You are on page 1of 22

ASAL MULA dan PERKEMBANGAN JALAN REL dan

KERETA API
DI INDONESIA

Pada tahun 1731 tuan tanah Ralph Allen, pemilik istana Prior Park yang kaya
raya di Inggris, menugaskan insinyur tambang John Padmore untuk
membangun jalan rel dan pusat penggalian batu ke pangkalan penimbunan
dekat sungai di Avon bij Bath sepanjang hamper 2,5 km. Ketika itu batu
pecah merupakan barang yang laris di pasaran dan banyak dipakai untuk
bahan bangunan. Batu-batu tersebut dimuat ke dalam gerbong-gerbong
kokoh, yang dasarnya terbuat dari kayu eik. Rodanya dibuat dari besi cor
yang sudah diberi penyanggah pada lingkaran dalam roda yang sedikit
mencuat ke luar (flens) agar tidak keluar rel.

Muatan berat yang dilepas dari tempat yang tinggi, yaitu Clarton Down,
meluncur ke tempat yang lebih rendah ditepi sungai. Seorang petugas yang
berjalan kaki mengikuti kendaraan yang penuh muatan tersebut dari
belakang. Dia mengawasi keempat roda, dan sekaligus mengendalikan rem
sampai gerbong batu tersebut berhenti di tempat pembongkaran. Dari
tumpukan di pangkalan, pengangkutan lanjut kepada para langganan di
sekitarnya dilakukan melalui sungai dan terusan atau disebut juga jalan air.
Pada perjalanan balik yang arahnya mendaki, gerbong yang telah kosong
tersebut ditarik oleh kuda. Petugas kawal yang tadinya juru rem, kemudian
berganti fungsi menjadi sais.
Kemudian ditemukan ternyata jalur jalan tapak lintasan roda-roda kereta
cepat rusak. Hal ini menyebabkan meningkatnya gesekan antara roda-roda
kendaraan dan pemukaan jalannya, yang berakibat daya tarik kuda menurun.
Dalam rangka mengatasi kelemahan tersebut, segera diketahui bahwa
gesekan antara roda kendaraan dan permukaan jalan harus dikurangi
sebanyak mungkin. Untuk itu muka jalan tapak lintasan roda dilapisi dengan
papan-papan kayu kea rah memanjang. Agar kedudukannya kokoh, maka
papan kayu itu ditambatkan pada bantalan-bantalan yang melintang yang
terbuat dari kayu atau batu belah. Kemudian ternyata papan-papan kayu
cepat aus sehingga selanjutnya muka atsnya dilindungi dengan lembaran-
lembaran besi. Papan lintasan roda lebih kuat dan awet, tetapi sebaliknya
roda-roda kendaraan menjadi cepat aus. Untuk mengatasi ini akhirnya
digunakan roda-roda yang terbuat dari besi (1734). Tetapi ternyata roda-roda
dari besi cepat mengauskan papan-papan besi, maka untuk mengatasinya
pada tahun 1767 mulai digunakan rel-rel masif yang terbuat dari besi tuang.
Masalh berikutnya yang timbul adalah melesetnya roda-roda besi dari
batang-batang rel lintasannya. Untuk mencegahnya, batang-batang relnya
diberi pinggul tegak pada tepinya. Pinggul ini berfungsi sebagai pengantar
jalannya roda di ats rel. Sejak masa itu terdapatlah perbedaan antara jalan
raya dengan jalan rel. Sejak masa itu pula selalu timbul persaingan secara
teknologis antara para perancang jalan rel dengan para perancang
kendaraannya.

Perbaikan-perbaikan pada bentuk rel terus dilakukan untuk perkembangan.


Akhirnya, digunakanlah rel berbentuk T terbalik yang dirancang oleh Robert
L. Stevens, seorang insinyur kepala pada Camden dan Amboy Railroad.
Sedangkan di Inggris digunakan rel-rel dengan kepala di atas dan di bawah
sehingga dapat dibalik-balik.
Pada tahun 1798 William Jessop, seorang pandai besi di Derby, Inggris,
memikirkan suatu cara untuk memasang pengantar-pengantar jalannya roda
pada rodanya sendiri, yaitu dengan menambatkan roda yang lebih besar
konsentris pada rodanya. Dengan demikian, rodanya mendapat flens. Mula-
mula flens itu dipasang di sebelah luar relnya, tetapi sekitar tahun 1800
Jessop mengubah rancangannya dan menetapkan flensnya di sebelah dalam
rel. Pada tahun 1855 untuk pertama kali digunakan rel-rel baja proses
Bessemer.

