Pasal
6).Kekerasan fisik yang dialami korban seperti: pemukulan menggunakan tangan maupun alat seperti
(kayu, parang), membenturkan kepala ke tembok, menjambak rambut, menyundut dengan rokok atau
dengan kayu yang bara apinya masih ada, menendang, mencekik leher.

b.Kekerasan psikis

Kekerasan psikis adalah perbuatan yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri,
hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya, dan/atau penderitaan psikis berat pada
seseorang (Pasal 7). Kekerasan psikis berupa makian, ancaman cerai, tidak memberi nafkah, hinaan,
menakut-nakuti, melarang melakukan aktivitas di luar rumah.

c.Kekerasan seksual

Kekerasan seksual meliputi pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan terhadap orang yang menetap
dalam lingkup rumah tangga tersebut, maupun pemaksaan hubungan seksual terhadap salah seorang
dalam lingkup rumah tangganya dengan orang lain untuk tujuan komersial dan/atau tujuan tertentu
(Pasal 8). Kekerasan seksual seperti memaksa isteri melakukan hubungan seksual walaupun isteri dalam
kondisi lelah dan tidak siap termasuk saat haid, memaksa isteri melakukan hubungan seks dengan laki-
laki lain.

d.Penelantaran rumah tangga

Penelantaran rumah tangga adalah seseorang yang menelantarkan orang dalam lingkup rumah
tangganya, padahal menurut hukum yang berlaku baginya atau karena persetujuan atau perjanjian ia
wajib memberikan kehidupan, perawatan, atau pemeliharaan kepada orang tersebut. Selain itu,
penelantaran juga berlaku bagi setiap orang yang mengakibatkan ketergantungan ekonomi dengan cara
membatasi dan/atau melarang untuk bekerja yang layak di dalam atau di luar rumah sehingga korban
berada di bawah kendali orang tersebut (Pasal 9). Penelantaran seperti meninggalkan isteri dan anak
tanpa memberikan nafkah, tidak memberikan isteri uang dalam jangka waktu yang lama bahkan
bertahun-tahun. 1-3,8-10

2.5. SIKLUS KDRT

Pada umumnya korban KDRT menganggap bahwa kekerasan yang dilakukan oleh pasangannya
merupakan kekhilafan sesaat. Pelaku KDRT biasanya mengikuti pola tertentu sebagai berikut:

Tindak kekerasan/ pemukulan: pelaku melakukan kekerasan terhadap pasangannya.

Permintaan maaf: pelaku menyesali perbuatannya dan meminta maaf kepada korban.

Bulan madu: pelaku menunjukkan sikap mesra kepada pasangannya, seolah- olah tidak pernah
melakukan kekerasan.

Konflik: periode mesra akan berakhir ketika terjadi konflik yang kemudian membawa pelaku untuk
melakukan kekerasan lagi, dan seterusnya. 4

2.6. PEMERIKSAAN FISIK PADA KORBAN KDRT

Pelaku biasanya menunjukkan adanya pengendalian atau kontrol pada sikap korbannya. Tanda adanya
kekerasan dapat dilihat dari adanya sikap posesif kepada korbannya, atau mengisolasi korban dari dunia
luar. Korban biasanya tampak depresi, sangat takut pada pengunjung pasien lainnya dan yang
merawatnya, termasuk pengawai rumah sakit. Kontak mata biasanya buruk, korban menjadi pendiam.
Korban harus diperiksa secara menyeluruh, karena kulit kepala dapat juga menunjukkan tanda-tanda
kekerasan. Korbanjuga akan mencoba untuk menyembunyikan atau menutupi luka-lukanya dengan
memakai hiasan wajah (make up) yang tebal, leher baju yang tinggi, rambut palsu atau perhiasan. 11
2.6.1. KARAKTERISTIK LUKA

Karakteristik luka yang disebabkan oleh adanya KDRT, biasanya menunjukkan gambaran sebagai berikut.

Tanda-tanda luka pada area yang tertutup pakaian, terutama bokong, leher bawah dan belakang.

Luka gores/ bekas cakaran.

Memar-memar yang memiliki pola dari alat yang digunakan untuk penganiayaan, missal: sisir, hanger
baju.

