You are on page 1of 65

Pendahuluan

Pernahkan anda
bertanya mengapa
ikan tuna ditangkap
dengan long line

Oleh:

Supardi Ardidja

2010

Supardi Ardidja-2010 1
Pendahuluan

Apa itu
Metode Penangkapan Ikan

Kebutuhan dunia akan ikan dari tahun ke tahun semakin meningkat


sebanding dengan tingkat pertumbuhan manusia, karena ikan mengandung
protein hewani yang tidak mengandung kolesterol dan tidak ada
substitusinya. Terdorong oleh fenomena ini, kita berusaha sebanyak
mungkin menyediakan kebutuhan ikan untuk konsumsi. Dewasa ini orang
membutuhkan ikan bukan saja untuk mengenyangkan perut atau
memenuhi kebutuhan tubuh akan protein, tapi bagi yang hidupnya mapan
mereka lebih mementingkan selera.
Tentang selera inilah yang terkadang membuat masalah, misalnya
ada orang yang senang dengan semangkok sop tulang sirip ikan hiu. Bagi
yang memikirkan tentang kelangsungan rantai makanan biota laut, untuk
semangkok sop sirip hiu akan membutuhkan berapa ekor ikan hiu?.
Mungkin jika ditawarkan seporsi kepiting goreng saos tomat, pasti dari
setumpukan kepiting tersebut, yang pertama kita lirik dan cari adalah
kepiting yang ada telurnya, gurih dan lezat memang. Tapi kita jarang
berpikir kalau indukan kepiting yang bertelur ditangkap, akan masih adakah
kepiting bertelur berikutnya?. Kalau hiu kebanyakan tertangkap, mahluk
laut apa lagi yang akan menggantikannya sebagai predator tertinggi pada
siklus rantai makanan?.
Menangkap ikan tampaknya hanya merupakan hal yang sepele,
tidak memerlukan pendidikan tinggi, tidak memerlukan otak yang cerdas,
asal mau ke laut, buktinya tak sekolahpun para nelayan dapat menangkap
ikan. Memang betul, tapi mengapa ada perguruan tinggi yang memiliki
program studi menangkap ikan hingga mahasiswanya mampu mencapai
tingkat doctoral. Mengapa pula seusainya perang dunia II USSR bersusah
payah memboyong AL Fridman yang Yahudi untuk diangkat menjadi Kepala
Bidang Riset Perikanan. Tentunya para founder kita dahulu, sudah
memikirkan secara mendalam bahwa untuk menangkap ikan tidak hanya
cukup dengan kuat di laut, berani menempuh badai menerjang ombak, tapi
juga harus tahu ikannya ada di mana. Tidak hanya cukup mendengarkan
desirnya gerakan ikan dengan gagang dayung, tidak hanya cukup dengan
melihat kemilaunya air laut ditengah malam atau tukikan camar di
permukaan laut. Oleh sebab ketidakcukupan inilah, hingga para nelayan

2
Pendahuluan

perlu pula belajar banyak, terutama tentang bagaimana menangkap ikan


dengan mudah, berbiaya murah, hasilnya meriah, kapal mendarat cukong
dan isteri senyum semringah.
Mahluk laut yang akan ditangkap adalah mahluk hidup, tentunya
perlu sekali belajar kehidupan ikan (biologi perikanan). Sisi kehidupan ikan
yang mana yang perlu kita pelajari?. Tentunya adalah sisi-sisi kehidupan
ikan yang memudahkan dalam menangkap ikan. Apakah hanya biologi
perikanan saja yang patut kita pelajari, jelas tidak!. Banyak sekali ilmu-ilmu
dasar yang diperlukan untuk kita belajar menangkap ikan dengan mudah.
Contoh sederhana adalah seorang Ahli mesin harus mempelajari perilaku
air yang mengalir di dalam pipa yang statis, akan tetapi seorang nelayan
harus mempelajari perilaku pipa yang bergerak di dalam air yang juga
mengalir dinamis. bagaimana Pertanyaannya dari sekian banyak ilmu yang
dipelajari. Lalu bagaimanakah kita membaurkan sekian banyak ilmu dasar
hingga menjadi sebuah kompetensi menangkap ikan yang handal. dalam
metode penangkap ikan inilah kita akan tahu untuk apa mempelajari
sedemikian banyak ilmu atau ilmu apakah yang harus kita pelajari, dari
mulai berangan hendak menangkap ikan hingga ikan bisa “dinikmati”.
Metode penangkapan ikan bertujuan untuk mengambangkan pola
pikir dan perilaku dalam memecahkan masalah baik teknik maupun sosial
yang berkaitan dengan problematika menangkap ikan, serta membangun
keyakinan yang kuat dalam upaya menangkap ikan.
Menangkap ikan yang tidak didasari oleh pengetahuan tentang
bagaimana ikan tertangkap adalah pekerjaan yang sia-sia. Sebelum
mempelajari metode Penangkapan Ikan terlebih dahulu harus memahami
tentang ikan apa yang akan ditangkap, ikannya ada dimana, sifatnya
bagaimana, serta densitas dalam kelompok/ukuran individu. Ikan adalah
mahluk hidup, tentunya basis dari keempat hal tersebut di atas adalah
Biologi Perikanan. Pertanyaan berikutnya adalah apa yang harus dipelajari
dalam biologi perikanan?. Jawabannya sederhana saja dan pula tidak
banyak yang harus dipelajari, yaitu: hanyalah hal-hal yang terdapat dalam
ilmu biologi perikanan yang dapat membantu mempermudah menangkap
ikan.
Terkait dengan makin meningkatnya kebutuhan manusia tentang
ikan, berdampak pada upaya peningkatan efektifitas dan efisiensi
penangkapan ikan. Upaya menangkap ikan tertentu dengan satu alat
penangkap ikan tidak cukup dengan satu metoda penangkapan ikan saja,
tapi menggabungkan sejumlah metoda penangkapan ikan yang telah
dikenal.

Supardi Ardidja-2010 3
Pendahuluan

Upaya meningkatkan jumlah hasil tangkapan, mungkin tidak akan


diperoleh di perairan pantai yang dangkal tapi harus pula merambah ke
samudera yang luas dan ganas, dari permukaan laut hingga ke kedalaman
ratusan meter di bawah permukaan laut. Jumlah hasil tangkapan diperoleh
dengan cara menambah jumlah dan memperbesar alat penangkap ikan
serta memperbesar ukuran kapal. Selain itu diperlukan pula mekanisasi,
otomatisasi dan bahkan mungkin komputerisasi di bidang perikanan, yang
mana kesemuanya itu didasarkan pada metoda penangkapan ikan.
Sebelum menjawab pertanyaan apa itu metode penangkapan ikan.
Telebih dahulu harus dapat membedakan antara metode penangkapan ikan
dan cara menangkap ikan. Misalnya akan menyimpan saputangan. Dua
kata “menyimpan saputangan” ini mengandung bahwa saputangan dapat
disimpan dimana saja, maka dikatakan bahwa dua kata tersebut diatas
adalah sebuah metode yang disebut metode menyimpan saputangan.
Silahkan praktekan dengan benar menyimpan saputangan dengan tangan
kanan di saku celana sebelah kanan. Kemudian praktekkan pula dengan
benar menyimpan saputangan dengan tangan kanan di saku celana sebelah
kiri. Tentunya keduanya dilakukan secara berbeda, walaupun
saputangannya sama, celananya yang sama dan tangannya pun sama.
Dengan kata lain, bahwa kedua perlakuan di atas dikerjakan dengan cara
yang berbeda. Kesimpulannya adalah satu metode dapat dilakukan dengan
berbagai cara.
Selain itu harus pula mengenal tiga pengelompokkan bagaimana
ikan ditangkap (akan dijelaskan lebih lanjut), yaitu: ikan yang dapat
ditangkap sekor demi seekor, ikan yang dapat ditangkap sekaligus banyak
dan ikan yang hanya dapat ditangkap dengan dikumpulkan sedikit demi
sedikit.
Mari kita perhatikan alur pikir pada gambar 1 mengapa kita harus
mempelajari metode penangkapan ikan. Berawal dari permintaan
(demand), bisa berdasarkan permintaan konsumen, bisa berdasarkan
permintaan pribadi dan bisa pula berdasarkan permintaan pasar. Mungkin
saja mulai pasar di Senggigi hingga pasar di Tokyo. Katakanlah permintaan
ikan yang harus ditangkap tersebut berasal dari konsumen. Ikan yang
diminta adalah sasimi ikan tuna. Kita membuat sejumlah pertanyaan
berdasarkan alur pikir seperti tampak dalam gambar. Pertanyaan tersebut
adalah sebagai berikut (Alih-alih kita akan menangkap ikan).
1. Ikan apa yang cocok untuk sasimi dan akan kita tangkap: big eye tuna,
Thunnus obesus;

4
Pendahuluan

2. Ikan tersebut adanya dimana: “Highly migratory” bisa berada di mana


saja, antara Samudra Atlantik, Hindia, dan Pasific; pada 25° N - 55° S,
dan 80° E - 150° E (FAO Area). Pada Bulan Maret 2010, sebagian kecil
tuna ini berada dekat dengan Indonesia, di sebelah utara Sabang
(gambar 2., 2 titik putih dalam lingkaran merah). Peta ini dapat
diunduh dari http://species-identification.org/species.php?species_group=fnam&
menuentry =soorten&id=1936& tab= map (jangan lupa peta diupdate dulu).

3. Sifatnya bagaimana: Biologi perikanan memberikan informasi bahwa


blue fin tuna adalah termasuk spesies ikan perenang cepat, predator
yang efisien, termasuk pemangsa berbagai jenis ikan pelagis kecil,
crustacea, cumi-cumi (cephalopods). Memangsa sepanjang malam dan
siang hari, Big eye tuna dapat hidup dari mulai lapisan epipelagic
hingga mesopelagic hingga kedalaman 1.000 meter (gambar 3).
Namun, umumnya berada pada kedalaman 0 hingga 300meter, di
lapisan mana terdapat limpahan makanannya.
1. Kepadatan dalam kelompok/ukuran individu; seperti informasi yang
kita peroleh diatas bahwa tuna ini memang hidup berkelompok, namun
tingkat kepadatannya moderat, berukuran besar (Pelagis besar),
dengan ukuran individu, panjang sekitar 2,5 m dengan berat sekitar 210
kg.

KONSUMEN

TEKNOLOGI
BIOLOGI Kapal

SDM
Ikan apa ?
Alat Penangkap Ikan
Adanya dimana?
METODE
Sifatnya bagaimana? PENANGKAPAN Teknik Penangkapan
IKAN Ikan
Kepadatan dalam
kelompok/ukuran Penanganan Hasil di
individu atas kapal

Regulasi

Gambar 1 Alur pikir mengapa kita harus mempelajari metode penangkapan ikan (belum
termasuk Code of Conduct for Responsible Fishery dan Ekosistem, terletak
dibawah regulasi).

Supardi Ardidja-2010 5
Pendahuluan

Gambar 2 Peta sebaran big eye tuna sumber: Map retrieved from OBIS on 09-03-2010.
Update map.

Gambar 3 Sebaran tuna berdasarkan kedalaman perairan, diedit dari


http://www.fao.org/fishery/topic/16082/en#Distribution

Berdasarkan informasi biologi yang kita peroleh, maka kita akan


mencoba menentukan metode penangkapan ikan apa yang akan kita
gunakan, dengan mempertimbangkan dua hal penting sebagai berikut:
1. Kelompok tuna ini dapat ditangkap sekaligus banyak dan juga dapat
ditangkap seekor demi seekor.
a. Jika akan ditangkap sekaligus banyak dengan mengurung arah
renangnya (horisontal) dan mengurungnya dari bawah (vertikal).
Masalahnya adalah bahwa ikan tersebut, berada pada kedalaman
0–1.000 meter di bawah permukaan laut. Dengan kata lain, jika
ikan selalu di lapisan epipelagic (0 – 50m) maka metode menangkap
ikan dengan mengurung dapat dilakukan. Alat yang akan
digunakan adalah purse seine.
b. Jika ikan berada di kedalaman laut lebih dari 100 meter, maka ikan
hanya dapat ditangkap seekor demi seekor, dan metode

6
Pendahuluan

penangkapan ikan yang akan digunakan adalah tali dan pancing


(line and hook). Salah satu alat penangkap ikannya adalah Rawai
Tuna.
2. Cuaca berdasarkan data rata-rata kecepatan angin adalah 5 – 15
m/det. Atau 9,7 – 29,7 knot) (grafik pada gambar 8.). Rata-rata
ketinggian ombak berkisar antara 0 – 3 meter. (gambar 4).
(pengetahuan tentang kecepatan angin dan ketinggian gelombang
dapat dipelajari dalam Cuaca dan Iklim (weather and climate). Arah
angin dapat dilihat dari arah simbol panah dari peta tersebut. Kondisi
ini berbahaya bagi pengoperasian purse seine. Namun masih aman
untuk mengoperasikan long line. Asalkan kapal long line yang
digunakan memenuhi syarat “Ocean going” (istilah “Ocean going” ini
dapat dipelajari dalam Bangunan Kapal dan Stabilitas Kapal
Penangkap Ikan, sedangkan pengaruh arah dan kecepatan angin
terhadap kapal penangkap ikan dan terhadap pengoperasian alat
penangkap ikan dapat dipelajari dalam Teknik Penangkapan Ikan dan
Pengendalian Kapal Penangkap Ikan).
Berdasarkan dua pertimbangan di atas maka kita sebaiknya
memilih metode Tali dan Pancing. Yakni tuna ditangkap seekor demi
seekor. (silahkan dibaca pada bab yang membahas tentang metode tali dan
pancing) di buku ini.
Permasalah berikutnya adalah apakah kita telah memiliki kapal long
line atau kita harus membuat kapalnya. Jika belum memiliki kapal maka
perlu membuat suatu rencana pembangunan kapal penangkap ikan:
(silahkan baca Perencanaan Kapal Penangkap Ikan dalam Kapal Penangkap
Ikan; Ardidja, 2010).
Setelah kita menentukan metode penangkapan ikan dalam hal ini
adalah tali dan pancing, langkah berikutnya adalah memikirkan sarana dan
teknologi seperti apa yang dibutuhkan untuk melaksanakan metode tali dan
pancing ini. Gambar 1 pada bagian Teknologi terdapat masalah kapal, SDM,
alat penangkap Ikan, Teknik Penangkapan Ikan, Penanganan Hasil Tangkap
dan yang terakhir adalah regulasi. Kemudian kembali lagi ke konsumen
dalam bentuk hasil tangkapan. Keenam permasalahan di atas saling terkait
satu sama lain. Mari kita cermati satu persatu:

Supardi Ardidja-2010 7
Pendahuluan

Gambar 4 Peta cuaca untuk wilayah perairan Samudra Hindia Maret 2010;
http://www.oceanweather.com/data/

1) Kapal.
Menangkap ikan di laut tentunya memerlukan kapal karena jarak yang
jauh dan waktu operasi yang tidak sebentar. Masalah pertama yang
harus kita pikirkan adalah kapal yang akan digunakan seperti apa.
Pertama. Di atas telah disebutkan bahwa kapal harus “ocean going”,
dalam arti bahwa kapal harus mampu menghadapi berbagai kondisi
cuaca berat di samudra. Kapal harus memiliki stabilitas awal (initial
stability) yang baik. Bentuk kapal harus mampu mengurangi masalah
“down flooding” yang diakibatkan tingginya gelombang, proses
penanganan hasil. Kapal long line memerlukan ruang kerja yang luas di
bagian depan. Karena Indonesia umumnya mengikuti tipe kapal long
line jepang, yang melakukan setting dari buritan dan hauling di haluan.
Proses operasi long line secara umum terdiri dari tiga tahapan, yaitu:
Setting, drifting, hauling dan penanganan hasil (pelajari Teknik
Penangkapan Ikan) Tahapan setting dan hauling memerlukan ruang
kerja yang cukup, terutama pada saat pelaksanaan tahapan hauling.

8
Pendahuluan

Gambar 5 Peta arah dan kecepatan arus wiliayah ekuator kawasan perairan Samudra
Hindia bulan Januari 2010; Sumber Ocean Motion Surface Current; (aslinya
berwarna), sumber: http://oceanmotion.org/html/resources/oscar.htm

Supardi Ardidja-2010 9
Pendahuluan

Gambar 6 Peta arus permukaan dunia (Wind Driven Surface Currents: Gyres
Background); Sumber; http://oceanmotion.org/html/
background/wind-driven-surface.htm

Gambar 7 Ocean surface wind;


Sumberhttp://oceanmotion.org/html/resources/winds.htm

10
Pendahuluan

Gambar 8 Rata-rata kecepatan angin pada bulan Maret 1999 s/d 2008; Sumber :
http://oceanmotion.org/html/resources/winds.htm?sseyear=
2008&ssemon=MAR&sseparam=Wind+Vectors&sseframes=10&ssedata=Graph

Ruang kerja ini diperlukan dalam pelaksanaan tahapan hauling dan


penanganan hasil.
Kedua. Jarak jelajah yang jauh memerlukan ruang akomodasi, palkah
penyimpanan persediaan bahan bakar, pelumas, air tawar dan
perbekalan lainnya yang cukup termasuk palkah penyimpanan hasil
tangkap. Ruang akomodasi harus dapat memberikan kenyamanan bagi
awak kapal, agar awak kapal tidak merasa jauh dari rumah.
Perlengkapan kapal (misalnya, perlengkapan penentuan posisi kapal,
komunikasi, perlengkapan keselamatan, perlengkapan operasioanl
penangkapan ikan dan perlengkapan-perlengkapan lainnya harus pula
memenuhi syarat yang ditetapkan oleh aturan keselamatan kapal, baik
nasional maupun internasional, termasuk surat-surat kapal. Kapal
harus dapat menyediakan air tawar dalam jumlah yang cukup untuk
semua keperluan baik untuk semua orang yang ada di kapal dan
kapalnya itu sendiri. Palkah hasil tangkap, jumlah dan kapasitas yang
cukup sesuai dengan sistem penyimpanan ikan yang diperlukan.
Kemungkinan fishing ground terletak di wilayah zona ekonomi ekslusif
negara lain, maka diperlukan perijinan-perijinan negara setempat.
Jumlah, tipe dan kapasitas perlengkapan operasional tergantung dari
sistem long line yang dioperasikan harus dilengkapi baik teknis maupun
administrtatif guna mempermudah dan meringankan kerja serta untuk
mempertahankan mutu ikan hasil tangkapan.
Ketiga. Kapal kayu jika tidak terpaksa, sudah jarang digunakan untuk
membangun kapal penangkap ikan, besi dan fiber glass banyak menjadi
pilihan pengusaha perikanan (kecuali kapal-kapal penangkap ikan
konvensional). Kapal-kapal long line yang terbuat dari kayu yang ada
dan beroperasi di Indonesia, umumnya adalah modifikasi dari kapal-
kapal niaga (kapal interinsuler pengangkut kayu). Tipe kapal-kapal
penangkap sekarang tidak lagi memerlukan palkah penyimpanan ikan
permanen dan palkah persediaan bahan bakar, pelumas dan air tawar

Supardi Ardidja-2010 11
Pendahuluan

yang berkapasitas besar, karena hasil tangkapan langsung di tampung


di kapal induk (mother ship), untuk penyimpanan dan proses
penanganan hasil lanjutannya. Sedangkan persediaan jangka panjang
bahan bakar, pelumas dan air tawar dipasok dari kapal pemasok
(supplier ship).
Keempat. Penataan perlengkapan operasi penangkapan ikan, tidak saja
mempertimbangkan efektivitas, juga egronomi, dan keselamatan kerja
keselamatan awak dan alatnya. Pemilihan alat juga harus memilih yang
khusus digunakan di laut (marine use) dan bersertifikat yang diakui oleh
badan-badan otorita keselamatan kapal. Perlengkapan utama pada
long line adalah line hauler dan side roller, Indonesia sudah dapat
memproduksi line hauler tipe sederhana yang dipergunakan untuk
kapal-kapal long line kayu (kapal-kapal yang dimodifikasi dari bekas
kapal purse seine dan kapal pengangkut kayu interinsuler. Upaya
modifikasi ini disebabkan fishing ground ikan-ikan layang semakin jauh
dari fishing base. Semakin marak dengan adanya permintaan tuna
segar). Alat penggulung tali branch line (Branch winder) dan alat
penggulung buoy line tidak merupakan perlengkapan utama sebab
dapat digantikan oleh tenaga manusia untuk menggerjakan
penggulugan branch line dan buoy line. Kedua peralatan yang
disebutkan terakhir ini muncul bersamaan dengan berubahnya sistim
operasi tunggal ke sistem operasi armada, kapal berada di laut hingga
berbulan-bulan mendarat jika akan docking saja. Sehingga diperlukan
peralatan untuk meringankan kerja awak kapal dan efisiensi, dalam
artian kapal dapat mengoperasikan longline dengan jumlah pancing
yang jauh lebih banyak.
Kelima. Tenaga penggerak kapal, listrik dan hidrolik. Beberapa buku
bahkan judul mata kuliah di tingkat akademik, mata ajaran di tingkat
sekolah lanjutan, mengatakan bahwa mesin penggerak kapal adalah
mesin induk atau mesin utama, sedangkan mesin pembangkit listrik
termasuk mesin penggerak dan generator dan permesinan lainnya di
katagorikan dengan mesin bantu atau pesawat bantu. Dewasa ini,
hampir segala sesuatu digerakkan dengan tenaga listrik atau hidrolik,
mulai start mesin induk, pompa-pompa hidrolik, peralatan-peralatan
yang dikontrol secara elektrik hidrolik, peralatan penentuan posisi
kapal, komunikasi, pompa-pompa air tawar dan bahan bakar,
refrigerasi, perlengkapan penangkapan penerangan, pendingin ruangan
dan sirkulasi udara, hingga dapur. Bahkan Eropa melarang
penggunaan minyak bakar dan gas di dapur, dengan alasan kecelakaan
di kapal terutama kebakaran kapal kebanyakan ditimbulkan oleh

