You are on page 1of 97

Ramadhan,

“Marhaban bil Muthahhir”

Tidak berapa lama lagi, kita akan memasuki Bulan


Ramadhan. Bagi umat Islam, Ramadhan merupakan satu bulan
mulia yang senantiasa ditunggu secara khusus dan penuh
kegembiraan. Bulan ibadah dan bulan pengampunan. Keyakinan
ini telah mengakar hingga tampak pada prilaku orang-orang
dalam menyambutnya dan menghormatinya. Berbekas pula pada
adat kebiasaan anak negeri, khususnya dibeberapa daerah yang
masih kokoh dengan adat budayanya.
Ramadhan adalah penghulu sekalian bulan, dinamai bulan puasa
sesuai ibadah yang dilaksanakan sepanjang bulan itu. Orang
Minang menyebutnya juga dengan “bulan basaha” (saha = sahur,
satu bentuk Sunnah Rasul yang diujudkan dalam makan parak
siang sebelum terbitnya fajar, menurut bimbingan ibadah shaum
(puasa) mendahului imsak).

Tatkala Ramadhan datang menjelang, Rasulullah SAW


menyambut dengan ucapan :” marhaban bil-muthahhir”, artinya,
“selamat datang wahai pembersih”. Sahabat yang mendengar
bertanya,“Wa mal muthahhiru ya Rasulullah?, (siapakah yang di
maksud pembersih itu, wahai Rasulullah?)”. Rasulullah SAW
menjawab “al-muthahhiru syahru Ramadhana, yuthahhiruna min
dzunubii wal ma’ashiy (pembersih itu adalah Ramadhan, dia
membersihkan kita dari dosa dan ma’shiyat)”.

Marhaban artinya, ’ruangan luas tempat perbaikan untuk


mendapatkan keselamatan dalam perjalanan’. Kata-kata ini kerap
dipakai untuk menyambut dan menghormat tamu yang mulia.
Bermakna ungkapan selamat datang. Ucapan ini menyiratkan

Iman Yang Kokoh Melahirkan Moral Yang Stabil 1


makna kegembiraan menyambut kedatangan tamu mulia –bulan
Ramadhan— disertai kesiapan dan kelapangan waktu maupun
tempat, hingga orang dapat leluasa melakukan amalan (tindak-
perbuatan) yang berkaitan dengan mengasuh dan mengasah jiwa
untuk mewujudkan keberhasilan dan kebersihan bersamanya.
Bersih (diri dan jiwa) adalah bukti ketaqwaan seseorang. Puasa
(shaum) merupakan ibadah khusus dalam bulan Ramadhan,
niscaya sangat berperan membersihkan diri pelakunya (shaimin),
manakala bisa menerapkan sikap dan amalan-amalan terpuji tadi.

Bimbingan Allah Subhanahu Wa Ta’ala, jelas menyebutkan di


dalam Al Quranul Karim, yang artinya ;
”Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa
sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu
(pengikut Taurat dan Injil) agar kamu bertaqwa (tetap
terpelihara, bersih dari dosa dan makshiayat)”. (QS.2, al
Baqarah,ayat 183).

Ramadhan telah ditetapkan sebagai bulan pelaksanaan


puasa juga terhadap umat terdahulu (dalam Taurat, Zabur dan
Injil), dan dipilih sebagai bulan turunnya Kitabullah (AlQuran)
kepada Muhammad SAW. Al Quran dipersiapakan sebagai
petunjuk, bimbingan, pembeda untuk benar dan salah, dan
berisikan penjelasan-penjelasan paradigma hidup manusia. Dalam
kehidupan orang Minang yang beradat dengan indikasi beragama
Islam, maka bulan Ramadhan mendapat tempat yang khusus
sejak doeloe. Setiap Mukmin bila datang bulan Ramadhan wajib
mengerjakan ibadah shaum (puasa). Bila telah mukallaf (baligh
berakal) mesti mengerjakan ibadah puasa secara sadar dan penuh
ketaatan (ketaqwaan). Allah telah menyediakan rukhsah
(keringanan) dengan mengganti puasa Ramadhan dihari (bulan)
lain atau menukarnya dengan pembayaran fidyah (memberi
makan orang miskin) bagi orang-orang sakit (tua), musafir
(melakukan perjalanan) dan tidak memiliki kesanggupan
2 Iman Yang Kokoh Melahirkan Moral Yang Stabil
berpuasa dibulan suci itu. Keringanan ini merupakan bukti kasih
sayang Allah, dan bukti pula bahwa Agama Islam adalah ajaran
yang tidak memberatkan, sehingga tidak ada alasan seseorang
Mukmin menolak melaksanakannya.
Pada hakekatnya semua ibadah (termasuk puasa) adalah
pembuktian seorang apakah ia benar beriman dan mampu
bersyukur (berterima kasih) kepada Allah yang telah menjadikan
dirinya, menyiapkan kehidupan baginya dan menyediakan segala
sesuatu keperluannya untuk hidup ini. Dengan demikian haruslah
dipahami bahwa umumnya ibadah (diantaranya puasa)
sesungguhnya bukti nyata kesiapan seseorang dalam
melaksanakan perintah-perintah Allah dengan jujur. Kejujuran
kepada Allah tampak secara pasti pada kesediaan melaksanakan
imsak (menahan) nafsu dari makan, minum, bersebadan
(sanggama) suami istri di siang hari (sejak mulai imsak hingga
datangnya waktu berbuka), atau selama masa basaha itu, juga
kesediaan menunaikan semua aturan-aturan berkenaan dengan
ibadah yang tengah dilakukan itu. Bagi orang Minang sangat
dimengerti puasa dibulan Ramadhan tidak sekedar hanya
menahan makan dan minum dalam

pengertian umumnya. Lebih khusus lagi, melatih diri senantiasa


teguh dalam “menjauhi tegah dan mengerjakan suruh.”
Bertindak tidak senonoh dan kurang terpuji seperti
bersuara keras, berbohong, memperkatakan orang (bergunjing),
menyakiti perasaan orang lain, berakibat mendapatkan peringatan
keras dari warga masyarakat sejak doeloe karena dianggap bisa
membuat puasa seseorang bata (batal). Inilah yang senantiasa
diingatkan, maka bulan puasa dijadikan arena pelatihan fisik dan
kejiwaan, pada akhirnya berbekas kepada tindak laku disiplin
diri dalam mengangkat harkat martabat (izzatun-nafs) ditengah
pergaulan bermasyarakat.
Ibadah puasa adalah ibadah besar yang tegolong kepada
jihadun-nafs (pembentukan watak) sabar, setia, taat, dan sifat
utama lainnya, sesuai bimbingan Rasulullah SAW;
“Man shaama Ramadhana Imanan wah tisaaban, ghufira lahu

Iman Yang Kokoh Melahirkan Moral Yang Stabil 3


maa taqaddama min dzanbihi” (Al Hadist).
Artinya,”Siapa saja yang melaksanakan puasa (shaum) Ramadhana
dengan iman dan ihtisab (perhitungan-perhitungan menurut syarat-
syarat puasa, memelihara segala aturan-aturan puasa), maka di ampuni
dosa-dosanya terdahulu”.
Inilah suatu kesempatan besar yang di janjikan kepada
setiap orang yang menunaikan badah puasa didalam Ramadhan,
semoga kita semua sempat melaksanakan dan merasakan
nikmatnya tahun ini. Insya Allah.

Balimau,
persenyawaan adat dan agama
di Minangkabau

Bagi orang Minangkabau (Sumatera Barat), Ramadhan


yang dipandang sebagai bulan agung merupakan suatu peristiwa
yang dinantikan dan sangat di rindui. Kita sudah terbiasa
menyambutnya dengan suatu acara yang khas dan hampir
teradatkan, bahkan merupakan penggambaran nyata dari
rangkaian adat bersendi syarak, syarak bersedi kitabullah.
Kedatangannya dinanti dengan acara balimau. Walaupun tidak
ada nash syar’ii sebagai satu kaitan ibadah wajib atau sunat dalam
menyambut Ramadhan, tetapi masyarakat Minang secara sadar
mengadopsinya sebagai suatu upacara yang tidak dapat dilepas
dari kegiatan ritual ibadah Ramadhan (shaum).
Acara balimau dinilai berdampak positif dalam tataran
kehidupan masyarakat Minangkabau masa dahulu. Pada masa
lalu terlihat yang di kembangkan pada “acara balimau”
diantaranya kegiatan “jelang menjelang” antara anak-menantu
menjelang orang tua dan mertua, kemenakan mendatangi mamak
serta karib kerabat. Acara balimau dipakai sebagai sarana untuk
penyegaran jiwa pembersihan hati membasuh raga mengangkat
daki. Satu jalinan antara kegiatan adat dengan kemasan ajaran
agama Islam, sehingga menjadikan peristiwa balimau ini indah
sekali.
Penekanan ajaran agama Islam dalam kehidupan
4 Iman Yang Kokoh Melahirkan Moral Yang Stabil
bermasyarakat yang awalnya dari memelihara hubungan
silaturrahmi dan saling memaafkan kesilapan/kesalahan sesama
sangat berperan menumbuhkan perangai mulia (akhlaqul
karimah) diantaranya pemurah kepada semua orang dikalangan
keluarga sekampung ‘karib bait’, akan pasti melahirkan jalinan
hubungan harmonis dalam struktur kekeluargaan masyarakat
Minangkabau. Yang jauh pulang menjelang, yang dekat datang
bertandang. Sedikit banyak dibawa pula antaran berupa buah
tangan cenderahati pertanda telah datang hari baik bulan baik.
Wajah yang cerah, hati bersih dengan muka berseri-seri
mengawali masuknya Ramaadhan setiap tahunnya pembuka
ibadah shalat tarawih, tadarus Al Quran di masjid-masjid dan
surau-surau, dengan segala aturan jelas terpelihara. Yang tua-tua
dihormati, yang muda disayangi, begitu gambaran susunan
kehidupan bermasyarakat dengan ikatan aturan-aturan adat yang
terpelihara turun temurun, dalam satu garisan ajaran Islam.
Melalui tatanan ini dirasakan nikmat datangnya Ramadhan setiap
tahun, merupakan idaman dan penantian.

Pada tahun-tahun terakhir ini dambaan dan idaman


serupa jarang ditemui. Kecendrungan membaurkan antara hak
dan bathil, antara suruhan dan tegah, antara ibadah dan
makshiyat, menjadi nyata dalam kebiasaan keseharian dan amat
mencemaskan.
Acara-acara balimau, tidak lagi menggambarkan rasa
persaudaraan (ukhuwwah). Perilaku bersih (ikhlas) telah banyak
di bumbui oleh hura-hura dan foya-foya. Perubahan dan
pergeseran nilai-nilai budaya terasa sekali menerpa. Corak warna
penyambutan suatu ibadah yang sakral ini mulai sirna. Yang
banyak tersua adalah pembauran muda remaja melepaskan rindu
dendam, mungkin karena sebulan mendatang ada kemungkinan
jarang boleh bersua. Masjid dan langgar tetap juga ramai tetapi
diluar dalam langgam dan ragam nan mudo-mudo. Seakan-akan
orang Minangkabau tidak lagi hidup didalam keindahan kultur
budayanya.Mereka mulai larut dalam kebudayaan tak berbudaya.
Budaya sinkretik (lapis atas campur aduk) dan gaya hidup
hedonistik (mambuek apo nan katuju). Budaya menurut alur
yang pantas dan patut dianggap sudah ketinggalan zaman, minta

Iman Yang Kokoh Melahirkan Moral Yang Stabil 5


dirombak dan ditukar. Lubuk, teluk, sungai, danau, pantai,
ngarai, lembah, bukit, semak belukar jadi ramai dikunjungi
pencinta acara balimau. Jalan raya dipadati kenderaan yang
berpacu tak beraturan. Meningkatnya angka kecelakaan dan
pelanggaran lalulintas, sudah dianggap indikasi meriahnya acara-
acara balimau kini.
Petugas keamanan menambah jumlah dan waktu tugas.
Rumah-rumah sakit ikut memperbanyak tenaga para medis, dan
obat-obatan. Ambulance disiap siagakan penuh melebihi jumlah
sebelumnya. Wartawan sibuk memantau berita kecelakaan,
membuat catatan perbandingan dengan tahun sebelumnya. Besok
hari dikala Ramadhan mulai masuk surat-surat kabar akan
memberitakan korban yang jatuh dalam acara balimau
menyambut bulan puasa.
Itulah yang sering kita temui pada beberapa tahun
terakhir ini. Keadaan yang sebenarnya jauh panggang dari api.
Acara balimau tidak lagi indah dan bersih, tapi mulai suram dan
sedih.
Raso jo pareso mulai kurang berperan. Raso dibao turun,
pareso kaalam nyato hanya ada pada sebutan. Pergaulan sangat
permisif, sawah tak lagi berpematang, ladang tidak lagi
berbintalak. Anak dipangua kamanakan dilantiangkan, adalah
bentuk kehidupan permisivistik yang tidak bertemu dalam
tataran kebudayaan Minangkabau sejak dahulu. Ninik mamak
nan gadang basa batuah, berperan mengamankan anak
kemenakan, bertukar sebut dengan memakan kemenakan.
Semua kondisi itu berubah karena alam fikiran adat kita
menjadi dangkal sebatas pidato dalam rangkaian pepatah dan
petuitih. Begitulah jadinya kalau ajaran agama hanya pada
sebutan dan adat menjadi mainan. Bila hal ini diingatkan,tidak
jarang tuduhan dan cacian akan dialamatkan dengan gelaran
sumbang “kolot tak mengenal kemajuan zaman”.
Na’udzubillah.
.
Ramadhan dan tahun baru.
Tahun ini bulan puasa berdekatan dengan tahun baru
miladiyah (1998). Penyambutan tahun baru yang sudah menjadi
6 Iman Yang Kokoh Melahirkan Moral Yang Stabil
trendy-nya kaum muda, sungguh berbeda dengan menanti
Ramadhan, syahrul mubarak.
Penyambutan Ramadhan didorong oleh kesadaran diri dari
dalam (inner side) untuk siap memelihara kebersihan yang
berbekas pada ketundukan dan kepatuhan, serta berbuah kepada
iman, shabar, syukur dan bertaqwa (berhati-hati) senantiasa.
Sungguh beda dengan old and new ditahun-baru. Penyambutan
tahun baru terlihat meriah dengan banyaknya remaja turun
kejalanan dengan kegembiraan hura-hura disungkup kabut
pemabukan diri.
Tepat sekali kebijakan Pemda DKI Jaya, yang mengeluarkan
pengumuman jauh hari, supaya perayaan tahun baru yang sulit
memisahkan dari perlakuan mabuk-mabukan, istimewa dalam acara old
and new itu tidak diadakan lagi,(minimal sebagai menghormati bulan
suci Ramadhan, yang kebetulan datangnya bersamaan). Suatu
himbauan simpatik yang perlu didengarkan oleh segala pihak.
Tahun Baru (1998) yang kali ini beriringan dengan
Ramadhan (1418 H), baiknya kita peringati dengan banyak dzikir
di Masjid, melakukan hisab dan introspeksi. Kelak pasti akan
berbuah pada percepatan tindakan dalam memacu kemajuan
masa datang. Pembangunan fisik sungguh amat ditentukan
keberhasilannya dengan lebih dahulu diawali oleh pembangunan
jiwa (mental spiritual).
Seorang penyair Muslim (Syauqy Bey) telah mengingatkan dalam
sebuah hasil sastranya yang berhikmah,
“innama umamul akhlaqu maa baqiyat, wa inhumu dzahabat
akhlaquhum dzahabu”,
yang bila diartikan bermaksud “tegaknya rumah di atas sendi, sendi
runtuh rumah binasa., tegaknya bangsa karena budi, budi hilang, han
curlah Bangsa”.
Inilah rahasia dalam Ajaran Rasulullah SAW, bahwa bangsa yang
kuat adalah bangsa yang kokoh taqwanya, dan baik akhlaqnya.
Nabi mengingatkan bahwa kehadiran beliau; “innama bu’its-tu
li utammi makarimul akhlaq”, yakni “aku di utus untuk
menyempurnakan akhlaq (buidi pekerti) manusia”.
Di ranah bundo Minangkabau, senantiasa kita diingatkan dengan

Iman Yang Kokoh Melahirkan Moral Yang Stabil 7


sebuah untaian kata-kata indah ;
“nan kuriak kundi, nansirah sago, nanbaik budi nan indah baso”,
atau kata-kata penyair Minangkabau yang amat dalam artinya ;
“Pulau Pandan jauh di tangah, dibaliak pulau si angso duo, hancua
badan di kanduang tanah, budi baik dikana juo.”
Sumatera Barat di Minangkabau sebagai “negeri beradat”,
dengan adatnya bersendi syarak, dan syarak bersendi Kitabullah ,
selamanya tetap bisa berperan dalam pembangunan bangsa dan
negara, bila selalu terjaga adat dan agama berjalinan berkulindan
dalam tindak perbuatan sehari-hari,dalam seluruh starata
masyarakat dan pimpinannya.
Insya Allah, Wallahu a’lamu bish-shawaab.
Marhaban Ramadhan

Tinggal berapa hari lagi, kita sudah berada di bulan suci


Ramadhan. Umat Islam, menunggu Ramadhan sebagai satu
bulan mulia yang didalamnya ada satu ibadah khusus, ibadah
puasa, karena itu Ramadhan adalah bulan pengampunan.
Keyakinan yang mengakar ini terlihat pada prilaku orang-orang
dalam menyambutnya dan menghormatinya, juga adat kebiasaan
anak negeri yang masih kokoh dengan adat budayanya.
Ramadhan adalah penghulu sekalian bulan. Orang Minang di
Sumatera Barat menyebutnya dengan “bulan basaha” (saha =
sahur, satu bentuk Sunnah Rasul yang diujudkan dalam makan
parak siang sebelum terbitnya fajar, menurut bimbingan ibadah
shaum (puasa) mendahului imsak).
Tatkala Ramadhan datang, Rasulullah SAW menyambut
dengan ucapan : ”marhaban bil-muthahhir”, artinya, “selamat
datang wahai pembersih”. Tersirat makna kegembiraan jiwa
menuju kebersihan melalui pelaksanaan ibadah khusus dibulan
itu, sesuai firman Allah :”Hai orang-orang yang beriman,
diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas
orang-orang sebelum kamu (pengikut Taurat dan Injil) agar kamu
bertaqwa (tetap terpelihara, bersih dari dosa dan makshiayat)”.
(QS.2, al Baqarah,ayat 183).
Disamping sebagai bulan pelaksanaan ibadah shaum (puasa),
juga dihormati sebagai bulan turunnya Kitabullah (Al Quran el
8 Iman Yang Kokoh Melahirkan Moral Yang Stabil
Karim) yang berisi petunjuk, bimbingan, pembeda antara benar
dan salah, penjelasan tentang paradigma hidup manusia.
Seorang Mukmin yang memasuki bulan Ramadhan wajib
melaksanakan ibadah shaum (puasa), tidak ada alasan untuk
meninggalkannya. Bagi yang tidak mampu Allah memberikan
keringanan( rukhsah), menggantinya dengan berpuasa dihari
(bulan) lainnya. Yang masih tidak sanggup, bisa dengan
membayar fidyah (memberi makan orang miskin). Keringanan ini
diberikan kepada orang sakit (tua), musafir (melakukan
perjalanan) dan tidak sanggup untuk berpuasa. Begitu
kemudahan dari Allah untuk umat manusia. Tidak ada yang akan
menolak kalau ia termasuk seorang yang percaya (mukmin).
Semua ibadah pada hakekatnya adalah pembuktian keimanan dan
tanda kerelaan mensyukuri nikmat Allah yang telah memberikan
segala sesuatu keperluan dalam hidup ini.
Kewajiban puasa Ramadhan (QS:2,Al Baqarah, ayat 183-187),
adalah kesiapan melaksanakan perintah Allah secara jujur,
kesediaan melaksanakan imsak (menahan) nafsu dari makan,
minum, bersebadan (sanggama) suami istri di siang hari (sejak
mulai imsak hingga datangnya waktu berbuka). Lebih jauh
melatih diri secara teguh menghindari semua tegah dan
mengamalkan segala suruh.
Orang Minang menyadari puasa di bulan Ramadhan tidak
sekedar hanya menahan makan dan minum yang umum itu.
Bertindak kurang senonoh tidak terpuji (seperti bersuara keras,
berbohong, memperkatakan orang (bergunjing), menyakiti
perasaan orang lain, tidak menghormati orang yang tengah
beribadah), akan mendapatkan peringatan keras dan sangat
dibenci ditengah pergaulan. Inilah yang senantiasa diingatkan
oleh orang tua-tua turun temurun sejak dahulu.
Puasa Ramadhan adalah arena pelatihan fisik dan kejiwaan,
yang berbekas kepada tindak laku disiplin diri dalam
mengangkat harkat martabat (izzatun-nafs). Ibadah puasa adalah
ibadah besar yang tegolong kepada jihadun-nafs (pembentukan
watak) sabar, setia, taat, dan sifat utama lainnya.
Sesuai bimbingan Rasulullah SAW; “Man shaama Ramadhana
Imanan wah tisaaban, ghufira lahu maa taqaddama min dzanbihi”
(Al Hadist).

Iman Yang Kokoh Melahirkan Moral Yang Stabil 9


Artinya,”Siapa saja yang melaksanakan puasa (shaum)
Ramadhana dengan iman dan ihtisab (perhitungan-perhitungan
menurut syarat-syarat puasa, memelihara segala aturan-aturan
puasa), maka di ampuni dosa-dosanya terdahulu”.
Inilah suatu kesempatan yang di janjikan kepada orang yang
beribadah puasa
Ramadhan,semoga kita semua sempat merasakannya tahun ini.
Insya Allah***

Balimau adat dan agama

Khusus di Minangkabau (Sumatera Barat), Ramadhan telah


dipandang sebagai bulan yang dinantikan dan sangat dirindukan.
Kita terbiasa menyambutnya dengan acara khas yang teradatkan,
merupakan penggambaran indah jalinan adat bersendi syarak,
syarak bersendi kitabullah. Kedatangannya dinanti dengan acara
balimau yang diperlakukan oleh masyarakat Minang sebagai
suatu kegiatan yang punya hubungan erat dengan Ramadhan.
Pada awalnya acara balimau didominasi oleh kegiatan
kekeluargaan berbentuk “jelang manjelang” antara anak menantu
dengan orang tua-tua, kemenakan dengan mamak, dan
selingkungan orang sekampung. Tujuannya memperdalam
hubungan silaturrahmi, memaafkan yang sudah tersalah, berbuat
baik kepada karib bait. Yang jauh dijelang, yang dekat didatangi.
Memperlihatkan putih hati dalam keadaan yang sebenarnya,
sebagai pembuktian bahwa telah datang hari baik bulan baik
(diantaranya Ramadhan).. Fa’fuu wash-fahuu. Tindakan ini selain
bernuansa adat, lebih dalam adalah suruhan agama. Syara’
(Agama Islam) mangato adat memakai.
Gejala itu hari ini sudah mulai melemah. Lubuk, teluk, sungai,
pantai, danau, ngarai, lembah, bukit, hutan dan semak belukar
menjadi tempat ramai dikunjungi pencinta acara balimau. Jalan
raya dipadati kenderaan dipacu tak beraturan. Angka kecelakaan
dan pelanggaran lalulintas meningkat sebagai indikasi meriahnya
acara-acara balimau kini. Petugas keamanan melipat gandakan
jumlahnya. Rumah sakitpun menambah tenaga para medis, UGD,
obat-obatan, ambulance disiapkan secara istimewa. Wartawan
sibuk memantau berita-berita, membuat perbandingan
(kecelakaan) dengan tahun-tahun sebelumnya. Dihari-hari
10 Iman Yang Kokoh Melahirkan Moral Yang Stabil
pertama Ramadhan suratkabar berisikan berita korban yang jatuh
dalam acara balimau menyambut bulan puasa. Jauh panggang
dari api. Itulah yang sering dialami tahun-tahun terakhir ini.
Acara balimau tidak lagi indah dan bersih, tapi mulai suram dan
sedih. Demikian jadinya kalau agama hanya pada sebutan dan
adat menjadi mainan.
Kalaulah kita kembali ke akar kata “balimau”, ditemui sebuah
pengertian yang luar biasa. Balimau dalam pengertian istilah,
digunakan oleh orang Minang untuk menyatakan kegiatan mandi
wajib, mandi sesudah junub.. Seseorang akan dipertanyakan
“kebersihan”nya dengan pertanyaan: “Alah balimau ko tadi?”
Dengan kata lain, orang Minang mempertanyakan kebersihan
orang sebelum memasuki Ramadhan tanpa balimau sebagai
sebuah kegiatan mensucikan diri dari “hadats besar.” Melalui
kebiasaan ini orang Minang menterjemahkan semua perintah
agama dalam kebudayaan yang luar biasa indah. Begitu
indahnya, sehingga kita tidak mampu lagi menyatakan itu sebagai
pelaksanaan ajaran agama atau sebuah kegiatan budaya.
Beberapa kegiatan dalam siklus kehidupan seorang
Minangkabau terlihat sangat Islami sekaligus sangat khas
Minangkabauwi. Sebutlah antara lain, turun mandi yang
dilanjutkan dengan aqiqah yang mengawali keberagamaan dan
keberadatan orang Minang. Kemudian ada acara basunaik atau
berkhitan. Khatam Qur’an. Sampai kegiatan meminang, nikah-
kawin yang semuanya berjalin berkulindan dangan isi budaya
dan syariat Islam, termasuk pemberian nama anak turunan yang
sangat agamis (baca: merujuk kepada Kitabullah), juga maanta
pabukoan di bulan puasa, mengisi surau dan langgar dengan
kegiatan ibadah tarawih dan tadarus. Sebuah jalinan kebudayaan
yang tidak lagi terlihat batas perintah adat dan aturan syariat.
Semua menyatu bagai jarum dan kelindan. Dilaksanakan yang
satu maka terlaksana yang lain, dan seperangkat kegiatan yang
sangat indah terjalin bersama dengan syariat Islam.
Kemajuan zaman membawa pergeseran, jalan di aliah urang
lalu, tapian di asak urang mandi. Seakan-akan orang
Minangkabau tidak lagi hidup didalam keindahan kultur
budayanya. Mereka mulai larut dalam kebudayaan tak
berbudaya. Dengan budaya sinkretik (lapis atas campur aduk)
dan gaya hidup hedonistik (mambuek apo nan katuju).
Kultur menurut alur dan patut (baca: yang pantas ) mulai

Iman Yang Kokoh Melahirkan Moral Yang Stabil 11


ditinggalkan, berpindah kepada yang opatut dialur. Raso jo
pareso mulai kurang berperan. Raso dibao turun, pareso ka alam
nyato hanya ada pada sebutan. Pergaulan sangat permisif, sawah
tak lagi berpematang, ladang tidak lagi berbintalak. Anak
dipangua kamanakan dilantiangkan, penggambaran kehidupan
permisivistik yang tidak bertemu dalam tataran kebudayaan
Minang masa dahulu.
Ninik mamak nan gadang basa batuah dengan peran
mengamankan anak kemenakan, bertukar sebut dengan
‘memakan’ kemenakan. Kondisi itu berubah karena alam fikiran
kita tentang adat menjadi dangkal hanya berupa pidato petatah-
petitih, atau karena ritual agama hanya berbentuk ceremonial.
Tidak jarang bila hal ini diingatkan, cacian bergelar sumbang akan
dilekatkan, seperti “kolot tak mengenal kemajuan zaman”.
Na’udzubillah.