Pembangunan Jalan Rel di Pulau Jawa

Gagasan awal pembanguna jalan rel dan transportasi kereta api di Indonesia
dimulai di Pulau Jawa yang dipicu oleh meningkatnya produksi tanaman
ekspor pada awal abad ke 19, seperti the, kina, gula, kopi, dan desakan
kepentingan pertahanan pemerintah jajahan. Pencetus usul pertama adalah
Kolonel Jhr. Van Der Wijk, seorang militer, yang pada tanggal 15 Agustus
1840 mengusulkan agar di Pulau Jawa dibangun alat transportasi baru yaitu
kereta api, untuk menggantikan cara pengangkutan dengan hewan. Yang
diusulkannya adalah jalur dari Surabaya ke Jakarta melalui Surakarta,
Yogyakarta, dan Bandung. Di negeri belanda sendiri transportasi kereta api
pada saat itu baru mulai berjalan satu tahun. Usul ini menalami perjalanan
pertentangan pro dan kontra, sehingga membutuhkan waktu sampai pada
awal pelaksanaanya.

Pada tanggalm31 Oktober 1852 pemerintah kerajaan Belanda mengeluarkan


surat keputusan (No. H22. Ind. Stbl. 1853 No. 4) yang menetapkan
pemberian kemudahan-kemudahan bagi kalangan pengusaha swasta yang
bermaksud untuk mendapat konsesi (izin) pembukaan jalan rel atau usaha
alat transportasi kereta api di Pulau Jawa.

Pada tahun1862 untuk pertama kalinya pemerintah memberikan konsesi


kepada beberapa orang pengusaha swasta yang kemudian mendirikan
perusahaan kereta api swasta Nederlanssch-Indische Spoorweg Maatschappij
(NISM) yang dipimpin oleh Ir. J.P. de Bordes. Pada mulanya konsesi NISM ini
diusulkan konsorsium para ahli terdiri dari W. Poolman, A. Fraser, dan E.H.
Kol. Permohonan konsesi Poolman dan kawan-kawan itu dikabulkan oleh
pemerintah colonial Hindia Belanda melalui surat keputusan Gubernur
Jenderal No. 1 tanggal 28 Agustus 1862. Jalur jalan rel yang disetujui adalah
dari Semarang ke Yogyakarta dan Surakarta, yang disyaratkan pemerintah
untuk diperluas dengan lintas cabang dari Kedungjati menuju Ambarawa,
dengan alas an diAmbarawa terdapat benteng Willem I yang penting artinya
dari segi militer. Pada tanggal 27 Maret 1864 Poolman dan kawan-kawan
memperoleh konsesi untuk memasang dan mengeksploitasi jalan rel di
daerah Jawa Barat yaitu pada jalur dari Jakarta ke Bogor. Pada waktu itu
Poolman dan kawan-kawan mendirikan perusahaan kereta api (didirikan
tahun 1863) yang diberi nama Naamlooze Venootschap Nederlandsch-
Indische Spoorweg-Maatschappij (N. V NISM).

Jalur rel Semarang – Yogyakarta, selesai pada tahap pertama untuk jalur
Kemijen ke Tnggung sepanjang 25 km pada tanggal 10 Agustus 1867 dan
kereta api mulai dioperasikan untuk umum, kemudian jalur secara utuh
selesai pada tanggal 21 mei 1873,dan pada tahun itu dibuka operasional
transportasi kereta api Semarang-Yogyakarta untuk umum. Lintas cabang ke
Ambarawa diselesaikan NISM tanggal 21 Mei 1873. Lebar rel adalah 1,435 m.

