You are on page 1of 100

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dalam Islam, pentingnya pendidikan tidak semata-mata mementingkan individu,

melainkan erat kaitannya dengan kehidupan sosial kemasyarakatan. Konsep

belajar/pendidikan dalam Islam berkaitan erat dengan lingkungan dan kepentingan

umat. Oleh karena itu, dalam proses pendidikan senantiasa dikorelasikan dengan

kebutuhan lingkungan, dan lingkungan dijadikan sebagai sumber belajar. Seorang

peserta didik yang diberi kesempatan untuk belajar yang berwawasan lingkungan akan

menumbuh kembangkan potensi manusia sebagai pemimpin. Firman Allah :

  


  
   
  
   
  
   
  
Terjemahannya :
“Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Para Malaikat: ‘Sesungguhnya
aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.’ mereka berkata:
‘Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan
membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, Padahal Kami
Senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?’ Tuhan
berfirman: "Sesungguhnya aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.’
(QS Al Baqarah 30)1
.
Kaitan dengan pentingnya pendidikan bagi umat, Allah berfirman:
    
   

 
1
Departemen Agama. Al-Qur’an dan Terjemahannya. (Jakarta : Departemen Agama, 2002)
1
 
 
 
  

Terjemahannya :
“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada
kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar,
merekalah orang-orang yang beruntung.” (QS. Al-Imran:104)2

Begitu pula dalam undang-undang republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 bab II

pasal 3 Tentang Tujuan Sistem Pendidikan Nasional sebagai berikut :

Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk


watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar
menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga
negara yang demokratis serta bertanggung jawab.3

Pemisahan dan pengotakan antara agama dan sains jelas akan menimbulkan

kepincangan dalam proses pendidikan, agama jika tanpa dukungan sains akan menjadi

tidak mengakar pada realitas dan penalaran, sedangkan sains yang tidak dilandasi oleh

asas-asas agama dan akhlaq atau etika yang baik akan berkembang menjadi liar dan

menimbulkan dampak yang merusak. Murtadha Mutahhari seorang ulama, filosof dan

ilmuwan Islam menjelaskan bahwa iman dan sains merupakan karakteristik khas insani,

di mana manusia mempunyai kecenderungan untuk menuju ke arah kebenaran dan

wujud-wujud suci dan tidak dapat hidup tanpa menyucikan dan memuja sesuatu. Ini

adalah kecenderungan iman yang merupakan fitrah manusia. Tetapi di lain pihak

manusia pun memiliki kecenderungan untuk selalu ingin mengetahui dan memahami

semesta alam, serta memiliki kemampuan untuk memandang masa lalu, sekarang dan

2
Departemen Agama. Op.Cit
3
Undang-undang republic Indonesia No. 20 tahun 2003 bab II pasal 3 Tentang Sistem
Pendidikan Nasional. 2005. Jakarta. PT Armas Duta Jaya

2
masa mendatang (yang merupakan ciri khas sains). Dari penjelasan diatas telah nampak

dengan jelas pentingya ilmu pengetahuan kapanpun dan dimanapun dan hal ini juga

tidak akan tercapai tanpa kemampuan pemahaman yang baik. Dalam hal kemampuan

pemahaman, erat kaitannya dengan kemampuan otak dan keadaan jiwa seseorang saat

itu.

Di MI DDI Ujung Lare nampak sebagian besar murid sulit untuk menerima materi

pelajaran yang dijelaskan guru meski telah menggunakan berbagai metode dan variasi

hal ini ditunjukkan pada nilai hasil akhir semester dan pengalaman guru selama proses

belajar mengajar berlangsung. Tentu hal ini tidak boleh dibiarkan begitu saja karena

akan membuat murid jenuh dan akhirnya putus asa hingga acuh tak acuh dalam belajar

dan hanya ingin mengerjakan soal yang mudah-mudah saja4.

Berdasarkan latar belakang masalah diatas maka Skripsi ini akan menguraikan

masalah tersebut hingga pada tahap proses mencegah dan memperbaiki atau

meningkatkan kemampuan pemahaman murid dengan memanfaatkan ibadah shalat

sebagaimana firman allah :

  


 
    
  

Terjemahannya :
(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan
mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi
tenteram. (Qs. Ar Ra’d : 28)5

Dengan shalat tentu kita akan mengingat allah dengan demikian hati menjadi tenteram

melalui proses yang bertahap.


4
Bahri, Saiful. 2002. Psikologi Belajar. Jakarta: Rineka CiptaBudiastuti Widowati. 2001.
Pembelajaran kooperatif. Penerbit Universitas negeri Surabaya: Surabaya.
5
Departemen Agama.loc.Cit

3
B. Rumusan masalah

Dalam pembahasan yang telah diuraikan diatas, maka yang menjadi masalah pokok

dalam penulisan skrispi ini adalah sebagai berikut :

1. Apa yang menyebabkan murid MI DDI Ujung Lare Parepare sering mengalami

kesulitan dalam memahami materi yang dijelaskan meski telah digunakan

variasi dan metode mengajar yang beragam?

2. Apakah shalat dapat meningkatkan kemampuan pemahaman murid MI DDI

Ujung Lare Parepare ?

C. Hipotesis

Dari rumusan masalah diatas, maka dapat disusun suatu hipotesis sebagai jawaban

sementara terhadap rumusan masalah yang telah disebutkan diatas.

Berikut hipotesis dari rumusan masalah diatas,

1. Diduga penyebab mudrid MI DDI Ujung Lare sering mengalami kesulitan dalam

memahami materi yang dijelaskan oelh guru antara lain; jiwa anak terganggu oleh

keadaan anak di rumahnya yang banyak menonton film-film kartun sehingga ketika

belajar di sekolah mereka selalu mengingat dan membayangkan dilm-dilm tersebut.

2. Hal lain yang menyebabkan murid MI DDI Ujung Lare mengalami kesulitan

memahami materi pelajaran karena mereka diberikan pelajaran dalam jumlah yang

banyak dalam waktu yang sangat pendeng.

3. Shalat dapat menngkatkan kemampuan pemahaman murid MI DDI Ujung Lare

dalam menerima materi pelajaran. Hal ini dapat dilihat adanya kecenderungan

mereka yang rajin mengikuti shalat berjamaah baik di sekolah maupun di

rumahnya mereka mengalami peningkatan dan prestasi yang baik.

4
Shalat memang membawa setiap pelakunya merasakan tenang apabila dilakukan

secara khusyuk berdasarkan ungkapan Al-kisah diatas maka shalat ternyata membawa

efek ketenangan jiwa bagi setiap pelakunya.

D. Tujuan penelitian

Setiap tindakan memiliki tujuannya masing-masing. Untuk penelitian ini juga

memiliki tujuannya sendiri yaitu sebagai berikut ;

1. Mengaktifkan murid MI DDI Ujung Lare dalam melaksanakan shalat lima

waktu.

2. Meningkatkan kemampuan murid dalam memahami suatu materi.

3. Dapat menjadi salahsatu metode guru dalam proses belajar mengajar.

4. Untuk dijadikan referensi pada penelitian yang terkait.

E. Manfaat penelitian

Manfaat atau kegunaan penelitian iniyang menjadi sumbangsih tersendiri sebagai

pemecahan masalah bagi konteks yang lebih luas adalah sebgai berikut :

1. Bagi subjek : dapat meningkatkan atau memulihkan kemampuan pemahaman

murid MI DDI Ujung Lare.

2. Bagi guru : dapat membantu mengefektifkan PBM.

3. Bagi instansi pendidikan : dapat dijadikan acuan untuk menetapkan program

kerja baru dibidang psikologi anak dalam pendidikan.

4. Bagi peneliti : mendapatkan pengetahuan dan pengalaman baru yang berharga.

F. Garis-Garis Besar Isi Skripsi

5
Dalam rancangan penelitian skripsi ini, penulis akan memaparkan pendahuluan

yang akan diuraikan latar belakang masalah yang menjadi acuan mengapa diadakan

penelitian ini, kemudian untuk membatasi masalah yang akan diteliti maka akan

dirumuskan masalah pokok yang akan dibahas, kemudian diberikan hipotesis sebagai

jawaban sementara yang disinkronikan dengan latar belakang masalah dan rumusan

masa, lalu kemudian akan diuraikan pengertian judul agar supaya ada kesamaan

persepsi untuk para pembaca, kemudian setelah itu dijelaskan tujuan dan manfaat dari

penelitian yang menjadi sumbangan bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan untuk

masyarakat, serta digambarkan garis besar isi skripsi.

Pada Bab kedua, penulis akan memaparkan tinjauan dari pustaka yang peneliti

gunakan untuk melogiskan hasil penelitian ini dan menjadi ukuran tingkat kredibilitas

hasil penelitian ini kepada pembaca yang berisi antara lain pengertian dan fungsi ibadah

shalat, pengaruh shalat terhadap tubuh dan jiwa, pentingnya otak, konsep kemampuan

pemahaman anak, dan definisi kecerdasan.

Kemudian pada Bab ketiga, akan dibahas mengenai metode penelitian yang

diuraikan didalamnya tentang pendekatan dan Jenis penelitian, sumber data, Teknik

Pengumpulan Data, dan Teknik analisis data untuk mengakuratkan validitas hasil

penelitian yang merujuk pada bidang studi khusus yang telah dipelajari di bangku

perkuliahan.

Selanjutnya pada Bab ke empat akan dibahas tentang analisis dan pembahasan hasil

penelitian, pada bagian ini di uraikanlah jawaban dari rumusan masalah yang diajukan

dengan menggunakan metode dan tekhnik analisis yang telah ditentukan dan

memproses data yang telah diperoleh dengan benar agar dicapai hasil yang akurat dan

terpercaya.

6
Pada Bab lima penutup, peneliti mengemukakan kesimpulan dan saran atas refleksi

dari penelitian ini untuk seluruh pembaca terutama untuk subjek dan peneliti sendiri dan

seluruh umat manusia.

Pada bagian akhir penulis menyediakan lampiran yang berisi tentang alat yang

digunakan selama penelitian berlangsung.

7
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. KAJIN PUSTAKA

1. Pengertian dan Fungsi Ibadah Shalat

a. Pengertian Ibadah Shalat

Agama islam memiliki satu ritual wajib yang dilakukan lima kali sehari, yaitu

shalat. Dalam sehari, ada lima waktu shalat yaitu saat subuh, dhuhur, ashar, maghrib

dan isya. Shalat juga merupakan rukun islam artinya sesuatu yang wajib dilakukan bila

manusia sudah memeluk agama ini. Rukun islam ada lima yaitu syahadat, shalat, zakat,

puasa dan berhaji.

Ada juga shalat yang sifatnya tidak wajib, yaitu shalat sunnah. Ada banyak ragam

shalat sunnah yang ada dalam islam. Namun karena sifatnya sunnah, maka shalat ini

bersifat melengkapi shalat-shalat wajib. Meskipun bersifat melengkapi, shalat sunnah

bila dilakukan secara khusyuk disertai dengan niat hanya mengharapkan keridhaan

allah, maka nilainya sungguh luhur. Saking hebatnya ibadah shalat, sehingga dikatakan

bahwa shalat adalah soko guru dan pondasi agama.

Shalat adalah bentuk komunikasi dengan sang maha terkasih allah, pencerahan,

rekreasi jiwa yang tidak bisa ditandingi kenikmatannya dengan cara apapun di alam

semesta. Masalahnya, kemana pikiran harus kita arahkan saat kita melakukan ibadah

shalat? Bila kita yakin bahwa shalat adalah meditasi tertinggi (meditasi transendental),

maka seyogyanya kita pahami bagaimana menciptakan titik pikiran secara tepat

sehingga shalat kita dikatakan khusyuk dan benar.

8
b. Fungsi ibadah Shalat

Ibadah shalat memiliki dimensi individual dan sosial. Dimensi individual adalah

bagaimana shalat itu dijadikan sarana untuk berkomunikasi dengan tuhan. Sementara

dimensi sosial shalat adalah bagaimana shalat membawa dampak positif bagi

lingkungan sosial masyarakat dimana individu yang melakukan shalat itu berada.

Pada dasarnya, hakikat shalat adalah mengajak manusia untuk menyadari

keberadaan tuhan itu dekat yang melampaui batasan ruang dan waktu sehingga

kemanapun manusia berada maka dia selalu hadir, mengawasi, menjadi teman paling

setia, dan menjadi kekasih yang tidak pernah absen sedikit pun untuk berbagi suka dan

duka sekaligus sebagai wujud ketundukan manusia pada dzat yang serba maha dan

infinitum ini.

Kesadaran hakikat shalat ini akan memiliki pengaruh kuat dalam mencegah

manusia dari melakukan perbuatan yang keji dan mungkar. Sebagaimana dijelaskan

dalam ayat 45 surat al-‘ankabut “sesungguhnya shalat itu mencegah (manusia) dari

perbuatan yang keji dan mungkar.” Ini sudah masuk dimensi sosial shalat.

   


  
   
  
  
    
  
Terjemahannya :
“Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, Yaitu Al kitab (Al Quran) dan
dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan- perbuatan)
keji dan mungkar. dan Sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar
(keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). dan Allah mengetahui apa yang
kamu kerjakan.” (Qs. Al Ankabuut : 45)6

6
Departemen agama. Loc.cit

9
2. Pengaruh Shalat Terhadap Tubuh dan Jiwa

Ketengan jiwa adalah salah satu faktor yang sangat penting dalam perjalanan

kehidupan kita, pengaruhnya menelusup kedalam sisi-sisi keseharian bersikap dan

bersosialisasi bahkan terhadap sudut pandang dan kesehatan, bahkan akan menentukan

kekhusyuan kita dalam beribadah.

Disini saya akan menyebutkan beberapa pengetahuan modern yang berkenaan

dengan “Pengaruh ketenangan jiwa pada kesehatan jiwa dan fisik manusia dan pengaruh

Shalat pada ketenangan jiwa".

Dr.Y.Leibman mengatakan dalam bukunya berjudul ‘ketenangan jiwa’ :

“Ketenangan jiwa merupakan pemberian (anugerah) yang diberikan oleh Allah


kepada hamba-hambaNya yang terpilih. Ketenangan jiwa memberikan banyak
hal berupa kecerdasan, kesehatan, harta dan ketenaran. Ketenangan jiwa
diberikan oleh Allah sebagai penghargaan. Setelah dilakukan uji coba selama
seperempat abad, ditemukan bahwa ketenangan jiwa merupakan tujuan utama
dalam mengarungi hidup. Ketenangan dapat tumbuh dan berkembang tanpa
bantuan harta bahkan tanpa bantuan kesehatan. Potensi ketenangan jiwa
mampu mengubah pondokan menjadi istana”.7

Sarjana Barat lainnya, Raymond Breil mengatakan,:

“Tidak dalam kemampuan seorang peramal (dukun) untuk menghitung umur


seseorang. Tapi orang berilmu mampu membuat perhitungan dan grafik yang
menjelaskan umur seseorang dalam hidupnya. Dari perhitungan dan grafik
tersebut menjelaskan bahwa orang yang tidak dikuasai oleh amarah,
kesusahan, dan kesedihan ia memiliki ketenangan jiwa. Ketenangan jiwa itulah
yang merupakan factor terpenting terbentuknya kesempurnaan kesehatan”.8

Sementara itu, Dr. Harry Emerson mengatakan bahwa, “Pilar terpenting yang

menjadi inti kehidupan yang sehat yang terbebas dari penyakit fisik dan jiwa adalah

Ketenangan jiwa”.9

7
Dr.Y.Leibman,2002 . Ketenangan Jiwa ;
8
Raymond breil,2002.
9
ibid

10
Dr. Herbert Stock, direktur Laboratorium Uji Kendali Mobil Amerika Serikat,

menyimpulkan bahwa :

“Mayoritas kecelakaan mobil yang menimpa sekitar dua juta orang , baik yang
luka maupun yang tewas, dan menghancurkan lebih dari satu juta mobil di
Amerika dalam satu tahun, diakibatkan oleh ketegangan (kekacauan) yang
menimpa jiwa para pengemudi, atau karena pengaruh ketakutan, kesusahan,
dan amarah para pengemudi. Hal yang paling diperlukan untuk menghindari
kecelakaan tersebut adalah Ketenagan Jiwa”.10

Kaum muslim jaman dahulu telah memahami firman Allah SWT,

 
 
    
  

Terjemahannya :

“(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan

mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi

tenteram.” (Qs. Ar Ra’d : 28)11

Mereka berlindung kepada Allah untuk menenteramkan hati mereka, dengan

mengingat Allah merekapun mendapat ketenteraman dengan rahmat Allah. Oleh karena

itu, kita tidak pernah mendengar para sahabat Rasul dan Tabi’in, bahwa mereka

menderita penyakit seperti orang-orang modern yang menderita berbagai penyakit

mematikan, baik penyakit jiwa maupun penyakit fisik.

Kehidupan mereka yang dipenuhi dengan nikmat, sehat, tenteram, dan mudah

yaitu dengan berserah kepada Allah, adalah bukti bahwa keimanan mereka bukan hanya

kata-kata, tetapi iman yang menancap di hati dan dilaksanakan oleh anggota badan.

3. Pentingnya Otak

10
ibid
11
Departemen Agama. Loc cit.

11
a. Fakta otak

Otak manusia adalah suatu organ yang beratnya sekitar 1,5 kg atau sekitar 2% dari

dioperasikan dengan bahan bakar glukosa dan oksigen. Saat bayi dilahirkan, otaknya

telah berukuran ¼ dari ukuran otak orang dewasa. Otak menyerap sekitar 20% suplai

oksigen yang beredar di dalam tubuh manusia.

Semua manusia sejak lahir telah memiliki 100.000.000.000 (seratus miliar) sel

otak aktif dan didukung 900.000.000.000 (Sembilan ratus miliar) sel pendukung

lainnya. Jadi, total ada 1 triliun sel otak. Bandingkan dengan lebah yang hanya memiliki

7 ribu sel otak, lalat buah 100 ribu, tikus 5 juta, dan monyet 10 miliar.

Dengan jumlah sel otak yang hanya berjumlah 7.000, lebah dapat mencari madu,

pulang kesarangnya, dan memberi tahu teman-temannya lokasi madu tersebut. Lebah

dapat terbang kesana kemari tanpa perlu membaca peta dan mereka tidak pernah

tersesat. Selain itu, lebah juga membentuk suatu koloni dan ada pembagian tugas

diantara mereka. Ada lebah pekerja, ada lebah yang bertugas merawat ratu lebah dan

anak-anak lebah, dan ada lebah tentara yang bertugas melindungi sarang lebah dari

serangan makhluk asing. Hanya 7000 sel optak, lebah sudah sedemikian hebatnya.

Berbeda dengan lebah, manusia diberi otak yang sedemikian luar biasa

kemampuannya. Naum, ni barulah potensi. Potensi ini harus dikembangkan. Meskipun

memiliki jumlah sel otak yang sangat banyak, ini bukanlah jaminan seseorang dapat

menjadi makhluk yang cerdas. Kecerdasan seseorang sebenarnya tergantung pada

seberapa banyak koneksi sel otak memiliki kemungkinan koneksi dari 1 hingga 20.000

koneksi. Jadi, bias dibayangkan betapa besar potensi yang dimiliki manusia.

12
Koneksi antar sel otak akan terjadi bila kita menggunakan dan melatihnya, maka

akan semakin banyak terjadi koneksi. Koneksi hanya terjadi bila kita dapat menciptakan

arti pada apa yang kita pelajari.12

b. Gelombang otak

Beruntung, para ahli saraf (neurolog) telah menemukan jawabannya. Dan

jawabannya terletak pada empat level gelombang otak kita. Melalui serangkaian

eksperimen dan alat ukur yang bernama EEG (Electro EncephaloGram), mereka

menemukan ternyata terdapat empat level getaran dalam otak kita. Mari kita simak

bersama empat gelombang kesadaran itu.

Berdasarkan pengukuran dengan menggunakan alat ukur yang disebut EEG

(electro encepalograph) kita mengenal ada empat jenis gelombang otak, yaitu beta, alfa,

theta, dan delta.

Pengukuran gelombang otak ini didasarkan pada getaran yang ditimbulkan oleh

otak kita dalam satu detik. Kita mungkin bias berada dalam dua gelombang yang

berbeda dalam satu waktu. Masing-masing gelombang ini menjelaskan suatu kondisi

operasi otak yang berbeda.

1) Gelombang Beta

Beta (14 – 100 Hz). Dalam frekuensi ini kita tengah berada pada kondisi aktif

terjaga, sadar penuh dan didominasi oleh logika. Inilah kondisi normal yang kita

alami sehari-hari ketika sedang terjaga (tidak tidur). Kita berada pada frekuensi

ini ketika kita bekerja, berkonsentrasi, berbicara, berpikir tentang masalah yang

kita hadapi, dll. Dalam frekuensi ini kerja otak cenderung memantik munculnya

12
Adi.G.W, 2003. Born to be a genius : Otak Manusia, Mengenal Lebih Dekat Neck Top
Computer Anda. 2003. Gramedia Pustaka Utama .Jakarta.

13
rasa cemas, khawatir, stress, dan marah. Gambar gelombang otak kita dalam

kondisi beta adalah seperti dibawah ini.

Gambar 1.1 : Gelombang Beta

2) Gelombang Alfa

Alpha (8 – 13.9 Hz). Ketika otak kita berada dalam getaran frekuensi ini, kita

akan berada pada posisi khusyu’, relaks, meditatif, nyaman dan ikhlas. Dalam

frekuensi ini kerja otak mampu menyebabkan kita merasa nyaman, tenang, dan

bahagia.