Ramadhan dan tahun baru.


Tahun ini bulan puasa bersamaan dengan tahun baru
miladiyah (1998). Penyambutan Ramadhan didorong oleh
kesadaran diri dari dalam (inner side) untuk siap memelihara
kebersihan yang berbekas pada ketundukan dan kepatuhan, serta
berbuah kepada iman, shabar, syukur dan bertaqwa (berhati-hati)
senantiasa.
Sungguh beda dengan acara penyambutan tahunbaru terlihat
meriah dengan banyaknya remaja turun ke jalanan dengan
kegembiraan hura-hura yang seringkali diiringi mabuk-mabukan.
Tahun Baru (1998) yang beriringan dengan Ramadhan (1418 H),
baiknya kita peringati dengan banyak dzikir di Masjid, melakukan
hisab dan introspeksi. Kelak pasti berbuah tindakan positif
memacu kemajuan masa datang. Pembangunan fisik amat
ditentukan oleh berhasilnya pembangunan jiwa (mental
spiritual).
Seorang penyair Islam menyenandungkan seungkaian kata,
“innama umamul akhlaqu maa baqiyat, wa inhumu dzahabat
akhlaquhum dzahabu”, artinya “tegaknya rumah di atas sendi,
sendi runtuh rumah binasa., tegaknya bangsa karena budi, budi hilang,
hancurlah Bangsa”.
Inilah rahasia Ajaran Islam, bahwa bangsa yang kuat adalah
bangsa yang kokoh taqwanya, dan baik akhlaqnya.“Innama
bu’isttu li utammi makarimul akhlaq”, yakni “aku di utus untuk
menyempurnakan akhlaq yang mulia”.
12 Iman Yang Kokoh Melahirkan Moral Yang Stabil
Diranah bundo Minangkabau, kita diingatkan dengan “nan
kuriak kundi, nan sirah sago, nanbaik budi nan indah baso”, atau
ungkapan sastrawan Minangkabau ,“Pulau Pandan jauh di tangah,
dibaliak pulau si angso duo, hancua badan di kanduang tanah, budi baik
dikana juo”
Sumatera Barat yang dikenal “negeri beradat, dengan adatnya
bersendi syarak, dan syarak bersendi Kitabullah , bisa berperan
dalam pembangunan bangsa dan negara, selama adat dan agama
terjaga jalinan berkulindan tertuang di dalam tindak perbuatan
sehari-hari.
Insya Allah.***

Balimau Gadang
Perbauran Adat dengan Agama Islam
di Minangkabau

Oleh: H.Mas’oed Abidin

T idak berapa lama lagi, kita akan memasuki Bulan


Ramadhan. Bagi umat Islam, Ramadhan merupakan satu
bulan mulia yang senantiasa ditunggu secara khusus dan
penuh kegembiraan. Bulan ibadah dan bulan pengampunan.
Keyakinan ini telah mengakar hingga tampak pada prilaku orang-
orang dalam menyambutnya dan menghormatinya. Berbekas pula
pada adat kebiasaan anak negeri, khususnya dibeberapa daerah
yang masih kokoh dengan adat budayanya.

Ramadhan adalah penghulu sekalian bulan, dinamai bulan puasa


sesuai ibadah yang dilaksanakan sepanjang bulan itu. Orang
Minang menyebutnya juga dengan “bulan basaha” (saha = sahur,
satu bentuk Sunnah Rasul yang diujudkan dalam makan parak
siang sebelum terbitnya fajar, menurut bimbingan ibadah shaum
(puasa) mendahului imsak).

Tatkala Ramadhan datang menjelang, Rasulullah SAW


menyambut dengan ucapan :” marhaban bil-muthahhir”, artinya,
“selamat datang wahai pembersih”. Sahabat yang mendengar
bertanya,“Wa mal muthahhiru ya Rasulullah?, (siapakah yang di
maksud pembersih itu, wahai Rasulullah?)”. Rasulullah SAW
Iman Yang Kokoh Melahirkan Moral Yang Stabil 13
menjawab “al-muthahhiru syahru Ramadhana, yuthahhiruna min
dzunubii wal ma’ashiy (pembersih itu adalah Ramadhan, dia
membersihkan kita dari dosa dan ma’shiyat)”.
Marhaban artinya, ’ruangan luas tempat perbaikan untuk
mendapatkan keselamatan dalam perjalanan’.
Kata-kata ini kerap dipakai untuk menyambut dan menghormat
tamu yang mulia. Bermakna ungkapan selamat datang.
Ucapan ini menyiratkan makna kegembiraan menyambut
kedatangan tamu mulia –bulan Ramadhan— disertai kesiapan
dan kelapangan waktu maupun tempat, hingga orang dapat
leluasa melakukan amalan (tindak-perbuatan) yang berkaitan
dengan mengasuh dan mengasah jiwa untuk mewujudkan
keberhasilan dan kebersihan bersamanya. Bersih (diri dan jiwa)
adalah bukti ketaqwaan seseorang. Puasa (shaum) merupakan
ibadah khusus dalam bulan Ramadhan, niscaya sangat berperan
membersihkan diri pelakunya (shaimin), manakala bisa
menerapkan sikap dan amalan-amalan terpuji tadi.
Sesuai firman Allah :”Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan
atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang
sebelum kamu (pengikut Taurat dan Injil) agar kamu bertaqwa
(tetap terpelihara, bersih dari dosa dan makshiayat)”. (QS.2, al
Baqarah,ayat 183).
Ramadhan ditetapkan sebagai bulan pelaksanaan puasa sejak
umat terdahulu, dan turunnya Kitabullah (AlQuran)kepada
Muhammad SAW untuk petunjuk,bimbingan,pembeda antara
benar dan salah, penjelasan tentang paradigma hidup manusia.
Dalam kehidupan orang Minang yang beradat dengan indikasi
beragama Islam, maka bulan Ramadhan mendapat tempat yang
khusus sejak doeloe.
Setiap Mukmin bila datang bulan Ramadhan wajib mengerjakan
ibadah shaum (puasa). Bila telah mukallaf (baligh berakal) mesti
mengerjakan puasa. Allah hanya memberikan keringanan(
rukhsah), mengganti puasa Ramadhan dengan puasa dihari
(bulan) lainnya atau dengan membayar fidyah (memberi makan
orang miskin) untuk orang sakit (tua), musafir (melakukan
perjalanan) yang tidak sanggup berpuasa. Keringanan ini adalah
bukti kasih sayang Allah.
14 Iman Yang Kokoh Melahirkan Moral Yang Stabil
Agama Islam adalah ajaran yang tidak memberatkan. Tidak ada
alasan seseorang Mukmin menolak melaksanakannya.Pada
hakekatnya semua ibadah (termasuk puasa) adalah pembuktian
apakah seorang itu benar beriman dan mampu bersyukur
(berterima kasih) kepada Allah yang telah menjadikan manusia
dan menyediakan segala sesuatu keperluan dalam hidup ini.
Dapat dipahami, bahwa ibadah pada umumnya (diantaranya
puasa) adalah kesiapan melaksanakan perintah Allah dengan
jujur, yang secara pasti terlihat pada kesediaan melaksanakan
imsak (menahan) nafsu dari makan, minum, bersebadan
(sanggama) suami istri di siang hari (sejak mulai imsak hingga
datangnya waktu berbuka), atau basaha itu.
Orang Minang memandang puasa dibulan Ramadhan tidak
sekedar hanya menahan makan dan minum yang umum itu.
Lebih khusus lagi, melatih diri dengan teguh menjauhi semua
tegah dan mengerjakan semua suruh.
Bertindak tidak senonoh dan kurang terpuji (seperti bersuara
keras, berbohong, memperkatakan orang (bergunjing), menyakiti
perasaan orang lain), akan mendapatkan peringatan keras karena
dianggap bisa menyebabkan puasa seseorang bata (batal). Inilah
yang senantiasa diingatkan oleh orang tua-tua turun temurun
sejak dahulu.
Karenanya puasa adalah arena pelatihan fisik dan kejiwaan, yang
berbekas kepada tindak laku disiplin diri dalam mengangkat
harkat martabat (izzatun-nafs).
Ibadah puasa adalah ibadah besar yang tegolong kepada jihadun-
nafs (pembentukan watak) sabar, setia, taat, dan sifat utama
lainnya.
Sesuai bimbingan Rasulullah SAW; “Man shaama Ramadhana
Imanan wah tisaaban, ghufira lahu maa taqaddama min
dzanbihi” (Al Hadist).
Artinya,”Siapa saja yang melaksanakan puasa (shaum)
Ramadhana dengan iman dan ihtisab (perhitungan-perhitungan
menurut syarat-syarat puasa, memelihara segala aturan-aturan
puasa), maka di ampuni dosa-dosanya terdahulu”.
Inilah suatu kesempatan yang di janjikan kepada orang yang
beribadah puasa Ramadhan,semoga kita semua sempat
Iman Yang Kokoh Melahirkan Moral Yang Stabil 15
merasakannya tahun ini. Insya Allah.

Balimau
Khusus bagi kita di Minangkabau (Sumatera Barat), Ramadhan
telah dipandang sebagai bulan yang dinantikan dan sangat di
rindui. Kita sudah terbiasa menyambutnya dengan suatu acara
khas yang hampir teradatkan,dan hampir merupakan
penggambaran dari rangkaian adat bersendi syarak, syarak
bersedi kitabullah. Satu contoh kedatangannya kita nanti dengan
acara balimau.
Walaupun tidak ada nash yang mendukung sebagai satu kaitan
ibadah wajib atau sunat dalam menyambut Ramadhan, akan
tetapi kebanyakan masyarakat kita telah mengadopsinya sebagai
suatu kegiatan yang punya kaitan erat dengan ibadah Ramadhan
(shaum).
Kondisi ini sesungguhnya bisa dinilai positif. Karena pada masa
dulu itu kita melihat yang di kembangkan dalam acara balimau
adalah yang dikenal dengan “jelang men-jelang”, yakni anak dan
menantu mendatangi orang tua dan mertua, kemenakan
mendatangi mamak dan karib kerabat. Indah sekali.
Kegiatan seperti itu menjalin satu hubungan harmonis dengan
makin eratnya tali silaturrahmi diantara keluaarga dekat dan jauh,
serta terhubungkannya persaudaraan sesama. Yang jauh pulang
menjelang, yang dekat datang bertandang.
Sedikit banyak dibawa pula antaran sebagai tanda telah datang
hari baik dan bulan baik. Semua wajah jadi gembira, hati bersih
dan muka berseri-seri. Insya Allah malam harinya masjid, surau
dan langgar penuh oleh semua lapisan keluarga untuk
menunaikan ibadah shalat tarawih, tadarus Al Quran dan
sebagainya. Keteraturan jelas sekali, yang tua-tua menduduki
tempat di depan, anak-anak tertib di belakang, tergambar nyata
satu susunan kehidupan masyarakat dengan ikatan aturan-aturan
ketat yang terpelihara turun temurun.Yang tua di hormati, yang
kecil disayangi. Melalui tatanan itu terasa sekali nikmat
datangnya Ramadhan setiap tahun menjadi idaman dan
penantian.
Akan tetapi, pada masa akhir-akhir ini dambaan dan idaman
16 Iman Yang Kokoh Melahirkan Moral Yang Stabil
serupa jarang ditemui. Kecendrungan membaurkan antara yang
hak dan yang bathil, antara suruhan dan tegah, antara ibadah dan
makshiyat, sudah menjadi suatu kebiasaan dalam kenyataan yang
sangat mencemaskan.
Acara-acara balimau, tidak lagi menggambarkan rasa
persaudaraan (ukhuwwah).Kebersihan (ikhlas) telah banyak di
bumbui oleh hura-hura dan foya-foya.
Perubahan dan pergeseran nilai-nilai budaya terasa sekali
menerpa. Corak warna penyambutan suatu ibadah yang sakral
dan ritual telah mulai hilang sirna. Yang banyak tersua adalah
pembauran muda remaja melepaskan rindu dendam, karena
sebulan mendatang diri terkekang jarang boleh bersua.
Seakan-akan orang Minangkabau tidak lagi hidup didalam
keindahan kultur budayanya.Mereka mulai larut dalam
kebudayaan tak berbudaya. Bila hal ini diingatkan,tidak jarang
tuduhan dan cacian akan dialamatkan dengan satu gelaran
sumbang kolot tak mengenal kemajuan zaman. Na’udzubillah.
Lubuk, teluk, sungai, pantai, ngarai, bukit, lembah, semak ramai
dikunjungi pencinta acara balimau. Jalan-jalan raya dipadati
kenderaan dipacu tak beraturan. Kerapkali terjadi peningkatan
angka kecelakaan dan pelanggaran lalulintas. Petugas keamanan
melipat-gandakan jumlah dan waktu tugas. Rumah-rumah sakit
ikut menambah tenaga para medis, dan obat-obatan. Sekedar
berjaga-jaga, ambulance disiap siagakan melebihi jumlah
sebelumnya.
Wartawan sibuk memantau jumlah kecelakaan, membuat catatan
perbandingan dengan tahun sebelumnya. Besok hari dikala
Ramadhan mulai masuk tentulah surat-surat kabar akan
memberitakan jumlah korban yang jatuh dalam acara balimau
menyambut bulan puasa.
Itulah yang sering kita temui pada beberapa tahun belakangan ini.
Suatu keadaan yang jauh panggang dari api. Acara balimau
tiedak lagi indah tapi suram.
Tahun ini bulan puasa berdekatan dengan tahun baru miladiyah
(1998).
Penyambutan Ramadhan adalah kesiapan penuh kesadaran dari
dalam (inner side) untuk siap memelihara kebersihannya selalu,
Iman Yang Kokoh Melahirkan Moral Yang Stabil 17
yang berbekas pada ketundukan dan kepatuhan. Membuahkan
iman, shabar, syukur dan bertaqwa (berhati-hati) senantiasa.
Pada tahun lalu yang terlihat dalam penyambutan Tahun Baru
(baca: acara-acara Old and New) adalah turun kejalanan dengan
kegembiraan hura-hura disungkup kabut pemabukan diri.
Tepat sekali kebijakan Pemda DKI Jaya, yang mengeluarkan
pengumuman jauh hari, supaya perayaan tahun baru yang sulit
memisahkan dari perlakuan mabuk-mabukan, istimewa dalam
acara old and new itu tidak diadakan lagi,(minimal sebagai
menghormati bulan suci Ramadhan, yang kebetulan datangnya
bersamaan). Suatu himbauan simpatik yang perlu didengarkan
oleh segala pihak.
Bagaimana dengan daerah kita Sumatera Barat, yang
semboyannya adalah “negeri beradat, dengan adatnya bersendi
syarak, dan syarak bersendi Kitabullah ?? Siapakah yang akan
menjawabnya ???

Bulan Basaha

Bismillahir Rahmanir Rahim; dengan mempersembahkan


syukur kepada Allah SWT atas ”rahmat-Nya” kepada kita semua,
di hari ini kita telah berada pada satu bulan mulia yang kita
nantikan semua, yaitu bulan Ramadhan, yang berasal dari kata
“ramadha ”, berarti “membakar”, sesuai pernyataan Nabi
Muhammad SAW ; “innama summiya ramadhana li annahu
yarmidhuz-zunuba”,artinya;“sesungguhnya telah diberi nama
“ramadhan” karena pada bulan itu dibakar dosa-dosa”. Makna
yang lebih dalam adalah bahwa setiap diri (manusia) diberi
kesempatan paling berharga dalam satu bulan Ramadhan itu dapat
membakar dosa-dosa yang telah terlakukan sebelum ini.
Siapakah kiranya diantara manusia yang terlepas dari
dosa ?? Adakalanya dosa itu yang datang kepada kita tanpa
kesengajaan seperti; mengumpat, membeberkan aib orang lain
atau seumpamanya. Ada juga yang diperbuat dengan sadar
seumpama; sumpah palsu, menipu, korupsi, kolusi, hingga
mengganggu ketenteraman orang banyak,baik yang bertalian
dengan tindakan merusak ekonomi, yang berdampak kepada
terganggunya keamanan atau rusaknya lingkungan, pendek kata
18 Iman Yang Kokoh Melahirkan Moral Yang Stabil
semua perbuatan yang menyangkut hubungan bermasyarakat dan
lazimnya disebut “hablum minan-naas”. Ada dosa yang diberikan
karena sengaja menunda-nuda melaksanakan perintah Allah yang
dibebankan kepada setiap diri, seumpama lalai ibadah, lalai
shalat, lalai zakat, yang disebut “hablum minallah” itu. Banyak
pula dosa yang mengundang dosa yang lebih besar bobotnya.
Pada mulanya berawal dari rasa tersinggung atau marah diatas
peringatan yang disampaikan seorang teman agar meninggalkan
tabiat (kebiasaan) buruk berbuah dosa, yang pada akhirnya
disambut dengan perasaan benci bahkan memusuhinya. Jangan
dianggap dosa hanya yang besar tampak kepermukaan saja,
malah yang tersembunyi didalam diri, yang kita sendiri hanya
yang tahu.
Semua kondisi seperti itu, pada bulan Ramadhan yang
mulia ini dibukakan peluang oleh Allah Yang Maha Rahman dan
Rahim untuk mendapatkan “keampunan” bagi setiap hambaNya
yang beriman dan bersungguh-sungguh mengharapkan keampunanNya
itu. Disinilah makna besar dari bulan Ramadhan, yang sangat
dinantikan kedatangannya oleh seluruh mukmin setiap tahun.
“Selamat datang wahai bulan pembersih”, begitu Nabi
Muahmmad SAW menyambutnya dan menyatakan;“man shama
Ramadhana imaanan wahtisaaban ghufira lahuu
mataqaddama”maksudnya “siapa yang mempuasakan
Ramadhan dengan iman dan perhitungan (menjaga segala
aturan-aturan puasa) niscaya Allah akan ampuni dosa-dosanya
terdahulu”. Kuncinya adalah “melaksanakan puasa” yang
diwajibkan pada bulan Ramadhan. Jadi tidak asal berada di bulan
suci Ramadhan, kemudian tidak ikut melaksanakan ibadah puasa
yang diwajibkan pada bulan mulia ini. Sungguh berat peringatan
dari Rasulullah SAW; “barangsiapa yang sengaja menanggalkan
(baca: membatalkan atau membukakan) puasanya sehari saja di bulan
Ramadhan tanpa ada halangan (baca: rukhsah yang membenarkan
untuk tidak berpuasa), maka tidak akan ada waktu baginya (baca:
pengganti puasa sehari yang sengaja dibatalkannya), walaupun dianya
berpuasa setahun penuh”. (Al Hadist). Masyarakat umumnya di
Minangkabau (Sumatera Barat) menilai suatu aib besar bila
ditemui ada seorang Minangkabau yang tidak ikut puasa di bulan
yang disebut oleh orang awak sebagai “bulan basaha”artinya
bulan menahan haus dan lapar, menahan nafsu amarah, menahan
perasaan yang diawali dengan ba-saha (=ber-sahur, makan sahur
sebelum fajar) sebagai persyaratan ibadah puasa (shaum).
Iman Yang Kokoh Melahirkan Moral Yang Stabil 19
Kekokohan masyarakat seperti ini wajib selalu dipelihara
untuk dijadikan modal utama memasuki zaman globalisasi
dikawasan Asean ini yang pasti akan berbenteng kepada
tamaddun (adat budaya dan agama) itu. Semoga.

NIAT

"Innama al-a'maalu bin-niyaat", artinya sungguh amal itu


di awali dengan niat, begitu bimbingan sesuai sabda Nabi
Muhammad Sallallahu 'Alaihi Wasallam. Dapat disimpulkan
bahwa amal (ibadah) adalah suatu perbuatan sesuai dengan
suruhan (syari'at) dan dilakukan dengan kesengajaan. Bukan
ibadah namanya sesuatu perbuatan bila dikerjakan tanpa
kesadaran. Amal ibadah (besar atau kecil) menurut pengertian ini
adalah mengerjakan sesuatu perbuatan karena suruhan atau
meninggalkan sesuatu larangan secara sadar karena semata-mata
mematuhi perintah (suruhan atau larangan ) dari Allah
Subhanahu Wa Ta'ala. Syariat Islam secara jelas membebankan
suatu ibadah terhadap orang yang sehat akalnya (akil baligh)
cukup umur tidak tergolong kepada anak-anak dan sehat rohani,
artinya tidak hilang ingatan, dan tidak pula sakit jiwa atau gila.
Puasa (shiyam) di bulan Ramadhan, adalah satu ibadah wajib
yang diperintahkan oleh Allah kepada setiap Mukmin, semestinya
dikerjakan dengan sadar. Kesadaran ini dibuktikan dengan niat
bahwa seseorang mengerjakan amal ibadah (puasa) ini hanya
karena melaksanakan satu kewajiban yang diperintahkan oleh
Allah SWT.
Jadi, puasa Ramadhan yang dilakukan bukan karena segan
terhadap tetangga, atau karena terpaksa dan ingin dihormati oleh
orang lain. Namun disadari sungguh-sungguh bahwa puasa yang
dikerjakan hanya karena tunduk dan patuh kepada Allah
Subhanahu Wa Ta'ala. Sadar bahwa Allah yang telah menjadikan
diri kita dan Allah juga yang telah memberikan kepada kita segala
sesuatu yang ada dikeliling kita sebagai nikmat anugerah NYA.
Dalam sebuah hadist qudsi, Allah berfirman : "Seluruh
amalan manusia (anak cucu Adam) diperuntukkan bagi manusia
itu kecuali puasa (shiyam). Puasa (shiyam) itu diperuntukkan bagi
KU, dan Aku semata yang akan membalasinya".
Hadist qudsi ini mengandung makna hanya Allah yang
mengatahui nilai puasa seseorang itu. Allah sendiri yang
20 Iman Yang Kokoh Melahirkan Moral Yang Stabil
mengetahui apakah puasa seseorang itu dilakukan untuk
kepentingan orang lain atau karena kepatuhannya kepada Allah.
Apakah puasa seseorang itu benar-benar berarti puasa, atau
hanya sekedar menahan haus dan lapar saja. Karena Nabi
Muhammad SAW telah bersabda; "Berapa banyak orang yang
telah berpuasa, tetapi dia tidak mendapatkan hasil apapun dari
puasanya itu, kecuali hanya lapar dan haus semata." (Al; Hadist).
Dari ungkapan Rasulullah SAW ini kita dapat memahami
bahwa puasa itu sesungguhnya tidaklah sebatas menahan makan
dan minum (atau menunda waktu makan dan minum dari jadwal
yang sudah dibiasakan). Tetapi artinya lebih dalam dari itu, yakni
menahan diri dari segala yang dilarang dan dari segala yang tidak
baik. Inilah yang disebut menahan atau mengendalikan hawa
nafsu. Menahan hawa nafsu dari kebiasaan-kebiasaan buruk dan
tercela, seperti bergunjing, berkata kasar, berbohong, melihat hal-
hal yang tidak baik, atau meninggalkan kelakuan yang kurang
senonoh, dan sebagainya itu ternyata sangat berat dari pada
menahan makan dan minum atau bergaul suami istri di siang
hari. Namun semuanya akan terasa ringan bila dikerjakan karena
patuh kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala. Disinilah peran utama
dari "niat" karena Allah itu.
Niat itu letaknya di hati. Dan bisa di lafazkan (diucapkan) oleh
lidah. Dalam kenyataannya, jauh sebelum lidah mengucapkan,
hati telah lebih dahulu menyatakan, karena hati itu sesuatu yang
tak pernah berbohong, begiytulah ucapan hati nurani.
Niat harus mendahului setiap perbuatan, intinya bahwa
perbuatan itu dilaksanakan karena ingin mendapatkan redha
Allah dalam upaya senantiasa mematuhi atau menerima
perintahNYA dengan segala senang hati.
"Man lam yardhaa bi qadhaa-i wa lam yashbir 'alaa balaa-i fal
yathlub rabban siwaai", artinya "kalau tak redha dengan
ketentuanKU dan tidak mau shabar dengan cobaanKU, silahkan
cari Tuhan yang lain selain Aku", begitu Allah memperingatkan.
Jadi, amal ibadah yang kita kerjakan justeru karena kita telah
redha dengan segala ketentuanNYA ( yakni segala hukum-hukum
dan perintah dari Allah), atau karena kita telah sabar dengan
segala ujian yang diberikanNYA.
Hendaknya dalam puasa yang kita lakukan selama bulan
Ramadhan ini dan juga semua amal ibadah (wajib atau sunat)
selalu di niatkan karena Allah saja, sesuai ikrar kita sehari-hari

Iman Yang Kokoh Melahirkan Moral Yang Stabil 21


"Iyyaka na'buduu wa iyyaka nasta'iin", artinya "Engkau semata
yang kai sembah, Engkau semata tempat kami meminta".
Semoga sedemikianlah hendaknya, Amin.