12
Pendahuluan

bahan-bahan yang mudah terbakar termasuk penggunaan gas alam di


dapur. Mungkin saja, sebagian dari peralatan tersebut dapat
digerakkan dengan tenaga pengganti, batere misalnya, namun
demikian batere harus pula diisi ulang menggunakan tenaga listrik. Line
hauler adalah utama, mengapa demikian. Karena alat tersebut
diisediakan untuk menggantikan tenaga manusia. Misalkan saja, kapal
memasang 300 pancing, jarak antar pancing 50 meter, maka total main
line yang harus dihibob adalah sekitar 15 km, kemudian pekerjaan ini
dilakukan hampir setiap hari dan hampir selama proses operasi
penangkapan ikan. Tidak ada tenaga bersumber dari “nasi” yang
sanggup melakukannya. Dengan demikian, line hauler adalah alat
utama yang harus dilengkapi pada sebuah kapal long line. Oleh
karenanya, semua peralatan yang tidak dapat digantikan oleh alat
lainnya atau tenaga manusia tergolong dalam peralatan utama. Bukan
“Alat bantu”, karena alat tersebut memiliki tugas dan fungsinya sendiri-
sendiri baik secara terintegrasi dengan alat lainnya atau berdiri sendiri.
Tujuan efisiensi akan mengabaikan hal-hal yang kurang bermanfaat di
atas kapal. Tanpa listrik kapal seolah-olah “mati”. Bahkan di
pelabuhan atau di dok disediakan electrik harbour, (menggunakan lstrik
dari daratan).
Keenam. Nakhoda adalah pemimpin tertinggi di atas kapal, walaupun
sebagian tugasnya diemban oleh fishing master. Sehingga nakhoda
harus setiap saat, dapat memantau dan mengambil tindakan cepat
penanggulangan, jika terjadi hal-hal yang menyebabkan “ketidak
selamatan” operasi penangkapan dan awak kapalnya. Konsekwensinya
adalah, bahwa penataan bangunan atas (super structure) harus sedapat
mungkin tidak menyebabkan nakhoda terlambat mengambil tindakan.
Jurumudi dan ABK yang mengendalikan line hauler, bertindak saling
mendukung. Dengan kata lain, jurumudi dan pengendali line hauler
memiliki dua hati tapi satu mata, konsekwensinya bahwa jurumudi
harus dapat melihat dengan jelas apa yang dilakukan oleh pengendali
line hauler, juga sekaligus melihat kedudukan juluran main line
terhadap haluan kapal. KM. Madidihang I milik STP, memindahkan
jurumudi ke luar bangunan kamar kemudi menggunakan kontrol jarak
jauh (remote control) untuk mengendalikan haluan dan kecepatan
kapal. Sehingga dengan hanya sedikit tolehan kepala atau isyarat
tangan dari petugas line hauler, juru mudi akan segera tahu dan dengan
segera bertindak apa yang harus dilakukan terhadap haluan dan
kecepatan kapal.

Supardi Ardidja-2010 13
Pendahuluan

2) Sumber Daya Manusia


Sumberdaya manusia baik yang bekerja langsung di atas kapal maupun
sebagai tenaga manajemen di darat harus merupakan tenaga kerja
yang memiliki pola pikir dan perilaku profesional serta memiliki
kemampuan manajerial yang memadai. Bagi perwira harus dilengkapi
dengan berbagai sertifikat minimal yang disayaratkan, misalnya
ANKAPIN untuk perwira dek dan ATKAPIN untuk perwira Mesin,
Sertifikat BST (Basic Safety training) dan sertifikiat-sertifikat lain
disesuaikan dengan bidang pekerjaannya. Sertifikat BST adalah wajib
bagi semua orang yang bekerja di atas kapal. Kewajiban memiliki
sertifikat ini adalah ketentuan internasional melalui IMO. Juga, Bagi
semua yang bekerja di kapal harus kuat dan sehat baik fisik maupun
mentalnya. Pihak manajemen harus pula melengkapi mereka dengan
jaminan kesehatan dan jaminan pensiun jika memungkinkan. Lengkapi
mereka dengan perjanjian Kerja Laut yang tidak merugikan kedua
pihak. Bagian penting dari kelangsungan usaha adalah menyediakan
tenaga cadangan dan tenaga pengganti. Oleh karenanya perlu pula
mempelajari Manajemen Usaha Perikanan termasuk didalamnya
perhitungan laba rugi dan prediksi kelangsungan usaha (economic
viability).
Ketrampilan minimal ABK baik dalam bernavigasi (keselamatan kapal)
maupun menangkap ikan telah diatur dalam konvensi internasional
Torremolinos (International Convention on Standards of Training,
Certification and Watchkeeping for Fishing Vessel Personnel (STCW-F),
1995.

3) Alat Penangkap Ikan


Tuna yang akan ditangkap selain berada di samudra, juga hidup pada
lapisan perairan hingga 1000 meter di bawah permukaan air, hidupnya
bekelompok tetapi tidak padat, berukuran besar. Jika berada di lapisan
permukaan hingga 100 meter dapat menggunakan alat penangkap ikan
yang dapat menangkap ikan sekaligus banyak (jika ikannya
mengelompok padat). Jika berada pada kedalaman lebih dari 100
meter, maka alat penangkap ikan yang digunakan adalah alat yang
termasuk dalam kelompok metode penangkapan ikan dengan tali dan
pancing (hook and line), yakni menangkap ikan berukuran besar seekor
demi seekor, dalam hal ini adalah rawai tuna hanyut (drift long line).
Tergantung pada tipe kapal long line yang dimiliki apakah akan

14
Pendahuluan

menggunakan sistem basket, sistem drum, sistem box, sistem blong


atau sistem otomatis (autoline).
Pada tahun 1970-an awal diperkenalkannya alat penangkap ikan
komersil modern di Indonesia, bahan utama long-line menggunakan
kuralon dari kelompok PVA (Polyvinyl Alkohol) dengan sistem basket.
Dewasa ini penggunaan kuralon sudah ditinggalkan orang karena mahal
dan sulit dicari di pasaran. Penggantinya adalah Nylon monofilament
yang dianyam (braided), walaupun harganya lebih murah dan mudah
didapat dibanding kuralon, namun kekuatannya jauh lebih rendah
dengan usia pakai lebih pendek. Namun demikian, pemilihan tipe long
line yang akan digunakan secara umum sangat tergantung kepada
permodalan usaha, karena setiap tipe long line memiliki perlengkapan
penangkapan yang berbeda, dan sebagian besar masih harus diimport
dari luar negeri. Keterkaitan dengan kapal, maka masing-masing tipe
long line memerlukan penataan ruangan yang berbeda pula, misalnya
tipe box memerlukan kotak penyimanan main line dan mesin penata
tali (Line arranger). Tipe drum (berasal dari Eropa) memerlukan drum
yang selain memerlukan tempat khusus juga penataanntya, karena
berukuran besar terkait erat dengan stabilitas kapal. Baik long line tipe
box maupun tipe drum memerlukan alat pelepas main line serta mesin
pengatur waktu pemasangan branch line (hook master) dan buoy line.
Korea menyenangi mesin pelepas branch line dan umpan, sedangkan
jepang lebih menyukai pelepasannya menggunakan tenaga dan
ketrampilan manusia. Harus pula ada ruang yang digunakan untuk
menyimpan branch line, pelampung, radio bouy, light buoy, dan suku
cadang alat penangkap ikan.
4) Teknik Penangkapan Ikan
Teknik penangkapan ikan merupakan akumulasi berbagai ilmu dan
pengetahuan yang dipelajari di sekolah-sekolah berjurusan
penangkapan ikan. Operasi penangkapan ikan adalah suatu kerja yang
menggabungkan keahlian mengendalikan kapal, keahlian
mengoperasikan alat penangkap ikan, keselamatan, manajemen dan
pertanggungjawaban. Termasuk menghindari segala resiko bahaya baik
untuk kapalnya sendiri atau kapal orang lain (pelajari Peraturan
Internasional untuk mencegah tubrukan di laut  International Collision
Regulation). Tujuan yang harus dicapai adalah ikan didapat, kapal dan
orangnya selamat, pulang-pulang perusahaan dan keluarga tersenyum
semringah, sekaligus tidak dicaci maki oleh “Green Peace” atau
digelandang oleh Pengawas Perikanan. Dan perlu diingat pula, bahwa

Supardi Ardidja-2010 15
Pendahuluan

beberapa generasi keturunan kita ke depan harus memiliki kesempatan


yang sama untuk menangkap ikan.
Di bagian atas bab ini, telah diuraikan tentang informasi kekuatan dan
arah angin, tinggi gelombang dan kekuatan dan arah arus. Terkait
dengan pengendalian kapal angin akan mendorong bagian atas
bangunan kapal, arus akan menghanyutkan bangunan kapal di bawah
air dan alat penangkap ikannya, (pada kenyataannya jika tidak
bertentangan dengan kedua faktor alam itu maka kapal dan alat
penangkap ikan akan hanyut mengikuti pergerakan air).
Mempertimbangkan Haluan dan kecepatan kapal harus dengan
seksama. Sebagai contoh haluan dan kecepatan tidak menyebabkan
ABK yang melepas branch line terjepit tangannya, main line tidak selalu
bergesekan dengan badan kapal, dan jangan sampai pula terjadi main
line terbelit propeller, jangan menyebabkan main line tegang, apalagi
sampai putus. Saat itu juga juru mudi, terkadang mewakili nakhoda
dalam mengendalikan situasi operasional hauling, tentunya
memerlukan pengeras suara (public addressor) di dekatnya. Teknik
pengoperasian juga, harus mempertimbangkan keselamatan kapal,
tidak mengurangi nilai stabilitas kapal, berkaitan dengan efek
akumulatif dari faktor internal dan eksternal kapal, terutama faktor alat
penangkap ikan yang notabene cenderung menambah kemiringan
kapal.
5) Penanganan Hasil Tangkap
Penanganan hasil yang dimaksudkan disini adalah melulu penanganan
hasil tangkap di atas kapal, selama operasi penangkapan ikan hingga
ikan sampai ke pelabuhan pendaratan untuk proses lanjutan perjalanan
ikan ke tangan konsumen. Hasil yang harus dicapai dalam proses
penanganan hasil ini adalah bahwa, ikan harus tetap segar, bermutu
baik yang memenuhi persyaratan maksimum yang diinginkan oleh
konsumen. Perlu diingat bahwa, persyaratan standar mengandung arti
sesuatu yang harus dipenuhi dan tidak boleh dikurangi. Mestinya
dalam pelaksanaannya harus memberikan lebih dari yang diminta
“standard” sedapat mungkin memperlakukan ikan semaksimal mungkin
sehingga memenuhi selera konsumen, dan akan merasa senang serta
tidak segan-segan membelinya dengan harga tinggi.
Penanganan hasil tangkap yang memenuhi kriteria mutu dan HACCP
(Hazard Analysis and Critical Control Point ). HACCP adalah pendekatan
pencegahan sistematis bahaya keamanan pangan, farmasi dan
keselamatan khususnya pencegahan terjadinya bahaya yang

16
Pendahuluan

ditimbulkan secara fisik, kimia, dan biologis. Memang benar bahwa


HACCP adalah dikhususkan untuk industri makanan, namun mutu akhir
produk olahan ikan sangat ditentukan oleh mutu hasil tangkapan di
kapal. Oleh karenanya, Eropa memberlakukan peraturan baru yang
diberlakukan tahun 2011 bahwa semua alat dan orang yang menangani
produk ikan dan hasil olahan ikan harus bersertifikat. Tahun 2009 BPPI
Semarang mencoba membahas secara mendalam dalam upaya
memenuhi tuntunan konsumen tersebut. Itulah! Konsumen adalah
raja, absolut, dan susah ditolak.
Prinsip yang harus dijalankan dalam menangani ikan berukuran relatif
besar yang ditangkap seekor demi seekor dengan long line adalah
sebagai berikut:
- Buang segala sesuatu yang menjadi sumber terjadinya proses
dekomposisi faktor internal ikan, misalnya insang, isi perut dan
lendir. Jangan heran bukan saja manusia yang harus sikat gigi dan
mandi tuntas, tuna harus disikat, disemprot dan diakhiri dengan
sapuan lembut spon pengering.
- Hindarkan terjadinya kontaminasi dengan produk apapun yang
dapat menyebabkan kerusakan ikan dan/atau tertularnya bangkai
ikan baik dalam bentuk bakteri maupun racun, misalnya karat pisau
pemotong sirip dan tutup insang akan menyebabkan tetanus.
Limbah hidung dapat menyebarkan bakteri influensa. Sabun hijau
dapat menyebabkan keracunan.
- Hindarkan terkena matahari langsung, sinar matahari akan
mempercepat terjadi proses dekomposisi.
- Upayakan alat dan orang tetap higyenis.
- Tubuh ikan harus utuh tanpa cacat atau gores, hindarkan luka
akibat apapun pada bagian daging ikan.
- Dalam proses pembekuan hindarkan pembekuan cepat.
Pembekuan cepat akan menyebabkan daging terlalu cepat
mengeras hingga terbentuknya rongga-rongga di dalam daging
ikan.
- Ikuti segala petunjuk dan aturan yang diminta oleh konsumen.
- Pelajarilah dengan baik pengetahuan tentang Penanganan Hasil
Tangkap.

Supardi Ardidja-2010 17
Pendahuluan

Konsekwensinya adalah bahwa, kapal harus dilengkapi dengan seluruh


perlengkapan penanganan hasil tangkap yang cukup, baik jumlah
maupun kualitasnya, termasuk perlengkapan bongkar muat (loading
and unloading equipment).
6) Regulasi
Kapal penangkap ikan yang berukuran kecil sampai besar adalah suatu
objek yang dikenai berbagai peraturan baik nasional maupun
internasional. Namun semua peraturan tersebut demi kepentingan
keselamatan kapal, awak kapal, usaha dan pelayaran dan
keseimbangan ekologi. Pelajaran mengenai regulasi ini dapat dipelajari
dalam mata kuliah Hukum Maritim dan Peraturan Perikanan. Selain itu
dapat pula dipelajari dalam SOLAS. Berikut ini adalah rangkuman dari
SOLAS yang terkait dengan kapal penangkap ikan:
Konvensi Internasional SOLAS adalah perjanjian/konvensi paling
penting untuk melindungi keselamatan kapal dagang. Versi pertama
diterbitkan pada tahun 1914 sebagai akibat tenggelamnya kapal RMS
Titanic. Dimana diatur mengenai ketentuan tentang jumlah sekoci/rakit
penolong dan perangkat keselamatan lain serta peralatan yang
dibutuhkan dalam prosedur penyelamatan, termasuk ketentuan untuk
melaporkan posisi kapal melalui radio komunikasi.
Dan sejak pertama sekali ditetapkan dilakukan beberapa perubahan/
amandemen 1929, 1948, 1960, dan 1974
Konvensi Internasional SOLAS 1974 diratifikasi oleh Pemerintah
Republik Indonesia pada tanggal 17 Desember 1980 dengan Keputusan
Presiden Nomor 65 Tahun 1980. Kemudian pada tanggal 12 Desember
2002, Konferensi Diplomatik yang dilaksanakan oleh Maritime Safety
Committee dari IMO mengadopsi amandemen Konvensi Internasional
SOLAS yang dikenal dengan sebutan International Ship and Port Facility
Security (ISPS) Code, 2002.
- Pendahuluan
- Prosedur amandemen
- Ketentuan teknis
- Chapter I - Ketentuan umum
- Chapter II-1 - Konstruksi - Pembagian dan stabilitas, permesinan dan
instalasi listrik
- Chapter II-2 - Pelindungan kebakaran, deteksi kebakaran dan
pemadaman kebakaran
- Bab III - Perangkan pertolongan dan pengaturannya

18
Pendahuluan

- Chapter IV - Komunikasi Radio


- Chapter V - Keselamatan navigasi
- Chapter VI - Muatan barang
- Chapter VII - Muatan barang berbahaya
- Chapter VIII - Kapal Nuklir
- Chapter IX - Managemen keselamatan operasi kapal
- Chapter X - Ketentuan untuk kapal cepat
- Chapter XI-1 - Upaya kusus untuk meningkatkan keselamatan
pelayaran
- Chapter XI-2 - Upaya kusus untuk meningkatkan keamanan
pelayaran
- Chapter XII - Aturan tambahan untuk kapal curah

Pemerintah Indonesia telah mengesahkan konvensi ini melalui


Keputusan Presiden No 65 tahun 1980 Mengesahkan "International
Convention For The Safety Of Life At Sea, 1974", Sebagai Hasil
Koferensi Internasional Tentang Keselamatan Jiwa Di Laut 1974, Yang
Telah ditandatangani oleh delegasi pemerintah Republik Indonesia, Di
London, Pada Tanggal 1 Nopember 1974, Yang Merupakan Pengganti
"International Convention For The Safety Of Life At Sea, 1960", …
International Ship and Port Facility Security, IMO.
International Ship and Port Facility Security (ISPS) Code adalah
Peraturan Internasional mengenai fasilitas keamanan pelabuhan dan
kapal yang merupakan amandemen dari SOLAS Konvensi (1974/1988)
dalam pengaturan keamanan minimum untuk kapal, pelabuhan dan
lembaga pemerintah. Yang diberlakukan mulai tahun tahun 2004,
aturan ini menentukan tanggung jawab kepada pemerintah,
perusahaan perkapalan, awak, dan pelabuhan beserta personilnya
untuk "mendeteksi ancaman keamanan dan mengambil tindakan
pencegahan terhadap insiden keamanan yang berdampak pada kapal
laut atau fasilitas pelabuhan yang digunakan dalam perdagangan
internasional."
Amandemen terakhir adalah pada bulan Juni 2009, yang akan
diberlakukan mulai 1 Januari 2011 dimana Electronic Chart Display and
Information Systems (ECDIS) dan Bridge Navigational Watch Alarm
Systems (BNWAS) akan menjadi wajib (mandatory), yang merupakan
amandemen terhadap Chapter V/19 SOLAS, Keselamatan bernavigasi,
aturan ini akan diberlakukan pada setiap kapal baru dan secara

Supardi Ardidja-2010 19
Pendahuluan

bertahap akan diberlakukan juga terhadap kapal yang sudah dibangun


sebelum aturan ini berlaku.
Amandemen terhadap SOLAS lainnya adalah terhadap aturan II-1/3 -5.2
untuk melarang membangun bangunan baru yang terbuat dari asbes
(asbestoss) tanpa pengecualian.