Kondisi alfa adalah kondisi yang paling baik untuk belajar. Ada beberapa cara

untuk bias masuk kedalam kondisi ini dan kita dapat melakukannya secara

mudah. Beberapa cara yang biasa diguanakan adalah :

a) Meditasi

b) Teknik pernapasan

c) Relaksasi

d) Visualisasi

e) Mendengarkan music

f) Shalat

Kondisi alfa digunakan untk mencapai hasil pembelajaran yang sangat

maksimal. Teknik-teknik pembelajaran yang Adi W. Gunawan (pendiri

sekaligus direktur the accelerated learning institute and training center of

Indonesia) dalami seperti metode accelerated learning (system belajar

dipercepat), pembelajaran bahasa asing secara cepat dan mudah, dan membaca

14
dengan kecepatan 68.000 kata permenit (buku setebal 300 halaman habis

dibaca dalam waktu paling lama 10 menit), semuanya mengharuskan Adi

masuk kedalam kondisi Alfa sebelum melakukan kegiatan belajar.

Berikut gambar gelombang alpha.

Gambar 1.2 : Gelombang Alfa

3) Gelombang theta

Theta (4 – 7.9 Hz). Dalam frekuensi yang rendah ini, seseorang akan berada

pada kondisi sangat khusyu’, keheningan yang mendalam, deep-meditation, dan

“mampu mendengar” nurani bawah sadar. Inilah kondisi yang mungkin diraih

oleh para ulama dan biksu ketika mereka melantunkan doa ditengah keheningan

malam pada Sang Ilahi. Berikut gambar gelombang otak kita ketika berada

dalam kondisi theta.

Gambar 1.3 : Gelombang Theta

4) Gelombang Delta

Delta (0,1 – 3,9 Hz). Frekuensi terendah ini terdeteksi ketika orang tengah

tertidur pulas tanpa mimpi. Dalam frekuensi ini otak memproduksi human

growth hormone yang baik bagi kesehatan kita. Bila seseorang tidur dalam

15
keadaan delta yang stabil, kualitas tidurnya sangat tinggi. Meski tertidur hanya

sebentar, ia akan bangun dengan tubuh tetap merasa segar.

Gambar 1.4 : Gelombang Delta

Nah, penyelidikan menunjukkan bahwa proses penumbuhan keyakinan positif

dalam pikiran kita akan berlangsung dengan optimal jika otak kita tengah berada pada

kondisi Alpha (atau juga kondisi Theta). Dalam frekuensi inilah, kita bisa

menginjeksikan energi positif dalam setiap jejak sel saraf kita secara mulus. Apabila

kita merajut keyakinan positif dan visualisasi keberhasilan dalam kondisi alpha, maka

rajutan itu benar-benar akan menembus alam bawah sadar kita. Pada gilirannya, hal ini

akan memberikan pengaruh yang amat dahsyat pada pola perilaku kita ketika berproses

menuju puncak keberhasilan yang diimpikan.

Pertanyaannya sekarang adalah : bagaimana caranya agar kita bisa berada

kondisi alpha?

Bagi Anda yang muslim, ada satu langkah yang mujarab : sholat tahajud di

tengah keheningan malam (Jika Anda beragama Kristen, mungkin medianya adalah

dengan melakukan “retreat”).

Begitulah, para kaum bijak bestari berkisah, dalam momen-momen kontemplatif

ketika bersujud dihadapan Sang Ilahi, selalu ada perasaan keheningan yang

menggetarkan, perasaan khusyu’ yang sungguh menghanyutkan. Saya berpikir perasaan

ini muncul karena saat itu kondisi otak kita sedang berada pada gelombang alpha. Dan

percayalah, dalam momen itu, kita dengan mudah bisa memasukkan energi positif dan

spirit keyakinan dalam segenap pikiran kita. Dalam momen inilah, dalam hamparan

16
kepasrahan total pada Sang Pencipta dan rasa syukur yang terus mengalir, kita bisa

merajut butir-butir keyakinan positif itu dalam segenap raga kita. Dalam segenap jiwa

dan batin kita.

c. Rentang focus yang optimal

Otak ktia tidak dapat dipaksa untuk melakukan focus dalam jangka waktu yang

lama. Untuk mudahnya, kita bisa menggunakan patokan usia. Usia kita anggap menit

dengan maksimal 30 menit. Contohnya, untuk anak berusia 5 tahun, rentang waktu

focus optimal yang bias dilakukannya hanya 5 menit. Untuk orang dewasa yang berusia

24 tahun, focus optimalnya adalah 24 menit. Bila ia berusia 35 tahun atau 60 tahun,

maka focus optimalnya hanyalah 30 menit. Jadi, 30 menit adalah rentang waktu focus

maksimal agar tidak tidak terjadi kelelahan otak yang berlebihan.

Idealnya waktu 30 menit ini dibagi menjad 3 bagian. Yang pertama adalah masa

persiapan. Gunakan waktu selama 5 menit untuk melakukan relaksasi dan menetapkan

apa tujuan anda belajar, serta hasil apa yang ingin dicapai. Setelah itu gunakan 20 menit

untuk belajar. Sedangkan 5 menit yang tersisa digunakan untuk refleksi atas apa saja

yang baru dipelajari.

d. Tiga tingkat efektivitas otak dalam belajar.

Otak kita belajar dengan menggunakan urutan prioritas. Urutan prioritas ini akan

mempengaruhi tingkat perhatian dan konsentrasi dalam mempelajari sesuatu dan

seberapa kuat informasi itu akan tertanam di dalam ingatan kita. Perhatikan bagan

dibawah ini.

UNTUK KESELAMATAN
HIDUP
MEMBANGKITKAN
17
EMOSI
BELAJAR HAL YANG
BARU
Gambar 2 : bagan tingkat efektivitas otak dalam belajar
Sumber : Adi W. Gunawan. Born To Be A Genius (2003)
Perhatian dan konsentrasi maksimal akan diberikan oleh otak terhadap informasi

yang berubungan dengan keselamatan diri. Semakin dianggap penting untuk

keselamatan hidup, maka semakin tinggi perhatian dan semakin kuat konsentrasi yang

diberikan untuk informasi itu. Dengan demikian akan semakin kuat daya serap dan

ingatan yang terjadi.

Prioritas kedua adalah apabila informasi itu membangkitkan emosi, baik emosi

sedih maupun emosi gembira. Dalam proses belajar tentu saja kita akan lebih

memprioritaskan emosi-emosi yang positif. Semakin kuat semakin kuat informasi itu

membangkitkan emosi kita, maka akan semakin kuat pula perhatian dan konsentrasi

terhadap informasi tersebut.

Prioritas terakhir adalah informasi yang berhubungan dengan proses belajar

biasa. Informasi ini mendapat perhatian dan konsentrasi yang paling sedikit.

Dalam proses belajar tentu sangat sulit untuk membuat situasi dimaan informasi

yang kita pelajari seakan-akan sangat menentukan keselamatan hidup kita. Karena

inisulit terjadi, maka cara paling efektif adalah dengan menggunakan metode kedua,

yaitu informasi tersebut membangkitkan emosi. Ada beberapa cara untuk mengaitkan

informasi dengan emosi positif. Diantaranya adalah dengan permainan, menciptakan

suasana belajar yang kondusif, menetapkan tujuan belajar, dan hadiah yang akan

didapat bila tujuan itu tercapai, atau dengan mencari alasan emosional mengapa

informasi ini perlu dipelajari.

18
4. Konsep Kemampuan Pemahaman Anak

Kemampuan pemahaman setiap manusia dipengaruhi oleh tiga aspek penting,

yakni Afektif, Kognitif dan Psikomotorik. Afektif ialah yang berkaitan dengan sikap,

moral, etika, akhlak, manajemen emosi, dll. Kognitif ialah yang berkaitan dengan aspek

pemikiran, transfer ilmu, logika, analisis, dll. Sedangkan Psikomotorik adalah yang

berkaitan dengan praktek atau aplikasi apa yang sudah diperolehnya melalui jalur

kognitif

Pengertian (pemahaman) adalah kemampuan untuk menangkap sifat, arti atau

keterangan tentang sesuatu. Dapat juga diartikan sebagi kemampuan untuk memahami

tentang sesuatu sehingga muncul konsep-konsep. Macam konsep yang dimiliki anak-

anak antara lain :

1. Konsep tentang hidup atau mati.

Sampai usia 6 tahun anak memahami segala sesuatu yang bergerak memiliki

kesadaran atau hidup dan boneka hewan atau manusia adalah hidup. Mati adalah

pergi jauh.

2. Konsep tentang letak dan fungsi tubuh

Sampai usia 5 tahun anak masih salah tentang letak jantung atau hati. Demikian

juga tentang melahirkan dianggapnya lewat perut dengan cara operasi.

3. Konsep tentang hubungan sebab-akibat

Pemahaman tentang sebab yang sifatnya fisik lebih dapat dipahami daripada

sebab yang sifatnya psikis.

4. Konsep tentang waktu

Anak masih belum dapat memahami tentang 3 jam lagi, lusa, kapan, kemarin

dulu.

19
5. Konsep tentang jarak

6. Konsep tentang bilangan

Bilangan 1 sampai sepuluh dapat dipahami urutan besarannya namun untuk

puluhan belum.

7. Konsep tentang uang

Konsep tentang uang dikaitkan dengan kasih sayang, perhatian dari orang lain,

dan pengendali perilakunya.

8. Konsep tentang keindahan

Menganggap indah warna yang menyolok.

9. Konsep diri

Menggambarkan dirinya cantik dan disenangi orang dari penilaian orang lain

terhadap dirinya.

10. Konsep tentang peran sex (jenis kelamin)

Wanita harus sopan dan empati (menghibur dan laki-laki harus kuat atau suka

menolong.

5. Definisi kecerdasan

a. Definisi kecerdasan tergantung pada situasi, kondisi, tradisi, dan kebudayaan.

Setiap suku bangsa di dunia ini mempunyai criteria tertentu untuk menentukan

definisi kecerdasan. Criteria ini akan berbeda antara satu suku bangsa dengan suku

bangsa lainnya.

Bangsa yunani kuno sangat menghrgai orang cerdas yang mempunyai fisik kuat,

pemikiran yang rasional, dan menunjukkan perilaku yang baik dan bermoral.

20
Bangsa romawi pada sisi lain sangat menghargai keberanian. Bangsa cina,

dibawah pengaruh filsuf Confucius, sangat menghargai orang yang mahir dibidang

puisi, music, kaligrafi, ilmu perang, dan melukis. Sedangkan pada orang-orang keres,

dari suku Indian pueblo, sangat menghargai orang yang peduli dengan orang lain.

Bila seorang ahli bedah saraf terkemuka yang tinggal di newyork, amerika,

dibawa kebelantara gurun Australia dan tinggal bersama suku aborigin, lalu dokter ini

diminta untuk mengamati suatu hamparan dataran, apakah yang ia lihat? Mungkin saja

dokter ini hanya melihat hamparan dataran yang gersang ditumbuhi semak belukar dan

kontur dataran yang naik turun. Itu saja. Tetapi, suku aborigin ini hanya sekali pandang

saja akan tahu jenis tanaman yang ada, mana yang bisa dimakan dan mana yang

beracun, dimana bisa mendapatkan air minum, jenis hewan apa saja yang dapat

dimakan dan yang berbahaya. Suku aborigin juga akan tahu, berdasarkan jejak yang

terdapat ditanah, hewan apa saja yang baru lewat dan kemana hewan itu lari atau

bersembunyi. Dalam keadaan ini, siapakah yang lebih cerdasa?

Sekarang, bila kita balik keadaannya. Orang aborigin ini dibawa ke newyork

dengan segala kemajuan peradaban dan tekhnologinya. Kalau situasinya begini,

siapakah yang lebih cerdas? Dokter bedah ataukah si Aborigin?

Dari contoh diatas sebenarnya sulit untuk mengatakan siapa yang lebih cerdas.

Ini semua tergantung pada situasi, kondisi, tradisi, dan kebudayaan setempat.

b. Definisi kecerdasan menurut pakar psikologi

Pada tahun 1921, empat belas ahli ilmu jiwa ditanyai oleh editor “journal of

education psychology” mengenai arti kecerdasan. Walauun jawaban mereka bervariasi,

namun ada dua tema pokok yang sama dalam jawaban mereka.

Menurut mereka, kecerdasan adalah :

21
1) Kapasitas untuk belajar dari pengalaaman

2) Kemampuan untuk beradaptasi

Dua ddfinisi di atas merupakan hal yang sangat penting. Kapasitas untuk belajar

dari pengalaman berarti orang yang cerdasa juga dapat melakukan kesalahan. Malah

orang yang cerdas sesungguhnya bukanlah orang yang tidak pernah membuat

kesalahan. Orang yang cerdas adalah orang yang membuat kesalahan, belajar dari

kesalahan tersebut, dan tidak membuat kesalahan yang sama lagi.

Kemampuan untuk beradaptasi dengan lingkungan berarti untuk menjadi cerdas

tidak tidaklah semata-mata bergantung pada nilai atau hasil suatu tes atau ujian

disekolah. Di sini menjadi cerdas meliputi kemampuan anda untuk menangani suatu

pekerjaan, bagaimana berhubungan dengan orang lain, dan bagaimana anda mengatur

hidup anda dengan orang lain, dan bagaimana anda mengatur hidup anda secara umum.

Enam puluh lima tahun kemudian atau pada tahun 1986, dua puluh empat pakar

yang berbeda diminta pandangannya mengenai arti kecerdasan. Sekali lagi, walaupun

mempunyai jawaban yang bervariasi, mereka setuju bahwa cerdas berarti dapat belajar

dari pengalaman dan mampu melakukan adaptasi atau penyesuaian terhadap

lingkungan, dengan penekanan pada aspek metakognisi-kemampuan berpikir tentang

proses berpikir itu sendiri.

c. Kecerdasan spiritual

1) Pengertian Kecerdasan Spiritual

Secara konseptual kecerdasan spiritual terdiri dari gabungan kata kecerdasan dan

spiritual. Kecerdasan berasal dari kata cerdas yaitu sempurna perkembangan akal budi

untuk berfikir dan mengerti.13 Sedangkan spiritual berasal dari kata spirit yang berasal

13
Departemen Pendidikan & Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta : Balai
Pustaka, 1993) cet. Ke-2, h. 186.

22
dari bahasa latin yaitu spritus yang berarti nafas. Dalam istilah modern mengacu kepada

energi batin yang non jasmani meliputi emosi dan karakter.14 Dalam kamus psikologi

spirit adalah suatu zat atau makhluk immaterial, biasanya bersifat ketuhanan menurut

aslinya, yang diberi sifat dari banyak ciri karakteristik manusia, kekuatan, tenaga,

semangat, vitalitas energi disposisi, moral atau motivasi.15 Dengan demikian dapat

dimaknai bahwa yang dimaksud dengan kecerdasan spiritual adalah kemampuan yang

sempurna dari perkembangan akal budi untuk memikirkan hal-hal diluar alam materi

yang bersifat ketuhanan yang memancarkan energi batin untuk memotivasi lahirnya

ibadah dan moral.

Danah Zohar dan Ian Marshal mengatakan bahwa: “Kecerdasan spiritual adalah

kecerdasan untuk menghadapi perilaku atau hidup kita dalam konteks makna yang lebih

luas dan kaya, kecerdasan untuk menilai bahwa hidup seseorang lebih bermakna bila

dibandingkan dengan yang lain. SQ adalah landasan yang diperlukan untuk

memfungsikan IQ dan EQ secara efektif bahkan SQ merupakan kecerdasan tertinggi

manusia”.16

Dari kutipan di atas dapat dipahami bahwa kecerdasan spiritual adalah

kecerdasan yang paling tinggi, bahkan kecerdasan inilah yang dipandang berperan

memfungsikan dari kecerdasan IQ dan EQ. Sebelum kecerdasan ini ditemukan, para

ahli sangat bangga dengan temuan tentang adanya IQ danEQ, sehingga muncullah suatu

paradigma dimasyarakat bahwa otak itu adalah segala-galanya, padahal nyatanya

tidaklah demikian.

14
Toni Buzan, Kekuatan ESQ: 10 Langkah Meningkatkan Kecerdasan Emosional Spiritual,
terjemahan Ana Budi Kuswandani, (Indonesia : PT Pustaka Delapratosa, 2003) cet. Ke-1, h. 6.
15
J.P. Chaplin, Kamus Lengkap Psikologi, (Jakarta : Rajawali Pers, 1989) cet. Ke-1, h. 480.
16
Ary Ginanjar Agustian, Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi & Spritual ESQ,
(Jakarta : Agra, 2001) cet. Ke-1, h. 57.

23
Rodolf Otto, sebagaimana dikutip oleh Sayyed mendefinisikan spiritual sebagai

“pengalaman yang suci”. Pemaknaan ini kemudian diintroduksi oleh seluruh pemikir

agama (spiritualis) dalam “pemahaman makna keyakinankeyakinan dalam konteks

sosial mereka”. Jadi tegasnya, spiritual diasumsikan bukan dalam pengertian

diskursifnya, at home atau in side, melainkan terefleksikan dalam perilaku sosialnya. Ini

sekaligus menunjukkan klaim bahwa segala perilaku sosial manusia niscaya juga

diwarnai oleh “pengalaman yang suci” itu spiritualitasnya.17

Selanjutnya Ary Ginanjar Agustian mendefinisikan bahwa kecerdasan spiritual

adalah kemampuan untuk memberi makna ibadah pada setiap perilaku dan kegiatan

melalui langkah-langkah dan pemikiran yang bersifat fitrah, menuju manusia seutuhnya

(hanif), dan memiliki pola pemikiran tauhid (integralistik) serta berprinsip hanya karena

Allah.18 Dengan demikian berarti orang yang cerdas secara spiritual adalah orang yang

mampu mengaktualisasikan nilai-nilai Ilahiah sebagai manifestasi dari aktifitasnya

dalam kehidupan sehari-hari dan berupaya mempertahankan keharmonisan dan

keselarasan dalam kehidupannya, sebagai wujud dari pengalamannya terhadap tuntutan

fitrahnya sebagai makhluk yang memiliki ketergantungan terhadap kekuatan yang

berada diluar jangkauan dirinya yaitu Sang Maha Pencipta.

Kebutuhan akan spiritual adalah kebutuhan untuk mempertahankan keyakinan,

mengembalikan keyakinan, memenuhi kewajiban agama, serta untuk menyeimbangkan

kemampuan intelektual dan emosional yang dimilikiseseorang, sehingga dengan

kemampuan ini akan membantu mewujudkan pribadi manusia seutuhnya. Untuk

keperluan itu perlulah kiranya Allah mengutus seorang Rasul yaitu Muhammad SAW,

sebagaimana yang disebutkan dalam firmannya Q.S. Al-Jum’ah, 62:2

17
Ibid. h. 8
18
Ary Ginanjar Agustian, op. cit. h. 57.

24
   
    
 
  
  
  
     

Terjemahannya: Dialah yang mengutus seorang Rasul kepada kaum yang buta
huruf dari kalangan mereka sendiri yang membacakan kepada
mereka ayat-ayat-Nya, menyucikan (jiwa) mereka dan
mengajarkan kepada mereka kitab dan hikmah (sunnah),
meskipun sebelumnya mereka benar-benar dalam kesesatan
yang nyata.19

Spiritual dalam Islam identik dengan kecerdasan ruhaniah yang pada dasarnya

tahap pencerdasan ruh ini dapat kita mulai sejak pra kehamilan, kemudian kita teruskan

pada saat kehamilan, dan dapat terus kita bangun sejak balita hingga dewasa.

Dalam memahami spiritual ini, sains pun tidak bisa berdiri sendiri. Sains tetap

membutuhkan instrumen-instrumen, lantaran “lain dari yang kelihatan” atau yang luar

biasa. Ada dua instrumen yang lazim digunakan dalam dunia spiritual ini yang satu

bersifat kolektif dan lainnya bersifat privasi. Yang bersifat kolektif itu bagi suku,

masyarakat, peradaban, atau tradisi adalah instrumen wahyu yang ada dalam teks suci,

sedangkan bagi masyarakat yang tidak kenal baca tulis (primitif), instrumen yang

digunakan adalah mitos yang termuat dalam legenda-legenda mereka. Jika seseorang

dibesarkan dalam tradisi tulis baca yang mengajarkan gambaran antropomorfis Tuhan

yang berasal dari teks-teks suci, ia niscaya menganggap kebenaran sebagai sesuatu yang

muncul dari pemahaman alam bawah sadarnya tentang teladan-teladan spiritual. Ini

terjadi karena pada akhirnyapetualangan manusia, ternyata roh (dimensi Ilahiyah yang

19
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, Edisi Khat Madinah, (Bandung :
Syamil Cipta Media, 2005), h. 553.

25
terdapat dalam dirimanusia) dan yang tidak terbatas (dimensi Ilahi yang yang terdapat

dalamfinalitas transpersonal Tuhan) adalah identik.20

Manusia itu adalah “serpihan” Ilahi sebenarnya. Artinya semakin disadari dan

dihayati hakikat diri, semakin tahu dan kenal akan Tuhan. Menghadirkan Tuhan ke

dalam setiap diri memang sangat tidak rasional menurut pandangan ilmiah, tetapi hal itu

harus didorong oleh keyakinan yang dalam bahwa seluruh aktifitas adalah gerakan

kekuatan yang ditransfer-Nya (dari kekuatan absolut). Setiap manusia yang memiliki

kemampuan transendental, maka kehidupannya adalah jelmaan dari hidup-Nya.