IMSAK

Imsak artinya menahan atau menjauhkan diri dari


sesuatu. Puasa (shiyaam) menurut pengertian bahasa adalah
menahan (imsak) dari makan dan minum serta bergaul
(sanggama) suami istri disiang hari. Pengertian lebih dalam
menurut syar’i (aturan Islam) adalah menahan diri dari
melakukan perbuatan yang membatalkan puasa pada siang
hari, mulai terbitnya fajar hingga datangnya masa berbuka
(terbenamnya matahari), disertai dengan niat karena Allah.
Shaum (Puasa) merupakan rukun Islam yang keempat,
yang wajib dilaksanakan pada bulan Ramadhan, sesuai dengan
firman Allah “Bulan Ramadhan adalah bulan di turunkan Al
Quran, menjadi petunjuk bagi manusia, berisi penjelasan-
penjelasan dari petunjuk itu, dan merupakan furqan (atau
pembeda antara suruh dan tegah, antara halal dan haram, antara
mukmin dan kafir). Maka siapapun yang memasuki bulan
Ramadhan itu, wajib mereka pelakukan puasa” (QS.2:185)
Nabi Muhammad Rasulullah SAW menyebutkan dalam
sabdanya ;” ‘ura al-Islamu wa qawa’idu ad-diiny tsalatsatun,
‘alaihinna ussisa al-islaamu, man taraka wahidatan minhunna
bihaa kaafirun halalu ad-dami; syahadatu an laa ilaaha illa
allahu, wa as-shalatu al-maktuubatu, wa shaumu ramadhana”,
artinya, “ikatan Islam dan kaedah agama itu ada tiga, diatasnya
diasaskan Islam. Barangsiapa yang meninggalkan salah satu
dari padanya maka ia adalah kafir dan halal darahnya, yaitu
bersaksi bahwasanya tiada tuhan yang berhak disembah selain
Allah, dan mendirikan shalat yang di fardhukan, dan berpuasa
di bulan Ramadhan” (HR.Abu Ya’la, Ad Dailami dan disahkan
oleh az Zahabi).
Maka dipahami dengan hadist ini puasa Ramadhan merupakan
salah satu asas dari Islam, sama halnya dengan kewajiban asasi
setiap muslim untuk mengerjakan shalat yang wajib (lima kali
sehari semalam) dan pengakuan (syahadat) bahwa tiada tuhan
yang berhak disembah selain Allah.
Tentang keutamaan puasa (shaum) Ramadhan ini di
22 Iman Yang Kokoh Melahirkan Moral Yang Stabil
sebutkan oleh Nabi Muhammad SAW dalam hadist beliau ;
“apabila tiba bulan Ramadhan pintu-pintu sorga dibuka, pintu-
pintu neraka ditutup, dan setan-setan dibelenggu” (HR.Bukhari
dan Muslim).
Bermakna bahwa selama Ramadhan setiap diri berkewajiban
untuk menahan diri dari perbuatan tercela yang menyebabkan
dia bisa masuk neraka atau menjauhi perbuatan penghuni
neraka karena pintu neraka itu sudah tertutup. Maka
semestinya yang dikerjakan adalah amalan ahli sorga yaitu
amalan yang baik-baik saja. Tidaklah pula pantas seseorang
melakukan perbuatan tercela sebagaimana perangai setan,
karena setan itu sendiri dibulan Ramadhan sudah terbelenggu.
Selanjutnya Rasulullah SAW telah berkata;” Puasa itu adalah
perisai. Apabila seseorang itu berpuasa maka janganlah dia
berkata-kata omongan tidak karuan, seandainya ada orang yang
mencela atau hendak memukulnya maka katakanlah “Aku
berpuasa, Aku berpuasa”. Demi diri Muhammad yang berada
di dalam kekuasaan Allah, “bau mulut orang yang berpuasa
lebih harum dari kasturi”. Bagi orang yang berpuasa itu ada
dua kegembiraan, yaitu dikala dia berbuka (saat matahari telah
terbenam, masa imsak telah berakhir), ia bergembira dengan
makanan berbukanya, dan apabila dia berjumpa dengan
tuhannya (kelak di akhirat) ia bergembira dengan ibadah
puasanya” (HR.Bukhari Muslim dari Abi Hurairah RA).
Puasa adalah suatu yang membanggakan di hadapan Allah
Subhanahu Wa Ta’ala.
Inti dari puasa adalah “imsak”atau menahan diri ini.
Suatu sikap jiwa yang mulia dan amat tinggi nilainya disisi
manusia dan dalam pandangan Allah SWT. Seorang yang bijak
dan berani bukanlah yang mampu mengganyang lawannya
hingga babak belur, tetapi yang mampu menahan diri dalam
situasi kritis sekalipun. Sikap menahan diri ini bisa
menjadikan seseorang sentiasa menjaga kepentingan umat
banyak, menyebabkan seseorang tidak melakukan pencolengan
dan penipuan, bahkan menghindarkan seseorang dari kolusi
dan korupsi, dan bisa menahan diri dari menghalalkan setiap
cara. Maka dapat di yakini, walaupun seseorang telah
memasuki bulan Ramadhan, tetapi tidak menumbuhkan sikap
dan sifat terpuji sesudahnya, sebuah pertanda dia tidak pernah
mengamalkan ajaran shaum (puasa) itu secara benar. Puasanya
sama dengan orang yang tidak berpuasa, dia hanya melakukan
imsak terhadap hal-hal yang ringan-ringan (makan,minum) tapi

Iman Yang Kokoh Melahirkan Moral Yang Stabil 23


tidak mampu menahan yang berat, tidak mampu meninggalkan
sifat tercela. Puasa sedemikian tidak punya makna apa-apa.
Mudah-mudaham kita semua terhindar dari puasa yang
mubadzir atau puasa yang di tolak sehingga tidak
mendapatkan apa-apa dan puasa yang tidak mampu menjadi
perisai diri. Na’udzubillahi min dzalik.

SAHUR

Sabda Rasulullah SAW Bersahurlah kamu, karena dalm


sahur itu ada keberkatan (Al Hadist riwayat enam perawi hadist
kecuali Abu Daud). Sahur adalah pertanda awal pelaksanaan
ibadah puasa di setiap hari. Bersahur adalah suatu suruhan
(sunnah) Rasulullah SAW, yang juga merupakan rahmat dari
Allah. Sebab itu, sahur memiliki kaitan erat dengan ibadah puasa
di bulan Ramadhan. Satu lagi anjuran Rasulullah tentang sahur ini
ialah supaya men-takkhir-kan atau melambatkan waktu makan
sahur mendekati waktu subuh. Di samping maksudnya supaya
dapat dipersiapakan kekuatan jasmani di siang hari di kala
menahan (imsak), juga supaya shalat shubuh sebagai salah satu
sendi asas Agama Islam itu tidak tercecerkan.
Sahur merupakan pembeda antara puasa umat Islam
dengan kalangan non Islam (Yahudi, Nasrani dan sebagainya Bagi
masyarakat kita (Minangkabau) makan sahur disebut makan
parak siang atau makan sebelum fajar pertanda siang datang.
Selanjutnya bimbingan Allah dalam firmanNya menyebutkan
bahwa pada malam hari bulan Ramadhan itu seseorang Muslim
dapat melakukan hubungan dengan keluarganya dan juga
dibenarkan untuk makan dan minum hingga terbitnya fajar,
sebagaimana isi Wahyu Al Quran berbunyi ; wa kuluu wa
asyrabuu hatta yatayyana lakum al khiatul abyadhu min al khaitil
aswadi minal fajr, tsumma atimmu ash-shiyaama ila al-laili”
artinya “makanlah dan minumlah hingga kamu dapat
membedakan antara benang putih dan hitam di waktu fajar, dan
kemudian sempurnakan puasamu hingga datang malam
(QS.2:187). Agama Islam tidak membenarkan seseorang untuk
24 Iman Yang Kokoh Melahirkan Moral Yang Stabil
berpuasa sepanjang hari dan malam, sebagaimana dilakukan oleh
orang-orang Yahudi dan Nasrani yang telah merobah hukum-
hukum Allah. Untuk itu puasa diawali dengan sahur dan diakhiri
dengan ifthar(berbuka) setiap harinya. Demikianlah hudud
(ketentuan hukum) dari Allah. Maka pelaksanaan makan sahur
sebelum fajar datang adalah kesiapan diri dalam melaksanakan
hukum-hukum Allah secara benar dan tanpa reserve.
Lebih jauh adalah mengajarkan seseorang Muslim itu teguh
dalam memegang serta mengamalkan hukum-hukum yang telah
digariskan dan ditetapkan dalam hidupnya. Ini bermakna bahwa
sebenarnya seseorang Muslim itu melalui ibadah-ibadah yang
dikerjakan terdidik menjadi seorang yang teguh untuk
mengatakan dan mengamalkan hukum-hukum kemshlahatan
yang berlaku. Dia akan berani mengatakan yang hak itu benar dan
yang bathil itu adalah salah. Hukum adalah kebenaran dari Allah,
bukan kekuasaan hawa nafsu.
Sebagaimana halnya juga dengan puasa (shaum) akan melahirkan
sifat sabar (tabah dengan kejujuran) dan istiqamah (konsisten,
teguh berpendirian) serta qanaah (sikap merasa cukup sesuai
dengan hak yang dimiliki). Ketiga sifat utama ini dilatih dengan
intensif pada setiap rukun puasa dengan penuh kedisiplinan diri.
Disiplin yang tidak dipaksakan dari luar tapi disiplin yang
ditumbuhkan dari dalam, yang mengakar pada sikap dan berbuah
dalam tindakan.
Dalam keseharian hidup di tengah kemajuan zaman
seringkali diri bersedia dijual dengan harga materi bernilai
rendah. Nilainya hanya sebatas kenikmatan sesaat, bahkan bisa
berakibat ditukarkan dengan kesengsaraan berkepanjangan di
hadapan mahkamah Rabbun Jalil, suatu kesengsaraan yang dipikil
sendiri, tidak seorang pun bisa meringankannya. Karena itu
melalui berbagai kegiatan ibadah, terutama ibadah pusa (shaum)
inilah setiap mukmin dilatih bahkan dididik menjadi seorang
yang tahu hukum dan bisa mengamalkannya, tanpa harus
dipaksa oleh kekuatan penegak hukum di sekelilingnya. Dari
dalam dirinya terlahir sikap hemat menggantikan loba sebagai
perangai nafsu. Selama bulan-bulan Ramadhan dengan
pengamalan ibadah yang ihtisab (penuh pengendalian) itu,
seseorang muslim berlati pandai mencukupkan apa yang ada
(qanaah) dan menghindari diri dari berfoya-foya (mubadzir).
Dalam pelaksanaan sahur Nabi Muhammad SAW menasehatkan;

Iman Yang Kokoh Melahirkan Moral Yang Stabil 25


“makanlah dengan makanan yang ringan-ringan,” artinya tidak
terlalu berat pada pencernaan, tidak lain adalah untuk terjaganya
kesehatan di siang hari kala puasa.
Sungguh benar Rasulullah SAW dengan tugasnya sebagai
”rahmatan lil-alamin”.

Ifthar

Sabda Rasulullah Shallalahu ‘alaihi Wa Sallam, “laa


yazaalu an-naasu bi-khairin maa ‘ajjaluu al-fithra”, artinya
“manusia akan selalu berada dalam kebaikan selama mereka
menyegerakan ifthar (berbuka puasa)” (HR.Bukhari, Muslim dan
lain-lainnya).
Berbuka puasa (iftharus-shaim) dikala terbenamnya matahari
(masuknya waktu maghrib) suatu keharusan (sunnah) dilakukan
oleh setiap orang yang berpuasa, sama seperti suruhan
mengerjakan sahur sebelum fajar masuk. Puasa seorang muslim
dimulai dengan makan sahur dan diakhiri dengan ifthar setiap
harinya sebagai dikuatkan oleh Firman Allah QS.2:187. Dengan
demikian tersimpullah bahwa “berbuka puasa (ifthar)” dan
“makan sahur” adalah pembeda antara puasanya orang-orang
Muslim dengan kalangan lainnya secara umum sejak masa dahulu
hingga zaman modern sekarang dengan tumbuhnya beragam
bentuk ritual-upawasa tanpa bimbingan wahyu Allah, seperti
dicontohkan dalam pemahaman kepercayaan-kepercayaan hasil
rekayasa pikiran manusia tanpa bimbingan agama samawi.
Pentingnya urusan berbuka puasa ini ditemui dalam
banyak penjelasan atau sunnah Rasulullah Shallalahu ‘alaihi wa
sallam antara lain,“idza quddimal-‘isyaa-u fa-abda-uu bihi qabla
shalatil-maghribi, wa laa ta’-jaluu ‘an-‘asyaa-ikum”,artinya“
Apabila dihidangkan makanan malam hendaklah kamu dahulukan
makan sebelum shalat maghrib, dan janganlah kamu menagguhkannya”
(HR.Bukhari Muslim) yang merupakan salah satu sunnah qauliyah
(ucapan Rasulullah SAW), dan dalam fi’liyah (perbuatan
Rasulullah SAW) di temui kesaksian hadist “kaana Rasulullahi
shallallahu ‘alaihi wa sallam yafthuru ‘ala ruthabaatin qabla an
26 Iman Yang Kokoh Melahirkan Moral Yang Stabil
yushalli, fa-in lam takun fa ‘alaa tamaraatin, fa-in lam takun
hasaa hasawaatin min maa-in,” artinya “Rasulullah SAW berbuka
puasa dengan beberapa biji ruthab sebelum shalat. Seandainya tidak ada,
beliau berbuka dengan beberapa biji tamar dan bila (tamar) itu pun tidak
ada, beliau berbuka dengan beberapa teguk air.” (HR.Abu Daud dan
Daruquthni). Bimbingan Sunnah Rasulullah ini sangat
menganjurkan pelaksanaan berbuka puasa sesederhana mungkin,
supaya terhindar dari celaan perangai syaithan. Maka berbuka
puasa tidak mesti dengan persiapan materi “perbukaan” yang
jumlahnya berlimpah, jenisnya yang beragam, harga yang mahal
dan pada akhirnya terbuang percuma seperti banyak ditemui
dalam sebahagian acara-acara “berbuka bersama”. Semestinya
melalui ajaran berbuka puasa (iftharus-shaaim) ditanamkan
dengan benar sikap sederhana, hemat, tidak mubazir, tidak loba
dan tamak terhadap materi, pandai meletakkan sesuatu pada
tempatnya sehingga mengerti mana yang berguna dan tidak
membuang-buang secara percuma. Lebih jauh melalui ajaran
berbuka puasa (ifthar) dipupuk sikap pribadi terpuji dengan
moral yang tinggi yang ukurannya tidak lagi semata materi
duniawi. Etika akhlaq mulia itu terpantau dari kesiapan diri
sesorang yang akrab lingkungan dan peduli dengan nasib orang
lain yang hidup disekitarnya. Ajaran berbuka puasa secara lebih
mendalam dibuktikan pada kesediaan seseorang mengulurkan
tangan (iftharus-shaaim) kepada orang lain disekitarnya terutama
orang-orang yang belum bernasib baik (fakir dan miskin) sehingga
dengan demikian mereka pun berkesempatan menikmati betapa
nikmat sedap dan nikmat gembira berbuka puasa bersama (ifthar
al-jamaa’i) itu.
Di Ranah Minang kebiasaan seperti ini sebenarnya telah
lama tumbuh dalam hubungan kekeluargaan Muslim di
kampung-kampung dalam suatu persenyawaan adat dan Islam
sesuai kaedah yang berlaku secara turun temurun dalam “adat
basandi syarak, syarak basandi kitabullah” dengan tata istilah yang
sangat tepat ”ma anta pabukoan” yang kemudian dikembangkan
dengan buka bersama di masjid-masjid dan di sudahi dengan
shalat maghrib berjamaah. Kepuasan berbuka puasa
sungguh tidak terletak kepada pesta hidangan perbukaan untuk
diri sendiri. Namun secara hakiki tersimpan pada kemampuan
membersitkan kelebihan dalam melipat gandakan pahala puasa
melalui kerelaan memberikan perbukaan kepada orang lain

Iman Yang Kokoh Melahirkan Moral Yang Stabil 27


manakala waktu berbuka tiba walau hanya berupa sebiji korma,
sebuah pisang, bahkan mungkin hanya seteguk air yang
dihadiahkan kepada orang yang ingin berbuka puasa secara
ikhlas karena mengharap redha Allah. Disinilah letak makna
sebenarnya dari berbuka puasa (ifthar) itu. Sabda Rasulullah
SAW, “siapa saja yang memberikan perbukaan kepada orang
yang berpuasa, maka dia akan mendapatkan pahala sebesar
pahala puasa orang yang diberinya perbukaan, tanpa mengurangi
sedikitpun pahala puasa orang yang diberi itu,” (Al Hadist).
Melalui ifthar (berbuka puasa) kita semua mendapatkan
peluang besar dalam meningkatkan pemahaman kualitas serta
kuantitas pahala puasa di bulan Ramadhan pintu pahala dan
kesempatan merebutnya telah terbuka. Semoga kita mampu
meraihnya Insya Allah.

Do’a

Salah satu firman Allah disebutkan; “Dan apabila hamba-


hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah),
bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan
orang-orang yang berdo’a apabila ia bermohon kepada-Ku, maka
hendaklah mereka itu memenuhi segala perintah-Ku dan
hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada
pada kebenaran.” (QS.2:186).
Secara implisit wahyu ini beriisikan pemberitaan kemuliaan
Ramadhan dengan tersedianya kesempatan luas bagi setiap
Muslim untuk melakukan suatu ritual yang disebut “do’a”.
Do’a adalah suatu ibadah dalam memenuhi kebutuhan
hidup ruhaniyah manusia (spiritual,immateriil), yang tak kalah
pentingnya dari kebutuhan-kebutuhan materiil lainnya.Di dalam
Al Quranul Karim ditampilkan kata-kata do’a pada 203 ayat
dengan arti yang banyak kaitannya, antara lain berarti ibadah,
memanggil, memuji dan sebagainya. Dalam ayat ini “do’a”
bermakna meminta, memohon dan mengharap kepada Allah Yang
Maha Kuasa. Manusia adalah makhluk lemah dengan segala
keterbatasan alamiah ataupun ilmiah, secara fisikal maupun
mental emosional. Kenyataan dalam hidup, manusia selalu
dilingkari serba kekurangan dalam meraih harapan dan
28 Iman Yang Kokoh Melahirkan Moral Yang Stabil
keinginan-keinginan yang sulit dibatasi. Bila situasi seperti ini
kurang disadari acap kali menyeret manusia kepada akibat sangat
fatal serta berpeluang menyisakan derita frustrasi dan hidup
hilang pegangan. Lebih jauh ketenteraman bathin dan kebahagian
yang didambakan tidak kunjung terwujud.
Untuk mengatasi kekurangan daya keterbatasan ini,
dilakukan upaya meminta pertolongan kepada yang lebih kuasa
di luar diri, mengadukan segala kekurangan, kegelisahan serta
kesusuhan yang menghimpit jiwa (soul,ruhani) agar ada yang bisa
mengobatnya atau mengatasinya. Upaya dilakukan dengan cara
berdo’a kepada Yang Maha Kuasa. Namun, sering dijumpai
kerancuan tindakan, yang tampil dikala nikmat telah datang
mengganti kesusahan dan keresahan, tanpa sadar manusia
melupakan Yang Maha Kuasa tempat do’a di arahkan memohon
segala permintaan. Begitulah kebanyakan watak hakiki manusia
yang tidak beriman sebagai disebutkan oleh Allah dalam firman-
Nya (QS.41,Fusshilat:51).Na’udzubillah.
“Do’a adalah puncak ibadah,”begitu Sunnah Rasul
menyebutkan. Maka semestinya sebagai ibadah do’a hanya
ditujukan kepada Allah, tidak boleh ditujukan kepada benda-
benda keramat, juga tidak kepada kekuatan alam selain dari
Allah. Semestinya pula langsung di arahkan kepada Allah Yang
Maha Kuasa tanpa perantaraan. Do’a bisa diucapkan dengan
bahasa apa saja yang dimengerti oleh yang meminta, karena Allah
sungguh amat mengerti dengan apa yang tergerak dalam hati
seseorang yang mendo’a itu.
Beberapa persyaratan do’a perlu dipersiapkan lebih
dahulu, antara lain pembersihan bathin melalui istighfar,
menanamkan keyakinan (iman) bahwa do’a akan berterima disisi
Allah dengan terlebih dahulu melakukan istighfar, memelihara
makanan, minuman, pakaian benar-benar halal, tidak meminta
hal-hal yang mustahil, tidak berlaku zalim (melanggar aturan-
aturan Allah), dilakukan dengan khidmat, khusyu’ dengan
tunduk hati kepada Allah, merendahkan suara dalam bahasa
sederhana indah dan dimengerti, memuliakan Allah dengan
mengambil do’a yang utama dari Al Quran atau Hadist
Rasulullah, tidak bosan dalam bermohon kepada Allah. Paling
utama dilakukan di waktu yang mustajab, antara lain di kala
berpuasa, di saat berbuka, di waktu sahur, di malam lailatul
qadar, di saat bersujud shalat menghadap kiblat, di bulan

Iman Yang Kokoh Melahirkan Moral Yang Stabil 29


Ramadhan.
Merugi sekali orang yang tidak memanfaatkan
kesempatan emas yang hanya sekali dalam setahun. Sangat tidak
pantas Ramadhan di isi dengan hiruk pikuk, gelegar bunyi
petasan, mondar-mandir diluar rumah ibadah, asmara subuh,
kuncar tarawih sementara orang lain khusyuk beribadah, bahkan
sangat tidak patut melewatkan masa di “warung-ota”, atau hanya
mendatangi masjid bersafari diluar redha Allah. Kalau itu yang
terjadi, tak usah ditanyakan, kenapa “do’a tak berjawab??”.

