You are on page 1of 13

kisah Nabi Musa

15. Musa AS

Nabi Musa AS diutus untuk berdakwah di negeri Mesir, dan mengajak Bani Israil
menyembah Allah SWT. Musa dan Harun adalah keturunan ke-4 dari Nabi Ya'qub AS
yang tinggal di Mesir sejak Nabi Yusuf berkuasa disana.

Mesir saat itu dikuasai oleh Fir'aun. Penduduknya terdiri dari 2 bangsa, yaitu penduduk
asli Mesir yang disebut sebagai orang Qubti, dan orang Israil, yaitu keturunan Nabi
Ya'qub AS.
Kebanyakan orang Qubti menduduki jabatan-jabatan tinggi, sedang orang Israil hanya
berkedudukan rendah, seperti buruh, pelayan dan pesuruh.

Firaun memerintah dengan tangan besi. Ia diktator bengis yang tidak berperi
kemanusiaan. Mabuk dan rakus kekuasaan, sampai-sampai ia berani menyebut dirinya
sebagai Tuhan.
Kekejaman Fir'aun membunuh bayi laki-laki

Suatu ketika, Fir'aun bermimpi, yang oleh dukun peramalnya mimpi itu diartikan dengan
akan lahirnya seorang bayi laki-laki dari Bani Israil yang akan merampas kekuasaan raja.
Seketika itu Fir'aun menginstruksikan seluruh pasukannya untuk membunuh setiap bayi
laki-laki yang lahir.

Ibu Musa, Yukabad, istri Imron bin Qahat bin Lewi bin Ya'qub AS, merasa sangat
gelisah karena begitu ketatnya penyelidikan para petugas. Suatu ketika ibu Musa
mendapat petunjuk melalui mimpinya agar anaknya yang berusia 3 bulan dimasukkan ke
dalam kotak lalu dihanyutkan ke sungai Nil. Allah SWT menjamin bahwa bayinya pasti
akan selamat, bahkan Yukabad kelak tetap akan dapat merawatnya.

Isyarat itu dilaksanakan dengan penuh ketabahan dan tawakal. Kakak Musa
diperintahkan untuk mengikuti kemana peti itu hanyut dan di tangan siapakah Musa nanti
ditemukan. Kotak yang berisi bayi itu tiba-tiba tersangkut di pohon dan berhenti di
belakang rumah Fir'aun. Puteri Fir'aun menemukan peti tsb, dan ia adalah seorang yang
berpenyakit belang. Ketika menyentuh Musa, mendadak penyakitnya sembuh. Dengan
perasaan gembira ia membawa peti itu kepada Asiah, istri Fir'aun, dan memberitahu apa
yang telah terjadi. Asiah mengambil bayi itu dan berniat untuk memeliharanya.

Asiah adalah seorang yang beriman kepada Allah SWT. Namun lantaran takut oleh
kekejaman Fir'aun, ia menyembunyikan keimanannya. Ketika itu Fir'aun mendengar
adanya wanita cantik bernama Asiah, dan ia pun menikahinya. Namun tatkala ia hendak
menggauli istrinya itu, seluruh badannya tiba-tiba menjadi kaku sehingga ia pun tidak
bisa mendekatinya, hanya bisa memandangnya.

Fir'aun merasa curiga terhadap bayi yang ditemukan istrinya, tetapi Asiah tetap bersikeras
untuk memeliharanya karena ia sudah lama mendambakan anak. Bayi itu oleh Asiah
diberi nama Musa, yang artinya air dan pohon (mu = air, sa = pohon).
di antara sejumlah inang pengasuh pilihan Asiah, bayi Musa hanya mau menyusu pada
Yukabad, sehingga Asiah akhirnya menerima Yukabad sebagai inang pengasuh Musa.
Dengan demikian janji Allah SWT bahwa Yukabad tetap akan mendapatkan kembali
bayinya terpenuhi.
Kisah ini dapat ditemui dalam surat Al-Qasas: 4-13.
Musa meninggalkan Mesir

Setelah selesai masa penyusuan bersama ibunya, Musa dikembalikan lagi ke istana
Fir'aun. Ia dipelihara sebagaimana anak-anak raja yang lain. Berpakaian seperti Fir'aun,
mengendarai kendaraan Fir'aun, sehingga ia dikenal sebagai Pangeran Musa bin Fir'aun.

Walaupun dididik dalam tradisi istana, sejak kecil Musa memahami bahwa ia bukan anak
Fir'aun melainkan keturunan Bani Israil yang tertindas. Karena prihatin terhadap nasib
rakyat yang dianiaya oleh keluarga raja dan para pembesar kerajaan, Musa bertekad
untuk membela kaumnya yang lemah.

