Professional Documents
Culture Documents
Balimau,
persenyawaan adat dan agama
di Minangkabau
Balimau Gadang
Perbauran Adat dengan Agama Islam
di Minangkabau
Balimau
Khusus bagi kita di Minangkabau (Sumatera Barat), Ramadhan
telah dipandang sebagai bulan yang dinantikan dan sangat di
rindui. Kita sudah terbiasa menyambutnya dengan suatu acara
khas yang hampir teradatkan,dan hampir merupakan
penggambaran dari rangkaian adat bersendi syarak, syarak
bersedi kitabullah. Satu contoh kedatangannya kita nanti dengan
acara balimau.
Walaupun tidak ada nash yang mendukung sebagai satu kaitan
ibadah wajib atau sunat dalam menyambut Ramadhan, akan
tetapi kebanyakan masyarakat kita telah mengadopsinya sebagai
suatu kegiatan yang punya kaitan erat dengan ibadah Ramadhan
(shaum).
Kondisi ini sesungguhnya bisa dinilai positif. Karena pada masa
dulu itu kita melihat yang di kembangkan dalam acara balimau
adalah yang dikenal dengan “jelang men-jelang”, yakni anak dan
menantu mendatangi orang tua dan mertua, kemenakan
mendatangi mamak dan karib kerabat. Indah sekali.
Kegiatan seperti itu menjalin satu hubungan harmonis dengan
makin eratnya tali silaturrahmi diantara keluaarga dekat dan jauh,
serta terhubungkannya persaudaraan sesama. Yang jauh pulang
menjelang, yang dekat datang bertandang.
Sedikit banyak dibawa pula antaran sebagai tanda telah datang
hari baik dan bulan baik. Semua wajah jadi gembira, hati bersih
dan muka berseri-seri. Insya Allah malam harinya masjid, surau
dan langgar penuh oleh semua lapisan keluarga untuk
menunaikan ibadah shalat tarawih, tadarus Al Quran dan
sebagainya. Keteraturan jelas sekali, yang tua-tua menduduki
tempat di depan, anak-anak tertib di belakang, tergambar nyata
satu susunan kehidupan masyarakat dengan ikatan aturan-aturan
ketat yang terpelihara turun temurun.Yang tua di hormati, yang
kecil disayangi. Melalui tatanan itu terasa sekali nikmat
datangnya Ramadhan setiap tahun menjadi idaman dan
penantian.
Akan tetapi, pada masa akhir-akhir ini dambaan dan idaman
16 Iman Yang Kokoh Melahirkan Moral Yang Stabil
serupa jarang ditemui. Kecendrungan membaurkan antara yang
hak dan yang bathil, antara suruhan dan tegah, antara ibadah dan
makshiyat, sudah menjadi suatu kebiasaan dalam kenyataan yang
sangat mencemaskan.
Acara-acara balimau, tidak lagi menggambarkan rasa
persaudaraan (ukhuwwah).Kebersihan (ikhlas) telah banyak di
bumbui oleh hura-hura dan foya-foya.
Perubahan dan pergeseran nilai-nilai budaya terasa sekali
menerpa. Corak warna penyambutan suatu ibadah yang sakral
dan ritual telah mulai hilang sirna. Yang banyak tersua adalah
pembauran muda remaja melepaskan rindu dendam, karena
sebulan mendatang diri terkekang jarang boleh bersua.
Seakan-akan orang Minangkabau tidak lagi hidup didalam
keindahan kultur budayanya.Mereka mulai larut dalam
kebudayaan tak berbudaya. Bila hal ini diingatkan,tidak jarang
tuduhan dan cacian akan dialamatkan dengan satu gelaran
sumbang kolot tak mengenal kemajuan zaman. Na’udzubillah.
Lubuk, teluk, sungai, pantai, ngarai, bukit, lembah, semak ramai
dikunjungi pencinta acara balimau. Jalan-jalan raya dipadati
kenderaan dipacu tak beraturan. Kerapkali terjadi peningkatan
angka kecelakaan dan pelanggaran lalulintas. Petugas keamanan
melipat-gandakan jumlah dan waktu tugas. Rumah-rumah sakit
ikut menambah tenaga para medis, dan obat-obatan. Sekedar
berjaga-jaga, ambulance disiap siagakan melebihi jumlah
sebelumnya.
Wartawan sibuk memantau jumlah kecelakaan, membuat catatan
perbandingan dengan tahun sebelumnya. Besok hari dikala
Ramadhan mulai masuk tentulah surat-surat kabar akan
memberitakan jumlah korban yang jatuh dalam acara balimau
menyambut bulan puasa.