MUSTAJAB

Ramadhan datang setiap tahun membawa berkat dan


rahmat untuk umat manusia (terutama muslim-mukmin), dalam
menjelaskan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam
menyebutkan; “Ramadhan awwalu-hu rahmah, awsathu-hu
maghfirah, akhiru-hu ‘itqun minan-naar,”(Al Hadist). Gambaran
selengkapnya mengenai keutamaan Ramadhan ini disampaikan
Nabi Muhammad SAW dalam satu khutbah yang panjang pada
akhir bulan Sya’ban disaat perintah puasa (shaum) pertama kali
di wajibkan Allah untuk orang-orang yang beriman (mukmin).
Di antaranya Rasulullah SAW bersabda; “.. bahwa
sesungguhnya saudara-saudara sekalian kini dinaungi oleh suatu bulan
yang besar, bulan yang agung, bulan penuh keberkatan, bulan yang di
dalamnya di lipat-gandakan amal ibadah serta rezki untuk orang yang
beriman, bulan kelapangan dan bulan keampunan….,siapapun di bulan
itu mengerjakan suatu kewajiban karena Allah niscaya dia akan
mendapatkan pahala seperti tujuhpuluh kali kebajikan yang diwajibkan
pada bulan yang lain, dan siapapun yang mengamalkan suatu amalan
sunat karena Allah di bulan Ramadhan akan samalah nilainya dengan
amalan wajib di bulan lainnya…, karena itu difardhukan kepadamu
untuk berpuasa di siang harinya, dan menghidupkan malamnya
(qiyamul-lail)….,Ramadhan itu awalnya rahmat, pertengahannya
maghfirah dan akhirnya adalah pembebasan dari api neraka…”,(Hadist
Shahih).
Khutbah Nabi SAW terlengkap ini,sudah teramat cukup dijadikan
30 Iman Yang Kokoh Melahirkan Moral Yang Stabil
pegangan atau rujukan bagi seorang yang hendak memilih
mengerjakan amalan terbaik di bulan Ramadhan yang mulia.
Keagungan Ramadhan sebagai bulan turunnya Al Quran,
menyediakan di dalamnya satu malam rahmah yakni “malam
lailatul-qadri” yang memiliki keutamaan melebihi seribu bulan
(QS.97:1-5).
Berdo’a kepada Allah dibulan ini akan “maqbul”
terutama saat sedang berpuasa, atau pada saat mustajab di waktu
sahur dan berbuka puasa, sebagaimana disabdakan Nabi
Muhammad SAW ; “inna lis-shaaimi ‘indal fithri-hi da’watan
maa turaddu”, artinya,“Do’a orang berpuasa ketika sedang
berbuka tidak ditolak,”(Hadist dari Ibnu Umar Radhiallahu
“anhuma).
Di bulan ini ada ibadah khusus yang disebut “shalat
tarawih”, artinya shalat secara santai. Rasulullah SAW pernah
mengerjakan shalat tarawih ini selama tiga malam berturut-turut
di Masjid Nabawi Madinah, yang di ikuti oleh para Shahabat
sebagai makmum dibelakang Nabi Muhammad SAW. Walau
hanya tiga malam, namun berita shalat tarawih ini cepat
menyebar ketengah umat, dan pada malam-malam berikutnya
umat bertambah banyak yang ingin shalat dengan Rasulullah
SAW. Akan tetapi Rasulullah SAW tidak pernah keluar dari
kamar (bilik) ‘Aisyah RA, disanalah beliau kerjakan shalat tarawih
beliau, sebagai dikhabarkan oleh Ummul Mukminin ‘Aisyah RA.
Rasul SAW keluar di waktu shubuh mengimami orang banyak
dan sahabat menanya Rasulullah SAW kenapa beliau tidak keluar
untuk shalat malam dimana umat banyak yang menunggu?
Rasulullah SAW menjawab bahwa; “beliau takut, seandainya Allah
SWT mewajibkan shalat sunat (tarawih) ini, namun ummatku menjadi
keberatan mengerjakannya”. Ironis sekali ummat kini, rajin pergi
shalat sunat tarawih berjamaah, sementara shalat maktubah acap
terlalaikan bahkan mungkin sudah tertinggalkan.
Ramadhan adalah bulan paling mustajab tempat
bermunajah kepada Allah, saat taubatan nashuha dengan lidah
basah membaca istighfar,mengharapkan ampunan dan maghfirah
dari Allah. Namun, semuanya tidak berarti, bila mata hati
tertutup melihat dhu’afa (fakir-miskin) yang papa dengan nasib,
tidak punya sesuatu untuk di nikmati, diperberat oleh kepahitan
hidup dan himpitan ekonomi dibebani pikulan krisis moneter
karena pukulan spekulan. Terhadap kalangan

Iman Yang Kokoh Melahirkan Moral Yang Stabil 31


“berpunya”yangtidak mau mengulurkan bantuan, Allah SWT
mencapnya sebagai “pendusta-pendusta agama?”, karena “mata
mereka tertidur disebabkan perut terlalu kenyang, tetapi
disampingnya tergeletak saudaranya yang fakir-miskin dengan
bola-mata mereka tidak mau tertidur karena kelaparan”. Do’a si
fakir miskin sangat mustajab. Yang tak peduli nasib simiskin,
sesungguhnya bukanlah golonganku, kata Muhammad SAW.
Na’udzubillahi min Dzalik.

Kendali

Sabda Rasulullah SAW mengungkapkan arti dari jihad


artinya; "Seseorang tidak dikatakan pemberani karena melompati
musuh di medan laga. Tetapi orang yang berani berjihad itu adalah
yang mampu menahan diri ( artinya,memiliki ke-sabaran)".
Berani tanpa perhitungan bukanlah sebuiah kesabaran.
Perhitungan yang matang dengan segala ketabahan menahan diri
senantiasa mendorong seseorang untuk bertindak benar.
Berpegang teguh kepada yang haq (kebenaran dari Allah)
akhirnya menjadikan seseorang berani dalam bertindak. Berani
untuk berjuang mempertahankan kebenaran itu. Kesabaran akan
terlihat pada kemampuan seseorang mengendalikan diri yang
menjadi pakaian para ekselensi seperti para petinggi negara, para
diplomat, para ilmuwan (intelektual), sangat dituntut memiliki
kesabaran sebelum bertindak di dalam mengemban
tugas-tugasnya. Kemampuan pengendalian diri bukan urusan
sepele. Kemampuan adalah urusan besar dan berat, sehingga
Baginda Rasulullah SAW menyebutkannya sebagai "jihad akbar",
atau "perjuangan yang berat".
Sejarah mencatat peristiwa besar sepulangnya rombongan
para mujahid dari Perang Badar yang terkenal tempat
berkuburnya para syuhada, Baginda Rasulullah SAW bekata,
"Kita baru saja keluar dari jihad (perang) yang kecil dan akan memasuki
jihad (perang) yang lebih besar lagi" (Al Hadist). Pernyataan
Rasulullah SAW ini, mengundang rasa heran dan tanya para
sahabat pengikut beliau,"MANA LAGI PERANG (JIHAD) YANG
BESAR ITU, WAHAI BAGINDA RASUL?". Karena, para sahabat
32 Iman Yang Kokoh Melahirkan Moral Yang Stabil
menilai bahwa perang yang baru ditinggalkan tadi sungguh
dirasakan sebagai perang yang paling besar, yang pernah dialami
mereka.
Baginda Rasulullah SAW memberikan rumusan,
“JIHADUL AKBAR, JIHADUN NAFSI"(Al Hadist), artinya “Jihad
(perang) yang besar itu, adalah perang mengalahkan nafsu”,
maknanya kemampuan mengendalikan diri. Pengendalian diri
dalam artian yang lebih jauh adalah kemampuan suatu bangsa
tegak pada prinsip kebangsaan yang telah disepakati bersama,
sikap patriotisme yang mendalam berkemampuan mandiri dan
tidak tergantung banyak oleh pengendalian dari luar.
Jihadun nafs (perjuangan mengendalikan diri) ini, tempat
latihannya adalah ibadah shaum atau ibadah puasa. Shaum atau
puasa itu, diawali dan diakhiri oleh “pengendalian diri", dengan
merasakan sungguh-sungguh menahan sejak sahur sampai
datangnya waktu berbuka.Tiada semenit pun masa toleransi
walaupun perut masih meminta, namun rela membasuh jari
mengakhiri makan sahur tanda imsak mulai dijalankan.Begitu
pula, dikala berbuka puasa, sungguhpun penganan telah tersedia
dihadapan muka, tak akan mau memakannya sampai waktunya
datang, menit dan detik rela dinanti. Alangkah dalamnya
perlajaran ini. Latihan disiplin yang tinggi, dan pengendalian diri
yang utuh.
Sebuah latihan, hanya bisa dilihat hasilnya setelah masa
latihan terlewati. Keberhasilan melaksanakan puasa (shaum)
terlihat berbekas, jika mampu melahirkan sifat-sifat disiplin dalam
mengendalikan diri, nanti sesudah Ramadhan pergi. Makin tinggi
nilai latihan makin lama bekasnya di dalam diri.
Di dalam pembangunan bangsa PJPT-II dan memasuki
era globalisasi abad keduapuluhsatu kehadapan, tugas setiap
individu semakin berat. Masa kedepan sangat memerlukan
manusia yang berkualitas. Memiliki disiplin yang tinggi dalam
setiap kondisi. Kita amat memerlukan bangsa yang tangguh dan
ampuh dalam menjalankan misi pembangunan, disegala bidang.
Yang diperlukan adalah sumber daya manusia yang rela menahan
diri, berhemat, sanggup memikul beban bersama dan memiliki
rasa solidaritas (ukhuwah) yang men-dalam.
Semuanya hanya bisa diciptakan, melalui latihan latihan
Iman Yang Kokoh Melahirkan Moral Yang Stabil 33
yang terus menerus. Kesempatan selalu dibukaan oleh Allah
Subhanahu Wa Ta'ala, melalui ibadah puasa (shaum) ini.
Akankah kita biarkan saja Ramadhan tahun ini berlalu
tampa kesan. Tampa ada usaha kita mengambil nilai-nilai mulia
yang terkandung di dalamnya. tentu tidak.
Maka, sewajarnyalah setiap kita berusaha sekuat daya,
supaya lingkungan kita dimanapun kita berada, bisa menerapkan
amalan puasa (shaum) ini.
Inilah tujuan utama, Allah Subhanahu Wa Ta'ala
memerintahkan shaum (puasa) itu. La'allakum Tattaquuna.
Supaya kamu menjadi orang-orang yang terpelihara, terlindungi.
Bangsa yang bertaqwa, adalah bangsa yang mawas diri.

Izzah

DALAM pergaulan hidup Muslim sehari-hari didapati


kewajiban melaksanakan tugas kemasyarakatan yang paling asasi
yaitu “memberikan nasehat kepada sesama saudaranya”, yang
merupakan pengamalan “amar ma’ruf nahi munkar”. Tugas ini
wajib ditunaikan agar masyarakat berkehidupan dalam suasana
yang baik dan tidak terperosok kedalam jurang kehinaan,
sehingga tercipta tatanan masyarakat utama (khaira ummah).
“Amar ma’ruf nahi munkar” adalah kewajiban kembar yang mesti
berjalan seiring dan ditunaikan secara tulus dan ikhlas dalam
kerangka mardhatillah. Esensinya dalam rumusan “tawashii bil
haqqi dan tawashii bis-shabri”, yaitu berwasiat dengan
kebenaran (al-haq min rabbika) dan ketabahan (shabar), yang di
alaskan kepada sabda Rasulullah SAW; “agama itu adalah
nasehat” (ad-diin an-nashihah) yang datang dari Allah SWT
menjadi sangat menentukan dalam penciptaan kemashlahatan
umat banyak. Bila tugas kembar ini dilalaikan, maka yang akan
tampil kepermukaan adalah segala bentuk kekacauan dan
kebringasan dengan kemasan fitnah serta berbagai isu yang sulit
dibendung. Sebab itu, "amar ma'ruf-nahi munkar" di ketengahkan
tanpa kebencian dan dendam, jauh dari perasaan iri dan hasad
dengki. Tugas ini tidak mengenal sakit hati, tetapi harus
berbingkai asih-asuh berisi cinta sejati sesama hidup, karena
“sama-sama ingin masuk surga, sama-sama ingin terhindar dari
34 Iman Yang Kokoh Melahirkan Moral Yang Stabil
neraka, dan terbebas dari godaan iblis-syaitan”.
Tujuan yang ingin dicapai adalah kehidupan bermartabat
kemanusiaan dengan beralaskan mahabbah dan kasih sayang.
Sabda Baginda Rasulullah SAW bahwa di bulan
Ramadhan ini, “di bukakan pintu syurga, di tutup pintu neraka, dan
dirantai syaithan", hakikinya mengandung makna mendalam
dengan pembuktian pada amalan-amalan yang mendekatkan
kepada pintu sorga, yakni segala "kebaikan" sesuai ajaran Allah
dan Rasulullah. Kebaikan yang menjadi warna "fitrah"
kemanusiaan. Inilah bulan tempat kita berpacu dan berlomba
melakukan kebajikan, sebagai penggambaran-kebaikan. Itulah
keyakinan mukmin yang utama. Dan yang sudah terbiasa
melakukan kejahatan, bertaubat adalah tindakan yang paling
tepat. Karena puasa (shaum) tidak hanya sekedar menahan haus
dan lapar, tetapi adalah kemampuan menahan diri untuk tidak
berbuat kejahatan.
Akan halnya "di tutup pintu neraka", sebenarnya adalah
sebuah peringatan sangat keras untuk tidak melakukan tindakan-
tindakan yang bisa berakibat terbawanya badan kedalam neraka.
Selanjutnya supaya tidak berteman dengan syaitan. Jangan di tiru
lagak-lagu syaithan, seperti melakukan segala tipu daya yang
tidak senonoh.
Dakwah ilaa-Allah menjadi kewajiban pribadi
(fardhu-‘ain) setiap muslim yang beriman. Dakwah adalah gerakan
masal “mempuasakan masyarakat dari segala perangai tidak
terpuji", seperti perangai konsumeris, indiviualis, materialis,
spekulatip yang berdampak sangat dalam terhadap kemelut
moneter yang tengah melanda bangsa, bila kita jujur mengkajinya
lebih disebabkan oleh hilangnya kepercayaan diri (baca: rupiah)
dan terlampau besarnya kepercayaan kepada milik orang lain
(baca: dollar).
Ramadhan menumbuhkan “izzatun-nafsi”, yakni taqwa
yang terlihat dalam percaya diri, hemat, mawas diri, istiqamah
(teguh-prinsip) dalam menanam nilai kebersamaan (ukhuwwah)
ditengah hidup bermasyarakat, dan terjauh dari hanya
mementingkan diri sendiri. Sudahkah kini tercipta?? Jawabnya
tersimpan dalam “Gerakan Fastabiqul Khairat”.***

Iman Yang Kokoh Melahirkan Moral Yang Stabil 35


Jihad Besar

JIHAD adalah satu keberanian berkemampuan tinggi


dalam mengendalikan diri sebagai di ungkapkan Rasulullah SAW
sesuai sabdanya; "Seseorang tidak dikatakan pemberani karena
melompati musuh di medan laga. Tetapi orang yang berani berjihad itu
adalah yang mampu menahan diri ( artinya,memiliki ke-sabaran)" (Al
Hadist).
Berani dengan perhitungan (iman dan ihtisab) adalah
bukti sebuah kesabaran. Perhitungan matang di topang oleh
ketabahan dan kemampuan menahan diri akan mendorong
seseorang untuk bertindak benar. Berpegang teguh kepada
kebenaran (haq dari Allah) membuahkan keberanian dalam
bertindak dan akhirnya bersedia untuk berjuang
mempertahankan kebenaran itu. Kesabaran adalah kemampuan
mengendalikan diri dan menjadi pakaian para ekselensi dan
pimpinan dalam mengemban tugas-tugasanya. Kenanam dan
menumbuhkan kesabaran bukan satu urusan sepele tetapi adalah
kerja besar dan berat, sesuai sabda Rasulullah SAW menyebutnya
sebagai "jihad akbar", atau "perjuangan yang berat".
Sejarah mencatat peristiwa besar di bulan Ramadhan dari
Perang Badar yang adalah ladang perkuburan para syuhada,
sebagai dikatakan oleh Rasulullah SAW, "Kita baru saja keluar dari
jihad (perang) yang kecil dan akan memasuki jihad (perang) yang lebih
besar lagi" (Al Hadist). Pernyataan Rasulullah SAW ini
menimbulkan tanya keheranan para sahabat pengikut Rassulullah
yang mohon di jelaskan; "MANA LAGI PERANG (JIHAD) YANG
BESAR ITU, WAHAI BAGINDA RASUL?". Para sahabat menilai
dan mengalami sendiri perang yang baru ditinggalkan tadi adalah
yang paling akbar, paling besar, yang pernah mereka alami.
Baginda Rasulullah SAW memberikan rumusan, “JIHADUL
AKBAR, JIHADUN NAFSI"(Al Hadist), artinya “Jihad (perang)
yang besar itu, adalah perang mengalahkan nafsu”, maknanya
kemampuan mengendalikan diri.
Pengendalian diri dalam arti mendalam adalah
kemampuan suatu bangsa tegak pada prinsip kebangsaan yang
36 Iman Yang Kokoh Melahirkan Moral Yang Stabil
telah disepakati bersama, teguh bertindak dengan sikap
patriotisme yang mendalam berakar pada kemampuan untuk
mandiri dan tidak banyak tergantung dari kendali orang luar.
Disinilah suatu perjuangan besar (jihadul akbar) yang berawal
dari jihadun nafs (perjuangan mengendalikan diri).
Arena latihannya adalah ibadah shaum atau ibadah puasa.
Shaum atau puasa itu, diawali dan diakhiri oleh “pengendalian
diri", mulai sejak sahur sampai datangnya waktu berbuka dengan
menahan (imsak), tiada semenit pun masa toleransi walaupun
perut lapar dan kerongkongan kering dahaga. Kerelaan menahan
sampai datang waktunya dibolehkan berbuka merupakan latihan
disiplin yang tinggi, dan pengendalian diri yang utuh. Sebuah
latihan, hanya bisa dilihat hasilnya setelah masa latihan terlewati.
Keberhasilan melaksanakan puasa (shaum) terlihat berbekas, jika
mampu melahirkan sifat-sifat disiplin dalam mengendalikan diri,
baik selama atau sesudah Ramadhan pergi. Makin tinggi nilai
latihan makin lama bekasnya di dalam diri.
Di dalam pembangunan bangsa (PJPT-II dan seterusnya)
dan memasuki persaingan ketat era globalisasi abad
keduapuluhsatu kehadapan, tugas setiap individu semakin berat.
Masa kedepan sangat memerlukan manusia yang berkualitas.
Memiliki disiplin yang tinggi dalam setiap kondisi. Kita amat
memerlukan bangsa yang tangguh dan ampuh dalam
menjalankan misi pembangunan, disegala bidang. Yang
diperlukan adalah sumber daya manusia yang rela menahan diri,
berhemat, sanggup memikul beban bersama dan memiliki rasa
solidaritas (ukhuwah) yang men-dalam. Semuanya hanya bisa
diciptakan, melalui latihan kebersamaan dan disiplin yang terus
menerus. Kesempatan ini dibukaan oleh Allah Subhanahu Wa
Ta'ala, melalui ibadah puasa (shaum) di bulan Ramadhan ini.
Konsekwensinya adalah jangan dibiarkan Ramadhan
berlalu tanpa ada usaha memetik nilai-nilai mulia yang
terkandung di dalamnya, dan sewajarnya setiap diri berusaha
sekuat daya, supaya lingkungan dimanapun berada, bisa
menerapkan amalan puasa (shaum), ”La'allakum Tattaquuna”
artinya, “supaya kamu menjadi orang-orang yang terpelihara,
terlindungi”. Bangsa yang bertaqwa, adalah bangsa yang mawas
diri, yang hemat, dan tidak menahan hak orang lain, sesuai firman
Allah; “Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat
Iman Yang Kokoh Melahirkan Moral Yang Stabil 37
akan haknya, kepada orang miskin dan orang yang dalam
perjalanan; dan janganlah kamu menghambur-hamburkan
hartamu secara boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu
adalah saudara-saudara syaithan dan syaithan itu adalah sangat
ingkar kepada Tuhannya.” (QS.17-Al Isra’,ayat 26-27).

Ad-Din an Nashihah.
DALAM Pergaulan hidup Muslim sehari-hari ada suatu
tugas bermasyarakat yang mesti di tunaikan yaitu “memberikan
nasehat kepada sesama saudaranya”, sebagai suatu kewajiban asasi
dalam mengamalkan ajaran “amar ma’ruf nahi munkar”, supaya
masyarakat hidup dalam suasana yang baik, aman dan tenteram,
sehingga tercipta tatanan masyarakat utama (khaira ummah).
“Amar ma’ruf nahi munkar” adalah kewajiban kemanusiaan yang
mesti dijalankan dan di tunaikan secara tulus ikhlas dalam
kerangka mardhatillah, menurut bingkai “tawashii bil haqqi dan
tawashii bis-shabri”, yaitu berwasiat dengan kebenaran (al-haq
min rabbika) dan ketabahan (shabar), beralaskan sabda Rasulullah
SAW; “agama itu adalah nasehat” (ad-diin an-nashihah).
Bila tugas kembar ini dilalaikan, maka yang akan tampil
kepermukaan adalah segala bentuk kekacauan dan kebringasan
dengan kemasan fitnah serta berbagai isu yang sulit dibendung.
Sebab itu, "amar ma'ruf-nahi munkar" di ketengahkan tanpa
kebencian dan dendam, jauh dari perasaan iri dan hasad dengki.
Tugas ini tidak mengenal sakit hati, tetapi harus berbingkai asih-
asuh berisi cinta sejati sesama hidup, karena “sama-sama ingin
masuk surga, sama-sama ingin terhindar dari neraka, dan
terbebas dari godaan iblis-syaitan”. Tujuan yang ingin dicapai
adalah kehidupan bermartabat kemanusiaan dengan beralaskan
mahabbah dan kasih sayang.
Sabda Baginda Rasulullah SAW menyebutkan bahwa di
bulan Ramadhan, “di bukakan pintu syurga, di tutup pintu neraka,
dan di rantai syaithan", hakikinya bermakna setiap orang
berketeguhan sikap dalam melaksanakan amal perbuatan yang
hanya mendekatkan ke sorga (taqarrub ila Allah), yakni
mengerjakan segala "kebaikan" sesuai ajaran Allah dan
Rasulullah, karena kebaikan itu adalah “warna fitrah"
kemanusiaan. Perlombaan menabur-tanam kebaikan (al khairi,
38 Iman Yang Kokoh Melahirkan Moral Yang Stabil
ma’ruf) dan konsekwen dalam menanggalkan keburukan
(maksiat, munkarat) merupakan keyakinan mukmin yang tak bisa
ditawar-tawar, dalam hal ibadah shaum harusalah diterjemahkan
bahwa “puasa (shaum) tidak hanya sekedar menahan haus dan lapar,
tetapi adalah kemampuan menahan diri”. Karena itu ibadah shaum
(puasa) mampu menghindarkan seseorang dari segala kejahatan
pribadi dan kejahatan di tengah kehidupan bermasyarakat, serta
menjauhkan seseorang dari sikap ceroboh dan perbuatan tidak
senonoh meniru perangai syaithan dengan segala bentuk tipu
daya, adu domba, fitnah, isue dengan rentetan kepalsuan demi
kepalsuan.
Dakwah ilaa-Allah menjadi kewajiban pribadi
(fardhu-‘ain) setiap muslim yang beriman. Dakwah adalah gerakan
massal “mempuasakan masyarakat dari segala tindakan tidak
terpuji", seperti perangai konsumeris, individualis, materialis,
spekulatip yang berakibat terhadap gejolak moneter dan
kehidupan ekonomi yang tengah melanda bangsa. Bila kita mau
secara jujur mengkaji gejolak moneter yang kita alami hari ini,
terjadinya tidak semata-mata di karenakan oleh faktor fisik
ekonomi semata, namun sebenarnya bertumbuh tambah besar
adalah karena hilangnya kepercayaan kepada diri, atau hilangnya
kecintaan bangsa kepada negaranya, hilangnya kepercayaan
rakyat kepada pemimpin atau hilangnya kepercayaan pemimpin
terhadap rakyatnya, yang secara timbal balik menimbulkan
hilangnya kepercayaan kepada milik sendiri (baca: rupiah) dan
terlampau besarnya kepercayaan kepada milik orang lain (baca:
dollar).
Sebagai bangsa kita cenderung merasa lebih aman menyimpankan
kekayaan di Lembaga-Lembaga Keuangan Luar Negeri daripada
menanamkan kekayaan dimaksud dinegeri sendiri, dan lebih suka
mengkonsumsi produk-produk luar negeri dan menganggap hasil
dalam negeri sendiri rendah derajatnya. Lebih jauh sebenarnya
yang hilang adalah patriotisme kebangsaan dan kecintaan kepada
tanah air, sehingga sulit untuk mengharapkan timbulnya kerelaan
berkorban, karena sebagai bangsa sudah kehilangan ruhul-jihad
(jiwa perjuangan).
Ramadhan melahirkan “izzatun-nafsi” (harga diri) berakar
taqwa yang terlihat pada sikap percaya diri, hemat, senantiasa
berhati-hati (mawas diri), istiqamah (teguh-prinsip) dalam menanam
Iman Yang Kokoh Melahirkan Moral Yang Stabil 39
nilai kebersamaan (ukhuwwah) ditengah hidup bermasyarakat dan
berbangsa. Sikap yang mewarnai izzatun nafsi akan berperan
dalam membentuk watak bangsa yang besar, yang tidak hanya
semata-mata terikat kepada tabiat bernafsi-nafsi atau hanya
menyelamatkandiri sendiri, akan tetapi lebih mendahulukan
sikap kebersamaan (kegotong royongan) sebagai penggambaran
dari suatu budaya bangsa yang ditopang oleh ajaran wahyu
agama yang benar yakni “ta ‘aa-wanuu ‘ala al-birri wa at-taqwa”
artinya “saling membantu bersama-sama (bergotong royong) dalam
kebajikan dan taqwa”.
Prinsip inilah sesungguhnya yang telah melahirkan
pengorbanan besar para pejuang bangsa dalam merebut
kemerdekaan, dan sikap ini pula yang perlu di pelihara dan di
tumbuhkan lagi dalam mempertahankan kemerdekaan dan
mengisinya melalui program-program pembangunan. Semua
jawabannya tersimpan dalam kesediaan kita semua mengamalkan
satu jihad besar yang disebut “Gerakan Fastabiqul Khairat” yang
melibatkan seluruh lapisan umat. Inilah jihad besar sepanjang
masa sesuai bimbingan Allah SWT dalam firman-NYA; ”Dan
berjihadlah kamu pada jalan Allah dengan jihad yang sebenar-
benarnya. Dia telah memilih kamu dan Dia sekali-kali tidak
menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan.
(Ikutilah) agama orang tuamu Ibrahim AS. Dia (Allah) telah
menamai kamu sekalian orang-orang muslim dari dahulu, dan
(begitu pula) dalam (Al Quran) ini, supaya Rasul itu menjadi
saksi atas dirimu dan supaya kamu semua menjadi saksi atas
segenap manusia, maka dirikanlah shalat (sembahyang),
tunaikanlah zakat dan berpeganglah kamu pada tali Allah. Dia
(Allah) lah Pelindungmu, maka Dialah sebaik-baik Pelindung
dan sebaik-baik Penolong” (QS.22-Al-Hajj,ayat 78).