Sehingga disanalah kepantasaan manusia menyandang gelar makhluk mulia yang

dibekali dengan pengalaman suci dan fitrah beragama semenjak ia dari kandungan

ibunya. Maka makna hidup manusia dengan demikian terletak pada tingkat spiritualitas

yang dimilikinya. Ada sebagian manusia berpendapat bahwa yang dicapai dalam proses

pembinaan spiritualitas tersebut itulah Tuhan yang sebenarnya. Bahkan sebagai tenaga

peggerak untuk membentangkan celah dari masa lalu ke masa depan, merupakan bagian

dari proses yang berlangsung selama milyaran tahun dan masih berlangsung hingga

sekarang yang dengan itu alam semesta terus membentuk debu-bintang menjadi

manusia. Perencanaan alam semesta adalah menyadari akan pengaruh pada

penyingkapan penciptaan. Jika perubahan kuantum dalam kesedaran semacam itu

benar-benar terjadi, itu akan mewakili kemenangan heroik atas determinisme, bukan

atas alam, melainkan akan batasan-batasan pikiran sendiri yang mencegah untuk bekerja

secara selaras dengan alam semesta.

2) Ciri-Ciri Kecerdasan Spiritual

20
Sayyed Hossein Nasr, op. cit., h. 10.

26
Roberts A. Emmons sebagaimana dikutip oleh Jalaluddin Rakhmat, ada 5 ciri

orang yang cerdas secara spiritual.21

a) Kemampuan untuk mentransendensikan yang fisik dan material.

b) Kemampuan untuk mengalami tingkat kesadaran yang memuncak.

Dua karakteristik diatas disebut sebagai komponen inti kecerdasan spiritual.

Anak yang merasakan kehadiran Tuhan atau makhluk ruhaniyah

disekitarnya mengalami transendensi fisikal dan material. Ia memasuki dunia

spiritual, ia mencapai kesadaran kosmis yang menggabungkan dia dengan seluruh alam

semesta.

c) Kemampuan untuk mensakralkan pengalaman sehari-hari.

d) Kemampuan untuk menggunakan sumber-sumber spiritual buat menyelesaikan

masalah. Anak yang cerdas secara spiritual tidak memecahkan persoalan

hidup hanya secara rasional atau emosional saja. Ia menghubungkannya

dengan makna kehidupan secara spiritual. Ia merujuk pada warisan spiritual

yaitu Al-Qur’an dan Sunnah.

e) Kemampuan untuk berbuat baik, yaitu memiliki rasa kasih yang tinggi pada

sesama makhluk Tuhan seperti memberi maaf, bersyukur atau

mengungkapkan terima kasih, bersikap rendah hati, menunjukkan kasih

sayang dan kearifan, hanyalah sebagai dari kebajikan.

Menurut Marsha Sinetar (2000), pribadi yang memiliki kecerdasan spiritual (SQ)

mempunyai kesadaran diri yang mendalam, intuisi dan kekuatan “keakuan” atau

“otoritas” tinggi, kecendrungan merasakan “pengalaman puncak” dan bakat-bakat

“estetis”.22 Dari dua pendapat tersebut diatas, penulis menyimpulkan bahwa anak yang
21
www. muthahhari.or.id/doc/artikel/sqanak.htm (tidak diterbitkan)
22
Monty P. Satiadarma & Fidelis E. Waruwu, Mendidik Kecerdasan, (Jakarta : Pustaka Populer
Obor, 2003) cet. Ke-1. h. 46.

27
cerdas secara spiritual akan terlihat dalam beberapa ciri-ciri yang dimiliki oleh anak

tersebut. Diantara ciri-ciri anak yang memiliki kecerdasan spiritual adalah:

3) Memiliki Tujuan Hidup yang Jelas

Menurut Stephen R. Covey seperti yang dikutip oleh Toto Tasmara dalam

bukunya Kecerdasan Rohaniyah, visi adalah pengejawantahan yang terbaik dari

imajinasi kreatif dan merupakan motivasi utama dari tindakan manusia. Visi adalah

kemampuan utama untuk melihat realitas yang kita alami saat ini untuk menciptakan

dan menemukan apa yang belum ada.23

Visi adalah komitmen (keterikatan, akad) yang dituangkan dalam konsep jangka

panjang, yang akan menuntun dan mengarahkan kemana ia harus pergi, keahlian apa

yang kita butuhkan untuk sampai ketujuan, dan bekal apa yang dibutuhkan untuk

mencapai sasaran dan target yang telah ditetapkan.

Seseorang yang cerdas secara spiritual akan memiliki tujuan hidup berdasarkan

alasan-alasan yang jelas dan bisa dipertanggung jawabkan baik secara moral maupun

dihadapan Allah SWT nantinya. Dengan demikian hidup manusia sebenarnya bukan

sekedar memenuhi kebutuhan jasmani saja seperti; makan, minum, tidur, berkasih

sayang dan sebagainya, tetapi lebih jauh dari itu, manusia juga memerlukan kebutuhan

rohani seperti mendekatkan diri kepada Allah dengan cara beribadah yang tujuan

akhirnya adalah untuk mencapai ketenangan dan ketentraman dalam hidupnya.

Orang yang memiliki tujuan hidup secara jelas akan memperoleh manfaat yang

banyak dari apa yang telah dicita-citakannya, diantara manfaat tujuan hidup adalah:

1) Mendorong untuk berfikir lebih mendalam tentang kehidupan.

2) Membantu memeriksa pikiran-pikiran yang terdalam.

23
Toto Tasmara, Kecerdasan Rohaniyah Transcendental Intelegensi, (Depok : Gema Insani
Pers, 2003) cet. Ke-3, h. 10

28
3) Menjelaskan hal-hal yang benar-benar penting untuk dilakukan.

4) Memperluas cakrawala pandangan.

5) Memberikan arah dan komitmen terhadap nilai-nilai yang diyakini.

6) Membantu dalam mengarahkan kehidupan.

7) Mempermudah dalam mengelola potensi dan karunia yang ada.

Kualitas hidup seseorang sangat tergantung kepada persepsinya terhadap tujuan

hidupnya. Persepsinya terhadap tujuan hidupnya amat dipengaruhi pula oleh

pandangannya terhadap dirinya sendiri, jika seseorang selalu pesimis dalam

melaksanakan aktivitas yang menjadi tujuannya, maka ia juga akan memperoleh hasil

yang tidak memuaskan. Demikian pula sebaliknya, orang yang selalu optimis dalam

kehidupan, maka keberhasilan juga akan selalu dekat dengannya. Firman Allah dalam

Q.S. Fushshilat (41), ayat : 46.

  


   
   
  
Terjemahannya: Barang siapa yang mengerjakan amal yang saleh maka
(pahalanya) untuk dirinya sendiri dan barang siapa yang
berbuat jahat maka (dosanya) atas dirinya sendiri; dan sekali-
kali tidaklah Rabb-mu menganiaya hamba-hamba (Nya).24

4) Memiliki Prinsip Hidup

Prinsip adalah suatu kesadaran fitrah yang berpegang teguh kepada pencipta yang

abadi yaitu prinsip yang Esa. Kekuatan prinsip akan menentukan setiap tindakan yang

akan dilakukan dalam mencapai tujuan yang diinginkan, jalan mana yang akan dipilih,

apakah jalan yang benar atau jalan yang salah. Semuanya tergantung kepada

24
Departemen Agama RI, Op. Cit., h. 481.

29
keteguhannya dalam memegang prinsip yang telah ditatapkannya. Seperti firman Allah

dalam surat Asy-Syams (91), 8-10.

 
   
     
 
Terjemahannya : Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan
ketaqwaannya, (8) sesungguhnya beruntunglah orang yang
mensucikan jiwa itu, (9) dan sesungguhnya merugilah orang yang
mengotorinya. (10)25
Berdasarkan firman Allah di atas, manusia telah diberi potensi yang mengarah

kepada kebaikan oleh Allah, tinggal bagaimana seseorang menjadikan potensi tersebut

sebagai bekal untuk senantiasa berpegang kepada prinsip yang benar yaitu sesuai

dengan panggilan hati nuraninya.

Orang yang cerdas secara spiritual adalah orang yang menyadarkan prinsipnya

hanya kepada Allah semata, dan ia tidak ragu-ragu terhadap apa yang telah diyakininya

berdasarkan ketentuan Ilahiah.

Allah berfirman dalam Al-Qur’an surat Fushshilat, ayat : 30.

    


  
 
 
  
 
   
Terjemahannya: Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: “Tuhan kami
ialah Allah” kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka,
maka malaikat akan turun kepada mereka (dengan
mengatakan); “Janganlah kamu merasa takut dan janganlah
kamu merasa sedih; dan bergembiralah kamu dengan
(memperoleh) surga yang telah dijanjikan Allah kepadamu”.26
25
Ibid, h. 595.
26
Ibid, h. 480.
30
5) Selalu Merasakan Kehadiran Allah

Orang yang memiliki kecerdasan spiritual selalu merasakan kehadiran Allah,

bahwa dalam setiap aktivitas yang mereka lakukan tidak satupun yang luput dari

pantauan Allah SWT. Dengan kesadaran itu pula, akan lahir nilai-nilai moral yang baik

karena seluruh tindakan atau perbuatannya berdasarkan panggilan jiwanya yang suci,

sehingga akan lahirlah pribadi-pribadi yang teguh memegang prinsip keimanannya.

Perasaan selalu merasakan kehadiran Allah dalam jiwa kita, tentu saja tidak datang

begitu saja, tanpa proses terlebih dahulu, tatapi melalui pembersihan jiwa dengan

memperbanyak ibadah-ibadah kepada Allah.

Firman Allah SWT dalam surah Ali ‘Imran ayat 191:

  


  
  
  
   
  
  
Terjemahannya : (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau
duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan
tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya
Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia.
Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.
(QS. Ali ‘Imran (3) ayat 191).27

6) Cenderung kepada Kebaikan

27
Ibid, h. 75.

31
Insan yang memiliki kecerdasan spiritual akan selalu termotivasi untuk

menegakkan nilai-nilai moral yang baik sesuai dengan keyakinan agamanya dan akan

menjauhi segala kemungkaran dan sifat yang merusak kepada kepribadiannya sebagai

manusia yang beragama. Allah berfirman dalam Al-Qur’an surat At-Taubah, 9 : 71.

                
           
          
              
        
         
       
           
              
           
Terjemahannya : Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan,
sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi
sebahagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang
ma’ruf, mencegah dari yang mungkar, mendirikan
sembahyang, menunaikan zakat, dan mereka ta’at kepada
Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh
Allah; sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha
Bijaksana.28

7) Berjiwa Besar

Manusia yang memiliki kecerdasan ruhiyah atau spiritual, akan sportif dan

mudah mengoreksi diri dan mengakui kesalahannya. Manusia seperti ini sangat mudah

memaafkan dan meminta maaf bila ia bersalah, bahkan ia akan menjadi karakter yang

berkepribadian yang lebih mendahulukan kepentingan umum dari dirinya sendiri. Allah

menjelaskan hal ini dalam surat Ali Imran, 3 : 134.

        


     
        
28
Ibid, h. 198.

32
     
   

Terjemahannya: (yaitu) orang-orang yang menafkankan hartanya), baik diwaktu
lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya
dan mema’afkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang
berbuat kebajikan.29

8) Memiliki Empati

Manusia yang memiliki kegemilangan spiritual, adalah orang yang peka dan

memiliki perasaan yang halus, suka membantu meringankan beban orang lain, mudah

tersentuh dan bersimpati kepada keadaan dan penderitaan orang lain.

d. Pengaruh SQ terhadap IQ dan EQ

Kecerdasan klasik yang masih permanen sampai hari ini adalah pemisahan antara

SQ, IQ dan EQ, padahal ketiganya saling mempengaruhi. Dari literatur yang penulis

baca salah satu diantaranya adalah ESQ karangan Ary Ginanjar dalam tulisannya

menggambarkan bahwa hubungan IQ, EQ dan SQ bagaikan segitiga sama kaki, dimana

ketiga sudutnya tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya. Untuk lebih jelasnya penulis

akan mengilustrasikannya seperti dibawah ini:

29
Ibid, h. 67.

33
Gambar 3 : Ilustrasi Pengaruh SQ terhadap IQ dan EQ

Gambar segitiga ini menjelaskan bahwa SQ adalah landasan yang diperlukan

untuk memfungsikan IQ dan EQ secara efektif, bahkan SQ merupakan kecerdasan

tertinggi yang menghasilkan ketenangan jiwa (jiwa muthma’innah).30 Ketenangan jiwa

yang dimiliki oleh Sang Pemilik Kecerdasan Ruh akan terpancar pada wajahnya berupa

kesejukan, pada sikapnya berupa ketawadhu’an, pada keinginannya berupa keinginan

membahagiakan orang lain, pada gerakannya berupa kebajikan, pada amalnya berupa

keshalihan, dan pada budi pekertinya berupa akhlaq yang mulia. Dari kutipan di atas

dapat disimpulkan bahwa fungsi SQ adalah mengoptimalkan fungsi IQ dan EQ, bila SQ

tidak ada maka IQ dan EQ juga tidak akan berfungsi secara efektif. Dengan demikian

jelaslah bahwa dalam kehidupan manusia SQ-lah yang mutlak harus dimiliki. Hal ini

adalah sebagai bantahan terhadap pendapat para tokoh yang mengatakan bahwa IQ dan

EQ saja yang memberi makna hidup dan mengarahkan aktifitas manusia. IQ dan EQ

ternyata tidak mampu mencapai kehidupan yang tenang dan abadi, karena setelah

30
Ary Ginanjar, op. cit., xliv.
34
keduanya dimiliki masih terasa kegelisahan jiwa. Fungsi dan peran yang paling

dominan dalam setiap kehidupan adalah kombinasi antara kecerdasan IQ, EQ dan SQ.

Berdasarkan atas cerdas dan tidaknya ketiga piranti kecerdasan tersebut, terdapat

beberapa kemungkinan pada diri seseorang. Pertama, dia cerdas otaknya, tapi tidak

memiliki kecerdasan hati maupun kecerdasan ruh yang tinggi. Kedua, dia cerdas

otaknya maupun hatinya, tapi tidak memiliki kecerdasan ruh yang tinggi.

Ketiga, dia cerdas keseluruhannya baik otak, hati, maupun ruhnya. Keempat, dia

cerdas hati dan ruhnya. Dan kelima, dia cerdas ruhnya.31

Orang yang cerdas otak tapi ‘jeblok’ hati dan ruhnya akan terganggu pergaulan

sosialnya dan ketenangan batinnya. Orang tersebut sangat mungkin untuk gagal dalam

karirnya sekaligus gelisah hidupnya. Orang yang cerdas otak dan hatinya akan dapat

memelihara pergaulan sosialnya meskipun mudah terganggu ketenangan batinnya.

Orang tersebut dapat berhasil dalam karirnya tetapi merasakan kekosongan dalam

jiwanya. Orang yang cerdas keseluruhannya akan mampu menjaga interaksi sosialnya

serta mampu memelihara ketenangan batinnya. Orang tersebut akan berhasil dalam karir

serta kehidupannya. Dengan demikian pada akhirnya akan terdapat tiga kondisi

kecerdasan yaitu; hanya cerdas otaknya saja, cerdas otak dan hatinya, serta cerdas

keseluruhannya. Yang demikian itu menjadikan hubungan antara ketiganya (IQ, EQ,

dan SQ) saling berhubungan. Namun SQ merupakan kecerdasan tertinggi yang

menghasilkan jiwa yang tenang.

e. Pentingnya Membina Kecerdasan Spiritual Dalam Keluarga

Keluarga merupakan institusi pendidikan utama dan pertama bagi anak. Karena

anak untuk pertama kalinya mengenal pendidikan didalam lingkungan keluarga sebelum
31
Dedhi Suharto, Ak. Qur’anic Quotient, (Jakarta:Yayasan Ukhuwah, 2003), cet ke-1, h. 53

35
mengenal masyarakat yang lebih luas. Disamping itu keluarga dikatakan sebagai peletak

pondasi untuk pendidikan selanjutnya. Pendidikan yang diterima anak dalam keluarga

inilah yang akan digunakan oleh anak sebagai dasar untuk mengikuti pendidikan

selanjutnya disekolah. Orang tua sebagai pendidik utama dan utama bagi anak

merupakan penanggung jawab penuh terhadap pendidikan anak-anaknya. Tugas dan

tanggung jawab orang tua dalam keluarga terhadap pendidikan anak-anaknya lebih

bersifat pembentukan watak, agama dan spiritualnya. Secara psikososiologi keluarga

berfungsi sebagai:

1) Pemberi rasa aman bagi anak dan anggota keluarga lainya,

2) Memberi pemenuhan kebutuhan baik fisik maupun psikis,

3) Sumber kasih sayang dan penerimaan,

4) Model pola perilaku yang tepat bagi anak untuk belajar menjadi anggota masyarakat

yang baik,

5) Pemberi bimbingan bagi pengembangan perilaku yang secara sosial dianggap tepat,

6) Pembentuk anak dalam memecahkan masalah yang dihadapinya dalam rangka

menyesuaikan dirinya terhadap kehidupan,

7) Pemberi bimbingan dalam belajar keterampilan motorik, verbal dan sosial yang

dibutuhkan untuk penyesuaian diri,

8) Stimulator bagi pengembangan kemampuan anak untuk mencapai prestasi, baik

disekolah maupun di masyarakat,

9) Pembimbing dalam mengembangkan aspirasi, dan

36
10) Sumber persahabatan atau teman bermain bagi anak sampai cukup usia untuk

mendapatkankan teman diluar rumah, atau apabila persahabatan diluar rumah tidak

memungkinkan.32

Sedangkan dari sudut pandang sosiologis, fungsi keluarga dapat diklasifikasikan

kedalam fungsi-fungsi berikut :

a) Fungsi biologis, artinya keluarga merupakan tempat memenuhi semua

kebutuhan biologis keluarga seperti; sandang, pangan dan sebagainya.

b) Fungsi ekonomis, maksudnya dikeluargalah tempat orang tua untuk memenuhi

semua kewajibanya selaku kepala keluarga.

c) Fungsi pendidikan, dimana dikeluargalah tempat dimulainya pendidikan semua

anggota keluarga.

d) Fungsi sosisalisasi, maksudnya keluarga merupakan buaian atau penyemaian

bagi masyarakat masa depan.

e) Fungsi perlindungan, keluarga merupakan tempat perlindungan semua

keluarga dari semua gangguan dan ancaman.

f) Fungsi rekreatif, keluarga merupakan pusat dari kenyamanan dan hiburan bagi

semua anggota keluarganya.

g) Fungsi agama, maksudnya keluarga merupakan tempat penanaman agama bagi

keluarga.

Fungsi ekonomi dijelaskan dalam surat Al-Baqarah ayat 233 :

   


 
    
  
  
32
14 Syamsu Yusuf LN, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, (Bandung:Rosda Karya,
2001), h. 38

37
   
   
Terjemahannya: “Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu
dengan cara yang ma’ruf (baik). Seseorang tidak akan dibebani
(dalam memberi nafkah), melainkan menurut standar
33
kemampuannya”. (QS: 2; 233)

Fungsi pendidikan (edukatif) dijelaskan dalam hadits Rasulullah SAW, yang

diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim, yaitu :

Terjemahannya: “Telah menyampaikan kepada kami Adam, telah menyampaikan


kepada kami Abi Zib’in dari Az-Zuhri dari Abi Salamah bin
Abdirrahman dari Abu Hurairah R.A ia berkata: Bersabda
Rasulullah SAW: Setiap anak dilahirkan diatas fitrahnya maka
kedua orang tuanyalah yang menjadikannya seorang Yahudi,
Nasrani atau Majusi”. (HR. Bukhari).34

Dalam Al-Qur’an al-Karim surat Surat Luqman ayat 12 :

  


   
    
 
  
    
Terjemahannya: ”Dan sesungguhnya telah kami berikan hikmat kepada Luqman,
yaitu; ”Bersyukurlah kepada Allah”. Dan barang siapa yang
bersyukur (kepada Allah), maka sesungguhnya ia bersyukur
untuk dirinya sendiri; dan barang siapa yang tidak bersyukur,
maka sesungguhnya Allah Maha Kaya, lagi Maha Terpuji”.
(Luqman : 12)35

33
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, edisi Khat Madinah. (Bandung :
Syamil Cipta Media, 2005), h. 37.
34
Bukhari, Shahih Bukhari, (Beirut : Dar Ahya al-Turarts al-Arabiy, tt), h.125
35
Departemen Agama RI, op. cit., h. 412.

38
Terkait dengan penafsiran ayat-ayat diatas (surat Luqman ayat 12), Hamka

menafsirkannya, sebagaimana disarikan berikut ini: inti hikmat yang telah dikaruniakan

oleh Allah kepada Luqman telah disampaikan dan diajarkan kepada anaknya sebagai

pedoman utama dalam kehidupannya yaitu: supaya jangan mempersekutukan Allah

dengan yang lainnya karena mempersekutukan Allah merupakan dosa besar. Allah

memerintahkan kepada manusia agar mereka menghormati dan memuliakan kedua

orang tuanya. Karena melalui kedua orang tuanyalah mereka dilahirkan dimuka bumi

sehingga sewajarnyalah keduanya dihormati.

Jika akidah anak berbeda dengan kedua orang tuanya keduanya selalu dihormati,

disayangi, dicintai dengan sepatutnya dengan yang ma’ruf. Untuk memperkuat pribadi,

meneguhkan hubungan, memperdalam rasa syukur kepada Allah atas nikmat dan

perlindungan yang selalu kita terima, maka dirikanlah shalat. Dengan shalat kita

melatih lidah, hati, dan seluruh anggota badan untuk selalu ingat kepada Allah. Allah

tidak menyukai orangorang yang sombong. Dapat disimpulkan bahwa ayat-ayat ini

mengandung dasar-dasar pendidikan bagi seorang muslim, dapat dijadikan sumber

inspirasi dalam pendidikan anak-anak kaum muslimin, mengandung pokok akidah yaitu

kepercayaan terhadap Allah yang menimbulkan jiwa merdeka dan bebas dari pengaruh

benda dan alam serta merupakan dasar utama tegaknya rumah tangga sakinah,

mawaddah dan rahmah. Juga dijelaskan pedoman, jika terjadi pertikaian pendapat antar

orang tua dengan anak yang berbeda akidah. Kecintaan terhadap kedua orang tua tidak

boleh mengalahkan akidah. Ayat ini juga menganjurkan untuk berbuat baik, karena

sekecil apapun kebaikan akan mendapat balasan dari Allah.