Pembuatan jalan rel Jakarta-Bogor dimulai NISM tahun 1869, dengan lebar
1,067 m, secara bergelombang, pengoperasiannya pun diberlakukan secara
bergelombang. Pada tahun 1871 mulai dioperasikan jalur Pasar Ikan –
Gambir, kemudian tahun 1872 jalur Gambir- Jatinegara, dan 31 Januari 1873
dioperasikan jalur Jatinegara- Bogor, sehingga sejak saat itu jalur Bogor-
Jakarta terhubungkan operasi kereta api untuk umum. Di jalur ini terdapat 15
stasiun : Jakarta Kota, Sawah Besar, Pintu Air (Noordwijk), Gambir,
Pegangsaan, Jatinegara, Pasar Minggu, Lenteng Agung, Pondok Cina, Depok,
Citayam, Bojong Gedeh, Cilebut, dan berakhir di Bogor. Pnajang bagian
Jakarta adalah 9,270 m, bagian Jatinegara 20,344 m, dan bagian Bogor
28,344 m, total 58,506 m.
Pada tanggal 6 April 1875 pemerintah mengambil keputusan untuk
membangun sendiri dan mengeksploitasi kereta api, setelah terlebih dahulu
didiskusikan di Majelis Rendah dan Majelis Tinggi Kerajaan Belanda. Yang
pertama kali dibangun adalah jalan rel jalur Surabaya-Pasuruan-Malang,
sepanjang 112 km. Dilaksanakan pembangunan jalur rel dan pengoperasian
kereta api secara bertahap, tahap pertama selesai dibangun dan dibuka
pengoperasian jalur Surabaya-Pasuruan tanggal 16 Mei 1878, tahap kedua
jalur Pasuruan-Malang tanggal 20 Juli 1878, jalur ini terdiri dari bagian jalur
Bangil-Sengon, Sengon-Lawang, dan Lawang-Malang. Perusahaan milik
pemerintah ini bernama Staats Spoorwegen (SS).