Suatu saat tindakan Musa membela seorang anggota kaumnya yang berkelahi melawan
seorang dari golongan Fir'aun menyebabkan yang terakhir ini tewas. Seorang saksi yang
melihat kejadian itu lalu melaporkan pada Fir'aun. Mengetahui bahwa Musa membela
orang Israil, Fir'aun segera memerintahkan orang untuk menangkap Musa. Akhirnya
Musa melarikan diri dan memutuskan untuk meninggalkan Mesir. Ia bertaubat dan
memohon ampun kepada Allah. Saat itu ia berusia 18 tahun.
Kisah ini terdapat dalam surat Al-Qasas: 14-21.

Musa pergi ke Madyan, kota tempat tinggal Nabi Syu'aib AS. Dari Mesir ke Madyan
harus ditempuh berjalan kaki selama 8 hari. Karena kelelahan dan merasa lapar, Musa
beristirahat di bawah pepohonan. Tak jauh dari tempatnya beristirahat, ia melihat dua
orang gadis berusaha berebut untuk mendapatkan air di sumur guna memberi minum
ternak yang mereka gembalakan. Kedua gadis itu berebutan dengan sekelompok pria-pria
kasar yang tampak tidak mau mengalah.
Melihat itu, Musa segera bergerak menolong kedua gadis tsb. Laki-laki kasar tadi
mencoba melawan Musa, tapi Musa dapat mengalahkan mereka.
Musa menikah

Kedua gadis ini tak lain adalah putri-putri Nabi Syu'aib AS. Mereka lalu melaporkan
kejadian yang telah dialami bersama Musa kepada ayah mereka. Syu'aib lalu menyuruh
kedua putrinya untuk mengundang Musa datang ke rumah mereka.

Musa memenuhi undangan itu. Keluarga Syu'aib sangat senang melihat Musa. Sikapnya
sopan dan tampak sekali ia seorang pemuda bermartabat dari kalangan bangsawan.
Kepada Syu'aib, Musa menceritakan peristiwa pembunuhan yang telah dilakukannya,
yang menyebabkan ia terusir dari Mesir. Syu'aib menyarankan agar ia tetap tinggal di
rumahnya agar terhindar dari kejaran orang-orang Fir'aun.
Syu'aib bermaksud menikahkan Musa dengan salah seorang putrinya. Sebagai syarat mas
kawin, Musa diminta bekerja menggembalakan ternak-ternak milik Nabi Syu'aib selama
8 tahun. Musa menyanggupi syarat tsb, bahkan ia menggenapkan masa kerjanya menjadi
10 tahun. Ia menjalani pekerjaannya dengan sabar. Selama itu, nampaklah oleh keluarga
Syu'aib bahwa Musa adalah pemuda yang kuat, perkasa, jujur dan dapat diandalkan. Tak
salah jika Nabi Syu'aib mengambilnya sebagai menantu.
Musa sangat bahagia hidup bersama istrinya. Nabi Syu'aib juga lega karena anaknya
mendapat pelindung yang dapat dipercaya.

Kisah tentang hal ini terdapat dalam surat Al-Qasas: 22-28.


Musa kembali ke Mesir

Sepuluh tahun setelah meninggalkan Mesir, Musa berniat kembali ke sana bersama
istrinya. Musa sadar, tidak mustahil bahwa orang-orang Mesir masih akan mencarinya,
oleh sebab itu ia dan istrinya tidak berani melalui jalan biasa melainkan memilih jalan
memutar.

Sampai suatu malam, mereka tersesat tak tahu arah mana yang harus ditempuh untuk
meneruskan perjalanan ke Mesir. Saat itulah Musa melihat ada cahaya api terang
benderang di atas sebuah bukit. Musa berkata kepada istrinya, "Tunggu disini, aku akan
mengambil api itu untuk menerangi jalan kita."
Tatkala Musa menghampiri api tsb, tiba-tiba terdengar suara menyeru, "Hai Musa! Aku
ini adalah Tuhanmu, maka tanggalkanlah kedua terompahmu. Sesungguhnya kamu
berada di lembah suci Thuwa. Dan aku telah memilih kamu, maka dengarkanlah apa
yang akan diwahyukan kepadamu. Sesungguhnya Aku ini adalah Allah. Tiada Tuhan
selain Aku, maka sembahlah Aku, dan dirikanlah sholat untuk mengingat Aku."

Inilah wahyu pertama yang diterima langsung oleh Nabi Musa AS. Dengan diterimanya
wahyu ini, maka Musa telah diangkat sebagai Nabi dan Rasul. Sebagai rasul, Allah SWT
memberinya mukjizat berupa tongkat yang bisa berubah menjadi ular dan tangannya
yang dapat bersinar putih cemerlang setelah dikepitkan di ketiaknya.
Kisah ini dapat dilihat pada surat Tâhâ: 9-23.

Allah SWT memerintahkan Nabi Musa AS untuk berdakwah kepada Fir'aun. Musa masih
merasa takut karena dulu ia pernah membunuh orang Mesir, namun Allah menjanjikan
perlindungan untuknya, maka tentramlah hatinya. Untuk lebih memantapkan dakwahnya,
Musa memohon kepada Allah agar ia ditemani oleh Harun, saudaranya, karena Harun
amat cakap dalam berbicara dan berdebat. Permintaan Musa dikabulkan. Harun yang
masih berada di Mesir digerakkan hatinya oleh Allah sehingga ia berjalan menemui
Musa.