Zakiah Darajat sebagaimana dikutip Syamsu Yusuf mengatakan, bahwa

kandungan surat Luqman ayat 12 s.d 19 meliputi:36 a) Pembinaan jiwa orang tua
36
Syamsu Yusuf LN, Op.Cit, h.40

39
(kewajiban bersyukur kepada Allah), b) Pembinaan atau pendidikan kepada anak yang

menyangkut aspek-aspek: iman dan tauhid (tidak mensyukuri Allah) akhlak atau

kepribadian (bersyukur kepada Allah dan kepada orang tua, bersifat sabar dalam

menghadapi musibah, tidak bersikap sombong atau angkuh kepada orang lain), ibadah

(menegakkan shalat, bertaubat, rajin beramal shaleh dan dakwah) dengan kata lain

memerintah atau mengajak orang lain untuk melakukan kebaikan dan melarang atau

mencegah orang lain berbuat kejahatan/keburukan.

Pertumbuhan anak dibawah asuhan ayah dan ibu merupakan sebaik-baik sarana

bagi pembinaan akhlaknya. Namun demikian, kurangnya pengetahuan anggota keluarga

juga dapat berpengaruh (negatif) bagi keturunan mereka. Kebiasaan dan tradisi yang

diperoleh seorang anak dari keluarganya akan diwarnai adat dan kebiasaan teman-

temannya. Oleh karena itu Islam melarang bergaul dengan teman yang jahat dan buruk..

Pendidikan keluarga dipandang sebagai pendidikan pertama dan utama karena

peranannya yang begitu besar sebagai peletak pondasi pengembanganpengembangan

berikutnya. Pendidikan yang diberikan orang tua terhadap anak mempunyai peran yang

besar sekali bagi kehidupan dan masa depan anak, karena pada dasarnya pendidikan

merupakan upaya untuk memanusiakan manusia. Hal ini mengingat bahwa pada

hakikatnya manusia diciptakan Allah berdasarkan Fitrah-Nya (QS Ar-Ruum : 30) :

    


    
    
      
   
   

Terjemahannya: “Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada Agama
(Islam); (sesuai) Fitrah Allah disebabkan Dia telah

40
menciptakan manusia menurut (Fitrah) itu. Tidak ada
perubahan pada penciptaan Allah. (itulah) agama yang lurus,
tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” 37

Yang dimaksud dengan Fitrah pada QS. Ar-Ruum ayat 30 diatas adalah bahwa

diantara yang dibawa sejak lahir telah membawa potensi untuk didik dan mendidik.

Pendidikan anak dalam keluarga adalah tanggung jawab orang tua terutama ibu.

Peranan ibu dalam pendidikan anak lebih dominan dari peranan ayah, hal ini agaknya

dapat dipahami karena ibulah orang yang lebih banyak mengerti anak sejak seorang

anak lahir, ibulah orang yang selalu ada di sampingnya, bahkan dikatakan bahwa

pengaruh ibu terhadap anaknya dimulai sejak dalam kandungan.38

Peranan ayah terhadap anaknya tidak kalah pentingnya dari peranan ibu. Ayah

merupakan sumber kekuasaan yang memberikan anaknya tentang manajemen dan

kepemimpinan, sebagai penghubung antara keluarga dan masyarakat dengan

memberikan pendidikan terhadap anaknya berupa komunikasi terhadap sesamanya

memberi perasaan aman dan perlindungan terhadap keluarganya.39 Hal ini dapat

dipahami berdasarkan QS. An- Nisaa’ Ayat: 34

  


    
  
  
  
 
     
 
 
 

37
Departemen Agama RI, op. cit., h. 407.
38
Abu Ahmadi, Ilmu Pendidikan, h. 180
39
Rehani, Keluarga Sebagai Institusi Pendidikan dalam Perspektif Al-Qur’an,(Baitul hikmah
Press,2001),cet. Ke-1, h. 91

41
  
  
   
    

Terjemahannya : Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh
karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki)
atas sebagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-
laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu
maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada allah lagi
memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah
telah memelihara (mereka). Wanita-wanita yang kamu
khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah mereka dan
pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah
mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah
kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya.
Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha besar. 40

Secara garis besar ada dua kebutuhan anak yakni kebutuhan jasmani dan

kebutuhan rohani (spiritual). Kebutuhan jasmani anak seperti makanan, pakaian,

perumahan, kesehatan dan sebagainya. Antara kebutuhan jasmani dan rohani terdapat

keterkaitan satu sama lain. Dari satu sisi, dalam kedokteran dikatakan bahwa kualitas

makanan yang diberikan kapada anak balita akan menentukan kualitas kecerdasan dan

kemampuan anak. Upaya pencerdasan dapat dilakukan oleh siapa saja tidak memandang

apakah ibu yang hamil itu cerdas atau tidak. Sepertinya kepribadian dan kecerdasan

anak terbangun melalui transmisi spiritual, intelektual, emosional dan moral ibunya.

Karena itu ibu yang sedang hamil sangat dianjurkan untuk meningkatkan bobot

spiritual, emosional, moral dan intelektualitasnya. Peningkatan ini banyak ditempuh

dengan memperbanyak ibadah shalat sunat, membaca dan mentala’ah Al-Quran,

menjaga tutur kata, gemar berinfak dan bersedekah (dermawan) serta akhlak terpuji

lainya.41

40
Departemen Agama RI, op. cit., h. 84
41
Suharsono, Mencerdaskan Anak, (Jakarta : Intiusi Press,2000),h. 118

42
Berdasarkan hal tersebut, orang tua (ayah dan ibu) hendaknya memperhatikan

keseimbangan antara kebutuhan jasmani dan rohani anak. Oleh sebab itu orang tua

harus memberikan makanan yang halal dan bergizi kepada anak balita agar otaknya

tumbuh dengan sempurna, disamping melakukan anak dengan penuh kasih sayang.

Faktor kasih sayang sangat menentukan perkembangan kepribadian anak. Namun

dewasa ini tidak sedikit para orang tua yang kurang memperhatikan keseimbangan

antara kebutuhan jasmani dan kebutuhan akan spiritual anak. Orang tua cendrung lebih

memperhatikan kebutuhan jasmani anak dari pada kebutuhan dalam mencerdaskan

spiritualnya. Hal ini dapat dilihat dari kenyataan bahwa semakin banyaknya anak-anak

yang sehat dan cerdas tetapi spiritualnya belum tentu cerdas.

Pendidikan agama dan spiritual ini berarti membangkitkan kekuatan dan

kesediaan Spiritual yang bersifat naluri yang ada pada kanak-kanak melalui bimbingan

agama yang sehat dan mengamalkan ajaran-ajaran agama dan upacara-upacaranya.

Begitu juga dengan mengajarkan kepadanya caracara yang betul untuk menunaikan

syiar-syiar dan kewajiban agama, dan menolong mengembangkan sikap agama yang

betul, termasuk mula-mula sekali adalah iman yang kuat kepada Allah, Malaikat, Kitab-

Kitab-Nya, Rasul-rasul-Nya, Hari akhirat, takut kepada Allah dan selalu mendapat

pengawasan dari pada-Nya dalam segala perbuatan dan perkataan.42

Menurut Hurlock (1956:434), keluarga merupakan “training centre” bagi

penanaman nilai-nilai pengembangan fitrah atau jiwa beragama anak, seyogianya

bersamaan dengan perkembangan kepribadianya yaitu sejak lahir bahkan lebih dari itu

sejak dalam kandungan. Pandangan ini didasarkan pengamatan para ahli jiwa terhadap

42
Hasan Langgulung, Manusia dan Pendidikan Suatu Analisa Psikologi dan Pendidikan,
(Jakarta : PT. Al Husna Zikra, 1995) cet. Ke-3, . h.372

43
orang-orang yang mengalami gangguan jiwa, ternyata dipengaruhi oleh keadaan emosi

atau sikap orang tua (terutama ibu) pada waktu anak masih dalam kandungan.43

Oleh karena itu, sebaiknya pada saat bayi masih berada dalam kandungan, orang

tua (terutama ibu) seyogianya lebih meningkatkan amal ibadahnya kepada Allah, seperti

melaksanakan shalat wajib dan shalat sunat, berdo’a, berzikir, membaca Al-Qur’an dan

memberi sedekah serta amalan shaleh lainnya. Dalam membina dan mengembangkan

spiritual anak dalam lingkungan keluarga, disamping upaya-upaya yang telah dilakukan

diatas, maka ada beberapa hal lagi yang perlu menjadi perhatian orang tua yaitu sebagai

berikut:44

1) Karena orang tua merupakan pembina pribadi yang pertama bagi anak, dan tokoh

yang diidentifikasi atau ditiru anak, maka seyogianya dia memiliki kepribadian

yang baik atau berakhlakul karimah (akhlak yang mulia). Kepribadian orang tua,

baik yang menyangkut sikap, kebiasaan berprilaku atau tata cara hidupnya

merupakan unsur-unsur pandidikan yang tidak langsung memberikan pengaruh

terhadap perkembangan fitrah beragama anak.

2) Orang tua hendaknya memperlakukan anaknya dengan baik. Perlakuan yang

otoriter (perlakuan yang keras) akan mengakibatkan perkembangan pribadi anak

yang kurang diharapkan, begitu pula perlakuan yang permisif (terlalu memberi

kebebasan) akan mengembangkan pribadi anak yang tidak bertanggung jawab

atau kurang memperdulikan tata nilai yang dijunjung tinggi dalam

lingkungannya. Sikap dan perlakuan orang tua yang baik adalah yang mempunyai

karakteristik : a. Memberikan curahan kasih sayang yang ikhlas, b. Bersikap

respek atau menghargai pribadi anak, c. Menerima anak sebagaimana biasanya,

43
Syamsu Yusuf LN, Op.Cit, h. 138
44
Ibid, h. 139

44
d. Mau mendengarkan pendapat atau keluhan anak, e. Memaafkan kesalahan

anak, meminta maaf bila ternyata orang tua sendiri salah kepada anak, f.

Meluruskan kesalahan anak dengan pertimbangan atau alasan-alasan yang tepat.

3) Orang tua hendaknya memelihara hubungan yang harmonis antar anggota

keluarga (ayah dengan ibu, orang tua dengan anak, dan anak dengan anak).

Hubungan yang harmonis penuh pengertian dan kasih sayang akan membuahkan

perkembangan perilaku anak yang baik. Sedangkan yang tidak harmonis, seperti

sering terjadi pertentangan atau perselisihan akan mempengaruhi perkembangan

pribadi anak yang tidak baik, seperti keras kepala, pembohong dan sebagainya.

4) Orang tua hendaknya membimbing, mengajarkan atau melatih ajaran agama

terhadap anak seperti: Syahadat, Shalat (bacaan dan gerakanya), Do’a-do’a,

Bacaan Al-Qur’an, lafaz zikir dan akhlak terpuji seperti bersyukur ketika

mendapat anugerah, bersikap jujur menjalin persaudaraan dengan orang lain, dan

menjauhkan diri dari perbuatan yang dilarang Allah. Untuk memelihara keluarga

dari segenap hal-hal yang dapat menjerumuskan kedalam neraka tentu tidak

mudah begitu saja. Karena itu dibutuhkan suatu proses pengertian dan

pemahaman yang mendalam terhadap tugas-tugas tersebut. Sebagai orang tua,

tidak hanya berkewajiban memenuhi kebutuhan jasmaniah anak semata tetapi

juga kebutuhan akan spiritual anak dalam mencapai kebahagiaan dunia dan

akhirat. Dengan cara membiasakan anak sejak dini dengan hal-hal yang sesuai

dengan nilai-nilai kesusilaan dan agama diharapkan akan terbentuk akhlak dan

pribadi yang baik pula dimasa-masa selanjutnya, sehingga pada gilirannya anak

dapat membedakan mana yang baik dan terbaik dan mana yang buruk dan

terburuk, mana yang benar dan mana yang salah dalam kehidupan sehari-hari.

45
a. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pembinaan Kecerdasan Spiritual

Ada beberapa faktor yang menentukan kecerdasan spiritual seseorang. Di

antaranya sumber kecerdasan itu sendiri (God-Spot), potensi qalbu (hati nurani) dan

kehendak nafsu. Ketiga hal ini perlu dikaji lebih jauh karena manusia dimanapun di

dunia ini selalu merindukan puncak keagungan yang ditandai dengan segala dimensi

eksistensinya; yaitu hubungan yang harmonis antara Tuhan, manusia dan alam sekitar.

Spiritual adalah jalan yang paling ideal yang memberikan makna hidup bagi manusia di

antara makhluk Allah yang lain.

Spiritual sebagai pengalaman horistik merupakan jati diri yang fundamental bagi

manusia, yang menuntun kejalan hidup yang tidak ambigu, fana dan paraksal. Namun

sekarang kemajuan teknologi dan sains yang betulbetul memanjakan kebutuhan material

menyebabkan manusia gagal mencapai puncak spiritual. Semua itu disebabkan oleh

hilangnya makna filosofis dan religius dari manusia dalam menjaga keseimbangan

dialektis antara dirinya, Tuhan dan alam. Akibatnya mereka tersesat di medannya sediri

dan hampa dalam menjalani hidup yang sedang dilaluinya. Agar terhindar dari

kesesatan hidup yang sedang di jalani ini, maka perlu diperhatikan hal-hal berikut:

a. God- Spot ( Fitrah)

Sebagaimana yang telah dikemukakan sebelumnya, bahwa seorang ahli syaraf

dari California University yaitu V.S. Ramachandran telah berhasil menemukan

eksistensi God-Spot dalam otak manusia, yang merupakan pusat spiritual terletak antara

jaringan saraf dan otak.45 Karena God-Spot adalah pusat spiritual, maka ia di pandang

sebagai faktor penentu. God-Spot di samping sebagai penentu spiritual, maka ia

dipandang sebagai sumber suara hati manusia. Suara hati tersebut selalu menganjurkan

45
Ary Ginanjar Agustian, Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan Spiritual ESQ
(Jakarta: Arga, 2001), cet. Ke-1, h. xxxviii

46
agar selalu berbuat sesuai aturan yang telah ditetapkan Allah dan meninggalkan segala

kemungkaran dan kejahatan. Hal ini dapat dijumpai dalam Q.S. Al-A’raf ayat: 172.

    


  
 
  
     
   
   
   
Terjemahannya: Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan
anakanak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil
kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman):
”Bukankah Aku ini Tuhanmu?” Mereka menjawab: “Betul
(Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi.” (Kami lakukan
yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak
mengatakan: ”Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-
orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)”.46

Dalam tafsir al-Maraghi ayat ini menerangkan bahwa manusia telah memiliki

janji naluri (fitrah) antara Allah dengan manusia. Manusia telah dibekali oleh Allah

dengan fitrah Islam yaitu dengan menaruh dalam hati mereka iman yang yakin.47 Bukti

adanya perjanjian ini menurut Muhammad Abduh ialah adanya fitrah iman dalam fitrah

manusia. Sedangkan menurut N. Dryarkara ialah adanya suara hati manusia. Suara hati

itu adalah suara Tuhan yang terekam di dalam setiap jiwa setiap manusia.48 Sehingga

bila manusia berbuat tidak baik, maka suara hatinya akan menasehatinya. Seandainya

masih dilakukan hal yang tidak baik tersebut ia pasti akan menyesal. Mac. Scheler

mengatakan bahwa penyesalan adalah tanda kembalinya kepada Tuhan.49


46
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, edisi Khat Madinah. (Bandung :
Syamil Cipta Media, 2005) hal. 173.
47
Ahmad Mushthafa Al- Maragi, Tafsir Al-Maraghi, (terjemahan Anwar Rasyidi, 1987), cet.
Ke-1, h. 189
48
Ibid., h.11
49
Syahminan Zaini, Jalur Kehidupan Manusia Menurut Al-Qur’an, (Jakarta: Kalam Mulia,
1995), 1

47
Dari penjelasan diatas dapat dipahami bahwa nasihat yang dikeluarkan oleh suara

hati membuat manusia selalu dalam keadaan benar. Ini adalah merupakan realisasi dari

kecerdasan spiritual. Kekuatan yang dibangun dalam jiwa merupakan manifestasi dari

god-spot sebagai tanda bahwa manusia adalah “bagian” dari Tuhan itu sendiri, artinya

tidak mungkin ada pemisah antara Tuhan dan manusia. God-Spot adalah kendali

kehidupan manusia secara spiritual, untuk itu god-spot dan suara hati adalah bagian

penting manusia yang mesti dipertahankan.

b. Potensi Qalbu

Menggali potensi qalbu, secara klasik sering dihubungkan denganpolemos,

amarah, eros, cinta dan logos pengetahuan.50 Padahal dimensi qalbu tidak hanya

mencakup atau dicakup dengan pembatasan katagori yang pasti. Menangkap dan

memahami pengertian qalbu secara utuh adalah kemustahilan. Itu hanyalah sebagai

asumsi dari proses perenungan yang sangat personal karena didalam qalbu terdapat

potensi yang sangat multi dimensional. Diantaranya adalah sebagai berikut:

c. Fu’ad

Merupakan potensi qalbu yang sangat berkaitan dengan indrawi, mengolah

informasi yang sering dilambangkan berada dalam otak manusia (fungsi rasional

kognitif). Fu’ad mempunyai tanggung jawab intelektual yang jujur kepada apa yang

dilihatnya. Potensi ini cenderung dan selalu merujuk pada objektifitas, kejujuran, dan

jauh dari sikap kebohongan. Fu’ad mampu menerima informasi dan menganalisisnya

sedemikian rupa sehingga diperoleh pelajaran dari informasi tersebut. Fu’ad yang

bersikap jujur dan objektif akan selalu haus dengan kebenaran dan bertindak atas

rujukan yang benar pula. Qalbu diberi potensi pikir yaitu hati dalam bentuk fu’ad.

Kemampuan untuk mengolah, memilih dan memutuskan segala informasi yang dibawa
50
Toto Tasmara, Kecerdasan Ruhaniah, (Jakarta: Gema Insani, 2001), cet. Ke-I, h. 93

48
oleh sentuhan indra. Fu’ad memberi ruang untuk akal, berpikir, bertafakur, memilih

dan memilah seluruh data yang masuk dalam qalbu. Sehingga lahirlah ilmu

pengetahuan yang bermuatan moral. Pengawas setia sang fu’ad adalah akal, zikir,

pendengaran dan penglihatan yang secara nyata yang sistimatis diuraikan dalam Al-

Qur’an. Fungsi akal adalah membantu fu’ad untuk menangkap seluruh fenomena yang

bersifat lahir, wujud, dan nyata dengan mempergunakan fungsi nazhar indra

penglihatan.51

d. Shadr

Shadr berperan untuk merasakan dan menghayati atau, mempunyai fungsi emosi

(marah, benci, cinta, indah, efektif). Shadr adalah dinding hati yang menerima limpahan

cahaya keindahan, sehingga mampu menerjemahkan segala sesuatu serumit apapun

menjadi indah dari karyanya. Shadr adalah pelita orang-orang yang berilmu. Shadr

mempunyai potensi besar untuk hasrat, kemauan, niat, kebenaran, dan keberanian yang

sama besarnya dengan keberanian untuk menerima kejahatan dan kemunafikan. Di

dalam ini pula tersimpan rasa cemas dan takut, berbeda dengan Fu’ad yang berorientasi

kedepan. Shadr memandang pada masa lalu, kesejarahan, serta nostalgia melalui rasa,

pengalaman dan keberhasilan sebagai cermin. Dengan kompetensinya untuk melihat

dunia masa lalu, manusia mempunyai kemampuan untuk menimbang, membanding dan

menghasilkan kearifan.52

Dari penjelasan di atas, dapat dipahami bahwa orang yang shadrnya terkendali,

karena ia mampu menyiasati hidup dengan membangun manajemen yang terkendali dan

mantap. Karena shadr bisa melihat masa silam sebagai pedoman pelaksanaan sebuah

manajemen hidup saat ini dan masa mendatang. Sehingga dengan demikian ada sebuah

51
Ibid. h. 96
52
Ibid. h. 101

49
kepastian menjalani hidup berikutnya. Dengan kata lain, shadr adalah sebuah sumber

kecerahan sebuah kehidupan. Pendidikan sebagai langkah awal mencapai kesejahteraan

dan keseimbangan hidup manusia, maka pendidikan itu sendiri juga berorentasi kepada

pembinaan shadr yang ada dalam setiap qalbu manusia. Pemeliharaan terhadap Fu’ad

dan Shadr juga penulis pandang sebagai proses perjalanan spiritual.

e. Hawaa

Merupakan potensi qalbu yang mengarahkan kemauan. Di dalamnya ada ambisi,

kekuasaan, pengaruh, dan keinginan untuk mendunia. Potensi hawaa cendrung untuk

membumi dan merasakan nikmat dunia yang bersifat fana. Fitrah manusia yang

dimuliakan Allah, akhirnya tergelincir menjadi hina dikarenakan manusia tetap terpikat

pada dunia. Potensi hawaa selalu ingin membawa pada sikap-sikap yang rendah,

menggoda, merayu dan menyesatkan tetapi sekaligus memikat. Walaupun cahaya di

dalam qalbu pada fitrahnya selalu benderang, tetapi karena manusia mempunyai hawaa

ini, maka seluruh qalbu bisa rusak binasa karena keterpikatan dan bisikan yang

dihembuskan setan kedalam potensi seluruh hawaa.53

Dari penjelasan ini, maka fu’ad dan shadr memiliki tugas berat untuk mengatasi

kekuatan hawaa yang selalu membawa kearah kebinasaan dan kehancuran sehingga

lenyaplah kenikmatan yang kekal dan abadi yaitu keabadian disisi Tuhan Yang Maha

Esa. Sebagai penentu nasib setiap makhluk. Hawaa sebenarnya juga harus

dipertahankan dalam hidup manusia, karena berfungsi sebagai tenaga penggerak

kehidupan manusia. Namun fu’ad dan shadr harus mengendalikan kerjanya hawaa.