Keselamatan Pelayaran. Keselamatan Pelayaran didefinisikan sebagai


suatu keadaan terpenuhinya persyaratan keselamatan dan keamanan
yang menyangkut angkutan di perairan dan kepelabuhan. Terdapat
banyak penyebab kecelakaan kapal laut; karena tidak diindahkannya
keharusan mengikat semua barang mudah bergerak (lashed), hingga
pada persoalan penempatan barang yang tidak memperhitungkan titik
berat kapal dan lengan penegak yang stabil. Cermati tenggelamnya
kapal milik perusahaan Binama di papua Barat yang menyebabkan
tewasnya sejumlah ABK dan dua orang taruna Akademi Perikanan
Sorong yang sedang melaksanakan praktek akhir (29 Januari 2010).
Terutama dalam operasi penangkapan Ikan. Namun demikian,
Penyebab kecelakaan sebuah kapal tidak dapat disebutkan secara pasti,
melainkan perlu dilakukan pengkajian dari berbagai aspek, teknis,
manusia dan alam. Contohnya apakah kapal sudah laik laut, apakah
peraturan internasional keselamatan pelayaran sudah dipenuhi (SOLAS,
1974 termasuk sejumlah amandemennya).
International Convention for the Prevention of Pollution from Ships,
1973, yang dimodifikasi dalam Protocol 1978 yang terkait (MARPOL)
yang berisi Pencegahan polusi yang diakibatkan oleh minyak,
Pengendalian Pencemaran yang diakibatkan oleh zat cair berbahaya,
Pencegahan pencemaran oleh zat-zat berbahaya dalam bentuk
kemasan, Pencegahan polusi yang diakibatkan oleh limbah dari kapal,
Pencegahan polusi oleh sampah dari kapal, dan pencegahan polusi
udara dari kapal.
Diperkuat oleh Keputusan Presiden No. 46 Tahuan 1986 “Keputusan
Presiden Republik Indonesia Tentang Pengesahan International
Convention For The Prevention Of Pollution From Ships, 1973, beserta
Protokol (The Protocol Of 1978 Relating,To The International
Convention For The Prevention Of Pollution From Ships, 1973).
Konvensi STCW-F 1995 (1995 STCW-F Convention)
Tidak hanya kapal yang terkena regulasi, awak kapal atau siapapun
yang bekerja di atas kapal atau siapapun yang berperan aktif dalam

20
Pendahuluan

penangkapan ikan terkena peraturan. Selain mengenai keselamatan,


maka STCW-F mengatur tentang kompetensi dan profisiensi, selain
mampu bekerja sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya, juga
harus dibuktikan dengan berbagai sertifikat yang harus dimiliki. Tidak
terkecuali, siapapun yang bekerja di atas kapal harus memiliki sertifikat
Basic Saferty Training (BST). Bahkan bagi instruktur pelatihan wajib
memiliki sertifikat IMO Model Corse 609, sedangkan bagi penguji harus
memiliki sertifikat IMO Model Corse 312. Para awak kapal harus
memiliki minimum ketrampilan dalam menyelamatkan diri, orang lain
dan kapalnya itu sendiri.
Kovensi STCW-F 1995 melengkapi protokol Torremolinos dalam
kerangka pelatihan dan sertifikasi awak kapal penangkap ikan.
Konvensi ini ditujukan terhadap standar pelatihan dan sertifikasi
nakhoda dan petugas jaga pada kapal penangkap ikan dengan panjang
24 meter atau lebih, kepala kamar mesin dan masinis pada kapal
dengan tenaga 750kW atau lebih serta awak kapal yang
bertanggungjawab terhadap komunikasi radio. Demikian juga
mengenai basic safety training (BST) bagi semua awak kapal
(mandatory).
STCW-F 1995 diadopsi 7 Juli 1995 dan akan diberlakukan 1 tahun
setelah diterima oleh 15 negara. Hingga terhitung 2 Oktober 2009 baru
13 negara yang meratifikasi konvensi tersebut.
(http://www.stp.dkp.go.id).
Alat penangkap ikan juga tidak terkecuali, terkena aturan baik yang
berlaku secara internasional maupun nasional. Peraturan bagi alat
penangkap ikan umumnya terkait dengan menjaga kelestarian biota
dan hewan laut yang dianggap telah mendekati kepunahan, misalnya
paus, penyu laut, lumba-lumba, singa laut, hiu?, dan Southern blue fin
tuna. Ikan-ikan konsumsipun banyak yang sudah dikurangi jumlah
penangkapannya. Misalnya Eropa melarang dilakukan penangkapan
tuna menggunakan purse seine di wilayah perairan eropah. Termasuk
juga pelagic trawl. Bagi negara-negara yang masih mengijinkan
penangkapan ikan dengan trawl dan purse seine, termasuk Indonesia,
melakukan pembatasan ukuran alat penangkap ikan melalui
pembatasan ukuran mata jaring dan wilayah pengelolaan perikanan
Reublik Indonesia (WPP-RI.
Indonesia telah menetapkan melalui Undang-Undang No 31 tahun 2004
tentang Perikanan. Dalam Undang-undang ini mengatur berbagai aspek
dalam pengelolaan, pemanfaatan, pengawaan dan pengadilan usaha

Supardi Ardidja-2010 21
Pendahuluan

perikanan. Kenudian diperjelaskan lagi dengan berbagai keputusan


dan peraturan Kementerian Kelautan dan Kementerian Keuangan
(pelajari Hukum Laut dan Peraturan Perikanan).
Kapal penangkap ikan selama beroperasi di Wilayah Pengelolaan
Perikanan Indonesia (Per.01/MEN/2009) Pasal 1.2 Pembagian Wilayah
perairan Indonesia menjadi 11 WPP-RI dan Pasal 2. Khusus untuk
kegiatan penangkapan ikan, penentuan daerah penangkapan dalam
perizinan usaha perikanan tangkap harus sudah disesuaikan dengan
WPP-RI yang ditetapkan dengan Peraturan Menteri ini dalam kurun
waktu paling lambat 3 (tiga) tahun sejak ditetapkannya Peraturan
Menteri ini. Berikut ini sebagian Keputusan dan Peratuan Menteri
Kelautan dan Perikanan Republik Inonesia, yang mengatur lebih lanjut
tentang usaha perikanan:
1. Keputusan Menteri Kelautan Dan Perikanan Republik Indonesia
2. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor
316/Kmk.06/2001 Tanggal 21 Mei 2001 Tentang Tatacara
Pengenaan Dan Penyetoran Pungutan Perikanan
3. Keputusan Menteri Kelautan Dan Perikanan Republik Indonesia
Nomor Kep. 50/Men/2008 Tentang Produktivitas Kapal Penangkap
Ikan
4. Peraturan Menteri Kelautan Dan Perikanan Nomor: Per.
06/Men/2005 Tentang Penggantian Bentuk Dan Format Perizinan
Usaha Penangkapan Ikan
5. Peraturan Menteri Kelautan Dan Perikanan Republik Indonesia
Nomor Per.08/Men/2008
6. Peraturan Menteri Kelautan Dan Perikanan Republik Indonesia
Nomor Per. 05/Men/2007 Tentang Penyelenggaraan Sistem
Pemantauan Kapal Perikanan
7. Peraturan Menteri Kelautan Dan Perikanan Republik Indonesia
Nomor Per.06/Men/2008 Tentang Penggunaan Alat Penangkapan
Ikan Pukat Hela Di Perairan Kalimantan Timur Bagian Utara
8. Peraturan Menteri Kelautan Dan Perikanan Republik Indonesia
Nomor Per.09/Men/2008 Tentang Penyelenggaraan Pendidikan
Dan Pelatihan Di Lingkungan Departemen Kelautan Dan Perikanan

22
Pendahuluan

9. Peraturan Menteri Kelautan Dan Perikanan Republik Indonesia


Nomor Per.03/Men/2009 Tentang Penangkapan Ikan Dan/Atau
Pengangkutan Ikan Di Laut Lepas
10. Peraturan Menteri Kelautan Dan Perikanan Republik Indonesia
Nomor Per.11/Men/2009 Tentang Penggunaan Pukat Ikan (Fish
Net) Di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia
11. Peraturan Menteri Kelautan Dan Perikanan Republik Indonesia
Nomor Per.12/Men/2009 Tentang Perubahan Atas Peraturan
Menteri Kelautan Dan Perikanan Nomor Per.05/Men/2008 Tentang
Usaha Perikanan Tangkap
12. Peraturan Menteri Kelautan Dan Perikanan Republik Indonesia
Nomor Per.02/Men/2009 Tentang Tata Cara Penetapan Kawasan
Konservasi Perairan Menteri Kelautan
13. Peraturan Menteri Kelautan Dan Perikanan Republik Indonesia
Nomor PER.08/MEN/2008 Tentang Penggunaan Alat Penangkapan
Ikan Jaring Insang (Gill Net) Di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia

Mari kita kembali ke Metode Penangkapan ikan. Bagaimana


perkembangan kebutuhan manusia tentang ikan. Ada pepatah kuno
mengatakan banyak anak banyak rejeki, di satu sisi tidak keliru!?.
Celakanya, pepatah ini berdampak pada para nelayan yang berasal dari
Jawa, semakin banyak ikan ditangkap semakin banyak untung didapat?
(Ingat luh! Jawa itu ada sunda, anda jawa, ada badui hingga samin, ada
barat, tengah hingga timur, tidak salah jika ingin melihat bangsa Indonesia,
cukup melihat Jakarta). Padahal ikan yang banyak, dan tidak segar bahkan
mendekati busuk, hanya untuk ikan asin, bahan terasi, mungkin juga
sebagai bahan tepung pakan ikan (budidaya). Dan yang begitu itu umumnya
hanya untuk makanannya orang gunung. Orang kota? nggak banyak, yang
sedikit, telah kena diakali oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab,
ikan asin yang warnanya bening putih, “catching eyes”, kaku dikemas
dengan kantong plastik elegant, bermerek, harganya selangit (bagi kantong
saya), di pajang di etalase bergengsi, jika tidak hati-hati, padahal!!. Padahal
banyak bahan pengawet yang ramah kesehatan. Banyak cara aman untuk
menjemur ikan asin tanpa serangga. Namun demikian, sampaikah informasi
hasil jerih para cendekiawan ini ke pesisir?.
Bagaimana menangkap ikan. Kata kuncinya sangat sederhana,
yang juga akan mendasari perkembangan teknologi penangkapan ikan,
yaitu kita harus bisa menangkap ikan, secara menguntungkan, selama
menangkap ikan kita harus selamat, dan tidak lupa pula untuk tetap
Supardi Ardidja-2010 23
Pendahuluan

bertanggung jawab secara utuh baik vertikal maupun horisontal. Tidak


perlu banyak, asal ikan itu segar, sampai di tangan konsumen. Ikan
tersebut tampak seperti baru diangkat dari air, berbau anyir, matanya
bening bak mata bayi tanpa dosa. Tekstur badannya kenyal, seperti gadis
belasan yang sering berolah raga. Mungkin kata “bisa” inilah yang
membuat para pengajar model “fast food” garuk kepala, berpura-pura
gatel, lupa keramas.
Dengan kata lain, ikan seperti apa yang harus kita tangkap agar
tetap untung, selamat dan bertanggung jawab. Jawabannya sederhana,
yaitu: jika dapat, ikannya mudah ditangkap, ukurannya besar-besar syukur-
syukur jumlahnya cukup, enak dimakan dan laku dijual (atau tanyalah
konsumen). Kalaupun belum tahu anda akan dapat menangkap ikan apa,
lihat saja tabel ikan-ikan ekonomis penting yang dikeluarkan oleh
Kemeterian Kelautan dan Perikanan. Ujar pak Dr. Jisman Manurung, selagi
punggung ikannya masih menghadap ke langit pasti enak dimakan?? (pak
Jisman adalah dosen bimbing saya, Ketua Tim Peneliti, sekaligus pemimpin
proyek bakar ikan di KAL Baruna Jaya IV, sambil menikmati pelayaran
selama tiga bulan, dalam rangka penelitian oseanografi dan perikanan serta
menyambut Hari Bahari Internasional, 1998, mulai dari Jakarta dan berakhir
di Bunaken). Jawaban “mudah ditangkap” inilah yang menjadi bahan
pemikiran para penangkap ikan sejak jamannya Meizi atau mungkin juga
sejak manusia tahu bahwa ikan itu enak dimakan sekaligus
mengenyangkan. Lalu muncul pertanyaan bagaimana menangkap ikan
dengan mudah?. Juga jawabannya sangatlah sederhana, walau sedikit
konyol, yaitu: ikannya ngumpul syukur-syukur diam (di pasar barangkali),
juga bukan.
Kata kunci “ngumpul dan diam” inilah, membutuhkan penelitian
yang serius dan rekayasa yang cerdas. Sudah banyak teknologi untuk
mengatasi masalah ngumpul dan diam ini, contohnya rumpon untuk
mengumpulkan ikan, dari mulai lampu “galaxi” sampai dengan lampu Sofia
“Lacuba” yang berbasis under water attracting lamp. Rumpon, dari mulai
rumpon yang digunakan oleh para nelayan payang (kata bapakku, yang
mengenalkan rumpon ke Indonesia adalah orang jepang loh, saat jaman
penjajahan). Rumpon sederhana yang beranggotakan, cocoan, antang,
talen, gawar, sarib dan bantrak), yang ditinggal di tengah laut selama
seminggu agar busuk, dan kalau dicari susahnya setengah mati, sampai
dengan rumpon bernama philipina “Payaos”. Pekerjaan njelimet ini sampai
kini belum berakhir.

24
Pendahuluan

Teknologi telah menyediakan alat canggih, yang bisa dipakai namun


lupa dirawat, telah banyak membantu para nelayan mencari dimana ikan
ngumpul. Fish finder dan sonar digabung dengan pengetahuan dan
pengalaman tentang fish ground serta data yang dikoleksi bertahun-tahun.
Kini, para nelayan tidak berupaya untuk mengumpulkan ikan, tapi mencari
dimana ikan ngumpul. (kembali lagi hunting methode digunakan, highly
cost) Lampu galaxi dan rumpon kini berfungsi sebagai attractor. Rumpon
cukup digantung di sekeliling kapal.
Cahaya menarik perhatian biota laut yang memiliki sifat phototaksis
positif (jangan lupa, mata ikan layang adalah phototaksis negatif). Kok
bisa?, ya tentu saja yang datang duluan adalah jasad renik termasuk
crustacea, nah ikan layang doyan sekali dengan mahluk kecil yang lucu ini,
coba saja, sesekali anda membuka isi perut ikan layang atau lemuru.
Mulanya orang menangkap ikan hanya untuk kebutuhan sendiri,
dan keluarga, berlanjut ikan dibutuhkan untuk alat tukar pemenuh
kebutuhan lain rumah tangga, seperti sandang dan papan. Sehingga ikan
yang harus dapat dibawa mendarat harus lebih banyak, lebih banyak dan
lebih banyak lagi. Dari perorangan, meningkat menjadi keluarga,
sekampung, sekongsi (korporasi) hingga perusahaan. Konsumen tidak
terbatas orang pesisir hingga orang samin, tapi telah merambah ke manca
negara, termasuk Eropa yang mewajibkan sejumlah persyaratan dan
sertifikasi.
Bermula dari menggunakan perahu yang didayung dengan tenaga
nasi, berlanjut dengan tenaga angin, kemudian tenaga bensin, solar
termasuk minyak tanah yang sekarang harganya melangit. Biaya terbesar
produksi adalah untuk menggerakkan kapal dalam upaya mencari
keberadaan ikan yang misterius. Dahulu orang senang meggunakan
metode mengejar (hunting), namun karena sang solar yang maha mahal,
maka orang cenderung meninggalkan metode memburu ini. Lalu memilih
“ikan yang sedang makan tidak makan ngumpul, sambil berkopi pangku di
belantara rumpon yang kini menyebar di sebelah utara pulau Sulawesi terus
ke timur hingga Papua New Guniea. Jangan heran kalau ada isu Laut Jawa
(over fishing), karena tidak ada lagi layang tersayang”. Karena apa?.
Belantara rumpon telah menyediakan semua kebutuhan bagi ikan layang
sang pengelana yang tak pernah mengenal lelah, dari mulai makanan bak
restoran cap naga, tempat beristirahat bak hotel berbintang lima, tempat
“mojok yang sungguh asyoi” bagi pasangan layang. Tak perlu lagi jauh-jauh
ke Laut Jawa yang mungkin sudah terpolusi, mau masuk ke ambon yang
tidak lagi memiliki lagi “laut ambon manise”. Karena salah satu link rantai

Supardi Ardidja-2010 25
Pendahuluan

makanannya, sudah terserap habis oleh sang budidaya mutiara yang


terkenal dengan biota laut “Filter Feeder” terefisien di dunia.
Di sebelah selatan, seharusnya ikan yang bermigrasi melalui ujung
Afrika yang “tinggal harapan”, menelusuri arus khatulistiwa kemudian
seharusnya tertahan oleh “The Great Barrier Reef”, mestinya masuk ke
celah-celah Kepulauan Nusa Tenggara, yang juga merupakan jalur termurah
bagi kapal-kapal niaga luar negeri yang memotong layar dari Samudra
Hindia ke Pasifik yang kurang diawasi, telah pula disediakan belantara
rumpon. Mungkin suatu saat, masyarakat Nusa Tenggara tidak akan lagi
menikmati panen teri yang melimpah. Laut Flores yang terkenal dengan
“Bank”-nya tidak akan mampu lagi menyediakan makanan lezat bagi
cakalang. Sesekali Anda memperhatikan, ikan-ikan sisa hasil tangkapan
purse seine yang didaratkan di Banyuwangi atau Muncar, siapa tahu Anda
akan melihat “Baby Tuna” yang betul-betul tuna yang masih baby.
Sekolah Tinggi Perikanan terkenal dengan simbolnya “Omne vivum
ex oceanis” yang katanya laut merupakan sumber kehidupan, sampai
dengan saat ini saya sedikit setuju. Mungkin pemeo tersebut harus diganti
dengan “Omne vivum ex mangrove”, mengapa demikian. Kalau kita
mengurut rantai makanan, maka sebesar apapun ikan di Samudra sana,
hampir semua ikan adalah predator. Kecuali salah satu spesies paus, ikan
besar apapun akan memakan ikan yang lebih kecil, yang lebih kecil
memakan yang paling kecil, yang paling kecil makanannya adalah zoo
plankton. Siapa tahu pula bahwa zoo plankton menyukai nyamikan phyto
plankton. Berbicara tentang phyto plankton hingga nano plankton, kita
akan terseret ke awal pertumbuhan di laut. Diawali dengan photosintesa
yang memerlukan sinar matahari, chlorophyl dan unsur hara. Indonesia
adalah zamrud khatulistiwa yang menerima sinar matahari sepanjang
tahun, kita tak perlu kuatir kekurangan, kecuali suhunya yang aduhai!,
akibat efek pemanasan global. Apalagi khlorophyl melimpah-ruah hingga
sempat-sempatnya mampir juga di botol air mineral. Lalu yang terakhir
adalah unsur hara. Inilah biang keroknya.
Sumber unsur hara adalah hijauan di gunung-gunung sana atau
hasil sekresi biota yang tumbuh di terumbu karang. Coba anda cermati
peta laut, adakah pulau-pulau besar kita yang tidak memiliki sungai?. Di
sekitar pulau mana yang tidak terdapat terumbu karang, walau kondisinya
telah membuat kita panik, sampai-sampai becak jadi korban, besi
rongkosan dimakamkan di laut, termasuk ban bekas yang justru merusak,
juga ikutan pesiar di dasar laut. Berbagai konstruksi beton di bangun
didasar laut untuk mencoba kembali menumbuhkan koloni karang baru.

26
Pendahuluan

Sampai dengan menciptakan home industri pemeliharaan karang dengan


menggunakan batere (mencoba menumbuhkan karang hasil penelitian
orang Australia).
Mestinya bahan baku unsur hara tersebut akan sampai juga ke laut.
Tapi jangan heran, yang terbawa aliran sungai sekarang adalah batangan
pohon, partikel lumpur, polutan limbah pabrik sampai sandal jepit, plastik
dan sepatu boot bahkan mungkin celana dalam bekas sekali pakai. Tidak
ada lagi ranting dan daun yang hanyut, karena sudah di/terbakar. Jika pun
ada bahan baku yang terbawa aliran sungai, bahan ini memerlukan waktu
dan tempat untuk proses dekomposisi. Proses dekomposisi akan terjadi
jika bahan tersebut terbaring damai tertutup lapisan lumpur di sepanjang
tepian pantai atau sungai yang airnya tenang menghanyutkan. Namun apa
yang kenyataannya?. Agar air itu tenang tentunya harus ada penahan, yaitu
akaran Mangrove. Mudah-mudahan “Green belt” akan kembali selebar 200
meter dari garis pantai? Dan mudah-mudahan masih ada DAS di tepian
sungai?.
Tidak ada lagi air pantai yang tenang menghanyutkan, yang ada
adalah benar-benar menghanyutkan tepian pantai, deburan ombak
menciptakan abrasi yang tiada hentinya. Proses dekomposisi unsur hara
sulit terjadi, burayak dan juvenil kehilangan tempat bermain. Jika sampai
terjadi biota-biota laut yang mungil ini tidak ada. Lalu apa yang akan
dimakan oleh ikan yang paling kecil, lalu apa yang dimakan ikan yang lebih
besar termasuk tuna?. Mungkin ini salah satu penyebab mengapa ikan
tuna tidak suka mampir di sekitar wilayah perairan Indonesia. Tidak ada
lagi tuna lokal di lekukan Nias, tidak ada lagi tuna di sepanjang kedalaman
palung Laut Banda. Mudah-mudahan ada yang membuktikan hipotesa ini
adalah benar. Dan mungkin juga Anda setuju dengan pernyataan “Omne
Vivum Ex Mangrove” adalah juga lebih sesuai.
Tentunya Anda bertanya, mengapa kita melantur terlalu jauh.
Sebenarnya tidak. Uraian di atas adalah suatu ilustrasi bagaimana mencari
dimana ikan berada (fish ground) tentunya adalah ikan yang dapat
ditangkap dengan mudah. Jawabannya adalah ditempat mereka “kumpul”.
Berikutnya pasti kita bertanya, dimana ikan-ikan tersebut ngumpul, kata
“dimana” inilah yang sampai sekarang masih sulit untuk menyatakan
dengan pasti lokasinya. Mudah-mudah dengan berbagai upaya penelitian
yang berkelanjutan serta mahal, barangkali para cerdik pandai dapat
menjawab pertanyaan yang sangat mendasar dari para penangkap ikan ini.
Sehingga akan ada Fishing ground yang benar-benar merupakan suatu
wilayah perairan laut yang terdapat banyak ikannya dan alat penangkap