Hal tsb dinyatakan dalam surat Al-Qasas: 32-35 dan surat Tâhâ: 42-47.

Akhirnya bersama-sama Harun, Musa menghadap Fir'aun. Ia mengadakan dialog dengan


Fir'aun tentang Tuhan. Namun Fir'aun menanggapinya dengan sinis dan mengejek Musa
tak tahu diri. Dulu ia diasuh dan dibesarkan di istana Mesir, tapi kini ia malah berbalik
menentang Fir'aun. Musa menjawab bahwa semua itu terjadi disebabkan karena ulah
Fir'aun sendiri. Seandainya Fir'aun tidak memerintahkan membunuh bayi laki-laki, tidak
mungkin ia dihanyutkan di sungai Nil sampai akhirnya ditemukan dan diangkat anak oleh
istri Fir'aun. Musa tidak merasa berhutang budi pada Fir'aun.

Musa mengatakan bahwa sesungguhnya Fir'aun bukanlah Tuhan. Ada Tuhan lain yang
berhak disembah, Tuhan nenek moyang mereka, Tuhan seluruh alam semesta. Fir'aun
sangat murka dan meminta Musa untuk menunjukkan tanda-tanda kebesaran Tuhan.
Keberhasilan Musa melawan ahli-ahli sihir Fir'aun

Di depan masyarakat luas, Nabi Musa AS dapat menunjukkan mukjizatnya menghadapi


ahli-ahli sihir Fir'aun. Musa mempersilakan ahli-ahli sihir Fir'aun untuk
mempertunjukkan kebolehan mereka lebih dulu. Mereka lalu melemparkan tali dan
tongkat-tongkatnya. Tak lama kemudian tali-tali dan tongkat-tongkat itu berubah menjadi
ular yang ribuan ekor banyaknya. Fir'aun tertawa bangga menyaksikan kebolehan para
ahli sihirnya. Masyarakat yang hadir disana juga terkagum-kagum.

Dengan tenang Musa melemparkan tongkatnya, tongkat itu segera berubah menjadi ular
yang sangat besar dan langsung melahap ular-ular para ahli sihir Fir'aun. Dalam waktu
singkat, ular-ular itu habis ditelan oleh ular Nabi Musa.

Para ahli sihir itu terbelalak heran. Apa yang diperlihatkan Musa bukanlah seperti sihir
yang mereka pelajari dari syaitan. Sadar akan hal itu, para ahli sihir tsb berlutut kepada
Musa, dan menyatakan diri sebagai pengikut ajaran yang dibawanya. Mereka bertaubat
dan hanya akan menyembah Allah saja.
Kisah ini dijelaskan dalam surat Asy-Syu'arâ': 18-51

Fir'aun sangat murka melihat pembelotan para ahli sihir yang telah bertaubat itu. Ia
mengancam akan menyiksa mereka dengan siksaan yang sangat kejam, namun para ahli
sihir itu tetap memilih menjadi pengikut Musa. Akhirnya Fir'aun memerintahkan untuk
memotong tangan dan kaki mereka, serta menyalib mereka di batang pohon kurma.
Mereka pun menerimanya dengan sabar dan tetap beriman kepada Allah. Jumlah mereka
saat itu 70 orang.
Azab bagi Fir'aun dan pengikutnya

Kejengkelan Fir'aun memuncak setelah Nabi Musa AS memperoleh pengikut yang lebih
banyak. Fir'aun menjadi semakin kejam terhadap Bani Israil. Nabi Musa AS senantiasa
menyuruh kaumnya untuk bersabar menghadapi kesewenang-wenangan Fir'aun. Fir'aun
pun tak henti-hentinya mengejek dan menghina Musa.

Karena semakin lama tindakan Fir'aun makin merajalela, Nabi Musa AS berdoa kepada
Allah SWT agar Fir'aun dan pengikutnya diberi azab. Allah SWT mengabulkan doa
Musa. Kerajaan Fir'aun dilanda krisis keuangan. Selain itu wilayah Mesir dilanda
kemarau panjang. Banyak panen yang gagal, tanaman dan pepohonan banyak yang mati,
disusul badai topan yang merobohkan rumah-rumah mereka. Jutaan belalang berdatangan
menyerbu hewan dan perkebunan, juga kutu dan katak. Setelah kemarau, muncul banjir
besar. Akibat banjir itu kemudian juga muncul wabah penyakit. Anak laki-laki bangsa
Mesir mendadak mati, tak terkecuali anak-anak Fir'aun sendiri, termasuk putra mahkota.