40 Iman Yang Kokoh Melahirkan Moral Yang Stabil


Iman Yang Kokoh Melahirkan
Moral Yang Stabil

Masalah akhlak merupakan persoalan mendasar dalam


hidup manusia. Akhlak memberi corak warna bagi kehidupan
manusia. Syauqiy Beyk, seorang sastrawan dan filosof mesir
mengungkapkan;
Tegak rumah karena sendi. Sendi hancur rumah binasa. Tegaknya
bangsa karena budi. Budi rusak, hancurlah bangsa.
Di ranah Minangkabau, dikenal sebuah pantun yang
sering dengan ungkapan di atas.
Nan kunak kundi. Nan sirah sago. Nan baiak budi. Nan indah baso.
(basa-basi, sopan santun).
Pendidikan akhlak (moral) berkaitan erat dengan iman.
Iman yang kokoh akan melahirkan akhlak (moral) yang stabil.
Iman yang labil, akan membuahkan akhlak yang tidak menentu.
Nilai akhir yang paling tinggi yang ingin dicapai oleh manusia
adalah nilai keakhiratan. Artinya ada kesadaran atas nilai
keduniaan yang dimiliki sekarang ini, berfungsi ganda.
Nilai keduniaan yang beraspek materil maupun
intelektual berperan dalam membentuk nilai keakhiratan. Di
samping manfaat pemenuhan kebutuhan manusia di dunia.
Dunia dibangun dengan amal. Yang dimaksud amal
saleh. Yang baik, yang konstruktif, membangun dan memperbaiki
(ishlah).
Tentu dunia tidak mau seiring dengan amal salah. Amal

Iman Yang Kokoh Melahirkan Moral Yang Stabil 41


saleh dilakukan secara terang-terangan. Sementara amal salah
sering dilakukan sembunyi-sembunyi. Begitulah hakekat amal
yang terjadi.
Amal saleh lahir dari insan bermoral. Amal salah tumbuh
dari jiwa yang rusak (a-moral).
Amal saleh berisi sikap atau nilai-nilai amanah, jujur,
ikhlas, sabar, istiqomah, peduli terhadap orang lain. Sementara
amal salah bertendensi individualistik, merusak, jahil (bodoh),
fasik, munafik, dan khianat.
Karena itu mutlak diperlukan niat (motivasi) yang jelas
dikala sebuah amal akan digerakkan.
Motivasi amal saleh adalah menuju ridha Allah. v

42 Iman Yang Kokoh Melahirkan Moral Yang Stabil


Selamat Datang Bulan Ramadhan

Bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan


(permulaan) Al Qur'an sebagai petunjuk bagi manusia dan
penjelasan- penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang
hak dan yang bathil). Karena itu, barang siapa diantara kamu hadir
(dinegeri tempat tinggalnya) dibulan itu, maka hendaklah dia berpuasa
dibulan itu, dan barang siapa yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia
berbuka), maka wajiblah baginya berpuasa, sebanyak hari yang
ditinggalkannya itu, pada hari yang lain. Allah menghendaki
kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Dan
hendaklah kamu mencukupkan bilangannya, dan hendaknya kamu
mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu,
supaya kamu bersyukur. (QS. Al-Baqarah, 2 : 185)
Setiap kali bulan Ramadhan datang, semasa hidupnya
Baginda Rasullullah Shallahu 'Alaihi Wassallam, selalu beliau
menyambut kedatangan bulan ini dengan perasaan haru, gembira
dan penuh harap.
Baginda Rasulullah, mengelu-elukan kedatangan bulan
suci Ramadhan ini, dengan ucapan "Ahlan wa sahlan,
wamarhaban yaa syahral mubarak". Artinya, selamat datang
dengan penuh kegembiraan dan penuh harap kasih sayang, kami sambut
kedatangan-mu, wahai bulan yang membawa keberkatan. Begitu
kira-kira, Baginda Rasulullah mempersiapkan diri dalam
menerima bulan yang suci ini.
Kebesaran bulan Ramadhan, terletak pada ibadah yang
terkandung di dalamnya. Juga terletak kepada kemuliaan yang
diberikan Allah Subhanahu Wa Ta'ala atas bulan itu. Yang paling
istimewa adalah, bahwa Tuhan Allah sendiri yang menberikan
nama terhadap bulan ini. Itu terhadap dalam Wahyu Allah, Surah
Al Baqarah, ayat 185, seperti tertera di dalam mukaddimah
tulisan ini.
Tidak ada penamaan urutan nama-nama bulan di dalam
Al'Qur'an, kecuali hanya untuk bulan ini. Yaitu Syahru
Ramadhan, dalam bahasa Indonesia disebut bulan Ramadhan.
Dalam rumpun bahasa Al Qur'an atau Arab, Ramadhan
berakar dari kata Ramadhan artinya pembakaran. Baginda

Iman Yang Kokoh Melahirkan Moral Yang Stabil 43


Rasulullah mengartikan, innama summiyya Ramadhan li annahu
yarmidhu dzunuuba. Yang artinya, sungguh hanya dinamakan
bulan Ramadhan karena di sana kesempatan membakar dosa.
Membakar dosa berarti, bahwa di dalam bulan ini umat
manusia, lebih khusus lagi orang beriman, berkesempatan
menghapuskan dosa-dosanya melalui ibadah yang khusus pula
ada di bulan Ramadhan ini.
Ibadah khusus di bulan ini ialah shaum (puasa) wajib.
Wajibnya terletak kepada dijadikan puasa ramadhan itu,
merupakan satu arkaan atau rukun Islam. Seorang Muslim, belum
lengkap sebagai muslim, jika dia meninggalkan shaum (puasa)
Ramadhan ini. v

44 Iman Yang Kokoh Melahirkan Moral Yang Stabil


Hormati Orang Berpuasa

PUASA (shaum) memiliki nilai ibadah yang tinggi.


Pelaksanaannya, bertitik berat kepada diri pribadi orang yang
melaksanakannya.
Puasa membentuk keikhlasan dan kejujuran mendalam.
Orang lain bisa melihat orang yang tengah berpuasa. Tetapi,
orang yang melaksanakan shaum itu sendirilah yang amat tahu,
apakah dia sebenarnya berpuasa atau hanya pamer dan
main-main.
Begitulah Allah Subhanahu Wa Ta'ala mejelaskan dengan
perantaraan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wassalam, dalam
sebuah hadist Qudist:
Ash-shaumu lii wa anaa ajziy bihi.
Artinya "Puasa (shaum) itu untuk aku semata (kata Allah), dan Aku
(Allah) pulalah yang akan menilai balasannya."
Hadist ini mengandung hikmah yang dalam. Bahwa
seseorang berpuasa hanya karena Allah semata. Inilah yang
disebut ikhlas. Allah yang mengetahui, apakah shaum (puasa)
seseorang itu baik, sempurna atau buruk dan kurang nilainya.
Karena itu, perlulah diingat. Jika kita melihat seseorang
tengah berpuasa disamping kita, maka hormatilah dia.
Menghormati orang yang tengah berpuasa, berarti menghormati
Allah jua adanya.
Inilah, satu dari firman Allah;
Wa litukabbiru 'illaha 'alaa maa hadaakum.
Artinya, "Dan hendaklah kamu mengagungkan Allah, atas
petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu." (QS. Al Baqarah, 2 : 185).
Begitu tingginya nilai ibadah puasa (shaum) ini, sehingga
bagi orang yang menghormati dan memuliakan orang-orang yang
tengah berpuasa, mendapatkan balasan (imbalan) sebesar nilai
puasa orang yang tengah berpuasa itu.
Baginda Rasulullah menjelaskan, "Orang yang memberikan
perbukaan bagi orang yang tengah berpuasa, mendapatkan pahala
sebesar pahala puasa yang dilaksanakan oleh shaa-im (orang yang
Iman Yang Kokoh Melahirkan Moral Yang Stabil 45
tengah berpuasa itu), “(Al Hadist).
Begitulah suatu ungkapan Baginda Rasulullah. Besar
pahala bagi orang yang menghormati orang yang tengah
berpuasa. Betapakah lagi pahala yang diterima oleh orang yang
tengah berpuasa. Tentu lebih besar lagi. v

46 Iman Yang Kokoh Melahirkan Moral Yang Stabil


Tahan Rasa Tahan Kata

Pemerintah Republik Indonesia dalam pengamalan


Pancasila, khususnya sila Ketuhanan Yang Maha Esa, selalu
berupaya memuliakan Ramadhan ini. Tiap tahun mengajak rakyat
Indonesia (yang Muslim) untuk mengamalkan ajaran puasa ini,
dan meminta non-Muslim menghargainya.
Pemerintah Daerah Sumbar, mulai dari Gubernur,
kepala-kepala Daerah Tingkat II, selalu mengingatkan agar
menghormati orang Islam yang tengah melaksanakan ibadah
puasanya. Seyogyanyalah kita menghormati kedua ajakan ini.
Ajakan pemerintah supaya tercipta "kerukunan umat ber-agama",
tercipta pula ketenangan umat di dalam mengamalkan ajaran
agama mereka, yaitu berpuasa (Shaum). Ajakan Allah, yang
terang merupakan perintah kepada setiap umat Islam, untuk
mengamalkan ibadah puasa ini.
Dengan itu, terciptalah kemuliaan hidup. Hablum
minallah, yakni hubungan vertikal dengan allah Yang Maha Esa,
dalam kaitan pelaksanaan ibadah. Dan hablum minan-naasi,
terbinanya hubungan yang langgeng dan kemasyarakatan yang
indah sesama anggota masyarakat (manusia), secara menyamping
(horisontal), itu.
Jikalah masih ada ummat manusia, khususnya di daerah
kita Sumatera Barat (Indonesia), yang menganggap enteng
suasana Ramadhan ini, niscaya kita tidak dapat mengatakan
bahwa mereka itu telah memiliki kesadaran bernegara yang
tinggi. Apalagi kesadaran sebagai ummat yang beragama.
Mudah-mudahan itu tidak bakal terjadi lagi ditahun ini.
Karena itulah , kepada ummat yang telah bersaksi, bahwa
mereka adalah Muslim, seharusnya kita memaksakan diri kita,
bagaimanapun beratnya, "Wajib Puasa". Hendaknya jangan ada
lagi seorangpun ummat Islam, yang meninggalkan puasa
Ramadhan ini.
Kalau toh, karena satu dan lain hal kita tidak atau belum
memiliki kemampuan mengamalkannya. Sewajibnya kita tidak
memakan makanan disembarang tempat, sehingga mengganggu
ketentraman saudara-saudara kita yang tengah beribadah puasa.

Iman Yang Kokoh Melahirkan Moral Yang Stabil 47


Selain dari itu, karena yang dikatakan puasa (shaum)
tidak hanya semata-mata menahan rasa haus dan lapar, juga
menahan diri dari berkata-kata yang tidak senonoh dan tidak
berkata cabul.
Menahan diri pula dari perbuatan-perbuatan yang tidak
baik. Agar tidak berlaku heboh, tidak melakukan
perbuatan-perbuatan yang mengundang masyarakat lainnya
menjadi terganggu ketentramannya. v

48 Iman Yang Kokoh Melahirkan Moral Yang Stabil


Pendidikan Ramadhan

SATU hal tidak dapat dilupakan, Ramadhan merupakan


bulan pendidikan. Disebut juga syahrul tarbiyyah.
Pendidikan mempunyai artian lebih dalam dari sekadar
latihan. Keberhasilan pendidikan bisa dilihat dari tumbuhnya
sikap-sikap dari buah pendidikan itu.
Pendidikan juga dilaksanakan terus-menerus.
Berkesinambungan sepanjang usaha manusia. Terus menerus,
tidak semasa-semasa. Sasarannya, generasi demi generasi dari
manusia, yang menghuni bumi ini.
Tujuan utamanya membentuk kader-kader manusia.
Manusia dalam arti seutuhnya. Tidak sebahagian-sebahgian.
Merupakan rajutan indah dari yang disebut generasi manusia
turun temurun.
Manusia yang diminati untuk dibentuk, adalah manusia
menurut kriteria “Yang Maha Menjadikan” manusia itu. Menurut
istilah, hakikat ‘alan-naas atau hakikat manusia sebenarnya.
Sehingga melalui pendidikan itu, manusia dapat berperan
optimal sebagai makhluk sentral di tengah alam. Memberi warna
kehidupan pada alam yang ada sekelilingnya. Menjadi makhluk
bijak dalam mengikuti kebijakan Allah Maha Pencipta.
Sebagaimana dipesankan oleh Rasulullah SAW.
AKU (yakni Allah ‘Azza Jalla) telah menjadikan kamu
(manusia) untuk Ku (untuk mengabdi kepada Ku), dan Aku telah pula
menjadikan seluruh alam (baik yang sudah dicerna oleh ilmu
pengetahuan, maupun yang tengah/akan diteliti, dalam proses
eksperimental masa datang), seluruh alam itu untuk mu (untuk
manusia). (Al Hadist Qudsi, Shahih)
Bila kita bertitik tolak dari bimbingan (hadist) Rasul Allah
ini, terang sekali alam diciptakan untuk kita, untuk manusia.
Untuk dimanfaatkan bagi sebesar kemanfaatan dan kepentingan
manusia yang hidup di alam ini jua adanya. Dari setiap kurun
dalam setiap kondisi.
Lebih lanjut, manusia bukanlah objek dari alam. Tetapi
sebaliknya, alam adalah objek bagi manusia. Objek bagi
Iman Yang Kokoh Melahirkan Moral Yang Stabil 49
kepentingan, kebutuhan dan penelitian oleh manusia. Manusia
adalah subjek terhadap alam itu.
Bila ilmu pengetahuan alam mengenal adanya geo-centris
dimana bumi sebagai pusar kendali kehidupan alamiyah, maka
Allah Yang Maha Pencipta, menciptakan manusia sebagai titik
sentral dari kehidupan di bumi yang alamiyah ini.
Bumi tidak akan menjadi pusat perhatian, bila
ditakdirkan tidak dihuni oleh manusia. Sekarang planit-planit lain
sudah menjadi pusat perhatian dan bahan penelitian, justeru
karena adanya manusia penghuni bumi. v

50 Iman Yang Kokoh Melahirkan Moral Yang Stabil


Meninggalkan Lalai,
Menanggalkan Malas

BAGINDA Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wa Salam,


menyebutkan pula bahwa Ramadhan itu, disebut dengan syahrun
yuzadu fihi rizqul mukmin, Berarti, "bulan dimana di dalamnya
terdapat pertambahan rezeki bagi orang ber- iman".
Dalam konteks ini, bermakna Ramadhan adalah bulan
pertambahan. Pertambahan rezeki, untuk segala bidang. Rezeki
dalam bentuk materi. Rezeki dalam bentuk pahala
amaliyah-ubudiyah.
Dapat diyakini, bahwa dalam hal mendapatkan rezeki,
Islam mengajarkan supaya giat berusaha. Permulaan dari jihad,
adalah Meninggalkan lalai. Menanggalkan malas.
Menggantinya dengan giat dan rajin. Dalam segala bentuk
kegiatan, segala aktivitas. Untuk keperluan dunia dan akhirat,
sama saja. Sama-sama hasanah, indah, baik, dan sempurna.
Dalam Islam, kebaikan akhirat itu, tergambar dalam
kebaikan dunianya. Amal akhirat diperdapat melalui amalan
nyata didunia ini. Akhirat, tegasnya adalah padanan dunia ini.
Amalan baik disini, balasan baik disana. Amalan buruk disini,
siksaan neraka disana. Pada hakekatnya, Akhirat yang baik,
adalah hasil rekayasa di dunia ini. Begitu pula sebaliknya.
Begitulah konsepsi Islam, tentang akhirat. Akhirat tidak
diperoleh tampa dunia. Begitu pula Baginda Rasulullah
Shallallahu 'alahi Wa Sallam, bersabda; "Wa’mal Li Dunyaa Ka
Kaannaka Ta'isyu Abadan, (berkarya-lah anda untuk keperluan
duniamu, seolah olah anda akan mendiami dunia ini selama- lamanya).
"Wa'mal li Akhirat Ka- annaka Tamuutu Ghadan" (ber-amal- lah anda
untuk keperluan akhirat anda, seolah-olah anda akan mati sebentar lagi).
(Al Hadist).
Kaedah ini bermakna, bahwa tiada hari tanpa 'amal.
Tiada waktu untuk berlalai-lalai. Tiada masa bersantai-santai.
Semua kita dikejar waktu. Semua manusia berburu masa, Berburu
untuk mengumpulkan persediaan yang banyak, untuk keperluan
bukan setahun dua tahun. Tetapi untuk pemenuhan kebutuhan
dunia selama- lamanya (abadi). Untuk itu, dituntut rajin dan giat.
Hemat dan penuh perhitungan. Ini, pandangan pertama. Dalam
Iman Yang Kokoh Melahirkan Moral Yang Stabil 51
kaitan pemenuhan kebutuhan duniawi. Materials needs,
pemenuhan kebutuhan materi, kata orang.
Selanjutnya, untuk li-akhiratika, kepentingan hari depan,
atau hari akhir kita??? Bagaimana pula ajaran Islam
mengatisipasinya??? sebuah pertanyaan yang cukup ilmiah,
barangkali.
Islam mengajarkan, bahwa kehidupan bukan hanya
sekedar, ada disini dan sekarang saja. Not here and now, kata
orang di sebelah barat.
Hidup itu, untuk hari ini dan esok. Not here and now,
but here and after. Kata orang-orang bijak cendikia. Bahasa
surau-nya, adalah hidup itu, adalah untuk masa semasa hidup ini,
dan untuk hidup sesudah hidup ini. Hidup sebelum mati, dan
hidup sesudah mati.
Terang sekali, untuk itu perlu persiapan-persiapan
matang. Untuk keperluan hidup sebelum mati, banyak bersifat
materi. Karena hidup sebelum mati itu, sifatnya kebendaan. Alam
takambang jadi guru.
Hidup sesudah mati, tidak lagi memerlukan kebendaan.
Hidup setelah mati sifatnya "immateriil", kata orang sono-nya. Dan
mati sesudah siang. Bahkan perlu dinantikan. Ibarat menantii
datangnya berbuka. Karena itu, konsepsi Baginda Rasulullah
amatlah jelasnya.
"Beramal-lah untuk akhirat-mu (keperluan hidup sesudah
hidup ini) seolah-olah kamu akan mati besok pagi".
Maka sebenarnya, aktifitas untuk mempersiapkan
kebutuhan hidup sesudah hidup ini, waktunya tidak memadai.
Walaupun setiap detik diperuntukkan hanya untuk
persiapan-persiapan hidup sesudah mati itu, sebetulnya belum
cukup waktu. Sebab hidup sesudah hidup ini, akan panjang
sekali. Begitu panjangnya, tiada berbatas. Khalidina fiiha abadan,
"masuk kita kedalamnya, selamanya, 'abadi". Jadikan Ramadhan
tambahan pertambahan ubudiyah ukhrawi dan amaliyah
duniawi. v

52 Iman Yang Kokoh Melahirkan Moral Yang Stabil


Pintu Surga Terbuka

DI Bulan Ramadhan, Tertutup Pintu Neraka. Dibukakan


sekalian pintu Syorga. Dirantai iblis dan Syaithan.
Demikian gambaran yang dijelaskan Baginda Rasulullah,
kepada kita ummat ber-iman.
Satu lagi dari kemuliaan bulan suci Ramadhan ini.
Telah menjadi pengetahuan kita, bahwa Neraka diperun
tukkan bagi orang-orang berdosa. Orang yang kena kutukan
Allah. Orang-orang kafir dan aniaya. Memang tidak lain, hanya
itulah yang akan mengisi Neraka itu.
Seorang yang kafir, yang dzalim, yang aniaya, yang jahat,
dan banyak lagi pelaku-pelaku perangai tercela. Sebenarnya tidak
usah marah, jika dikabarkan bahwa tempat mereka adalah
Neraka. Karena itulah, terminal akhir dari semua bentuk
kejahatan.
Begitu pula halnya, bahwa syorga hanya disiapkan untuk
orang-orang yang ber-iman. Yang ber-amal baik. Yang Amanah,
Yang beribadah. Yang jujur. Yang berperangai baik. Pendek kata
seluruh yang bermodal mulia, berperangai terpuji, akan
menempati syorga.
Tidak perlu iri, kalau syorga tidak dibagikan kepada para
pelaku kejahatan.
Telah dikabarkan juga, bahwa iblis dan Syaitan, adalah
teman ke neraka. Perangai-perangai yang buruk, diidentikkan
dengan kelakuan syaithan. Tindakan kejahatan, diserupakan
dengan godaan iblis. Sebenarnya tidak perlu marah, jika syaitan
dan iblis itu selalu bersama-sama dengan pelaku-pelaku kejahatan
(kemaksiatan).
Cuma saja, karena pelaku-pelaku itu, adalah manusia,
seperti saudara-saudara kita. Maka wajar kalau kita merasa sedih.
v

Iman Yang Kokoh Melahirkan Moral Yang Stabil 53


Akhlak Memberi Keringanan

Perintah Shaum adalah kewajiban azasi menurut Al-


Qur'an. Dibebankan kepada setiap orang. Hingga orang sakit
ataupun dalam perjalanan, bahkan tua sekalipun memiliki
kewajiban yang sama. Tetap melaksanakan puasa ini.
Akan tetapi, Allah Subhanahu Wa Ta'ala memberikan
rukhsah atau keringanan dalam pelaksanaannya. Bagi yang sakit atau
tidak berpuasa di hari bulan Ramadhan ini. Namun
menggantinya di bulan bulan lainnya.
Penggantian itu, bisa berbentuk puasa qadha sebagai
pembayaran hutang shaum Ramadhan. Boleh pula dengan
memberikan makanan untuk orang miskin, satu orang miskin
untuk satu hari puasa yang ditinggalkannya. Cara yang kedua ini
disebut fidyah.
Shaum atau puasa Ramadhan mesti dilaksanakan sebulan
penuh. Tidak boleh kurang. Begitu ketentuan Allah menurut
Wahyu-Nya. "Wailitukmilul- 'iddah" yang artinya adalah "Dan
hendaklah kamu mencukupkan bilangannya". Yaitu sebulan penuh,
tidak kurang seharipun.
Adapun pelaksanaan shaum atau puasa sudah jelas, yakni
membesarkan Allah Yang Maha Agung. Di dalam agama kita,
puasa dijadikan bukti kerelaan di dalam melaksanakan perintah
Allah. Puasa juga dijadikan suatu ibadah yang utama, dii dalam
mengganti denda yang harus ditunaikan kepada Allah.
Suatu contoh yang kongrit dapat dilihat. Jika seseorang
yang tengah menunaikan ibadah haji, atau umrah ke Masjidil
Haram, terlalai melaksanakan rukun hajinya, maka ia harus
membayar berbentuk denda (dam). Andaikata dia tidak bisa
bayar hudya atau pemotongan hewan qurban, maka para hujjaj
itu dibenarkan mengganti dengan shaum (puasa). Puasa tiga hari
dimusim haji (ditanah Haram), dan tujuh hari dikampung
halaman, setibanya dari haji. Inilah salah satu peran shaum,
pengganti hudya.
Begitu pula, dikala seseorang membayar kifarat atau
sumpah, maka dia juga menghapuskan kifarat itu dengan shaum
atau puasa. Sering juga terjadi, dikala seseorang menyampaikan
54 Iman Yang Kokoh Melahirkan Moral Yang Stabil
nazar terkabulnya cita-cita, maka dia juga berpuasa. v

Iman Yang Kokoh Melahirkan Moral Yang Stabil 55


Nikmat Memberi, Syukur Menerima

Baginda Rasulullah Shallallahu 'alaihi Wassalam


menyebutkan bulan Ramadhan ini, dengan sebutan Syahru-
'ilmuwasah atau bulan- berlapang- lapang".
Lapang-lapang adalah adat manusia yang beradat.
Sifat yang terpuji ini hanya ada pada seseorang yang mau
memperhatikan nasib dan keadaan orang lain. Lapang-melapangi
adalah sifat yang dipunyai orang yang memilikii kepedulian sosial
yang tinggi. Memiliki kepekaan sosial yang mendalam.
Kepedulian sosial dan kepekaaan sosial amatlah mustahil
dipunyai oleh orang-orang yang egoistis. Perangai yang hanya
mau mementingkan dirinya sendiri akan merupakan benalu bagi
pohon masyarakat. Kepekaan sosial yang mendalam itu, akan
melahirkan hidup bertenggang rasa. Dan pada akhirnya
menciptakan kehidupan masyarakat tolong bertolongan.
Ta'aawanuu 'Alal birri wat taqwa. Saling tolong-menolong dalam
kebaikan dan taqwa. (QS. Al Maidah, 5 : 2).
Sikap kegotong royongan atau kebersamaan, yang
merupakan modal di dalam gerak pembangunan, hanya akan
tumbuh pada masyarakat yang memiliki kepedulian sosial yang
tinggi.
Rasa peduli, adalah hikmah lain dari shaum (puasa).
Baginda Rasulullah Shallallahu 'alaihi Wassalam,
menyebutkan dalam sabda beliau sebagai berikut; "Seseorang yang
mampu memberikan perbukaan kepada orang yang berpuasa dikala
datang masanya berbuka. Walaupun itu hanya seteguk air, atau sebuah
tamar (korma) saja. Niscaya dia akan mendapatkan pahala. Sebesar
pahala puasa yang tengah dipuasakan orang yang diberikannya itu.
Tampa mengurangi sedikitpun pahala puasa orang yang diberi itu". (Al
Hadist).
Berdasarkan hadist tersebut, maka seseorang dalam bulan
ini, dianjurkan untuk memperbanyak pahala puasanya setiap hari.
Dengan jalan "pemurah". Dengan cara peduli terhadap orang
yang tengah berpuasa. Suka mengulurkan tangan memberi
kepada orang lain.