Tanpa hawaa tentu manusia berubah wujud menjadi malaikat yang kehidupanya statis,

yang kerjanya hanya mengabdikan segala hidupnya untuk suatu tugas tertentu saja.

Sementara manusia sebagai makhluk mulia telah diamanahi Allah dengan tugas yang
53
Ibid. h. 104

50
sangat banyak, diantaranya sebagai “khalifah fil ardi”. Sebagai seorang khalifah, tentu

banyak tugas yang mesti diselesaikannya dalam waktu yang sudah ditetapkan-Nya.

Demi penyelesaian seluruh tugas, maka setiap manusia kerja ekstra keras untuk

mewujudkan keseimbangan ketiga potensi tersebut, yaitu fu’ad, shadr dan hawaa

sebagaimana yang telah di jelaskan diatas. Ketiga hal itu juga di pandang sebagai faktor

dominan untuk mewujudkan spiritual dalam jiwa manusia. Manusia yang merupakan

bagian dari-Nya, semestinya patuh dan taat terhadap segala ketetapan-Nya. Tetapi

karena spiritual belum bekerja semaksimal mungkin dalam kehidupan seluruh jiwa,

maka dosa besar menyelimuti sehingga sinar Ilahi yang menyinari qalbu setiap manusia

memudar dan bahkan lenyap sama sekali.

Selanjutnya penulis akan mengungkapkan ada dua faktor utama yang

mempengaruhi kecerdasan secara umum yaitu:

1) Faktor genetik/ bawaan

Faktor ini lebih merupakan potensi kecerdasan yang sudah ada atau terberikan

karena terkait dengan saraf-saraf yang ada pada organ otak. Bagaimana kecepatan otak

mengola atau memproses masukan yang didapat amat tergantung pada kondisi dan

kematangan organ vital yang satu ini. Jika organ dalamnya baik, maka proses

pengolahan apapun yang diterima otak akan ditangkap dengan baik dan dijalankan

tubuh sesuai perintah otak. Hasilnya? Apa yang di kerjakan anak akan memberi hasil

terbaik.

2.) Faktor lingkungan

Kapasitas atau potensi kecerdasan yang sudah terberikan dalam diri setiap anak

tidak akan berarti apa-apa kalau lingkungan sama sekali tidak berperan dalam

51
merangsang dan mengasah potensi tersebut. Di sini ada empat faktor lingkungan yang

dapat mengasah potensi anak yaitu: 54

a.) Lingkungan rumah.

Lingkungan keluarga merupakan faktor pendukung terpenting bagi kecerdasan

anak. Dalam lingkungan keluarga anak menghabiskan waktu dalam masa

perkembangannya. Pengaruh lingkungan rumah ini berkaitan pula dengan masalah:

a.1) Stimulus. Untuk menjadikan anak cerdas, faktor stimulus menjadi sangat

penting, baik yang berkaitan dengan fisik maupun mental/emosi anak. Orang tua dapat

memberikan stimulus sejak anak masih dalam kandungan, saat lahir, sampai dia tumbuh

besar. Tentu saja dengan intensitas dan bentuk stimulasi yang berbeda-beda pula pada

setiap tahap perkembangan. Contohnya ketika masih dalam kandungan, stimulus lebih

diarahkan pada pendengaran menggunakan irama musik dan tuturan ibu dan ayah.

Setelah anak lahir, stimulus ini diperluas menjadi pada kelima indra maupun sensori-

motoriknya. Begitu stimulasi lainya yang dapat merangsang dan mengembangkan

kemampuan kognisinya maupun kemampuan lain.

Secara mental orang tua juga menstimulasi anak dengan menciptakan rasa aman

dan nyaman sejak masa bayi. Caranya dengan mencurahkan kasih sayang,

menumbuhkan empati dan afeksi, disamping memberi stimulasi dengan menanamkan

nilai-nilai moral dan kebijakan secara konkret. Dengan itu dapat membuat potensi

kecerdasan anak mencapai maksimal.

54
Dedeh Kurniasih, Arti Sehat dan Bahagia, Bagi Anak, (http://www.tabloidnakita.
com/Khasanah/khasanah06309-01.htm)

52
a.2) Pola asuh. Pola asuh orang tua yang penuh kasih sayang diyakini dapat

meningkatkan potensi kecerdasan si anak. Sebaliknya, tidak adanya pola asuh hanya

akan membuat anak bingung, stres, dan trauma yang berbuntut masalah pada emosi

anak. Dampaknya apapun yang dikerjakannya tidak akan membuahkan hasil maksimal.

a.3) Memberi pangajaran. Orang tua harus aktif dan interaktif merangsang otak

anaknya. Ini pun lagi-lagi dapat dilakukan sejak ia masih dalam kandungan, Misalnya

dengan aktif mengajaknya bicara. Setelah anak lahir, ayah dan ibu dapat memberikan

beragam eksperimen kecil kepadanya yang berguna untuk merangsang keinginan dan

minat bereksplorasi.

b.) Kecukupan nutrisi.

Peran nutrisi bagi kecerdasan anak tak bisa diabaikan begitu saja. Untuk

menjadikan anak sehat secara fisik dan mental, sebetulnya perlu persiapan jauh-jauh

hari sebelum proses kehamilan terjadi. Tepatnya mesti dimulai ketika masa perencanaan

kehamilan, sepanjang masa kehamilan dan akan terus berlanjut selama masa

pertumbuhan anak. Mengapa demikian? Tak lain karena kecukupan nutrisi berkaitan

erat dengan perkembangan organ otak dan fungsinya yang akan menentukan kualitas

anak dimasa depan. Tanpa nutrisi yang baik dimasa-masa sebelumnya, kemungkinan

besar pertumbuhan dan fungsi otak terhambat sehingga potensi kecerdasan anak

menjadi rendah. Begitu pula kesehatannya secara keseluruhan. Tubuh yang lemah dan

sering sakit-sakitan tentu saja juga mempengaruhi potensi kecerdasannya.

c.) Interfensi dini.

Dampak interfensi dini terhadap anak akan baik jika itu dilakukan berdasarkan

pertimbangan tingkat kematangannya. Menyediakan berbagai fasilitas bagi kepentingan

anak merupakan salah satu bentuk interfensi orang tua. Agar efeknya selalu positif,

53
ingatlah selalu untuk menginterfensi anak dengan hal-hal kreatif. Contohnya mengajak

membuat mainan bersama guna merangsang kognisi anak.

d.) Pendidikan di sekolah.

Yang pasti kecerdasan dalam diri anak tidak muncul begitu saja. Diluar potensi

yang terberikan, sebetulnya cerdas juga berarti ketekunan mempelajari sesuatu. Selain

pendidikan yang diberikan orang tua di rumah, peran sekolah juga tidak kalah besar.

Boleh dikatakan sekolah merupakan rumah kedua bagi anak yang

memungkinkannya mentransfer pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai

kehidupan.

f. Kerangka Pikir

Ibadah shalat erat hubungannya antara fisik dan jiwa, berdasarkan kajian teori

diatas, dapat kita tentukan relasi antara shalat dengan fisik dan jiwa seseorang.

Ibadah shalat hubungannya dengan fisik tidak dapat dipungkiri lagi bahwa shalat

hanya dapat diakui jika kita melaksanakannya dalam bentuk fisik seperti

takbiratulihram, rukuk,I’tidal, sujud, duduk diantara dua sujud, dan seterusnya.

Ibadah shalat hubungannya dengan jiwa juga berhubungan erat karena shalat

selain menyehatkan juga menenangkan jiwa pelakunya karena pada saat shalat

dilakukan pelakunya ditekankan untuk khusyuk atau tenang sebagaimana diterangkan

dalam al-Qur’an surah al-mu’minun ayat 1-2 sebagai berikut :

      


     
 
Terjemahannya :

1. Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman,

54
2. (yaitu) orang-orang yang khusyu' dalam sembahyangnya,55

Selain dalam kitab al-qur’an dalam nbi Muhammad dalam hadits Hadis riwayat Abu

Hurairah ra., ia berkata: Suatu hari Rasulullah saw. mengimami salat kami. Usai salat

beliau bersabda: Hai fulan, mengapa engkau tidak membaguskan salatmu? Tidakkah

orang yang salat merenungkan bagaimana salatnya? Sesungguhnya ia salat untuk

dirinya sendiri. Demi Allah, sungguh aku dapat melihat belakangku, sebagaimana aku

melihat depanku. (Shahih Muslim No.642), firman allah dan sabda nabi tersebut diatas

mengisyaratkan kita untuk khusyuk dalam shalat agar kita tenang, dengan ketenangan

inilah sehingga otak berada pada kondisi alfa dan otak sendiri jika berada pada kondisi

alfa maka akan mudah bagi subjek untuk belajar. Hal ini dapat terus diterapkan

mengingat shalat adalah salahsatu rukun islam (wajib) bagi umat muslim, jadi apabila

shalat dilaksanakan terus menerus secara continue dan khyuk maka akan otak akan

terbiasa dengan keadaan gelombang alfa, akibatnya otak kita mudah untuk menjadi alfa

atau selalu berada dalam keadaan yang baik untuk belajar meski berada diluar shalat.

Penjelasan tersebut diatas dapat kita gambarkan kedalam bagan berikut ini,

SHALA BELAJAR
T

MINGGU 1 Otak berada pada Otak berada pada


kodisi ALFA(8 – 13.9 kodisi BETA(14 – 100
Hz)

Otak berada pada kodisi Otak berada pada


MINGGU 2
ALFA(8 – 13.9 Hz). kodisi BETA(14 – 100
Hz)

Otak berada pada kodisi Otak berada pada


MINGGU 3
ALFA(8 – 13.9 Hz). kodisi BETA(14 – 100
Hz)

Otak berada pada kodisi Otak berada pada


MINGGU 4
ALFA (8 – 13.9 Hz). kodisi BETA(14 – 100
55
Ibid

55
MINGGU 5 Otak berada pada kodisi Otak berada pada
ALFA (8 – 13.9 Hz). kodisi BETA(14 – 100
Hz)

MINGGU 6 Otak berada pada kodisi ALFA Otak berada pada


kodisi BETA(14 –
(8 – 13.9 Hz). 100 Hz)

Sumber : Adi W. Gunawan. Born To Be A Genius (2003)

Diagram diatas menggambarkan perbedaan gelombang otak kita pada saat shalat

dan belajar. Shalat yang dilakukan secara rutin menghasilkan gelombang otak alfa yang

tertanam kedalam memory jangka panjang kita dan hasilnya meski kita tidak dalam

keadaan shalat, gelombang otak kita tetap berada pada kondisi alfa, hanya

membutuhkan waktu agar gelombang alfa tetap stabil, dan gelombang beta dengan

sendirinya akan tersingkir karena tidak mungkin otak berada pada dua model

gelombang dalam satu waktu.

Hal ini tidak jauh beda dengan keadaan kita pada saat baru belajar menjalankan

sepeda, pada saat itu anda harus berkonsentrasi pada kaki anda yang sedang menggayuh

dan juga pada setir sepeda dan jalan dilalui, mungkin akan dibutuhkan waktu dan luka

yang cukup banyak tapi setelah anda sudah terbiasa menjalankannnya dan mulai

terbiasa, anda tidak akan terfokus lagi pada kaki anda yang terus menggayuh secara

otomatis, hal ini juga terjadi pada keadaan pada saat kita shalat yang masuk kedalam

keadaan diluar shalat (belajar).

56
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Pendekatan dan Jenis Penelitian

1. Pendekatan penelitian

Dalam penelitian ini pendekatan yang dilakukan adalah pendekatan kombinasi

atau perpaduan antara pendekatan kualitatif dengan pendekatan kuantitatif.

Pendekatan kombinasi ini dilakukan untuk memudahkan peneliti untuk

mendapatkan data yang nyata secara alamiah dengan sedikit pembimbingan

sebagai langkah awal.

2. Jenis penelitian

Jenis penelitian yang digunakan ialah Penelitian Eksplanatif. Penelitian

Eksplanatif ialah suatu penelitian dengan tujuan untuk menganalisis sifat suatu

hubungan, atau perbedaan antar kelompok, atau independensi dari dua atau lebih

faktor dalam suatu keadaan, intinya peneliti ingin menjelaskan.

B. Populasi dan Sampel

1. Populasi penelitian ini adalah seluruh sivitas sekolah yaitu kepala sekolah, guru,

dan orang tua murid.

2. Sampel dalam penelitian ini adalah murid kelas III hingga kelas VI di MI DDI

Ujung Lare Parepare. Penentuan dan penetapan sampel dalam setiap kelas

dilakukan dengan purposif sampling, yaitu dilakukan dengan penunjukan

langsung yang dianggap dapat mewakili dari seluruh populasi yang ada tiap

57
kelas IV sampai dengan kelas VI dengan petunjuk dari guru sebelumnya karena

guru tentu sudah tahu keadaan siswanya masing-masing.

C. Teknik Pengumpulan Data

Agar suatu penelitian dapat dipertahankan tingkat validitas datanya, maka

diperlukan suatu metode yang tepat dalam mengumpulkan data yang akan

diolah, oleh karena itu penulis menggunakan teknik penumpulan data melalui

penelitian kepustakaan, yaitu suatu penelitian yang sudah diterbitkan, baik

berupa buku, majalah ataupun tulisan-tulisan lain yang berhubungan dengan

masalah pokok skripsi ini.

Didalam mengumpulkan data melalui kepustakaan, penulis menggunakan

kutipan langsung, yaitu dengan mengintisarikan dan penulis mengubah

redaksinya dengan memberikan pengertian yang dimaksud. Kemudian dalam

mengumpulkan data dari objek dilakukan beberapa pendekatan, yaitu :

1. Observasi, yakni meninjau langsung ke objek melihat kondisi yang terjadi.

2. Dokumentasi, yakni mengambil data melalui administrasi yang ada di kantor

MI DDI Ujung Lare.

3. Wawancara, yakni dilakukan dialog langsung kepada responden dan atau

informan mengenai masalah yang diteliti.

D. Teknik analisis data

Setelah penulis mengadakan penelitian dengan jalan membaca berbagai macam

buku dan informan untuk mengumpulkan bahan yang ada kaitannya dengan

58
pembahasan skripsi ini, maka penulis mengolah dan menganalisis datadengan

menggunakan metode berikut :

1. Metode deduktif, yaitu metode yang digunakan untuk memperoleh data

dengan bertitik tolak dari peristiwa yang bersifat umum ke pernyataan

khusus.

2. Metode Induktif, adalah metode penganalisaan data berdasarkan peristiwa

yang bersifat khusus ke umum.

3. Metode Statistik, yaitu metode yang ditempuh penulis dalam mengolah data

dengan sistem perbandingan atau perubahan yang terjadi pada tiap siklus

59
BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

a. Pra Tindakan

Sebelum peneliti memimbing murid melaksanakan ibadah shalat, terlebih dahulu

ditentukan garis besar penelitian yang akan dipedomani oleh peneliti yaitu sebagai

berikut :

1. Menentukan criteria murid yang akan dijadikan purposive sampling.

2. Menentukan purposive sampling pada murid kelas 3 – kelas 6 berdasarkan

data dari guru.

3. Mengukur tingkat kelemahan kemampuan pemahaman masing-masing murid.

4. Mencatat hal-hal yang berinteraksi kepada murid seperti keadaan socialnya,

dll.

5. Melakukan percobaan terhadap murid yang diobservasi tiap minggu.

6. Menarik kesimpulan.

7. Membuat laporan hasil penelitian.

Sebelum penelitian dilakukan, terlebih dahulu peneliti berkenalan dengan guru kelas

bersangkutan dan kepala sekolah, kemudian dilaksanakanlah penelitian.dalam penelitian

ini ditetapkan mata pelajaran yang digunakan adalah IPA, karena materi IPA dianggap

membutuhkan penalaran yang logis dan pemahaman yang baik.

1. Menentukan kritera murid yang akan dijadikan purposive sampling.

Kriteria murid yang akan dijadikan purposive sampling adalah sebagai berikut :

60
a. Berdasarkan data guru, murid yang sering Nampak kebingungan meski materi

telah dijelaskan berulang kali.

b. Rata-rata tugas harian yang rendah dibawah 5 (lima).

c. Murid yang malas memperhatikan penjelasan guru.

2. Menentukan purposive sampling pada murid kelas 3 sampai kelas 6 berdasarkan

data dari guru.

Berdasarkan data yang diperoleh dari guru kelas masing-masing berupa raport

(terlampir), daftar nilai harian (terlampir), penilaian sikap dari guru, status ekonomi,

(biodata murid.)

3. Mengukur tingkat kelemahan kemampuan pemahaman masing-masing murid.

Untuk mengukur tingkat kelemahan kemampuan pemahaman masing-masing murid

saya membuat table tingkat pemahaman murid dengan melakukan pengamatan di

ruang kelas pada saat proses pembelajaran dimulai, dan hasilnya adalah sebagai

berikut :

Aspek yang diamati


Focus saat
No Nama Kelas Rata-rata Hasil TEMA
guru
belajar (IPA)
menjelaskan*)
1 Muh. Adal III 8 3 Energi
2 Ummi mawaddah IV 9 5 Energi
3 Fikri magfirah V 8 2 Energi
4 Wahbah suhaeli VI 9 4 Energi
Jumlah 52 14

Table 1 : Data Pra Shalat

*) 9-10 = sangat focus, tidak menghiraukan keadaan sekitarnya

7-8 = sering focus tapi masih terkadang merespon keadaan sekitarnya

5-6= terkadang focus jika ditegur oleh guru

3-4 = lebih sering tidak focus

61
1-2= tidak pernah memperhatikan penjelasan guru

Max = 80 (delapan puluh)

4. Mencatat hal-hal yang berinteraksi kepada murid seperti keadaan socialnya, dll.

Sebelum murid diberi instruksi/bimbingan shalat terlebih dahulu perlu diketahui hal-

hal yang berinteraksi langsung dengan murid untuk mengetahui apa saja yang

menjadi hambatan murid dalam meningkatnya kemampuan memahami suatu

permasalahan. Selain murid, guru disekolah juga perlu diamati, untuk menjaga

kesalahan penunjukan titik permasalahan.hal-hal yang perlu diperhatikan dari

Aspek tersebut kami bagi dalam tiga aspek (1) lingkungan sekolah, (2) lingkungan

rumah atau keluarga. (3) lingkungan diluar rumah.

a. Lingkungan sekolah

Lingkungan disekolah turut menentukan tingkat pemahaman siswa, sebagai

contoh, murid SD kelas tiga yang awalnya pada saat kelas satu dan dua selalu

mendapatkan ranking karena teman sebangkunya adalah murid yang mengerti

keadaan teman sebangkunya jika sedang focus mendengarkan penjelasan guru,

akan tetapi pada saat naik ke-kelas tiga, murid tersebut sudah tidak duduk

dengan teman sebangkunya yang pengertian, kini dia duduk bersama murid yang

banyak bicara dan malas mendengarkan penjelasan guru, pada saat guru

menjelaskan, anak yang dulunya terbiasa focus mendengarkan penjelasan guru

kini menjadi sulit karena selalu mendapat gangguan dari teman sebangkunya.

Adapun hal-hal yang menjadi dianggap turut membentuk tingkat pemahaman

murid adalah sebagai berikut :

1) Sikap Teman sebangkunya/sekelasnya terhadap dia

62
2) Gaya mengajar guru

3) Suasana alam sekitar sekolah

b. Lingkungan rumah/keluarga

Lingkungan rumah/ keluarga sangat berperan penting dalam membentuk

kemampuan pemahaman murid, contohnya ayah dari murid yang memiliki

akhlaq yang kurang baik, suka meminum minuman keras, tingkat perekonomian

rendah yang menyebabkan ayah memaksa anaknya untuk membantuk bekerja

yang tidak biasanya dikerjakan oleh anak-anak, atau salah membimbing

anaknya. Berikut aspek yang perlu diperhatikan dalam lingkungan kelurga

murid yang dianggap dapat mengubah tingkat pemahaman siswa :

1) Tingkat perekonomian

2) Suasana rumah

3) Perhatian/bimbingan orang tua

c. Lingkungan diluar rumah

Lingkungan diluar rumah terkadang menganggu aspek psikis murid yang

akibatnya murid malas belajar, sebagai contoh tetangga murid seorang anak

muda yang suka berkeliaran dan mengajak murid untuk melakukan hal yang

tidak boleh dilakukan seorang anak-anak seperti merokok, bergadang, mengadu

domba dengan sesame anak, menyuruh anak bolos dari sekolah, dsb, berikut

aspek yang perlu diperhatikan :

1) Warga sekitar yang selalu berinteraksi dengan murid

2) Keadaan Lingkungan Sosial

a. Pengamatan untuk siswa :

63
1) Pengamatan untuk murid yang bernama Muh. Adal,murid kelas III (tiga).

a) Lingkungan sekolah

Lingkungan sekolah Muh. Adal juga telah termasuk lingkungan

sekolah ummi mawaddah (kelas empat), fikri magfirah (kelas lima), dan

wahbah suhaeli (kelas enam) karena mereka berada dalam satu sekolah

yaitu MI DDI Ujung Lare kota Parepare.

Dalam lingkungan sekolah Muh. Adal kami terus mengamatinya

mulai dari teman-temannnya yang akrab dengannya dan sering bermain

atau belajar bersamanya. Dari hasil pengamatan terlihat bahwa teman-

teman dari Muh. Adal semuanya biasa-biasa saja sama dengan anak lain

pada umumnya, tidak begitu hyperaktif atau memiliki kepribadian

special.