Pengikut Fir'aun mendatangi Nabi Musa AS untuk memohon agar azab itu dicabut dari
mereka dengan janji mereka akan beriman. Namun ketika Allah SWT mengabulkan
permintaan itu, mereka ingkar terhadap janjinya.
Riwayat ini terdapat dalam surat Al-Mu'minûn: 26, Az-Zukhruf: 51-54, Yûnus: 88-89,
dan Al-A'râf: 130-135.
Peristiwa Laut Merah terbelah

Bani Israil yang makin menderita karena ulah Fir'aun dan pengikutnya meminta Nabi
Musa AS untuk membawa mereka keluar dari Mesir. Setelah mendapat wahyu dari Allah
agar mengajak kaumnya pergi meninggalkan Mesir, Musa lalu membawa kaumnya ke
Baitulmakdis. Mereka pergi secara diam-diam di malam hari. Ketika sampai di tepi Laut
Merah, mereka baru menyadari bahwa tentara Fir'aun mengejar mereka. Para pengikut
Musa sangat panik karena tidak bisa lari kemana pun. Saat itulah turun wahyu agar Musa
memukulkan tongkatnya ke laut. Laut pun membelah hingga terbentang jalan bagi Musa
dan pengikutnya untuk menyeberang. Fir'aun dan tentaranya mengejar rombongan itu,
namun ketika Musa dan pengikutnya telah sampai di tepi sementara Fir'aun dan
tentaranya masih di tengah laut, atas perintah Allah laut pun kembali menutup hingga
Fir'aun dan pasukannya tenggelam.

Di saat-saat terakhir menjelang kematiannya, Fir'aun sempat bertaubat dan menyatakan


diri beriman kepada Allah. Namun taubat menjelang ajal yang dilakukan oleh Fir'aun itu
sudah terlambat dan tidak lagi diterima oleh Allah, sehingga matilah ia dalam keadaan
tetap kafir.

Kisah tentang ini terdapat dalam surat Tâhâ: 77-79, Asy-Syu'arâ: 60-68, dan Yûnus: 90-
92.

Ternyata, mayat Fir'aun tetap utuh sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur'an surat
Yûnus: 92, sebagai tanda bagi umat yang kemudian. Ini telah terbukti dengan
diketemukannya mummi Fir'aun (Pharaoh) di Mesir pada abad ke-20 M.
Karunia bagi Bani Israil

Dalam perjalanan ke Mesir, Bani Israil sangat manja. Saat mereka haus, Musa
memukulkan tongkatnya ke batu. Dari batu tsb, memancarlah 12 mata air, sesuai dengan
jumlah suku (sibith) Bani Israil, sehingga masing-masing suku memiliki mata air sendiri.
Di Gurun Sinai yang panas terik, tak ada rumah untuk dihuni, tak ada pohon untuk
berteduh, maka Allah menaungi mereka dengan awan.
Ketika bekal makanan dan minuman mereka habis, mereka pun meminta Musa memohon
pada Allah SWT agar diberikan makanan dan minuman, maka Allah menurunkan kepada
mereka Manna dan Salwa. Manna adalah makanan yang turun dari udara seperti turunnya
embun, turun di atas batu dan daun pohon. Rasanya manis seperti madu. Sedang Salwa
adalah sejenis burung puyuh yang datang berbondong-bondong silih berganti sampai-
sampai hampir menutupi bumi lantaran banyaknya.
Mendapat karunia dan rezki yang demikian melimpahnya dari Allah, Bani Israil
bukannya bersyukur, malah mereka meminta makanan dari jenis yang lain lagi. Disinilah
mulai terlihat betapa Bani Israil itu sangat kufur terhadap nikmat Allah.

Berbagai tuntutan dan permintaan dari Bani Israil ini diceritakan dalam surat Al-A'râf:
160 dan Al-Baqarah: 61.
Turunnya kitab Taurat

Setelah persoalan dengan Fir'aun selesai, Nabi Musa AS memohon untuk diberikan kitab
suci sebagai pedoman. Allah SWT lalu memerintahkan Nabi Musa AS untuk berpuasa
selama 30 hari dan pergi berkhalwat ke Bukit Thur Al-Aiman atau Thursina. Sebelum
pergi, Musa meminta Harun menjadi wakilnya untuk mengurus kaumnya.

Setelah berpuasa selama 30 hari, Allah memerintahkannya berpuasa 10 hari lagi untuk
menggenapkan ibadahnya menjadi 40 hari. Setelah itu Allah berbicara kepadanya dengan
Kalam-Nya yang Azali, sehingga Musa pun memiliki keistimewaan yang tidak dimiliki
oleh manusia lain.

Dalam kesempatan bermunajat di Bukit Thursina ini, timbul kerinduan Musa untuk
bertemu Allah SWT. Ia pun meminta agar Allah SWT mengizinkan dirinya untuk melihat
Zat-Nya. Allah SWT mengatakan bahwa ia telah meminta sesuatu yang diluar
kesanggupannya. Allah SWT kemudian menyuruh Musa untuk melihat ke sebuah bukit.
Allah akan menampakkan wujudnya kepada bukit itu. Jika bukit itu tetap tegak berdiri,
maka Musa dapat melihat-Nya, namun jika bukit yang lebih besar darinya itu tak mampu
bertahan, maka lebih-lebih lagi dirinya. Ketika Musa mengarahkan pandangan ke bukit
tsb, seketika itu juga bukit itu hancur luluh. Melihat itu Musa merasa terkejut dan ngeri,
ia pun jatuh pingsan.