Memar yang biasanya multiple dan bilateral, dalam fase penyembuhan yang berbeda, pada permukaan
yang berbeda-beda dan hilang- muncul secara regular.

Kuku yang tergores, luka bekas sundutan rokok yang terbakar, atau bekas tali yang terbakar.

Bekas cekikan pada sekitar leher.

Bite marks (bekas gigitan) di sekitar tubuh.

Laserasi dan abrasi di sekitar mata atau bibir dan pipi yang dapat disebabkan permaksaan pada saat
menyuapi makanan.

Alopesia yang berpola dan perdarahan kulit kepala karena penjambakan.

Luka bakar pada tempat yang tidak dapat diraih oleh korban.

Fraktur hidung. 12

2.6.2.PUSAT DISTRIBUSI LUKA

Luka-luka pada KDRT (domestic violence) biasanya mempunyai pusat distribusi tertentu, sebagai berikut:

Tempat luka yang umum adalah daerah yang biasanya tertutup oleh pakaian (misalnya dada, payudara,
dan perut).

Wajah, leher, tenggorokan dan genitalia juga tempat yang sering mengalami perlukaan.
Trauma pada maxillofacial termasuk luka pada bagian mata dan telinga, luka pada jaringan lunak,
kehilangan pendengaran, dan patah pada mandibula, patah tulang hidung, orbita dan
zygomaticomaxillary complex. 11

2.6.3.LUKA KARENA PERLAWANAN

Patah tulang, dislokasi sendi, keseleo, dan atau memar dari pergelangan tangan atau lengan bawah
dapat mendukung adanya tanda dari korban untuk menangkis pukulan pada wajah atau dada. Luka
perlawanan biasa ditemukan. Termasuk luka pada bagian luar dari tangan, telapak tangan ( yang
disebabkan karena korban membungkuk untuk melindungi diri). 11

2..7. PELAYANAN KESEHATAN

Dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada korban, tenaga kesehatan harus memeriksa kesehatan
korban sesuai dengan standar profesinya, membuat laporan tertulis hasil pemeriksaan terhadap korban
dan visum et repertum atas permintaan penyidik kepolisian atau surat keterangan medis yang memiliki
kekuatan hukum yang sama sebagai alat bukti.Pelayanan kesehatan dilakukan di sarana kesehatan milik
pemerintah, pemerintah daerah, atau masyarakat (Pasal 21).

Tenaga kesehatan wajib memeriksa korban sesuai dengan standar profesinya.Dalam hal korban
memerlukan perawatan, tenaga kesehatan wajib memulihkan dan merehabilitasi kesehatan korban
(Pasal 40).Dalam rangka pemulihan terhadap korban, tenaga kesehatan, pekerja sosial, relawan
pendamping dan/atau pembimbing rohani dapat melakukan kerja sama (pasal 42). 2

Tindakan petugas kesehatan yang membantu korban antara lain :


1.Memperhatikan kerahasiaan klien.Pembicaraan perlu dilakukan di tempat yang menjamin kerahasiaan
tanpa dihadiri oleh anggota keluarga yang lain.Hal ini penting untuk membangun kepercayaan dan rasa
aman.

2.Memberikan kepercayaan kepada klien: mendengarkan, memperhatikan dan menghargai perasaan


klien, serta mangatakan bahwa ia tidak sendirian karena banyak perempuan lain mengalami hal yang
sama.

3.Menyatakan bahwa kekerasan yang dihadapi klien bukan merupakan kesalahannya, karena tidak
seorangpun layak diperlakukan dengan kekerasan.

4.Menghormati hak klien untukmengambil keputusan yang dianggap terbaik bagi dirinya ketika ia sudah
mampu berpikir secara jernih.

5.Membantu klien untuk membuat rencana penyelamatan diri bila mengalami kekerasan, dengan
memperhatikan apa yang telah dilakukan selama ini dan apakah ada tempat untuk mendapatkan
perlindungan yang aman.

6.Membantu korban untuk mendapatkan pelayanan lainnya bagi korban kekerasan.