56 Iman Yang Kokoh Melahirkan Moral Yang Stabil


Yang pada akhirnya, tindakan tersebut memiliki nilai
pelajaran yang mendalam. Yaitu, ikut memikirkan orang yang ada
disekitarnya. Tidak hanya mementingkan dirinya sendiri saja.
Dengan demikian, pada hakekatnya seseorang bisa saja
melipatgandakan jumlah nilai puasanya. Melalui cara
memperbanyak usaha "memberi", kepada orang lain.
Memberi dan menerima adalah 'adat hidup
bermasyarakaat. Take and give, kata orang. Masyarakat yang
hanya mau menerima saja, dan tidak hendak memberi, adalah
masyarakat yang sudah mati.
Agama Islam, memulai pendekatannya dari "memberi".
Menumbuhkan rasa ni'mat dalam memberi. Menambahkan rasa
syukur dalam menerima.
Al Yaadul 'ulya. Khairun Minal Yadis-Sufla...", kata Baginda
Rasulullah. Maknanya tiada lain adalah, “Tangan di atas (yang
memberi), lebih baik dari tangan yang dibawah (yang hanya
menerima)". (Al Hadist).
Hikmah yang terkandung di dalam bimbingan Rasulullah
Shallallahu 'alaihi Wa Sallam ini, tegas sekali. Bahwa setiap
manusia Muslim harus menjadi ummat terbaik Ummat
berkualitas, kata orang sekarang. Dan itu tergambar dari satu
sikap yang mulia (khairin). Yakni menjadi ummat berkualitas
tangan di atas. Ummat yang mampu untuk memberi. Untuk
ummat yang mampu memberi tidaklah mudah. Karena
kemampuan untuk memberi itu harus ditopang oleh adanya
syarat dan rukunnya. Satu dari rukunnya adalah harus berpunya.
"Punya" dalam tanda kutip.
Punya meteri untuk diberikan. Punya sikap suka
memberi. Punya kualitas tidak senang menerima. Punya
izzatun-nafs atau harga diri yang tinggi. Suka memberi yang
didorong oleh sikap jiwa dari dalam. Dan yang memberi
sedemikian itu, perlambang dari "tangan yang di atas". Memberi,
karena merasa mempunyai kewajiban untuk memberi. Bukan
memberi, dengan maksud menerima lebih banyak.
Bukan kerena berbatu dibalik udang, ucap kebalikan kata
pepatah.
Karena itu, memberi yang berkualitas itu, tidak akan
Iman Yang Kokoh Melahirkan Moral Yang Stabil 57
pernah menumbuhkan sikap angkuh dan sombong. Apalagi ria
atau pamer. Satu dari sikap yang paling tercela dalam Islam.
Memberi yang berkualitas itu, melahirkan rasa solidaritas
(ukhuwah) yang dalam. Menanamkan kepekaan sosial yang
tinggi. Bahkan meghilangkan sikap tak acuh dan membunuh
sikap egoistis yang merusak tatanan kemasyarakatan.
Lebih jauh, "memberi" yang berkualitas itu, karena
berkewajiban untuk memberi. Akan berdampak makin
dangkalnya jurang pemisah antara kalangan berpunya dan tidak
berpunya.
Sementara, orang yang berada pada posisi "menerima",
seharusnya dapat pula menjadi "ummat yang bersyukur". Dengan
menjadikan "menerima" itu berkualitas.
Pihak yang "memberi" dan yang "menerima", memiliki
derajat yang sama. Sama-sama memiliki kemuliaan.
Yang memberi memiliki kemuliaan, memiliki tangan di
atas. Memiliki kewajiban, dan berhak melaksanakan kewajiban
itu. Dia akan memberikan haknya kepada pihak yang berhak
menerimakan. Fii Ammalihim Haqqum Ma'luum. Lissa-il wal
mahrum. Artinya: di dalam harta harta mereka, ada hak orang lain
yang wajib ditunaikan", bagi yang meminta hak itu, atau yang tidak
mau meminta haknya itu (tetapi sesungguhnya merreka yang tidak
meminta itu, mempunyai hak di dalamnya". (QS. Al Ma'arij, 70 :
24-25).
Yang menerima juga memiliki kemuliaan. Dia menerima,
karena pantas menerimakan hak. Dia menerima karena memiliki
kewajiban untuk menerima hak yang dibayarkan oleh yang
memberi. Dia tidak menerima, lantaran yang memberi merasa
terpaksa. Dia menerima, karena hendak menyelamatkan yang
memberi dari dhalim lantaran menahan hak orang lain.
Demikianlah prinsip ajaran Islam. Memberi dan
menerima, akhirnya menciptakan tatanan hidup "aman". Karena
adanya kelompok yang rela memberi, dan rela pula menerima.
Kedua-duanya sama bermanfaat. Sama-sama memiliki kemuliaan.
Tidak perlu ada golongan yang dibeli. Tidak pula mesti ada
kelompok yang harus menjual martabat. Kepedulian sosial yang
ber-keadilan sosial.
58 Iman Yang Kokoh Melahirkan Moral Yang Stabil
Ibadah shaum (puasa), memupuk rasa memberi itu.
Memberikan hanya sekedar sebutir korma, untuk pembukaan
bagi yang berpuasa. Nilainya sama dengan upah puasa orang
yang diberi. Yang menerima pemberian, walaupun hanya sebutir
tamar, terimalah dengan kemuliaan. Karena pemberian yang
diterima itu, tidak bakalan mengurangi nilai puasanya
sidikit-pun.
Ibadah shaum melahirkan keikhlasan yang tinggi. Yang
memberi telah memberi dengan ikhlas. Yang menerima, juga
menerima dengan ikhlas. La'allakum Tasykuruuma (supaya kamu
bersyukur).
Bersyukur adalah pandai berterima kasih. Bersyukur
tidak semata sebatas mengucapkan Alhamdulillah. Bersyukur,
bermakna juga memelihara apa yang ada. Mempergunakan ni'mat
dikeliling, menurut ketentuan si pemberi ni'mat yaitu Allah
Subhanahu Wa Ta'ala. v
Melatih Kesabaran

Jika seluruh tuntunan agama di dalam mengamalkan


nilai-nilai Ramadhan ini dapat dilaksanakan, kita yakin sungguh,
bahwa Allah Subhanau Wa Ta'ala benar-benar telah menjadikan
ibadah ini sebagai suatu sarana bagi pendidikan masyrakat
se-umumnya.
Kita yakin, bila nilai-nilai Ramadhan ini teramalkan,
sudah barang tentu, selesai Ramadhan ini, masyarakat kita telah
terlatih memiliki cara-cara hidup yang baik. Telah terlatih
menahan diri. Telah terlatih pula untuk hidup sederhana. Telah
dapat pula berperangai "tenggang rasa" terhadap sesama
manusia. Bisa bersikap saling hormat- menghormati. Dan yang
paling utama adalah, akan lahir masyarakat yang bisa saling
tolong menolong.
Sikap-sikap terpuji, seperti kita sebutkan tadi, adalah hasil
dari latihan selama Ramadhan. Sikap laku perangai (mental
attitude) sedemikian, teranglah sudah merupakan sikap jiwa yang
diperlukan di dalam pembangunan bangsa dan negara.
Disinilah kita mendapatkan bahwa nilai ibadah shaum
Ramadhan memiliki nilai ibadah yang tinggi. Baik untuk

Iman Yang Kokoh Melahirkan Moral Yang Stabil 59


pribadi-pribadi maupun secara ijtima'i (kemasyrakatan).
Dalam kaitannya dengan keagungan yang terkandung di
dalam Ramadhan ini, Baginda Rasulullah Shallallahu 'alaihi Wa
Sallam menyebutkan beberapa keutamaan bulan Ramadhan ini.
Ramadhan disebut sebagai syahru-syabri, yakni bulan
melatih kesabaran.
Semua manusia mengetahui, bahwa sabar itu adalah
sikap yang utama. Seseorang panglima di medan perang, hanya
berhasil karena kesabaran yang dimilikinya. Seorang guru yang
tengah mendidik, akan berhasil karena memiliki kesabaran.
Seorang pencari berita, fakta dan data, akan Terkumpul karena
adanya kesabaran.
Pedagang di tengah pasar memerlukan kesabaran. Dokter
yang sedang menghadapi pasien di meja operasi, akan berhasil
lantaran memiliki kesabaran.
Kesabaran tiada sekolahnya. Tidak ada juga apotik
penjual "pel tablet sabar"itu.
Kesabaran hanya bisa diperdapat dan ditumbuhkan
melalui latihan latihan. Latihan yang paling utama ialah menahan
diri. Agama menyebutkan sebagai imsak. v

60 Iman Yang Kokoh Melahirkan Moral Yang Stabil


Puasa Membentuk Manusia Sukses

"Sesungguhnya kami telah manjadikan apa yang ada dibumi sebagai


perhiasan baginya (pakaian/olahraga/alat bagi manusia), agar kami
menguji mereka siapakah diantara mereka yang terbaik perbuatannya.
(QS. Al-Kahfi, 18 : 7)
Di dalam pernyataan ini terselip tentang sarana untuk
keberhasilan manusia dibumi.
Keberhasilan, hanya diperuntukkan bagi orang- orang
yang disebut ayyuhum ahsanu 'amalan, sesiapa yang terbaik
amalan, usaha atau fikrah mereka. Begitulah garis dari Yang
Maha Pencipta manusia.
Pendidikan Ramadhan diarahkan kepada insan- insan
Mukmin. Dilakukan sangat intensif. Mencakup segi- segi ruhiyat
(kejiwaan) dan jismiyat (fisik), sehingga terbentuk insan kamil.
Yang mampu melahirkan dari geraknya sebagai jawaban nyata.
ayyuhum ahsam 'amalan, siapakah yang terbaik amalan mereka.
Untuk menciptakan ahsam amalan (amalan terbaik) itu,
manusia memerlukan beberapa sikap positif.
Antara lain berbentuk ketahanan lahir dan bathin. Selain
itu juga ketabahan jiwa, keteguhan pendirian serta keandalan
keyakinan.
Ketelatenan dalam berusaha, atau yang disebut istiqomah
(consistence), merupakan hasil dari kejernihan berfikir (positif
thinking) dan kedisiplinan dalam penggunaan waktu serta
pemakaian benda dan tenaga yang tepat.
Secara implisit kesemua sikap positif tadi diperdapat
sebagai hasil nyata dari ibadah shaum Ramadhan.
Shaum (puasa) Ramadhan yang dilakukan tidak hanya
sebagai ceremonial ritual (kebiasaan yang mengarah kepada
tradisi), berpeluang besar untuk membentuk watak manusia yang
berpuasa.
Watak yang dilahirkan oleh tindakan puasa yang benar
adalah "memperisai diri" dari segala sikap yang tidak baik.
Ashshiyaamu jumatun, (puasa itu adalah benteng), yang akan
melindungi diri dari sikap-sikap tercela. Begitu gambaran yang
Iman Yang Kokoh Melahirkan Moral Yang Stabil 61
akan disampaikan oleh Rasulullah.
Maka, shaum yang benar pasti membentuk manusia-
manusia sukses, berhasil dan utuh. Sesuai sabda Rasululllah,
"Sesiapa yang tidak meninggalkan kesia-siaan (laghwi) dan kecabulan
(rafats), maka tidak bermakna puasa baginya"
(Al Hadist).
Jelaslah sudah, mereka yang melaksanakan shaum sesuai
dengan bimbingan Rasul (mengikuti sunnah dengan benar),
tentulah tidak akan melakukan hal yang sia-sia (percuma/waste).
Selain itu, tentu tidak akan melakukan kecabulan (dalam arti
seluasnya). Apakah kecabulan dalam arti pelecehan sexual, atau
dalam arti perbantahan, perkelahian, kerusakan, kata-kata kotor,
pemboroson, dan semacam itu.
Yang lahir adalah sikap sikap terpuji, saling menghormati,
saling membantu, saling merasakan beban sesama, rasa
kebersamaan yang dalam, kepedulian sosial yang tinggi.
Kesemuanya merupakan modal utama manusia mencapai sukses
dan berhasil dalam hidup. v

62 Iman Yang Kokoh Melahirkan Moral Yang Stabil


Tagwa Membutuhkan Watak Sabar

NILAI taqwa merupakan nilai puncak yang diminati dan


dikejar oleh setiap mukmin.
Muttaqin (orang-orang bertaqwa) mendapatkan jaminan
untuk:
1. Mampu mendapatkan dari Al Quran (Wahyu Allah) untuk
petunjuk, penerangan, contoh-contoh dan pelajaran di dalam
menata kehidupan meteriil maupun immateriil. (lihat
QS.2:2/2:66/3:138/5:46/21:48/24:34 dan 69:48). Karena itu
mereka akan mudah memahami makna terkandung dalam Al
Quran (Wahyu Allah) (QS.19:98).
2. Mendapatkan sorga, tempat kembali terbaik. Memperoleh
kehormatan dari Allah (QS.3:133/26:90/38:49/50:31 dan
68:34). Mewarisi kehidupan akhirat yang kekal abadi , sebagai
balasan terbaik dari Allah (QS.43:35).
3. Memperoleh kemenangan (QS.78:31), karena mereka selalu
disertai oleh Allah (QS.2:194/9:36 dan 123). Dan akan menjadi
tamu terhormat dari Allah pada hari setiap manusia
dikumpulkan di Yaumil Mahsyar (QS.19:85).
4. Selalu dicintai oleh Allah Maha Pencipta. Karena keteduhan
dalam memelihara sifat-sifat terpuji, menepati janji, tak suka
berbuat angkuh, berlaku jujur dan lurus, selalu konsisten
(istiqomah), (QS.3:76/9:4,7).
5. Selalu mendapatkan jalan keluar (way out) dari setiap
problema hidup yang dihadapi. Selalu mendapatkan rezeki
yang baik dari sumber-sumber yang tidak disangka. Senantiasa
berserah diri (tawakal) kepada Allah. Dan Allah mencukupkan
keperluan baginya dalam hidup. Redha dengan ketentuan
Allah, sehingga Allah pula yang akan memberikan kemudahan
dalam setiap urusan.
6. Bahkan mereka akan mendapatkan penghapusan dari
kesalahan-kesalahan karena mereka selalu kembali kepada
Allah. Untuk mereka dilipatgandakan amalan dan pahala
mereka (QS.65 ayat 2,3,4 dan5).
Disinilah terlihat tingginya nilai taqwa. Membentuk

Iman Yang Kokoh Melahirkan Moral Yang Stabil 63


watak sabar sebagai ciri-ciri orang Muhsinin (orang dan pahala
mereka (QS.12:90). v

64 Iman Yang Kokoh Melahirkan Moral Yang Stabil


Lima Asas
Pembentukan Manusia Mukmin

Betapa banyaknya para shaimin (orang yang ikut berpuasa,


ikut bertanggung dan menahan dari makan dan minum), tetapi tidak
sesuatupun (dari nilai- nilai puasa) yang mereka peroleh, selain hanya
lapar dan dahaga. (Al Hadist).
Mana yang lebih banyak ditemui, antara yang
mendapatkan nilai positif shaum, ataukah hanya sekedar lapar
dan haus? Pertanyaan ini mengundang kita untuk merenungi
lebih dalam.
Nilai-nilai positif dari shaum adalah terbentuknya watak
terpuji lagi mulia. Watak yang mendorong pemiliknya bertindak
baik dan positif. Menjadikan lagak lakunya bermakna bagi
dirinya, keluarga, masyarakatnya secara umum. Positif dan indah
dalam bertetangga, berkorong- kampung, berbangsa dan
bernegara.
Setidak-setidaknya terdapat lima bentuk pendidikan itu
tidak ada, patutlah kita bercemas diri dalam meninggalkan
generasi sesudah kita. Pendidikan shaum Ramadhan itu,
1. Tarbiyyah ruhiyah, pendidikan kerohanian, atau kejiwaan.
2. Tarbiyyah ubudiyyah, pendidikan ibadah.
3. Tarbiyyah 'aqliyah (fikriyyah), pendidikan, akal, fikir.
4. Tarbiyyah akhlaqiyyah, pendidikan moral, akhalaq.
5. Tarbiyyah jismiyahad diniyah, pendidikan fisik keagamaan.
Kelima bentuk pendidikan ini, berkembang menjadi asas
bagi pembentukan generasi manusia mukmin sepanjang masa.
Dan merupakan fundamental basic dalam menciptakan generasi
yang kuat. Generasi Rabbani yang mandiri.
Generasi besok dibentuk oleh generasi hari ini. Apa yang
akan dituang esok hari, adalah dari yang ditanam sebelumnya.
Bahkan ditentukan juga oleh pemeliharaan generasi yang intensif
dari apa yang sudah ditanam. Salah satu usaha pemeliharaan
generasi adalah melalui pendidikan yang sambung bersambung
itu.

Iman Yang Kokoh Melahirkan Moral Yang Stabil 65


Rohani adalah pasangan erat jasmani. Yang menyebabkan
ditemuinya arti kehidupan. Bila satu dari keduanya sakit maka
kehidupan ini tidak akan bermakna lagi.
Kedua unsur ini perlu dipelihara dengan baik. Dirawat
dengan telaten. Dan segala kebutuhan dari keduanya menjadi
wajib diperhatikan sungguh-sungguh.
Sebuah ungkapan kuno menyatakan , “Men sana in
carpore sano, “ atau "di dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa
yang kuat".
Kenyataannya yang bertemu adalah "jiwa yang kuat" dan
"jiwa yang sehat" lebih menjamin terciptanya "tubuh yang sehat".
Ironis sekali, bahwa titik penekanan manusia lebih banyak
kepada pemenuhan kebutuhan jasmani (fisik). Seringkali
terlupakan pemenuhan kebutuhan rohani (kejiwaan). Akibatnya
bisa jadi fatal bagi manusia itu.
Seharusnya, bila kebuthan rohani tidak bisa diutamakan,
setidak-tidaknya antara kedua kebutuhan (rohani dan jasmani)
wajib mendapatkan pemenuhan yang sama-seimbang. v

66 Iman Yang Kokoh Melahirkan Moral Yang Stabil


Keberhasilan Ibadah,
Karena Kesediaan Mengatur Diri

Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya


menyembah-Ku (beribadah kepada-Ku) "(QS. Adz Zariat,51 : 56)
"Ibadah" atau pengabdian kepada Allah Khaliqul 'Alam
selalu hanya didasari kepercayaan dan kepatuhan (ketaatan)
kepada-Nya. Ibadah adalah sesuatu yang digariskan oleh Maha
Pencipta. Ibadah adalah sesuatu yang ditentukan oleh Ma'bud
(=Yang Disembah). Ibadah sama sekali bukan ditentukan oleh
yang menyembah ('abid). Ibadah mengandung makna dan
jangkauan yang mendalam.
Di dalamnya terlihat makna dari pengakuan atau
syahadah. Terlihat nyata tindakan berupa pengabdian atau
penghambaan, secara utuh. Disertai kerelaan dan kesetiaan.
Gambaran ibadah seperti itu dirasakan langsung oleh
setiap shaimin (orang yang berpuasa), dibulan Ramadhan.
Sari pati yang diperdapat dengan Ramadhan adalah
kemenangan dari satu perjuangan berat. Perjuangan yang disebut
jihadun nafsi. Melalui ibadah yang teratur rapi, sejak dari makan
sahur, imsak (menahan) sehari penuh. Dan kemudian berbuka
(ifthar) dengan cara sederhana tidak berlebihan. Hingga
mendirikan (qiyamul-lail) malam Ramadhan. Baik berupa shalat
tarawih, tadarus (membaca ayat-ayat Al Quran) atau istiqhfar,
zikir, dan ibadah lainnya.
Semua itu dirangkaikan secara teratur dan disiplin yang
terjaga. Kerangka ini adalah suatu kesungguhan (jihad) yang amat
memerlukan ketepatan yang sungguh-sungguh.
Tidak bisa dilakukan dengan keengganan atau sambil- sambilan.
Keberhasilan ibadah ini hanya dimungkinkan karena adanya
tekad yang kuat, untuk mangatur diri (self control).
Jihadun nafsi dalam suatu ibadah, tampak dalam
perjuangan mengendalikan diri, menjinakkan hawa nafsu, yang
selalu bersikap pantang kerendahan dan pantang pula
terlangkahi.
Rasulullah SAW memberikan ukuran yang jelas.