Supardi Ardidja-2010 27
Pendahuluan

ikan dapat dioperasikan secara menguntungkan dan segera diinformasikan


ke masyarakat nelayan. (buruan loh, keburu ikannya pergi belajar ke negeri
cina). Masih adakah orang seperti pak Ayodhyoa Alm., yang dengan hanya
bersepeda menelusuri pantai propinsi Aceh Naggroe Darussalam untuk
meneliti ikan Cakalang (selagi hidup beliau adalah guru, bapak dan sahabat
berbincang saya).
Mahluk hidup yang diciptakan Tuhan (yang sering kita umpat 
kalau hujan “sialan banjirnya!!”, kalau panas “sialan debunya!!”), termasuk
kita sebagai mahluk yang berakal dan berbudi, memerlukan tiga kebutuhan
dasar yang sama, yaitu: makan, tumbuh dewasa, dan berkembang biak.
Biota laut pada umumnya jika sedang melakukan ketiga kegiatan
tersebut diatas, pasti “ngumpul”, bahkan saat mencari ketiga kebutuhan
itupun, mereka pergi berbondong-bondong. Dan hebatnya mahluk yang
bukan manusia ini memiliki siklus yang konsisten, tidak seperti kita mahluk
manusia!. Kapan saja, dimana saja, dan celakanya boleh-boleh saja.
Marilah kita cermati setahap demi setahap, ketiga kebutuhan
pokok tersebut:
Pertama, apa yang dimakan. Uraian di atas telah mencoba untuk
menuntun Anda memahami dimana kira-kira ikan mencari makan (“kira-
kira” ini bukan menjadi dominasi para statistikiawan saja loh, menangkap
ikan juga nyata-nyata “gambling”). Tetapi pertanyaan “apa yang dimakan
ikan”, adalah menjawab mengapa anda perlu belajar ilmu pengetahuan
biologi perikanan dengan baik, benar, dan terarah serta bermanfaat untuk
membantu mempermudah menangkap ikan. Dan yang tidak kalah
pentingnya adalah waktu makan.
Kedua, kapan ikan makan. Ini sudah pasti, jangankan ikan, manusia saja,
memerlukan makan saat matahari akan terbit dan saat matahari akan
tenggelam (kecuali di Jakarta tidak jelas kapan bisa menikmati siang dan
kapan menikmati malam, waktunya habis di kemacetan lalu lintas).
Mengapa demikian. Pada dasarnya mahluk hidup terutama Ikan,
membutuhkan energi untuk beraktifitas sepanjang siang hari, demikian juga
di malam hari terutama biota nokturnal. Bahkan tidurpun memerlukan
energi. Untuk apa?, silahkan tanya dokter!. Namun demikian, pada saat
tubuh ini beristirahat, maka antibody kita mulai bekerja dan bertarung
dengan berbagai hama dan penyakit yang merasuk ke dalam darah kita
terutama virus. Antibodypun perlu energi, termasuk mimpi?!. Terbukti
juga, bahwa nelayan payang, lampara, dan “kursin” (istilah nelayan Tegal
dan Pekalongan untuk menyebutkan kata “Purse seine”), akan melakukan

28
Pendahuluan

“tawur” (setting) pada saat “tunggang gunung” (segera sesaat setelah


matahari terbenam) dan “pajaran” (dari kata fajar  sesaat sebelum
matahari terbit). *Purse seine diperkenalkan di Indonesia sekitar awal tahun
tujuhpuluhan, bersamaan dengan revolusi perikanan laut Indonesia dan mungkin
juga merupakan awal dari proses over fishing. Fisheries Development Training
Program (penulis menjadi traines Angkatan III). Kerja besar bersejarah ini didanai
oleh United Nation Development Program dengan KM. Lemuru I berbasis di BPPI
Semarang di jendrali oleh Bapak Mat Siin Assan (saat itu Indonesia masih dalam
kategori Under Development Country). Purse seine dengan menggunakan power
block kedua berikutnya adalah KM. Lemuru II  penulis yang pertama
menakhodainya dibimbing oleh Bapak Lilik Syahliono Alm).
Beda halnya dengan udang sang nokturnal, si pemalas itu tidur di siang
hari, berselimutkan lumpur lembut di dasar perairan, bergadang di malam
hari untuk mencari makan atau pacaran. Oleh karenanya, menangkap
udang yang paling mudah adalah di malam hari. Namun pengusaha
berprinsip “time is profit”, lalu muncul pemikiran bagaimana waktu siang
hari tidak terbuang sia-sia dan udang tetap dapat ditangkap. Kok bisa,
tentu saja karena udang dibangunkan dengan menggunakan “tackler chain”
(rantai yang dikaitkan di kedua ujung bawah sepasang otter board,
berukuran lebih pendek dari “ground rope”. Kasihan juga, kapan udang
makan? Kapan udang istirahat?, Kapan udang pacaran?.
Contoh lain lagi adalah pada penangkapan tuna dengan menggunakan
rawai. Tahapan “setting” di waktu fajar (saat tuna lapar), dan sekitar jam
09.00 dilakukan tahapan “hauling”.
Makanan yang bagaimana yang disukai ikan. Perlu dipahami bahwa
makanan ikan bersaudara kandung dengan keberadaan ikan. Kita ambil
contoh umpan untuk tuna yang “highly migratory” dipasang pada rawai
tuna. Metodenya adalah tuna lapar mencari makan, kita yang menyajikan
makanannya (umpan). Menyajikan lebih bersifat menawarkan.
Menawarkan umpan kepada tuna, entah disukai atau tidak (otopsi),
buktinya hook-rate tuna nasional kita tetap terus di bawah 1. Kata umpan
atau dengan kata lain apa yang dimakan oleh ikan?. (hook rate adalah ratio
jumlah ikan tuna yang tertangkap per seratus pancing). Bukan saja ikan apa
yang harus disajikan, tapi lebih penting lagi adalah bagaimana
“menyajikannya”. Kuncinya adalah bahwa tuna bukan pemakan bangkai,
dengan kata lain tuna menyenangi umpan yang hidup, yang mengkilap,
atau streamline. Permasalahannya adalah bagaimana menawarkan kepada
tuna sajian umpan hidup atau paling tidak, tampak hidup.

Supardi Ardidja-2010 29
Pendahuluan

Mari kita sedikit beranalogi, misalkan kita adalah “seorang tuna” yang
bukan pemburu, tengah tersesat dan kelaparan di tengah hutan yang
melulu hijau. Tentunya mata kita akan mencari sesuatu yang dapat
dimakan. Mata bisa melihat gerak dan warna, tidak jelas mana yang lebih
dulu kita lihat, gerak atau warna, mungkin juga berbarengan. Warna adalah
hasil pantulan cahaya terhadap mata, dan yang paling kuat pantulannya
adalah yang kulitnya keras rata dan mengkilap. Diantara yang hijau-hijau,
kita berharap ada buah yang berwarna kuning atau merah. Dan ternyata
ada. Lalu kita dekati dan kita petik. Kecuali kita sudah tahu buah apa,
tentunya kita akan cium-cium dulu, ternyata “looks like tasty” dan “tampak
segar” boleh dicoba, tapi bagaimana kalau berbau busuk?.
Berikut ini adalah cerita dari sekuensi perkosaan berantai dalam upaya
menyediakan bandeng hidup untuk umpan tuna.
Awal Perkosaan, bandeng dibudidayakan di tambak-tambak estuari dengan
kedalaman air 60 – 90 cm. Ketika dipanen air harus diturunkan
kedalamannya hingga 15 – 20 cm. Bandeng ditangkap dengan
menggunakan jaring atau jala lempar, orang Cirebon menyebutnya
“encrak”. Bandeng adalah ikan yang lincah dan energik, sehingga bandeng
akan meronta bahkan merejang sampai terjala atau terjaring. Bandeng
tidak langsung di masukkan ke penampung, tapi dibungkus dulu dengan
karung basah. Dua trauma yang dialami bandeng, kehabisan tenaga dan
stress bahkan bisa-bisa shock. Mungkin juga gelembung udaranya
mengkerut, berdenyut kiut-miut.
Perkosaan kedua, adalah penderitaan bandeng pindah dari media tambak
ke media kontainer (mobile box), suhu, kadar garam, pH dan tekanan
berbeda. Stress lagi dan lapar serta lemes.
Perkosaan ketiga, adalah perjalanan dari tambak ke kapal. Sopir kita adalah
gurunya jagoan ngebut. Bukan karena suka ngebut, tapi diburu waktu,
karena menjelang pagi bandeng harus sudah berada di kapal. Entah
bandeng atau sopirnya yang takut panas matahari. Masalahnya adalah
selama di perjalanan ngebut dan guncangan air di dalam box-nya, entah
apa jadinya, jika kepala bandeng terbentur ke dinding box, mungkin seperti
kita juga bisa pusing tujuh keliling, makin stress lagi, walau belum mati tapi
loyo.
Perkosaan keempat, adalah pengulangan penderitaan di sesi perkosaan
kedua, bedanya adalah bandeng dari box ke palkah penampungan umpan
di kapal. Suhu, kadar garam, pH dan tekanan tidak sama, dipindah begitu
saja tanpa perlakuan aklimatisasi, sang bandeng makin loyo.

30
Pendahuluan

Perkosaan kelima, perjalanan dari “fishing base” ke “fishing ground”


mungkin sehari atau dua, bahkan mungkin lebih dari itu. Lapar!. Bandeng
stress mana mau makan. Susah dibayangkan kondisi sang bandeng, yang
puasa kepaksa.
Perkosaan keenam, adalah penusukan tanpa perikebandengan punggung
bandeng dengan pancing berkait yang berdiameter sekitar 5 milimeter,
baiknya pancing tidak mengandung tetanus, saya tidak tahu apakah
bandeng bisa menjerit, masih bisa menggelepar saja sudah bagus, kasihan!.
Perkosaan ketujuh, bandeng dilempar ke laut, langsung dibenamkan ke
kedalaman laut, katakanlah untuk menangkap ikan madidihang, paling tidak
100 meter bahkan lebih. Setiap 10 meter kedalaman air diukur dari
permukaan, tekanan air akan meningkat sebesar 1 atmosfir. Awalnya
bandeng menikmati tekanan air di tambak yang dalamnya 90 cm (0,09
atm), pindah ke box yang dalamnya sekitar 2 meter (0,2 atm), pindah lagi ke
palkah umpan yang dalamnya sekitar dua meter (0,2 atm) dan langsung di
tenggelamkan ke kedalaman air yang bertekanan 10 atmosfir mungkin
lebih. Bandeng “Santa Maria” (istilah pelaut untuk mengatakan mati
keren!).
Kesimpulannya apa perlu mengumpan tuna dengan bandeng hidup?.
Namun demikian, itu adalah upaya menawarkan makanan kepada tuna
makanan yang diperkirakan masih hidup, segar, mengkilap dan streamline.
Kuncinya bukanlah pada bandeng yang hidup, tapi terlebih pada penataan
pancing dan bagaimana memasang umpan agar umpan tampak hidup. Ikan
yang hidup, berenang mendatar, sesekali menukik, mungkin berlenggang-
lenggok.
Dua pertanyaan mendasar yang diuraikan di atas (ikan apa dan
ikannya ada dimana) belumlah lengkap, jika kita belum mengetahui perilaku
ikan (fish behaviour) dan tingkat kepadatan/ukuran ikan dalam kelompok
(schooling).
Ketiga adalah Perilaku ikan. Perilaku ikan yang dibutuhkan disini bukan
lenggak-lenggok renangnya dan lirikan matanya ikan. Tapi lebih mengarah
pada bagaimana respon ikan terhadap stimulan asing, terkait dengan
konstruksi dan bahan alat penangkap ikan saat dioperasikan. Baik respon
ikan terhadap konstruksinya maupun terhadap bahan yang digunakan
untuk merakit alat penangkap ikan. Tujuannya adalah bagaimana memilih
bahan alat penangkap ikan yang sesuai untuk menangkap ikan tertentu,
dan disain alat penangkap ikan itu sendiri, agar umpannya yang tampak dan
alatnya tidak tampak. (terpaksa juga setelah ini Anda harus mempelajari

Supardi Ardidja-2010 31
Pendahuluan

Disain Alat Penangkap Ikan dan Bahan Alat Penangkap Ikan serta kaitkan
dengan Biologi Perikanan).
Perilaku lainnya adalah yang mendasari cara pengoperasian alat penangkap
ikan (untuk teknik mengoperasikan alat penangkap ikan Anda harus belajar
Teknik Penangkapan Ikan). Berikut ini beberapa contoh dari cara
mengoperasikan alat penangkap ikan, yang didasari oleh pemikiran yang
muncul dari metode penangkapan ikan.
Misalnya udang, si pemalas ini paling suka memilih berjalan dengan kakinya
yang banyak, dari pada berenang, tapi udang adalah biota laut yang dapat
menghindarkan diri dengan cara melompat ke arah belakang dengan
kecepatan tinggi, bila tersentuh sesuatu atau melihat predatornya.
Pertanyaannya adalah ke arah mana udang melompat sehingga
lompatannya masuk ke dalam alat penangkap ikan, jelas belakang, tapi
belakangnya, ke timur, ke barat, ke selatan atau ke utara?. Yang terpenting
adalah melompatnya udang harus langsung masuk ke mulut pukat udang.
Masalahnya adalah kemana udang menghadap?, Kalau sudah tahu kemana
udang menghadap, tentunya para nakhoda dapat menentukan haluan
towing pukatnya. Towing adalah suatu proses tahapan penarikan pukat
udang (shrimp trawl) sepanjang dasar jalur sapuan pada kecepatan kapal
terhadap dasar perairan dan selama waktu tertentu.
Jaring insang (gillnet) adalah selain termasuk dalam kelompok metode
menjerat, juga dapat dikelompokkan ke dalam metode menjebak. Kata
kuncinya adalah menjebak ikan untuk dijerat. Pertanyaan pertama adalah
dari arah mana ikan akan dijebak atau jika kurang setuju, kita katakan
memotong arah renang ikan. Jawabannya tentu dari arah depan.
Permasalahannya adalah kearah mana ikan berenang. Misalnya ke barat,
mengapa ikan berenang ke barat?. Terpaksa kita harus mempelajari
biologi perikanan tentang rantai makanan. Kita melompat saja ke link yang
menyangkut tentang plankton. Wah terpaksa juga kita harus belajar
Planktonologi. Cukuplah Anda pelajari hanya tentang plankton yang terkait
dengan rantai makanan ikan !?. Secara umum pergerakan plankton sangat
dipengaruhi oleh arah aliran arus. Tentang arus Anda harus belajar
Osenagrafi Perikanan. Dalam konteks ini kita harus mengetahui arah arus,
karena bersama aliran arus akan terhanyutkan pula plankton, juga akan
terhanyutkan biota laut tingkat yang lebih tinggi lainnya. Nah!, ikan ini
cerdik, ikan tidak mengikuti arus, tapi ikan akan berenang menentang arus.
Jika para nakhoda sudah tahu arah arus, tentunya dengan mudah dia
menentukan haluan setting gillnetnya, dengan cara memotong atau hampir

32
Pendahuluan

memotong arah aliran arus. Dari sini akan berkembang Teknik


Pengoperasian Gillnet.
Terkait dengan respon ikan terhadap gillnet, oleh karena ingin menjebak,
maka jebakannya harus tidak kelihatan (transparant). Tentunya anda harus
memilih menggunakan bahan yang mudah-mudahan tidak kelihatan,
karena ikan memiliki linea lateralis (lagi-lagi biologi perikanan). Bahan yang
transparant itu seperti apa?. Anda harus belajar Bahan Alat Penangkap
Ikan. Saat ini yang penting anda harus tahu, bahwa anda memerlukan
bahan yang transparant. Sama halnya dengan rawai yang akan kita
pamerkan kepada tuna adalah umpan yang berisi pancing, bukan
komponen rawai-nya. Demikian juga dengan bubu. Bubu termasuk
kelompok penjebak. Pada dasarnya bubu digunakan untuk menjebak ikan
atau biota laut lainnya untuk masuk hingga terjebak di dalam bubu. Kata
kuncinya adalah “masuk ke dalam bubu”. Pertanyaannya adalah mengapa
ikan mau masuk kedalam bubu. Ada tiga tujuan ikan masuk ke dalam bubu,
kecuali ada ikan yang sedang iseng. Pertama mungkin ingin menghampiri
makanan. Kedua untuk mencari tempat berlindung. Ketiga mencari tempat
memijah. Namun demikian dari ketiga tujuan di atas, dua yang terakhir
dapat dikatakan mirip sama, yaitu mencari tempat terlindung yang aman.
Dengan demikian, untuk tujuan ikan masuk ke dalam bubu yang pertama,
buatlah bubu yang tidak kelihatan dan pamerkan kepada ikan atau biota
laut lainnya “di dalam bubu ini ada “Sea Chinees foods”, ada sasimi mujair
(mujair terkenal amisnya, sangat mengundang selera), disediakan juga
pecahan beling” yang disukai ikan kakap. Dan untuk tujuan masuk bubu
yang kedua, buatlah bubu dengan tema “boleh masuk, hotel ini sangat
ekslusif bebas dari razia predator”.
Misalan-misalan yang telah diuraikan di atas baru sebagian kecil dari sifat
ikan (fish behaviour), tentunya Anda harus menggali lebih dalam lagi di
biologi perikanan.
Keempat adalah tingkat kepadatan/ukuran ikan. Tingkat kepadatan ikan
dalam konteks ini adalah kepadatan dalam kelompok (schooling). Kecuali
ikan-ikan yang soliter, umumnya hidupnya membentuk kelompok, ukuran
ikan adalah ukuran individu ikan dalam kelompok. Kita bagi saja tingkat
kepadatan menjadi:
1. Kelompok ikan yang mengumpul padat.
2. Kelompok kan yang mengumpul tapi tidak padat.
3. Kelompok ikan yang menyebar dan tidak padat.
Sedangkan ukuran ikan kita mengacu saja pada yang sudah ada, yaitu:

Supardi Ardidja-2010 33
Pendahuluan

1. Ikan yang berukuran besar(contohnya adalah pelagis besar: Tuna)


2. Ikan yang berukuran kecil (contohnya pelagis kecil: Layang).
Tingkat kepadatan dan ukuran ikan ini diperlukan untuk memudahkan
memilih metode penangkapan ikan apa yang akan kita pilih. Bab-bab
berikutnya adalah penjelasan tentang sejumlah metode penangkapan ikan
sesuai dengan klasifikasi kongres Fishing Gear Methode, 1951 (Brandt,
1984). (jumlahnya ada buanyak!!). Untuk itu, disini kita akan membaginya
menjadi tiga kelompok saja, dengan tujuan untuk lebih memudahkan
pemahaman sejumlah metode penangkapan yang buanyak itu, yang
didasarkan pada kombinasi pembagian tiga tingkatan kepadatan dan dua
ukuran ikan, yaitu:
1. Ikan-ikan yang hanya dapat ditangkap seekor demi seekor. Contoh alat
penangkap ikannya adalah yang termasuk dalam metode penangkapan
ikan dengan tali dan pancing (hook and line), yaitu: Rawai Tuna (Tuna
Long line), Huhate (Pole and Line), Tonda (Trolling), Rawai dasar
(Bottom long line), Pancing cumi (squid jigger), dan sejenisnya;
2. Ikan yang dapat ditangkap sekaligus banyak. Contoh alat penangkap
ikannya adalah yang termasuk dalam metode penangkapan ikan
dengan mengurung (dari samping/bawah), yaitu: Pukat cincin (Purse
seine), Lampara, payang, dan sejenisnya;
3. Ikan yang hanya dapat ditangkap dengan mengumpulkannya sedikit
demi sedikit. Contoh alat penangkap ikannya adalah yang termasuk
dalam metode penangkapan ikan yang dihela, ditarik, dan didorong,
ditunggu, dijerat dan dipuntal, yaitu trawl, gillnet, sudu, seine net,
bagan, bubu, setnet, dan sejenisnya.
Dari ketiga pengelompokkan tersebut di atas, terdapat pengecualian
misalnya ikan cakalang, tongkol, madidihang dapat ditangkap seekor-demi
seekor dan dapat juga ditangkap sekaligus banyak.
Manfaat pengelompokkan inipun dapat dijadikan sebagai dasar dalam
menentukan, ukuran dan bentuk kapal, tipe palkah dan perlakuan pada
hasil tangkapan di atas kapal, kecepatan kapal (service speed), daya
tampung (capacity), penataan dek (deck alignment), kemampuan jelajah
(endurance), stabilitas kapal (ship stability) dan keselamatan kapal
(seaworthiness) serta kualifikasi (kompetensi dan profisiensi) dan jumlah
awak kapal. Lebih lanjut lagi dapat pula digunakan sebagai dasar dalam
rekayasa teknologi penangkapan ikan. Bahkan sampai pada teknologi
pemasaran dan tata niaganya serta penanganan hasil paska tangkap
sekaligus dalam mempertahankan mutu ikan berikut standarisasinya.

34
Pendahuluan

Upaya menyediakan ikan dalam jumlah banyak memerlukan


teknologi penangkapan ikan yang efektif dan efisien sekaligus tetap
memikirkan tentang kelestarian dan tanggung jawab kita terhadap masa
depan kelangsungan hidup manusia. Hal inilah yang memaksa, para
cendekiaan menciptakan sejumlah teknologi bagaimana menangkap ikan
dengan mudah tanpa banyak biaya dan resiko, bagaimana agar para
konsumen langsung memilih ikan tuna yang masih hidup di depan meja
makannya. Yang belum, mungkin, ikan yang dapat dibeli dimana saja,
dimakan enak-enak saja, harganya murah-murah saja, dan dapat dinikmati
kapan saja, bila perlu di bis kota. Rasanya mungkin akan surprise bila kita
dapat menikmati jajanan ikan, sebagai selingan gorengan “gehu sumedang”
atau “tempe bandung”. Pempek Palembang bahan bakunya ikan loh!.