Sementara itu pada tahun 1875-1877 diadakan penelitian lanjutan untuk


pembukaan lintas Jakarta-Bandung dan Sidoarjo-Madiun-Surakarta, disertai
juga pembukaan lintas cabang Kertosono melalui Kediri ke Blitar.
Keuntungan yang diperoleh perusahaan kereta api swasta NISM dari
pengoperasian kereta api jalur Semarang-Yogyakarta dan Jalur Jakarta-Bogor
sejak tahun 1875 dan juga keuntungan yang dikantungi perusahaan kereta
api pemerintah SS memberi gambaran dan harapan baru kepada para
pengusaha swasta yang telah berminat untuk menanamkan modal mereka
dalam kegiatan jasa angkutan kereta api. Mereka ulai lagi mengajukan
konsesi kepada pemerintah. Adapun perusahaan kereta api dan trem yang
mendapat konsesi untuk memasang jalan rel dan mengeksploitasi kereta api
dan trem sebagai alat angkutan di Indonesia waktu itu adalah :
(1) Semarang-Joana Stoomtram Maatschappij (SJS) yang mendapat
konsesi tahun 1881 serta membangun jalan rel lintas : Semarang-
Lasem (1883-1900), Lasem-Jatirogo (1914-1919), Demak-Blora
(1884-1894), Rembang-Cepu (1901-1903), Purwodadi-Gundih
(1884), Wirosari-Kradenan (1898), Kudus-Pancangakan (1887-1895)
yang melalui daerah-daerah penghasil gula, kapuk, kayu jati, tras,
dan bahan bangunan lainnya.
(2) Javaasche Spoorweg Maatschappij (JSM) yang mendapat konsesi
tahun 1882 dan membangun jalan rel lintas Tegal-Balapulang.
(3) Deli Spoorweg Maatschappij (DSM) yang mendapat konsesi tahun
1883.
(4) Poerwodadi-Goendih Stoomtram Maatschappij (PGSM) yang
mendapat konsesi tahun 1883
(5) Bataviaasche OosterSpoorweg Maatschappij (OJS) yang mendapat
konsesi tahun 1884 dan membangun lintas Jakarta-Bekasi (1887)
(6) Ooster Java Stoomtram Maatschappij (OJS) yang mendapatkonsesi
tahun 1886 dan membangun jalan rel sekitartahun 1889-1923
untuk lintas Ujung-Krian, lintas di sekitarMojokerto, dan jalan-jalan
trem listrik di kota Surabaya
(7) Solosche Tramweg Maatschappij (SoTM) yang mendapat konsesi
tahun 1890 dan membangun jalan rel lintas Surakarta-Boyolali
(sekitar tahun 1892 sebagaitrem yang ditarik kuda , kemudian
tahun 1900 sebagaitrem biasa
(8) Serajoedal Stoomtram Maatschappij (SDS) yang mendapat konsesi
tahun 1893, membangun jalan rel lintas Maos-Purbalingga dan
lintas Banjarnegara-Wonosobo antara tahun 1896-1917
(9) Semarang-Cheribon Stoomtram Maatschappij (SCS)yang mendapat
konsesi tahun 1893
(10) Pasoeroean Stoomtram Maatschappij (PsSM) yang mendapat
konsesi padatahun 1893, membangun jalan rel di sekitar Pasuruan
dan Wonorejo pada tahun 1896-1912
(11) Bataviasche Stoomtram Maatschappij (BSTM) yang mendapat
konsesi tahun 1893
(12) Probolinggo Stoomtram Maatschappij (PbSM) yangmendapat
konsesi tahun 1894, membangun jalan rel lintas Probolinggo-
Kraksaan-Paiton tahun 1897-1912
(13) Kediri Stoomtram Maatschappij (KSM) yang mendapat konsesi
tahun 1894, membangun jalan rel di sekitar Kediri, Jombang, dan
Pare tahun 1897-1899
(14) Modjokerto Stoomtram Maatschappij (KSM) yang mendapat
konsesi tahun 1895 membangun jalan rel lintas Mojokerto-Porong-
Bangil tahun 1898-1899
(15) Babat-Djombang Stoomtram Maatschappij (BDSM) yang
mendapat konsesi tahun 1896, membangun lintas Babat-Jombang
(1899-1902), tetapi sejak tanggal 1 Desember 1916 diambil alih
oleh SS
(16) Madoera Stoomtram Maatschapiij (MT) yang mendapat konsesi
tahun 1896, membangun lintas Kamal-Pamekasan pada tahun
1898-1913
(17) Malang Stoomtram Maatschappij (MS) yang mendapat konsesi
tahun 1901, membangun jalan rel lintas di sekitar Malang dan
Singosari tahun 1897-1908

Sampai dengan tahun 1901 telah ada 18 perusahaan kereta api dan trem
swasta (termasuk NISM) yang diberi konsesi untuk membuka jalan rel dan
pengusahaan kereta api dan trem di Indonesia.

Antara tahun 1884-1898 SS membuka beberapa jalur jalan rel baru yang
terdiri dari :
- Lintas Pasuruan-Probolinggo pada tanggal # Mei 1884
- Lintas Surabaya-Surakarta melaluiWonokromo serta Sdiarjo pada
tahun 1884
- Lintas Sidoarjo-Madiun-Blitar pada tanggal 16 Mei 1884
- Lintas Bogor-Bandung-Cicalengka pada tanggal 10 September 1884
- Lintas Yogyakarta-Cilacap pada tahun 1887
- Lintas Cicalengka-Cilacap pada tahun 1894
- Lintas Wonokromo-Tarik, sehingga kereta api lintas Surabaya-
Surakarta tidak perlu lewat Sidoarjo
- Lintas Cicalengka-Garut pada tahun 1886
Dengan ditemukannya sumber minyak bumi di Cepu, maka dilaksanakan
pembangunan jalan kereta api jalur Gundih-Surabaya, tahap pertama selesai
tahun 1900 dan tahap kedua tahun 1901.