Kemudian peneliti beranjak kepada keadaan didalam kelas yang

dimulai dari gaya mengajar guru, gaya mengajar guru kelas tiga ternyata

kurang efektif, hal ini ditunjukkan dengan keadaan kelas yang kurang

kondusif dikarenakan manajemen kelas guru yang kurang.

b) Lingkungan rumah/ keluarga

Muh. Adal adalah anak ke-tiga dari empat orang bersaudara.

Ibunya seorang ibu rumah tangga tangga yang pemarah, sedangkan

ayahnya bekerja sebagai tukang ojek di dalam pasar Lakessi, ayah Muh.

Adal dapat kami golongkan sebagai ayah yang kurang pandai mendidik

anak, hal ini terlihat dari ahlaqnya yang kurang berbudi, tidak pernah

melaksanakan ibadah shalat dan juga pecandu alcohol yang cukup berat.

Hampir Setiap malam (berdasarkan wawancara peneliti dengan Muh.

64
Adal di sekolah) ayahnya pulang malam dalam keadaan mabuk,

bukannya menyuruh anaknya belajar atau tidur agar tidak terlambat ke

sekolah ke-esokan harinya justru ayah Muh. Adal menyuruh anaknya

membeli rokok lalu mencuci motor ayahnya. Beberapa hari ini ayah dan

ibu Muh. Adal bertengkar karena masalah uang yang selalu dihabiskan

untuk hal yang tidak dimengerti oleh Ibu Muh. Adal, dengan demikian

ibu Muh. Adal harus menyuruh anaknya untuk berjualan keliling

sepulang sekolah bersama saudara sulungnya.

Dari wawancara diatas peneliti dapat menganalisis keadaan

tersebut dan akibatnya terhadap kemampuan pemahaman sampling

(Muh. Adal), keadaan yang diceritakan oleh Muh. Adal dampaknya

sangat buruk terhadap bentuk kejiwaan Sampling, keadaan ini akan

membentuk kepribadiannya menjadi tidak sesuai dengan norma agama

dan tentu membuat jiwanya tidak setenang anak-anak yang rajin

melaksanakan shalat. dirumah juga nampaknya sampling ini lebih suka

menonton televisi dibandingkan belajar.

c) Lingkungan Diluar Rumah

Sampling dalam hal ini adalah Muh. Adal seorang anak yang

socials, terbukti dengan jumlah temannya yang banyak hampir selalu

datang kerumahnya mengajak bermain ataukah Muh. Adal yang

menemui teman-temannya.

keadaan lingkungan social Sampling dapat dikategorikan

lingkungan yang kurang mendapatkan perhatian pendidikan formal,

menurut sampling hampir rata-rata keluarga tetangganya putus sekolah

65
hingga tertinggi hanya SMU sederajat, kebanyakan pekerjaan mereka

adalah wiraswasta tingkat rendah seperti tukang batu, tukang ojek,

tukang becak, bartender, pedagang kaki lima, dan pedagang pasar

tradisional.

lingkungan seperti ini tentu menjadi contoh perilaku hidup bagi

sampling mengingat ia tumbuh dewasa di lingkungan ini, tidak ada

contoh lain selain lingkungan sekitarnya.

Dari tiga aspek yang diamati diatas maka peneliti memutuskan untuk

dilakukan riset.

2) Pengamatan untuk murid yang bernama Ummi Mawaddah, murid kelas IV

(Empat).

a) Lingkungan sekolah

Lingkungan sekolah Ummi.M juga telah termasuk lingkungan

sekolah ummi mawaddah (kelas empat), fikri magfirah (kelas lima), dan

wahbah suhaeli (kelas enam) karena mereka berada dalam satu sekolah

yaitu MI DDI Ujung Lare kota Parepare.

Dalam lingkungan sekolah Muh. Adal kami terus mengamatinya

mulai dari teman-temannnya yang akrab dengannya dan sering bermain

atau belajar bersamanya. Dari hasil pengamatan terlihat bahwa teman-

teman dari Muh. Adal semuanya biasa-biasa saja sama dengan anak lain

pada umumnya, tidak begitu hyperaktif atau memiliki kepribadian

special.

Kemudian peneliti beranjak kepada keadaan didalam kelas yang

dimulai dari gaya mengajar guru, gaya mengajar guru kelas empat sudah

66
baik, hal ini ditunjukkan dengan keadaan kelas yang kondusif dan

nyaman dikarenakan manajemen kelas guru yang optimal.

b) Lingkungan rumah/ keluarga

Ummi.M adalah anak ke-tiga dari lima orang bersaudara, dia

satu-satunya saudara perempuan. Ibunya seorang ibu rumah tangga yang

hanya berada di rumah setelah pulang dari sekolah Sekolah Dasar

tempatnya mengajar sebagai guru Agama Islam, sedangkan ayahnya juga

pria yang kurang bias memberikan perhatian penuh kepada anak-

anaknya, ayah sampling yang satu ini bekerja sebagai kepala Madrasah

Ibtidaiyah DDI Ujung Lare (MI DDI Ujung Lare), ayah Ummi.M dapat

kami golongkan sebagai ayah yang kurang pandai mendidik anak, hal ini

terlihat dari tingkat kedisiplinan yang dia terapkan kepada anak-anaknya

yang cenderung koleris meski memiliki niat yang baik demi masa depan

anak-anaknya, kepribadian ini kurang memperhatikan aspek afektif dari

anak-anaknya, dia menganggap jika dia mampu maka semua orang juga

pasti mampu tanpa memperhatikan tiga aspek yang pada setiap manusia

berbeda-beda (Kognitif, Afektif, dan Psikomotorik) hal ini membuat

anak juga akan menjadi koleris dan harus sangat disiplin yang

dampaknya menyerang tingkah laku anak menjadi keras kepala karena

batasan yang diberikan ayahnya untuk memikirkan lingkungan

sekitarnya yang beraneka ragam.

Dari data diatas peneliti dapat menganalisis keadaan tersebut dan

akibatnya terhadap kemampuan pemahaman sampling (Ummi.M),

keadaan yang diceritakan oleh Ummi.M dampaknya sangat buruk

67
terhadap bentuk kejiwaan Sampling, keadaan ini akan membentuk

kepribadiannya menjadi tidak sesuai dengan alamiahnya jiwa anak

seusianya dan tentu membuat jiwanya tidak setenang anak-anak yang

tidak terlalu ditekan. dirumah juga nampaknya sampling ini lebih suka

menonton televisi dibandingkan belajar.

c) Lingkungan Diluar Rumah

Sampling dalam hal ini adalah Ummi.M seorang anak yang

socialis, terbukti dengan jumlah temannya yang cukup banyak di

sekolahnya, hanya saja terkadang teman-temannya menjauhinya karena

sikapnya yang pemarah.

keadaan lingkungan social Sampling dapat dikategorikan

lingkungan yang mendapatkan perhatian pendidikan formal, menurut

sampling hampir rata-rata keluarga tetangganya adalah tenaga pendidik

diberbagai instansi.

Lingkungan seperti ini tentu menjadi contoh perilaku hidup bagi

sampling mengingat ia tumbuh dewasa di lingkungan ini, tidak ada

contoh lain selain lingkungan sekitarnya hanya saja terjadi controversial

berupa penekanan sikap oleh ayahnya dan kurang perhatian dari ibunya.

Dari tiga aspek yang diamati diatas maka peneliti memutuskan untuk

dilakukan riset.

3) Pengamatan untuk murid yang bernama Fikri Magfirah, murid kelas V

(Lima).

a) Lingkungan sekolah

68
Lingkungan sekolah Fikri.M juga telah termasuk lingkungan

sekolah ummi mawaddah (kelas empat), fikri magfirah (kelas lima), dan

wahbah suhaeli (kelas enam) karena mereka berada dalam satu sekolah

yaitu MI DDI Ujung Lare kota Parepare.

Dalam lingkungan sekolah Fikri.M kami terus mengamatinya

mulai dari teman-temannnya yang akrab dengannya dan sering bermain

atau belajar bersamanya. Dari hasil pengamatan terlihat bahwa teman-

teman dari Muh. Adal semuanya biasa-biasa saja sama dengan anak lain

pada umumnya, tidak begitu hyperaktif atau memiliki kepribadian

special.

Kemudian peneliti beranjak kepada keadaan didalam lima yang

dimulai dari gaya mengajar guru. gaya mengajar guru kelas lima sudah

baik, hal ini ditunjukkan dengan keadaan kelas yang kondusif dan

nyaman dikarenakan manajemen kelas guru yang optimal dan hasilnya

murid lebih sering tenang.

b) Lingkungan rumah/ keluarga

Fikri.M adalah anak ke-dua dari empat orang bersaudara. Ibunya

seorang ibu rumah tangga yang harus bekerja sendirian mencari nafkah

untuk anak-anaknya atau konotasinya adalah seorang janda beranak

empat, ibu Fikri.M bekerja di sekolah MI DDI Ujung Lare sebagai

tenaga social dibidang Seni dan Kebudayaan (SBK). seperti yang

dituliskan diatas bahwa ibu Fikri.M adalah single parent (ibu tanpa

suami), tanpa seorang ayah yang dapat memberinya bimbingan disaat

yang berbeda dikala ibunya tidak ada, secara otomatis, ibunya harus

69
lebih merangkap jabatan sebagai pencari nafkah dan juga sebagai ibu

rumah tangga yang mengurusi anak dan memberi perhatian pada mereka

masing-masing, hal ini membuat emosi ibu Fikri.M lebih tidak stabil,

disamping pekerjaannya yang hanya bergaji kecil, juga harus berkeluh

kesah sendiri disaat ada masalah internal yang seharusnya ada seorang

suami yang memberinya semangat harus dia pikul sendirian.

Fikri.M sebagai anak pertama untuk perempuan harus lebih

sering bersama ibunya membantu di dapur atau pekerjaan lainnya yang

semestinya dikerjakan oleh seorang ayah juga harus dia kerjakan,

keadaan tersebut menekan waktu sampling untuk bermain sebagi jiwa

anak-anak menjadi waktu yang berat baginya karena harus bekerja

layaknya orang dewasa, ditambah gejolak jiwa ibunya yang tidak stabil

sehingga cenderung untuk memarahi sampling.

Dari data diatas peneliti dapat menganalisis keadaan tersebut dan

akibatnya terhadap kemampuan pemahaman sampling (Fikri.M),

keadaan yang diceritakan oleh Fikri.M dampaknya sangat buruk terhadap

bentuk kejiwaan Sampling, keadaan ini akan membentuk kepribadiannya

menjadi tidak sesuai dengan alamiahnya jiwa anak seusianya dan tentu

membuat jiwanya tidak setenang anak-anak yang memiliki kedua orang

tuanya.

c) Lingkungan Diluar Rumah

Sampling dalam hal ini adalah Fikri.M seorang anak yang socialis,

terbukti dengan jumlah temannya yang cukup banyak di sekolahnya,

70
hanya saja waktu sampling yang kurang untuk menuangkan jiwanya

pada tempatnya sebagai anak-anak .

Keadaan lingkungan social Sampling dapat dikategorikan

lingkungan yang mendapatkan perhatian pendidikan formal karena

tinggal di dalam kawasan pesantren DDI Ujung Lare.

Sebagaimana kita ketahui disetiap Lingkungan Pesantren tentunya

menekankan santrinya berakhlaq mulia sesuai tuntutan syariat Islam.

lingkungan ini juga menjadi perhatian khusus dari sampling karena para

santri selalu berlalu lalang didepan rumahnya melakukan kegiatan

pesantren.

Dari tiga aspek yang diamati diatas maka dapatlah peneliti.

4) Pengamatan untuk murid yang bernama Asfandi, murid kelas VI (Enam).

a) Lingkungan sekolah

Lingkungan sekolah Asfandi juga telah termasuk lingkungan

sekolah Ummi Mawaddah (kelas empat), Fikri Magfirah (kelas lima),

dan Asfandi (kelas enam) karena mereka berada dalam satu sekolah yaitu

MI DDI Ujung Lare kota Parepare.

Dalam lingkungan sekolah Asfandi kami terus mengamatinya

mulai dari teman-temannnya yang akrab dengannya dan sering bermain

atau belajar bersamanya. Dari hasil pengamatan terlihat bahwa teman-

teman dari Asfandi semuanya biasa-biasa saja sama dengan anak lain

pada umumnya, tidak begitu hyperaktif atau memiliki kepribadian

special.

71
Kemudian peneliti beranjak kepada keadaan didalam kelas yang

dimulai dari gaya mengajar guru. gaya mengajar guru kelas enam sudah

baik, hal ini ditunjukkan dengan keadaan kelas yang kondusif dan

nyaman dikarenakan manajemen kelas guru yang optimal dan hasilnya

murid lebih sering tenang.

b) Lingkungan rumah/ keluarga

Asfandi adalah anak ke-empat dari empat orang bersaudara dan

tiga orang saudara tiri. Ibunya kandungnya telah wafat pada saat usianya

masih berumur empat tahun, kini Asfandi diberi seorang ibu tiri yang kurang

baik oleh ayahnya. Ayah Asfandi sendiri bekerja tidak menentu dengan

penghasilan yang tidak menentu pula, keluarga ini berada pada tingkat

perekonomian yang rendah karena pekerjaan kepala rumah tangga yang

tidak menentu dan jumlah tanggungan yang cukup besar. dirumah juga

nampaknya sampling ini lebih suka menonton televisi dibandingkan

belajar.

Dari data diatas peneliti dapat menganalisis keadaan tersebut dan

akibatnya terhadap kemampuan pemahaman sampling (asfandi), keadaan

yang diceritakan oleh asfandi perihal tingkat perekonomiannya yang

rendah dan sikap ibu tirinya yang buruk tidak sama dengan ibu

kandungnya yang telah wafat.

c) Lingkungan Diluar Rumah

72
Sampling dalam hal ini adalah asfandi seorang anak yang kurang

bergaul, terbukti dengan jumlah temannya yang sedikit di sekolahnya,

terkadang asfandi lebih suka duduk menyendiri seolah ia menjadi

pengamat atas tingkah teman-temannya, sikap ini menjadi balikan

teman-temannya yang juga tidak ingin mengajaknya bermain atau belajar

bersama, bahkan penulis biasa melihat sampling mendapat ejekan dari

teman-temannya karena sikapnya yang pediam.

Keadaan lingkungan social Sampling dapat dikategorikan

lingkungan berakhlaq buruk karena kebanyakan warga sekitar bersifat

premanisme dan berbagai akhlaq buruk lainnya seperti meminum

minuman keras di depan umum, menyapa dengan kata-kata yang tidak

sopan, dan lingkungan inilah yang kelak dicontohi oleh sampling dan

hasilnya tentu menurunkan tingkat SQ-Nya.

Dari tiga aspek yang diamati diatas maka peneliti memutuskan untuk

dilakukan riset.

b. Pengamatan untuk guru

Guru-guru di MI DDI Ujung Lare, pada kelas tiga menggunakan gaya

belajar yang monoton dan sulit dimengerti oleh muridnya karena, (1) terkadang

menjelaskan tanpa kata-kata atau keterangan, hanya menunjuk pada papan tulis

lalu mengerjakan tugas, (2) meminta siswa mengerjakan tugas tanpa penjelasan

sebelumnya, (3) memarahi murid jika bertanya tentang materi yang kurang

jelas.

Berbeda dengan guru-guru kelas empat, lima, enam, semuanya telah

sesuai dengan kurikulum madrasah MI DDI Ujung Lare.

73
b. Pelaksanaan tindakan (shalat lima waktu secara rutin dan khusyuk)

Sebelum rutinitas shalat dilakukan, peneliti terlebih dahulu mengajari sampling

tujuan, hukum, tata cara shalat yang benar, dan cara shalat khusyuk. Setelah sampling

telah faham semuanya maka dilaksanakanlah rutinitas shalat yang dilakukan observasi

per-Minggunya. Limit maximal hingga dikatakan berhasil adalah 100%

Agar hasil akhir dapat diukur maka peneliti memutuskan untuk menyajikan hasil

observasi dalam bentuk table.

a. Kelas III (Muh. Adal)

Persiapan peneliti sebelum pelaksanaan peneliti telah menentukan materi

khusus selama pelaksanaan penelitian berlangsung yaitu mata pelajaran IPA

(Ilmu Pengatahuan Alam) kelas tiga dengan materi Energi.

Sebelumnya peneliti telah memberikan petunjuk kepada guru untuk

memperbaiki kesalahan gaya mengajar guru dan memberikan solusi terbaik.

Agar peneliti dapat mengamati pelakasanaan shalat sampling maka

ditekankan kepada murid untuk shalat di masjid MI DDI ujung lare bersama

peneliti.

Aspek yang diamati


Nama
Kehadiran shalat dimasjid/hari**) Jumlah (%)
Focus *) Hasil
belajar (Jt = J+F+H)
Jml total
r jm (J = (IPA) 3
sn sl km jm sb ah (F=f x10)
b l jx20) (H=hx10)
Muh. adal 7
Minggu I 4 4 4 4 4 4 4 28 80 7 5 66,67
Minggu II 3 3 4 4 4 4 3 25 71,4 8 6 70,47
Minggu III 3 3 5 5 5 5 5 31 88,6 8 7 79,53
Minggu IV 5 5 5 5 5 5 5 35 100 8 8 86,67
Table 2 : data hasil observasi Muh. Adal kelas III

*) 9-10 = sangat focus


7-8 = sering focus
5-6 = terkadang focus

74
3-4 = lebih sering tidak focus
1-2 = tidak pernah memperhatikan penjelasan guru

**) m = nt x 5, m/7 = x
nt = jumlah total shalat
m = jumlah persentase shalat dalam satu bulan
x = rerata dalam persen

b. Kelas IV (Ummi Mawaddah)

Persiapan peneliti sebelum pelaksanaan peneliti telah menentukan materi

khusus selama pelaksanaan penelitian berlangsung yaitu mata pelajaran IPA

(Ilmu Pengatahuan Alam) kelas empat dengan materi Energi.

Agar peneliti dapat mengamati pelakasanaan shalat sampling maka

ditekankan kepada murid untuk shalat di masjid MI DDI ujung lare bersama

peneliti

Aspek yang diamati


Nama
Kehadiran shalat dimasjid/hari**) Jumlah (%)
Focus *) Hasil
belajar (Jt = J+F+H)
Jml total
r jm (J = (IPA) 3
sn sl km jm sb ah (F=f x10)
Ummi b l jx20) (H=hx10)
mawaddah 7
Minggu I 4 4 4 4 4 4 4 28 80 7 6 70
Minggu II 5 5 5 5 5 5 5 35 100 8 6 80
Minggu III 4 3 5 5 5 5 5 32 91,4 8 7 80,47
Minggu IV 5 5 5 5 5 5 5 35 100 8 10 93,33

Table 3 : data hasil observasi Ummi mawaddah kelas IV

*) 9-10 = sangat focus


7-8 = sering focus
5-6 = terkadang focus
3-4 = lebih sering tidak focus
1-2 = tidak pernah memperhatikan penjelasan guru

**) m = nt x 5, m/7 = x
nt = jumlah total shalat
m = jumlah persentase shalat dalam satu bulan

75
x = rerata dalam persen

c. Kelas V (Fikri Magfirah)

Persiapan peneliti sebelum pelaksanaan peneliti telah menentukan materi

khusus selama pelaksanaan penelitian berlangsung yaitu mata pelajaran IPA

(Ilmu Pengatahuan Alam) kelas empat dengan materi Energi.

Agar peneliti dapat mengamati pelakasanaan shalat sampling maka

ditekankan kepada murid untuk shalat di masjid MI DDI ujung lare bersama

peneliti

Aspek yang diamati


Nama
Kehadiran shalat dimasjid/hari**) Jumlah (%)
Focus *) Hasil
belajar (Jt = J+F+H)
Jml total
r jm (J = (IPA) 3
sn sl km jm sb ah (F=f x10)
Fikri b l jx20) (H=hx10)
Magfirah 7
Minggu I 3 3 3 3 3 3 3 21 60 7 6 63,33
Minggu II 3 4 4 4 4 5 4 28 80 8 5 70
Minggu III 4 4 5 5 5 5 5 33 94,3 8 7 81,43
Minggu 5 5 5 5 5 5 5
35 100 8 10 93,33
IV

Table 4 : data hasil observasi fikri magfirah kelas V

*) 9-10 = sangat focus


7-8 = sering focus
5-6 = terkadang focus
3-4 = lebih sering tidak focus
1-2 = tidak pernah memperhatikan penjelasan guru

**) m = nt x 5, m/7 = x
nt = jumlah total shalat
m = jumlah persentase shalat dalam satu bulan
x = rerata dalam persen

d. Kelas VI (Asfandi)

76
Persiapan peneliti sebelum pelaksanaan peneliti telah menentukan materi

khusus selama pelaksanaan penelitian berlangsung yaitu mata pelajaran IPA

(Ilmu Pengatahuan Alam) kelas empat dengan materi Energi.