1. PENGERTIAN MENANGKAP IKAN

Bagian ini sebagian didasari oleh Fishing Methode (Brand, 1984).


Sejarah nelayan dan pemburu sama tuanya, keduanya merupakan suatu
upaya memenuhi kebutuhan akan pakan, namun entah kenapa memanah
ikan yang berenang di rawa-rawa dianggap sedang menangkap ikan
sedangkan memanah seekor bebek yang juga sedang berenang di tempat
yang sama dianggap sedang berburu padahal menggunakan alat yang
persis sama. Pada dasarnya nelayan dan pemburu memiliki metode dan
teknis yang saling melengkapi antara menangkap hewan di darat dan
menangkap ikan di air. Sulit untuk membedakan apakah sebuah tombak
didisain untuk menangkap ikan, berburu, berkelahi, atau hanya merupakan
simbul seremonial saja. Diketahui sejumlah metode menangkap terdapat
pada menangkap atau memburu seperti, menombak, memanah,
menembak, menangkap dengan pancing, memerangkap dengan tipe
mekanik yang berbeda, atau perangkap-perangkap non mekanik.
Menangkap ikan di air lebih mudah daripada menangkap hewan di
darat, sebab menangkap ikan hanya memerlukan alat yang sederhana
sedangkan untuk berburu hewan di darat memerlukan alat dan keahlian
yang lebih baik. Namun keduanya memerlukan stamina yang prima.
Perkembangan sejarah berdirinya suatu negara ditinjau dari sudut
pandang lain, keduanya berkembang dalam jalur yang berbeda. Seorang
pemburu keterampilannya akan semakin meningkat dan tidak tertutup
kemungkinannya untuk menjadi seorang prajurit dengan status yang lebih
terhormat, sedangkan keterampilan seorang nelayan akan tetap seperti itu
dan tetap akan berada pada kelompok orang kebanyakan dengan status
“golongan rendah”.

Supardi Ardidja-2010 35
Pendahuluan

Hal yang menarik bahwa metode yang digunakan dalam industri


perikanan dewasa ini adalah metode berburu. Sekarang metode ini telah
banyak ditinggalkan, diganti dengan menunggu berkumpulnya ikan.
Walaupun dewasa ini, terutama pukat cincin, kembali menggunakan
metode berburu pada areal terbatas. Berbeda dengan berternak (stock
breeding). Pemburu mencari ikan seekor demi seekor atau sekelompok
hewan liar, baik yang jinak atau domestik, tidak peduli akan sejarah
hidupnya, tidak mempengaruhi sifat atau kebutuhannya yang mungkin
hidup pada kawasan yang sangat luas. Sedangkan peternak mengontrol
sejumlah kelompok hewan-hewan domestik yang dikenal, memerlukan
sejarah hingga DNA-nya, memerlukan penanganan khusus, pada tempat
terbatas (tertutup) yang dibuat mirip dengan tempat asalnya.
Ada beberapa pendapat bahwa tujuan dari seluruh jenis perikanan
laut harus beralih dari berburu ke manajemen kontrol stok dari perairan
asal ke perairan buatan. Walaupun beberapa negara sudah ada yang
melakukannya, namun pada umumnya tujuan ini masih akan sulit
terpenuhi. Sulit untuk mengatur populasi ikan di samudera, lain halnya
dengan di daratan. Regulasi yang ada masih berkisar terhadap pembatasan
teknis pada alat penangkap ikan. Jika kita menyimaki bagaimana ikan
Salmon ditangkap, dimana ikan salmon hanya boleh ditangkap pada waktu-
waktu tertentu saja. Atau dengan kata lain regulasi dapat berjalan dengan
baik. Regulasi yang mengatur kapan dan berapa banyak ikan boleh
ditangkap serta berapa kapal yang boleh beroperasi, maka sumberdaya laut
kita mudah-mudahan tetap lestari.
Mungkin perkembangan perikanan di masa depan adalah perikanan
terpadu yang saling menguntungkan dengan sistem subsidi silang,
diantaranya adalah mengintegrasikan, penangkapan ikan, mariculture, olah
raga, wisata, pendidikan dan penelitian. Ingat, Indonesia memiliki “the most
beautiful sea on the wold” atau zamrud khatulistiwa.

2. PERALIHAN DARI SUBSISTENCE FISHERY KE COMMERCIAL FISHERY DAN SPORT


FISHING

Tidak diketahui kapan manusia mulai membuat alat penangkap


ikan. Penangkapan ikan dengan segala jenis alatnya, pada awalnya
dilakukan untuk memperoleh makanan untuk keluarganya, komunitas, atau
kelompok tertentu, yaitu hanya menangkap ikan seekor demi seekor,
kadang berukuran besar atau dilain waktu memperoleh ukuran kecil.
Penangkapan yang demikian itu disebut Subsistence fishery (suatu

36
Pendahuluan

perikanan skala kecil yang hanya memerlukan alat penangkap ikan yang
sederhana).
Ikan yang sangat dibutuhkan untuk konsumsi manusia tidak
memiliki substitusi seperti halnya bahan makanan yang ada di daratan.
Kondisi keseharian yang terus menerus dilaut, tidak memberi kesempatan
bagi para nelayan untuk berupaya memenuhi penyelenggaraan rumah
tangganya dengan tenaganya sendiri. Oleh karenanya, nelayan cenderung
menangkap ikan lebih dari yang dibutuhkannya untuk diri sendiri, apalagi
diketahui bahwa ikan dapat disimpan dan diolah dalam berbagai bentuk
produk ikan olahan, seperti ikan kering, ikan asap, ikan asin, atau diproses
dengan permentasi sederhana sebagai bahan baku agroindustri. Hal
semacam inilah yang merupakan faktor pendorong bagi manusia untuk
meningkatkan jumlah hasil tangkapannya, untuk lebih mengembangkan
alat penangkapnya, dan untuk memfasilitasi perkembangan artisanal
fishery yang permanen.
Upaya menangkap ikan dalam jumlah besar memerlukan waktu,
jumlah alat yang lebih besar, peningkatan intensitas pengoperasian,
ukuran dan efisiensinya. Penangkapan ikan seekor demi seekor, atau dalam
jumlah kecil seperti dalam perikanan subsisten telah beralih menjadi suatu
artisanal commercial fishery yang terkadang harus mengikuti permintaan
khusus pasar. Sekaligus juga mendorong upaya peningkatan teknologi
penangkapan. Misalnya ikan yang hanya dapat ditangkap seekor demi
seekor, kini dapat ditangkap dalam jumlah banyak, dengan menambah
jumlah atat penangkap ikan. Long line dan bottom long line, misalnya
Perikanan artisanal memegang peranan penting dalam era modern
sekarang. Perdagangan komoditi ikan semakin meningkat dari tahun ke
tahun, dan hal ini membangkitkan perkembangan perikanan skala besar
yang didasarkan pada penangkapan ikan dalam jumlah sekaligus banyak
(bulk fishing).
Seiring dengan meningkatnya permintaan pasar akan ikan,
khususnya dalam bidang industri, muncul juga kecenderungan baru, yaitu
daerah penangkapan tidak lagi terbatas di daerah perairan pantai tapi jauh
meluas ke tengah samudera bahkan antar benua dan dari kedalaman
perairan yang sangat dangkal hingga ke kedalaman perairan yang sangat
besar, hanya untuk mencari jumlah ikan yang jauh lebih banyak. Seiring
dengan itu pula, ukuran alat penangkap semakin besar, berat, dan
memerlukan tenaga manusia yang semakin banyak pula.

Supardi Ardidja-2010 37
Pendahuluan

Perikanan artisanal skala kecil dan industri perikanan skala besar


merupakan penyumbang nutrisi yang tidak sedikit bagi manusia, baik
dimasa kini maupun di masa datang. Mungkin dalam kapasitas yang
berbeda, di suatu tempat memerlukan jumlah ikan yang rendah tapi
berkualitas tinggi, di tempat lain diperlukan kuantitas yang besar dengan
harga yang jauh lebih rendah, baik itu untuk keperluan industri atau sebagai
bahan baku dalam pembuatan pakan hewan atau perikanan budidaya.

3. SPORT FISHING DAN COMMERCIAL FISHERIES

Sport fishing. Dikalangan pecandu mancing di laut dikenal dengan


istilah popping, dari sudut pandang perikanan dapat digolongkan kedalam
perikanan skala kecil yang didisain tidak untuk memenuhi kebutuhan hidup
dari hasil tangkapannya, tapi untuk mengkonsentrasikan keterampilan agar
memperoleh kesenangan dan kepuasan. Kepuasan akibat meningkatnya
adrenalin. Pada penangkapan ikan dengan long line (ribuan pancing) atau
hand line dengan hanya beberapa buah pancing berharap memperoleh
hasil tangkapan yang baik, tapi dalam sport fishing yang diharapkan adalah
dapat menangkap ikan yang mampu melawan dan meronta-ronta dengan
ganas (strong fighting game fish) baik dengan alat tangkap yang sederhana
atau yang canggih (terkadang mahal) walaupun hanya seekor. Dewasa ini,
sport fishing telah meningkat lagi dengan Game fishing bahkan cenderung
ke gamble fishing. Tidak ada peningkatan dalam metode maupun teknik
penangkapannya, kecuali adanya teknologi perbaikan mutu dari alat yang
digunakan. Kepuasan yang diperoleh dari game fishing, adalah “You are the
best” dan adanya hadiah bagi peserta yang dinyatakan sebagai pemenang.
Pada dasarnya, penangkapan ikan dengan pancing merupakan
metode yang digunakan oleh setiap orang. Dewasa ini sport fishing bukan
lagi milik orang-orang kaya tertentu tapi telah pula digunakan oleh
masyarakat umum sebagai suatu bentuk rekreasi yang penting. Sport
fisherman digolongkan sebagai pemburu, hidup bebas di lingkungan yang
terbatas, seolah merasa menjadi manusia terakhir yang menghubungkan
antara manusia dan alam. Dalam kehidupan modern di beberapa negara,
terutama negara yang berkembang pesat industrinya, seni dan budayanya,
penangkapan ikan dibagi dua, sprot fishing sebagai simbul dan lainnya
adalah pemenuh kebutuhan pangan.
Ditinjau dari sudut pandang teknik penangkapan keduanya hanya
menggambarkan dua variasi dari prinsip yang sama dalam menangkap ikan
dengan pancing. Baik sport fishery maupun commercial fishery keduanya
berkepentingan dalam memelihara alam terhadap tindakan-tindakan

38
Pendahuluan

manusia yang merusak. Selain itu, kawasan penangkapan ikan tidak dapat
diatur secara sendiri-sendiri dengan metode sport fishing. Lebih lanjut,
metode-metode yang efektif yang dilakukan dalam perikanan komersil
harus membantu mengelola keseimbangan alam di perairan penangkapan
ikan. Sport fishermen dan commercial fishermen harus bekerjasama tidak
hanya memelihara tapi juga melindungi alam.

4. ACTIVE DAN PASSIVE FISHING GEAR

Seperti telah dijelaskan di atas hanya ada beberapa prinsip dasar


yang dapat digunakan untuk menangkap ikan, meskipun terdapat sejumlah
besar variasi alat penangkap ikan yang dioperasikan di seluruh dunia. Dari
sekian banyak variasi ini diklasifikasikan menjadi 16 kelompok prinsip
penangkapan yang berbeda, yang kemungkinannya dapat lebih
disederhanakan lagi. Kadang-kadang alat penangkap ikan yang sama dapat
digunakan untuk dua atau bahkan lebih metode penangkapan tanpa harus
mengubah konstruksi tapi cukup mengubah teknik pengoperasiannya saja.
Penangkapan ikan ada yang membagi dalam kategori alat yang aktif
dan pasif. Alat penangkap ikan yang pasif ikan harus datang dengan
sendirinya, seperti dalam perangkap, gillnet, dan juga pada beberapa tipe
penangkapan dengan pancing. Sedangkan alat yang aktif seperti, draggers,
trawl, dan cast nets, dan juga tombak dan harpoon serta beberapa alat
tangkap drive-in fisheries tergantung pada keahlian operatornya.
Pengelompokkan ke dalam alat yang pasif dan aktif tidak ada
kaitannya dengan prinsip menangkap. Sebagai contoh dalam beberapa
kelompok metode penangkapan ikan terdapat satu jenis alat penangkap
ikan. Harus dipahami bahwa tidak saja ukuran tapi juga kecepatan
penarikan (towing speed) dari satu alat aktif akan mempengaruhi
efisiensinya. Peningkatan ukuran dan kecepatan memerlukan tenaga
ekstra untuk mengoperasikan suatu alat aktif. Jangan terkelirukan dengan
alat penangkap ikan bergerak (moving) dan diam (stasioner). Stasioner set
line dan troll line keduanya termasuk alat pasif, keduanya harus disukai oleh
ikan dan juga merupakan metode alat penangkap ikan pasif dengan
pancing. Sebaliknya ripping hook (otrek, Jawa Tengah) digerakkan naik dan
turun disertai dengan getaran lembut, dalam beberapa kasus, alat
penangkap ikan aktif, menangkap (dalam hal ini menipu ikan) secara acak
dengan bentuk tertentu tali dan pancing.
Penggabungan prinsip aktif dan pasif telah dikembangkan para
nelayan, misalnya mengabungkan antara gillnet dan menggiring atau lebih

Supardi Ardidja-2010 39
Pendahuluan

tepat disebut dengan menuntun ikan memasuki perangkap dengan


mengunakan atraksi cahaya. Perangkap ini adalah gillnet yang dilingkarkan
dilengkapi dengan penaju. Teknik penangkapan ikan dengan gillnet yang
konvensional (memotong arah ruaya ikan) diubah dengan mengurung.
Lampara dasar, yang dikembangkan akhir-akhir ini mengubah teknik
penyapuan lurus menjadi penyapuan melingkar.

5. IDE DASAR METODE PENANGKAPAN DAN KEMUNGKINAN DISTRIBUSI DAN


PENGEMBANGANNYA

Sekilas pandang tampaknya terdapat adanya perbedaan tipe alat


penangkap ikan yang sangat besar yang telah berkembang di dunia
perikanan. Tapi jika membandingkan alat penangkap ikan dari berbagai
negara, akan menjadi jelas bahwa teknik penangkapan telah dikembangkan
dari hanya beberapa dasar pemikiran untuk menangkap ikan. Sebagian
besar dasar pemikiran dalam menangkap ikan telah menyebar ke seluruh
dunia dan telah menjadikannya suatu kebiasaan manusia.
Berdasarkan studi etnologi terdapat sedikit persamaan di dalam
metode penangkapan tradisional, terkadang juga disebut perikanan yang
primitif. Hal ini tidak dapat dijelaskan berdasarkan perubahan kebiasaan
(cultural exchange) namun sepertinya lebih mendekati pada reaksi manusia
yang menemui suatu masalah. Tidak mengherankan, seiring dengan
perjalanan waktu, penangkapan ikan terus berkembang, dengan metode
dan permasalahan yang hampir sama; dan dimana-mana masalah tersebut
dipecahkan orang dengan cara yang hampir sama. Namun demikian,
peralihan langsung dalam pengetahuan mengenai alat penangkap ikan
(khususnya dibidang perikanan laut) telah terjadi sejak dulu, tidak saja
antara negara-negara yang bertetangga, tapi juga antar benua. Hanya pada
beberapa kasus saja penyebaran metode penangkapan diketahui dengan
baik, khususnya penyebaran yang terjadi di zaman modern ini. Contoh
yang baik dari disain alat penangkap ikan “Madeira trap”, dibuat dalam
bentuk dan kegunaan khusus, yang dapat ditelusuri dari India, melalui
Seychelles, Kepulauan Zanzibar, Madagascar, dan menyebar jauh ke barat
hingga ke Laut Karibia. Metode penangkapan ikan di perairan dingin di
Kutub Utara dikenal baik di seluruh kawasan kutub. Cover pots dikenal baik
di kawasan Asia sama dikenalnya dengan di Afrika, juga di Amerika (Brand,
1984).
Penyebaran metode penangkapan dewasa ini sama sekali tidak
menemui kesulitan. Kawasan Penangkapan Ikan Internasional, dan badan-
badan dunia seperti FAO, memfasilitasi adanya hubungan langsung.

40
Pendahuluan

Republik Afrika Selatan telah mengadopsi purse seine dari California, dan di
kawasan Baltic Timur Laut telah menggunakan disain pound nets dari
Jepang. Kawasan terlarang Madagascar Tenggara menggunakan jarring
monofilament, dan di kawasan terlarang Stone Age pada pulau-pulau kecil
seperti pulau Lan Yu (Botel Tobago) di sebelah timur Taiwan Timur setiap
orang mengetahui bagaimana membuat jaring dari tali kasar polypropylene.
Pengetahuan mengenai pentingnya metode penangkapan yang baru, yang
dibuat dari bahan jaring yang baru, menyebar dengan cepat,
pengembangan dan pengujiannya berjalan secara simultan di seluruh
belahan bumi ini.
Kesimpulannya, selain duplikasi atau berbagai temuan tentang
teknik penangkapan yang sering terjadi dan sering merupakan komunikasi
tidak terbatas antara satu negara dengan negara lainnya. Di setiap kawasan
penangkapan ikan, metode penangkapan ikan yang telah dikenal
dikembangkan dan diubah, terkadang hanya oleh kemauan seseorang,
tergantung kebutuhannya. Diawali dari metode penangkapan ikan yang
sangat sederhana dengan alat yang masih primitif dengan segera akan
digabung dengan teknik yang lebih kompleks. Perkembangan ini telah
dipercepat dan ditingkatkan oleh berbagai stimulan. Periode lompatan
pengembangan diikuti oleh stagnasi waktu yang terus berlangsung hingga
sekarang.
Faktor pendorong pengembangan alat penangkap telah lama
dikenal, seperti upaya penangkapan ikan dalam jumlah besar, atau
menangkap di perairan yang lebih dalam, dengan harapan memperoleh
ikan dalam jumlah banyak. Dan mendorong dilakukannya perubahan
konstruksi alat penangkap ikannya. Stimulan lainnya yang mendorong
terjadinya pengembangan teknik penangkapan ikan adalah keinginan untuk
mengubah penangkapan ikan tradisional hingga ke alat penangkap ikan
yang memerlukan pengendalian (Watched fishing gear), penambahan
tenaga manusia, hingga alat penangkap otomatis yang dapat dikendalikan
oleh hanya beberapa orang saja.
Peralatan deteksi ikan terus dikembangkan untuk memantau
jumlah hasil tangkapan. Terakhir telah dikenal alat underwater detecting
device yang dijalankan melalui program komputer, seperti dari tipe EK dan
melalui suatu program komputer yang disebut EP, dengan segera densitas,
ukuran bahkan jumlah ekor dapat diketahui dalam sepersekian detik
langsung dapat dibaca dan diprediksi di layar monitor komputer.