Itulah yang sering kita temui pada beberapa tahun belakangan ini.
Suatu keadaan yang jauh panggang dari api. Acara balimau
tiedak lagi indah tapi suram.
Tahun ini bulan puasa berdekatan dengan tahun baru miladiyah
(1998).
Penyambutan Ramadhan adalah kesiapan penuh kesadaran dari
dalam (inner side) untuk siap memelihara kebersihannya selalu,
Iman Yang Kokoh Melahirkan Moral Yang Stabil 17
yang berbekas pada ketundukan dan kepatuhan. Membuahkan
iman, shabar, syukur dan bertaqwa (berhati-hati) senantiasa.
Pada tahun lalu yang terlihat dalam penyambutan Tahun Baru
(baca: acara-acara Old and New) adalah turun kejalanan dengan
kegembiraan hura-hura disungkup kabut pemabukan diri.
Tepat sekali kebijakan Pemda DKI Jaya, yang mengeluarkan
pengumuman jauh hari, supaya perayaan tahun baru yang sulit
memisahkan dari perlakuan mabuk-mabukan, istimewa dalam
acara old and new itu tidak diadakan lagi,(minimal sebagai
menghormati bulan suci Ramadhan, yang kebetulan datangnya
bersamaan). Suatu himbauan simpatik yang perlu didengarkan
oleh segala pihak.
Bagaimana dengan daerah kita Sumatera Barat, yang
semboyannya adalah “negeri beradat, dengan adatnya bersendi
syarak, dan syarak bersendi Kitabullah ?? Siapakah yang akan
menjawabnya ???
Bulan Basaha
NIAT
IMSAK
SAHUR
Ifthar
Do’a
MUSTAJAB
Kendali
Izzah
Ad-Din an Nashihah.
DALAM Pergaulan hidup Muslim sehari-hari ada suatu
tugas bermasyarakat yang mesti di tunaikan yaitu “memberikan
nasehat kepada sesama saudaranya”, sebagai suatu kewajiban asasi
dalam mengamalkan ajaran “amar ma’ruf nahi munkar”, supaya
masyarakat hidup dalam suasana yang baik, aman dan tenteram,
sehingga tercipta tatanan masyarakat utama (khaira ummah).
“Amar ma’ruf nahi munkar” adalah kewajiban kemanusiaan yang
mesti dijalankan dan di tunaikan secara tulus ikhlas dalam
kerangka mardhatillah, menurut bingkai “tawashii bil haqqi dan
tawashii bis-shabri”, yaitu berwasiat dengan kebenaran (al-haq
min rabbika) dan ketabahan (shabar), beralaskan sabda Rasulullah
SAW; “agama itu adalah nasehat” (ad-diin an-nashihah).
Bila tugas kembar ini dilalaikan, maka yang akan tampil
kepermukaan adalah segala bentuk kekacauan dan kebringasan
dengan kemasan fitnah serta berbagai isu yang sulit dibendung.
Sebab itu, "amar ma'ruf-nahi munkar" di ketengahkan tanpa
kebencian dan dendam, jauh dari perasaan iri dan hasad dengki.
Tugas ini tidak mengenal sakit hati, tetapi harus berbingkai asih-
asuh berisi cinta sejati sesama hidup, karena “sama-sama ingin
masuk surga, sama-sama ingin terhindar dari neraka, dan
terbebas dari godaan iblis-syaitan”. Tujuan yang ingin dicapai
adalah kehidupan bermartabat kemanusiaan dengan beralaskan
mahabbah dan kasih sayang.
Sabda Baginda Rasulullah SAW menyebutkan bahwa di
bulan Ramadhan, “di bukakan pintu syurga, di tutup pintu neraka,
dan di rantai syaithan", hakikinya bermakna setiap orang
berketeguhan sikap dalam melaksanakan amal perbuatan yang
hanya mendekatkan ke sorga (taqarrub ila Allah), yakni
mengerjakan segala "kebaikan" sesuai ajaran Allah dan
Rasulullah, karena kebaikan itu adalah “warna fitrah"
kemanusiaan. Perlombaan menabur-tanam kebaikan (al khairi,
38 Iman Yang Kokoh Melahirkan Moral Yang Stabil
ma’ruf) dan konsekwen dalam menanggalkan keburukan
(maksiat, munkarat) merupakan keyakinan mukmin yang tak bisa
ditawar-tawar, dalam hal ibadah shaum harusalah diterjemahkan
bahwa “puasa (shaum) tidak hanya sekedar menahan haus dan lapar,
tetapi adalah kemampuan menahan diri”. Karena itu ibadah shaum
(puasa) mampu menghindarkan seseorang dari segala kejahatan
pribadi dan kejahatan di tengah kehidupan bermasyarakat, serta
menjauhkan seseorang dari sikap ceroboh dan perbuatan tidak
senonoh meniru perangai syaithan dengan segala bentuk tipu
daya, adu domba, fitnah, isue dengan rentetan kepalsuan demi
kepalsuan.