Hal-hal yang perlu dilakukan oleh petugas kesehatan adalah :

a.Menghindari rasa takut untuk bertanya

Umumnya diyakini bahwa perempuan korban kekerasan akan menutupi masalah mereka bila mendapat
pertanyaan langsung dan bermakna dakwaan, padahal sebetulnya mereka sangat mengharapkan
seseorang akan bertanya.
b.Menciptakan suasana yang mendukung dan tidak menuduh

Diperlukan suasana yang mendukung agar korban mau menceritakan masalahnya.Pernyataan bahwa
tidak seorangpun patut menerima kekerasan dalam keadaan apapun akan membantu klien
mengemukakan masalahnya.

c.Mencurigai kekerasan bila ada memar pada tubuh klien, dan perlu ditanyakan adanya tindak
kekerasan dalam rumah tangga.Beberapa tanda yang perlu menimbulkan kecurigaan petugas terhadap
adanya kekerasan antara lain :

-rasa lelah yang berkepanjangan tanpa adanya gangguan penyakit

-luka-luka yang tidak sesuai dengan keterangan yang diberikan

-kelakuan pasangan yang terus mengawasi korban

-trauma fisik selama kehamilan

-riwayat/mempunyai keinginan bunuh diri

-keterlambatan mencari pengobatan.

d.Mempelajari kemungkinan bahwa korban berada dalam keadaan bahaya.

e.Memberikan pelayanan kesehatan yang memadai, termasuk pemberian kontrasepsi darurat dan
pengobatan pencegahan terhadap IMS seperti gonore, sifilis pada kasus perkosaan.
f.Membuat status lengkap korban termasuk siapa pelaku tindak kekerasan, hubungannya dengan
korban, dan riwayat kekerasan.

g.Membantu membuat rencana penyelamatan diri.

h.Menjelaskan bahwa korban berhak untuk diobati, mendapat pertolongan dan perlindungan secara
hukum.

i.Menyediakan waktu untuk konsultasi lebih lanjut.

j.Bila memungkinkan, jangan memberikan obat penenang pada korban dengan kekerasan rumah
tangga.Hal ini dapat membahayakan korban karena kehilangan kemampuan untuk menduga dan
bereaksi cepat bila diserang lagi oleh pasangannya.

k.Merujuk korban kekerasan kepada organisasi atau lembaga swadaya masyarakat sesuai dengan
persetujuannya, supaya mendapat pertolongan lebih lanjut.

l.Menyediakan ruangan yang memadai untuk menjaga kerahasiaan di sarana kesehatan dan memasang
poster tentang KDRT.Selain meningkatkan kesadaran terhadap masalah KDRT, hal ini dapat membuat
korban mau melaporkan kekerasan yang dialaminya.4

2.8. HAK KORBAN DAN KEWAJIBAN PEMERINTAH

A.Berdasarkan Undang-Undang ini, korban kekerasan mempunyai hak untuk mendapatkan:

a.Perlindungan dari pihak keluarga, kepolisian, kejaksaan, pengadilan, advokat, lembaga sosial, atau
pihak lainnya baik sementara maupun berdasarkan penetapan peintah perlindungan dari pengadilan;
b.Pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan medis;

c.Penanganan secara khusus berkaitan dengan kerahasiaan korban

d.Pendampingan oleh pekerja sosial dan bantuan hukum pada setiap tingkat proses pemeriksaan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan

e.Pelayanan bimbingan rohani.( Pasal 10 ) 1,2,3

2.9. KEWAJIBAN MASYARAKAT

Pasal 15:

Setiap orang yang mendengar, melihat, atau mengetahui terjadinya kekerasan dalam rumah tangga
wajib melakukan upaya-upaya sesuai dengan batas kemampuannya untuk :