Supardi Ardidja-2010 41
Pendahuluan

6. BURUH DAN PENANGKAPAN IKAN SECARA KOLEKTIF

Pada beberapa metode penangkapan hanya memerlukan sedikit


tenaga manusia pada metode lain memerlukan tenaga manusia yang
banyak bahkan jika tenaga kerja tidak mencukupi dapat dilakukan oleh
anak-anak.
Terdapat beberapa metode penangkapan ikan yang dianggap cocok
untuk wanita (dan anak-anak) sementara lainnya hanya untuk pria.
Pekerjaan yang dilakukan oleh wanita hanya berkisar penangkapan kan di
darat, sedangkan pekerjaan menangkap ikan yang dilakukan oleh kaum
lelaki bisa di darat maupun di laut. Pembagian pekerjaan berdasarkan
kelamin mungkin sudah setua usia manusia. Secara umum, pekerjaan-
pekerjaan di luar rumah yang memerlukan kekuatan fisik dilakukan hanya
oleh pria; pekerjaan lainnya yang tidak membutuhkan kekuatan fisik, milik
wanita. Tidak ada kaitannya dengan kualitas atau status antara pria dan
wanita. Pembagian ini hanya didasarkan pada perbedaan fisik antara pria
dan wanita. Umumnya wanita bertanggungjawab atas pengumpulan
makanan seperti sayuran atau hewan-hewan kecil; untuk bahan makanan;
atau mengasuh anak; memelihara kebun; pekerjaan-pekerjaan rumah dan
sejenisnya. Sedangkan pria dianggap bertanggungjawab untuk berburu;
menjaga keluarganya, kampung atau kawasan hidupnya; berbagai jenis
pekerjaan kasar seperti membuka hutan, membangun rumah (kadang-
kadang); dan pekerjaan lain yang membutuhkan tenaga besar.
Metode memungut atau memulung mungkin hanya dilakukan oleh
wanita, Penangkapan ikan dengan racun menunjukkan tidak ada perbedaan
nyata, walaupun pada penangkapan ikan dengan listrik sekarang umumnya
hanya dilakukan oleh pria. Metode skala kecil pada memancing, dengan
jumlah pancing terbatas dapat menggunakan wanita (di darat) atau pria.
Tapi pada penangkapan ikan skala besar seperti long line merupakan ciri
metode penangkapan ikan yang khusus untuk pria. Lain halnya dalam
metode penangkapan dengan perangkap, perangkap sekecil apapun tetap
dilakukan oleh pria. Pada penangkapan ikan dengan jaring kantong (bag
nets) peralatan-peralatan kecil yang dioperasikan dengan tangan sering
dilakukan oleh wanita, seperti memperbaiki jaring, sementara
pengoperasian bag nets yang berukuran besar merupakan pekerjaan pria.
Penangkapan ikan dengan alat dragger (di Indonesia tidak dikembangkan,
bahkan jika ada perlu dilarang), seine nets, surrounding gear, dan umumnya
juga drive-in nets merupakan metode penangkapan ikan untuk pria. Pada
Lift nets, dapat dilihat bahwa peralatan kecil dapat juga dilakukan oleh
wanita, sementara yang besar-besar khusus oleh pria. Alat penangkap ikan,

42
Pendahuluan

seperti cover pots, dapat dioperasikan oleh pria atau wanita, tapi cast nets
hanya dioperasikan oleh pria. Penangkapan ikan dengan Gillnet, entangling
nets, khusus penangkapan ikan dengan sistem komputerisasi atau dengan
mesin-mesin pemanen, tampaknya hanya untuk pria, walaupun hanya
diperlukan tenaga yang sangat minimal sekalipun. Kesimpulannya bahwa
tidak semua metode penangkapan ikan cocok untuk wanita. Dalam
beberapa kasus wanita mengoperasikan peralatan kecil, tapi tidak ada
statistik yang menyatakan kuantitas pakan diperoleh oleh wanita untuk
memenuhi kebutuhan sehari-hari familinya, kecuali di Afrika, Asia hitam
dan Bali.
Bertolak belakang dengan pria, pekerjaan wanita dianggap
merupakan basis tersendiri, hal ini dapat terlihat bahwa wanita tidak
pernah menangkap ikan sendirian, tapi membuat suatu kelompok seperti
gotong royong, setiap wanita memiliki peralatannya sendiri. Hal ini
dilakukan tidak saja untuk ngobrol selama menangkap ikan tapi juga untuk
mengupayakan hasil tangkap yang lebih banyak dengan menggiring ikan
secara bersama-sama, dan untuk mencegah ikan meloloskan diri bila hanya
menggunakan sebuah alat saja. Penangkapan ikan dalam bentuk kelompok
dengan menggunakan alat penangkap ikan yang berukuran besar,
umumnya lebih cenderung dilakukan oleh pria. Di dunia perikanan,
kerjasama sangat dibutuhkan umpamanya dalam perakitan alat berukuran
sangat besar seperti trawl, beach seining, dan purse seining. Sekilas hal ini
merupakan perilaku hubungan antar pria, termasuk untuk mengerjakan
pekerjaan yang dibatasi oleh waktu, ini merupakan sifat dasar dari pria.
Kerjasama sesaat ini tidak dikontrol oleh seseorang di luar kelompok, atau
pemerintah, mungkin ini merupakan asset berharga bagi dunia perikanan
saat ini. Sebagai contoh dalam trawl berpasangan (pair trawling).
Seringkali kerjasama seperti ini diperlukan, walaupun dengan mekanisasi,
berbagai metode penangkapan ikan demikian tidak dapat dilakukan
sendirian.
Wanita bangsa Eropa dan Amerika tidak asing lagi di dunia nelayan.
Namun tidak demikian halnya dengan bangsa Indonesia pada umumnya.
Bangsa Indonesia terkenal sangat memegang teguh norma susila. Kecuali
jika kapal-kapal penangkap ikan Indonesia sudah menyediakan fasilitas
personal privasi antara pria dan wanita. Nyatanya belum. Atas dasar itulah
maka, Sekolah Tinggi Perikanan belum dapat memberi kesempatan kepada
wanita untuk belajar pada program studi penangkapan ikan dan
permesinan perikanan. Walaupun FAO telah menganjurkan agar
memberikan kesempatan kepada wanita untuk berperan serta aktif dalam
dunia usaha perikanan (emansipasi). Peningkatan secara progresif

Supardi Ardidja-2010 43
Pendahuluan

mekanisasi akan mengurangi jumlah tenaga kerja dalam bentuk kelompok.


Peningkatan mekanisasi juga merupakan alasan mengapa wanita turut
berperan di dalam penangkapan ikan. (Eropa dan Amerika pada
penangkapan ikan dengan Autoline dan bubu). Dimana isteri dapat
membantu mengendalikan kapal-kapal kecil sementara suaminya
memasang alat penangkap ikan.
Dewasa ini mereka juga dapat bekerja dalam perikanan skala besar
bila pekerjaan-pekerjaan berat telah dilakukan oleh mesin. Tapi tidak boleh
dilupakan bahwa ada sebagian sektor perikanan dimana wanita sudah lama
mendominasi dan terkadang memimpin, seperti dalam pemasaran produk
hasil perikanan. Khususnya di Afrika, wanita mendominasi pemrosesan
ikan, tidak saja di belahan utara, juga di berbagai negara tropis.
Berbicara tentang tenaga manusia dan metode penangkapan ikan,
terdapat kelompok ketiga manusia yang terkadang memiliki posisi khusus
dalam penangkapan ikan. Mereka adalah orang-orang tua yang tidak dapat
lagi melakukan pekerjaan-pekerjaan praktis dalam metode penangkapan
ikan, khususnya dalam perikanan laut. Kontribusi penting dari orang tua
dalam komunitas penangkapan ikan mungkin dalam pembuatan jaring
(menjurai). Akibat merambah dengan sangat cepatnya polyamide
monofilament sebagai bahan gillnet di Indonesia, nelayan tua dan wanita di
ribuan desa pesisir sangat berperan dalam pembuatan dan perbaikan alat
penangkap. (Perlu diingat bahan tersebut sulit dijurai karena licin, sehingga
memerlukan ketelitian dan ktrampilan khusus sekaligus kesabaran dan
ketabahan untuk duduk berjam-jam lamanya tanpa memerlukan pemikiran
yang serius).
Indonesia yang hampir di dominasi oleh agama Islam, hampir tidak
memberikan kesempatan kepada wanita untuk bekerja di laut. Berbeda
halnya dengan kapal-kapal penumpang yang rata-rata berukuran besar,
sehingga hak privasi wanita dapat terpenuhi. Sedangkan pada kapal
penangkap ikan, selain kapalnya berukuran relatif kecil dengan jumlah hari
layar yang relatif besar, pekerjaan berat dan beresiko tinggi, maka baik dari
sisi privasi maupun tenaga yang dibutuhkan hampir tidak memberikan
kesempatan untuk wanita berperan serta aktif untuk menangkap ikan di
laut. Mungkin dalam usaha-usaha hilir, misalnya bidang pemrosesan
produk hasil tangkap dan bidang manajemen. Pekerjaan-pekerjaan yang
membutuhkan ketelitian dan kesabaran mungkin dapat dipercayakan
kepada wanita, misalnya di bidang penelitian, input data base statistik, uji
mutu atau bidang pekerjaan lain dalam usaha perikanan yang memerlukan
sesuatu yang tidak dimiliki oleh kaum lelaki.

44
Pendahuluan

7. TENAGA KERJA, MEKANISASI DAN OTOMATISASI

Keinginan untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi alat


penangkap ikan menstimulasi pengembangan dari teknik penangkapan ikan
yang telah dikenal dan upaya untuk menemukan teknik penangkapan ikan
yang baru. Berbagai pendorong memacu kecenderungan ini tidak hanya
untuk memperoleh hasil tangkapan yang lebih banyak, tapi juga untuk
menangkap di perairan yang lebih dalam, dan untuk menggantikan
kehadiran manusia di sekitar alat penangkap ikan, dengan mengupayakan
agar alat tersebut dapat menangkap secara otomatis tanpa perlu kehadiran
manusia di dekatnya.
Tampaknya sejak dulu, nelayan dianggap memiliki fisik yang kuat
jika tidak, tidak ada penangkapan ikan. Bila diperlukan jumlah hasil
tangkapan yang lebih banyak, ukuran alat penangkap ikan diperbesar dan
jumlahnya diperbanyak. Problema pengurangan tenaga kerja dengan
ditemukannya mesin peralatan penangkapan ikan sejak sebelum abad ke-
18, dan dengan adanya motorisasi kapal-kapal perikanan, telah mengurangi
kebutuhan tenaga manusia untuk mengoperasikan peralatan perikanan
tersebut.
Awal pemikirannya adalah untuk memudahkan penanganan alat
penangkap ikan dengan menggunakan winch, tapi seiring dengan
meningkatnya nilai hasil tangkapan dan meningkatnya biaya untuk
membayar tenaga manusia, mesin juga harus dapat menggantikan tenaga
manusia tanpa mengurangi penghasilan (yield). Dalam bentuk
pengembangan ini, motorisasi menggantikan dayung dan layar, winch yang
digerakkan dengan tenaga mesin mengurangi jumlah tenaga manusia
sekaligus meningkatkan keuntungan dan keselamatan. Hasil tangkap per
orang (catch per man), per kapal, per ton meningkat dengan pesat.
Pengembangan ini menjadi sangat penting dalam peningkatan mekanisasi
dalam perikanan skala besar dan skala kecil. Pengoperasian secara modern
dengan trawl dan stern trawl berukuran besar; menangani purse seine
modern yang sangat besar dengan power block, diperkenalkannya drum
dengan tenaga motor untuk jaring dan tali, winch untuk purse line pada
purse seining, line thrower dan line arranger pada long line, net hauler pada
gillnet, squid jigger pada penangkapan cumi-cumi, automatic pole & line
machine pada penangkapan cakalang dengan pole & line, atau semua
contoh dari metode dan teknik penangkapan ikan yang telah berhasil tidak
hanya untuk memfasilitasi lapangan kerja tapi juga sekaligus mengurangi
jumlah tenaga manusia. Sekaligus mendorong para tenaga kerja untuk

Supardi Ardidja-2010 45
Pendahuluan

lebih meningkatkan ilmu pengetahuan dan ketrampilan selain tetap


memiliki kekuatan tubuh yang prima.
Pengurangan jumlah awak kapal dengan penggunaan mesin
dianggap penting di negara-negara industri maju yang notabene
kekurangan tenaga kerja, atau sangat mahal. Ditimpali dengan tenaga
mudanya tidak mau melakukan pekerjaan beresiko tinggi, yang disebabkan
penghasilan bekerja di darat jauh lebih memadai dengan resiko yang
rendah. Tapi di negara-negara berkembang atau sedang berkembang dan
negara-negara industri yang sedang dilanda krisis ekonomi dengan tingkat
pengangguran yang tinggi seperti halnya Indonesia, mungkin mekanisasi
kurang sesuai, karena upaya untuk mencoba tetap mempertahankan
sebanyak mungkin manusia dapat berkecimpung di perikanan hanya untuk
memberi mereka pekerjaan dan makanan. Kemungkinannya bahwa
memperoleh pekerjaan lebih penting dibanding dengan kenyamanan kerja.
Walaupun konsekwensinya pendapatan per kapita menjadi sangat kecil.
Kecenderungan dewasa ini dalam pengembangan alat penangkap
ikan adalah mengubah teknik penangkapan ikan sedemikian rupa yang
dioperasikan secara otomatis, dengan sedikit upaya manusia. Khususnya
dalam mengoperasikan hand line slogannya adalah: “Push the button and
let it fish” (Simrad). Pengertiannya adalah dengan hanya menekan tombol
(otomatisasi dengan komputerisasi). Dalam hal ini komputer digunakan
untuk membuat keputusan dalam mengendalikan alat. Dalam sistem yang
baru, operasi secara keseluruhan alat penangkap ikan dibagi dalam
beberapa tahapan, dan setiap tahapan berjalan secara otomatis. Namun
tidak diartikan bahwa robot telah menggantikan tenaga manusia.
Komputer membantu tidak hanya melaksanakan pekerjaan, tapi juga
“berhitung” lebih cepat dibanding manusia. Dalam beberapa kasus,
keputusan terakhir tetap berada ditangan manusia.
Pengembangan yang terbaru tampaknya adalah dalam
penangkapan ikan dengan long line (Autoline), yang seharusnya menjadi
sangat berguna dimasa datang sekaligus merugikan generasi mendatang.
Walaupun adanya kenaikan harga BBM perkembangan ini tidak akan
terhambat. Pada perikanan skala kecil “mesin pemanen (harvesting
machine)” telah dikembangkan yang juga akan merupakan basis
komputerisasi, seperti yang telah dilakukan di berbagai mesin-mesin
pertanian. Namun demikian, ide ini adalah untuk masa depan, untuk
perikanan di Indonesia saat ini, tenaga manusia, pengalaman, dan
pengetahuan mengenai fish behavior, serta dimana keberadaannya ikan,

46
Pendahuluan

masih sangat diperlukan untuk keberhasilan dalam mengkonstruksi dan


mengoperasikan alat penangkap ikan.
Tenaga Kerja Asing yang bekerja di kapal-kapal Indonesia harus
memenuhi ketentuan, telah diatur dalam Peraturan Menteri Kelautan Dan
Perikanan Nomor: Per.12/Men/2009 Tentang Perubahan Atas Peraturan
Menteri Kelautan Dan Perikanan Nomor : Per.05/Men/2008 Tentang Usaha
Perikanan Tangkap, Bab Xiv Pasal 75 Dan Pasal 76, berisi tentang aturan
dan persyaratan yang harus dipenuhi oleh Tenaga Kerja Asing serta tata
cara untuk memperoleh surat ijin kerja yang bekerja di kapal-kapal
penangkap ikan Indonesia. Sedangkan aturan atau persyaratan yang harus
dipenuhi oleh Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang berkerja di kapal-kapal
perikanan asing belum ada ketentuannya. Mestinya, adalah mengikuti
aturan yang berlaku di negara asal perusahaan perikanan yang
mempekerjakannya. Informasi tentang TKI yang bekerja di Jepang dari
BNP2TKI (Bandan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja
Indonesia - http://www.bnp2tki.go.id/)
Media Indonesia: Penyerapan tenaga kerja di sektor perikanan
dalam tiga tahun terakhir anjlok hingga lebih dari 85 persen per tahun.
“Total penyerapan tenaga kerja sektor perikanan pada 2006 mencapai
1.207 orang. Pada 2008, penyerapan tenaga kerja sektor perikanan
mengalami penurunan drastis menjadi 173 orang saja per tahun," kata
Kepala Riset Pusat Kajian Pembangunan Kelautan dan Peradaban Maritim
(PK2PM) Suhana di Jakarta, Minggu (24/5) (http:// www.
mediaindonesia.com).
Dari sini tidak dijelaskan apa permasalahannya. Namun
berdasarkan informasi yang diperoleh dari waancara para tenaga kerja
indonesia yang dipulangkan bahkan banyak yang terlantar dengan penulis,
mengatakan bahwa disebabkan oleh ketidak lengkapan persyaratan yang
harus dipenuhi oleh para TKI, pemutusan hubungan kerja sepihak dari
perusahaan. Permasalahn lain yang dihadapi para tenaga kerja perikanan
indonesia adalah ketidak tahuan perusahaan asing tentang harga selembar
sertifikat ANKAPIN dan ATKAPIN. Atau mungkin juga akibat dampak
ketentuan ANKAPIN/ATKAPIN hanya didasarkan kepada besaran kapal,
sedangkan betapa berat pekerjaan dan resiko yang harus ditanggung oleh
para pemegang sertifikat. Terutama seklai belum adanya “endorsement”
untuk ANKAPIN DAN ATKAPIN. Mungkin, tugas Kementerian Kelautan
untuk membenahi permasalahan internasional ini, secara komprehensif,
intensif dan berkelanjutan, agar gaji yang diterima sesuai dengan jerih
payah memperoleh sertifikat tersebut, pekerjaan yang jauh dari bersih, jam

Supardi Ardidja-2010 47
Pendahuluan

kerja di laut yang teramat padat, resiko tinggi yang harus ditanggung.
Indonesia telah berupaya mengikuti aturan dan persyaratan yang
dikeluarkan IMO melalui STCW-F, pertanyaannya adalah apakah pihak
Internasional sudah tahu bahwa pelatihan dan pendidikan baik formal
maupun informal telah mengikuti aturan tersebut. Ataukah karena
mengikuti ketentuan, sehingga para tenaga kerja hanya mementingkan
keselamatan dibanding bekerja untuk memperoleh ikan.
Belum adanya pengaturan mengenai pengawakan kapal perikanan
Indonesia dan yang terkait, menimbulkan ketidakpastian hukum tentang
pengawakan kapal penangkap ikan sesuai dengan tingkat sertifikat,
penjenjangan karir dan sistem remunerasi awak kapal. Hal tersebut dapat
menimbulkan konsekuensi keselamatan kapal dan awaknya dan
konsekuensi bagi pengusaha (http://www.stp.dkp.go.id).
Walaupun pemerintah telah mengeluarkan peraturan bagi pelaut pada
umumnya. Pemerintah telah membuat ketentuan tentang hak-hak dan
kewajiban pelaut melalui Keputusan Pemerintah No 7 tahun 2000 Tentang
Kepelautan. Terdapat ketentuan mengenai Tenaga Pelaut yang bekerja di
kapal asing pasal 18. Dan hampir seluruh isi peraturan ini menyangkut hak
dan kewajiban yang terkait dengan ketenaga kerjaan pelaut.
Namun demikian diperlukan suatu badan yang melindungi kepentingan
pelaut perikanan, yang betul-betul melindungi. Dan juga apakah peraturan
pemerintah ini berlaku di luar negeri?.
Pasal 1. Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:
(1) Kepelautan adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan pengawakan,
pendidikan, persertifikatan, kewenangan serta hak dan kewajiban
pelaut;
(2) Awak kapal adalah orang yang bekerja atau dipekerjakan di atas kapal
oleh pemilik atau operator kapal untuk melakukan tugas di atas kapal
sesuai dengan jabatannya yang tercantum dalam buku sijil;
(3) Pelaut adalah setiap orang yang mempunyai kualifikasi keahlian atau
keterampilan sebagai awak kapal;
(4) Sertifikat kepelautan adalah dokumen kepelautan yang sah dengan
nama apapun yang diterbitkan oleh Menteri atau yang diberi
kewenangan oleh Menteri; Perjanjian
(5) Kerja Laut adalah perjanjian kerja perorangan yang ditandatangani oleh pelaut
Indonesia dengan pengusaha angkutan di perairan; …
Pasal 2.

48
Pendahuluan

(1) Setiap pelaut yang bekerja pada kapal niaga, kapal penangkap ikan,
kapal sungai dan danau harus mempunyai kualifikasi keahlian atau
keterampilan sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah ini…..
(3) Ketentuan mengenai kualifikasi keahlian dan keterampilan bagi setiap
pelaut yang bekerja di kapal sebagaimana dimaksud dalam ayat (2)
diatur lebih lanjut dengan Keputusan Menteri.
Pasal 18.
(1) Setiap pelaut yang akan disijil harus memiliki Perjanjian Kerja Laut yang
masih berlaku;
(2) Perjanjian Kerja Laut sebagaimana dimaksud ayat (1) harus memuat
hak-hak dan kewajiban dari masing-masing pihak dan memenuhi
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
(3) Hak-hak dan kewajiban dari masing-masing pihak sebagaimana
dimaksud dalam ayat (2) sekurang-kurangnya adalah :
a. Hak pelaut: Menerima gaji, upah, lembur, uang pengganti hari-hari
libur, uang delegasi, biaya pengankutan dan upah saat diakhirinya
pengerjaan, pertanggungan untuk barang-barang milik pribadi yang
dibawa serta kecelakaan pribadi serta perlengkapan untuk musim
dingin untuk yang bekerja di wilayah yang suhunya 15 derajat
celcius atau kurang yang berupa pakaian dan peralatan musim
dingin;
b. Kewajiban pelaut: Melaksanakan tugas sesuai dengan jam kerja
yang ditetapkan sesuai dengan perjanjian, menanggung biaya yang
timbul karena kelebihan barang bawaan di atas batas ketentuan
yang ditetapkan perusahaan, menaati perintah perusahaan dan
bekerja sesuai dengan jangka waktu perjanjian.
c. Hak pemilik/operator: Memperkerjakan pelaut
d. Kewajiban pemilik/operator: Memenuhi semua kewajian yang
merupakan hak-hak pelaut sebagaimana dimaksud dalam huruf a.
(4) Perjanjian Kerja Laut harus diketahui oleh pejabat Pemerintah yang
ditunjuk oleh Menteri.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai Perjanjian Kerja Laut sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat(4) diatur dengan
Keputusan Menteri.