Dalam dua puluh tahun terakhir abad 19 dibangun pula jaringan jalan rel
yang tembus ke ujung barat dan ujung timur Pulau Jawa serta
menyambungkan kota-kota di sepanjang pesisir utara Pulau Jawa. Yang
dimaksud adalah jalur Pasuruan- Panarukan dan jalur Panarukan-Banyuwangi
yang melintasi daerah-daerahpenghasil tembakau, kopi, gula dan tanaman
palawija di bagian timur Jawa timur, jalur Jakarta-Duri–Rangkasbitung-
Cilegon-Anyer Kidul (sepanjang 175 km, selesai tahun 1900) dan jalur
Cilegon-Merak (selesai tanggal 1 Desember 1914) yang membuka
keterpencilan daerah Banten; serta jalur Semarang-Cirebon yang dibuka
untuk umum tahun 1897 dan 1915. Di samping itu dibuka pula untuk umum
jalur Jakarta-Bekasi-Krawang (dibeli oleh SS dari BOS tanggal 4 Agustus
1898), Krawang-Cikampek-Purwakarta-Padalarang (mulai beroperasi tanggal
2 Mei 1906), dan jalur Cikampek-Cirebon yang dibuka oleh Gubernur Jenderal
A.W.F. Idenburg tanggal 3 Juni 1912.

Sesudah tahun 1900 pembangunan jalan rel di Jawa dilanjutkan oleh SS,
dikeluarkan undang undang tanggal 29 Desember 1900 yang menetapkan
bahwa pembangunan jalan rel dari Krawang menuju Cikampek-Padalarang
pada lintasan Bogor-Bandung-Yogya dapat dilaksanakan. Jalur jalan rel
sepanjang 97 km itu diantaranya menembus wilayah pegunungan sepanjang
56 km di daerah Parahiyangan. Pembangunan jalan rel ini dapat diselesaikan
pada bulan Mei 1906.

Beberapa waktu kemudian lintas Banten diperluas lagi dengan membangun


jalan rel sejauh 56 km antara Rangkasbitung dan Labuhan. Pembukaan lintas
Cikampek-Cirebon sepanjang 137 km pada bulan Juni1912 merupakan
peristiwa pentin juga, karena stasiun Cikampek menjadi penampung dan
penyalur kereta api kearah utara dari Bandung.
Berdasarkan ketetapan dikeluarkan tanggal 31 desember 1912,
pembangunan jalan rel lintas tersebut mulai dioperasikan pada tahun 1917,
namun perjalanan kereta api selama satu hari antara Jakarta-Surabaya baru
dapat terlaksana pada tanggal 1 Nopember 1929.

Pada thun 1911 keluar keputusan untuk membangun jalan rel lintas Banjr-
Parigi, yang kemudian dilanjutkan sampike Cijulang di wilayah Jawa Barat
bagian tenggara. Selama hamper 26 tahun sejak memasuki abad ke-20
perusahaan kereta api negara (SS) membangun lintas-lintas cabang yang
menghubungkan kota-kota kecil dengan kota-kota besar. Lintas-lintas cabang
dimaksud antara lain: Tasikmalaya-Singaparna (1911), Jatibarang-Indramayu
(1912), Banjar-Parigi (1921), Rancaekek-Jatinegara (1921), Bandung-Ciwidey
(1924), Dayeuhkolot-Majalaya (1922), Jatibarang-Karangampel (1926),
Krawang-Rengasdengklok dengan lebar sepur 600 mm (1909), Cikampek-
Cimalaya dengan lebar sepur 600 mm (1909), Madiun-Ponorogo-
Balong/Sumoroto (1907), Rogojampi-Benculuk (1922), dan Surakarta-
Wonogiri Batureno (1922). Sedangkan SCS membangun lintas cabang
Cirebon-Kadipaten (1901), Pekalongan-Wonopringgo (1916), dan Balapulang-
Margasari (1918).

Gambaran mengenai perluasan jaringan jalan rel di Pulau Jawa sampai tahun
1900 dapat dilihat dari table berikut :

Tabel Panjang Jalan Rel di Pulau Jawa Tahun 1867-1900 dalam Kilo
Meter

Tahun Pemerintah Swasta Jumlah


1867 Belum 25 25
1870 Belum 110 110
1880 144 261 405
1890 919 508 1427
1900 1656 1682 3338
Sumber: Suhartono, 1976, Tim Telaga Bakti Nusantara, Sejarah
Perkeretaapian Indonesia, 1997
Kereta api listrik mulai dioperasikan di Indonesia sejak 6 April 1925 untuk
jalur Tanjungpriok-Jatinegara., kemudian terus dilanjutkan sampai ke Bogor
dan jalur melingkar dalam kota Jakarta.