Mencegah berlangsungnya tindak pidana

Memberikan perlindungan kepada korban

Memberikan pertolongan darurat

Membantu proses pengajuan permohonan penetapan perlindungan. 1,2,3

2.10. DAMPAK KDRT


Kekerasan yang dialami korban berdampak pada terganggunya kesehatan fisik dan psikis, hubungan
sosial dan ekonomi korban.Dampak kekerasan terhadap fisik korban seperti: lebam, lecet, patah tulang,
kepala bocor, pusing dan lain- lain. Dampak terhadap seksualitas korban: takut berhubungan seks,
hilangnya keinginan untuk melakukan hubungan seksual, dan lain–lain. Semua korban KDRT mengalami
gangguan psikis seperti cemas, gelisah, malu, rendah diri, mengalami mimpi buruk, memiliki keinginan
untuk bunuh diri, keinginan untuk bercerai, gangguan ingatan. Dampak terhadap kesehatan korban
seperti terganggunya organ reproduksi, mengalami pendarahan, terjadi kehamilan yang tidak
diinginkan. Dampak sosial: menarik diri dari pergaulan dengan keluarga, tertangga, untuk sementara
waktu korban berhenti melakukan aktivitas sosial seperti ibadah. Dampak ekonomi: dililit hutang karena
harus meminjam uang ke orang untuk membiayai hidup. 8

2.11. PEMBUKTIAN

Sebagai salah satu alat bukti yang sah, keterangan seorang saksi korban saja sudah cukup untuk
membuktikan bahwa terdakwa bersalah, apabila disertai dengan suatu alat bukti yang sah lainnya (Pasal
55). 1,2,3

Alat bukti yang sah lainnya, antara lain :

Keterangan saksi

Keterangan Ahli

Surat

Petunjuk

Keterangan terdakwa. 1,13

2.12. TANDA DAN GEJALA KEKERASAN DOSMESTIK 4,12

Tanda Kekerasan

Gejala kekerasan
·Trauma ringan atau berat yang meninggalkan bekas berupa memar pada tubuh, khususnya sekitar mata
dan wajah.

·Cedera akibat pukulan/ benda tajam.

·Gigi tanggal, biasanya berhubungan dengan kehamilan yang ditelantarkan atau akibat gizi buruk; juga
dapat disebabkan oleh tendangan atau pukulan di daerah mulut.

·Kelainan bentuk hidung akibat patahnya tulang hidung.

·Sering mengalami perdarahan dari hidung, yang mungkin akibat pukulan.

·Keputihan yang dapat disebabkanoleh infeksi menular seksual, yang sering merupakan pertanda adanya
kekerasan seksual.

·Perdarahan per vaginam yang dapat diakibatkan oleh perlakuan buruk terhadap perempuan, baik saat
hamil maupun tidak hamil.

·Cemas, penuh rasa takut, sedih, putus asa.

·Bersifat agresif, tanpa sebab yang jelas.

·Tampak jauh lebih tua dari umurnya.

·Merasakan rendah diri, menunjukkan ketidakberhargaan dirinya dengan menganggap dirinya bodoh
dan tidak mampu.
·Mengeluh nyeri yang tidak jelas sebabnya, kontraksi otot, kesemutan dan nyeri perut.

·Sering nyeri kepala atau sulit tidur.

·Mengeluh nyeri bila bersanggama, tidak bisa menikmatinya dan menganggapnya sebagai pengorbanan.

·Pernyataan yang sering dikatakan adalah:

-“la (pasangan laki- laki) memanfaatkan saya””.

-“la melampiaskan kekesalannya kepada saya.

-“Ini adalah risiko perkawinan”.

Gambar 1. Memar pada tubuh 14


Gambar 2. Memar pada wajah 15

Gambar 3. Memar 15

Gambar 4. Memar dan Bekas Sundutan Rokok 15

2.13. PEMULIHAN KORBAN

Pasal 39

Untuk kepentingan pemulihan, korban dapat memperoleh pelayanan dari:


a.Tenaga kesehatan;

b.Pekerja sosial;

c.Relawan pendamping; dan/atau

d.Pembimbing rohani.

Pasal 40

1.Tenaga kesehatan wajib memeriksa korban sesuai dengan standar profesinya

2.Dalam hal korban memerlukan perawatan, tenaga kesehatan wajib memulihkan dan merehabilitasi
kesehatan korban.

Pasal 42

Dalam rangka pemulihan terhadap korban, tenaga kesehatan, pekerja sosial, relawan pendamping
dan/atau pembimbing rohani dapat melakukan kerja sama. 1,2,3

2.14. KETENTUAN PIDANA

Ketentuan pidana terhadap pelanggaran KDRT diatur oleh Undang-undang Republik Indonesia No. 23
Tahun 2004 tentang Penghapusan KDRTbab VIII pasal 44 sampai pasal 53.
Pasal 44

1.Setiap orang yang melakukan perbuatan kekerasan fisik dalam lingkup rumah tangga sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 5 huruf a dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (Lima) tahun atau denda
paling banyak Rp 15.000.000,- (Lima belas juta rupiah).