Agar peneliti dapat mengamati pelakasanaan shalat sampling maka

ditekankan kepada murid untuk shalat di masjid MI DDI ujung lare bersama

peneliti

Aspek yang diamati


Nama
Kehadiran shalat dimasjid/hari**) Jumlah
Focus *) Hasil
belajar (Jt = J+F+H)
Jml total
r jm (J = (IPA) 3
sn sl km jm sb ah (F=f x10)
b l jx20) (H=hx10)
asfandi 7
Minggu I 3 3 3 3 3 3 3 21 60 7 6 63,33
Minggu II 3 4 4 4 4 5 4 28 80 8 5 70
Minggu III 4 4 5 5 5 5 5 33 94,3 8 8 84,77
Minggu
5 5 5 5 5 5 5 35 100 8 10 93,33
IV
Table 5 : Data hasil observasi Asfandi kelas VI

*) 9-10 = sangat focus


7-8 = sering focus
5-6 = terkadang focus
3-4 = lebih sering tidak focus
1-2 = tidak pernah memperhatikan penjelasan guru

**) m = nt x 5, m/7 = x
nt = jumlah total shalat
m = jumlah persentase shalat dalam satu bulan
x = rerata dalam persen

c. pasca tindakan

Dari data yang diperoleh dari masing-masing sampling diatas maka dapatlah dibuat

rekapitulasi data untuk mengetahui selisih perubahan yang terjadi agar dapat ditarik

kesimpulan, berikut rekapitulasi data :

nama kelas Jumlah per-Minggu Rata-rata Ket

77
Minggu Minggu Minggu Minggu Perubahan
I II III IV perminggu (%)
Muh. Adal III 66,67 70,47 79,53 86,67 75,8 Meningkat
Ummi.M IV 70 80 80,47 93,33 81 Meningkat
Fikri. M V 63,33 70 81,43 93,33 77 Meningkat
Asfandi VI 63,33 70 84,77 93,33 77,9 Meningkat

Table 6 : Rekapitulasi Data Sampling

Dari data dan rekapitulasi data yang diperoleh diatas terlihat dengan sangat jelas

bahwa pada tiap minggu dilakukan observasi terjadi peningkatan yang simultan, hal ini

terjadi berdasarkan teori yang penulis peroleh dari berbagai sumber yang tertera pada

kajian pustaka ialah dua hal yang berhubungan erat yaitu keadaan gelombang otak

seperti yang diuraikan pada kerangka pikir skripsi ini dan kecerdasan spiritual atau

disingkat SQ (spiritual quotient).

B. Pembahasan

Dari deskripsi diatas dan data-data yang diperoleh hingga dilakukan rekapiltulasi

data, terlihat nilai yang diharapkan yaitu peningkatan yang simultan. peningkatan ini

tentu dikarenakan suatu sebab.

Penulis telah menganalisis sebelumnya dan memprediksikan hasilnya

berdasarkan teori-teori yang penulis peroleh dari berbagai sumber yang tertera pada

kajian pustaka skripsi ini.

suatu sebab menghasilkan akibat, akibat sehingga meningkatnya hasil belajar

pada sampling adalah dua hal, menurut penulis hal itu ialah keadaan gelombang otak

seperti yang diuraikan pada kerangka pikir skripsi ini dan kecerdasan spiritual atau

disingkat SQ (spiritual quotient). keadaan gelombang otak ada berbagai bentuk, yaitu

beta, alfa, theta, dan delta. keadaan otak yang paling menguntungkan ialah pada

78
keadaan Alfa dan keadaan alfa ini terjadi pada saat tertentu saja, salah satunya ialah

pada saat kita melakukan shalat dengan khusyuk.

Shalat dalam agama islam adalah wajib dilaksanakan selama lima kali sehari

semalam sebagaimana firman allah dalam surah hud ayat 114 dan al-ankabut ayat 45

berikut,

  


     
   
    
     

Terjemahannya :
“Dan dirikanlah sembahyang itu pada kedua tepi siang (pagi dan petang) dan
pada bahagian permulaan daripada malam. Sesungguhnya perbuatan-perbuatan
yang baik itu menghapuskan (dosa) perbuatan-perbuatan yang buruk. Itulah
peringatan bagi orang-orang yang ingat.”56

    


 
   
  
   
    
 
Terjemahannya :
“ Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, Yaitu Al kitab
(Al Quran) dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu
mencegah dari (perbuatan- perbuatan) keji dan mungkar. dan
Sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar
(keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). dan Allah
mengetahui apa yang kamu kerjakan.”57

Dengan shalat yang khusyuk, gelombang otak berada pada keadaan alfa yang

menurut Adi W. Gunawan (2003) keadaan alfa dapat mempermudah kita untuk

56
Departemen Agama, Loc.Cit
57
Ibid

79
mengingat pada memory jangka panjang, gelombang otak ini dapat dimanfaatkan meski

pelakunya tidak lagi sementara shalat, karena shalat dilakukan dengan rutin lima kali

sehari semalam, hal ini menyebabkan gelombang alfa akan mudah terbentuk dalam otak

karena telah terbiasa sehingga pada saat belajarpun otak dapat dengan otomatis berada

pada keadaan alfa, didukung juga dengan apa yang disebut dengan kecerdasa spiritual

atau God Spot. SQ adalah landasan yang diperlukan untuk memfungsikan IQ dan EQ

secara efektif, bahkan SQ merupakan kecerdasan tertinggi yang menghasilkan

ketenangan jiwa (jiwa muthma’innah).58 Ketenangan jiwa yang dimiliki oleh Sang

Pemilik Kecerdasan Ruh akan terpancar pada wajahnya berupa kesejukan, pada

sikapnya berupa ketawadhu’an, pada keinginannya berupa keinginan membahagiakan

orang lain, pada gerakannya berupa kebajikan, pada amalnya berupa keshalihan, dan

pada budi pekertinya berupa akhlaq yang mulia. Dari kutipan di atas dapat disimpulkan

bahwa fungsi SQ adalah mengoptimalkan fungsi IQ dan EQ, bila SQ tidak ada maka IQ

dan EQ juga tidak akan berfungsi secara efektif. Dengan berfungsinya IQ maka

kemampuan pemahaman dapat meningkat, itulah sebabnya terjadi peningkatan hasil

belajar pada sampling.

58
Ary Ginanjar, Loc. cit., xliv.

80
BAB V

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Penelitian ini dari pra tindakan, pelaksanaan, hingga pasca tindakan dan analisis

data maka dapat ditarik kesimpulan bahwa ibadah shalat secara rutin lima kali sehari

semalam dengan khusyuk dapat meningkatkan hasil belajar murid, hal ini menunjukkan

bahwa kemampuan pemahaman murid pasti telah meningkat, terlihat perbedaan yang

jelas dari data yang diperoleh sebelum sampling melaksanakan shalat sesuai ketentuan

Al-Qur’an dan Hadits, pada data yang diperoleh per-Minggu setelah shalat dengan rutin

dan khusyuk.

Shalat adalah penyebab utama yang mengubah pola hidup setiap sampling selain

bimbingan dari peneliti demi kelancaran penelitian, dengan melaksanakan shalat lima

waktu, rentang waktu untuk menonton Televisi yang diduga juga menjadi salahsatu

penyebab terganggungnya murid untuk memahami materi yang terkait menjadi

berkurang karena shalat dan keinginan untuk belajar menyingkirkan waktunya untuk

menonton televisi lebih lama. Gaya mengajar guru juga telah diperbaiki yaitu dengan

lebih memperhatikan kemampuan tiga aspek utama pada murid yaitu kognitf, afektif

dan psikomotorik, sebagai contoh yaitu dengan tidak memberikan pelajaran dalam

jumlah yang banyak dalam waktu yang sangat pendek. hal-hal tersebut diataslah yang

telah meningkatkan kemampuan pemahaman murid.

B. SARAN

saran saya sebagai peneliti dalam kajian ini merasakan perlu perbaikan dalam

sistem pendidikan yang dibangun oleh pemerintah dan swasta yaitu dengan tidak

melupakan segi agama terlebih apabila itu adalah wajib bagi pemeluknya, dalam hal ini

81
adalah shalat lima waktu dengan khusyuk, tak rugi yang diperoleh darinya melainkan

kebaikan dan keuntungan didunia dan akhirat, bertambahnya ilmu dan amal serta

memperbaiki akhlaq yang buruk serta menularkannya keseluruh aspek lingkungan

pelakunya, semoga saran ini dapat terwujud dan bermanfaat, wallahu a’lam.

82
DAFTAR PUSTAKA

Al-Qur’an Al-Karim

Abdullah, Mas Udik. Ledakkan IESQ dengan Langkah Taqwa dan Tawakal. Jakarta :
Zikrul Hakim, 2005. Cet. ke-1.

Abdullah, Nashih Ulwan. Pedoman Pendidikan Anak dalam Islam. Jakarta : Asy-Syfa’,
1993.

Agustian, Ary Ginanjar. Rahasia Sukses Membangun Emosi dan Spiritual Berdasarkan
Enam Rukun Iman dan Lima Rukun Islam. Jakarta : ArgaWijaya Persada, 2001.

___________, Rahasia Sukses Membangun ESQ Power. Jakarta : Arga Wijaya Persada,
2003.

Ahmadi, Abu. Ilmu Pendidikan.

Al-Maraghi, Ahmad Musthafa. Terjemahan Tafsir Al-Maraghi (21). Semarang : CV.


Toha Putra, 1987.

Al-Syaibani, Muhammad Omar Al-Taumy. Falsafah Pendidikan Islam. Jakarta : Bulan


Bintang, tt An Nida’ (Majalah Ilmu Pengetahuan Agama Islam), Pendidikan,
Bahasa dan Kepemudaan. Pekanbaru : Pusat Penelitian IAIN Sultan Syarif
Qasim,1997.

Bukhari. Shahih Bukhari. Beirut : Al-Ahya al-Turats al-Araby, tt.

Chaplin. Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta : Rajawali, 1989.

Darajat, Zakiah. Ilmu Jiwa Agama. Jakarta : Bulan Bintang, 1976.

____________. Kesehatan Mental. Jakarta : PT Toko Gunung Agung, 2001.

Dedeh Kurniasih. Arti Sehat dan Bahagia Bagi Anak. (http://www.tabloidnakita.


com/khasanah/khasanah06309-01.htm)

Departemen Agama RI. Al-Qur’an dan Terjemahannya. Semarang : CV. Toha Putra,
1996.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta :


Balai Pustaka, 1999.

Hossein Nasr, Sayyed. Antara Tuhan Manusia dalam Alam; Jembatan Filosofis dan
Religius Menuju Puncak Spiritual, terjemahan oleh Ali Noer Zaman.
Yogyakarta : IRCISOD, 2003.

83
Hujjati, Muhammad Bagir. Pendidikan Anak dalam Kandungan. Bogor : Penerbit
Cahaya, 2003.
Inayat Khan, Pir Vilayat. Membangkitkan Kesadaran Spiritualitas, terjemahan Rahmain
Astuti. Bandung : Pustaka Hidayah, 2002.

Langgulang, Hasan. Manusia dan Pendidikan. Jakarta : Al Husna, 1986.

LN. Syamsu Yusuf. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung : PT.Ramaja
Rosda Karya, 2004.

Nata Abuddin. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta : Logos Wacana Ilmu, cet. ke-1.

Poerwadarminta. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka, 1982.

Rajih, Hamdan. Spiritual Quotient for Children. Yogyakarta : Diva Press, 2005.

Ramayulis. Psikologi Agama. Jakarta : Kalam Mulia. Cet. ke-6.

Rehani. Keluarga Sebagai Intitusi Pendidikan dalam Perspektif Al-Qur’an.Padang :


Baitul Hikmah Press, 2001.

Satiadarma, Monti. P. dan Waruwu, Fidelis. E. Mendidik Kecerdasan. Jakarta : Pustaka


Populer Obor, 2003. Cet. ke-1.

Suharsono. Mencerdaskan Anak. Jakarta : Gema Insani Press, 2001.

Suharto, Dedhi. Qur’anis Quotient. Jakarta : Yayasan Ukhuwah, 2003 cet. ke-1.

Sukidi. Kecerdasan Spiritual. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 2004. Cet. ke-2.

Tasmara, Toto. Kecerdasan Rohaniyah Transcendental Intelegensi. Depok : Gema


Insani Press, 2003. Cet. ke-3.

www.kompas.com/kompas-cetak/0305/18/keluarga/312326.htm

www.mail-archive.com/balita-anda/balita-anda.com/msg54237.html.

www.muthahari.or.id/doc/artikel/sqanak.htm

Zaini, Syahminan. Jalur Kehidupan Manusia Menurut Al-Qur’an. Jakarta : Kalam


Mulia, 1995.

Zohar, Danah dan Marshall, Ian. SQ Memanfaatkan Kecerdasan Memaknai Kehidupan,


terjemahan Rahmi Astuti, Ahmad Nadjib Burhani. Bandung : Kronik Indonesia
Baru, 2001.

84
Lampiran 1

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (Kelas Tiga)

Nama Madrasah : MI DDI Ujung Lare


Mata Pelajaran : Ilmu Pengetahuan Alam
Kelas/Semester : III/2
Alokasi Waktu : 12 jam pelajaran
Standar Kompetensi : 4. Memahami berbagai cara gerak benda, hubungannya
dengan energi, dan sumber energi
Kompetensi Dasar : 4.2 Mendeskripsikan hasil pengamatan tentang pengaruh
energi panas, gerak, dan getaran dalam kehidupan
seharihari
4.3 Mengidentifikasi sumber energi dan kegunaannya
Indikator : 1. Menunjukkan adanya pengaruh energi berdasarkan
pengamatan, misalnya panas dari sinar matahari, kincir
angin berputar jika ditiup angin, dan memetik gitar
menghasilkan bunyi
2. Menyimpulkan berdasarkan hasil pengamatan bahwa
energi itu ada, tidak dapat dilihat, tetapi dapat dirasakan
3. Membuat daftar sumber-sumber energi yang terdapat di
lingkungan sekitar kita, misalnya makanan, minyak
tanah, kayu bakar, baterai, listrik, sinar matahari, air, dan
angin
4. Menjelaskan tujuan penggunaan sumber energi

I. Tujuan Pembelajaran
Setelah mempelajari bab ini, diharapkan siswa dapat
1. menunjukkan adanya pengaruh energi berdasarkan pengamatan, misalnya
panas dari sinar matahari, kincir angin berputar jika ditiup angin, dan memetik
gitar menghasilkan bunyi;
2. menyimpulkan berdasarkan hasil pengamatan bahwa energi itu ada, tidak
dapat dilihat, tetapi dapat dirasakan;
3. membuat daftar sumber-sumber energi yang terdapat di lingkungan sekitar
kita, misalnya makanan, minyak tanah, kayu bakar, baterai, listrik, sinar
matahari, air, dan angin;
4. menjelaskan tujuan penggunaan sumber energi.

II. Materi Pembelajaran


Energi

III. Metode Pembelajaran


Informasi, pemberian tugas, demonstrasi, dan kegiatan laboratorium

IV. Langkah-Langkah Pembelajaran


Pertemuan Ke-1
Kegiatan Awal

85
1. Dengan dipandu guru, siswa mendeskripsikan pengertian energi, yaitu kemampuan
untuk melakukan kerja.
2. Dengan dipandu guru, siswa menyebutkan berbagai macam energi yang ada dalam
kehidupan sehari-hari, antara lain energi panas, energi cahaya, energi gerak, dan
energi listrik.
Kegiatan Inti
1. Dengan dipandu guru, siswa menyebutkan bukti adanya energi yang ada dalam
kehidupan sehari-hari.
2. Dengan dipandu guru, siswa menyebutkan kegunaan energi panas, misalnya panas
matahari.
3. Dengan dibimbing guru, siswa melakukan Kegiatan untuk membuktikan kegunaan
panas matahari.
4. Dengan dipandu guru, siswa menyebutkan kegunaan panas dan cahaya matahari.
Kegiatan Akhir
Guru menyimpulkan dengan cara menjelaskan kegunaan panas dan cahaya matahari.
Pertemuan Ke-2
Kegiatan Awal
1. Guru mengingatkan kembali materi yang telah dipelajari pada sebelumnya.
2. Dengan dipandu guru, siswa menyebutkan sumber energi panas yang ada dalam
kehidupan sehari-hari.
Kegiatan Inti
1. Dengan dipandu guru, siswa menyebutkan pemanfaatan energi panas dalam
kehidupan sehari-hari.
2. Dengan dipandu guru, siswa menerangkan cara menghasilkan energi panas,
misalnya menggosokkan dua telapak tangan.
3. Dengan dipandu guru, siswa menyebutkan bukti bahwa energi ada, dapat
dirasakan, tetapi tidak dapat dilihat.
Kegiatan Akhir
Guru menyimpulkan dengan cara menjelaskan bahwa energi ada, dapat dirasakan, tetapi
tidak dapat dilihat.
Pertemuan Ke-3
Kegiatan Awal
1. Guru mengingatkan kembali materi yang telah dipelajari pada pertemuan
sebelumnya.
2. Dengan dipandu guru, siswa mendeskripsikan pengertian energi gerak dan energi
bunyi.
Kegiatan Inti
1. Dengan dipandu guru, siswa menyebutkan berbagai macam gerak benda.
2. Dengan dibimbing guru, siswa melakukan percobaan untuk menunjukkan adanya
energi gerak, misalnya kincir angin berputar jika ditiup angin.
3. Dengan dipandu guru, siswa menyebutkan berbagai macam sumber energy bunyi.
4. Dengan dibimbing guru, siswa melakukan percobaan untuk menunjukkan adanya
energi bunyi, misalnya memetik gitar.
Kegiatan Akhir
Guru menyimpulkan dengan cara menjelaskan pengertian energi gerak dan energi bunyi
serta kegunaannya dalam kehidupan sehari-hari.
Pertemuan Ke-4
Kegiatan Awal

86
1. Guru mengingatkan kembali materi yang telah dipelajari pada pertemuan
sebelumnya.
2. Dengan dipandu guru, siswa menyebutkan alat rumah tangga yang menggunakan
energi listrik dan energi kimia.
Kegiatan Inti
1. Membuktikan bahwa energi itu ada, tidak dapat dilihat, tetapi dapat dirasakan.
2. Dengan dipandu guru, siswa menyebutkan pengertian energi listrik dan energi
kimia.
3. Dengan dipandu guru, siswa menyebutkan kegunaan energi listrik dan energy
kimia dalam kehidupan sehari-hari.
Kegiatan Akhir
Guru menyimpulkan dengan cara menjelaskan pengertian energi listrik dan energi kimia
serta kegunaannya.
Pertemuan Ke-5
Kegiatan Awal
1. Guru mengingatkan kembali materi yang telah dipelajari pada pertemuan
sebelumnya.
2. Dengan dipandu guru, siswa menyebutkan berbagai sumber energi, misalnya
makanan, minyak tanah, kayu bakar, baterai, listrik, sinar matahari, air, dan angin.
Kegiatan Inti
1. Dengan dipandu guru, siswa menyebutkan kegunaan makanan bagi tubuh.
2. Dengan dipandu guru, siswa menyebutkan kegunaan minyak tanah sebagai sumber
energi.
3. Dengan dipandu guru, siswa menyebutkan kegunaan kayu bakar sebagai sumber
energi.
4. Dengan dipandu guru, siswa mendeskripsikan baterai sebagai sumber energi.
5. Dengan dipandu guru, siswa menyebutkan kegunaan baterai dalam kehidupan
sehari-hari.
6. Dengan dipandu guru, siswa mendeskripsikan listrik sebagai sumber energi.
7. Dengan dipandu guru, siswa menyebutkan kegunaan listrik dalam kehidupan
sehari-hari.
Kegiatan Akhir
Guru menyimpulkan dengan cara menjelaskan kegunaan makanan, minyak tanah, kayu
bakar, baterai, dan listrik dalam kehidupan sehari-hari.
Pertemuan Ke-6
Kegiatan Awal
1. Guru mengingatkan kembali materi yang telah dipelajari pada pertemuan
sebelumnya.
2. Dengan dipandu guru, siswa menyebutkan kegunaan matahari, air, dan angin
sebagai sumber energi.
Kegiatan Inti
1. Dengan dipandu guru, siswa mendeskripsikan matahari, air, dan angin sebagai
sumber energi
2. Dengan dipandu guru, siswa menyebutkan kegunaan matahari, air, dan angin
sebagai sumber energi dalam kehidupan sehari-hari.
Kegiatan Akhir
Guru menyimpulkan dengan cara menjelaskan kegunaan matahari, air, dan angin
sebagai sumber energi.

87
V. Alat/Bahan/Sumber Belajar
• Buku IPA 3B
• Charta berbagai macam sumber energi
• Charta berbagai macam penggunaan energi
• Saputangan
• Air
• Kincir angin
• Alat-alat tulis

VI. Penilaian
• Keaktifan dalam menjawab pertanyaan, sikap, dan tingkah laku.
• Mengerjakan tugas

Mengetahui Dilaksanakan, ..........................


Kepala Sekolah, Guru Kelas,

(_______________________) (_______________________)
NIP. ......................................... NIP. .........................................

88
Lampiran 2
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (Kelas Empat)

Mata Pelajaran : Ilmu Pengetahuan Alam


Kelas/Semester : IV/2
Alokasi Waktu : 12 jam pelajaran
Standar Kompetensi : 8. Memahami berbagai bentuk energi dan cara
penggunaannya dalam kehidupan sehari-hari
Kompetensi Dasar : 8.1 Mendeskripsikan energi panas dan bunyi yang terdapat
di lingkungan sekitar serta sifat-sifatnya
Indikator : 1. Menyebutkan sumber-sumber energi panas, misalnya
gesekan benda dan matahari
2. Mendemonstrasikan adanya perpindahan panas
3. Menyebutkan sumber-sumber bunyi yang terdapat di
lingkungan sekitar
4. Menyimpulkan bahwa bunyi dihasilkan oleh benda yang
bergetar
5. Membedakan perambatan bunyi pada benda padat, cair,
dan gas

I. Tujuan Pembelajaran
Setelah mempelajari bab ini, diharapkan siswa mampu
1. menyebutkan sumber-sumber energi panas, misalnya gesekan benda dan
matahari;
2. mendemonstrasikan adanya perpindahan panas;
3. menyebutkan sumber-sumber bunyi yang terdapat di lingkungan sekitar;
4. menyimpulkan bahwa bunyi dihasilkan oleh benda yang bergetar;
5. membedakan perambatan bunyi pada benda padat, cair, dan gas.