Setelah sadar, ia bertasbih dan bertahmid seraya memohon ampun kepada Allah SWT
atas kelancangannya. Selanjutnya, Allah SWT memberikan kitab Taurat sebagai kitab
suci yang berupa kepingan-kepingan batu. Di dalamnya tertulis pedoman hidup dan
penuntun beribadah kepada Allah SWT.

Kisah munajat Nabi Musa AS di Bukit Thursina ini diceritakan dalam surat Al-A'râf:
142-145.
Patung anak sapi

Sepeninggal Nabi Musa AS, Bani Israil dihasut oleh seorang munafik bernama Samiri.
Karena keyakinan tauhid mereka yang memang belum terlalu tebal, dengan mudah
mereka termakan hasutan Samiri. Bani Israil membuat patung anak sapi yang disembah
sebagai tuhan mereka.

Sebelum pergi ke bukit Thursina, Musa berkata kepada kaumnya bahwa ia akan
meninggalkan mereka tidak lebih dari 30 hari. Ketika Allah memerintahkannya untuk
menambah ibadahnya 10 hari lagi sehingga bertambah lama kepergiannya, maka mereka
menganggapnya telah melupakannya. Samiri mengatakan kepada Bani Israil bahwa
keterlambatan Musa ini disebabkan karena mereka telah membuat marah Tuhan dengan
mengambil perhiasan-perhiasan dari kuburan orang-orang Mesir. Maka untuk meminta
ampun kepada Tuhan dan agar Musa mau kembali pada mereka, mereka harus
melemparkan perhiasan-perhiasan tsb ke dalam api.

Mereka pun percaya dengan hasutan Samiri. Para wanita-wanita Bani Israil lalu
melemparkan perhiasan-perhiasan emas mereka ke dalam api. Dari emas yang terkumpul
itu Samiri lalu membuat patung anak sapi. Dengan teknik khusus, ia membuat angin bisa
masuk dan menimbulkan suara dari mulut patung itu sehingga seolah-olah patung itu
dapat berbicara. Kemudian Samiri menyuruh Bani Israil untuk menyembahnya.

Nabi Harun AS tidak berdaya menghadapi kaumnya yang kembali murtad itu. Ketika
Nabi Musa AS kembali, ia sangat marah dan bersedih hati melihat perilaku kaumnya.
Mula-mula ia pun marah kepada Harun yang dianggapnya tidak bisa menjaga kaumnya
dengan baik, namun setelah mendengar penjelasan dari Harun, ia pun tenang kembali. Ia
mengusir Samiri dan menjelaskan pada kaumnya tentang perbuatan mereka yang salah.
Sebagai hukuman, Samiri diberi kutukan oleh Allah, jika ia disentuh atau menyentuh
manusia, maka badannya akan menjadi panas demam. Itulah azab Samiri di dunia,
seumur hidupnya ia tidak bisa berhubungan dengan siapa pun.

Setelah Samiri pergi, Musa membakar patung anak sapi sembahan Bani Israil dan
membuang abunya ke laut. Allah SWT kemudian memerintahkan Musa AS agar
membawa sekelompok kaumnya untuk memohon ampun atas dosa mereka menyembah
patung anak sapi. Musa mengajak 70 orang terpilih dari Bani Israil ke Bukit Thursina.
Setelah mereka berpuasa menyucikan diri, muncullah awan tebal di bukit itu. Nabi Musa
AS dan rombongannya memasuki awan gelap itu dan bersujud. Ketika bersujud, 70 orang
itu mendengar percakapan antara Nabi Musa AS dengan Allah SWT. Timbul keinginan
mereka untuk melihat Zat Allah. Bahkan mereka menyatakan tidak akan beriman
sebelum melihat-Nya. Seketika itu pula tubuh mereka tersambar halilintar hingga mereka
pun tewas.

Nabi Musa AS memohon agar kaumnya diampuni dan dihidupkan kembali. Maka Allah
SWT pun membangkitkan kembali 70 orang pengikut Musa itu. Musa lalu menyuruh
mereka bersumpah untuk berpegang teguh pada kitab Taurat sebagai pedoman hidup, dan
beriman kepada Allah SWT.
Cerita ini terdapat dalam Al Qur'an surat Al-A'râf: 149-155 dan Al-Baqarah: 55, 56, 63,
64.
Sapi Betina (Al Baqarah)

Suatu hari terjadi peristiwa pembunuhan di antara kaum Nabi Musa. Untuk mengetahui
siapa pembunuh orang tsb, atas petunjuk Allah SWT, Musa memerintahkan kaumnya
untuk mencari seekor sapi betina. Dengan lidah sapi itu nantinya mayat yang terbunuh
akan dipukul dan akan hidup lagi atas kehendak dan izin dari Allah SWT.
Kaum Bani Israil sebenarnya enggan melaksanakan perintah ini, karenanya mereka
sangat cerewet dan banyak bertanya dengan harapan supaya Allah SWT akhirnya
membatalkannya, sebagaimana dikisahkan dalam Al Qur'an surat Al-Baqarah: 67-71.