2.Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan korban jatuh sakit atau luka
berat, dipidanakan penjara paling lama 10 tahun atau denda paling banyak Rp30.000.000,- (Tiga puluh
juta rupiah).

3.Dalam halperbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mengakibatkan matinya korban, dipadana
penjara paling lama 15 (Lima belas) tahun atau denda paling banyak Rp45.000.000,-(Empat puluh lima
juta rupiah).

4.Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh suami terhadap isteri atau
sebaliknya yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau
mata pencaharian atau kegiatan sehari-harian, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat)
bulan atau denda paling banyak Rp 5.000.000,-(Lima juta rupiah).

Pasal 45

1.Setiap orang yang melakukan kekerasan fisik dalam lingkup rumah tangga sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 5 huruf b dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling
banyak Rp 9.000.000,- (Sembilanjuta rupiah).

2.Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh suami terhadap isteri atau
sebaliknya yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau
pencaharian atau kegiatan sehari-hari, dipidanakan penjara paling lama 4 (empat) bulan atau denda
paling banyak Rp3.000.000,- (Tiga juta rupiah).
Pasal 46

Setiap orang yang melakukan perbuatan kekerasan seksual sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf
a dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun atau denda paling banyak
Rp36.000.000,- (Tiga puluh enam juta rupiah).

Pasal 47

Setiap orang yang memaksa orang yang menetap dalam rumah tangganya melakukan hubungan seksual
sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 huruf b dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat)
tahun dan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun atau denda paling sedikit Rp 12.000.000,00-
(dua belas juta rupiah) atau paling banyak Rp 300.000.000,00-(tiga ratus juta rupiah).

Pasal 48

Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 dan 47 mengakibatkan korban mendapat
luka yang tidak memberi harapan akan sembuh sama sekali, mengalami gangguan daya pikir atau
kejiwaan sekurang-kurangnya selama 4 (empat) minggu terus menerus atau 1 (satu) tahun tidak
berturut-turut, gugur atau matinya janin dalam kandungan, atau mengakibatkan tidak berfungsinya alat
reproduksi, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan pidana penjara paling
lama 20 (dua puluh) tahun atau denda paling sedikit Rp 25.000.000,00-(dua puluh lima juta rupiah) dan
paling banyak Rp500.000.000,00-(lima ratus juta rupiah).

Pasal 49
Dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak Rp 15.000.000,00-
(lima belas juta rupiah), setiap orang yang:

a.menelantarkan orang lain dalam lingkup rumah tangganya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat
(1);

b.menelantarkan orang lain sebagaimana dimaksud Pasal 9 ayat (2).

Pasal 50

Selain pidana sebagaimana dimaksud dalam bab ini hakim dapat menjatuhkan pidana tambahan
berupa :

a.pembatasan gerak pelaku baik yang bertujuan untuk menjauhkan pelaku dari korban dalam jarak dan
waktu tertentu, maupun pembatasan hak-hak tertentu dari pelaku;

b.penetapan pelaku mengikuti program konseling di bawah pengawasan lembaga tertentu.

Pasal 51

Tindak pidana kekerasanfisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (4) merupakan delik aduan.

Pasal 52
Tindak pidana kekerasan fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (2) merupakan delik aduan.

Pasal 53

Tindak pidana kekerasan seksual sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 yang dilakukan oleh suami
terhadap isteri atau sebaliknya merupakan delik aduan. 1,2,3

BAB III

KESIMPULAN

1.Kekerasan dalam rumah tangga dapat terjadi pada berbagai tingkat sosial masyarakat, berbagai
tingkat usia, pada masyarakat di seluruh level profesi dan pendapatan. Insidens kekerasan rumah tangga
yang tercatat tidak mewakili jumlah kasus yang benar. Bagaikan ‘fenomena gunung es’ yang tertimbul
dipermukaan itu Cuma sebagian kecil dari keseluruhannya.