Pada jlaur Jakarta-Surabaya yang tersambungkan mulai tahun 1894, pernah


terjadi keharusan berganti kereta sampai empat kali dikarenakan pemilik
kereta yang berbeda (SS milik pemerintah, dan NISM milik swasta), dan yang
terpenting karena ukuran relying berbeda, yaitu 1.067 mm dan 1.435 mm, rel
yang dibangun oleh SS umumnya berukuran 1.067 mm, beroperasi sampai
sekarang.

Pembangunan Jalan Rel di Pulau Sumatera

Jalur jlan kereta api di Pulau Sumatera belum tersambungkan menyatu


seperti di Jawa. Pembangunannya terpencar di wilayah Aceh dan Sumatera
Utara bagian timur, Sumatera Barat dan Sumatera Selatan serta Lampung.
Penelitian dan persiapan bagi pembangunan jaringan jalan rel di Sumatera
Barat dikerjakan antara tahun 1873 sampai 1875. Keputusan mengenai
pelaksanaan pembuatan jalan rel itu dikeluarkan 12 tahun kemudian, pada
tahun 1887.

Pertama-tama dibangun jalan rel dari pelabuhan Telukbayur sampai ke


Sawahlunto. Jalur rel ini diselesaikan pada tanggal 1 Januari 1894, pada
mulanya dibangun untuk alasan pertimbangan ekonomi yaitu berkaitan erat
dengan penambangan batubara di Ombilin, tetapi sejak selesai dibangun
jalur ini dibuka pula untuk umum. Pengelolaan dipegang oleh Soematera
Staatsspoorwegen (SSS), perusahaan kereta api pemerintah. Selanjutnya
(1896), dibangun pula jalan rel simpang dari Bukittinggi ke Payakumbuh,
selesai tahun 1906. Jalan rel di daerah ini menggunakan lebar rel 1.067 mm.
Pada bagian melintas sisi Pegunungan Bukit Barisan dibangun melalui
Padangpanjang sepanjang 86 km dan dilengkapi rel bergigi pada tanjakan
yang terjal. Secara keseluruhan panjang jaringan jalan rel di Sumatera Barat
mencapai 290 km. Pada mulanyapengelolaan dilakukan dengan kerjasama
antara SSS dengan perusahaan tambang batubara Ombilin. Kemudian sejak
tahun 1917 pengelolaan dilakukan terpusat oleh SS yang berpusat di Jawa.

Jalan rel dengan alat angkut trem dibangun di daerah Aceh dengan alasan
pertimbangan pertahanan dan keamanan yaitu untuk memenangkan
peperangan anatar pemerintah colonial denganpara pejuang Aceh.
Pembangunan jalan rel dilakukan oleh Departemen Peperangan
(Departement van Oorlog) dimulai padatahun 1876 dari pelabuhan Uluelue
ke Kotaraja (Banda Aceh sekarang), ibukota Aceh, sepanjang 5 km. Ukuran
lebar sepur adalah 1.067mm. Jalan rel itu diperpanjang kearah selatan pada
tahun 1882, ukuran lebar sepur yang digunakan ialah 750 mm, jalan ryang
terdahulu kemudian diganti menjadi 750mm. Pada thun 1885 dibangun jalan
rel yang melingkar di sekeliling kota Kutaraja, tetapi pengerjaannya terhenti
pada tahun 1887. Didaerah tenggara Aceh dibangun jalan rel yang
menghubungkan Sigli dengan Seulimeum. Pembuatan jalan rel lanjutan dari
Seulimeum ke Keudeebreuh yang melintasi pegunungan dan bermedan berat
memakan waktu sampai 5 tahun, yaitu antara tahun 1903 sampai 1908.
secara berangsur-angsur perpanjangan jalan rel itu dilakukan sehingga
sampailah di Besitang dan Pangkalan Susu.