Dan (ingatlah), ketika Musa berkata kepada kaumnya: Sesungguhnya Allah menyuruh
kamu menyembelih seekor sapi betina. Mereka berkata: Apakah kamu hendak
menjadikan kami buah ejekan? Musa menjawab: Aku berlindung kepada Allah agar tidak
menjadi salah seorang dari orang-orang yang jahil. (QS. 2:67)

Mereka menjawab: Mohonkanlah kepada Rabb-mu untuk kami, agar dia menerangkan
kepada kami, sapi betina apakah itu? Musa menjawab: Sesungguhnya Allah berfirman
bahwa sapi betina itu adalah sapi yang tidak tua dan tidak muda, pertengahan antara itu.
Maka kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu. (QS. 2:68)

Mereka berkata: Mohonkanlah kepada Rabb-mu untuk kami agar Dia menerangkan
kepada kami apa warnanya. Musa menjawab: Sesungguhnya Allah berfirman bahwa sapi
betina itu adalah sapi betina yang kuning, yang kuning tua warnanya, lagi menyenangkan
orang-orang yang memandangnya. (QS. 2:69)

Mereka berkata: Mohonkanlah kepada Rabb-mu untuk kami agar Dia menerangkan
kepada kami bagaimana hakikat sapi betina itu, karena sesungguhnya sapi itu (masih)
samar bagi kami dan sesungguhnya kami insya Allah akan mendapat petunjuk (untuk
memperoleh sapi itu). (QS. 2:70)

Musa berkata: Sesungguhnya Allah berfirman bahwa sapi betina itu adalah sapi betina
yang belum pernah dipakai untuk membajak tanah dan tidak pula untuk mengairi
tanaman, tidak bercacat, tidak ada belangnya. Mereka berkata: Sekarang barulah kamu
menerangkan hakikat sapi betina yang sebenarnya. Kemudian mereka menyembelihnya
dan hampir saja mereka tidak melaksanakan perintah itu. (QS. 2:71)

Nama surat Al-Baqarah yang berarti sapi betina diambil karena dalam surat ini terdapat
kisah penyembelihan sapi betina.

Dapat dilihat pada ayat-ayat tsb bahwa sikap Bani Israil yang cerewet justru telah
menyulitkan mereka sendiri. Seandainya ketika diperintahkan pertama kali mereka
langsung melaksanakannya, tentulah mereka tidak akan repot, tetapi mereka malah
mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang rumit sehingga hampir saja mereka tidak dapat
menemukan sapi sesuai ciri-ciri yang diterangkan oleh Musa.

Begitu sapi sudah diperoleh, mereka lalu menyembelihnya dan lidah sapi itu dipukulkan
ke tubuh mayat orang yang terbunuh. Seketika itu ia menjadi hidup kembali dan
menceritakan bahwa ia telah dibunuh oleh sepupunya sendiri.
Allah mengharamkan tanah Palestina bagi Bani Israil

Allah SWT memerintahkan Nabi Musa AS membawa kaumnya ke Palestina, tempat suci
yang telah dijanjikan bagi Nabi Ibrahim AS sebagai tempat tinggal anak cucunya. Bani
Israil yang telah mendapat berbagai karunia dari Allah SWT adalah kaum yang keras
kepala dan tidak bersyukur.

Sebelum mengajak kaumnya berhijrah, Musa mengutus perintis jalan untuk menyelidiki
tentang penduduk penghuni Palestina. Ketika kembali, para perintis jalan itu
mengabarkan bahwa tanah suci tsb dihuni oleh suku Kana'an yang kuat-kuat, dan kota-
kotanya memiliki benteng yang kokoh. Mengetahui hal itu, merasa gentarlah Bani Israil
dan tidak mau mematuhi perintah Musa untuk menyerang. Mereka hanya mau kesana
jika suku itu telah disingkirkan terlebih dahulu.

Nabi Musa AS sangat marah terhadap sikap kaumnya itu, karena sikap tsb mencerminkan
bahwa mereka belum benar-benar beriman kepada Allah SWT, padahal Allah SWT telah
berjanji bahwa dengan pertolongan-Nya mereka akan mampu mengalahkan suku
Kana'an. Di antara Bani Israil itu, ada 2 orang bertakwa yang menasihati mereka agar
masuk dari pintu kota supaya mereka bisa menang. Akan tetapi Bani Israil menolak
nasihat itu dan melontarkan kepada Musa kalimat yang menunjukkan pembangkangan
dan sifat pengecut, "Pergilah engkau bersama Tuhanmu dan berperanglah, sementara
kami menunggu di sini."