2.Bentuk-bentuk kekerasan dalam rumah tangga antara lain: kekerasan fisik, kekerasan psikis, kekerasan
seksual, dan penelantaran rumah tangga.

3.Kekerasan yang dialami korban berdampak pada terganggunya kesehatan fisik dan psikis, hubungan
sosial dan ekonomi korban.

4.Ketentuan pidana kekerasan dalam rumah tangga adalah berdasarkan Undang- undang republic
Indonesia Nomor 23 Tahun 2004.
DAFTAR PUSTAKA

1.Lembaga Bantuan Hukum Asosiasi Perempuan Indonesia Untuk Keadilan. Sekilas Tentang Undang-
Undang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga. [serial online] [cited 2008 March 21]. Available
from: URL: http://www.lbh-apik.or.id/fact-58.htm

2.Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam
Rumah Tangga. [serial online] 2004 Sept 22 [cited 2008 March 21]. Available from: URL:
http://www.kontras.org/uu_ri_ham/UU%20Nomor%2023%20Tahun%202004%20tentang
%20Penghapusan%20Kekerasan%20Dalam%20Rumah%20Tangga.pdf

3.Tunggal, Hadi Setia. Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga: Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2004. Jakarta : Harvarindo, 2005.

4.Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Informasi


Kesehatan Reproduksi: Pedoman Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Terhadap Perempuan di
Tingkat Pelayanan Dasar. Jakarta: Departemen Kesehatan, 2000.
5.Surbakti, Natangsa. Problematika Penegakan Hukum UU Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah
Tangga. Dalam: Jurnal Ilmu Hukum Vol.9. [serial online] 2006 March [cited 2008 March 21]. Available
from: URL: http://www.byakko.org/z_pdf/IN_for_Self.pdf

6.Natalini, Dessy. KDRT Dari Perspektif Indonesia, Belanda, dan Islam. [serial online] 2007 July 16 [cited
2008 March 24]. Available from: http://images.google.co.id/imgres?
imgurl=http://dessynataliani.blogsome.com/

7.Laporan Data Giat Pusat Pelayanan Terpadu Rumah Sakit Bhayangkara Mappa Oudang Makassar
Tahun 2002-2006. Makassar, 2007.

8.Rumah Perempuan. Korban Kekerasan Berhak Mendapatkan Perlindungan Negara. [serial online]
[cited 2008 March 21]. Available from: URL: www.easternindonesia.org/blog/wp-
content/uploads/2008/03/naratif-cacatan-akhir-thn-07-final-ok-book.pdf

9.United Nations Children’”s Fund. Domestic Violence Against Women and Girls. [serial online] 2000
June [cited 2008 March 18]. Available from: URL: http://www.unicef-
icdc.org/publications/pdf/digest6e.pdf

10.Fauzi A, Lucianawaty M, Hanifah L, Bernadette Nur. Kekerasan Terhadap Perempuan. [serial online]
[cited 2008 March 21]. Available from: URL: http://situs.kesrepro.info/gendervaw/referensi2.htm

11.Burnett L B, Domestic Violence. [serial online] January 2006 [cited 2008 March 29]. Available from:
URL: http://www.emedicine.com/emerg/topic153.htm

12.Yaning, Irene Lely Elen Indah. Kekerasan Dalam Rumah Tangga. [serial online] 2005 [cited 2008
March 29]. Available from: URL: http://www.freewebs.com/fks2forensik

13.Kongres Wanita Indonesia. Mengenal Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah


Tangga. [serial online] 2005 Apr 01 [cited 2008 March 29]. Available from:URL:
http://www.kowani.or.id/main/index.asp?lang=id&p=101&f=apr012005001
14.Lembaga Bantuan Hukum Asosiasi Perempuan Indonesia Untuk Keadilan. The Doormat. [serial
online] [cited 2008 March 21]. Available from: URL:
http://bp1.blogger.com/_X_z1raGwaPs/R0JRgGk5IUI/AAAAAAAAANo/u2×0vnAlYvw/s1600-h/Keset-
KDRT.jpg

15.Errufana, Mutia Prayanti. Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Dalam: Forensik Klinik dan PKT. Jakarta:
Departemen Forensik Dan Medikolegal FKUI, 2005.

You might also like