Iman Yang Kokoh Melahirkan Moral Yang Stabil 67


"Bukanlah dimaksud berpuasa, hanya sekedar tidak makan dan tidak
minum belaka. Berpuasa itu sesungguhnya adalah kesanggupan
mengendalikan diri dari berbuat dusta, dari berbuat keonaran dan
kebathilan, dan dari segala kelancangan (omongan yang tidak berguna)
"(Al Hadist).
Keberhasilan lainnya adalah "kemampuan membentuk
diri melakukan ibadah yang berguna".
Ibadah sebagai suatu deklarasi dari ajaran tauhid. Laa
ilaaha illallah. Tidak ada Tuhan yang berhak disembah selain
hanya Allah. Ini berarti, setiap manusia yang mengakui ajaran
tauhid, akan selalu menyembah kepada-Nya. Selalu pula
meng-Esa-kan Nya. v

68 Iman Yang Kokoh Melahirkan Moral Yang Stabil


Mengendalikan Diri Berjihad Akbar

BAGINDA Rasulullah mengungkapkan di dalam sabda


beliau, artinya "Seseorang tidak dikata mujahid karena melompati
musuh di medan laga. Tetapi yang mujahid itu, adalah menahan diri
(memiliki ke-sabaran)".
Berani tampa perhitungan, bukanlah contoh orang yang
sabar. Perhitungan yang matang, dan kesabaran jualah yang
sebenarnya mendorong seseorang untuk bertindak benar. Pada
akhirnya, kebenaran pula yang menyebabkan seseorang berani
dalam bertindak. Berani untuk berjuang mempertahankan
kebenaran itu.
Jadi, kesabaran terlihat pada kemampuan seseorang
mengendalikan dirinya. Para petinggi negara, para diplomat, para
ilmuwan, pendek kata para intelektual, dituntut memiliki
kesabaran sebelum mereka bertindak di dalam mengemban
tugas-tugasnya.
Kemampuan pengendalian diri ini, tidaklah urusan
sepele. Dia merupakan urusan besar dan berat. Begitu beratnya,
maka Baginda Rasulullah menyebutkannya sebagai "jihad akbar",
atau "perjuangan yang berat".
Sepulangnya dari Perang Uhud yang terkenal itu, dimana
para syuhada banyak berguguran, Baginda Rasulullah bekata,
"Kita baru saja keluar dari jihad (perang) yang kecil saja. Kita
akan memasuki jihad (perang) yang lebih besar lagi", kata beliau.
Pernyataan Baginda Rasulullah ini, mengundang heran
dan tanya para sahabat setia dan pengikut beliau. Keterheranan
mereka ini, diungkapkan dengan tanya yang langsung ditujukan
kepada Baginda Rasulullah, "MANA LAGI PERANG (JIHAD)
YANG BESAR ITU, WAHAI BAGINDA RASUL?"
Seolah-olah dengan pertanyaan itu, para sahabat menilai
bahwa perang baru ditinggalkan tadi, sudah dirasakan sebagai
perang yang paling besar, yang pernah dialami mereka.
Serta-merta Baginda Rasulullah menjawab, “JIHADUL
AKBAR, JIHADUN NAFSI"(Al Hadist). Jihad (perang) yang besar
itu, adalah jihad (perang) mengalahkan nafsu (mengendalikan

Iman Yang Kokoh Melahirkan Moral Yang Stabil 69


diri), kata beliau.
Jihadun nafs (perjuangan mengendalikan diri) ini, tempat
latihannya adalah ibadah shaum atau ibadah puasa.
Shaum atau puasa itu, diawali dan diakhiri pengendalian
diri". Kita bisa merasakan sungguh, bagaimana kita mulai
menahan, sesudah sahur berakhir pagi tadi. Tiada semenit- pun
masa toleransi. Jika waktunya telah tiba, walaupun perut masih
meminta, kita rela membasuh jari mengakhiri makan sahur tadi.
Begitu pula, dikala kita sebentar lagi, disore nanti akan
berbuka puasa. Sungguhpun penganan telah tersedia dimeja
dihadapan muka. Kita belun akan mau menjangkaunya, jika
waktunya belum tiba. Tinggal semenit lagi, kita rela menanti.
Alangkah dalamnya perlajaran ini. Latihan disiplin yang
tinggi, dan pengendalian yang utuh.
Sebuah latihan, hanya bisa dilihat berhasil atau tidaknya,
setelah masa latihan itu terlewati. Begitu pula, keberhasilan kita
melaksanakan puasa (shaum) ini, terlihat berbekas, jika kita
mampu memiliki sifat-sifat disiplin, dan terkendali diri, sesudah
Ramadhan pergi.
Makin tinggi nilai latihan kita, makin lama bekasnya di
dalam diri.
Di dalam pembangunan bangsa yang tengah kita alami
sekarang, yaitu PJPT-II (Pembangunan Jangka Panjang Tahap
Kedua) dihadapan mata kita. Teranglah tugas setiap individu
semakin berat.
Kita memerlukan manusia yang berkualitas. Memiliki
disiplin yang tinggi dalam setiap kondisi. Kita amat memerlukan
bangsa yang tangguh dan ampuh manjalaankan misi
pembangunan, disegala bidang. Kita juga amat menghajatkan
manusia yang rela menahan diri, berhemat, dan ikut merasakan
penanggungan teman lainnya. Memiliki rasa solidaritas
(ukhuwah) yang men-dalam.
Semuanya hanya bisa diciptakan, melalui latihan latihan
yang terus menerus. Kesempatan selalu dibukaan oleh Allah
Subhanahu Wa Ta'ala, melalui ibadah puasa (shaum) ini.
Akankah kita biarkan saja Ramadhan tahun ini berlalu
70 Iman Yang Kokoh Melahirkan Moral Yang Stabil
tampa kesan. Tampa ada usaha kita mengambil nilai-nilai mulia
yang terkandung di dalamnya. tentu tidak.
Maka, sewajarnyalah setiap kita berusaha sekuat daya,
supaya lingkungan kita dimanapun kita berada, bisa menerapkan
amalan puasa (shaum) ini.
Inilah tujuan utama, Allah Subhanahu Wa Ta'ala
memerintahkan shaum (puasa) itu. La'allakum Tattaquuna.
Supaya kamu menjadi orang-orang yang terpelihara, terlindungi.
Bangsa yang bertaqwa, adalah bangsa yang mawas diri.
Demikian hendaknya. v

Iman Yang Kokoh Melahirkan Moral Yang Stabil 71


Manusia Yang Taqwa Tidak Sombong

PENDIDIKAN rohani adalah penanaman aqidah


imaniyah sedari dini. Pertalian antara Khaliq dengan
makhluk-Nya. Aqidah Tauhid, mempercayai hanya Allah Yang
Maha Esa, tidak ada yang berhak disembah selain dari pada-Nya.
Kalimat Tauhid adalah kalimat thayyibah.
Yang bersemi di dalam kalbu mukmin, ibarat sebuah pohon yang baik
dan subur. Uratnya menghujam bumi, dan pucuknya melambai awan.
Dari setiap rantingnya muncul buah yang ranum setiap masa.
Melahirkan amalan-amalan yang baik dengan izin (bimbingan)
Tuhannya. Begitulah perumpamaan yang diberikan Allah terhadap
manusia, supaya mereka memikirkan.. (QS.Ibrahim, 14 : 24-25).
Taqwa, artinya terpelihara. Orang yang bertaqwa selalu
memelihara diri untuk senantiasa mengerjakan apa- apa yang
disuruhkan oleh Allah. Dan juga memelihara diri dari apa yang
dilarangkan oleh Allah.
Taqwa itu, sebagaimana dirumuskan, "mengerjakan yang
disuruhkan dan meninggalkan yang dilarangkan oleh Allah."
Terlihat disini adanya unsur kepatuhan kepada Allah semata.
Lebih dalam lagi, setiap yang dikerjakannya, dan semua
yang ditinggalkannya, adalah karena Allah semata. Hanya karena
mengharapkan redha Allah.
Taqwa merupakan buah dari iman. Bukan sekadar
polesan dari luar. Maka dapat dimengerti, taqwa adalah sikap
jiwa yang mantap dan mengakar dari iman.
Taqwa letaknya di sini (sambil Rasulullah menunjuk ke
dada beliau. Dan diucapkan sampai tiga kali). Begitulah bila kita
lihat rumusan Rasulullah tentang peranan taqwa dalam
pembentukan jiwa manusia.
Manusia bertaqwa memiliki sikap- sikap perbuatan yang terpuji.
Diantaranya, memiliki kesabaran yang tinggi. Tidak angkuh dan tidak
sombong. Tidak diperbudak oleh benda tetapi mampu menguasai
benda/materi (QS. 11:49).
Tidak suka berbuat kerusakan dan kebencanaan dalam hidup (QS.28:83).

72 Iman Yang Kokoh Melahirkan Moral Yang Stabil


Menjadi panutan di tengah kehidupan (QS.25:74).
Mewarisi kesuksesan dalam hidup di bumi. Dan memiliki peluang akhri
yang lebih baik (QS.7:128).
Dalam perjalanan hidupnya orang-orang bertaqwa selalu
memilih yang terbaik. Senantiasa bertindak dengan perangai terpuji.
Tidak pernah terhalang dirinya untuk berbuat kebaikan. Segera
menyambut amal baik denan ikhlas. Begitulah sikap yang menonjol
yang selalu dikenal oleh Allah (QS. 3 :115, 9 : 44). v

Iman Yang Kokoh Melahirkan Moral Yang Stabil 73


Kesetiaan Manusia Hanya untuk Allah

Pengakuan terhadap eksistensi Allah, karena hanya Dia


lah Maha Pencipta. Allah Yang Maha Agung, pemilik segala
jagadraya beserta segala isinya. Bahkan seluruh mekanisme alam
ini tunduk kepada hukum-hukum menurut ketentuan Allah
semata.
Allah, Dialah Yang Maha Besar. Allahu Akbar.
Laailaaha Ilallah. Tiada Tuhan selain Allah.
Pengakuan yang menggambarkan pengabdian tanpa reserve.
Hubungan manusia dengan Khaliq (hablum minallah)
penaka hubungan seorang hamba sahaya yang setia terhadap
tuannya.
Dalam hubungan ibadah seperti itu, seorang hamba
sanggup dan rela mengorbankan apa jua, yang diminta oleh
Tuhannya.
Dalam hubungan ibadah itu tercipta rasa bahagia yang
hakiki..
Seorang insan yang berikrar dengan kalimat tauhid ini,
akan bersedia mematuhi kehendak Allah, dimana dan kapan saja.
Demikianlah bukti suatu ibadah. Buah atau bukti dari pengakuan
terhadap kekuasaan Allah semata.
"Katakanlah: Sesungguhnya shalatku, dan ibadahku, dan hidupku, dan
matiku, hanyalah untuk Allah, Penguasa semesta Alam. Tiada sekutu
bagi Nya. Dan demikian itulah diperintahkan kepadaku, dan aku adalah
orang yang pertama- tama menyerahkan diri kepada Allah." (QS. Al
An'am, 6: 162-163).
Allah Rabbul 'Alamin, pengatur, pemelihara dan
mengasihi serta menyempurnakan seluruh alam. Dialah hanya
yang berhak mendapatkan pujian.
Di sinilah letak persoalan yang sebenarnya.
Bahwa ketaatan, kepasrahan, ketundukan dan kesetiaan
manusia-sebagai makhluk, hanya teruntuk kepada Allah.
Semua aturan tentang alam ini ada pada kuasa Nya
74 Iman Yang Kokoh Melahirkan Moral Yang Stabil
semata.
Berulang kali, di kala para utusan (Rasul Allah) datang ke
tengah kehidupan manusia, selalu membawakan Risalah yang
sama.
Wahai kaum-ku (ummat manusia seklian),
Sembahlah hanya kepada Allah,
Tiada Tuhan yang berhak disembah olehmu,
kecuali hanya Allah semata,
Deklarasi "Tiada Tuhan selain Allah", merupakan kunci
pembebasan manusia. Pembebasan jiwa manusia dari setiap jerat
dan belenggu.
Deklarasi itu pula yang mendorong kekuatan intelektual
maupun material supaya terbebaskan dari belenggu perbudakan.
Yang ada hanya penghambaan kepada Allah semata.
Kekuatan itu telah memberikan dorongan hidup bagi jiwa
yang ingin merdeka dari penindasan penjajahan.
Di limapuluh tahun silam, kekuatan ini terbukti
berkekuatan ampuh memutus belunggu penjajahan atas bahwa
ini. Sehingga kekuatan yanglahir dari kalimat tauhid ini berperan
besar memanggil para putra terbaik bangsa ini. Untuk
menyerahkan jiwa dan raga. Menggantikan dengan syahid dan
kemerdekaan bangsa. v

Iman Yang Kokoh Melahirkan Moral Yang Stabil 75


Manusia Modern Dapat Menjadi
Manusia Biadab.

Kalimah Thaiyyibah dapat melepaskan manusia dari


beban mental psikologis. Kalimat thaiyyibah mampu mengobati
jiwa yang kacau balau. Kalimat tauhid ini pula yang akan
memberikan piagam sejati bagi kemerdekaan dan kebebasan
manusiawi, dari segala macam bentuk perbudakan kebendaan.
Implementasi dari kalimat tauhid akan mengangkat
derajat manusia. Dari kaula yang dikuasai materialistik, kepada
kaula yang menguasai materialistik. Dari genggaman erat
kebendaan kepada menggenggam erat benda duniawi untuk
kemaslahatan hidup duniawi dan ukhrawi.
Disinilah ditemui hakikat tertinggi dari satu tindakan
ibadah. Suatu pendidikan ubudiyah yang terlahir dari ajaran
Tauhid yang authentik.
Setiap incan yang arif akan mengerti, bahwa Ramadhan
merupakan arena untuk menyahuti panggilan Allah.
Menghidpkan rohani, menyehatkan jasmani dan menggairahkan
akal fikiran.

Di setiap relung-relung hari Mu


Sekujur muslim menyahuti panggilan Mu
dengan ingatan dan sebutan,
dengankalimat tasbih memuji Mu
dengan bacaan Al Qur'an Kitab Mu
Di sana,
kelak setiap jiwa pasti
membaca kitab amalan-Nya
dan
alangkah malangnya wahai badan,
yang membiarkan kedua kakinya tergelincir

76 Iman Yang Kokoh Melahirkan Moral Yang Stabil


terjerembab.
Betapapun pandai dan modernnya manusia, ternyata
mereka tetap memerlukan Tuhan. Sejak sejarah manusia masa
lalu, hingga ke masa kini telah menunjukkan bukti. Bahwa tanpa
pedoman Wahyu, akhirnya manusia akan tergelincir, terjerembab.
Manusia akhirnya akan mengalami kefatalan dalam
bertindak. Hanya karena mengandalkan kedigjayaan akan fikiran
yang berkemampuan amat terbatas itu. Manusia sedang meniti
kepunahan dari manusia-manusia pandai dan modern. Di satu
ketika mereka sampai kepada satu pengakuan bahwa sebenarnya
mereka tidak tahu apa-apa.
Manusia modern dengan peradaban dapat saja menjadi
manusia yang paling biadab. Bahkan bertindak paling
mengerikan. Dikala kemampuan akal fikiran mulai meninggalkan
atau menyisihkan norma-norma Tuhan. v

Iman Yang Kokoh Melahirkan Moral Yang Stabil 77


Kehancuran Bermula dari
Kesewenangan Para Mutrafin

PENDIDIKAN akal, tidak hanya sebatas ilmu


pengetahuan dan teknologi saja. tercakup juga jiwa dari akal sehat
itu, nilai-nilai agama dan nilai-nilai ajaran tauhid.
Hikmahnya, semua gerak dan tujuan kehidupan baik
secara individual (pribadi) maupun kolektif (masyarakat) tidak
hanya dalam batas ruang lingkup kecil. Tetapi mencakup
lingkungan yang luas (dunia dan akhirat).
Maka akal pikiran manusia dididik untuk diarahkan pada
pencapaian mardhatillah. Mendapatkan redha Allah.
Firman Allah SWT, "Jikalau seandainya penduduk negeri-
negeri beriman dan bertaqwa, pastilah kami akan melimpahkan kepada
meraka keberkatan dari dan bumi, tetapi mereka mendustakan ayat-ayat
kami itu, maka kami siksa mereka disebabkan perbuatannya (sebagai
buah dari pikiran yang kosong dari pendidikan ketauhidan)" (QS. Al
Isra, 7: 96).
Peringatan Allah selanjutnya, “Dan jika kami hendak
membinasakan suatu negeri, maka kami perintahkan kepada
orang-orang yang hidup mewah dinegeri itu (supaya mereka mentha'ati
Allah), tetapi merekamelakukan kedurhakaan dalam negeri itu, maka
sudah sepantasnya berlaku terhadapnya perkataan (ketentuan), kami
kemudian hancurkan negeri itu sehancur- hancurnya". (QS. Al Isra', 17
: 16).
Jadi kehancuran dari saru negeri, kaum maupun bangsa,
bermula dari kesewenangan para mutrafin (pemegang posisi
dinegeri itu). Apakah mereka itu para penguasa atau pemilik ilmu
pengetahuan.
Pada saatnya kita sekarang menolehkan pandangan ke
kiri atau ke kanan untuk saling mengulurkan tangan dalam
melaksanakan amar makmur dan nahi munkar itu. v
Jangan Berbuat Bencana di Bumi

DIKALA norma-norma Tuhan dalam kehidupan


ditinggalkan secara sadar, manusia mulain mengelola
78 Iman Yang Kokoh Melahirkan Moral Yang Stabil
kepentingannya menurut pola sendiri. Ambisi dan individualistis
akan menjadi raja yang wajib diikuti.
Terbitlah perlombaan keinginan nafsu. Dalam perjuangan
keras, sering kali manusia terjaring dalam perangkap
memperturutkan kecendrungan gila yang datang dari dalam
dirinya. Dorongan menyelamatkan diri sendiri lebih dominan
daripada mengutamakan kepentingan orang banyak.
Kemajuan yang diperdapat selain mempertahankan
mati-matian. Sering kali bisa menjadi ibarat pisau bermata dua.
Bisa mencelakakan kehidupan manusia itu sendiri. Yang demikian
bisa terjadi karena kesenjangan yang terciptakan ditengah
kehidupan maju, berupa hilangnya keseimbangan.
Keadilan, kesejahteraan, rasa persamaan, keamanan, yang
menjadi dambaan sudah sulit ditemui. Yang tersua sering kali
kebalikannya.
Penindasan dan destruksi terhadap jaringan hidup
masyarakat pada gilirannya melahirkan keresahan dan kekalutan.
Kenapa semua bisa terjadi? Karena manusia tidak merasa
bertanggung jawab terhadap kekuasaan Allah. Kehidupan
manusia hanya menuntut batas pertanggungjawaban usaha
sebatas diri manusia sendiri.
Hukum Allah sudah sering ditinggalkan. Manusia
kehilangan kesadaran. Sebenarnya dirinya memikul keterbatasan.
Dalam berbagai urusan sebenarnya manusia tidak memiliki
kesanggupan yang cukup untuk memahami seluruh aspek realitas
kehidupan ini. Bahkan secara nyatanya hanya berkemampuan
menangkap beberapa segi saja dari aspek yang kompleks ini.
Sebenarnya manusia selalu dikaburkan pandangannya
oleh kepentingan atau keinginan nafsu yang picik dan tidak bijak.
Sebenarnya mengandalkan semata-mata akal pikiran bukan
satu-satunya jawaban dalam hidup.
Akal dan pikiran yang jernih pasti akan menangkap jelas,
bahwa batas-batas yang ditetapkan mutlak diperlukan oleh
manusia. Melalui batasan-batasan yang dibuatkan oleh Allah
sebenarnya manusia bisa membuat legislasi, motivasi dan
modernisasi dalam seluruh segi kehidupannya. Allah
menerangkan dengan jelas, “Janganlah kamu berbuat bencana
Iman Yang Kokoh Melahirkan Moral Yang Stabil 79
dibumi. Sungguh Allah tidak menyukai pembuat bencana (pelanggaran
batas-batas yang ditetapkan Allah)" (QS. Al Qashash, 28 : 77). v

80 Iman Yang Kokoh Melahirkan Moral Yang Stabil


Nasehat Tanda Kasih,
Larangan Tanda Cinta

DALAM tatanan-gaul, setiap Muslim mempunyai


kewajiban asasi. Kewajiban untuk memberikan nasehat kepada
sesama saudaranya. Kewajiban untuk menyampaikan yang ma'ruf
(amar ma'ruf). Kewajiban memperingatkan agar tidak
terjerambab kejurang ke-munkar-an atau nahyun'anil munkar.
Kewajiban itu dilakukan secara tulus. Kaena Iman kepada Allah.
Agama itu nasehat ucap Baginda Rasulullah.
"Amar ma'ruf-nahi munkar" dilaksanakan bukan karena
benci. Bukan karena iri. Apalagi karena sakit hati. Dilaksanakan
dalam kerangka nasehat-menasehati. Dan disampaikan hanya
semata-mata karena kecintaan sejati. Sama-sama ingin masuk
surga. Sama-sama ingin terhindar dari neraka. Sama-sama
terbebas dari godaan iblis-syaitan. Apakah, usaha amar-ma'ruf
dan nahi-munkar itu tidak sesuai dengan harkat-martabat
kemanusiaan?
Amar ma'ruf nahi-munkar dilaksanakan, semata-mata
supaya maratabat manusia tetap berada dalam peri-
kemanusiaannya. Hanya bisa dilakukan karena mahabbah.
Karena kasih sayang sesama manusia.
Dalam kaitannya dengan bimbingan Baginda Rasulullah.
Bahwa di bulan Ramadhan ini, “dibukakan pintu syurga". Maka
yang paling pantas dikerjakan adalah amalan-amalan yang
mendekatkan kepada pintu syurga itu. Yaitu segala usaha kepada
"kebaikan" dalam arti yang hakiki. Kebaikan yang diajarkan Allah
dan Rasulullah. Kebaikan yang menjadi warna "fitrah"
kemanusiaan itu.
Andai kata, selama sebelas bulan dalam setahun, masih
terlalaikan amal-amal kebaikan. Selama sebulan Ramadhan ini,
jangan pula sempat diabaikan. Inilah bulan, tempat kita berpacu
berbuat kebaikan kebaikan itu.
Terhadap arti dzahir hadist Baginda Rasulullah, memang
kita yakini bahwa dibulan Ramadhan ini, pintu syurga memang
dibuka. Itulah keyakinan mukmin, terhadap sabda Baginda
Rasulullah. Namun maknanya akan lebih tepat, bla kita meyakini,
bahwa kebaikan lebih utama dilaksnakan dihari ini.
Iman Yang Kokoh Melahirkan Moral Yang Stabil 81
Bagi yang melakukan kejahatan, bertaubat adalah
tindakan yang paling tepat. Maka puasa (shaum) di sini, tidak
hanya sekedar menahan haus dan lapar. Tetapi lebih utama
disamping itu, menahan dari berbuat kejahatan.
Akan halnya "dikunci pintu neraka", merupakan
peringatan keras, bahwa dibulan Ramadhan ini jangan lakukan
juga perbuatan yang membawa ke neraka itu. Jangan berteman
dengan syaitan. Jangan ditiru-tiru lagak-lagu syaithan. Dengan
segala tipu daya yang tidak senonoh itu.
Jelaslah, bahwa di bulan Ramadhan ini, setiap muslim
yang beriman, akan menjadikannya sebagai bulan lomba dan
bina. Berlomba-lomba kepada kebaikan. Saling menanamkan
kebaikan. Bulan gerakan masal memasyarakatkan puasa (shaum)
dan nilai-nilai Ramadhan", serta "mempuasakan (shaum)
masyarakat dari segala perbuatan dan kelakuan yang tidak
terpuji". Sebagai ucapan yang lazim kita pakai sehari-hari, dewasa
ini.
Sudahkan tujuan dan jiwa Ramadhan seperti itu, kita
tebar luaskan dalam kenyataan. Sebuah pertanyaan, yang
mengundang setiap individu untuk menjawabnya.
Dengan amal perbuatan sendiri, mudah-mudahan
tercipta...Fastabiqul khairat! v

82 Iman Yang Kokoh Melahirkan Moral Yang Stabil


Di Dunia Menanam di Akhirat Menuai

Dikatakan lagi, dalam bimbingan Baginda Rasulullah,


bahwa masa di dunia ini ibarat menanam. Akhirat nanti menuai
buahnya.
Baginda Rasulullah 'alaihi Wa Sallam bersabda: "Ada dunya
daarur'amal, wal akhirah daarul jazaa". "Dunia ini tempatnya berbuat
'amal (karya), dan di akhirat adalah tempat mendapatkan balasan (dari
amalan semasa di dunia ini)" (Hadist).
Manalah mungkin ada beras, bila tidak ada padi. Buah
padi itu adalah hasil dari benih padi yang ditanamkan jua. Buah
padi tidak tumbuh dari benih jagung atau lainnya.
Di bulan Ramadhan, kata Baginda Rasulullah, yang
maksudnya: "amalan-amalan yang wajib, seperti tujuh puluh kali
lebih baik dari pada amalan serupa diluar bulan Ramadhan.
Amalan yang sunat-sunat dibulan Ramadhan, seumpama nilainya
wajib diluar Ramadhan."
Ini adalah suatu kelebihan lain dari bulan Ramadhan itu.
Maka, bermakna bahwa Ramadhan sebetulnya adalah sarana bagi
pertambahan nilai ibadah kita yang kurang- kurang selama ini.
Penekanannya terletak kepada "aktifitas" Kepada gerak
untuk melaksanakan 'amalan.
Nilai sebuah 'amal (karya) tidak akan berarti apa- apa.
Jika tidak ada usaha merealisir amal (karya) itu. Sebuah bangunan
belum akan berwujud bangunan, kalau masih di atas blue-print,
gambaran saja.
Bagaimanapun tingginya nilai Ramadhan, tingginya nilai
pahala amalan selama bulan Ramadhan, besarnya balasan bagi
orang-orang di dalam bulam Ramadhan, namun, nilainya yang
tinggi, pahala yang besar, keutamaan yang ada, hanya akan
diperoleh bagi mereka yang beramal jua adanya.
Bagi yang senang menghitung-hitung, tetapi tak kunjung
berbuat, hasilnya akan nihil. Kosong melompong.
Yang mendapatkan bangunan yang indah, tidaklah si
pembawa gambar blue-print. Yang mendapatkan bangunan yang

Iman Yang Kokoh Melahirkan Moral Yang Stabil 83


indah adalah yang berusaha membuat bangunan itu
(merealisirnya) sesuai gambar blue-print.
Yang memiliki aktifitas, akan mendapatkan hasil sesuai
dengan aktifitasnya. Demikian sebuah realita dalam ajaran Islam.
Maka dapatlah dikatakan, dorongan tinggi nilai ibadah
dalam Ramadhan, semata-mata adalah dorongan supaya manusia
memiliki ethos kerja yang tinggi. Ramadhan membentuk watak
pekerja, bukan pemimpi.
Firman Allah Subhanahu Wa Ta'ala.
Wa likullin darajaatun mimma 'amiluu. (Dan masing- masing orang
memperoleh derajat- derajat-yang seimbang dengan apa yang
dikerjakannya). "Wa maa rabbuka bi- ghafilin 'amma ya 'maluuna
(Dan, Tuhanmu Allah tidak pernah lengah dari apa-apa yang mereka
telah kerjakan) (QS. Al An'aam, 6 : 132).
Derajat sebuah kaum, tidak terletak kepada konsepsi
pemikiran saja. Tetapi kepada "pengamalan" konsepsi itu.
Lihatlah contoh konkrit. Ummat Muslim, tidak dipilih menjadi
"Ummat Tauladan". Ketauladanan itu, tidak akan pernah ada, bila
ummat Muslim tidak kunjung mengamalkan ajaran-ajaran Islam
itu, "Islam itu tinggi, dan tidak ada, yang mampu mengatasi
ketinggiannya". kata Baginda Rasulullah. Tetapi di tengah
kehidupan ummat Islam, Islam tidak akan tinggi, selama ummat
Islam pula yang merendah-rendahkannya. v

84 Iman Yang Kokoh Melahirkan Moral Yang Stabil


Tuju Hal yang Pasti,
Tinggalkan Spekulasi

Bila kita menyimak lebih mendalam, maka kita akan


sampai pada kesimpulan, bahwa ibadah dalam Islam tidak
menyebabkan kegiatan-kegiatan rutin mestui dihentikan
sepenuhnya. Agama Islam dtidak mengenal adanya penyendirian
dalam ibadah.
Berjamaah (bersama-sama) memiliki nilai lebih
dibandingkan dilakukan sendiri-sendiri. Contohnya untuk shalat
berjamaah. Sungguhpun dianjurkan melaksanakan shalat tahajjud
(shalat malam), tetapi itu dilakukan sejenak setelah tertidur.
Masih tidak disuruh lebih dahulu mengasingkan diri. Hidup
terpisah dari lingkungan bukan begitu ajaran Islam.
Masih dalam hubungan ibadah shalat. Jika datang seruan
untuk shalat Jum'at (lihat firman Allah, QS. AL Jumu'ah, 62 : 9)
lengkapnya berarti; "Wahai orang yang ber- iman, apabila diseru
untuk menunaikan shalat pada hari Jum'at, maka bersegeralah kamu
kepada mengingat Allah dan tinggalkan jual beli. Yang demikian itu
lebih baik bagimu jika kamu mengetahui."
Perintah Allah sesungguhnya memberikan dorongan
besar. Pertama, shalat Jum'at lebih baik dari pekerjaan berharga
sekalipun seperti jual beli yang menghasilkan keuntungan (laba).
Karena itu laksanakanlah shalat Jum'at karena labanya lebih besar
dari perdagangan (jual beli).
Kedua, sebenarnya umat muslimin itu kalau tidak sedang
beribadah (shalat), kehidupannya tentulah dipasar
(ditempat-tempat berusaha). Ayat ini juga menggambarkan
kehidupan yang seimbang antara kehidupan duniawi dan
ukhrawi.
Ketiga, selesai beribadah laksanakan tugas-tugas rutin.
Dalam melaksanakan tugas rutin itu panduannya adalah mencari
redha Allah.
Keempat, bahwa sebenarnya orang-orang mukmin itu
menghitung secara matematis. Ibadah shalat Jum'at sebagai
contoh yang waktunya hanya beberapa puluh menit saja
menjanjikan keuntungan ukhrawi yang berkali-kali lipat.