Dakwah ilaa-Allah menjadi kewajiban pribadi
(fardhu-‘ain) setiap muslim yang beriman. Dakwah adalah gerakan
massal “mempuasakan masyarakat dari segala tindakan tidak
terpuji", seperti perangai konsumeris, individualis, materialis,
spekulatip yang berakibat terhadap gejolak moneter dan
kehidupan ekonomi yang tengah melanda bangsa. Bila kita mau
secara jujur mengkaji gejolak moneter yang kita alami hari ini,
terjadinya tidak semata-mata di karenakan oleh faktor fisik
ekonomi semata, namun sebenarnya bertumbuh tambah besar
adalah karena hilangnya kepercayaan kepada diri, atau hilangnya
kecintaan bangsa kepada negaranya, hilangnya kepercayaan
rakyat kepada pemimpin atau hilangnya kepercayaan pemimpin
terhadap rakyatnya, yang secara timbal balik menimbulkan
hilangnya kepercayaan kepada milik sendiri (baca: rupiah) dan
terlampau besarnya kepercayaan kepada milik orang lain (baca:
dollar).
Sebagai bangsa kita cenderung merasa lebih aman menyimpankan
kekayaan di Lembaga-Lembaga Keuangan Luar Negeri daripada
menanamkan kekayaan dimaksud dinegeri sendiri, dan lebih suka
mengkonsumsi produk-produk luar negeri dan menganggap hasil
dalam negeri sendiri rendah derajatnya. Lebih jauh sebenarnya
yang hilang adalah patriotisme kebangsaan dan kecintaan kepada
tanah air, sehingga sulit untuk mengharapkan timbulnya kerelaan
berkorban, karena sebagai bangsa sudah kehilangan ruhul-jihad
(jiwa perjuangan).
Ramadhan melahirkan “izzatun-nafsi” (harga diri) berakar
taqwa yang terlihat pada sikap percaya diri, hemat, senantiasa
berhati-hati (mawas diri), istiqamah (teguh-prinsip) dalam menanam
Iman Yang Kokoh Melahirkan Moral Yang Stabil 39
nilai kebersamaan (ukhuwwah) ditengah hidup bermasyarakat dan
berbangsa. Sikap yang mewarnai izzatun nafsi akan berperan
dalam membentuk watak bangsa yang besar, yang tidak hanya
semata-mata terikat kepada tabiat bernafsi-nafsi atau hanya
menyelamatkandiri sendiri, akan tetapi lebih mendahulukan
sikap kebersamaan (kegotong royongan) sebagai penggambaran
dari suatu budaya bangsa yang ditopang oleh ajaran wahyu
agama yang benar yakni “ta ‘aa-wanuu ‘ala al-birri wa at-taqwa”
artinya “saling membantu bersama-sama (bergotong royong) dalam
kebajikan dan taqwa”.
Prinsip inilah sesungguhnya yang telah melahirkan
pengorbanan besar para pejuang bangsa dalam merebut
kemerdekaan, dan sikap ini pula yang perlu di pelihara dan di
tumbuhkan lagi dalam mempertahankan kemerdekaan dan
mengisinya melalui program-program pembangunan. Semua
jawabannya tersimpan dalam kesediaan kita semua mengamalkan
satu jihad besar yang disebut “Gerakan Fastabiqul Khairat” yang
melibatkan seluruh lapisan umat. Inilah jihad besar sepanjang
masa sesuai bimbingan Allah SWT dalam firman-NYA; ”Dan
berjihadlah kamu pada jalan Allah dengan jihad yang sebenar-
benarnya. Dia telah memilih kamu dan Dia sekali-kali tidak
menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan.
(Ikutilah) agama orang tuamu Ibrahim AS. Dia (Allah) telah
menamai kamu sekalian orang-orang muslim dari dahulu, dan
(begitu pula) dalam (Al Quran) ini, supaya Rasul itu menjadi
saksi atas dirimu dan supaya kamu semua menjadi saksi atas
segenap manusia, maka dirikanlah shalat (sembahyang),
tunaikanlah zakat dan berpeganglah kamu pada tali Allah. Dia
(Allah) lah Pelindungmu, maka Dialah sebaik-baik Pelindung
dan sebaik-baik Penolong” (QS.22-Al-Hajj,ayat 78).