Sampai perang Aceh selesai tahun 1912, pengelolaan trem dilakukan


Departemen Pertahanan, dan sejak 1 Januari 1916 penngelolaan diserahkan
kepada SS dengan sebutan Atjehstaatsspoorwegen (ASS). Pada waktu itu
panjang jalan rel diAceh berjumlah 502 km.
Perkembangan daerah Sumatera timur sebagai penghasil kelapa sawit, karet,
dan tembakau telah mendorong pembentukan Deli Spoorweg Maatschappij
(DSM) pada tahun 1883. Hasil perkebunan sebagai barang ekspor, diproduksi
di pedalaman dan harus diangkut menuju pelabuhan Belawan (Medan). Lintas
pertama dibangun pada tahun 1886 antara Labuan-Medan, kemudian mulai
bulan Mei 1888 seluruh lintas antara Belawan, Deli dan Binjai (Timbang
Langkat) dapat dilalui kereta api.

Makin populernya keretaapi sebagai alat angkut orang dan barang di daerah
Sumatera Timur dan makin meningkatnya jumlah produksi barang ekspor di
daerah ini menjadikan jaringan jalan rel milik DSM kian meluas. Pada bulan
Desember 1890 jaringan jalan rel tersebut sudah mencapai jarak 103 km.
Pada tahun 1900 dibangun pula jalan relantara Lubukpakan-Bangunpurba,
sepanjang 28 km. Kota penting Pematang Siantar yang merupakan pusat
perkebunan the dapat dicapai kereta api pada tahun 1916.

Pada akhir tahun 1928 jaringan jalan rel milik DSM telah mencapaipanjang
440 km, baik untuk sepurmaupun jalan trem. Selanjutnya masih bertambah
lagi 114 km antara tahun 1929 sampaitahun 1937, yaitu dengan
bertambahnya jalan rel pada lintas Kisaran-Rantauprapat. Dengan demikian
seluruh jaringan jalan sepur milik DSM telah mencapai 554 km, diantaranya
sepanjang 245 km merupakan jalur kelas utama.

Di Sumatera Selatan pembangunan jalan rel dimulai tahun 1911. Lintas


pertama adalah sepanjang 12 km dari Panjang menuju Tanjung Karang.
Lintas ini mulai dilalui kereta api pada tanggal 3 Agustus 1914. Pada waktu
yang bersamaan dilaksanakan juga pembangunan jalan rel dari Kertapati
(Palembang) menuju kea rah Prabumulih. Pada tahun 1914 lintas Kertapati-
Prabumulih sudah mencapai jarak 78 km. Kemudian diselesaikan jalan lintas
cabang Tanjungenim untuk membuka tambang batu bara, dan diteruskan ke
Lahat dari Telukbetung. Di lahat dibangun sebuah bengkel besar kereta api
dan gudang persediaan.

Pertemuan jalan rel Sumatera Selatan dengan jalan relLampung terjadi pada
tanggal 22 Februari 1927. Jlan rel lintas Sumatera Selatan (Zuid Soematera
Spoorwegen, ZSS) akhirnya mencapai 529 km. Jalan rel ini menggunakan
lebar sepur 1.067 mm. Di dalamnya termasuk lintas Lahat-Tebingtinggi-
Lubuklinggau, sepanjang 132 km yang selesi dibangun pada tahun 1933.

Resesi ekonomi dan berkembangnya industri dan penggunaan mobil di jalan


raya sejak tahun 1930 an merupakan pukulan berat bagi kereta api,
menyebabkan terhentinya pembangunan jalan rel di Suamtera bagian
selatan. Lintas trans Sumatera kereta api yang direncanakan tahu1925
dengan menyambung jalan rel dari Sumatera Selatan ke Sumatera Timur
melalui Sumatera Barat dan Tapanuli, mempertemukan stasiun Lubuklinggau
dengan Rantauprapat, belum sampai terlaksana.
Pembangunan Jalan Kereta Api di Sulawesi dan Kalimantan

Di Sulawesi jalan rel selesai dibangun bulan Juli 1922, dengan panjang 47 km
menghubungkan Makassar dengan Takalar, lebar sepur 1.067 mm, dibuka
untuk umum sejak 1 Juli 1923. Semula jalur yang akan dibangun adalah
Takalar-Makassar-Maros, akan tetapi karena pendapatan jalur pertama
antara Takalar-Makassar tidak mendatangkan keuntungan finansial, maka
jalur Makassar-Maros tidak jadi dibangun.