Habislah kesabaran Musa. Ia lalu memanjatkan doa agar Allah SWT memberikan
putusan-Nya atas sikap kaumnya. Sebagai hukuman bagi Bani Israil yang menolak
perintah Allah SWT, Allah SWT mengharamkan wilayah Palestina selama 40 tahun bagi
mereka. Mereka akan tersesat, padahal tanah yang dijanjikan sudah ada di depan mata.
Selama itu mereka akan berkeliaran di muka bumi tanpa memiliki tempat bermukim yang
tetap.

Hal ini dikisahkan dalam surat Al-Maidah: 20-26.


Pertemuan Musa dengan orang saleh

Pada suatu kesempatan berkhutbah di hadapan kaumnya, Nabi Musa AS mengatakan


bahwa dirinyalah yang paling pandai dan berpengetahuan. Allah SWT menegur sikapnya
ini dan berfirman, "Sesungguhnya Aku mempunyai seorang hamba di tepi laut yang lebih
pandai darimu."
Berkatalah Musa, "Wahai Tuhanku, apa yang harus kuperbuat untuk bertemu
dengannya?"
Allah berfirman, "Ambillah seekor ikan kecil dan letakkan di dalam keranjang.
Dimanapun engkau kehilangan ikan itu, maka disitulah ia berada."

Musa melaksanakan apa yang telah diperintahkan Allah kepadanya. Ia mengambil seekor
ikan kecil, kemudian ia pergi dengan ditemani seorang sahayanya. Saat mereka tiba di
pertemuan antara dua buah laut, mereka duduk sejenak untuk beristirahat. Tertidurlah
mereka, sementara saat itu turun hujan sehingga ikan yang mereka bawa dapat melompat
dan meluncur ke laut.

Sahaya Musa mengetahui hal ini, namun ia lupa memberitahukannya kepada Musa.
Mereka terus melanjutkan perjalanan. Ketika mereka merasa lapar dan hendak makan,
saat itulah sahaya Musa teringat akan ikan yang hilang itu, maka ia pun memberitahu
Musa. Mendengar itu Musa sangat gembira. "Inilah yang kita cari. Mari kita kembali
untuk mengikuti jejak dimana ikan itu hilang."

Belum sampai di tempat yang dituju, Musa telah bertemu dengan orang yang dimaksud.
Hamba Allah SWT yang saleh itu dikenal dengan nama Nabi Khidir AS. Nabi Musa AS
yang ingin belajar dari hamba-Nya yang saleh itu meminta agar diizinkan mengikuti Nabi
Khidir. Nabi Khidir menjawab bahwa ia tidak akan dapat sabar atas keikutsertaannya,
karena ia akan melihat tindakan-tindakan yang bertentangan dengan syariatnya. Namun
Musa berkata bahwa ia akan bersabar dan tidak akan menentang urusan Nabi Khidir.
Akhirnya Nabi Khidir mengizinkan Musa untuk mengikutinya, namun dengan syarat
bahwa Musa tidak boleh mempertanyakan tindakan-tindakan yang akan dilakukannya,
karena pada akhirnya ia akan menceritakan rahasia di balik tindakan-tindakannya itu.

Pergilah Musa bersama Nabi Khidir menyusuri tepi laut. Tiba-tiba lewat di depan mereka
sebuah kapal, maka keduanya meminta kepada penumpang-penumpangnya untuk
mengangkut mereka. Mereka diizinkan menumpang, lalu keduanya pun naik ke kapal itu.
Saat para penumpang lengah, Nabi Khidir melubangi dinding kapal yang terbuat dari
kayu itu sedemikian rupa sehingga kerusakannya akan mudah untuk diperbaiki. Musa
yang melihat kejadian ini merasa ngeri dan tanpa sadar ia lupa dengan perjanjiannya
untuk tidak mengajukan pertanyaan apa pun, maka ia pun berkata, "Apakah engkau
merusak kapal orang-orang yang telah menghormati kita? Engkau telah melakukan
sesuatu yang tercela."

Nabi Khidir mengingatkan kepada Musa akan perjanjian mereka, maka sadarlah Musa, ia
meminta supaya jangan dihukum atas kelupaannya ini. Keduanya lalu meneruskan
perjalanan dan bertemu dengan seorang anak yang sedang bermain bersama kawan-
kawannya. Nabi Khidir lalu membujuk anak itu ikut dengannya dan membawanya ke
tempat yang agak jauh dari teman-temannya, lalu ia membunuhnya. Panas hati Musa
melihat perbuatan yang keji ini sehingga dengan marah ia berkata, "Apakah engkau
membunuh jiwa yang suci bersih tanpa dosa? Engkau telah berbuat sesuatu yang
mungkar."
Nabi Khidir kembali mengingatkan Musa akan syarat yang berlaku antara keduanya.
Musa menyesal atas ketidaksabarannya. Ia pun berkata, "Jika setelah ini aku bertanya lagi
kepadamu, maka janganlah menemani aku, karena sudah cukup alasan bagiku untuk
berpisah denganmu."