Supardi Ardidja-2010 49
Pendahuluan

Pasal 19: Penempatan Pelaut


(1) Pelaut Indonesia dapat bekerja di kapal Indonesia dan/atau kapal asing
sesuai dengan Sertifikat Keahlian Pelaut atau Sertifikat Keterampilan
Pelaut yang dimilikinya.
(2) Untuk membuka kesempatan kerja pelaut Indonesia pada kapal-kapal
asing di luar negeri, penempatan tenaga kerja pelaut dapat dilakukan
oleh perusahaan pelayaran nasional atau perusahaan jasa penempatan
tenaga kerja pelaut yang memenuhi persyaratan.
(3) Persyaratan yang harus dipenuhi oleh perusahaan jasa penempatan
tenaga kerja pelaut sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) meliputi :
a. berbentuk badan hukum Indonesia yang memiliki izin usaha
penempatan tenaga kerja pelaut;
b. memiliki tenaga ahli pelaut.
(4) Bagi pelaut yang bekerja pada kapal-kapal asing di luar negeri tanpa
melalui penempatan tenaga kerja pelaut sebagaimana dimaksud dalam
ayat (2) berkewajiban :
a. Membuat perjanjian kerja laut sesuai dengan ketentuan yang
berlaku;
b. Perjanjian kerja laut sebagaimana dimaksud dalam huruf a harus
memuat hukum mana yang berlaku apabila terjadi perselisihan
yang menyangkut pelaksanaan perjanjian kerja laut;
c. Melapor kepada perwakilan Republik Indonesia dimana pelaut
tersebut bekerja.
(5) Bagi pelaut yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud
dalam ayat (4), menanggung sendiri akibat yang timbul apabila terjadi
perselisihan yang menyangkut pelaksanaan perjanjian kerja laut .
Pasal 20 :
Usaha penempatan tenaga kerja pelaut sebagaimana dimaksud dalam Pasal
19 dilakukan dengan memperhatikan :
a. penciptaan perluasan kesempatan kerja pelaut khususnya yang bekerja
di kapal-kapal berbendera asing;
b. pengembangan fasilitas pendidikan kepelautan yang memenuhi
persyaratan sesuai ketentuan internasional;
c. peningkatan kemampuan dan keterampilan pelaut sesuai dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang pelayaran.

50
Pendahuluan

Pendidikan dan pelatihan di Indonesia terutama yang dikelola oleh


Kementerian Perikanan dan Kelautan telah mengutamakan kesiapan fisik,
mental, kemampuan dan ketrampilan untuk menangkap Ikan. Sebagai
ilustrasi, tugas utama seseorang yang akan menangkap ikan di laut adalah
memperoleh ikan. Menangkap ikan ke laut harus menggunakan kapal.
Seseorang yang membawa (melayarkan) kapal diwajibkan memiliki
sertifikat ANKAPIN untuk dek dan ATKAPIN untuk mesin. Mereka sudah
tahu dan siap mental, bahwa mereka mengerjakan pekerjaan yang tidak
disukai sebagian besar orang, celakanya merekapun sudah tahu, dengan
perasaan menggiris dan keterpaksaan, karena kondisi, dimana masyarakat
nelayan kita masih berkutat dengan urusan perut, urutan terendah. (baca
Mass Low). Sudah ada upaya sementara penyetaraan dengan sertifikat
kepelautan lain, itu langkah awal yang baik sekali. Namun demikian, tolong
dicermati beban kerja dan resiko tinggi yang harus ditanggung serta
keahlian dan ketrampilan yang dimiliki para tenaga Kerja Indonesia bidang
perikanan. Mari kita cermati sebagian Keahlian dan ketrampilan yang
dimiliki:
a. Menentukan posisi kapal - Penentuan posisi kapal dengan berbagai cara
dipelajari dan dilatih, mulai dengan menentukan posisi kapal dengan
menggunakan mata dan kuping. Kemampuan mata dan kuping terbatas
meraka dapat menentukan posisi kapal dengan menggunakan mata dan
kuping elektronik (RADAR, RDF). Mata dan kuping elektronikpun ada
batasnya, mereka meminta bantuan orang atau alat lain untuk
menentukan posisi kapal (GPS). Jika GPS tidak bisa diminta bantuan
untuk menentuan posisi kapal, menentukan posisi kapal dengan
bantuan benda astonomi, sampaipun dalam kodisi terpaksa dengan
menentukan posisi duga merka pelajari dan latih. Dipinggir pantai
sudah tidak ada ikan, mereka mencari ikan sampai jauh ke lintang 200
Selatan, untuk mencari tuna sirip biru (sekarang sudah hampir punah,
kata green peace). Jika tidak mereka mengejar ikan tuna ke tengah
samudra hindia hingga pantai timur afrika, dan tidak seharipun mereka
melihat daratan.
b. Mentaati aturan berlalu lintas – Peraturan Internasional untuk
mencegah tubrukan di laut (Colregs) 1972 sampai dengan adanya
amandemen 1993 yang dibelakukan 4 Nopember 1995, walaupun tidak
sampai memelajari amandemen 2001 yang diberlakukan 23 Nopember
2003 tentang wing-in-ground (WIG), telah dipelajari sampai tamat.
Dipelajari pula bagaimana melengkapi kapal agar dianggap kapal da
kapal yang sedang mengopersikan ikannya. Mereka tahu siapa yang
harus dihindari dan siapa yang harus bertahan.

Supardi Ardidja-2010 51
Pendahuluan

c. Berkomunikasi. Mulai berkomunikasi konvensional hingga komunikasi


dalam keadaan darurat (GMDSS=Global Marine Distress Satelite Sistem)
di pelajari dan dilatih tuntas.
d. Mengendalikan kapal. Mempelajari pengedalian kapal tidak saja
mempelajari bagaimana sandar labuh, menyimpangi atau menyusul
kapal lain, berlayar di perairan sempit, berlayar di alur ramai,
menghindari tubrukan baik dengan manual sampai dengan penentuan
Closes Point Approach (CPA). Dipelajari pula bagaimana mengendalikan
kapal saat mengoperasikan alat penangkap ikan, dimana setiap gerak
kapal dihambat oleh alat penangkap ikan. Tali Long line yang
panjangnya hampir 20 km (400 pancing), purse seine yang panjangnya
mencapai 2 km dengan kedalaman hingga mencapai 130 meter, dengan
berat hampir 60 ton. Belum lagi jika hasil tangkapan harus dimuat ke
kapal penampung sementara alat penangkap ikan masih di air.
Berbagai kemungkinan bahaya kecelakaan bisa timbul dan cara
mengatasinya di pelajari. Mereka juga mempelajari untuk menghindari
dan mengatasi berbagai kemungkinan alat penangkap ikan tidak
bekerja sebagaimana mestinya.
e. Stabilitas kapal. Mereka mempelajari sejumlah hambatan yang akibat
adanya faktor eksternal dari alat penangkap ikan. Umum faktor
eksternal ombak dan angin yang mendorong kapal hingga miring, tapi
faktor eksternal juga dipelajari mereka adalah faktor eksternal dari alat
penangkap ikan yang sedang dioperasikan, yang notabene selalu
menarik kapal hingga miring dan tidak dapat kembali tegak sebelum
tuntas proses operasi. Bahkan jika menemui kondisi demikian ditambah
dengan adanya faktor cuaca samudra serta bagaimana menghindari
dan menanggulanginya mereka pelajari. Memuat di pelabuhan
memang sangat sederhana, seberat apapun muatan yang dimasukkan
ke kapal termasuk alat penangkap ikan tidak akan mempengaruhi
stabilitas awal kapal, karena telah dihitung dengan cermat para Naval
Architect, tapi mereka lebih banyak mempelajari bagaimana efek
penambahan muatan yang hampir tidak konstan setiap hari,
pergeseran muatan ikan yang kadang-kadang runtuh dengan
sendirinya, ditimpali lagi proses ini berlangsung bersamaan dengan efek
tetap memiringkan dari alat penangkap ikan, ditambah lagi dengan efek
permukaan bebas yang muncul dari “down flooding” dan tanki-tanki
yang secara konstan perlahan semakin berkurang isinya.
f. Kecakapan pelaut. Mengarea dan menghibob jangkar bagi mereka
adalah urusan kecil. Mereka pelajari tali temali penting, hanging dan

52
Pendahuluan

hang-in ratio, distribusi, daya apung, daya tenggelam, distribusi,


cutting, joining, lassing, tapering, termasuk penanganan wire,
menjalankan winch, guna mengarea dan menghibob warp sementara
kapal melaju. Menjalankan purse seine winch guna mengarea purse line
yang kecepatannya sama dengan kecepatan kapal saat tahapan setting
(8 – 12 knot) silahkan hitung (8 knot x 1852 meter) / 3600 detik =
…m/d. dan purse wire yang harus diarea berdiamater 14 mm dengan
panjang kurang lebih 1,5 x panjang purse seine. Saat menghibob
tahanan dari purse seine bisa mencapi lebih dari 100 ton. Mungkin
tidak masuk akal, bagi yang tidak pernah bekerja dengan purse seine
atau trawl, but it’s true. Power block yang berfungsi menghibob jaring
yang dihambat oleh goyangan kapal tahanan jaring di air.
Menggantung otter board yang beratnya 1,2 ton dipinggir kapal, yang
dilakukan hampir 2 jam sekali, baik dalam kondisi cuaca cerah maupun
buruk.

8. TEKNOLOGI PENANGKAPAN

Teknik penangkapan ikan merupakan sebagian dari teknologi


penangkapan ikan (“perikanan tangkap”), Salah satu dari alat penangkap
ikan yang sama dapat dioperasikan dalam beberapa cara yang berbeda.
Jika tidak mengetahui metode penangkapannya jangan harap dapat
melakukannya, sebagai contoh pada sebuah jaring yang dapat digunakan
untuk seining atau dragging, untuk drive-in fishery, bahkan untuk gilling
dan entangling. (Ini merupakan salah satu alasan klasifikasi alat penangkap
ikan dan metode penangkapan ikan tidak didasarkan pada konstruksi alat,
tapi didasarkan pada prinsip bagaimana ikan ditangkap). Prinsip menangkap
dapat digunakan dalam berbagai cara dan kadang-kadang harus ditunjang
oleh taktik penangkapan ikan (fishing tactics), yang sebagian besar
didasarkan pada metode memikat ikan, tanpa harus menakut-nakutinya.
Contoh lainnya adalah long line. Long line termasuk dalam kelompok
metode tali dan pancing, terbagi dalam lima tipe, yaitu tipe Basket, Drum.
Blong, Box dan autoline. Kelimanya memiliki teknik pengopesian dan
konstruksi alat yang hampir berbeda.
Konstruksi, pengoperasian alat dan taktik penangkapan ikan
dianggap sebagai bagian dari teknologi penangkapan ikan. Namun
demikian, teknologi penangkapan ikan menyertakan bahan dalam
konstruksi alat, sejauh hal itu diperlukan disertakan pula kapal
penangkapan ikan. Dikaitkan dengan bahan jaring, serat alami telah
digantikan oleh serat buatan bersamaan dengan ditemukannya serat

Supardi Ardidja-2010 53
Pendahuluan

polyamide (PA), polyester (PES) dan serat buatan lainnya sesuai kebutuhan
masing-masing jenis alat penangkap ikan. Tidak diragukan lagi bahwa
metode mid-water trawling dan purse seining tidak mungkin dapat
dilakukan tanpa menggunakan benang-benang sintetis yang lebih kuat dan
tipis, terpisah dari berperannya echo sounder. Contoh yang paling baik
adalah pada keberhasilan penangkapan ikan dengan gillnet, tidak mungkin
terjadi tanpa menggunakan benang yang memiliki daya tampak yang
rendah (low visibility), bahkan transparan, seperti pada polyamide
monofilament. Cina, tidak lagi menggunakan benang yang dipintal untuk
jaring puntal (entangle net), yang justru lebih efektif dan lebih efisien jika
dibandingkan dengan jaring puntal yang dikontruksi dari Nylon
multifilament yang dipintal.
Telah dikenal hampir di seluruh dunia bahwa belum ada inovasi
yang sensasional dengan mengecualikan kegunaan serat sintetis dan juga
gabungan dari beberapa serat sintetis menjadi benang atau tali compound.
Pengembangan teknik penangkapan ikan, harus berjalan seiring dengan
pengembangan yang terus menerus dari kapal penangkapan ikan, tenaga
penggerak, sekaligus dikelola oleh tenaga kerja ahli dan trampil serta
manajemen yang terkontrol dengan baik. Mungkin siapa tahu suatu saat
kapal penangkapan ikan digerakkan dengan tenaga atom.
Beranjak dari kapal yang terbuat dari bambu (masih terdapat di
Asia) untuk penangkapan ikan berjangka sangat pendek (one-day fishing)
hingga kapal-kapal pabrik (factory vessel) yang dioperasikan bersama
armada kapal penangkap ikan (catcher fleet) atau kapal pabrik yang
menangkap sendiri (self-catching factory ship) yang mampu berada di
tengah laut hingga beberapa bulan entah di samudera mana dan
memproses langsung hasil tangkapannya. Namun demikian, kapal-kapal
multi fungsi sudah banyak ditinggalkan orang, mereka lebih menyukai kapal
spesialis dengan berbagai penataan khusus. Dewasa ini, terkait dengan
penangkapan ikan laut modern, kapal penangkapan ikan dengan alat
penangkap ikan merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan.
Pengembangan alat penangkap ikan dan teknik penangkapan ikan tidak
dapat dipisahkan.
Keberhasilan dan kemajuan perikanan didasarkan oleh
keharmonisan antar manusia sebagai pemeran utama, dan ikan sebagai
obyeknya, dan ketiga faktor lain yang mempengaruhinya yaitu konstruksi
alat dan pengoperasiannya serta kapal penangkapan ikan.
Banyak kalangan merasa pesimis dengan perkembangan perikanan
tangkap. Masuk akal, karena biaya operasional semakin tinggi akibat

54
Pendahuluan

dikuranginya subsidi BBM oleh pemerintah. Ada perusahaan-perusahaan


perikanan tangkap, yang mulanya aktif dan memberikan keuntungan,
sekarang berubah menjadi perusahaan pengumpul (pedagang ikan di
tengah laut). Namun demikian, perlu dicermati sisi positif dan sisi
negatifnya. Sisi positifnya usaha ini merupakan upaya saling
menguntungkan antara penangkap ikan dan penampung. Para penangkap
ikan tidak perlu banyak menghabiskan bahan bakar untuk hanya kembali ke
fishing base untuk menjual hasil tangkapannya. Bahan bakar dapat
digunakan untuk memperpanjang hari operasi (fishing day). Sisi negatifnya
adalah tidak adanya kontrol harga dalam bisnis di tengah laut ini. Mungkin
juga tidak ada kontribusinya terhadap pendapatan non migas bagi daerah
yang memiliki wilayah pengelolaan perikanan terkait, “apalagi buat
negara”. Sehingga perlu dibuat suatu regulasi untuk mengatur
perdagangan di tengah laut ini.

9. WILAYAH PENGELOLAAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA

Suatu studi melalui penelusuran pustaka dilakukan untuk mengkaji


kebijakan pembangunan perikanan tangkap di Indonesia. Formulasi
kebijakan perikanan tangkap Indonesia dikembangkan berdasarkan data
‘catch-effort’ dan model ’Tangkapan Maksimum Berimbang Lestari’, MSY
yang mengandung beberapa kelemahan, beresiko tinggi terhadap
keberlanjutan dan keuntungan jangka panjang dari pengelolaan perikanan
tangkap. Pada makalah ini penulis menyampaikan beberapa argumentasi
untuk menggeser kebijakanpengelolaan perikanan tangkap dalam rangka
pemulihan stok sumberdaya dan usaha perikanan tangkap, sebagai berikut:
(1) pergeseran kebijakan perikanan, dari pengelolaan yang beorientasi pada
perluasan usaha menuju pada pengelolaan yang berkelanjutan; (2)
pengelola perikanan memahami bahwa prinsip ‘sumberdaya tidak akan
pernah habis’, sudah tidak berlaku atau dengan kata lain, ’perluasan usaha
penangkapan yang tanpa kontrol tidak akan menguntungkan lagi’; (3)
Pengelola perikanan menyadari bahwa pemindahan usaha penangkapan
dari wilayah yang mengalami tangkapan berlebih ke wilayah lainnya akan
memberikan kontribusi terhadap kolapsnya perikanan tangkap setempat,
dan; (4) Pergeseran pengelolaan perikanan dari ketergantungan terhadap
model MSY menuju pengelolaan berdasarkan pendekatan ekosistem,
dimana Kawasan Perlindungan Laut akan memainkan peran cukup penting
(Wiadnya, et all. 2004).
Pemerintah dalam hal ini Kementerian Kelautan dan Perikanan
dalam rangka mendukung kebijakan pengelolaan sumberdaya ikan dan

Supardi Ardidja-2010 55
Pendahuluan

lingkungannya sesuai dengan Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31


Tahun 2004 tentang Perikanan, perlu menetapkan wilayah pengelolaan
perikanan Republik Indonesia(pengelolaan perikanan) pada tanggal 21
Januari 2009 Menteri Kelautan dan Perikanan mengeluarkan peraturan
nomor per.01/men/2009 tentang Wilayah Pengelolaan Perikanan Republik
Indonesia.
Membagi Wilayah Pengelolaan Perikanan Republik Indonesia
menjadi 11 WPP-RI, lihat Gambar 9 dan Tabel 1.

Gambar 9. Peta 11 Wilayang Pengelolaan Perikanan Republik Indonesia, Koordinat


selatan paling barat 150-37’S – 910-47’T dan koordinat Utara paling
timur 090-38’U – 1410-23’T; PER.01/MEN/2009 - (tidak diskala);
Tabel 1. Kode 11 Wilayah Pengelolaan Perikanan Republik Indonesia,
PER.01/MEN/2009

No Kode Wilayah Perairan

1 571 Selat Malaka dan Laut Andaman


2 572 Samudera Hindia sebelah Barat Sumatera dan Selat Sunda
3 573 Samudera Hindia sebelah Selatan Jawa hingga sebelah Selatan
Nusatenggara, Laut Sawu dan Laut Timor bagian Barat
4 711 Selat Karimata, Laut Natuna, dan Laut Cina Selatan
5 712 Laut Jawa
6 713 Selat Makassar, Teluk Bone, Laut Flores, dan Laut Bali
7 714 Teluk Tolo dan Laut Banda
715 Teluk Tomini, Laut Maluku, Laut Halmahera, Laut Seram, dan
8 Teluk Berau
9 716 Laut Sulawesi dan sebelah Utara Pulau Halmahera

56
Pendahuluan

10 717 Teluk Cenderawasih dan Samudera Pasifik


11 718 Laut Aru, Laut Arafura dan Laut Timor bagian Timur

Dilema yang dihadapi kini adalah tentang pengawasan, dan


restribusi daerah sekitar WPP RI. Salah satu upaya efisiensi bagi penangkap
ikan di laut adalah sesedikit mungkin menggunakan bahan bakar.
Penangkapan Ikan dengan sistem armada adalah salah contoh kongkrit
dalam upaya ini. Terkait dengan adanya WPP RI, jika daerah sekitar WPP RI
mampu menyediakan fasilitas pendaratan ikan yang menyediakan segala
kebutuhan operasional kapal, social welfare bagi para nelayan yang telah
berhari-hari melaut, kontrol harga, pelayanan, keamanan dan pengawasan
yang memberikan keuntungan berimbang antara nelayan dan konsumen,
sekaligus memberikan income daerah yang wajar. Aksesibilitas murah,
mudah dan cepat, yang akan meningkatkan efisiensi distribusi hasil
tangkapan. Dampak lanjutannya adalah bahwa pembangunan
perekonomian daerah akan meningkat, sekaligus mendukung percepatan
pertumbuhan ekonomi daerah. Tentunya nelayan Pekalongan yang
menangkap ikan di WPP RI 716 atau di WPP RI 713 akan memilih pelabuhan
pendaratan terdekat, mungkin juga tidak akan menjual ikannya kepada
perusahaan-perusahaan pengumpul ikan di tengah laut.