Iman Yang Kokoh Melahirkan Moral Yang Stabil 85


Sementara perdagangan yang memakan waktu lebih panjang
masih menjanjikan keuntungan yang spekulatif. Maka secara
sistematis, seorang mukmin dengan dorongan iman dan ilmu
memilih hal yang pasti dan meninggalkan hal yang bersifat
spekulasi.
Dalam beribadah, motivasinya adalah mencari redha
Allah. Redha Allah ini mutlak, karena Allah telah menyediakan
segala-galanya untuk hidup kita. Kehidupan manusia dan
hidupnya nilai-nilai kemanusiaan, yang berperikemanusiaan. v

86 Iman Yang Kokoh Melahirkan Moral Yang Stabil


Kesediaan Jadi Kader
Pembangunan Umat

ALHAMDULILLAH, pada bulan Muharram 1416 H,


seluruh Jemaah Hajji kloter dari Sumbar telah sampai kembali ke
kampung halaman masing-masing.
Semoga semuanya menjadi hajji yang mabrur dan makbul
dan berterima disisi Allah Subhanahu Wa Ta'ala. Sesuai doa yang
dibisikkan dibawah lindungan ka'bah dipelataran Masjidil Al
Haram ditanah Suci Makkah Al Mukkaramah dalam beberapa
hari yang lewat itu. Dalam thawaf dan sa'i serta wukuf di 'Arafah.
Di antara mereka memang ada yang tidak sempat kembali
ke kampung halaman. Menemui sanak keluarga. Karena Allah
telah memanggil mereka pulang kehadirat-Nya. Ada yang
menempati pekuburan Ma'laa di Makkah atau Baqii di Madinah,
bahkan juga di Jeddah. Semua mereka dipanggil ditengah-tengah
perjalanan suci, menyahut panggilan-Nya jua.
"Panggilan-Mu, aku taati,
Ya Allah, panggilan-Mu ku patuhi
Tak ada sekutu bagi-Mu"
"Sungguh kepunyaan-Mu-lah segala puja dan puji.
Nikmat dan Kekuasaan.
Tak ada sekutu bagi-Mu."
Kalimat talbiyyah seperti ini telah berkumandang.
Sedangkan berangkat meninggalkan rumah. Meninggalkan
kampung halaman. Menuju rumah tua (baitil/atiiq) di Makkah Al
Mukarramah. Hanya berselimutkan dua potong handuk putih.
Tak berjahit membalut badan. Tampa ada pakaian dalam
sepotongpun. Menanggalkan segala atribut yang sehari-harian
biasanya dipakai. Meninggalkan segala kemewahan dan
keharuman.
Bertanggang mata, berdiang terik panas mentari padang
pasir. Yang suhunya di atas 50 (lima puluh) derajat Celcius.
Melebihi setengah titik didih, menerpa kepala tampa penutup.
'Panggilan-Mu ku ta'ati, Ya Allah'.
Iman Yang Kokoh Melahirkan Moral Yang Stabil 87
Rasulullah mengibaratkan perjalanan hajji itu seperti
perjalanan seorang yang rambutnya dan pakaiannya kusut masai
berdebu dalam perjalanan musafir menempuh perjalanan yang
jauh. Atau orang-orang yang bau badannya menusuk hidung
lantaran tidak sempat membersihkan serta pula
berharum-harumman.
Semuanya terjadi karena masing-masing disibukkan oleh
kerja keras dan ibadah semata. Maka perkalanan hajji di sebut
pula sebagai rihlah ibadah.
Karena itu, maka Rasulullah menyebutkan upah mereka,
dengan ungkapan bersahaja berisikan makna mendalam.
"Hajji yang mabruur tidak ada baginya pembalasan selain Syorga" (HR
Imam Ahmad dan Baihaqi).
Kemabruran itu ada karena adanya pembinaan peribadi.
Setelah menempuh latihan-latihan berat dan masa-masa sulit.
Kesabaran dalam menghadapi setiap rintangan alam.
Meninggalkan kemewahan dan kesenangan. Mencari keredhaan
Allah Khaliqul Rahman. Dan mematuhi setiap aluran, kepatuhan
dan peraturan (sunnah dan syari'at), yang tergambar dalam setiap
gerak manasik.
Dapatlah dikatakan, kemabruran hajji 'para hujjaj' terlihat
nyata sekembalinya dari menunaikan ibadah hajji. Selain dari
pakaian jubah, kaffieh putih, dan selendang di bahu yang
mewarnai para hujjaj turun tangga pesawat dibandara. Maka
yang lebih utama adalah pakaian jiwa berupa libaasut taqwa =
perhiasan taqwa membalut hati dan jiwa para hujjaj kita. Inilah
jawaban yang paling diharapkan.
Jawaban itu terlihat dikeseharian kita dalam membasmi
kelaparan, kemiskinan dan menyebarkan keselamatan melalui
usaha-usaha pribadi, berkelopok atau bermasyarakat. Kesaabran
yang tinggi, kebersamaan yang mendalam dengan saling
membantu (ta'awunitas). Serta kesediaan diri menjadi kader
pembangunan ummat. Tugas ini sungguh berat, namun tinggi
nilainya sebagai mata rantai pembangunan bangsa, dalam
mencari redha Allah.
Hendaknya jangan ada antara para hujjaj kita yang pulang
dengan membawa hajji marduud. Haji yang ditolak. Yang kalau
88 Iman Yang Kokoh Melahirkan Moral Yang Stabil
dia pedagang, masih tetap membumbui tipu-tepok. Kalau dia
seorang guru, masih mengajarkan nilai-nilai contoh yang negatif.
Bahkan kalau pejabat, masih tidak melaksanakan tanggung jawab
secara amanah.
Sikap perilaku yang negatif, semestinya terjauh dari
tindak perbuatan para hujjaj. Yang tentunya senantiasa
mengharap kepadanya diberikan kemabruuran itu.
Dalam usaha mensyukuri dan melestarikan nikmat Allah
kepada setiap kita, perlu senantiasa menyucikan dan
membersihkan iman-tauhuid dengan selalu meningkatkan
pemahaman kita terhadap ke-Agungan Allah Subhanahu Wa
Ta'ala. Membersihkan diri dan pemahaman kita dari anasir-
anasir syirk dan kekufuran. Dengan disertai pengembalian puja
dan syukur kepada Allah semata.
Permohonan istighfar yang tak henti-hentinya atas segala
tindak tanduk kita adalah pencerminan dari kesediaan
masing-masing diri melakukan introspeksi dan retrospeksi yang
jujur dalam mengevaluasi tindakan (perjuangan hidup) yang telah
lalu.
Kesediaan untuk melakukan usaha-usaha peningkatan
Iman dan keinginan melakukan evaluasi setiap saat dan akhirnya
menampilkan citra amaliyah yang lebih sempurna, niscaya akan
melahirkan sikap istiqomah (=konsisten).
Istiqomah (konsisten) itu penting adanya bagi insan
pejuang. Yakni tetap berada dalam garis jalan Allah, dimedan
juang apapun kita berada. Dalam mengisi hidup dan kehidupan
nyata ini.
Nilai-nilai mulia itulah kiranya yang dijemput dan direbut
dalam perjalanan hajji seorang Muhtadin (orang yang mendapat
petunjuk). v

Iman Yang Kokoh Melahirkan Moral Yang Stabil 89


Pendayagunaan Alam, Ilmu, dan Amal

AGAMA ISLAM, dengan berpedoman kepada Al


Quranul Karim (Kitabullah) dan Sunnah Rasulullah adalah agama
yang paling intensif menggerakkan pendaya gunaan alam untuk
kepentingan ummat manusia. Intensivitas yang dipunyai Agama
Islam (Al Quran) tidak dapat disetarakan dengan ajaran
manapun. Baik itu dalam anutan ummat terdahulu atau malah
mungkin dalam pemahaman ummat belakangan.
Al Quran memulainya dengan menanamkan pemahaman
iman, yang merupakan keyakinan setiap penganut Islam.
Dasarnya "ke- Iman-an kepada Khalik, Allah yang Maha Kuasa
dan Maha Menjadikan". Bahwa apapun yang dimiliki oleh
manusia, pada hakekatnya adalah 'pemberian Allah' untuk
kemaslahatan ummat manusia itu sendiri, atas aluran dan
petunjuk Allah.
"Sesungguhnya Kami jadikan apa yang dibumi ialah untuk menjadi
hiasan baginya( manusia), karena Kami hendak menguji (manusia)
siapakah diantara mereka yang paling kerjanya. Sesungguhnya Kami
jadikan pula dibumi tanah yang kosong". (QS. Al Kahfi, 18 : 7-8).
Sementara itu, manusia diberi kewenangan dengan
pemberian untuk mencari kehidupan akhirat dan kebahagiaan
duniawiyah. Berbuat baik sesama insan, dan tidak menabur
kebencanaan dipermukaan bumi.
"Dan carilah dengan kekayaan yang diberikan Allah kepada engkau
(manusia)-kebahagian- kampung akhirat. Jangan engkau lupakan bagian
engkau di dunia ini. Buatlah kebaikan sebagaimana Allah telah berbuat
kebaikan kepada engkau. Janganlah engkau membuat bencana di muka
bumi. Sesungguhnya Allah tiada mencintai orang-orang yang membuat
bencana". (QS. Al Qashas, 28 : 77).
Al Quran juga memberikan isyarat, bahwa manusia hidup
dengan keinginan, perasaan berhasrat, nafsu duniawiyah.
"Manusia itu diberi perasaan berhasrat atau bernafsu, misalnya kepada
perempuan (istri), anak- anak (keturunan), kekayaan yang
berlimpah- limpah, dari emas dan perak, kuda yang bagus (kendaraan
dan alat angkutan), binatang ternak dan sawah ladang (perkebunan).
Itulah kesenangan hidup dunia. Dan disisi Allah ada tempat kembali
90 Iman Yang Kokoh Melahirkan Moral Yang Stabil
yang sebaik- baiknya. (QS. Ali Imran, 3 : 14).
Tempat kembali yang terbaik ada disisi Allah. Itulah
hidup akhirat yang menjadi tujuan setiap insan yang hidup
didunia ini. Disana ada syorga dan keridhaan Allah yang menjadi
idaman dan hasrat setiap insan yang ber-Iman.
Untuk mencapai keredhaan Allah, jalan yang mesti
ditempuh adalah pernyataan iman kepada Allah, permohonan
keampunan dari dosa-dosa dengan bersumber dari introspeksi
dan restrospeksi dari setiap kegiatan (amal) yang lalu. Evaluasi
serta kesediaan membuat sesuatu yang lebih baik di masa
mendatang, baik itu madiyah (material) maupun ruhaniyah
(spiritual). Selanjutnya adanya keteguhan pendirian menjadi
segala kemungkaran dan selalu berharap supaya dihindarkanlah
kami dari azab neraka.
Orang-orang yang akan memperoleh tempat kembali
yang baik disisi Allah harus memiliki sifat dan sikap jiwa yang
konsisten (istiqomah).
1. Orang-orang yang sabar (tabah, tahan uji, intens)
2. Orang-orang yang benar (jujur, amanah, shiddiq)
3. Orang-orang yang patuh kepada Allah
4. Orang-orang yang menafkahkan hartanya dijalan kebaikan
(Al Munfiqiina).
5. Orang-orang yang selalu memohon ampun kepada Allah
(selalu melakukan koreksi di akhir malam pada setiap
tahapan pekerjaan hariannya) (lihat QS. Ali Imran, 2 : 16-17).
Allah Subhanahu Wa Ta'ala telah menyediakan alam
sebagai sumber daya (material resources) bagi manusia yang
hidup di alam (bumi) ini.
Alam memang tidak menyiapkan segalanya serba jadi
(ready to used). Dia perlu diolah oleh tangan manusia. Sehingga
alam itu bisa mendatangkan nilai lebih dan nilai guna yang
optimal bagi manusia.
Untuk itu, manusia memerlukan alat dan ilmu.
Di dalam Islam, setip insan didorong agar memiliki ilmu
pengetahuan yang cukup dan memadai.
Iman Yang Kokoh Melahirkan Moral Yang Stabil 91
"Sesiapa yang menginginkan dunia dia peroleh dengan
ilmu, sesiapa yang inginkan (kebahagiaan) akhirat juga dengan
ilmu, bahkan yang menginginkan keduanya, juga hanya dengan
ilmu".
Menurut ilmu pengetahuan merupakan asasi bagi setiap
Muslim. Demikian dianjurkan oleh Rasulullah Shallallahu alihi wa
salam. Diantara sabda beliau menyatakan,
"Tuntutlah ilmu dari ayunan hingga ke liang lahat". (Al Hadist).
Nilai ajaran Rasulullah (Islam), tiada lain berintikan
kewajiban belajar sepanjang hayat, sepanjang usia.
Menambah ilmu pengetahuan tidak hanya terbatas pada
batas wilayah negeri saja. Malah dianjurkan jika perlu dinegeri
lain. "Tuntutlah ilmu walau di/dengan Cina". Begitu bimbingan
Islam.
Beberapa dorongan ini dicatat oleh sejarah dunia bahwa
Islam sejak awalnya telah mengubah sikap manusia. Dari apatis,
statis menjadi pribadi-pribadi yang optimis dan dinamis.
Hingga tidak dapat dipungkiri, Islam telah mendatangkan
perubahan sikap bagi manusia yang menganut ajarannya.
Melahirkan pakar-pakar ilmu pengetahuan, seperti
Avicienna (Ibnu Sina), Avierroes (Ibnu Rusyid), Al Khawarizmi
(logaritma), dan amat banyak lagi yang lainnya.
Ilmu pengetahuan semata belum mempunyai arti yang
besar sebelum ada usaha untuk meng-amal-kannya.
Setinggi apapun ilmu pengetahuan belum akan
mendatangkan manfaat sebelum diaplikasi di dalam kenyataan
hidup manusia. Ilmu hanyalah alat semata untuk mendapatkan
atau menciptakan kebahagiaan hidup.
Dalam realitas hidup, ilmu dan amal itulah yang
mendatangkan hikmah.
Allah Subhanahu Wa Ta'ala amat mencela seseorang yang
memiliki ilmu tetapi tak mau kunjung mau meng-amal- kan
ilmunya.
Perhatikanlah ancaman Allah dalam Al Quranul Karim,
artinya,
92 Iman Yang Kokoh Melahirkan Moral Yang Stabil
“Wahai orang-orang yang beriman! Mengapa kamu ucapakan apa- apa
yang tiada kamu perbuat? Sangat dibenci oleh Allah, bahwa kamu
ucapkan apa- apa yang tiada kamu perbuat". (QS. Ash Shaaf, 61 : 2-3).
Ayat ini juga bermakna bahwa ilmu tanpa amal akan
mengundang bencana dan kutukan.
Kualitas suatu ummat dilihat dari kemampuannya
menerapkan ilmu pengetahuan mereka ,pendaya guna ilmu.
Dalam mengelola alam kelilingnya hingga lebih bermanfaat dan
bernilai guna. Untuk kesejahteraan ummat manusia secara umum.
Untuk kesejahteraan diri mereka dan lingkungan mereka dengan
amal usaha mereka sendiri.
Kualitas ummat itu akan menurun jika mereka ditimpa
penyakit enggan dan malas.
Suatu indikasi yang menggejala ditengah generasi kini,
keengganan itu ternyata ada. Hingga mengundang banyaknya
under employment (pengangguran tek kentara) di tengah
masyarakat.
Gejala itu terlihat dari enggan membaca dan enggan
mendengar. Tertupnya kemungkinan penambahan ilmu
pengetahuan. Kemudian disusul dengan keengganan
memanfaatkan waktu dan tenaga. Akhirnya enggan mengolah
alam keliling.
Sesungguhnya Allah Subhanahu Wa Ta'ala telah
memberikan batasan dalam firmannya.
Allah tidak akan mengubah apa-apa (keadaan, nasib, tingkat kehidupan)
suatu kaum, hingga (lebih dahulu) kaum itu mengubah apa- apa (yang
ada) di dalam diri mereka. (QS. Ar Ra'du, 13 : 11).
Mudah-mudahan kita semua dapat meningkatkan
pendayagunaan ilmu, alam, amal kita berdasarkan iman serta
hidup berkualitas. v

Iman Yang Kokoh Melahirkan Moral Yang Stabil 93


Pendekatan Partisipatif Pengembangan Dakwah di Mentawai

Di tengah gencarnya pembicaraan pengembangan


kepulauan Mentawai, permasalahan pertama yang mencuat ke
permukaan adalah modal pendekatan macam apakah yang paling
cocok untuk upaya pengembangan dakwah di kepulauan ini.
Disadari, upaya menggelindingkan pembangunan, ibarat
'perjalanan sebuah kereta kencana'. Akselerasi roda besar sangat
ditentukan oleh percepatan roda-roda kecil yang ada
dibelakangnya.
Analogisnya, bagaimanapun majunya daerah-daerah
sentra yang ada, tetapi kalau daerah-daerah kecil yang
mengelilingi, di kawasan sentra itu masih tetap seperti sediakala,
maka keberhasilan secara umum belumnya berarti apa-apa.
Secara khusus untuk Sumatera Barat, realitas akan
dirasakan, maju atau berhasilnya Sumatera Barat akan dilihat
orang secara keseluruhan, termasuk pengembangan dan
pembangunan kepulauan Mentawai.
Lebih khusus lagi, dalam pengembangan Dakwah
Islamiyah di kepulauan Mentawai. Kita merasakan permasalahan
yang mendasar dan masih dicarikan jalan pemecahannya. Adalah
pola pendekatan yang efektif untuk masyarakat Isalam di
kepulauan penyangga Samudera ini.
Selama kita melihat, begitu tercurahnya perhatian sesama
ummat Islam terhadap perbaikan taraf 'Iman' dari
saudara-saudara kita disana. Dilihat dari aspek aqidah. Begitu
pula semestinya terhadap aspek sosial ekonominya. Perhatian itu
betul-betul mengambarkan bagaimana rasa Ukhuwah Islamiyah
dikalangan ummat cukup berkembang.
Pertanyaan yang masih tetap pada posisinya, apakah
pendekatan yang dilakukan sudah mengarah kepada sasaran
yang kita inginkan.
Kalau dalam pengembangan dakwah di kepulauan
Mentawai, orientasi kita kepada hasil.
Jujur kita akui, sasaran yang ingin kita tuju masih jauh,
baik secara kualitas maupun kuantitas.
94 Iman Yang Kokoh Melahirkan Moral Yang Stabil
Dari segi kuantitas, masyarakat Islam Mentawai masih
merupakan jumlah yang minoritas di daerahnya. Sementara di
daerah lainnya di Sumatera Barat, agama Islam merupakam
mayoritas. Sehingga antara adat dan agama di Sumatera Barat
diakui berjalan berkelindan. Adatnya sendiri syara', dan syara'
bersendi Kitabullah (Islam).
Dari segi kualitas jangan dikata. Ukuran kualitas suatu
ummat memang tidak jelas. Tetapi berbagai indikasi kentara
terlihat nyata. Antara lain tingkat pendidikan, kondisi ekonomi,
need of achievment-nya, serta indikasi- indikasi sosial budaya
lainnya.
Yang menonjol dalam menatap kualitas suatu ummat,
diantaranya, bagaimana posisi tawar- menawarnya (bergaining
posisition). Tidak mungkin posisi tawar-menawar akan kuat kalau
kondisi sosial ekonominya lemah.
Melihat sumber daya alam (natural resources) Mentawai
termasuk daerah yang termasuk subur. Berbagai jenis tanaman
dapat tumbuh di kepulauan ini. Yang belum ada mungkin
pemanfaatan sumber daya alam itu secara optimal.
Demikian lagi dengan sumber daya menusia (human
resources) Mentawai. Masyarakat Mentawai tergolong memiliki
jumlah yang relatif banyak di daerah kepulauan itu. Memiliki
kekuatan fisik yang prima. Lagi pula sangat beradapsi dengan
lingkungannya. Potensi ini kalau diberi bekal ketrampilan tentu
merupakan asset yang besar. Karena didukung Inteligence
qoutiente yang tinggi.
Permasalahannya sekarang, bagaimana mempergunakan
sumber daya tersebut. Model pendekatan yang efektif untuk
pengembangan potensi masyarakat Mentawai adalah dengan pola
pendekatan 'partisipatif'. Sehingga, tiada sebarang pihak yang
berpangku tangan.
Perlu dicatat, sikap meniru masyarakat Mentawai masih
tergolong tinggi. Sebagaimana lazimnya pada kehidupan
masyarakat yang belum tercemar polusi. Kondisi ini sebenarnya
dapat dimanfaatkan kepada hal-hal yang positif. Proses
pengembangan dan pembangunan.
Bila dikaitkan dengan da'wah Islam di daerah sana,

Iman Yang Kokoh Melahirkan Moral Yang Stabil 95


terlihatlah kekurangan kita. Secara kuantitas 'para mujahid
da'wah' yang betul-betul intens (bersitungkin) untuk
pembangunan jamaah Muthadin masih sedikit jumlahnya.
Selain itu para Mujahid da'wah itu masih ada yang belum
utuh istiqomah-nya dalam berda'wah. Pendekatan yang
dilakukan masih bersifat monotoin (lisan maqaal) saja. Sehingga
hasilnya belum optimal. Pembekalan kepada dakwah bil hal,
ternyata masih perlu ditingkatkan lagi.
Untuk itu, tentu dibutuhkan tenaga-tenaga yang ahli
dibidangnya. Seperti spesialisasi pertanian, pertukangan,
perikanan, industri rumah tangga, industri kecil dan bentuk
lainnya. Sesuai kebutuhan ummat yang sedang dikembangkan.
Motivasinya tidak bergeser dari membangun ummat, dengan
kewajiban dakwah Ilallah.
Jika kita bandingkan dengan lembaga lembaga
keagamaan lain, selain dari memiliki intensitas tinggi juga mereka
melakukan pendekatan pastisipasi aktif itu, sesuai dengan
kebutuhan yang dihajatkannya. Sistem pembinaan mereka
berkesinambungan, menggunakan pola rotasi. Sehingga tidak ada
kejenuhan dari para penyeru mereka. Walaupun dari beberapa
aspek didapatkan kecenderungan kurang mendidik.
Sebetulnya kita bukan tidak mempunyai potensi untuk
itu. Permasalahannya bukan tidak ada waktu atau tidak bisa.
Ketrampilan, ilmu, motivasi sebagai pembekalan bisa ditambah.
Yang esensial barangkali, kita baru bekerja selama ini
'masih setengah hati'. Setidak-tidaknya menghadapi
saudara-saudara kita didaerah yang masih perlu dibuka, seperti
Mentawai. Kalau bekerja setengah hati, dalam dakwah hasilnya
tentu menjadi 'setengah Islam'.
Agaknya ini perlu renungan kita bersama. Siapa yang
mau dan mampu untuk itu. Jawabannya ada pada diri kita
masing-masing. Setiap muslim berkewajiban menjadi Agen of
Change, bisa untuk Mentawai dan dapat pula untuk
daerah-daerah lain yang serupa.
Masa menunggu tanggapan kita, mereka pun menunggu
uluran tangan kita. Kini hanya itulah yang dapat mereka lakukan.
Jangan hanya janji tinggal janji, berbuat untuk Mentawai hanya
96 Iman Yang Kokoh Melahirkan Moral Yang Stabil
mimpi. v

Iman Yang Kokoh Melahirkan Moral Yang Stabil 97

You might also like