Di Kalimantan jalan rel dibangun oleh kalangan swasta dan khusus untuk
angkutan barang berupa hasil hutan dan insustri, dengan menggunakan
trem.
Penghapusan Lintas Lama dan Pembangunan Lintas Baru Pada
Jaman Pendudukan Pemerintah Militer Jepang

Adapun beberapa lintas lama yang dihapus atau dibongkar jalan relnya pada
waktu pemerintahan pendudukan Jepang antara tahun 1942-1945 antara lain
sebagai berikut:
a. Bekas NISM
Brumbung - Semarang Tawang, 15 km, dibongkar tahun 1942.
Palbapang – Sawegalur, 15 km, dibongkar tahun 1943
Ngaben – Pundung, 27 km, dibongkar tahun 1943
Sumari – Gresik, 15 km, dibongkar tahun 1943
Purwosari – Boyolali, 27 km, dibongkar tahun 1943
Solo – Semarang, 109 km, dibongkar tahun 1942

b. Bekas SS
Ponorogo – Badegan, 17 km, dibongkar tahun 1943
Dayeuhkolot – Majalaya, 18 km, dibongkar tahun 1942
Rancaekek – Tanjungsari, 12 km, dibongkar tahun 1942

c. Bekas SJS
Mayon – Welahan, 6 km, dibongkar tahun 1942

d. Bekas SCS
Mundu – S. Laut – Lokasari, 40 km, dibongkar tahun 1942
Losari – Mundu, 28 km, dibongkar tahun 1943
SJS-SCS pelabuhan Semarang, 1 km, dibongkar tahun 1943

e. Bekas OJS
Sepanjang – Krian, 7 km, dibongkar tahun 1943
Mojokerto – Ngoro, 34 km, dibongkar tahun 1943
Gemakan – Dinoyo, 8 km, dibongkar tahun 1943
Mojokerto – Wates, dibongkar tahun 1943

f. Bekas KSM
Pesanten – Wates, 14 km, dibongkar tahun 1943
Padem – Papar, 14 km, dibongkar tahun 1943
Gurah – Kuwarasan, 8 km, dibongkar tahun 1943

g. Bekas MS
Gondanglegi – Dampit, 15 km, dibongkar tahun 1943
Gondanglegi – Kepanjen, 17 km, dibongkar tahun 1943
Sedayu – Turen, 1 km, dibongkar tahun 1943

h. Bekas PsSM
Pasuruan –Bekasi, 17 km, dibongkar tahun 1943
Pasuruan – Bogor, 2 km, dibongkar tahun 1943
i. Bekas PbSM
Jabung – Pationg, 5 km, dibongkar tahun 1943
Probolinggo – Sumberkareng, 3 km, dibongkar tahun 1943
Jumlah jalan rel yang dibongkar pada masa pemerintahan
pendudukan Jepang adalah paling tidak sepanjang 473 km

Kemudian jalur baru yang dibangun adalah di Jawa Barat yaitu antara Bayah
– Cikara sepanjang 83 km, yang dimaksudkan sebagai jalur pengangkut ke
pabrik pengolahan batu bara, dan di Sumatera sepanjang 220 km, yaitu
antara Muaro-Pekanbaru, yang ditujukan untuk mempercepat angkutan batu
bara Sawahlunto melalui Selat Malaka ke Singapura.

Disamping digunakan untuk membangun lintas baru di Indonesia, berbagai


material kereta api hasil bongkaran banyak juga yang diangkut ke luar egeri.
Sebagian di antara material tersebut kemudian digunakan untuk membangun
jalan rel Thailand-Birma sepanjang 420 km. Fakta kongkrit di atas sungai
Kwai, yang masih menampakkan tanda-tanda milik SS dan NIS.

You might also like