Ringkasan
1. Metode Penangkapan ikan mendasari teknologi penangkapan ikan
2. Mempelajari metode penangkapan ikan harus didahului dengan
mempelajari biologi perikanan, oseanografi perikanan, meteorologi,
3. Mempermudah memehami metode penangkapan ikan dengan
mengelopokkan ikan, sebagai berikut:
1) Kelompok ikan yang mengumpul padat.
2) Kelompok ikan yang mengumpul tapi tidak padat.
3) Kelompok ikan yang menyebar dan tidak padat.
Dan pengelompokkan ukuran individu ikan dalam kelompok adalah:
1) Ikan yang berukuran besar(contohnya adalah pelagis besar: Tuna)
2) Ikan yang berukuran kecil (contohnya pelagis kecil : layang)
4. Contoh alat penangkap ikan hasil dari dua pengelompokkan ikan.
Supardi Ardidja-2010 57
Pendahuluan

1) Ikan-ikan yang hanya dapat ditangkap seekor demi seekor. Contoh


alat penangkap ikannya adalah yang termasuk dalam metode
penangkapan ikan dengan tali dan pancing (hook and line), yaitu:
Rawai Tuna (Tuna Long line), Huhate (Pole and Line), Tonda
(Trolling), Rawai dasar (Bottom long line), Pancing cumi (squid
jigger), dll.
2) Ikan yang dapat ditangkap sekaligus banyak. Contoh alat
penangkap ikannya adalah yang termasuk dalam metode
penangkapan ikan dengan mengurung (dari samping/bawah), yaitu:
Pukat cincin (Purse seine), Lampara, payang, dll
3) Ikan yang hanya dapat ditangkap dengan mengumpulkannya sedikit
demi sedikit Contoh alat penangkap ikannya adalah yang termasuk
dalam metode penangkapan ikan yang dihela, ditarik, dan
didorong, ditunggu, dijerat dan dipuntal, yaitu trawl, gillnet, sudu,
seine net, bagan, bubu, setnet, dll.
5. Pengembangan kapal penangkap ikan, sumberdaya manusia perikana
tangkap, alat penangkap ikan, teknik penangkapan ikan, penanganan
hasil tangkap dan regulasi keberadaanya saling terkait satu sama lain,
yang didasari oleh bagaimana ikan ditangkap.
6. Kapal, awak kapal, alat penangkap ikan, ekslporasi dikenai regulasi
nasional maupun internasional.
7. Sejarah penangkap ikan dan pemburu sama tuanya, keduanya
merupakan suatu upaya memenuhi kebutuhan akan pakan, namun
entah kenapa memanah ikan yang berenang di rawa-rawa dianggap
sedang menangkap ikan sedangkan memanah seekor bebek yang juga
sedang berenang di tempat yang sama dianggap sedang berburu
padahal menggunakan alat yang persis sama.
8. Peralihan dari subsistence fishing ke commercial fishery dan sport
fishing disebabkan adanya peningkatan permintaan pasar kebutuhan
akan sumber makanan yang tidak memiliki substitusi, dan adanya
permintaan akan sesuatu yang dapat digunakan sebagai hiburan untuk
memuaskan kesenangan.
9. Sport fishing dari digolongkan kedalam perikanan skala kecil yang
didisain tidak untuk memenuhi kebutuhan hidup dari hasil
tangkapannya tapi untuk mengkonsentrasikan keterampilan agar
memperoleh kesenangan dan kepuasan.
10. Alat penangkap ikan yang aktif dan pasif adalah penggolongan yang
sangat sederhana ditinjau dari bagaimana ikan tertangkap. Aktif

58
Pendahuluan

menyatakan bahwa alat penangkap ikan harus mendekati, memburu


ikan, sedangkan pasif ikan mendekati, menabrak, terperangkap ke alat
penangkap ikan yang diam.
11. Buruh dan Penangkapan Ikan Secara Kolektif; Buruh adalah orang yang
mengerjakan pekerjaan penangkapan ikan yang dibayar atau digaji oleh
pemilik atau nakhoda kapal sesuai dengan volume pekerjaan yang telah
dilaksanakannya.
12. Penangkapan ikan secara kolektif lebih mengarah pada sistem koperasi
atau dikenal sekarang dengan istilah pola PIR atau sister.
13. Tenaga Kerja, Mekanisasi dan Otomatisasi; Tenaga kerja di kapal atau
dikenal dengan Awak Kapal sama dengan buruh, adalah orang yang
dinbayar untuk melaksanakan pekerjaan baik berdasarkan kontrak
maupun pekerja tetap.
14. Mekanisasi adalah proses memudahkan pekerjaan manusia dengan
menggunakan tenaga mekanik, namun manusia masih berperan dalam
pekerjaan sebagai pengontrol.
15. Kepentingan Tenaga Kerja Perikanan Indonesia baik yang bekerja di
kapal-kapal domestik maupun kapal asing atau kapal asing yang
beerada di negara asing telah dilindungi oleh regulaasi yang dikeluarkan
oleh Pemerintah Indonesia, selama regulasi tersebut ditaati.
16. Otomatisasi adalah proses menjauhkan tenaga manusia dari
pekerjaannya, dengan kata lain manusia dihindarkan dari bahaya
langsung yang diakibatkan oleh peralatan atau pengurangan tenaga
manusia untuk meningkatkan margin perusahaan.
17. Teknologi Penangkapan ikan adalah semua cara dalam melaksanakan
proses penangkapan ikan dari mulai ikan ditangkap hingga ikan sampai
ke konsumen.
18. WPP RI terbagi dalam 11 wilayah pengelolaan penangkapan Ikan.

Pertanyaan
1. Lelaskan apa yang dimasud dengan metode penangkapan ikan?.
2. Jelaskan apa yang dimaksud dengan menangkap ikan ?

Supardi Ardidja-2010 59
Pendahuluan

3. Apakah perbedaannya antara menangkap dan memburu pada


perikanan ?
4. Jelaskan apa yang dimaksud dengan perikanan subsisten, berikan
contohnya ?
5. Jelaskan apa yang dimaksud dengan perikanan komersil, berikan
contohnya ?
6. Jelaskan apa yang dimaksud dengan sport fishing, berikan contohnya ?
7. Jelaskan apa yang dimaksud dengan alat penangkap ikan aktif dan pasif
ditinjau dari sudut metode penangkapan ?.
8. Jelaskan apa ide dasar metode penangkapan ikan?
9. Jelaskan apa yang dimaksud dengan buruh, ?
10. Jelaskan apa yang dimaksud dengan penangkapan secara kolektif ?
11. Jelaskan apa yang dimaksud dengan teknologi penangkapan ikan ?

Pilihan Ganda
1. Seseorang yang sedang menangkap bebek di danau dengan panah
disebut sebagai seorang:
D. penangkap
A. nelayan B. pemburu C. pemanah ikan
2. Seseorang yang sedang menangkap ikan di danau dengan panah
disebut sebagai seorang:
D. penangkap
A. nelayan B. pemburu C. pemanah ikan
3. Menangkap ikan di laut yang dilakukan oleh perorangan atau kelompok
dengan tujuan untuk hiburan dan kesenangan disebut sebagai:
A. subsistence B. commercial C. commercial D. sport fishing
fishing fishery fishing
4. Alat penangkap ikan yang aktif dan pasif adalah penggolongan yang
sangat sederhana ditinjau dari bagaimana alat penangkap ikan tersebut
menangkap ikan. Pilih salah satu yang alat penangkap ikan aktif
A. Long line B. trolling C. trawl D. gill net
5. Alat penangkap ikan yang aktif dan pasif adalah penggolongan yang
sangat sederhana ditinjau dari bagaimana alat penangkap ikan tersebut

60
Pendahuluan

menangkap ikan. Pilih salah satu yang alat penangkap ikan pasif
A. Long line B. trolling C. trawl D. gill net
6. Seseorang yang dibayar untuk menangkap ikan dan hasilnya
diperuntukkan bagi yang membayar , pilih satu yang bukan termasuk
sebagai buruh
A. Awak Kapal B. ABK C. Pemilik D. Nakhoda
7. Tenaga Kerja, Mekanisasi dan Otomatisasi; Tenaga kerja di kapal atau
dikenal dengan Awak Kapal adalah orang yang dibayar untuk
melaksanakan pekerjaan baik berdasarkan kontrak maupun pekerja
tetap atau
A. Pelayar B. Buruh C. Pemilik D. Nakhoda
8. Penangkapan ikan secara kolektif lebih mengarah pada sistem koperasi
atau dikenal sekarang dengan istilah
A. Bagi hasil B. PIR C. Perikanan D. Kelompok
etalase
9. Otomatisasi adalah proses ………….. tenaga manusia dari pekerjaannya,
dengan kata lain manusia dihindarkan dari bahaya langsung yang
diakibatkan oleh peralatan atau pengurangan tenaga manusia untuk
meningkatkan margin perusahaan
A. menjauhkan B. mendekatka C. mekanisasi D. menyenangka
n n
10. Mekanisasi adalah proses ……………pekerjaan manusia dengan
menggunakan tenaga mekanik, namun manusia masih berperan dalam
pekerjaan sebagai pengontrol.
A. menjauhkan B. mendekatkan C. memudahkan D. menyulitkan

Tugas
Buatlah paper berdasarkan studi berbagai literatur dan data
statistik Perikanan Indonesia atau hasil pengamatan langsung dari
pelabuhan pendaratan ikan terdekat, tentang alat penangkap ikan apakah

Supardi Ardidja-2010 61
Pendahuluan

yang dapat digolongkan kepada alat penangkap ikan yang menangkap ikan
seekor demi seekor, sekaligus banyak, dan yang dikumpulkan sedikit demi
sedikit.

DAFTAR PUSTAKA
Ayodhyoa, A.U., Metoda Penangkapan Ikan, Yayasan Dewi Sri, Bogor, 1974
B.C. Ministry Of Environment, Fish Collection Methods And Standards, Digital Version 4.0,
ISBN 0-7726-3241-3, Published By The Resources Inventory Committee, Province
Of British Columbia,1997
Ben Yami M., Tuna Fishing with Pole and Line, FAO, Fishing New’s book Ltd., Farnham,
Surrey, England, 1980.
Ben Yami, M., Purse Seining Manual FAO Fishing Manual; published by Fishing News Books
Ltd; UK Handlining and Squid Jigging FAO Training Ser. 23 (in English, French and
Spanish) , 1994.
Ben-Yami, M. 1989. Fishing with Light (An FAO Fishing Manual). Blackwell Science Ltd.,
Oxford. 132pp.
Beverly, Steve., Lindsay Chapman And William Sokimi, Horizontal Longline Fishing Methods
And Techniques, A Manual For Fishermen, Secretariat Of The Pacific Community,
ISBN 982-203-937-9, Noumea, Multipress, Noumea, New Caledonia, (Pdf), 2003.
Bjarnason, B. A., Handlining and squid jigging, FAO TRAINING SERIES No. 23, ISBN 92-5-
103100-2, Food and Agriculture Organization of the United Nations, Rome, 1992
Bjordal, Å. and Løkkeborg, S. 1996. Longlining. Fishing News Books, Blackwell Science Ltd.,
Oxford. 156 pp.
Brand, A Vont, Fishing Gear Methods, Food And Agriculture Organization Of The United
Nations, Rome, 1985
Brand, A. Vont, Fish Catching Methods of The World, Fishing News Books Ltd., Farnham,
Surrey, England, 1984.
Carpenter, Kent E., The Living Marine Resources Of The Western Central Pacific, Volume 4,
Bony Fishes Part 2 (Mugilidae to Carangidae), Food And Agriculture Organization
Of The United Nations, Rome, 1999.
Cowx, I.G. and Lamarque, P. (eds.). 1990. Fishing with Electricity (Applications in freshwater
fisheries management). Blackwell Science Ltd., Oxford. 272 pp.
FAO Fish Tech. Pap. 222 Rev.1 FAO catalogue of fishing gear design (multi-lingual).
FAO Fisheries Technical Paper 339. FAO, Rome. 233pp.
FAO Fishing Manual; Published by Fishing News Books Ltd; UK Small-Scale Fishing with
Driftnets. FAO Fish. Tech. 284 (in English, French and Spanish)
FAO, Fishing gears and methods Related documents Definition and Classification of Fishing
Gear Categories (multi-lingual).
FAO, Fishing News Books Ltd; UK FAO catalogue of small scale fishing gear; 2nd edition
(multi-lingual). Fishing News Books Ltd; UK Fish Catching Methods of the World
(Third edition; 1984).
FAO, Fishing with Bottom Gillnets FAO Training Ser. 3 (in English, French and Spanish) Purse
Seining with Small Boats FAO Training Ser. 13 (in English, French and Spanish)
FAO, Longline Fishing FAO Training Ser. 22 (in English, French and Spanish) Trials and
developments in fishing with handlines carried out by FAO during 1977-89.
Fisheries Circular No. 830 (in English)

62
Pendahuluan
FAO, Species Fact Sheets, FIGIS on line, 2010.
FAO, Tata Laksana untuk Perikanan yang Bertanggung Jawab, Departemen Pertanian
Republik Indonesia, Rome, 1995.
Flewwelling, P., An Introduction To Monitoring, Control And Surveillance Systems For
Capture Fisheries, ISBN 92-5-103584-9, Food and Agriculture Organization of the
United Nations Rome, 1994.
Fyson, J., Design of Small Fishing vessels, FAO Fishing News Books, England, 1985
Gabriel, O. Andreas Von Brandt (ed.). (in prep.). Fish Catching Methods of the World. (Fourth
Edition). Blackwell Science Ltd., Oxford. ISBN 13: 978-058238-280-6, 2005.
Galbraith, R.D. and A Rice, An Introduction to Commercial Fishing Gear and Methods Used in
Scotland, Fisheries Research Services, E S Strange FRS Marine Laboratory, Scottish
Fisheries Information, No. 25 2004, ISSN: 0309 9105 , Aberdeen, 2004
Garry L. Preston, Paul D. Mead, Lindsay B. Chapman & Pale Taumaia, Deep-Bottom Fishing
Techniques For The Pacific Islands, A Manual For Fishermen, AUSAID, Secretariat
Of The Pacific Community, Australian Agency For, International Development,
1999.
Hardy , R. And J. G. M. Smith, Catching And Processing Scallops And Queens, Ministry Of
Agriculture, Fisheries And Food Torry Research Station, Torry Advisory Note No.
46, FAO In Partnership With Support Unit For International Fisheries And Aquatic
Research, Sifar, 2001
Illustration of Japanese Fisihing Vessels.
ISSCFG Classification, FAO-Fish.Tech.Pap.222, p
Keputusan Menteri Kelautan Dan Perikanan Republik Indonesia Nomor Kep. 50/Men/2008
Tentang Produktivitas Kapal Penangkap Ikan
Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 316/Kmk.06/2001 Tanggal 21 Mei
2001 Tentang Tatacara Pengenaan Dan Penyetoran Pungutan Perikanan
Mcgrath, C.J, Eifac Consultation On Eel Fishing Gear And Techniques, Food And Agriculture
Organization Of The United Nations, Rome, 1971
Mulyanto, Definisi dan Klasifikasi Bentuk Kapal Perikanan, terjemahan dari Definition and
Classification of Fishery Vessel types, FAO Fisheries Technical Paper 267, 1985.
1986.
Nedelec C., Definisi Dan Penggolongan Alat Penangkap Ikan, Disesuaikan dan Dilengkapi
Untuk Keadaan Indonesia oleh Fauzi, Zarochman dan Nasruddin Siregar, Balai
Pengembangan Penangkapan Ikan Semarang, Food And Agriculture Organization
Of The United Nations, Semarang, 1989.
Nédélec, C. and Prado, J. (eds.). 1989. FAO Catalogue of Small Scale Fishing Gear. Blackwell
Science Ltd., Oxford. 224pp.
Nédélec, C. and Prado, J. 1990. Definition and classification of fishing gear categories. FAO
Fisheries Technical Paper 222. Revision 1. FAO, Rome. 92pp.
Nomura, M. (1981). Fishing Techniques (2). Japan International Cooperation Agency,
Tokyo. 183 pp.
Nomura, M. And T. Yamazaki, Fishing Techniques, Vol. 1, Textbooks of SEAFDEC, Japan
International Cooperation Agency, Tokyo., 1975.
Nomura, M., and T. YAMAZAKI, (1977). Fishing Techniques (1). Japan International
Cooperation Agency, Tokyo. 206 pp.
Peraturan Menteri Kelautan Dan Perikanan Nomor: Per. 06/Men/2005 Tentang Penggantian
Bentuk Dan Format Perizinan Usaha Penangkapan Ikan, 2005

Supardi Ardidja-2010 63
Pendahuluan
Peraturan Menteri Kelautan Dan Perikanan Republik Indonesia Nomor Per.12/Men/2009
Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kelautan Dan Perikanan Nomor
Per.05/Men/2008 Tentang Usaha Perikanan Tangkap, 2009
Peraturan Menteri Kelautan Dan Perikanan Republik Indonesia Nomor Per.08/Men/2008
Tentang Penggunaan Alat Penangkapan Ikan Jaring Insang (Gill Net) Di Zona
Ekonomi Eksklusif Indonesia, 2008
Peraturan Menteri Kelautan Dan Perikanan Republik Indonesia Nomor Per. 05/Men/2007
Tentang Penyelenggaraan Sistem Pemantauan Kapal Perikanan, 2007
Peraturan Menteri Kelautan Dan Perikanan Republik Indonesia Nomor Per.06/Men/2008
Tentang Penggunaan Alat Penangkapan Ikan Pukat Hela Di Perairan Kalimantan
Timur Bagian Utara , 2008
Peraturan Menteri Kelautan Dan Perikanan Republik Indonesia Nomor Per.09/Men/2008
Tentang Penyelenggaraan Pendidikan Dan Pelatihan Di Lingkungan Departemen
Kelautan Dan Perikanan
Peraturan Menteri Kelautan Dan Perikanan Republik Indonesia Nomor Per.03/Men/2009
Tentang Penangkapan Ikan Dan/Atau Pengangkutan Ikan Di Laut Lepas
Peraturan Menteri Kelautan Dan Perikanan Republik Indonesia Nomor Per.11/Men/2009
Tentang Penggunaan Pukat Ikan (Fish Net) Di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia
Peraturan Menteri Kelautan Dan Perikanan Republik Indonesia Nomor Per.12/Men/2009
Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kelautan Dan Perikanan Nomor
Per.05/Men/2008 Tentang Usaha Perikanan Tangkap
Peraturan Menteri Kelautan Dan Perikanan Republik Indonesia Nomor Per.02/Men/2009
Tentang Tata Cara Penetapan Kawasan Konservasi Perairan Menteri Kelautan
Peraturan Menteri Kelautan Dan Perikanan. Nomor: Per.15/Men/2005, Tentang,
Penangkapan Ikan Dan/Atau Pembudidayaan Ikan Di Wilayah Pengelolaan
Perikanan Republik Indonesia Yang Bukan Untuk Tujuan Komersial, Menteri
Kelautan Dan Perikanan, Jakarta, 31 Oktober 2005.
Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM 9 2005 Tentang Pendidikan dan Pelatihan Serta
Sertifikasi Pelaut Kapal Penangkap Ikan, 2005.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2000 Tentang Kepelautan, 2000
Potter, E.E.E and M.G. Pawson, Gill Netting, Laboratory leaflet No. 69, Ministry Of
Agriculture, Fisheries And FoodDirectorate Fisheries Research, Lowestoft, 1991.
Prado, J. FAO Definition and classification of fishing gear categories. Fishery Industries
Division, 1990.
Preston, G.L. et all, Trolling Techniques For The Pacific Islands, A Manual For Fishermen, The
Commonwealth Foundation, FAO/UNDP, South Pacific Regional Fisheries
Development Programme, United States Agency For International Development,
New Caledonia,1987
Preston, Garry Leonard, at all, Trolling techniques for The Pacific Islands, A Manual For
Fishermen, South Pacific Commission Noumea, New Caledonia, 1987.
Preston, Garry Leonard, at all, Vertical Longlining and other Methods of Fishing around Fish
Aggregating Devices (FADs), A Manual For Fishermen, Secretariat of the Pacific
Community, New Caledonia, 1998.
Sainsbury, J.C., Commercial Fishing Methods. Fishing News (Books), London. 119 pp. 1971.
Sainsbury, J.C.. Commercial Fishing Methods (an introduction to vessel and gear). Blackwell
Science Ltd., Oxford. 1996.
Schaefer, Kurt M., Vertical Movement Patterns of Skipjack Tuna (Katsuwonus Pelamis) in The
Eastern Equatorial Pacific Ocean, as Revealed with Archival Tags, NOAA, Fish. Bull.
105:379–389 ,2007.

64
Pendahuluan
Scharfe, J. (ed.)., FAO Catalogue of Fishing Gear Designs. Blackwell Science Ltd., Oxford.
1989.
Sea Grant Sea Grant, Known Your Net, Identifying & Avoiding Commercial Fishing Nets,
education, research, outreach, on line, http://www.miseagrant.umich.edu/nets/
largegill.html, Michigan, 2007.
Sokimi, William and Lindsay Chapman, Technical Assistance to The Republic of Nauru to
Provide Training in Mid-Water Fishing Techniques that can be Used in Association
with Fish Aggregating Devices (Fads), Field Report No. 16, Secretariat of the Pacific
Community, Noumea, New Caledonia, 2002.
Uktolseja JCB, B Gafa, R Purwasasmita, B Iskandar, Sumberdaya Ikan Pelagis Besar: Potensi
dan Penyebaran Sumberdaya Ikan Laut di Perairan Indonesia. Jakarta: Departemen
Pertanian. 1997
Undang-Undang Republik Indonesia , Nomor 9 Tahun 1985 , Tentang Perikanan
Watt , Robert B., Modern Purse Seine Fishing with Winch and Sonar, Technical Report
No.288, SEA FISH Industri Autority, SFDP, July 1986.
Welcomme, R.L., River Fisheries- The Fishery, Fao Fishery Resources And Environment
Division, M-42 Isbn 92-5-102299-2 (PDF), Food And Agriculture Organization Of
The United Nations, Rome, 1985.
Whitehead, Peter J.P., FAO Fisheries Synopsis No. 125, Volume 7, Part 1, food and
agriculture organization of the united nations, united nations development
programme, Rome, 1985.
Wiadnya, D.G.R et all,. Kajian Kebijakan Pengelolaan Perikanan Tangkap Di Indonesia:
Menuju Pembentukan Kawasan Perlindungan Laut (on pdf), suatu studi literatur.
www.coraltrianglecenter.org. 2004.

Supardi Ardidja-2010 65

You might also like