Kemudian keduanya pun meneruskan perjalanan kembali. Saat merasa haus dan lapar,
masuklah mereka ke sebuah desa. Mereka meminta kepada penghuninya supaya bersedia
memberi mereka makan dan menjadikan mereka sebagai tamu, namun permintaan
mereka ini ditolak dengan kasar oleh penghuni desa tsb.
Dalam perjalanan pulang, mereka mendapati sebuah dinding yang hampir roboh. Nabi
Khidir lalu memperbaiki dinding yang roboh itu dan mendirikan bangunannya. Melihat
ini, Musa tidak tahan lalu bertanya, "Apakah engkau mau membalas orang-orang yang
telah mengusir kita dengan memperbaiki dinding rumah mereka? Andaikata engkau
kehendaki, engkau bisa meminta upah atas pekerjaanmu untuk membeli makanan."
Dengan timbulnya pertanyaan Musa ini, maka berpisahlah ia dengan Nabi Khidir. Namun
sebelum berpisah, Nabi Khidir menjelaskan rahasia-rahasia perbuatannya. Ia berkata,
"Mengenai kapal yang aku lubangi dindingnya, itu adalah kepunyaan beberapa orang
miskin yang tidak punya harta selain itu, dan aku mengetahui bahwa ada seorang raja
yang suka merampas setiap kapal yang baik dari pemiliknya. Sebab itu aku merusaknya
sedikit supaya nantinya mudah diperbaiki lagi, dan bila raja melihatnya ia pun menduga
kapal itu adalah kapal yang buruk sehingga ia akan membiarkannya pada pemiliknya dan
selamatlah kapal itu pada mereka.
Mengenai anak kecil yang aku bunuh, ia adalah seorang anak yang menampakkan tanda-
tanda kerusakan sejak kecil, sedang kedua orangtuanya adalah orang-orang yang beriman
dan saleh. Aku khawatir rasa kasih sayang orangtua terhadap anaknya akan membuat
mereka menyeleweng dari kesalehan mereka dan menjerumuskannya ke dalam kekafiran
dan kesombongan, maka aku pun membunuhnya untuk menenangkan kedua orangtua
yang beriman ini, dan anak yang jahat itu semoga akan diberi gantinya oleh Allah SWT
dengan anak yang lebih baik dan lebih berbakti serta lebih sayang kepada kedua
orangtuanya.
Adapun dinding rumah yang kudirikan, itu adalah milik dua anak yatim di kota itu yang
di bawahnya terdapat harta terpendam kepunyaan mereka, dan ayah mereka adalah
seorang yang saleh. Maka Tuhanmu yang Maha Pemurah ingin menjaga harta itu bagi
mereka sampai mereka dewasa dan mengeluarkannya.
Semua yang kuperbuat itu bukanlah atas usahaku, melainkan itu adalah wahyu dari Allah
SWT. Dan inilah penjelasan dari kejadian-kejadian yang mana engkau tidak bisa
bersabar."

Kisah pertemuan Nabi Musa AS dan Nabi Khidir AS ini terdapat dalam surat Al-Kahfi:
60-82.
Kisah Qarun dan hartanya

Tersebutlah seorang pengikut Nabi Musa AS yang sangat kaya, yang bernama Qarun.
Meskipun sangat kaya, namun ia tidak mau menyedekahkan hartanya bagi fakir miskin.
Nasihat-nasihat Nabi Musa AS tidak dipedulikannya, bahkan ia mengejek dan memfitnah
Nabi Musa AS.

Guna memberi pelajaran pada Qarun dan memberi contoh pada kaumnya, Musa
memanjatkan doa agar Allah SWT menurunkan azabnya pada diri hartawan itu. Allah
SWT lalu memberi azab dengan menguburkan semua harta kekayaan beserta diri Qarun
melalui bencana tanah longsor yang dahsyat.
Kisah Qarun dan hartanya ini terdapat dalam surat Al-Qasas: 76-82.
Larangan hari sabath

Sesuai dengan syariat dalam Taurat, Nabi Musa menentukan hari Sabtu sebagai hari
untuk berkumpul dan beribadah. Pada hari itu kaum Bani Israil dilarang untuk melakukan
usaha apa pun, termasuk berniaga dan mencari ikan. Namun pada hari Sabtu tsb justru
ikan-ikan sangat banyak terlihat di laut.
Sesungguhnya ini merupakan kehendak Allah SWT untuk menguji keimanan dan
ketaatan Bani Israil. Ternyata mereka tidak tahan dengan ujian ini dan melanggar
larangan hari Sabath, oleh sebab itu Allah kemudian mengutuk sebagian mereka menjadi
kera.
Hal ini disebutkan dalam surat Al-Baqarah: 65 dan Al-A'râf: 166.
KESIMPULAN :

“Nabi Musa AS merupakan suru

tauladan bagi umat Islam karena

beliau memiliki siat-sifat terpuji yang

patut kita contoh”

You might also like