II. Materi Pembelajaran


Energi panas dan energi bunyi

III. Metode Pembelajaran


Informasi, pemberian tugas, demonstrasi, dan kegiatan laboratorium

IV. Langkah-Langkah Pembelajaran


Pertemuan Ke-1
Kegiataan Awal
1. Dengan dipandu guru, siswa mendeskripsikan pengertian energi panas dan energi
bunyi.
2. Dengan dipandu guru, siswa menyebutkan sumber energi panas dan energy bunyi
yang ada dalam kehidupan sehari-hari.
Kegiatan Inti
1. Dengan dipandu guru, siswa menyebutkan perpindahan panas.
2. Dengan dipandu guru, siswa mendeskripsikan pengertian perpindahan panas secara
konduksi.
3. Dengan dibimbing guru, siswa melakukan Kegiatan 10.1 untuk membuktikan
adanya perpindahan panas secara konduksi.

89
4. Dengan dipandu guru, siswa menyebutkan manfaat perpindahan panas secara
konduksi yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari.
Kegiatan Akhir
Guru menyimpulkan dengan cara menjelaskan perpindahan panas secara konduksi dan
manfaat perpindahan panas bagi kesejahteraan manusia.
Pertemuan Ke-2
Kegiatan Awal
1. Guru mengingatkan kembali materi yang telah dipelajari pada pertemuan
sebelumnya.
2. Dengan dipandu guru, siswa mendeskripsikan pengertian perpindahan panas secara
konveksi.
Kegiatan Inti
1. Dengan dibimbing guru, siswa melakukan Kegiatan 10.2 untuk membuktikan
adanya perpindahan panas secara konveksi.
2. Dengan dipandu guru, siswa menyebutkan perpindahan panas secara konveksi yang
terjadi dalam kehidupan sehari-hari.
Kegiatan Akhir
Guru menyimpulkan dengan cara menjelaskan perpindahan panas secara konveksi dan
manfaatnya dalam kehidupan sehari-hari.
Pertemuan Ke-3
Kegiatan Awal
1. Guru mengingatkan kembali materi yang telah dipelajari pada pertemuan
sebelumnya.
2. Dengan dipandu guru, siswa mendeskripsikan pengertian perpindahan panas secara
radiasi.
Kegiatan Inti
1. Dengan dipandu guru, siswa menyebutkan perpindahan panas secara radiasi yang
terjadi dalam kehidupan sehari-hari.
2. Dengan dipandu guru, siswa menyebutkan manfaat perpindahan panas secara
radiasi bagi kesejahteraan kehidupan manusia.
Kegiatan Akhir
Guru menyimpulkan dengan cara menjelaskan perpindahan panas secara radiasi dan
manfaat perpindahan panas bagi kesejahteraan manusia.
Pertemuan Ke-4
Kegiatan Awal
1. Guru mengingatkan kembali materi yang telah dipelajari pada pertemuan
sebelumnya.
2. Dengan dipandu guru, siswa mendeskripsikan pengertian energi bunyi.
Kegiatan Inti
1. Dengan dibimbing guru, siswa melakukan Kegiatan 10.3 untuk mengetahui benda
yang menghasilkan bunyi.
2. Dengan dipandu guru, siswa menyebutkan benda yang dapat menghasilkan bunyi.
Kegiatan Akhir
Guru menyimpulkan dengan cara menjelaskan keadaan benda yang sedang
menghasilkan bunyi.
Pertemuan Ke-5
Kegiatan Awal

90
1. Guru mengingatkan kembali materi yang telah dipelajari pada pertemuan
sebelumnya.
2. Dengan dipandu guru, siswa mendeskripsikan cara perambatan bunyi melalui
benda padat.
Kegiatan Inti
1. Dengan dibimbing guru, siswa melakukan Kegiatan untuk membuktikan adanya
perambatan bunyi melalui benda padat.
2. Dengan dipandu guru, siswa menyebutkan manfaat perambatan bunyi melalui
benda padat.
3. Dengan dibimbing guru, siswa melakukan Kegiatan untuk membuat alat yang
memanfaatkan perambatan bunyi melalui benda padat.
Kegiatan Akhir
Guru menyimpulkan dengan cara menjelaskan perpindahan bunyi melalui benda padat
dan manfaatnya dalam kehidupan sehari-hari.
Pertemuan Ke-6
Kegiatan Awal
1. Guru mengingatkan kembali materi yang telah dipelajari pada pertemuan
sebelumnya.
2. Dengan dipandu guru, siswa mendeskripsikan cara perambatan bunyi melalui
benda cair dan gas.
Kegiatan Inti
1. Dengan dibimbing guru, siswa melakukan Kegiatan untuk membuktikan adanya
perambatan bunyi melalui benda cair.
2. Dengan dipandu guru, siswa menyebutkan manfaat perambatan bunyi melalui
benda cair.
3. Dengan dipandu guru, siswa menyebutkan hal-hal yang membuktikan bahwa bunyi
merambat melalui gas.
4. Dengan dipandu guru, siswa menyebutkan manfaat perambatan bunyi melalui gas.
Kegiatan Akhir
Guru menyimpulkan dengan cara menjelaskan perpindahan bunyi melalui benda cair
dan gas serta manfaatnya dalam kehidupan sehari-hari.

V. Alat/Bahan/Sumber Belajar
• Buku IPA 4B
• Air panas
• Sendok logam
• Sumpit
• Biji jagung
• Margarin
• Gelas
• Kaki tiga
• Pemanas
• Karet gelang
• Kotak kosong

VI. Penilaian
• Keaktifan dalam menjawab pertanyaan, sikap, dan tingkah laku
• Mengerjakan soal latihan

91
Mengetahui Dilaksanakan, .........................
Kepala Sekolah Guru Kelas,

(__________________) (__________________)
NIP. ............................. NIP. .............................

92
Lampiran 3
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (Kelas Lima)

Mata Pelajaran : Ilmu Pengetahuan Alam


Kelas/Semester : V/2
Alokasi Waktu : 12 jam pelajaran
Standar Kompetensi : 5. Memahami hubungan antara gaya, gerak, dan energi, serta
fungsinya
Kompetensi Dasar : 5.1 Mendeskripsikan hubungan antara gaya, gerak, dan energi
melalui percobaan (gaya gravitasi, gaya gesekan, dan gaya
magnet)
Indikator : 1. Mengelompokkan benda-benda yang bersifat magnetis dan
yang tidak magnetis
2. Menunjukkan kekuatan gaya magnet dalam menembus
beberapa benda melalui percobaan
3. Memberi contoh penggunaan gaya magnet dalam
kehidupan sehari-hari
4. Membuat magnet
5. Membandingkan kecepatan jatuh dua benda (yang berbeda
berat, bentuk, dan ukuran) dari ketinggian tertentu
6. Menyimpulkan bahwa gaya gravitasi menyebabkan benda
bergerak ke bawah
7. Memprediksi seandainya tidak ada gaya gravitasi bumi
8. Membandingkan gerak benda pada permukaan yang
berbeda-beda (kasar, halus)
9. Menjelaskan berbagai cara memperkecil atau memperbesar
gaya gesekan
10. Menjelaskan manfaat dan kerugian yang ditimbulkan oleh
gaya gesekan dalam kehidupan sehari-hari

I. Tujuan Pembelajaran
Setelah mempelajari bab ini, diharapkan siswa mampu
1. mengelompokkan benda-benda yang bersifat magnetis dan yang tidak magnetis;
2. menunjukkan kekuatan gaya magnet dalam menembus beberapa benda melalui
percobaan;
3. memberi contoh penggunaan gaya magnet dalam kehidupan sehari-hari;
4. membuat magnet;
5. membandingkan kecepatan jatuh dua benda (yang berbeda berat, bentuk, dan
ukuran) dari ketinggian tertentu;
6. menyimpulkan bahwa gaya gravitasi menyebabkan benda bergerak ke bawah;
7. memprediksi seandainya tidak ada gaya gravitasi bumi;
8. membandingkan gerak benda pada permukaan yang berbeda-beda (kasar, halus);
9. menjelaskan berbagai cara memperkecil atau memperbesar gaya gesekan;
10. menjelaskan manfaat dan kerugian yang ditimbulkan oleh gaya gesekan dalam
kehidupan sehari-hari.

93
II. Materi Pembelajaran
Gaya

III. Metode Pembelajaran


Informasi, pemberian tugas, demonstrasi, dan kegiatan laboratorium

IV. Langkah-Langkah Pembelajaran


Pertemuan Ke-1
Kegiatan Awal
1. Dengan dipandu guru, siswa mendeskripsikan pengertian magnet.
2. Guru menyiapkan alat-alat untuk melakukan Kegiatan dan Kegiatan
Kegiatan Inti
1. Dengan dibimbing guru, siswa melakukan Kegiatan untuk mengelompokkan benda
yang bersifat magnetis dan benda yang bersifat tidak magnetis.
2. Dengan dipandu guru, siswa mendeskripsikan pengertian benda yang bersifat
magnetis dan benda yang bersifat tidak magnetis.
3. Dengan dipandu guru, siswa mendeskripsikan pengertian gaya magnet.
4. Dengan dibimbing guru, siswa melakukan Kegiatan untuk menunjukkan kekuatan
gaya magnet.
5. Dengan dipandu guru, siswa menyebutkan macam-macam bentuk magnet.
Kegiatan Akhir
Guru menyimpulkan dengan cara menjelaskan benda yang bersifat magnetis dan benda
yang bersifat tidak magnetis, gaya magnet, serta berbagai macam bentuk magnet.
Pertemuan Ke-2
Kegiatan Awal
1. Guru mengingatkan kembali materi yang telah dipelajari pada pertemuan
sebelumnya.
2. Dengan dipandu guru, siswa mendeskripsikan pengertian kutub magnet.
Kegiatan Inti
1. Dengan dibimbing guru, siswa melakukan Kegiatan untuk menentukan kutub
magnet, yaitu bagian magnet yang paling kuat menarik serbuk besi.
2. Dengan dibimbing guru, siswa melakukan Kegiatan untuk menunjukkan jenis kutub
magnet.
3. Dengan dibimbing guru, siswa melakukan Kegiatan untuk menunjukkan sifat-sifat
kutub senama dan tidak senama jika didekatkan.
Kegiatan Akhir
Guru menyimpulkan dengan cara menjelaskan pengertian kutub magnet dan sifat-
sifatnya.
Pertemuan Ke-3
Kegiatan Awal
1. Guru mengingatkan kembali materi yang telah dipelajari pada pertemuan
sebelumnya.
2. Dengan dipandu guru, siswa mendeskripsikan pengertian medan magnet.
Kegiatan Inti
1. Dengan dibimbing guru, siswa melakukan Kegiatan untuk mengetahui medan
magnet.
2. Dengan dipandu guru, siswa mendeskripsikan pengertian garis gaya magnet.
Kegiatan Akhir

94
Guru menyimpulkan dengan cara menjelaskan pengertian medan magnet dan garis gaya
magnet.
Pertemuan Ke-4
Kegiatan Awal
1. Guru mengingatkan kembali materi yang telah dipelajari pada pertemuan
sebelumnya.
2. Dengan dipandu guru, siswa menyebutkan jenis magnet berdasarkan asalnya.
Kegiatan Inti
1. Dengan dipandu guru, siswa menyebutkan perbedaan magnet alam dan magnet
buatan.
2. Dengan dibimbing guru, siswa melakukan Kegiatan untuk mengetahui cara
membuat magnet dengan cara gosokan.
3. Dengan dibimbing guru, siswa melakukan Kegiatan untuk mengetahui cara
membuat magnet dengan cara induksi.
4. Dengan dibimbing guru, siswa melakukan Kegiatan untuk mengetahui cara
membuat magnet dengan cara elektromagnet.
5. Dengan dipandu guru, siswa menyebutkan kegunaan magnet.
Kegiatan Akhir
Guru menyimpulkan dengan cara menjelaskan cara membuat magnet dan kegunaannya.
Pertemuan Ke-5
Kegiatan Awal
1. Guru mengingatkan kembali materi yang telah dipelajari pada pertemuan
sebelumnya.
2. Dengan dipandu guru, siswa mendeskripsikan pengertian gaya gravitasi.
Kegiatan Inti
1. Dengan dibimbing guru, siswa melakukan Kegiatan untuk mengetahui pengaruh
gaya gravitasi terhadap gerak jatuh benda-benda.
2. Dengan dipandu guru, siswa menyebutkan pengaruh gaya gravitasi terhadap gerak
benda.
Kegiatan Akhir
Guru menyimpulkan dengan cara menjelaskan pengaruh gaya gravitasi terhadap gerak
benda.
Pertemuan Ke-6
Kegiatan Awal
1. Guru mengingatkan kembali materi yang telah dipelajari pada pertemuan
sebelumnya.
2. Dengan dipandu guru, siswa mendeskripsikan pengertian gaya gesekan.
Kegiatan Inti
1. Dengan dibimbing guru, siswa melakukan Kegiatan untuk mengetahui pengaruh
gaya gesekan terhadap gerak benda.
2. Dengan dibimbing guru, siswa melakukan Kegiatan untuk mengetahui cara
memperbesar dan memperkecil gaya gesekan.
3. Dengan dipandu guru, siswa menyebutkan manfaat dan kerugian gaya gesekan.
Kegiatan Akhir
Guru menyimpulkan dengan cara menjelaskan pengertian gaya gesekan, cara
memperbesar dan memperkecil, manfaat, serta kerugiannya.

95
V. Alat/Bahan/Sumber Belajar
• Buku IPA 5B
• Magnet
• Paku
• Jarum
• Peniti
• Pensil
• Saputangan
• Karet gelang
• Uang logam
• Kertas
• Kaca
• Plastik
• Serbuk besi
• Kompas
• Tali
• Statif
• Penggaris
• Charta bentuk magnet dan kegunaan magnet
• Charta manfaat gaya gravitasi
• Charta manfaat dan kerugian gaya gesekan
• Alat-alat tulis

VI. Penilaian
• Keaktifan dalam menjawab pertanyaan, sikap, dan tingkah laku.
• Mengerjakan tugas

Mengetahui Dilaksanakan, .........................


Kepala Sekolah, Guru Kelas,

(__________________) (__________________)
NIP. ............................. NIP. .............................

96
Lampiran 4
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (Kelas Enam)

Mata Pelajaran : Ilmu Pengetahuan Alam


Kelas/Semester : VI/2
Alokasi Waktu : 12 jam pelajaran
Standar Kompetensi : 7. Mempraktikkan pola penggunaan dan perpindahan energi
Kompetensi Dasar : 7.2 Menyajikan informasi tentang perpindahan dan perubahan
energi listrik
Indikator : 1. Membandingkan peristiwa radiasi, konduksi, dan konveksi
berdasarkan percobaan
2. Mencari contoh penerapan radiasi, konduksi, dan konveksi
dalam kehidupan sehari-hari
3. Menunjukkan cara menghasilkan energi listrik
4. Menunjukkan gejala kelistrikan, misalnya pengaruh
menggosok benda
5. Membuat rangkaian listrik sederhana dengan berbagai
variasi
6. Menunjukkan berbagai bentuk perubahan energi, misalnya
energi listrik menjadi energi gerak, bunyi, dan panas
7. Mencari contoh alat rumah tangga yang memanfaatkan
perubahan energi listrik

I. Tujuan Pembelajaran
Setelah mempelajari bab ini, diharapkan siswa mampu
1. membandingkan peristiwa radiasi, konduksi, dan konveksi berdasarkan percobaan;
2. mencari contoh penerapan radiasi, konduksi, dan konveksi dalam kehidupan sehari-
hari;
3. menunjukkan gejala kelistrikan, misalnya pengaruh menggosok benda;
4. mengidentifikasi berbagai sumber energi listrik;
5. membuat rangkaian listrik sederhana dengan berbagai variasi;
6. menunjukkan berbagai bentuk perubahan energi, misalnya energi listrik menjadi
energi gerak, bunyi, dan panas;
7. mencari contoh alat rumah tangga yang memanfaatkan perubahan energy listrik.

II. Materi Pembelajaran


Perpindahan energi panas dan listrik

III. Metode Pembelajaran


Informasi, pemberian tugas, demonstrasi, dan kegiatan laboratorium

IV. Langkah-Langkah Pembelajaran


Pertemuan Ke-1
Kegiatan Awal
1. Dengan dipandu guru, siswa menyebutkan sumber energi panas yang ada di sekitar.
2. Guru menyediakan charta perpindahan panas secara konduksi, konveksi, dan
radiasi.
Kegiatan Inti

97
1. Dengan dipandu guru, siswa menyebutkan perpindahan panas secara konduksi
yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari.
2. Dengan dipandu guru, siswa menyebutkan perpindahan panas secara konveksi yang
terjadi dalam kehidupan sehari-hari.
3. Dengan dipandu guru, siswa menyebutkan perpindahan panas secara radiasi yang
terjadi dalam kehidupan sehari-hari.
Kegiatan Akhir
Guru menyimpulkan dengan cara menjelaskan penerapan konduksi, konveksi, dan
radiasi dalam kehidupan sehari-hari.
Pertemuan Ke-2
Kegiatan Awal
1. Guru mengingatkan kembali materi yang telah dipelajari pada pertemuan
sebelumnya.
2. Dengan dipandu guru, siswa mendeskripsikan pengertian energi listrik.
Kegiatan Inti
1. Dengan dibimbing guru, siswa melakukan Kegiatan untuk mengetahui cara
membangkitkan energi listrik.
2. Dengan dipandu guru, siswa menyebutkan perbedaan benda yang bermuatan listrik
dengan benda yang tidak bermuatan listrik.
3. Dengan dipandu guru, siswa mendeskripsikan pengertian listrik statis.
Kegiatan Akhir
Guru menyimpulkan dengan cara menjelaskan pengertian energi listrik dan cara
membangkitkannya.
Pertemuan Ke-3
Kegiatan Awal
1. Guru mengingatkan kembali materi yang telah dipelajari pada pertemuan
sebelumnya.
2. Guru menyediakan charta berbagai sumber energi listrik.
Kegiatan Inti
1. Dengan dipandu guru, siswa menyebutkan sumber energi listrik, antara lain baterai,
aki, dinamo sepeda, dan generator.
2. Dengan dipandu guru, siswa menyebutkan bagian-bagian baterai sehingga dapat
menghasilkan arus listrik.
3. Dengan dipandu guru, siswa menyebutkan bagian-bagian aki sehingga dapat
menghasilkan arus listrik.
4. Dengan dipandu guru, siswa menyebutkan bagian-bagian dinamo sepeda sehingga
dapat menghasil arus listrik.
5. Dengan dipandu guru, siswa menyebutkan bagian-bagian generator sehingga dapat
menghasilkan arus listrik.
Kegiatan Akhir
Guru menyimpulkan dengan cara menjelaskan cara kerja berbagai sumber arus listrik.
Pertemuan Ke-5
Kegiatan Awal
1. Guru mengingatkan kembali materi yang telah dipelajari pada pertemuan
sebelumnya.
2. Guru menyediakan charta rangkaian listrik.
Kegiatan Inti
1. Dengan dipandu guru, siswa menyebutkan berbagai macam rangkaian listrik.

98
2. Dengan dibimbing guru, siswa melakukan Kegiatan agar dapat membedakan
rangkaian terbuka dan rangkain tertutup.
3. Dengan dibimbing guru, siswa melakukan Kegiatan agar dapat membedakan
rangkaian paralel, rangkaian seri, dan rangkaian campuran.
4. Dengan dipandu guru, siswa menyebutkan kelebihan dan kekurangan rangkaian
seri, rangkaian paralel, dan rangkaian campuran.
Kegiatan Akhir
Guru menyimpulkan dengan cara menjelaskan perbendaan antara rangkaian terbuka dan
rangkaian tertutup serta rangkaian seri, paralel, dan campuran.
Pertemuan Ke-6
Kegiatan Awal
1. Guru mengingatkan kembali materi yang telah dipelajari pada pertemuan
sebelumnya.
2. Guru menyediakan alat dan bahan untuk melakukan Kegiatan
Kegiatan Inti
1. Dengan dibimbing guru, siswa melakukan Kegiatan untuk mengelompokkan bahan
sebagai isolator atau konduktor listrik.
2. Dengan dipandu guru, siswa menyebutkan kegunaan konduktor dan isolator dalam
kehidupan sehari-hari.
Kegiatan Akhir
Guru menyimpulkan dengan cara menjelaskan kegunaan bahan konduktor dan isolator
listrik.
Pertemuan Ke-7
Kegiatan Awal
1. Guru mengingatkan kembali materi yang telah dipelajari pada pertemuan
sebelumnya.
2. Guru menyediakan charta berbagai alat yang menggunakan energi listrik.
Kegiatan Inti
1. Dengan dipandu guru, siswa menyebutkan alat yang menggunakan energy listrik.
2. Dengan dipandu guru, siswa menyebutkan perubahan energi listrik menjadi energi
bentuk lain sebagai akibat penggunaan alat yang menggunakan energy listrik.
3. Dengan dipandu guru, siswa menyebutkan istilah-istilah yang sering digunakan
pada saat menggunakan peralatan listrik.
4. Dengan dipandu guru, siswa mendeskripsikan pengertian istilah yang sering
digunakan ketika menggunakan peralatan listrik.
Kegiatan Akhir
Guru menyimpulkan dengan cara menjelaskan perubahan energi yang disebabkan oleh
penggunaan energi listrik.

V. Alat/Bahan/Sumber Belajar
• Buku IPA 6B
• Charta perambatan panas
• Charta rangkaian listrik
• Penggaris plastik
• potongan-potongan kertas kecil
• Kain
• Bohlam
• Baterai

99
• Alat-alat tulis

VI. Penilaian
• Keaktifan dalam menjawab pertanyaan, sikap, dan tingkah laku.
• Mengerjakan tugas

Mengetahui Dilaksanakan, .........................


Kepala Sekolah, Guru Kelas,

(__________________) (__________________)
NIP. ............................. NIP. .............................

100

You might also like